Perbedaan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (2003) adalah
kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar, sehingga belajar
tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga
penguasaan kebisaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial,
macam-macam ketrampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan. Hamalik (2002)
menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Semua perubahan
pada bidang tersebut merupakan suatu hasil dari belajar yang mengakibatkan
seorang individu berubah sikap dan tingkah lakunya. Perubahan akibat belajar
akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak akan menghilang lagi.
Kemampuan yang diperoleh akibat dari belajar menjadi milik pribadi dan tidak
akan terhapus begitu saja. Hal senada juga diungkapkan oleh Winkel (2004)
menurutnya hasil belajar yang diperoleh siswa tidak menghilang begitu saja,
kecuali bila terjadi proses belajar yang baru dapat menumpang tindih
pengetahuan yang lama, sehingga siswa menjadi lupa atau terjadi
kerusakan/kelainan otak akibat kecelakaaan, kekerasan fisik, ataupun operasi
yang menyebabkan fungsi ingatan-ingatan siswa menjadi terganggu.
Nawawi dalam Susanto (2013) menyatakan bahwa hasil belajar dapat
diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Hal lain dikemukakan oleh
Sanjaya (2009) hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Tugas utama
guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat
mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujan
pembelajaran. Keberhasilan belajar siswa tercapai sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi atau penilaian sebagaimana
yang dikemukakan oleh Sunal dalam Susanto (2013).
5
6
Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu
(1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap
dan cita-cita yang masing-masing dapat diisi dengan bahan yang ada pada
kurikulum sekolah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gagne membagi
lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual,
strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Hasil belajar yang diperoleh
siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa.
Apabila semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin
tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang
hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2012).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh
guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada suatu pokok bahasan
dan dalam pembelajaran tersebut siswa mendapat pengalaman pembelajaran
di kelas, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari pengaruh lingkungan belajarnya.
b. Ranah Hasil Belajar
Bloom dalam Sudjana (2012) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah,
yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenan
dengan hasil belajar belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan
dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari
tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut:
1) Reciving/ attending (penerimaan); 2) Responding (jawaban); 3) Valuing
(penilaian); 4) Organisasi; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai. Ranah
psikomotoris, hasil belajar tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: 1)
Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar; 2)
Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; 3) Kemampuan perseptual,
termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan
lain-lain; 4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan
ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana
7
sampai pada keterampilan yang kompleks; 6) Kemampuan yang berkenaan
dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari
dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Wasliman dalam Susanto (2013) menyatakan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal sebagai berikut: faktor
internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa, yang
mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil
belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan
ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orangtua yang kurang
terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik
dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar
siswa.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Munadi dalam Rusman (2012)
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu
meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor internal sendiri dibagi menjadi
dua faktor, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologi. Faktor fisiologis itu
sendiri seperti kesehatan prima, tidak dalam keadaan yang lelah atau capek,
tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran. Setiap siswa juga memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi
hasil belajarnya. Faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat,
bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.
Faktor eksternal juga dibagi menjadi dua faktor meliputi faktor lingkungan
dan faktor instrumental. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, sedangkan
faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang dharapkan.
8
Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. Faktorfaktor ini diharapakan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya
tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan.
Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dikemukakan oleh Arifin (2011) menyatakan bahwa guru harus memahami
beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
hasil belajar yaitu: 1) faktor peserta didik yang meliputi kapasitas dasar, bakat,
motivasi, minat, kesiapan, sikap, dan lain-lain; 2) faktor sarana dan prasarana,
baik terkait kualitas, kelengkapan maupun penggunaanya, seperti guru,
teknik, media, bahan, dan sumber belajar; 3) faktor lingkungan, baik fisik,
sosial maupun kultur, dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Cooperatif learning berasal dari kata Cooperatif yang berarti mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya
sebagai suatu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007). Sanjaya dalam Rusman
(2012) mengungkapkan bahwa model pembelajaran berkelompok adalah
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran
kooperatif dikenal dengan model pembelajaran secara berkelompok. Belajar
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena
dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat
kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersifat interdepensi efektif diantara anggota kelompok
(Sugandi, 2002). Model pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak
harus belajar dari guru kepada siswa. Model pembelajaran kooperatif
dilaksanakan melalui sharing proses antara siswa, sehingga dapat mewujudkan
pemahaman bersama siswa itu sendiri (Majid, 2013). Siswa dapat saling
membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer
teaching) lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru, Tom V. Savage dalam
Rusman (2012).
