KONSEP 'ADĀLAH SAHABAT SUNNAH DALAM PANDANGAN SYI’AH (STUDI KRITIK) Oleh : Edi Turmudzi I. PENDAHULUAN Sahabat Nabi menempati posisi sangat penting dalam Islam. Para sahabat orang yang hidup bersama Rasulallah , merekalah yang paling tahu setelah Rasulallah tentang Islam. Rasulallah mengajari mereka langsung secara berhadapan dan hidup bersama mereka selama masa hidup Beliau . Sesungguhnya perbuatan dan perkataan Rasulallah merupakan wahyu, dan para sahabatlah yang perperan untuk meneruskan dalam penyampaiannya. Dengan posisi ini mereka menjadi perantara atau jembatan pada Islam yang diwariskan pada generasi berikutnya.1 Tidak ada seorang muslimpun yang dapat mengungkapkan Islam tanpa bersandar pada sahabat sebagai otoritas utama. Setelah Rasulallah wafat, para sahabat menduduki peran lebih besar dibandingkan sebelum Rasulallah wafat. Semua fungsi Rasulallah kecuali dalam hal menerima wahyu, diambil alih oleh para sahabat. Mereka manjadi figur sangat penting dalam masyarakat Muslim, menjalankan otoritas politik dan agama. Maka, apapun yang datang dari mereka yang bisa dibuktikan harus bisa dipercaya dan dianggap sebagai kebenaran. Sama halnya seperti kedudukan sahabat yang sangat penting, ke’ādilan Sahabat merupakan salahsatu topik yang sangat urgen dalam pembahasan Islam. Karena merupakan syarat yang tidak bisa dilepas dalam hal periwayatan Islam (baik dalam periwayatan al-Qur’an maupun al-Hadits). Orang yang tidak ‘ādil maka periwayatannya tidak dapat diterima. Ahlus Sunnah2 memandang bahwa semua sahabat Nabi ’ādil (jujur), dan mereka adalah para mutjahid. Hal ini sesuai dengan legitimasi yang diberikan Allah dan Rasul-Nya. Karenanya semua Sahabat diterima riwayatnya tanpa harus dipertanyakan ke‘ādilannya. 1 Al-Baqilani, al-Inshaf ma Yajibu I'tiqaduhu wa la Yajuzu al-Jahl bih, ed. Imad al-Din Ahmad Haidar (Beirut:'Alamul Kutub, 1986), hal.107. 2 Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Sunni) adalah kelompok yang mengikuti sunnah Nabi , dan para sahabat ra serta seluruh pengikutnya dari para tabi’in. Selain itu, mereka bersatu di atas kebenaran dalam urusan agama. Ahmad Haris Suhaimy, Tausiq As-Sunnah Baina Asy-Syiah AlImamiyah wa Ahlus Sunnah fi Ahkam AlImamah wa Nikah Al-Mut`ah, (Kairo: Dar As-Salam 2003), hal. 115-121; Ahlu Sunnah juga adalah kelompok yang masih murni aqidahnya, terbebas dari kesesatan dan penyesatan, tidak bersifat berlebihan dan melampaui batas. Abu Sahl Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, Mausu‟atu Mawaqif as-Salafi fi al-„Aqidah wa alManhaj wa at-Tarbiyah. (Kairo: al-Mathba‘ah alIslamiyah li an-Nasyr wa at-Tauzi‘), Juz: 10, Hal. 174 1 Akan tetapi pendapat Ahlus Sunnah tidak diamini oleh beberapa kalangan, diantaranya adalah Syi’ah,3 mereka menolak konsep ‘Kullu as-Shahabat Udūl’ Ahlus Sunnah. Dari sini perlu adanya pemaparan yang lebih jelas dan serius dalam membahas penolakan Syi’ah terhadap konsep tersebut. Oleh karena itu, makalah ini akan dipaparkan bagaimana pandangan Syi’ah terhadap konsep ‘Adālah Sahabat Sunnah beserta berbagai kritik dan tuduhan yang mereka lontarkan. II. PEMBAHASAN PENGERTIAN ‘ADĀLAH SAHABAT 1. Definisi Sahabat Secara etimologi اﻟﺼﺤﺎﺑﺔberasal dari kata ﺻﺤﺐbermakna ﻋﺎﺷ ﺮ, راﻓ ﻖ,ﻟ ﺰم yang menurut Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab menyebutkan bahwa kata AlAshhab, ash-Sahabat, Shahiba, Yashhabu, Shuhbatan, Shahibun, bisa berarti : teman bergaul, sahabat, teman duduk, penolong pengikut. ҳǛɯ ƌ Ƶǚ artinya kawan bergaul, pemberi kritik, teman duduk, pengikut, teman atau orang yang melakukan atau menjaga sesuatu. Kata ini juga bisa diartikan sebagai orang yang mengikuti suatu paham atau mazhab tertentu. Misalnya, kita bisa bisa mengatakan اﺻﺤﺎب اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ: pengikut Imam Syafi'i, اﺻﺤﺎب اﻟﻤﺎﻟﻚ: pengikut Imam Malik dan lainlain. Kata ini juga bisa diartikan sebagai pemilik, misalnya ﺻ ﺎﺣﺐ اﻟﻤ ﺎل: pemilik harta. Dapat juga kita menyatakannya seperti dalam frasa ishthahaba al-qaum, yang artinya, mereka saling bersahabat satu sama lain.4 3 Syi’ah merupakan istilah untuk para pengikut Ali yang kemudian berevolusi karena gejolak-gejolak politik. Kemudian Syiah terpecah menjadi beberapa kelompok besar yang selanjutnya dari kelompok besar ini muncul lagi kelompok-kelompok yang tidak sedikit jumlahnya. Diantaranya adalah Zaidiyah, Isma’iliyah, Imamiyah, dan Kaisaniyah. Syiah Zaidiyah disebut juga Syiah Tafdhil yang keyakinan konsepsi Imamahnya tidak mutlak akan tetapi hanya atas dasar pengutamaan Ali saja. Syiah Isma’iliyah meyakini Isma`il putra Ja’far sebagai imam yang mutlak sekaligus imam yang terakhir. Syiah Imamiyah berkeyakinan bahwa Ali secara nash dinyatakan mutlak sebagai imam bukan hanya disebut sifatnya akan tetapi orangnya. Sedangkan Syiah Kaisaniyah memiliki jalur yang berbeda. Kaisaniyah diambil dari nama mantan pelayan Ali, Mukhtar bin Abi ‘Ubaid yang juga dipanggil Kaisan. Mereka meyakini kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Ali. Muhammad Baharun, Epistemologi Antagonisme Syi‟ah dari Imamah Sampai Mut’ah, (Malang: Pustaka Bayan, 2004), hal. 29. Ada pula yang menamai madzhab ini dengan Rafidhah, artinya golongan penolak. Dalam suatu pendapat dikatakan mereka diberi nama Rafidhah dikarenakan penolakannya akan keimaman Abu Bakar dan Umar. Abu Hasan Al-Asy’ari, Maqalat AlIslamiyyin wa Ikhtilaf Al-Musallin. (Kairo: Haiah al'Amah li Qushur Ath-Thaqafah,tt), Juz 1, hal. 89 4 Ibnu Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, ǜ ɯ ƞƵǚƻǛɯ ƄƵ. Beirut: Dar Shadir. p. 520 ;lihat juga: Muhamad bin Ya’kub al-Fairuzabady, ƔNJ ɯ ҸƺƵǚƁ DŽ ƹǛɯ ƬƵǚ. Lebanon: ar-Resalah, 2005 cet: 08 p. 104; lihat juga: Majma’ al-Lughoh al-‘Arobiyah, ƔNJ ɯ ƃDŽ ƵǚƸɯ ҰƞƺƵǚ. Cairo: ﻣﻜﺘﺒ ﺔ اﻟﺸ ﺮوق اﻟﺪوﻟ ﺔ. 2004. Cet: 04. P. 504 2 Sementara secara terminologi, definisi sahabat ialah “Orang yang pernah melihat atau berjumpa dengan Nabi . dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan Islam, meskipun pernah murtad”.5 Definisi Sahabat Nabi secara terminologi menjadi perdebatan di kalangan ulama. Syekh al-Iraqi mengatakan “Sahabat ialah mereka yang bertemu Rasulullah, beriman kepadanya, dan mati dalam keadaan Islam. Barang siapa yang murtad atau keluar dari Islam maka gugurlah penyematan julukan sahabat kepadanya. Dan barang siapa yang murtad kemudian bertobat maka status sahabatnya kembali seperti semula, seperti Abdulloh bin Abi Sarh.”6 Para ahli hadits sendiri mendefinisikan Sahabat Nabi dengan cakupan yang luas yakni setiap orang Islam yang yang bertemu Nabi walaupun hanya sesaat dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan memeluk Islam. Dalam hal ini Ibnu Shalah meriwayatkan bahwa Abu Mudzoffar alSam’ani menuturkan:“Para ahli Hadist menyematkan kata sahabat kepada mereka yang berjumpa Rasulullah dan meriwayatkan hadist atau perkataannya, sehingga definisi ini meluas dan kembali kepada seua orang yang pernah melihat Nabi sekali disebut sahabat. Ini dikarenakan keagungan kedudukan Nabi .”7 Sebagian mensyaratkan penyematan gelar sahabat diukur dari durasi waktu interaksinya dengan Nabi, ikut berjuang bersama-sama Nabi dalam peperangan. Jadi menurut mereka Sahabat Nabi ialah orang-orang yang yang bergaul lama dengan Nabi dengan cara mengikuti dan mengambil sunnahnya. Mereka memberikan dalil dari riwayat Sai’d bin Musayyab menyatakan bahwa seseorang tidak dianggap Sahabat kecuali orang tersebut berada bersama Nabi selama satu atau dua tahun dan berperang bersama Nabi dalam satu atau dua peperangan.8 Akan tetapi, para ulama mengkritik definisi ini karena tidak mencakup beberapa kaum yang telah disepakati sebagai Sahabat dan pendapat ini juga ditentang oleh mayoritas ulama yang tidak memberikan syarat-syarat tambahan Dalam hal ini juga Badruddin bin Jama’ah berkomentar bahwa definisi Said bin Musayyab di atas sangat lemah dan sempit sehingga Jarir bin Abdullah al-Bajili dan Wa’il bin Hajar tidak termasuk ke dalam jajaran Sahabat. Begitu juga orang- 5 ﻣﻦ ﻟﻘﻲ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﺑﮫ وﻣﺎت ﻋﻠﻰ اﻹﺳﻼم Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar el-Kutub alIlmiah: 1995), Juz 1 Hal: 158-159; Lihat Juga; Ibnu Katsir. Al-Baa'itsul Hatsits Syarah Ikhtisar 'Uluumil-Hadits.