BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (2003) adalah kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar, sehingga belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebisaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial, macam-macam ketrampilan, cita-cita, keinginan, dan harapan. Hamalik (2002) menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Semua perubahan pada bidang tersebut merupakan suatu hasil dari belajar yang mengakibatkan seorang individu berubah sikap dan tingkah lakunya. Perubahan akibat belajar akan bertahan lama, bahkan sampai taraf tertentu tidak akan menghilang lagi. Kemampuan yang diperoleh akibat dari belajar menjadi milik pribadi dan tidak akan terhapus begitu saja. Hal senada juga diungkapkan oleh Winkel (2004) menurutnya hasil belajar yang diperoleh siswa tidak menghilang begitu saja, kecuali bila terjadi proses belajar yang baru dapat menumpang tindih pengetahuan yang lama, sehingga siswa menjadi lupa atau terjadi kerusakan/kelainan otak akibat kecelakaaan, kekerasan fisik, ataupun operasi yang menyebabkan fungsi ingatan-ingatan siswa menjadi terganggu. Nawawi dalam Susanto (2013) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Hal lain dikemukakan oleh Sanjaya (2009) hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujan pembelajaran. Keberhasilan belajar siswa tercapai sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi atau penilaian sebagaimana yang dikemukakan oleh Sunal dalam Susanto (2013). 5 6 Kingsley dalam Sudjana (2012) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gagne membagi lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Apabila semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2012). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada suatu pokok bahasan dan dalam pembelajaran tersebut siswa mendapat pengalaman pembelajaran di kelas, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengaruh lingkungan belajarnya. b. Ranah Hasil Belajar Bloom dalam Sudjana (2012) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenan dengan hasil belajar belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut: 1) Reciving/ attending (penerimaan); 2) Responding (jawaban); 3) Valuing (penilaian); 4) Organisasi; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai. Ranah psikomotoris, hasil belajar tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: 1) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar; 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; 3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain; 4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan; 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana 7 sampai pada keterampilan yang kompleks; 6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Wasliman dalam Susanto (2013) menyatakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal sebagai berikut: faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orangtua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar siswa. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Munadi dalam Rusman (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor internal sendiri dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologi. Faktor fisiologis itu sendiri seperti kesehatan prima, tidak dalam keadaan yang lelah atau capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran. Setiap siswa juga memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa. Faktor eksternal juga dibagi menjadi dua faktor meliputi faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, sedangkan faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang dharapkan. 8 Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. Faktorfaktor ini diharapakan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dikemukakan oleh Arifin (2011) menyatakan bahwa guru harus memahami beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi hasil belajar yaitu: 1) faktor peserta didik yang meliputi kapasitas dasar, bakat, motivasi, minat, kesiapan, sikap, dan lain-lain; 2) faktor sarana dan prasarana, baik terkait kualitas, kelengkapan maupun penggunaanya, seperti guru, teknik, media, bahan, dan sumber belajar; 3) faktor lingkungan, baik fisik, sosial maupun kultur, dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan. 2. Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Cooperatif learning berasal dari kata Cooperatif yang berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007). Sanjaya dalam Rusman (2012) mengungkapkan bahwa model pembelajaran berkelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dikenal dengan model pembelajaran secara berkelompok. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002). Model pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Model pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara siswa, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama siswa itu sendiri (Majid, 2013). Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru, Tom V. Savage dalam Rusman (2012). Model pembelajaran kooperatif mengacu pada model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar (Huda, 2013). Model pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa yang mempunyai latar belakang 9 kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Hamruni, 2012). Johnson dan Johnson dalam Huda (2013) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif diartikan working together to accomplish shared goals (bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Suasana kooperatif, setiap anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh semua anggota kelompok. Model pembelajaran kooperatif menurut Holubec dalam Nurhadi dkk (2004) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk bekerja sama dalam suatu kelompok kecil dan saling membantu pada proses pembelajaran dalam mencapai hasil yang nantinya dirasakan oleh semua anggota kelompok. b. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2012) menjelaskan ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif: 1) Saling ketergantungan positif (Possitive interdependence) menunjukan dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok dan menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut; 2) Tanggung jawab perseorangan (Personal responbility) yaitu setiap siswa akan bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik; 3) Interaksi promotif (Face to face promotive interaction) yaitu setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi; 4) Komunikasi antar anggota (Interpersonal skill) yaitu setiap anggota mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius; 5) Pemrosesan kelompok (Group processing) yaitu mengidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. c. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif Rusman (2012) menyatakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif mempunyai ciri sebabagi berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi sebelumnya; 2) Kelompok 10 dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3) Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda; 4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. Ciri utama model pembelajaran kooperatif menurut Hamruni (2012) adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Tanpa adanya peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru bisa jadi cara belajar yang demikian membuat siswa tidak bisa memahami apa yang seharusnya dipahami. d. Peran Guru dalam Model Pembelajaran Kooperatif Nurhadi dkk (2004) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan aktif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dikemukakan sebagai berikut: 1) Merumuskan tujuan pembelajaran; 2) Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar; 3) Menentukan tempat duduk siswa; 4) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif; 5) Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif; 6) Menjelaskan tugas akademik; 7) Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama; 8) Menyusun akuntabilitas individual; 9) Menyusun kerja sama antar kelompok; 10) Menjelaskan kriteria keberhasilan; 11) Menjelaskan perilaku yang diharap; 12) Memantau perilaku siswa; 13) Memberikan bantuan pada siswa dalam menyelesaikan tugas; 14) Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama; 15) Menutup pelajaran; 16) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa; 17) Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. e. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tujuan model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan (Arends, 1997), yaitu: 1) Prestasi akademik, pembelajaran kooperatif akademik sangat bermanfaat bagi siswa, baik pada kelompok tinggi atau kelompok rendah. Siswa pada kelompok tinggi dapat membantu temantemannya sebagai tutor, sehingga pemahamannya terhadap materi pelajaran menjadi meningkat. Bagi para siswa pada kelompok rendah dapat memahami materi pelajaran agar cara berdiskusi semakin baik dengan bantuan teman kelompok tinggi; 2) Menerima akan keaneragaman, melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat saling menerima dan menghargai 11 keaneragaman teman-temannya baik dari segi akademik, sosial maupun jenis kelamin; 3) Pengembangan ketrampilan sosial, pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa ketrampilan-ketrampilan bekerja sama dan berkolaborasi yang berguna untuk kehidupan sosial kemasyarakatan. Model pembelajaran kooperatif menurut Majid (2013) mempunyai beberapa tujuan, diantaranya: 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik. Model pembelaaran kooperatif ini membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit; 2) Agar siswa dapat menerima temantemannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang; 3) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok. f. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Rusman (2012) menjelaskan enam langkah utama atau tahapan dalam model pembelajaran kooperatif yang disusun secara spesifik pada tabel 1. Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tahap Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tahap 2 Menyajikan informasi Tahap 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tahap 5 Evaluasi Tahap 6 Memberikan penghargaan Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. Guru menyampaikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjaanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. 12 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Snowball Throwing berasal dari dua kata yaitu ‘’Snowball’’ dan ‘’Throwing”. Kata Snowball berarti bola salju, sedangkan Throwing berarti melempar. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing (ST) atau yang juga sering dikenal dengan Snowball Fight merupakan pembelajaran yang diadopsi pertama kali dari game fisik dimana segumpalan salju dilempar dengan maksud memukul orang lain. Snowball Throwing merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif. Menurut Huda (2013) Snowball Throwing dalam konteks pembelajaran diterapkan dengan melempar segumpalan kertas untuk menunjuk siswa yang harus menjawab soal dari guru. Pembelajaran ini digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit bagi siswa serta juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang masingmasing kelompok diwakili seorang ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru. Masing-masing siswa membuat pertanyaan di selembar kertas yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain selama 15 menit. Siswa yang mendapat lemparan kertas harus menjawab pertanyaan dalam kertas yang diperoleh. Pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut kepada teman satu kelompoknya. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat sebagaimana pada Talking Stick. Snowball Throwing menurut Suprijono (2010) adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen kemudian masing-masing kelompok dipilih ketua kelompoknya untuk mendapat tugas dari guru lalu masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) kemudian dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Kegiatan melempar bola pertanyaan ini akan membuat kelompok menjadi semangat dan aktif, karena kegiatan tersebut siswa tidak hanya berfikir, menulis, bertanya atau berbicara tetapi juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya kepada siswa lain. Tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Asmani (2011) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah suatu 13 model pembelajaran yang diawali dengan guru menyampaikan materi yang akan disajikan, kemudian guru membentuk kelompok dan memanggil masingmasing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi, masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing dan menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, masingmasing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan (apa saja) yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok, kertas yang