Model pembelajaran kooperatif mengacu pada model pembelajaran
dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam
belajar (Huda, 2013). Model pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan
kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa yang mempunyai latar belakang
9
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Hamruni,
2012).
Johnson dan Johnson dalam Huda (2013) menyatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif diartikan working together to accomplish shared
goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Suasana kooperatif,
setiap anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa
dirasakan oleh semua anggota kelompok. Model pembelajaran kooperatif
menurut Holubec dalam Nurhadi dkk (2004) mengatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif memerlukan pendekatan pengajaran melalui
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan
kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa
untuk bekerja sama dalam suatu kelompok kecil dan saling membantu pada
proses pembelajaran dalam mencapai hasil yang nantinya dirasakan oleh
semua anggota kelompok.
b. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2012) menjelaskan ada lima
unsur dalam model pembelajaran kooperatif: 1) Saling ketergantungan positif
(Possitive interdependence) menunjukan dalam pembelajaran kooperatif ada
dua pertanggungjawaban kelompok yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok dan menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut; 2) Tanggung jawab
perseorangan (Personal responbility) yaitu setiap siswa akan bertanggung
jawab untuk melakukan yang terbaik; 3) Interaksi promotif (Face to face
promotive interaction) yaitu setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk
bertatap muka dan berdiskusi; 4) Komunikasi antar anggota (Interpersonal
skill) yaitu setiap anggota mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak
ambisius; 5) Pemrosesan kelompok (Group processing) yaitu mengidentifikasi
dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota
kelompok.
c. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2012) menyatakan pembelajaran yang menggunakan model
kooperatif mempunyai ciri sebabagi berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok
secara kooperatif untuk menuntaskan materi sebelumnya; 2) Kelompok
10
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3)
Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda-beda; 4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang
individu.
Ciri utama model pembelajaran kooperatif menurut Hamruni (2012)
adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Tanpa adanya peer teaching yang
efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru bisa jadi
cara belajar yang demikian membuat siswa tidak bisa memahami apa yang
seharusnya dipahami.
d. Peran Guru dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Nurhadi dkk (2004) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif
menuntut guru untuk berperan aktif berbeda dari pembelajaran tradisional.
Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dikemukakan
sebagai berikut: 1) Merumuskan tujuan pembelajaran; 2) Menentukan jumlah
anggota dalam kelompok belajar; 3) Menentukan tempat duduk siswa;
4) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif;
5) Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif;
6) Menjelaskan tugas akademik; 7) Menjelaskan kepada siswa mengenai
tujuan dan keharusan bekerja sama; 8) Menyusun akuntabilitas individual; 9)
Menyusun kerja sama antar kelompok; 10) Menjelaskan kriteria keberhasilan;
11) Menjelaskan perilaku yang diharap; 12) Memantau perilaku siswa; 13)
Memberikan bantuan pada siswa dalam menyelesaikan tugas; 14) Melakukan
intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama; 15) Menutup
pelajaran; 16) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa; 17) Menilai
kualitas kerja sama antar anggota kelompok.
e. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Tujuan model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
tiga tujuan (Arends, 1997), yaitu: 1) Prestasi akademik, pembelajaran
kooperatif akademik sangat bermanfaat bagi siswa, baik pada kelompok tinggi
atau kelompok rendah. Siswa pada kelompok tinggi dapat membantu temantemannya sebagai tutor, sehingga pemahamannya terhadap materi pelajaran
menjadi meningkat. Bagi para siswa pada kelompok rendah dapat memahami
materi pelajaran agar cara berdiskusi semakin baik dengan bantuan teman
kelompok tinggi; 2) Menerima akan keaneragaman, melalui model
pembelajaran kooperatif siswa dapat saling menerima dan menghargai
11
keaneragaman teman-temannya baik dari segi akademik, sosial maupun jenis
kelamin; 3) Pengembangan ketrampilan sosial, pembelajaran kooperatif
bertujuan mengajarkan kepada siswa ketrampilan-ketrampilan bekerja sama
dan berkolaborasi yang berguna untuk kehidupan sosial kemasyarakatan.