(Darut Turats Th 1399H/1979M ) Tahqiq oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir hal. 151; Pendapat ini diutarakan oleh Bukhari dalam Shahihnya lihat Ahmad bin Ali bin Hajar alAsqalany. Nuzhah an-Nadzor fi taudhihi Nukhbatul Fikr.(Riyadh: Safir.1422), hal. 140 6 Imam Syuyuthi. Tadrib ar-Rowi fi sarh taqrib an-Nawawi.(Dar at-Taibah,tt) Juz 2, hal. 668 7 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar elKutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 08 8 Khatib al-Baghdadi. Al-Kifayah fi ilmi ar-Riwayah.(Madinah:Maktabah al-Ilmiyah, tt), hal. 50; lihat juga: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 08 3 orang yang sama dengan mereka yang tidak memenuhi lahiriah kriteria Sahabat yang ia tetapkan padahal mereka termasuk orang yang tidak diperselisihkan.9 Al-Hafidz Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa: “Untuk digolongkan sebagai sahabat tidak ada perbedaan bagi mereka yang berperang bersama-sama Nabi, berinteraksi dengan Nabi dalam jangka waktu yang lama, berusia dewasa tatkala berjumpa Nabi, dengan mereka yang tidak pernah mengangkat senjata bersama Nabi, hanya sebatas melihat Nabi tanpa berinteraksi lebih dekat, dan mereka yang masih berusia kanak-kanak ketika berjumpa beliau. Kemuliaan gelar sahabat ialah untuk semua, dan tidak ada pembedaan dalam hal tersebut.”10 Dari perbedaan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi yang paling shahih adalah siapa saja yang bertemu dengan Rasulallah pada masa kenabian beliau, sedang dia percaya kepada beliau, serta meninggal dalam kedaan muslim.11 Dengan demikian sahabat ialah mereka yang bertemu dengan Rasulullah (sekalipun sekejap) dan beriman dengannya, baik meriwayatkan hadits darinya atau tidak, serta mati dalam keadaan Islam –walaupun pernah diselingi dengan kemurtadan. Ada beberapa cara menentukan seseorang ini dimasukkan golongan sahabat atau tidak, menurut Muhammad Abu Zahw yang pertama ialah melalui kabar mutawatir seperti yang terjadi pada khalifah 4, Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali. Kedua, ialah melalui kabar masyhur seperti pada Dhomam bin Tsa’labah dan Ukasyah bin Muhson. Ketiga, ialah melalui kabar Ahad persaksian seorang sahabat yang menegaskan bahwa dia termasuk golongan sahabat. Seperti yang terjadi pada Hamamah bin Abi Hamamah Al-Dusi yang meninggal di Isfahan. Abu Musa Al-‘Asyari yang bersaksi terhadapnya bahwa ia termasuk kalangan sahabat dan pernah berjumpa serta mendengar hadist dari Rasulullah. Keempat, melalui pernyataan orang yang bersangkutan bahwa ia berjumpa Rasulullah setelah dipastikan bahwa ia ialah orang yang ‘ādil dan tsiqoh. Kelima, melalui transmisi berita salah seorang tabiin yang menegaskan bahwa orang tersebut ialah sahabat, tentu saja setelah memastikan ke’ādilan pembawa berita tersebut. 12 2. Definisi ‘Adalah Al-‘Adālah secara etimologis diambil dari asal kata ‘adl yang berarti sesuatu yang terdapat dalam jiwa bahwa sesuatu itu lurus, yang merupakan lawan dari rusak ( )اﻟﺠ ﻮر. Orang ‘ādil berarti yang diterima kesaksiannya. Fulan min ahl al-ma’dalah berarti orang yang ‘ādil. Ta’dil pada diri seseorang berarti menilainya 9 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar elKutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 08 10 : Muhammad Abu Zahw. Al-Hadits wa al-Muhadditsun. (Cairo: Dar el-Fikri alAraby.1378), hal. 129; lihat juga: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz asSahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 158; 11 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar elKutub al-Ilmiah: 1995), hal. 08; 12 Muhammad Abu Zahw. Al-Hadits wa al-Muhadditsun. (Cairo: Dar el-Fikri alAraby.1378), hal. 130; lihat juga: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz asSahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995), hal. 15 4 positif dan menguatkannya, menguatkan maka berarti meng-istiqomahkan.13 Maka dari pengertian diatas maka dapat kita ketahui bahwa definisi ‘ādil secara bahasa bermakna Istiqomah, tidak nampak darinya sesuatu yang meragukan dan ‘ādil ialah tengah-tengah antara dua arah tanpa condong terhadap salah satunya.14 Yang berarti ‘ādil ialah meridhoi dan merima kesaksiannya. Dalam memaknai Al-’Adālah secara terminologis ada perbedaan antara ulama hadits, usul fikh dan fikh. Namun perbedaan itu kembali kepada satu makna yang berarti orang yang tidak memiliki sifat yang mencacatkan keagamaan dan keperwiraanya sehingga membawa pemiliknya pada ketaqwaan dan kewibawaan pribadinya.15 Sehingga khabar dan kesaksiannya bisa diterima, bila dipenuhi pula syarat-syarat kelayakan ‘ādil. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Yang dimaksud dengan ‘ādil ialah orang yang mempunyai sifat ketaqwaan dan muru’ah.”16 Jadi dapat kita lihat bahwa yang dimaksud ‘Adalatus Sahabat menurut Ahul Hadits ialah : Bahwa semua sahabat adalah termasuk orang-orang yang bertaqwa dan memiliki sifat wara, yakni mereka ialah orang-orang yang selalu menjauhkan diri dari maksiat dan perkara-perkara yang syubhat. ‘Adālah sahabat juga tidak berarti memberikan penilaian kepada mereka sebagai sosok yang maksum yang tak mungkin berbuat salah, tidak mungkin lupa, tidak mungkin berbuat dosa, atau melakukan suatu kemaksiatan. Mereka bisa saja melakukan semua itu. Karena sifat maksum atau terhindar dari dosa hanya dimiliki oleh para Nabi saja. Kemuliaan yang disematkan kepada sahabat bukan berarti menempatkan mereka sebagai sosok yang steril dari salah dan dosa. Sahabat juga manusia, terkadang ada sebahagian dari mereka yang terjebak dalam kesalahan dan kemaksiatan.Namun hal tersebut tidak menjatuhkan reputasinya sebagai pribadi yang baik, jujur dan ‘ādil, terutama dalam meriwayatkan sesuatu yang datang dari Rasulullah. Oleh karenanya, dalam pandangan Ahlus Sunnah, seluruh sahabat ialah ‘ādil (as-sahabat kulluhum 'udul), dalam arti mereka bisa jadi bersalah dan berdosa, tapi tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah .17 KONSEP dan DALIL ‘ADĀLAH SAHABAT SUNNAH 1. Konsep ‘Adālah Sahabat Perspektif Ahlus Sunnah ‘Adālah/ādil secara umum ialah orang yang mempunyai sifat ketaqwaan dan muru’ah.18 Jadi maksud ‘Adālatus Sahabat ialah : Bahwa semua sahabat ialah 13 Ibnu Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, ǜ ɯ ƞƵǚƻǛɯ ƄƵ...., p. 430;lihat juga: Muhamad bin Ya’kub al-Fairuzabady, اﻟﻘﺎﻣﻮس اﻟﻤﺤﯿﻂ. Lebanon: ar-Resalah, 2005 cet: 04 p. 13 14 At-Tazy , Maqashid al-Hadits fil Qadim wal Hadits. Hal 2/64; lihat juga: Amidy, AlIhkam. Hal: 2/69 15 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Nuzhah an-Nadzor fi taudhihi Nukhbatul Fikr.(Riyadh: Safir.1422), hal. 69 16 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Nuzhah an-Nadzor fi taudhihi Nukhbatul Fikr.