berisi pertanyaan kemudian dibuat seperti bola dan dilempar dari siswa satu ke siswa yang lain selama 15 menit, setelah waktu melempar habis setipa siswa akan mendapat satu bola kertas yang berisi pertanyaan, siswa tersebut kemudian diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian, guru mengadakan evaluasi tentang materi apa saja yang baru dijelaskan dan penutup. Menurut Suherman (2011) sintaks dalam model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah: 1) Informasi materi secara umum; 2) Membentuk kelompok; 3) Pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok; 4) Bekerja kelompok; 5) Tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain; 6) Kelompok lain menjawab secara bergantian; 7) Penyimpulan; 8) Refleksi dan evaluasi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah suatu model pembelajaran yang membagi siswa dalam beberapa kelompok, yang nantinya masing-masing anggota kelompok membuat sebuah pertanyaan pada selembar kertas dan membentuknya seperti bola, kemudian bola tersebut dilempar ke siswa yang lain selama durasi waktu yang ditentukan, yang selanjutnya masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperolehnya. b. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Suprijono (2010) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing memiliki kelebihan, yaitu: 1) Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan; 2) Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru; 3) Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik; 4) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya teman maupun guru; 5) Siswa akan lebih mengerti makna kerja sama; 6) Siswa akan 14 memahami makna tanggung jawab; 7) Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat, dan intelegensia. c. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing (Huda, 2013) yang disusun secara spesifik pada tabel 2. Tabel 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Tahap Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tahap 2 Menyajikan informasi Tahap 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tahap 5 Evaluasi Tahap 6 Memberikan penghargaan Tingkah Laku Guru menyampaikan seluruh tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. Menyampaikan informasi tentang materi pembelajaran siswa. - Memberikan informasi kepada siswa tentang prosedur pelaksaan pembelajaran snowball throwing - Membagi siswa ke dalam kekompok-kelompok belajar. - Memanggil ketua kelompok dan menjelaskan materi serta pembagian tugas kelompok - Meminta ketua kelompok kembali ke kelompok masingmasing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru dengan anggota kelompok - Memberikan selembar kertas kepada setiap kelompok dan meminta kelompok tersebut menulis pertanyaan sesuai dengan materi yang dijelaskan guru - Meminta setiap kelompok untuk menggulung dan melemparkan pertanyaan yang telah ditulis pada kertas kelompok lain - Meminta setiap kelompok menuliskan jawaban atas pertanyaan yang didapatkan dari kelompok lain pada kertas kerja tersebut. Guru meminta setiap kelompok untuk membacakan jawaban atas pertanyaan yang diterima dari kelompok lain Memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok 15 4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Sebagaimana dikemukakan Carol Locust dalam Huda (2013) berikut ini. The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping Kini Talking Stick digunakan dalam pembelajaran ruang kelas. Talking Stick adalah pembelajaran kelompok yang menggunakan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu waijb menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Kegiatan ini diulang terus menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru (Huda, 2013). Penerapan model kooperatif tipe Talking Stick, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, kecerdasan, persahabatan, atau minat yang berbeda. Model ini cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkatan umur. Slavin (1995) mengemukakan bahwa model kooperatif tipe Talking Stick merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya, sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick ini menguji kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat, dan mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apapun. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick (Huda, 2013) diantarannya guru menyiapkan sebuah tongkat yang 16 panjangnya 20cm, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran, siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat didalam wacana, setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bacaan, lalu guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, membuat kesimpulan, evaluasi dan penutup. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Suprijono (2012) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dapat mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari, siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut, guru selanjutnya meminta kepada siswa menutup bukunya dan guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya, tongkat tersebut diberikan kepada salah satu siswa, siswa yang menerima tongkat tersebut wajib menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Saat tongkat bergulir dari siswa ke siswa lainnya, seyogianya diiringi musik. Langkah akhir dari model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari, guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan siswa, selanjutnya bersama-sama siswa merumuskan kesimpulan. Puspitasari (2011) menjelaskan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick antara lain: 1) Memacu siswa untuk belajar dan mempersiapkan pelajaran yang akan dibahas selanjutnya; 2) Mendorong siswa untuk terus mendengarkan dan mengikuti pelajaran yang disampaikan guru; 3) Menjadikan proses pembelajaran lebih menyenangkan; 4) Menuntut keaktifan siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran; 5) Proses pembelajaran dapat berjalan dengan santai tetapi tetap serius. B. Penelitian yang relevan Penelitian yang dilakukan ini, didukung oleh penelitian yang terdahulu yang dilakukan oleh Hakim dan Pramukantoro (2012), dalam penelitian ini berjudul ‘’Perbedaan Perpaduan Model Pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi Menerapkan DasarDasar Elektronika’’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi pembelajaran menggunakan perpaduan 17 model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick dan respon siswa