Model pembelajaran kooperatif menurut Majid (2013) mempunyai
beberapa tujuan, diantaranya: 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik. Model pembelaaran kooperatif ini membantu siswa untuk
memahami konsep-konsep yang sulit; 2) Agar siswa dapat menerima temantemannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang; 3)
Mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau
menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.
f.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2012) menjelaskan enam langkah utama atau tahapan dalam
model pembelajaran kooperatif yang disusun secara spesifik pada tabel 1.
Tabel 1.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Tahap 2
Menyajikan informasi
Tahap 3
Mengorganisasikan siswa
ke
dalam
kelompokkelompok belajar
Tahap 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Tahap 5
Evaluasi
Tahap 6
Memberikan penghargaan
Tingkah Laku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan
pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi
siswa belajar.
Guru menyampaikan informasi atau materi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan
bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan
efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjaanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok.
12
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Snowball Throwing berasal dari dua kata yaitu ‘’Snowball’’ dan
‘’Throwing”. Kata Snowball berarti bola salju, sedangkan Throwing berarti
melempar. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing (ST) atau
yang juga sering dikenal dengan Snowball Fight merupakan pembelajaran yang
diadopsi pertama kali dari game fisik dimana segumpalan salju dilempar
dengan maksud memukul orang lain. Snowball Throwing merupakan salah satu
model dari pembelajaran kooperatif. Menurut Huda (2013) Snowball Throwing
dalam konteks pembelajaran diterapkan dengan melempar segumpalan kertas
untuk menunjuk siswa yang harus menjawab soal dari guru. Pembelajaran ini
digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit bagi siswa
serta juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan
kemampuan siswa dalam materi tersebut. Model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang masingmasing kelompok diwakili seorang ketua kelompok untuk mendapat tugas dari
guru. Masing-masing siswa membuat pertanyaan di selembar kertas yang
dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain selama
15 menit. Siswa yang mendapat lemparan kertas harus menjawab
pertanyaan dalam kertas yang diperoleh. Pembelajaran ini melatih siswa untuk
lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan
tersebut kepada teman satu kelompoknya. Lemparan pertanyaan tidak
menggunakan tongkat sebagaimana pada Talking Stick.
Snowball Throwing menurut Suprijono (2010) adalah suatu cara penyajian
bahan pelajaran dimana siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang
heterogen kemudian masing-masing kelompok dipilih ketua kelompoknya
untuk mendapat tugas dari guru lalu masing-masing siswa membuat
pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) kemudian dilempar
ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh. Kegiatan melempar bola pertanyaan ini akan membuat kelompok
menjadi semangat dan aktif, karena kegiatan tersebut siswa tidak hanya
berfikir, menulis, bertanya atau berbicara tetapi juga melakukan aktivitas fisik
yaitu menggulung kertas dan melemparkannya kepada siswa lain. Tiap anggota
kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya harus menjawab
pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Asmani (2011) mengungkapkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah suatu
13
model pembelajaran yang diawali dengan guru menyampaikan materi yang
akan disajikan, kemudian guru membentuk kelompok dan memanggil masingmasing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,
masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing dan
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, masingmasing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu
pertanyaan (apa saja) yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh
ketua kelompok, kertas yang berisi pertanyaan kemudian dibuat seperti bola
dan dilempar dari siswa satu ke siswa yang lain selama 15 menit, setelah
waktu melempar habis setipa siswa akan mendapat satu bola kertas yang
berisi pertanyaan, siswa tersebut kemudian diberikan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut
secara bergantian, guru mengadakan evaluasi tentang materi apa saja yang
baru dijelaskan dan penutup. Menurut Suherman (2011) sintaks dalam model
pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah: 1) Informasi materi
secara umum; 2) Membentuk kelompok; 3) Pemanggilan ketua dan diberi
tugas membahas materi tertentu di kelompok; 4) Bekerja kelompok; 5) Tiap
kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain; 6)
Kelompok lain menjawab secara bergantian; 7) Penyimpulan; 8) Refleksi dan
evaluasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Snowball Throwing adalah suatu model pembelajaran yang
membagi siswa dalam beberapa kelompok, yang nantinya masing-masing
anggota kelompok membuat sebuah pertanyaan pada selembar kertas dan
membentuknya seperti bola, kemudian bola tersebut dilempar ke siswa yang
lain selama durasi waktu yang ditentukan, yang selanjutnya masing-masing
siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperolehnya.
b. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing
Suprijono (2010) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing memiliki kelebihan, yaitu: 1) Melatih kesiapan siswa dalam
merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta
saling memberikan pengetahuan; 2) Dapat membangkitkan keberanian siswa
dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru; 3)
Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan
baik; 4) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya teman maupun
guru; 5) Siswa akan lebih mengerti makna kerja sama; 6) Siswa akan
14
memahami makna tanggung jawab; 7) Siswa akan lebih bisa menerima
keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat, dan intelegensia.
c. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing
Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif
tipe Snowball Throwing (Huda, 2013) yang disusun secara spesifik pada tabel 2.
Tabel 2.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Tahap
Tahap 1
Menyampaikan
tujuan
dan
memotivasi siswa
Tahap 2
Menyajikan
informasi
Tahap 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompokkelompok belajar
Tahap 4
Membimbing
kelompok bekerja
dan belajar
Tahap 5
Evaluasi
Tahap 6
Memberikan
penghargaan
Tingkah Laku Guru
menyampaikan seluruh tujuan pembelajaran dan memotivasi
siswa.
Menyampaikan informasi tentang materi pembelajaran
siswa.
- Memberikan informasi kepada siswa tentang prosedur
pelaksaan pembelajaran snowball throwing
- Membagi siswa ke dalam kekompok-kelompok belajar.
- Memanggil ketua kelompok dan menjelaskan materi serta
pembagian tugas kelompok
- Meminta ketua kelompok kembali ke kelompok masingmasing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru
dengan anggota kelompok
- Memberikan selembar kertas kepada setiap kelompok dan
meminta kelompok tersebut menulis pertanyaan sesuai
dengan materi yang dijelaskan guru
- Meminta setiap kelompok untuk menggulung dan
melemparkan pertanyaan yang telah ditulis pada kertas
kelompok lain
- Meminta setiap kelompok menuliskan jawaban atas
pertanyaan yang didapatkan dari kelompok lain pada kertas
kerja tersebut.
Guru meminta setiap kelompok untuk membacakan jawaban
atas pertanyaan yang diterima dari kelompok lain
Memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok
15
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang digunakan oleh
penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau
menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku).
Sebagaimana dikemukakan Carol Locust dalam Huda (2013) berikut ini.
The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes
as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly
used in council circles to decide who had the right to speak. When matters
of great concern would come before the council, the leading elder would
hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what
he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would
speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed
from one individual to another until all who wanted to speak had done so.
The stick was then passed back to the elder for safe keeping
Kini Talking Stick digunakan dalam pembelajaran ruang kelas. Talking Stick
adalah pembelajaran kelompok yang menggunakan bantuan tongkat. Kelompok
yang memegang tongkat terlebih dahulu waijb menjawab pertanyaan dari guru
setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Kegiatan ini diulang terus
menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab
pertanyaan dari guru (Huda, 2013). Penerapan model kooperatif tipe Talking
Stick, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau
6 siswa yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan
keakraban, kecerdasan, persahabatan, atau minat yang berbeda. Model ini
cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkatan umur.