(Riyadh: Safir.1422), hal. 205; 17 Muhammad al-Husainy Al Alusi. Al Ajwibah al ‘Iraqiyah. (Baghdad: alMuhammadiyah: 1301), hal. 23-24 18 Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany; seperti yang dikemukakan penulis diatas. 5 orang-orang yang taqwa dan wara, yakni mereka ialah orang-orang yang selalu menjauhkan maksiat dan perkara-perkara yang syubhat, dan tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah atau menyandarkan sesuatu yang tidak sah dari Beliau . ‘Ādil sahabat terjadi dikarenakan iman yang kuat telah tertamam dalam diri mereka, takwa dan menjaga muru’ah sudah menjadi sifatnya, serta ketinggian akhlak.19 Dengan menyelidiki maka dapatlah kita bisa mengetahui bahwa semua sahabat ialah ‘ādil dan berkeyakinan bahwasanya berdusta atas nama Rasulallah sebesar-besar dosa, maka mereka menjaga sungguh-sungguh agar tidak terjatuh dalam berdusta atas nama Beliau .20 Ahlus Sunnah menyatakan bahwa semua Sahabat ‘ādil karena mereka memenuhi semua kriteria ’adālah yang disepakati para Ulama Hadits. Kriteria tersebut harus dimiliki seorang perowi (walaupun itu sahabat) agar dikatakan sebagai orang yang ‘ādil dan diterima riwayat dan kesaksiannya, yaitu:21 a. b. c. d. e. Muslim (beragama islam) Baligh. Berakal. Selamat dan terhindar dari kefasikan. Menjaga Muru’ahnya (terhindar dari sifat-sifat tercela). Jadi seorang perowi (yang meriwayatkan) harus memenuhi semua kriteria diatas supaya riwayat dan kesaksiannya diterima Tidak hanya itu, Ahlus Sunah mengatakan bahwa semua sahabat 'ādil, karena Allah SWT telah memuji mereka di dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasulallah pun memuji prilaku dan ahklak mereka. Mereka telah mengorbankan harta dan jiwa mereka di hadapan Rasulullah dan mereka mengharap ganjaran yang baik (dari Allah)".22 Sifat ‘ādil para sahabat ditunjukkan oleh pribadi mereka sebagai seorang muslim, baligh, berakal, tidak syaz, teguh, setia, memiliki daya ingat yang kuat, dhabit, tidak melakukan dosa besar, dan tidak pula melakukan dosa kecil secara terus-menerus. Karena ciri-ciri inilah seorang sahabat dikatakan ‘ādil. Para sahabat bukan Malaikat dan juga bukan para Nabi, yang bebas dari kesalahan dan dosa.23 Sesungguhnya persaksian Allah dan Rasul-Nya terhadap para sahabat tentang hakikat iman mereka dan keridhaan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka tidaklah menunjukkan bahwa mereka maʻsūm (terpelihara dari dosa dan kesalahan) atau mereka bersih dari ketergelinciran, karena mereka bukan Malaikat dan bukan pula para Nabi. Bahkan pernah diantara sahabat yang berbuat 19 Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 232 Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin as-Syuyuthi, Tadribur-Rawi fi Sarh Taqrib anNawawi.(Saudi Arabia: Da el-Ashimah: 2003) Juz:2/233 21 Muhammad bin Abdurrahman as- Sakhowi. Fathul al-Mugits bi Sarh Alfiyatul Hadits. (Riyadh: Dar el-Manahij:1426), Juz : 02/158 22 Isma’il bin Syihabuddin Umar, Ibnu Katsir, Al-Baits al-Hatsits fi Ikhtishar Ulumil Hadits,(Beirut: Dar el-Kutub el-Ilmiyah) hal.176-177 23 Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 233 20 6 kesalahan atau maksiat, lantas mereka segera istighfar dan taubat. Karena setiap anak Adam pasti bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah ialah yang bertaubat.24 Begitu juga dengan kesalahan (yang dilakukan para sahabat) tidaklah menggugurkan 'adālah (ke’ādilan), apabila sudah ada taubat".25 Ibn Taimiah26 berkata: “Dari kalangan sahabat bisa saja seseorang dari mereka melakukan kesalahan, dan berbuat dosa. Karena mereka bukan orangorang yang maksum. Namun mereka tidak mungkin sengaja berdusta. Karena siapa yang sengaja berdusta atas nama Rasulallah . niscaya Allah SWT akan membongkar dustanya.” Dalil tentang hal itu terdapat dalam Sahih Bukhari yang berisi tentang seorang laki-laki yang berulang kali dihadapkan ke peng’ādilan Rasulallah untuk dihukum dera karena meminum-minuman keras. Kemudian ketika salah seorang sahabat melaknatnya, maka Rasulallah mencegahnya sambil bersabda: ﻓﻮ ﷲ ﻣﺎ ﻋﻠﻤﺖ إﻧﮫ ﯾﺤﺐ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ،ﻻ ﺗﻠﻌﻨﻮه “Jangan kalian laknat dia. Karena demi Allah, aku tahu dia mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya.”.27 Ibnu Hajar berkomentar: “Dalam hadits tersebut terdapat bantahan bagi orang yang menyangka bahwa pelaku dosa besar otomatis kafir. Karena Rasulullah . melarang orang melaknatnya. Sambil memerintahkan untuk mendoakan orang itu. Dari situ juga dipahami bahwa tidak ada unsur saling menafikan antara melanggar larangan dengan keberadaan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dalam hati pelaku dosa itu. Karena Rasulallah . memberitakan bahwa orang itu mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya. Meskipun orang itu melakukan tindakan yang diharamkan.”28 Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali berkata dalam kitab Al-Mustashfa sebagai berikut: ”Yang dijadikan pegangan oleh para sahabat dan jumhur: bahwa ‘Adālah sahabat diketahui sesuai dengan pemberian sifat ‘Adālah itu oleh Allah swt kepada mereka. Serta pujian-Nya bagi mereka dalam Al Qur`an. Ini ialah keyakinan kami tentang mereka. Kecuali jika terbukti secara nyata salah seorang dari mereka melakukan dosa dengan sengaja. Dan 24 Muhammad bin Isa at-Tirmidzi. Sunan at-Tirmidzi Bab: Khoirul al-Khotho’in atTawwabun. no:2687: ﻗَ ﺎ َل أَﺑُﻮ.« َ ﻗَ ﺎ َل » ُﻛ ﻞﱡ ا ْﺑ ِﻦ آ َد َم َﺧﻄﱠ ﺎ ٌء َو َﺧ ْﯿ ُﺮ ا ْﻟ َﺨﻄﱠ ﺎﺋِﯿﻦَ اﻟﺘﱠﻮﱠاﺑُﻮن-ﺻ ﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿ ﮫ وﺳ ﻠﻢ- ﻰ ﺲ أَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ ٍ ََﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻗَﺘَﺎ َدةُ ﻋَﻦْ أَﻧ .َﺚ َﻋﻠِ ﱢﻰ ْﺑ ِﻦ َﻣ ْﺴ َﻌ َﺪةَ ﻋَﻦْ ﻗَﺘَﺎ َدة ِ ﻋِﯿﺴَﻰ ھَﺬَا َﺣﺪِﯾﺚٌ َﻏﺮِﯾﺐٌ ﻻَ ﻧَ ْﻌ ِﺮﻓُﮫُ إِﻻﱠ ﻣِﻦْ َﺣﺪِﯾ lihat juga: HR Ahmad 3: 198,HR Ibnu Majah no:4392, HR Hakim 4:244 25 Abu Bakar Ibnul 'Arabi. Al-'Awashin minal Qawashim. (Cairo: Daarul Mathba'ah Salafiyah,tt) tahqiq Syaikh Muhibudin Al-Khatib, hal. 94. 26 Ahmad bin Abdul Halim Ibn Taimiah, Minhâj As-Sunnah an-Nabawiyah.(Saudi: Islamic University of Muhammad bin Sauud: 1986) (1/306-307) 27 Muhammad bin Isma’il al-Bukhari.Shahih al-Bukhari. Bab: Ma Yukrihu Man La’ana Syarib al-Khomri. (Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Hadits no:6780 28 Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany. Fath al-Bari bi Sarhi Imam Muhammad Isma’il al-Bukhari.(Riyadh: Maktabah Fahd al-Wathoniyah: 2001) Juz: 12/78 7 hal seperti itu ternyata tidak terjadi. Sehingga terhadap mereka tidak perlu lagi dilakukan screening ke’adalahan.” 29 2. Dalil ‘Adālah Sahabat Perspektif Ahlus Sunnah Para Sahabat Rasulallah adalah manusia yang diberikan kekhususan tersendiri, dan sifat ‘Adālah mereka sebenarya tidak perlu dipertanyakan lagi. Sifat ‘Adālah sahabat telah dimaklumi berlandaskan apa yang ditegaskan Allah sendiri. Selain itu Allah juga memuji mereka. Oleh karena itu tidak perlu lagi menta’dilkan mereka sebab penta’dilan dari Allah lebih sahih mengingat Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui terhadap yang ghaib.30 Tidak hanya ta’dil dan kesaksian dari Allah saja, Rasulallah dengan jelas dan tegas memberikan kesaksian ke’ādilan mereka. Pernyataan diatas mendapat dukungan ibn Shalah, ia menjelaskan bahwa ‘Adālah sahabat sudah tidak dipertanyakan lagi. Karena hal ini sesuai dengan keterangan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ bahwa mereka semua ‘ādil.31 a. Adapun dalil-dalil dari al-Qur’an yang menerangkan ‘Adālah Sahabat menurut Ahlus Sunnah diantaranya sebagai berikut: 32 1) Firman Allah dalam surah al-Fath: 29 Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat 29 Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al Ghazali, Al-Mustafa Ulumal-Usul.(Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993),hal: 189-190 30 Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al Ghazali, Al-Mustafa Ulumal-Usul.(Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993), hal: 130. 31 Ibn Shalah, Muqaddimah Ibn Salah fi ‘Ulum al-Hadits. (Bairut : Dar al-Kutub alIlmiah, 1989), hal. 146. 32 Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany, al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat....., Juz:01 h 17 8 lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.33 Ayat ini didalamnya menerangkan pujian Allah terhadap Para Sahabat Rasulallah, dan ayat ini juga menjelaskan sifat orang-orang yang senantiasa bersama Beliau , mereka dipenuhi dengan sifat-sifat yang dicintai Allah , dari kebencian terhadap musuh-musuh-Nya, saling mencintai terhadap sesamanya, dan beribadah demi mengharap ridho-Nya semata. Sangat jelas bahwa sifat-sifat tersebut menunjukan betapa istimewanya kedudukan para sahabat yang bersanding di sisi Rasulallah dalam perjuangan dakwah Islam dan penegakan kalimatullah.34 2) Firman Allah dalam surah al-Fath: 18 Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).35 Dalam ayat ini Allah menetapkan keridhoan-Nya bagi orang-orang mukmin yang berbai’at kepada Rasulallah . Orang-orang mukmin tersebut tidak lain adalah Para Sahabat yang berbai’at kepada Rasulallah mengimani risalah kenabian dan kerosulannya. 3) Firman Allah dalam surah Ali Imran: 110 Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih 33 QS. Al-Fath: 29 Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 236 35 QS. al-Fath: 18 34 9 baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.36 Ayat ini menunjukan dalil terhadap ‘ādil sahabat, arena dalam ayat ini menetapkan kebaikan yang mutlak terhadap umat ini daripada umat-umat terdahulu. Dan umat yang pertama masuk dalam kebaikan tersebut tidak lain adalah para sahabat yang menjadi objek turunnya ayat ini pada waktu itu. Keistiqamahan sahabat dalam menyerukan kebajikan dan melarang kejahatan memperlihatkan ke’ādilan mereka. Lebih jauh lagi Allah dalam ayat ini 37 mensifati mereka dengan sebaik-baik umat. Dengan ayat-ayat tersebut diatas sangat jelaslah bagaimana Allah memberikan kesaksian serta keridhoan-Nya dan jaminan pengampunan serta surga-Nya terhadap Sahabat Rasulallah. Dengan kesaksian dan keridhoan Allah menunjukan ke’ādilan pada sahabat. Mereka (Sahabat Rasulallah) ialah sebaikbaik ummah dan orang yang paling ‘ādil baik dalam perkataannya, perbuatannya, kehendaknya, dan niat-niatnya. Mereka juga adalah sebaik-baik ummat dan umat yang wasat (‘ādil). Selain itu masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan ke’ādilan para sahabat dan ayat-ayat yang memuji mereka.38 b. Dalil dari Hadits Nabawiyah Banyak hadits yang diriwatkan oleh para ulama yang menerangkan ke’ādilan para sahabat. Diantara riwayat tersebut: 1) Hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abi Bakroh: « َ أَﻻَ ﻟِﯿُﺒَﻠﱢ ِﻎ اﻟﺸﱠﺎ ِھ ُﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟﻐَﺎﺋِﺐ.... » َ ﻗَﺎل- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺑَﻜْﺮَ ةَ ُذﻛِﺮَ اﻟﻨﱠﺒِﻰﱡ Menyebutkan Abi Bakroh bahwa Rasulallah bersabda: “..... Hendaknya yang hadir diantara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir” 39 Dari hadits ini menegaskan secara jelas ke’ādilan para sahabat Nabi, karena jika ada yang tidak ‘ādil maka akan ada pengecualian. Akan tetapi dalam hadits Rasulallah ini tidak ada pengecualian didalamnya. Dengan kata lain, hadits ini membuktikan bahwa seluruh sahabat Nabi ‘ādil dan bisa diambil periwayatannya tanpa adanya yang tertolak.40 36 QS. Ali Imran: 110 Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 235 38 Diantara ayat-ayat yang belum tersebut diatas ialah: a) Firman Allah dalam surah al-Baqarah: 143 b) Firman Allah dalam surah at-Taubah: 100 c) Firman Allah dalam surah al-Hasyr: 8-9 d) Firman Allah dalam surah al-Anfal: 74 e) Firman Allah dalam surah at-Taubah: 118 f) Firman Allah dalam surah al-Hajj: 78 g) Firman Allah dalam surah an-Nahl: 59 39 Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih),Bab liyabligu al-Ilmu asSyahid al-Ghaib. (Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Juz 1, hal. 33. Hadits No: 105; Lihat juga:Kitab Shahhih Muslim hadits no:4477 40 Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 239 37 10 2) Hadits yang diriwayatkan imam at-Tirmidzi dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud: ﺻ ﻠﻰ- ﷲِ ْﺑ ِﻦ َﻣ ْﺴﻌُﻮ ٍد ﯾُ َﺤﺪﱢثُ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِﮫ ﻗَ ﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻰ ب ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﺮﱠﺣْ َﻤ ِﻦ ﺑْﻦَ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ ٍ ْك ْﺑ ِﻦ َﺣﺮ ِ ﻋَﻦْ ِﺳﻤَﺎ .« ﷲُ ا ْﻣ َﺮأً َﺳ ِﻤ َﻊ ِﻣﻨﱠﺎ َﺷ ْﯿﺌًﺎ ﻓَﺒَﻠﱠ َﻐﮫُ َﻛﻤَﺎ َﺳ ِﻤ َﻊ ﻓَﺮُبﱠ ُﻣﺒَﻠﱠ ٍﻎ أَوْ ﻋَﻰ ﻣِﻦْ ﺳَﺎ ِﻣ ٍﻊ ﻀ َﺮ ﱠ ﯾَﻘُﻮ ُل » ﻧَ ﱠ-ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ Dari Simak bin Harb berkata: Saya mendengar Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud diceritakan ayahnya (Abdullah bin Mas’ud) berkata: Saya mendengar Rasulallah bersabda: “Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami, kemudian ia menyampaikan sebagaimana yang ia dengar, dan bisa jadi yang menyampaikan lebih sadar dari yang mendengar.” 41 Dalam hadits ini secara implisit membuktikan anjuran dari Roulallah untuk menyampaikan semua yang didengar dari beliau kepada orang lain. Hal ini membuktikan bahwa para sahabat yang mendengar apa yang dikatakan beliau memiliki sifat ‘ādil, sehingga bisa menyampaikan apa yang didengar kepada orang lain. Bahkan orang yang menyampaikan itu mendapatkan ganjaran yang baik dari Allah . 3) Hadits yang diriwayatkan dari Imran bin Hushoin: َ ب ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ِﻋ ْﻤ َﺮانَ ْﺑ ﻦَ ُﺣ ٍ ﻀ ﱢﺮ َ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﺟ ْﻤ َﺮةَ ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َز ْھ َﺪ َم ﺑْﻦَ ُﻣ - رﺿ ﻰ ﷲ ﻋﻨﮭﻤ ﺎ- ﺼ ْﯿ ٍﻦ . « ﺛُ ﱠﻢ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﻠُﻮﻧَﮭُ ْﻢ،ْ ﺛُ ﱠﻢ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﻠُﻮﻧَﮭُﻢ، » َﺧ ْﯿ ُﺮ أُ ﱠﻣﺘِﻲ ﻗَﺮْ ﻧِﻲ- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِﻰﱡ Menceritakan kepada kami bahwa Abu Jamroh berkata: saya mendengar Zahdam bin Mudharrib berkata: Saya mendengan Imran bin Hushoin ra berkata: Nabi bersabda: “Generasi terbaik adalah generasi dizamanku, kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian generasi setelahnya (tabi’ut tabi’in).” 42 Dalam hadits ini Rosulullah memberikan kesaksian bahwa umat yang hidup pada zaman beliau adalah umat terbaik. Para sahabat yang bertemu dan hidup serta berjuang bersama Rosulullah lebih utama dari umat generasi setelahnya.43 Umat terbaik berarti memiliki sifat-sifat terbaik pula seperti jujur dan ‘ādil. 41 Muhammad bin Isa at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi), Bab Ma Ja’a fi al-Hitsi ‘ala Tablighis Sima’.