BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus berfikir, meningkatkan kernampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi tersebut adalah (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stress, kecemasan, dan frustasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi, dan korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat serta benar-salah secara. lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapatmenimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis, tetapi juga konflik fisik; dan (4) pelarian darimasalah melalui jalan pintas yang bersifat sementara juga adiktif, seperi penggunaan obat-obat terlarang. Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk menernukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya. B. Rumusan Masalah 1 | Client-Centered Theraphy 1. Apa saja prinsip dasar dan konsep dasar therapis client centered? 2. Bagaimana tujuan pendekatan psikoterapi client centered? 3. Bagaimana hubungan therapis dengan klien dalam client centered? 4. Bagaimana proses konseling dan teknik-teknik dalam pendekatan clien centered? 5. Apa saja kelebihan dan kekurangan therapis client centered? 2 | Client-Centered Theraphy BAB II PEMBAHASAN A. Prinsip Dasar 1. Pandangan Tentang Sifat Manusia Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesifik. Beberapa teori dan praktek pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. 2. Latar Belakang Historis Terapi Client Center Terapi Client Centered dipelopori oleh Carl R . Rogers sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya sebagai keterbatasan-keterbatasan mendasari dari psikoanalisis. Pada hakikatnya pendekatan Client Centered merupakan cabang khusus dari terapi Humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. 3. Asumsi Dasar Terapi Client Center Individu memiliki kapasitas untuk membimbing, mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri apabila ia diberikan kondisi tertentu yang mendukung 3 | Client-Centered Theraphy Individu memiliki potensi untuk memahami apa yang terjadi dalam hidupnya yang terkait dengan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan. Individu memiliki potensi untuk mengatur ulang dirinya sedemikian rupa sehingga tidak hanya untuk menghilangkan tekanan dan kecemasan yang ia rasakan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan diri dan mencapai kebahagiaan. 4. Prinsip-prinsip Terapi Client Center Kita berperilaku sesuai dengan persepsi kita terhadap realitas. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami masalah klien, maka kita harus benar-benar memahami bagaimana ia mempersepsikannya. Kita termotivasi oleh dorongan primer bawaan lahir yang berupa dorongan untuk mengaktualisasikan diri. Secara otomatis individu akan mengembangkan potensinya dalam kondisi-kondisi yang mendukung. Kondisikondisi ini dapat diciptakan dalam terapi dan oleh karena itu, terapis harus bersikap nondirektif. Individu memiliki kebutuhan dasar akan cinta dan penerimaan. Dalam terapi, hal ini diterjemahkan sebagai adanya kebutuhan untuk fokus pada hubungan (antara terapis dan klien-red) dan pengkomunikasian empati, sikap menghargai, dan ketulusan dari terapis.Konsep diri individu bergantung pada penerimaan dan penghargaan yang ia terima dari orang lain. Konsep diri klien dapat ia ubah apabila ia mengalami penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam terapi. B. Karakteristik Konseling Berpusat Pada Klien 1. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya 2. 3. 4. 5. masalah. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya. 6. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri. C. Konsep Dasar 4 | Client-Centered Theraphy 1. Pandangan Menurut Rodgers Client Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered. Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. 2. Ciri-ciri Pendekatan Client Center a. Client dapat bertanggung jawab, memiliki kesanggupan dalam memecahka masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya. b. Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman terhadap client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client terhadap dunia. c. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client). d. Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat. Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan. 5 | Client-Centered Theraphy 2. Tujuan Pendekatan Psikoterapi Menurut Rogers (1961), pertanyan “Siapa Saya?” mengantarkan kebanyakan orang kepada psikoterapi. Mereka tampaknya bertanya: Bagaimana saya bisa menemukan diri nyata saya? Bagaimana saya bisa menjadi apa yang sangat saya inginkan? Bagaimana saya bisa memahami apa yang ada dibalik dinding saya dan menjadi diri sendiri?. Tujuan dasar terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepurapuraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan orang lain dan, dalam usahanya menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri. Apabila dinding itu runtuh selama proses terapeutik, orang macam apa yang muncul dari balik kepura-puraan itu? Rogers menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak kearah menjadi bertambah teraktualkan: keterbukaan kepada pengalaman, kepercayaan terhadap organismenya sendiri, tempat evaluasi internal, dan kesediaan untuk menjadi suatu proses. Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered yaitu sebagai berikut: a) Keterbukaan pada pengalaman sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya. b) Kepercayaan pada organisme sendiri salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman- pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul. c) Tempat Evaluasi Internal Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban 6 | Client-Centered Theraphy pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia menetapkan standarstandar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya. d) Kesediaan untuk menjadi Satu Proses. Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk. Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalamanpengalaman baru, bahkan beberapa revisi. Adapun Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut: 1) Menciptakan mengeksplorasi suasana yang kondusif diri sehingga dapat bagi klien mengenal untuk hambatan pertumbuhannya. 2) Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya. 3) Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan. 4) Konseling cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi. 7 | Client-Centered Theraphy D. Peran dan Fungsi Konselor Kemampuan konselor membangun hubungan interpersonal dalam proses konseling merupakan elemen kunci keberhasilan konseling, disini konselor berperan mempertahankan 3 konsdisi inti (core condition) yang menghadirkan iklim kondusif untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli, meliputi: 1. Sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness). Konselor menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi dan otentik. Konselor juga selaras menampilkan antara perasaan dan pikiran yang ada didalam dirinya dengan perasaan, pandangan dan tingkah laku yang diekspresikan. 2. Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard and acceptance). Unconditional positive adalah Konselor dapat berkomunikasi dengan konseli secara mendalam dan jujur sebagai pribadi, konselor tidak melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan, pikiran dan tingkah laku berdasarkan standar norma tertentu. Acceptance adalah penghargaan spontan terhadap konseli, dan menerimanya sebagai individu yang berbeda dengan konselor, dimana perbedaan tersebut dapat terjadi pada nilai-nilai, persepsi diri, maupun pengalaman-pengalaman hidupnya. 3. Pemahaman yang empatik dan akurat (accurate empathic undertanding) Kemampuan konselor untuk memahami permasalah konseli, melihat sudut pandangan konseli, peka terhadap perasaan-perasaan konseli, sehingga konselor mengetahui bagaimana konseli merasakan perasaanya. E. Hubungan Terapis dengan Klien Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan pribadi pun akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian: 1. Dua orang berada dalam hubungan psikologis. 8 | Client-Centered Theraphy 2. Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas. 3. Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan. 4. Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client. 5. Terapis merasakan pengertian yang empatik terhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepada terapis. 6. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai. Ada tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik: a. Keselarasana/ kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsive terhadap client. Hal ini dapat menghambat proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client maka proses teraputic bisa berlangsung. b. Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap “Saya mau menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”. Perhatian tak bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada client. c. Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari client. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan client yang samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah membantu kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi 9 | Client-Centered Theraphy client sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi. F. Proses Konseling Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut: 1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual. 2. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan. 3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri. 4. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh. Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik. G. Teknik-teknik dalam Pendekatan Client Center Rumusan-rumusan yang lebih dini dari pandangan Rogers tentang psikoterapi memberi penekanan yang lebih besar pada tekhnik-tekhnik. Perkembangan pendekatan Client-Centered disetai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik, yang selanjutnya menjadi variabel yang sangat penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh terapis. Dalam kerangka Client-Centered, tekhnik-tekniknya adalah pengungkapan dan pengomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi. Menurut pandangan pendekatan Client-Centered, penggunaan teknikteknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasikan hubungan terapis klien. Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa digunakan secara sadar diri, sebab dengan demikian terapis tidak akan menjadi sejati. Konkritnya, menurut Corey wawancara merupakan tekhnik utama dalam konseling. 10 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y Bahkan penyembuhan diri konseling sendiri dilakukan melalui akibat tidak langsung dari proses diskusi antara konselor dan konseling. H. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Client Center Pendekatan Client-Centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam pendidikan konselor, beberapa alasannya adalah: 1. Terapi Client-Centered memiliki sifat keamanan. 2. Terapi Client-Centered menitikberatkan mendengar aktif, memberikan respek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan internal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran. 3. Para terapis Client-Centered secara khas mereflesikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para klient untuk memeriksa sumbersumbernya sendiri, dan mendorong klien untuk menemukan cara-cara pemecahannya sendiri. Jadi, terapi Client-Centered jauh lebih aman dibanding dengan model-model terapi lain yang menempatkan terapis pada posisi direktif, membuat penafsiranpenafsiran, membentuk diagnosis, menggali ketaksadaran, menganalisis mimpi-mimpi, dan bekerja ke arah pengubahan kepribadian secara radikal. Pendekatan Client-Centered dengan berbagai cara memberikan sumbangansumbangan kepada situasi-situasi konseling individual maupun kelompok atau dengan kata lain memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1. Memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia subyektif klien, memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk sungguh-sungguh didengar dan mendengar. 