Slavin (1995) mengemukakan bahwa model kooperatif tipe Talking Stick
merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang
mampu mengaktifkan siswa. Model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri
sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya, sehingga siswa harus
mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya
diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif
tipe Talking Stick ini menguji kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam
membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat, dan mengajak siswa
untuk terus siap dalam situasi apapun.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick
Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Talking Stick (Huda, 2013) diantarannya guru menyiapkan sebuah tongkat yang
16
panjangnya 20cm, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan
mempelajari materi pelajaran, siswa berdiskusi membahas masalah yang
terdapat didalam wacana, setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan
mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bacaan, lalu
guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, membuat kesimpulan, evaluasi dan penutup.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Suprijono (2012) bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dapat mendorong siswa untuk
berani mengemukakan pendapat. Model pembelajaran kooperatif tipe Talking
Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari,
siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut, guru
selanjutnya meminta kepada siswa menutup bukunya dan guru mengambil
tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya, tongkat tersebut diberikan
kepada salah satu siswa, siswa yang menerima tongkat tersebut wajib
menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Saat tongkat bergulir dari
siswa ke siswa lainnya, seyogianya diiringi musik. Langkah akhir dari model
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick adalah guru memberikan
kesempatan kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah
dipelajari, guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan
siswa, selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan.
Puspitasari (2011) menjelaskan kelebihan model pembelajaran kooperatif
tipe Talking Stick antara lain: 1) Memacu siswa untuk belajar dan
mempersiapkan pelajaran yang akan dibahas selanjutnya; 2) Mendorong siswa
untuk terus mendengarkan dan mengikuti pelajaran yang disampaikan guru; 3)
Menjadikan proses pembelajaran lebih menyenangkan; 4) Menuntut keaktifan
siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran; 5) Proses
pembelajaran dapat berjalan dengan santai tetapi tetap serius.
B.
Penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan ini, didukung oleh penelitian yang terdahulu yang
dilakukan oleh Hakim dan Pramukantoro (2012), dalam penelitian ini berjudul
‘’Perbedaan Perpaduan Model Pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking
Stick Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan DasarDasar Elektronika’’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar siswa sebelum dan sesudah diberi pembelajaran menggunakan perpaduan
17
model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick dan respon siswa
terhadap model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick pada
Standar Kompetensi Memerapkan Dasar-Dasar Elektronika di SMK Negeri 2
Lamongan. Hasil penelitian diperoleh berdasarkan analisis nilai pretest-posttest
dengan uji-t satu pihak didapatkan thitung SPSS Paired Samples Test sebesar 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel sehingga pembelajaran dengan
menggunakan perpaduan model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking
Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi terhadap hasil belajar siswa dibandingkan
sebelum diberi pembelajaran dengan model tersebut, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan perpaduan model
Snowball Throwing dengan Talking Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi
terhadap hasil belajar siswa kelas X-El 1 SMK Negeri 2 Lamongan pada semester
Gasal tahun ajaran 2012/2013 dibandingkan sebelum diberi pembelajaran dengan
model tersebut.
Riyandiarto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ‘’Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Talking Stick dengan berbantuan LKS (Lembar Kerja Siswa)
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Garis dan Sudut Kelas VII
Semester II SMP Negeri 12 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011’’. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar
matematika untuk siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing dan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan
media LKS (Lembar Kerja Siswa) pada materi pokok garis dan sudut kelas VII
Semester II SMP Negeri 12 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian
diperoleh berdasarkan perhitungan uji t untuk siswa kelompok eksperimen
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan
rata-rata 83,86 dan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Talking Stick dengan rata-rata 66,09, diperoleh thitung = 5,12 dan
ttabel == 1,67 dengan kriteria pengujian untuk = 5 % diperoleh thitung > ttabel
maka H0 ditolak, artinya kelompok eksperimen berpengaruh lebih baik daripada
kelompok kontrol
dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar
matematika untuk siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing berbantuan LKS lebih baik daripada model model pembelajaran
kooperatif tipe Talking Stick.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Ilhami (2013) yaitu
Perbandingan Penerapan Cooperative Learning tipe Talking Stick dengan
Cooperative Learning tipe Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada
18
mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hasil penelitian yang didapat
adanya perbedaan hasil belajar teknologi informasi dan komunikasi antara siswa
yang diberi pengajaran menggunakan penerapan Cooperative Learning tipe Talking
Stick dengan siswa yang diberi pengajaran dengan Cooperative Learning tipe
Snowball Throwing. Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 3,0425 dan ttabel
sebesar 2,042, karena thitung ttabel berarti penerapan Cooperative Learning tipe
Talking Stick lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan
dengan Cooperative Learning tipe Snowball Throwing.