(Riyadh: Bayt al-Afkar ad-Daulah), Juz.5, hal. 34 hadits no: 2657 42 Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih),Bab Fadho’ili Ashabi an-Nabi . (Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011).Juz. 5, hal 2. Hadits no 3650; Lihat juga hadits no: 2652, 3650, 3651, 6428, 6429, 6658 & 6695; Lihat juga: Kitab Shahih Muslim Hadits no: 6633, 7735 & 6638;Lihat juga: Kitab Sunan atTirmidzi Hadits no: 2471, 2472 & 4232; Lihat juga: Sunan an-Nasa’i Hadits no: 3825; Lihat juga: SunanIbn Majah Hadits no: 2452; Lihat juga Kitab Musnad Imam Ahmad Hadits no: 3660, 4042, 4213, 4257, 4304, 9557 , 10480, 18845, 18925, 18944, 20351, 20366,20441 & 23662 43 Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany, Fath al-Bari Sarh Shahih al-Bukhari.(Beirut: Dar el-Ma’arif, 1379), Juz 07, hal. 06 Hadits no 3650 11 Dari hadist-hadits di atas (dan masih banyak hadits yang lainnya)44 dapat disimpulkan bahwa kedudukan dan martabat para sahabat yang begitu tinggi di mata Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, pengakuan akan kejujuran dan ke’ādilan mereka tidaklah datang dari kaumnya, melainkan langsung dari Allah dan Rasul-Nya atas kegigihan, hijrah, peperangan, pengorbanan harta dan jiwa demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Karenanya di samping Hadist-hadist yang menunjukkan kepada ketinggian martabat seorang sahabat dan ke’ādilan mereka seperti Hadist yang menunjukkan kelebihan-kelebihan (fadhail) baik secara umum maupun individu sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Khadijah, Fatimah, Aisyah dan sahabat-sahabat lainnya sangatlah banyak. Selain hadits yang menerangkan ke’ādilan para sahabat dengan ijin untuk menyampaikan apa yang didengar dari Rasulallah , banyak juga hadits-hadits yang melarang mencaci dan menghina sahabat.45 Hal ini menunjukan keistimewaan sahabat disisi Rasulallah baik dalam hal kepribadian maupun keistimwaan dalam menyampaikan semua ajaran islam yang didengan dari Rasulallah . c. Ijma’ Ulama Muslimin46 44 1. Diantaranya: Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal oleh Muhammad bin Isa, Abu Isa. Sunan at-Tirmidzi.(Beirut: Dar el-Gharb el-Islamy: 1998). Cet: 02, Hadits no: 4236: َﷲَ ﻓِ ﻰ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﻻ ﷲَ ﱠ ﷲَ ﻓِ ﻰ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﱠ ﷲَ ﱠ » ﱠ- ﺻ ﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿ ﮫ وﺳ ﻠﻢ- ِﷲ ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ: ﷲِ ْﺑ ِﻦ ُﻣ َﻐﻔﱠ ٍﻞ ﻗَﺎ َل ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ ﻀﮭُ ْﻢ َوﻣَﻦْ آذَاھُ ْﻢ ﻓَﻘَ ْﺪ آذَاﻧِﻰ َو َﻣ ﻦْ آذَاﻧِ ﻰ َ ﻀﮭُ ْﻢ ﻓَﺒِﺒُ ْﻐﻀِﻰ أَ ْﺑ َﻐ َ ﺗَﺘﱠ ِﺨﺬُوھُ ْﻢ َﻏ َﺮﺿًﺎ ﺑَ ْﻌﺪِى ﻓَﻤَﻦْ أَ َﺣﺒﱠﮭُ ْﻢ ﻓَﺒِ ُﺤﺒﱢﻰ أَ َﺣﺒﱠﮭُ ْﻢ َوﻣَﻦْ أَ ْﺑ َﻐ . ﻗَﺎ َل أَﺑُﻮ ﻋِﯿﺴَﻰ ھَﺬَا َﺣﺪِﯾﺚٌ َﺣﺴَﻦٌ َﻏﺮِﯾﺐٌ ﻻَ ﻧَ ْﻌ ِﺮﻓُﮫُ إِﻻﱠ ِﻣﻦْ ھَﺬَا ا ْﻟﻮَﺟْ ِﮫ.« ُﻚ أَنْ ﯾَﺄْ ُﺧ َﺬه ُ ﷲَ ﻓَﯿُﻮ ِﺷ ﷲَ َوﻣَﻦْ آذَى ﱠ ﻓَﻘَ ْﺪ آذَى ﱠ 2. Lihat juga kitab Musnad Ahmad Hadits no: 17261, 21090 & 21120; Hadits yang diriwayatkan dari Abi Burdah oleh Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim. Cairo: Dar el-Ihya el-Kutub al-Islamiyyah : 1374 H. Hadits no: 6629: ُﺼ ﻠﱢ َﻰ َﻣ َﻌ ﮫ َ ُ ﺛُ ﱠﻢ ﻗُ ْﻠﻨَﺎ ﻟَﻮْ َﺟﻠَ ْﺴﻨَﺎ َﺣﺘﱠﻰ ﻧ- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ِﷲ ﺻﻠﱠ ْﯿﻨَﺎ ا ْﻟ َﻤ ْﻐﺮِبَ َﻣ َﻊ َرﺳُﻮ ِل ﱠ َ ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺑُﺮْ َدةَ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِﮫ ﻗَﺎ َل ُﻚ ا ْﻟ َﻤ ْﻐﺮِبَ ﺛُ ﱠﻢ ﻗُ ْﻠﻨَ ﺎ ﻧَﺠْ ﻠِ ﺲ َ ﺻﻠﱠ ْﯿﻨَﺎ َﻣ َﻌ َ ِﷲ ﻗُ ْﻠﻨَﺎ ﯾَﺎ َرﺳُﻮ َل ﱠ.« ﻓَ َﺠﻠَ ْﺴﻨَﺎ ﻓَ َﺨ َﺮ َج َﻋﻠَ ْﯿﻨَﺎ ﻓَﻘَﺎ َل » ﻣَﺎ ِز ْﻟﺘُ ْﻢ ھَﺎ ھُﻨَﺎ- ﻗَﺎ َل- ا ْﻟ ِﻌﺸَﺎ َء ﻗَﺎ َل ﻓَ َﺮﻓَ َﻊ َر ْأ َﺳﮫُ إِﻟَﻰ اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء َوﻛَﺎنَ َﻛﺜِﯿﺮًا ِﻣﻤﱠﺎ ﯾَﺮْ ﻓَ ُﻊ َر ْأ َﺳ ﮫُ إِﻟَ ﻰ.« ﺻ ْﺒﺘُ ْﻢ َ َﻚ ا ْﻟ ِﻌﺸَﺎ َء ﻗَﺎ َل » أَﺣْ َﺴ ْﻨﺘُ ْﻢ أَوْ أ َ ﺼﻠﱢ َﻰ َﻣ َﻌ َ َُﺣﺘﱠﻰ ﻧ ﺖ اﻟﻨﱡ ُﺠ ﻮ ُم أَﺗَ ﻰ اﻟ ﱠﺴ ﻤَﺎ َء َﻣ ﺎ ﺗُﻮ َﻋ ُﺪ َوأَﻧَ ﺎ أَ َﻣﻨَ ﺔٌ ﻷَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﻓَ ﺈِذَا َذھَ ْﺒ ﺖُ أَﺗَ ﻰ ِ َاﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء ﻓَﻘَﺎ َل » اﻟﻨﱡﺠُﻮ ُم أَ َﻣﻨَﺔٌ ﻟِﻠ ﱠﺴ ﻤَﺎ ِء ﻓَ ﺈِذَا َذھَﺒ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﻣَﺎ ﯾُﻮ َﻋﺪُونَ َوأَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ أَ َﻣﻨَﺔٌ ﻷُ ﱠﻣﺘِﻰ ﻓَﺈِذَا َذھَﺐَ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ أَﺗَﻰ أُ ﱠﻣﺘِﻰ ﻣَﺎ ﯾُﻮ َﻋﺪُون Lihat juga Kitab Musnad Ahmad Hadits no: 19875 45 Hadits yang diriwayatkan dari Sa’id al-Khudry oleh Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih).(Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Hadits No: 3673: ﻖ َ َ ﻓَﻠَﻮْ أَنﱠ أَ َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ أَ ْﻧﻔ، ﻻَ ﺗَ ُﺴﺒﱡﻮا أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ: ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِﻰﱡ- رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﮫ- ى ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ َﺳﻌِﯿ ٍﺪ ا ْﻟ ُﺨ ْﺪ ِر ﱢ ِﻣ ْﺜ َﻞ أُ ُﺣ ٍﺪ َذھَﺒًﺎ ﻣَﺎ ﺑَﻠَ َﻎ ُﻣ ﱠﺪ أَ َﺣ ِﺪ ِھ ْﻢ َوﻻَ ﻧَﺼِﯿﻔَﮫ Hadits ini diriwayatkan juga dalam: Kitab Shahih Muslim hadits no:6651,6652; Lihat juga: Kitab Sunan Abi Daud Hadits no: 3660; Lihat juga: Kitab Sunan at-Tirmidzi Hadits no: 4234; Lihat juga: Kitab Sunan Ibn Majah Hadits no :166; Lihat juga: Kitab Musnad Ahmad Hadits no: 11377, 11829, 11923, 27451, 46 Maksudnya ialah Ulama-ulama hadits yang otoritatif/alhi dalam bidang periwayatan seperti Imam Ibnu Hajar, Iman Ibnu Shalah, al-Khatib al-Baghdadi, Iman Syairazy,dll. 12 Ulama Muslimin bersepakat bahwa seluruh sahabat ‘ādil, kecuali jika ada dalil qath’i yang menegaskan ketidak’ādilan mereka. Namun tidak ada dalil qath’i dan riwayat yang secara jelas menunjukan hal tersebut. Berkaitan dengan ‘Adālah sahabat diatas ini Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: “Ahlus Sunnah bersepakat bahwa seluruh sahabat adalah ‘ādil, dan barang siapa yang menentang ini tergolong ahli bid'ah.47 Para sahabat tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah atau menyandarkan sesuatu yang tidak sah dari beliau. Al-Khatib Al-Baghdadi berkata : Semua hadits yang bersambung sanadnya dari orang-orang yang meriwayatkan sampai kepada Nabi , tidak boleh diamalkan kecuali kalau sudah diperiksa ke’ādilan rawi-rawinya serta wajib memeriksa biografi mereka dan dikecualikan dari mereka ialah sahabat Rasulullah , karena ‘Adālah mereka sudah pasti dan sudah diketahui dengan pujian Allah atas mereka. Allah memberitakan tentang bersihnya mereka dan Allah memilih mereka berdasarkan nash Al-Qur’an.48 Imam Syairaji berkata dalam Tabshirah fi Ushulil-Fiqh: Semua sahabat sudah tetap ke’ādilannya, maka tidak perlu lagi diperiksa tentang keadaan mereka.49 Khatib Al-Baghdadi berkata: ke’ādilan sahabat dengan legitimasi Allah . ‘Adālah sesuatu yang tetap dan telah diketahui. Allah dan Rasul-Nya telah memilih mereka (sahabat) dan mengabari tentang kesucian mereka.50 Kemudian Imam Ibnu Hajar menukil riwayatkan dari seorang tokoh termuka di dalam bidang Hadist yaitu Abu Zar’ah Al-Razi berkata: “Jika sekiranya kalian melihat seseorang mencaci salah seorang dari sahabat-sahabat Rasulullah ., ketahuilah bahawa ia ialah seorang Zindiq, karena bagi diri Rasul . itu ialah haq(benar) dan al- Quran ialah haq (benar). Sesungguhnya sahabat- sahabat Rasulullah . menyampaikan al-Qur’an dan al-Sunnah kepada kita. Sesungguhnya mereka (yang mencaci sahabat) ingin mencacatkan penyaksian kita dan membatalkan al-Qur’an- dan al-Sunnah. Mencacatkan mereka itu ialah lebih utama karena mereka adalah zindiq.”51 47 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi tamyizi as-Sahabat( Beirut: Dar elKutub al-Ilmiyah: 1995). Juz: 01 Hal: 17 48 Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khatib al-Baghdadi, Al-Kifayah fi ‘Ilmi ar-Riwayah. (Dar el-Ma’arif al-Utsmaniyah: 1357), hal.93 49 Ibrahim bin Ali bin Yusuf as-Syairaji, Tabshirah fi Ushulil-Fiqh.