2. Mereka bisa menjadi diri sendiri, sebab mereka tahu bahwa mereka tidak akan di evaluasi dan dihakimi. 3. Mereka akan merasa bebas untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru. 4. Mereka dapat diharapkan memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri, dan merekalah yang memasang langkah dalam konseling 5. Mereka yang menetapkan bidang-bidang apa yang mereka ingin mengeksplorasinya di atas landasan tujuan-tujuan bagi perubahan. 6. Pendekatan Client-Centered menyajikan kepada klien umpan balik langsung dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya. 11 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y 7. Terapis bertindak sebagai cermin, mereflesikan perasaan-perasaan kliennya yang lebih dalam. Jadi kesimpulanya, bahwa klien memiliki kemungkinan untuk mencapai fokus yang lebih tajam dan makna yang lebih dalam bagi aspek-aspek dari struktur dirinya yang sebelumnya hanya diketahui sebagian oleh klien. Perhatian klien difokuskan pada banyak hal yang sebelunya tidak diperhatikannya. Klien oleh karenanya bisa meningkatkan sendiri keseluruhan tindakan mengalaminya. Adapun kelemahan pendekatan Client-Centered terletak pada beberapa hal berikut: a. Cara sejumlah pemratek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikapsikap sentral dari posisi Client-Centered. b. Tidak semua konselor bisa mempraktekan terapi Client-Centered, sebab banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. c. Membatasi lingkup tanggapan dan gaya konseling mereka sendiri pada refleksi-refleksi dan mendengar secara empatik. d. Adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pemraktek menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik. Melihat beberapa kelemahan dari pendekatan Client-Centered di atas perlu adanya rekomendasi. Memang secara paradoks terapis dibenarkan berfokus pada klien sampai batas tertentu, sehingga menghilangkan nilai kekuatannya sendiri sebagai pribadi, dan oleh karena itu kepribadiannya kehilangan pengaruh. Terapis perlu menggarisbawahi kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud klien, dan pada saat yang sama ia bebas membawa kepribadiannya sendiri ke dalam pertemuan terapi. Jadi, orang bisa memiliki kesan bahwa terapi Client-Centered tidak lebih dari pada tekhnik mendengar dan merefleksikan. Tetapi Client-Centered berlandaskan sekumpulan sikap yang dibawa oleh terapis kedalam pertemuan denga kliennya, dan lebih dari kualitas lain yang mana pun, kesejatian terapis menentukan kekuatan hubungan terapeutik. Apabila terapis menyembunyikan identitas dan gayanya yang unik dengan suatu cara yang pasif dan nondirektif, ia bisa jadi tidak akan merugikan klien, tetapi bisa jadi juga tidak akan sungguh-sungguh mampu mempengaruhi klien dengan suatu cara 12 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y yang positif. Keotentikan dan keselarasan terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka Client-Centered harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan reaksi-reaksinya kepada klien. Jika tidak demikian, maka kemungkinan yang nyata adalah: terapi Client-Centered akan dikecilkan menjadi suatu corak kerja yang ramah dan aman, tetapi tidak membuahkan hasil. 13 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terapi client-centered berlandaskan suatu filsafat tentang manusia yang menekankan bahwa kita memiliki dorongan bawaan kepada aktualisasi diri. Selain itu, Rogers memandang manusia secara fenomenologis, yakni ia baranggapan bahwa manusia menyusun dirinya sendiri menurut persepsinya-persepsinya tentang kenyataan. Orang termotivasi untuk mengaktualkan diri dalam kenyataan yang dipersepsinya. Teori Rodgers berlandaskan dalil bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memahami faktor-faktor yang ada dalam hidupnya yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan. Klien juga memiliki kesanggupan untuk mengarahka diri dan melakukan perubahan pribadi yang konstruktif. Perubahan pribadi akan timbul jika terapis yang selaras bisa membangun hubungan dengan kliennya, suatu hubungan yang ditandai oleh kehangatan, penerimaan, dan pengertian empatik yang akurat. Konseling terapeutik barlandaskan hubungan Aku-Kamu, atau hubungan pribadi-ke-pribadi dalam keamanan dan penerimaaan yang mendorong klien untuk menanggalkan perthananpertahanannya yang kaku serta menerima dan mengintegrasikan aspek-aspek dari sistem dirinya yang sebelumnya diingkari atau didistorsi. Terapi client-centered menempatkan tanggung jawab utama terhadap arah terapi pada klien. Tujuan-tujuan umumnya ialah: menjadi lebih terbuka kapada pengalaman, mempercayai organismenya sendiri, mengembangkan evaluasi ineternal, kesediaan untuk menjadi suatu proses, dan dengan cara-cara lain bergerak menuju taraf-taraf yang lebih tinggi dari aktualisasi diri. Terapis tidak mengajukan tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang spesifik kepada klien; klien sendirilan yang menetapkan tujuan-tujuan dan nilai-nilainya hidupnya yang spesifik. Terapi client-centered menitikberatkan hubungan pribadi antara klien dan terapis. Sikap-sikap terapis lebih penting dari pada teknik-teknik, pengetahuanm atau teori. Jika terapis menunjukkan dan mengomunikasikan kepada kliennya bahwa terapis adalah pribadi yang selaras, secara hangat dan tak bersyarat menerima perasaan-perasaan dan kepribadian klien, dan mampu mempersepsi secara peka dan tepat dunian internal klien sebagaimana klien mempersepsi dunia internalnya itu, maka klien bisa menggunakan 14 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y hubungan terapeutik untuk memperlancar pertumbuhan dan menjadi pribadi yang dipilihnya. 15 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y DAFTAR PUSTAKA Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama. Palmer (Ed.), Stephen. 2011. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 16 | C l i e n t - C e n t e r e d T h e r a p h y