Penelitian ini yang berjudul Perbedaan Pengaruh Penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dengan Tipe Talking Stick
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VII Semester II SMP N 3 Tuntang
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, siswa dituntut mandiri sehingga
tidak bergantung pada siswa yang lainnya, mampu bertanggung jawab terhadap
diri sendiri, lebih percaya diri dengan jawabannya dan yakin dalam menyelesaikan
masalah, dapat bersosialisasi dengan teman sebaya, berani mengemukakan
pendapat, sedangkan peneliti-peneliti sebelumnya lebih menekankan
mempercepat pencapaian kompetensi sehingga dapat meningkatkan hasil dan
aktivitas belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran di SMP N 3 Tuntang berpusat pada guru (teacher
centered), terlihat pada proses pembelajaran siswa hanya bersifat pasif yaitu
hanya mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru, siswa jarang
diberikan kesempatan untuk memunculkan rasa ingin tahu dalam ketertarikan
terhadap materi, dan siswa kurang aktif bertanya. Hal tersebut berdampak
ketidaktercapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan, sehingga hasil belajar
masih rendah pada mata pelajaran matematika. Keberhasilan proses pembelajaran
tidak lepas dari penggunaan model pembelajaran yang tepat, sesuai mata
pelajaran, materi, kondisi siswa secara keseluruhan dan kemampuan siswa itu
sendiri.
Mengatasi masalah-masalah yang terjadi di atas, maka penelitian ini
mencoba menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center),
yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing
dengan tipe Talking Stick. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing
dalam konteks pembelajaran diterapkan dengan melempar segumpalan kertas
untuk menunjuk siswa yang harus menjawab soal dari guru. Model pembelajaran
kooperatif ini digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit
19
bagi siswa serta juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut. Penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dalam konteks pembelajaran menguji
kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam membaca dan memahami materi
pelajaran dengan cepat, dan mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi
apapun. Kedua tipe model pembelajaran kooperatif ini memiliki kelebihan masingmasing yang mampu membangkitkan siswa dalam proses belajar mengajar dan
memiliki banyak kesamaan diantaranya sama-sama menuntut siswa untuk lebih
aktif serta di ajarkan dalam bentuk sebuah permainan sehingga proses belajar
mengajar berjalan menyenangkan.
Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol adalah siswa kelas VIIC SMP N 3
Tuntang dan kelas eksperimen adalah siswa kelas VIIB SMP N 3 Tuntang. Pemilihan
kedua kelas tersebut adalah dengan pertimbangan kemampuan kedua kelas
tersebut sama. Kedua kelas tersebut akan diberi perlakuan yang berbeda, pada
kelas kontrol akan diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Talking Stick sedangkan untuk kelas eksperimen akan diberi perlakuan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Hasil
belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen akan dibandingkan melalui penggunaan
model tersebut, diharapkan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil
belajar matematika siswa. Berdasarkan uraian kerangka berpikir diatas dapat
digambarkan pada Gambar 1.
Model Pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing
Hasil Belajar Matematika
Model Pembelajaran kooperatif tipe
Talking Stick
Gambar 1. Paradigma penelitian
20
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, kajian teori, kerangka berfikir, dan
penelitian-penelitian yang relevan terdahulu, maka dapat dirumuskan
hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe
Talking Stick terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri
3 Tuntang semester II Tahun Ajaran 2013/2014.
Download