(Damaskus: Dar elFikr: 1980), hal. 329; Lihat juga: ‘Umul Hadits Libni Shalah, hal. 329; Mudzakirah Ushulil Fiqh li as-Syahqithi, hal. 126 50 Ibid....Hal: 22; Lihat jga: as-Sunnah Qabla at-Tadwin al-Khaatib al-Baghdadi & al-Minhaj al-Hadits fi Ulum al-Hadits 51 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi tamyizi as-Sahabat( Beirut: Dar elKutub al-Ilmiyah: 1995). Juz: 01 Hal: 22 13 KRITIK SYI’AH TERHADAP KONSEP ‘ADĀLAH SAHABAT SUNNAH Syi’ah memiliki pandangan yang berbeda dengan Ahlus Sunnah dalam memahami ‘Adālah Sahabat. Syi’ah menyakini bahwa para sahabat ialah manusia biasa yang tidak memiliki keistimewaan apapun,52 diantara mereka ada yang jujur dan ada yang durhaka bahkan ada yang melakukan kejahatan.53 Bahkan sebagian ulama Syi’ah menganggap sahabat mayoritas murtad (keluar dari keislamannya) sepeninggal Rasulallah , dan hanya sebagian kecil dari sahabat yang masih dianggap kelompok Syi’ah tidak murtad.54 Oleh karena itu golongan Syi’ah tidak menerima, meyakini dan mengakui ‘ādil para sahabat secara keseluruhan.55 Hanya beberapa orang sahabat saja yang menurut Syi’ah ‘ādil, dan hanya melewati jalur sahabat yang syi’ah anggap ‘ādil saja riwayat (baik riwayat al-Qur’an maupun Hadits) dapat diterima. Menurut Syi’ah para sahabat mayoritas tidak memenuhi kriteria ‘Adālah yang tersebut diatas.56 Para sahabat menurut Syi’ah banyak yang murtad, fasiq dan kehilangan muru’ahnya.57 Para sahabat dianggap telah melakukan hal-hal yang tercela yang bisa menghilangkan ketaqwaan dan muru’ahnya, sehingga dengan begitu hilanglah sifat ‘ādil-nya.58 Selain itu, bagi Syi’ah mensyaratkan sahabat bisa dikatakan ‘ādil apabila memenuhi kriteria tambahan, yakni: Pertama, kekerabatan dan keturunan suci Rasulullah .59 Kedua ialah Sahabat yang mengakui kekhalifahan orang yang 52 Abdul Rusul Musa al-Musawi, Syi’ah fii Tarikh, (Kairo: Maktabatu Badbuli, 2002), P. 49, lihat juga, As-Syirazi, Ad-Darajat Ar-Rafi’ah menurut As-Syirozi ‘udul lebih kepada keimanan dan penjagaan terhadap wasiat Nabi Saw, sebagaimana yang dilakukan Salman, Abu Dzar dan ‘Ammar 53 Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). Juz 28/36; Lihat juga: hal ini senada dengan pandangan al-Daukhi tentang ‘udul dalam. Yahya Abdul Hasan al-Daukhi .’Adalat asShahabah bainal Qaddasah wal Waqi’. (Iran: al-Majma’ al- Bayan Liahlul Bayt, 1430 H) hal: 7071; Lihat juga as-Syirazy. Ad-Darajat ar-Rafi’ah…. Hal:11;lihat juga: Muhammad Jawab alMughniyah. as-Syi’ah fi al-Mizan hal:82. 54 Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy. (Taheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah: 1966). Juz 8/245 no 341; Lihat juga: Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari al-A’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). juz 22, juz 28; 55 Nurullah At-Tasytari, Ash-Showarim Al-Muhriqoh fii Naqdi as-Showaiq al-Muhriqoh, (Iran: Qum, Darul Hadith, 1427) hal. 175 56 Kriteria itu adalah muslim, baligh, berakal, terhindar dari kefasikan, dan menjaga muru’ahnya. Lihat: Muhammad bin Abdurrahman as- Sakhowi. Fathul al-Mugits bi Sarh Alfiyatul Hadits. (Riyadh: Dar el-Manahij.1426), Juz : 02/158 57 Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). Juz 28/36 58 As-Syirazy. ad-Darajat ar-Rafi’ah, as-Syirazy mengemukakan bahwa ‘Udul lebih kepada keimaman dan penjagaan terhadap wasiat Nabi , sebagimana yang dilakukan oleh Salman, Abu dzar, Miqdad dan ‘Ammar. 59 Alhul Bait dan para imam yang mereka yakini kema’shumannya yang merupakan keturunan Rasulallah . 14 ditunjuk Rasulullah Rasulullah .60 , dalam hal ini Ali sebagai khalifah yang sah pengganti Dengan merujuk pada keterangan di atas, maka mayoritas ulama Syi’ah berpendapat bahwa tidak semua Sahabat itu ‘ādil. Implikasinya ‘Adālah menurut pandangan Syi’ah, sahabat-sahabat seperti Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan tidak dimasukan kedalam kategori orang yang memiliki ‘Adālah karena mereka adalah orang-orang yang dianggap merampas hak kekhalifahan Ali. Syi’ah dalam hal ini juga mencela Aisyah, Thalhah , Zubair , Mu’awiyah dan Amr bin Ash yang juga memerangi Ali bin Abu Thalib . Lebih jauh lagi, dalam pandangan Syi’ah, orang yang tidak mengangkat Ali sebagai pemimpin mereka dianggap telah menghianati wasiat Rasulallah dan keluar dari Imam yang sah. Oleh karena itu, periwayatannya tidak dianggap sebagai ahli tsiqah dan terpercaya. Bagi Syi’ah sendiri, mayoritas Sahabat setelah Rasulallah wafat sudah murtad,61 kecuali beberapa orang saja, jadi Syi’ah hanya menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ahl- Al-Bayt (keluarga Nabi )62 saja. Alanisis Kritik Syiah Setelah mengemukakan konsep ‘Adālah Sahabat perspektif Ahlus Sunnah dan Cara pandang serta Kritik Syi’ah, dapat kita lihat bahwa ada beberapa perbedaan mendasar, yaitu: Pertama, terletak pada perbedaan penafsiran ‘Ādalah Sahabat itu sendiri. Ahlus Sunnah menafsiran maksud ‘Adālah Sahabat itu bahwa para sahabat tidak mungkin dan tidak akan pernah berdusta atas nama Rasulallah . Walaupun mungkin diantara mereka ada yang pernah melakukan kesalahan dan dosa, selama mereka meminta ampun dan bertobat kepada Allah atas kesalahan 60 Yang dimaksud dengan kekhalifahan ini adalah kepercayaan bahwa Nabi telah menunjuk Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah pengganti sepeninggal Beliau. Hal ini mereka kemukakan sesuai hadits Ghadir Khoum. Sehingga dengan begitu Khulafa ar-Rosyin sebelum Ali dianggap telah menentang ketetapan Nabi dan merebut/merampas hak kekhalifahan yang sah yaitu Ali bin Abi Thalib ra. Diantara sahabat tersebut adalah Abu dzar al-Ghifary ra, Salman alFarisy ra, dan Miqdad ra. 61 Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). juz 22 : ﻗﻠ ﺖ: ﺳﻠﻤﺎن وأﺑﻮ ذ ّر واﻟﻤﻘﺪاد ﻗ ﺎل: ارﺗ ّﺪ اﻟﻨﺎس إﻻ ﺛﻼﺛﺔ ﻧﻔﺮ:( ﻗﺎل أﺑﻮ ﺟﻌﻔﺮ)ﻋﻠﯿﮫ اﻟﺴﻼم:ﻋﻦ أﺑﻲ ﺑﻜﺮ اﻟﺤﻀﺮﻣﻰ ﻗﺎل . ﻗﺪ ﻛﺎن ﺟﺎض ﺟﯿﻀﺔ ﺛﻢ رﺟﻊ:ﻓﻌﻤﺎر؟ ﻗﺎل 62 Yang dimaksud dengan Ahl Bayt menurut syi’ah adalah keturunan Rasulallah yang termasuk dalam Ashabul Kisa’i, yaitu Fatimah binti Muhammad, Ali bin Abi Thalib, al-Hasan bin Ali, al-Husein bin Ali. Lihat dalam kitab Tadwin as-Sunnah as-Syarifah Juz 1/82: ﻓﻤﻦ ھﻢ أھﻞ اﻟﺒﯿﺖ؟ وﻣﮭﻤ ﺎ ﺗﻮ ّﺳ ﻌﻮا ﻓ ﻲ, ﻓﻘ ﺪ أﺛﯿ ﺮت اﻟﺸ ﺒﮫ ﺣ ﻮل اﻟﻤ ﺮاد ﻣ ﻦ أھ ﻞ اﻟﺒﯿ ﺖ ﻓ ﻲ اﻟﺤ ﺪﯾﺚ, وﺑﺎﻟﺮﻏﻢ ﻣﻤّﺎ ذﻛﺮﻧﺎ: ﻧﻘﻮل اﻟﺤﺴ ﻦ و, ﺑﻨ ﻮ ﻋﻠ ّﻲ واﻟﺰھ ﺮاء: ﻓ ﺈنّ ﻣ ﻦ اﻟﻤﺘّﻔ ﻖ ﻋﻠﯿ ﮫ أنّ آل ﻣﺤ ّﻤ ﺪ وذر ﯾﺘ ﮫ وﻋﺘﺮﺗ ﮫ وﻧﺴ ﻠﮫ وھ ﻢ, ﺗﻌﻤ ﯿﻢ اﻟﻤ ﺮاد ﻣﻨ ﮫ . ً اﻟﺤﺴﯿﻦ ﺳﺒﻄﺎ رﺳﻮل ﷲ وذرﯾﺘﮭﻤﺎ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻮﯾّﯿﻦ اﻷﺑﺮار داﺧﻠﻮن ﻓﻲ ﻋﻨﻮان ) أھﻞ اﻟﺒﯿﺖ ( ﻗﻄﻌﺎ 15 dan dosanya, maka kesalahan dan dosa yangpernah mereka lakukan tidak mengurangi dan menghapus sifat ‘Adālah mereka dalam periwayatan. Sedangkan Syi’ah menafsirkan ‘Adālah Sahabat dengan “Ishmatu asSahabat” yang berarti, para sahabat harus steril dan terbebas dari semua kesalahan dan dosa. Hal ini menjadikan keraguan akan sifat ‘Adālah sahabat, karena ada beberapa dalil yang menyatakan bahwa sahabat pernah berbuat salah dan dosa. Kedua, Syi’ah menjadikan konsep keimanan terhadap Imam (wilayah) sebagai tolak ukur/barometer seorang sahabat dikatakan ‘ādil. Adapun Imamah atau kepercayaan kepada Imam bagi Ahlus Sunnah bukanlah suatu hal yang besifat Asasi, dan bahkan tidak termasuk kedalam syarat ke‘ādil-an seorang sahabat. Akan tetapi Syi’ah seperti yang mereka kemukakan, keimanan terhadap imamah-lah yang menjadi barometer pertama yang menjustifikasi seorang sahabat dikatakan ‘ādil. Oleh karena itu, hal