terhadap model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick pada Standar Kompetensi Memerapkan Dasar-Dasar Elektronika di SMK Negeri 2 Lamongan. Hasil penelitian diperoleh berdasarkan analisis nilai pretest-posttest dengan uji-t satu pihak didapatkan thitung SPSS Paired Samples Test sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel sehingga pembelajaran dengan menggunakan perpaduan model pembelajaran Snowball Throwing dengan Talking Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi terhadap hasil belajar siswa dibandingkan sebelum diberi pembelajaran dengan model tersebut, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan perpaduan model Snowball Throwing dengan Talking Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi terhadap hasil belajar siswa kelas X-El 1 SMK Negeri 2 Lamongan pada semester Gasal tahun ajaran 2012/2013 dibandingkan sebelum diberi pembelajaran dengan model tersebut. Riyandiarto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ‘’Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dengan berbantuan LKS (Lembar Kerja Siswa) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Garis dan Sudut Kelas VII Semester II SMP Negeri 12 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011’’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar matematika untuk siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan media LKS (Lembar Kerja Siswa) pada materi pokok garis dan sudut kelas VII Semester II SMP Negeri 12 Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian diperoleh berdasarkan perhitungan uji t untuk siswa kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan rata-rata 83,86 dan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dengan rata-rata 66,09, diperoleh thitung = 5,12 dan ttabel == 1,67 dengan kriteria pengujian untuk = 5 % diperoleh thitung > ttabel maka H0 ditolak, artinya kelompok eksperimen berpengaruh lebih baik daripada kelompok kontrol dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika untuk siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing berbantuan LKS lebih baik daripada model model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Ilhami (2013) yaitu Perbandingan Penerapan Cooperative Learning tipe Talking Stick dengan Cooperative Learning tipe Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada 18 mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hasil penelitian yang didapat adanya perbedaan hasil belajar teknologi informasi dan komunikasi antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan penerapan Cooperative Learning tipe Talking Stick dengan siswa yang diberi pengajaran dengan Cooperative Learning tipe Snowball Throwing. Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 3,0425 dan ttabel sebesar 2,042, karena thitung ttabel berarti penerapan Cooperative Learning tipe Talking Stick lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan Cooperative Learning tipe Snowball Throwing. Penelitian ini yang berjudul Perbedaan Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dengan Tipe Talking Stick Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VII Semester II SMP N 3 Tuntang dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya, mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri, lebih percaya diri dengan jawabannya dan yakin dalam menyelesaikan masalah, dapat bersosialisasi dengan teman sebaya, berani mengemukakan pendapat, sedangkan peneliti-peneliti sebelumnya lebih menekankan mempercepat pencapaian kompetensi sehingga dapat meningkatkan hasil dan aktivitas belajar siswa. C. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran di SMP N 3 Tuntang berpusat pada guru (teacher centered), terlihat pada proses pembelajaran siswa hanya bersifat pasif yaitu hanya mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru, siswa jarang diberikan kesempatan untuk memunculkan rasa ingin tahu dalam ketertarikan terhadap materi, dan siswa kurang aktif bertanya. Hal tersebut berdampak ketidaktercapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan, sehingga hasil belajar masih rendah pada mata pelajaran matematika. Keberhasilan proses pembelajaran tidak lepas dari penggunaan model pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi, kondisi siswa secara keseluruhan dan kemampuan siswa itu sendiri. Mengatasi masalah-masalah yang terjadi di atas, maka penelitian ini mencoba menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe Talking Stick. Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dalam konteks pembelajaran diterapkan dengan melempar segumpalan kertas untuk menunjuk siswa yang harus menjawab soal dari guru. Model pembelajaran kooperatif ini digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit 19 bagi siswa serta juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dalam konteks pembelajaran menguji kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat, dan mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apapun. Kedua tipe model pembelajaran kooperatif ini memiliki kelebihan masingmasing yang mampu membangkitkan siswa dalam proses belajar mengajar dan memiliki banyak kesamaan diantaranya sama-sama menuntut siswa untuk lebih aktif serta di ajarkan dalam bentuk sebuah permainan sehingga proses belajar mengajar berjalan menyenangkan. Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol adalah siswa kelas VIIC SMP N 3 Tuntang dan kelas eksperimen adalah siswa kelas VIIB SMP N 3 Tuntang. Pemilihan kedua kelas tersebut adalah dengan pertimbangan kemampuan kedua kelas tersebut sama. Kedua kelas tersebut akan diberi perlakuan yang berbeda, pada kelas kontrol akan diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick sedangkan untuk kelas eksperimen akan diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen akan dibandingkan melalui penggunaan model tersebut, diharapkan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan uraian kerangka berpikir diatas dapat digambarkan pada Gambar 1. Model Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Hasil Belajar Matematika Model Pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick Gambar 1. Paradigma penelitian 20 D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, kajian teori, kerangka berfikir, dan penelitian-penelitian yang relevan terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan tipe Talking Stick terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 3 Tuntang semester II Tahun Ajaran 2013/2014.