ini menunjukan bahwa keyakinan terhadap ke-Imaman Ali sangat berpengaruh dalam pemikirannya. Sehingga para sahabat yang tidak menjadikan Ali sebagai Imamnya maka mereka hukumi sebagai orang yang tidak memiliki sifat ‘ādil, maka para Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman) yang mereka anggap merebut kepemimpinan yang seharusnya diteruskan Ali pasca wafatnya Rasulullah dan mereka yang mengikuti serta mengakui kepemimpinan mereka dianggap tidak ‘ādil. Pemikiran dua hal inilah inilah yang menjadi akar permasalahan dalam memahami ‘Ādalah Sahabat, sehingga menjadikan penyebab kaum Syi’ah mengingkari konsep udul Sahabat . Tidak hanya dua hal diatas yang menjadikan syi’ah menolak konsep ‘ādalah sahabat sunnah, al-Musawwi dalam bukunya Nadzoriyatu ‘ādalah Sahabat mengatakan bahwa konsep ‘ādalah sahabat diciptakan oleh Bani Umayyah dan dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaannya.63 Dari angapan itu menyebabkan cara pandang yang lebih ekstrim, yang implikasinya , dalam memandang ‘ādalah sahabat bahkan memandang sahabat itu sendiri, ulama syi’ah mengklasifikasinya menjadi beberapa kelompok sepeninggal Rasulallah , yaitu kelompok Ali , kelompok Anshar, dan kelompok Abu Bakar. Sedangkan Bani Umayyah tidak mereka masukkan kedalam goongan sahabat.64 Bahkan para sahabat yang memerangi ‘Ali, seperti Mu’awiyyah, Thalhah, Zubair, dan ‘Aisyah serta para pengikutnya menurut Husai al-Bahrani dinyatakan telah kafir karena memerangi ‘Ali.65 Di sini dapat dilihat bahwa pembagian itu sangat dipengaruhi 63 Abdurrahim Musawi, Nadzoriyatu Adalati as-Sahabat, (Laila Markazu Tiba’ah wa nasyri Limajma’il Alami Li Ahlu Bayt. 1427), hal. 10 64 An- Nawabkhoty dan Al-Qumy, Firoq Syi‘ah (Cairo: Darul Irsyad. 1412) hal. 14 65 Husain Ali ‘Usfur al-Bahrani, Mahasinul I’tiqad fii Usuluddin, (Bahrain: Muassatu Majma Buhus Al-Ilmiyah, 1414), hal. 157 16 dengan kebencian mereka terhadap Bani Umayyah dan keyakinan mereka tentang kepemimpinan ‘Ali , setelah Nabi .66 Tanggapan Terhadap Kritik Syi’ah Sifat ‘ādil yang melekat pada diri sahabat bukan sekedar pendapat mayoritas ulama saja, akan tetapi lebih kepada legitimasi yang diberikan Allah melalui firman-Nya dalam al-Qur’an dan Rasulallah sehingga kredibilitas para Sahabat tidak diragukan lagi. Allah telah meridhoi para sahabat,67 dan menjamin surga bagi mereka.68 Allah juga memberikan pengampunan terhadap kesalahan yang diperbuat dan menyebutkan bahwa mereka ialah sebaik-baik ummat.69 Demikian juga Rasulallah meridhoi, memuji dan menyatakan bahwa mereka ialah sebaik-baik generasi muslimin dan bahkan menjamin sebahagian dari mereka sebagai ahli Surga sesuai dengan petunjuk dari Allah . Perjuangan para Sahabat dalam menegakkan kalimatullah dan menyebarkanya keseluruh penjuru bumi dengan penuh keikhlasan dan tanpa pamrih merupakan tanda dan bukti nyata yang sesuai dengan firman Allah dan sabda Rasulallah . Pemahaman tentang ‘Adālah Sahabat sebenarnya sederhana saja, yaitu menilai diri para sahabat Rasulallah sebagai jalur penyampai yang bisa dipercayai bagi Al Qur`an, Hadits-hadits Nabi serta seluk beluk kehidupan Rasulallah selama beliau hidup, bagi generasi berikutnya.70 Kemuliaan dan pujian serta ke’ādilan sahabat bukanlah seperti yang dipahami Syi’ah yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘Adālah Sahabat tersebut dengan “Ishmah as-Sahabat”. Akan tetapi, ke’ādilan tersebut tidak berarti memberikan penilaian sahabat sebagai sosok yang maksum yang tak mungkin berbuat salah, tidak mungkin lupa, tidak mungkin berbuat dosa, atau 66 Muhammad Baqir al-Majlisi, Al-‘Aqaid. (Bairut: Dar al-Ihya Thuros al-Arabi, 1983) ditahqiq oleh Husain Darkahi. hal. 58 67 QS. Al-Fath: 18 68 QS. At-Taubah: 100 69 QS Ali Imran: 110 70 Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhowi. Fathu al-Mugits bisarhi Alfiyatu alHadits.(Mesir: Maktabah as-Sunnah, 2003), Juz: 04/101 17 melakukan suatu kemaksiatan. Sahabat bisa saja melakukan semua itu. Karena sifat maksum atau terhindar dari dosa hanya bagi Nabi saja.71 Imam as-Syafi’i berkata: Apabila yang dimaksud dengan orang ‘ādil adalah orang yang tidak pernah berbuat dosa maka tidak akan ditemukan orang ‘ādil, dan jika semua pendosa adalah ‘ādil maka tidak akan ditemukan orang yang ‘majruh’, akan tetapi orang yang ‘ādil adalah orang yang menjauhi dosa besar ‘al-Kaba’ir’, dan kebaikannya lebih banyak dari pada celanya.72 Dari kalangan Sahabat bisa saja seseorang dari mereka melakukan kesalahan, dan berbuat dosa. Karena para Sahabat bukan orang-orang yang maksum. Namun para Sahabat tidak mungkin sengaja berdusta atas Rasulallah .73 Karena siapa yang sengaja berdusta atas nama Rasulallah niscaya Allah swt akan membongkar dustanya. Orang yang mempelajari sirah para Sahabat, niscaya akan mendapati sahabat yang diberitakan pernah melakukan dosa sangatlah sedikit jumlahnya. Dan diantara yang sedikit itupun tidak dapat dibuktikan kesalahannya. Jika kita melihat dengan pandangan jujur, niscaya kita dapati para sahabat yang meriwayatkan sunnah tidak didapati melakukan dosa seperti itu. Sedangkan jika pun ada, ternyata yang melakukannya orang yang statusnya sebagai sahabat masih diperdebatkan, seperti Walib bin Ubah. Dan begitu pun, Walid bin Uqbah tidak pernah meriwayatkan hadits, setelah meninggalnya Rasulullah . Kemudian yang patut diingat bahwa dari kalangan Sahabat yang melakukan dosa, hingga akhirnya dijatuhi hukuman, mereka sangat sedikit jumlahnya, dibandingkan ribuan Sahabat yang mulia yang terbukti memegang teguh jalan hidup yang lurus. Dan Allah menjaga mereka dari dosa dan maksiat, yang besar maupun kecil. Dan yang lahir maupun bathin. Sejarah yang jujur menjadi bukti atas fakta tersebut. Dalil Kritik Syi’ah Terhadap ‘Adālah Sahabat Sunnah Seperti tersebut diatas bahwa Syi’ah sangatlah berbeda dalam hal ‘Adālah dengan Ahlus Sunnah. Syi’ah meyakini bahwa sahabat sama seperti yang lainnya manusia biasa yang tanpa ada kekhususan tersendiri. Syi’ah juga mengemukakan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah dalam menguatkan argumen mereka. Syi’ah mengemukakan dalil-dalil dari al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak semua atau bahkan mayoritas Sahabat tidak memenuhi kriteria ‘Adālah yang ditetapkan oleh para ulama khususnya Syi’ah. Jadi Sahabat (menurut pandangan Syi’ah) hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki kekhususan dan keistimewaan apapun sehingga diantara mereka ada yang mukmin, fasik, dan bahkan seperti hadits diatas mereka murtad sepeninggal Rasulallah . Sahabat ra 71 as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an wa as-Sunnah. Hal. 17 72 Ibid…, hal. 17 73 Ibid…, hal. 17 18 ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang adil dan ada yang fasiq.74 Dengan ditemukannya seorang sahabat yang tidak ‘ādil maka jadi hilanglah konsep ke’ādilan sahabat keseluruhan.75 a. Dalil al-Qur’an menerangkan penolakan Syi’ah pada’Adālah Sahabat Ada beberapa ayat al-Qur’an yang dijadikan argumen oleh kelompok Syi’ah bahwa para Sahabat tidak semuanya ‘ādil. karena banyak dalam al-Qur’an yang secara dzohir mengungkapkan sifat-sifat kurang baik yang sahabat lakukan. Diantara ayat al-Qur’an yang dijadikan argumen tersebut ialah: 1) Firman Allah dalam Surah al-Jumu’ah:11 Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik pemberi rezki. Ulama Syi’ah berkata bahwa ayat ini turun karena mayoritas sahabat meninggalkan Rasulallah sendirian ketika khutbah Jum'ah dan pergi menuju barang perniagaan yang datang dari Syam, dan para sahabat malah sibuk dengan perniagaan. Hal ini menunjukan bahwa para sahabat tidak memiliki keimanan yang benar. Hal ini terjadi ketika Rasulallah ada dan apalagi jika beliau jauh atau wafat maka pelanggaran ini bisa terjadi kepada mereka (sahabat).76 Tanggapan: Kisah para sahabat meninggalkan para sahabat ketika dia berkhutbah Jum'ah menuju peniagaan yang baru datang dari syam, itu terjadi pada masa awal-awal masa Hijrah. Dan itupun tidak semua sahabat meninggalkan Rasulallah , para sahabat senior seperti Abu Bakar, Umar masih duduk 74 Muhammad Jawab Al-Mughniyah, Syi‘ah fiil Mizan, (www.alhasanain.com), hal. 82 Jalaluddin Rahmat adalah ketua Ijabi, pernyataan tersebut ditulis dalam pengantar buku Fuad Jabali, Sahabat Nabi, Siapa, ke Mana dan Bagaimana?, (Bandung: Mizan, 2010), hal. Xviii. 75 76 aslinya: Al-Hasan bin Yusuf al-Hully. Nahjul al-Haq wa Kasyfu al-Shadiq…, Juz:21/02. Teks " " وإذا رأوا ﺗﺠﺎرة أو ﻟﮭﻮا اﻧﻔﻀﻮا إﻟﯿﮭﺎ وﺗﺮﻛﻮك ﻗﺎﺋﻤﺎ:وﻗﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ وﻣﻦ. وﻛﺬا ﻓﻲ اﻟﻠﮭﻮ، وﻣﺮاﻗﺒﺔ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ، واﻟﺤﯿﺎء ﻣﻨﮫ،رووا أﻧﮭﻢ ﻛﺎﻧﻮا إذا ﺳﻤﻌﻮا ﺑﻮﺻﻮل ﺗﺠﺎرة ﺗﺮﻛﻮا اﻟﺼﻼة ﻣﻌﮫ . ﻛﯿﻒ ﯾﺴﺘﺒﻌﺪ ﻣﻨﮫ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﮫ ﺑﻌﺪ ﻣﻮﺗﮫ وﻏﯿﺒﺘﮫ ﻋﻨﮭﻢ ﺑﺎﻟﻜﻠﯿﺔ؟،ﻛﺎن ﻓﻲ زﻣﺎﻧﮫ ﻣﻌﮫ ﺑﮭﺬه اﻟﻤﺜﺎﺑﺔ Lihat juga: Syah Abdul Aziz ad-Dahlawy.Mukhtashor at-Tuhfah al-Itsna Asyariah. (Cairo: Maktabah as-Salafiyah.1373), hal 271-272; lihat juga: al-Kassa’i. as-Shofi fi tafsir alQur’an, Juz: 02/701; lihat juga: Ali bin Ibrahim al-Qumy. Tafsir al-Qumy, Juz: 02/367; lihat juga: Muhsin Amin. A’yan as-Syi’ah, Juz 01/114; lihat juga: Muhammad bin an-Nu’man al-‘Akbiry. Al-Ifshoh fi Imamah Ali bin Abi Thalib, hal 37 19 mendengarkan khutbah Rasulallah . Hal ini dijelaskan dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.77 Hal ini tidak menjadikan mereka tercela, dan Allah pun tidak menjanjikan terhadap mereka Adzab dan Rasulallah tidak menegur mereka.78 Dalam akhir kisah ini, dalam sebuah riwayat dari Imam Abi Daud diceritakan, hal ini terjadi karena pada waktu itu rasulallah mendahulukan shalat dari pada khutbah. Para sahabat pergi ketika Rasulallah khutbah, karena mereka mengira bahwa shalat jum'at itu telah sempurna tanpa mengikuti khutbah, dan akhirnya Rasulallah kemudian hari mendahulukan khutbah dari pada shalat.79 Setelah turunnya firman Allah maka sahabat pun paham bahwa hal itu tercela, lalu mereka meninggalkan perbuatan tersebut dan tidak pernah mengulanginya.80 2) Firman Allah dalam Surah at-Taubah: 101 Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan 77 Muslim bin al-Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim, Kitab Al-Jum’ah. (Beirut: Dar elTuras al-Araby. Tt), Juz: 02/590, hadits no. 863: ﻓَﺎ ْﻧﻔَﺘَ َﻞ، ِ ﻓَ َﺠ ﺎءَتْ ﻋِﯿ ٌﺮ ِﻣ ﻦَ اﻟ ﱠﺸ ﺎم، َﻛ ﺎنَ ﯾَﺨْ ﻄُ ﺐُ ﻗَﺎﺋِ ًﻤ ﺎ ﯾَ ﻮْ َم ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ،َﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠﻢ َ ﻲ " أَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ،ِﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِ ِﺮ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﷲ } َوإِذَا َرأَوْ ا ﺗِﺠَﺎ َرةً أَوْ ﻟَ ْﮭ ﻮًا ا ْﻧﻔَﻀﱡ ﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَ ﺎ:ِ ﻓَﺄ ُ ْﻧ ِﺰﻟَﺖْ ھَ ِﺬ ِه ْاﻵﯾَﺔُ اﻟﱠﺘِﻲ ﻓِﻲ ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔ،ﻖ إ ﱠِﻻ ا ْﺛﻨَﺎ َﻋ َﺸ َﺮ َرﺟ ًُﻼ َ َﺣﺘﱠﻰ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺒ،اﻟﻨﱠﺎسُ إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ ." [11 :ك ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ{ ]اﻟﺠﻤﻌﺔ َ َوﺗَ َﺮﻛُﻮ Lihat juga: Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari, Bab Idza Nafaraa nasa ‘anil Imam fi as-Shalah…, Juz: 02/13, hadits no 936: ﻓَﺎ ْﻟﺘَﻔَﺘُﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ،ﺼﻠﱢﻲ َﻣ َﻊ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﺻَ ﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ْذ أَ ْﻗﺒَﻠَﺖْ ﻋِﯿ ٌﺮ ﺗَﺤْ ِﻤ ُﻞ طَﻌَﺎﻣًﺎ َ ُ " ﺑَ ْﯿﻨَﻤَﺎ ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧ: َ ﻗَﺎل،ِﷲ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﺟﺎﺑِ ُﺮ ﺑْﻦُ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ } َوإِذَا َرأَوْ ا ﺗِﺠَﺎ َرةً أَوْ ﻟَﮭْﻮً ا ا ْﻧﻔَﻀﱡ ﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ:ُ ﻓَﻨَ َﺰﻟَﺖْ ھَ ِﺬ ِه اﻵﯾَﺔ،ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إ ﱠِﻻ ا ْﺛﻨَﺎ َﻋ َﺸ َﺮ َرﺟ ًُﻼ َ َﺣﺘﱠﻰ ﻣَﺎ ﺑَﻘِ َﻲ َﻣ َﻊ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ " [11 :ك ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ{ ]اﻟﺠﻤﻌﺔ َ َوﺗَ َﺮﻛُﻮ 78 as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’’I al-Qur’an wa as-Sunnah. Hal. 33; lihat juga: al-Alusy dalam kitabnya ‘Ruh al-Ma’any’ Juz: 28/107 79 Abu Daud Sulaiman bin al-As’at bi Ishaq as-Sajastany. Al-Marosil, Ja’a fi al-Khutbah Yaum al-Jum’ah.(Beirut: Mu’asasah ar-Risalah. 1408H), Juz: 01/105, no 62: ُﺻﻠﱠﻰ ﷲ َ ﻄﺒَ ِﺔ ِﻣ ْﺜ َﻞ اﻟْﻌِ ﯿ َﺪ ْﯾ ِﻦ َﺣﺘﱠﻰ ﻛَﺎنَ ﯾَﻮْ ُم ُﺟ ُﻤ َﻌ ٍﺔ وَاﻟﻨﱠﺒِﻲﱡ ْ ﺼﻠﱢﻲ ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔَ ﻗَ ْﺒ َﻞ ا ْﻟ ُﺨ َ ُﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾ َ ِﷲ ﻛَﺎنَ َرﺳُﻮ ُل ﱠ..." ُ َوﻛَﺎنَ دِﺣْ ﯿَﺔُ إِذَا ﻗَ ِﺪ َم ﺗَﻠَﻘﱠﺎهُ أَ ْھﻠُﮫ،ِ إِنﱠ دِﺣْ ﯿَﺔَ ﺑْﻦَ َﺧﻠِﯿﻔَﺔَ ﻗَ ِﺪ َم ﺑِﺘَﺠَﺎ َرﺗِﮫ:َ ﻓَ َﺪ َﺧ َﻞ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَﻘَﺎل،َﺻﻠﱠﻰ ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔ َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﺨْ ﻄُﺐُ وَ ﻗَ ْﺪ ﷲُ َﻋ ﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ } َوإِذَا َرأَوْ ا ﺗِﺠَﺎ َرةً أَوْ ﻟَﮭْﻮً ا ﻄﺒَ ِﺔ ﺷَﻲْ ءٌ؛ ﻓَﺄ َ ْﻧ َﺰ َل ﱠ ْ ك ا ْﻟ ُﺨ ِ ﻓَ َﺨ َﺮ َج اﻟﻨﱠﺎسُ ﻓَﻠَ ْﻢ ﯾَﻈُﻨﱡﻮا إ ﱠِﻻ أَﻧﱠﮫُ ﻟَﯿْﺲَ ﻓِﻲ ﺗَ َﺮ، ِﺑِﺎﻟ ﱢﺪﻓَﺎف ".....َﻄﺒَﺔَ ﯾَﻮْ َم ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ َوأَ ﱠﺧ َﺮ اﻟﺼ َﱠﻼة ْ ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ا ْﻟ ُﺨ َ ﻓَﻘَ ِﺪ َم اﻟﻨﱠﺒِﻲﱡ، [11 :ا ْﻧﻔَﻀﱡ ﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ{ ]اﻟﺠﻤﻌﺔ 80 Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany. Fath al-Bari bi Sarhi Imam Muhammad Isma’il al-Bukhari.(Riyadh: Maktabah Fahd al-Wathoniyah: 2001), Juz 02/ 493, no: 936 20 Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. Syi’ah menjadikan ayat al-Qur'an yang menceritakan tentang orang-orang munafik, dan menjadikannya sebagai dalil bahwa mereka –orang-orang munafikadalah termasuk sahabat.81 Syi’ah menguatkan pendapatnya dengan hadits82 yang menceritakan tentang penisbatan kata ‘Sahabat’ bagi orang munafik. Tanggapan: Penyebutan kata sahabat kepada orang munafik seperti yang tersebut dalam ayat dan hadits yang dikemukakan syi’ah adalah sahabat dalam makna bahasa, bukan sahabat dalam makna istilah. Hal ini sesuai dengan fiman Allah dalam surat an-Najm: 02: Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. maka pengertian sahabat, yang Rasulallah maksudkan dalam hadits tersebut ialah teman sezaman dan teman setempat, bukan teman seiman.83 Dengan ayat ini maka jelaslah bahwa tuduhan yang dilontarkan syi’ah tidak benar. Tidak hanya itu, penyebutan ‘sahabat’ secara bahasa ini juga, seperti yang dikisahkan Allah dalam cerita Nabi Yusuf as: Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.84 Maka kata ‘sahabat’ yang Rasulallah maksudkan adalah ‘sahabat’ dalam pengertian bahasa seperti yang tergambarkan dalam ayat ayat diatas, bukan 81 Abdul Husain al-Musawwi. Al-Fushul al-Muhimmah fi Ta’lifi al-Umah…, hal. 203; lihat juga: Murtadho al-Askary. Muqaddimah Mar’ati al-Uqul fi Sarh Akhbar Ali ar-Rasul, Juz 08/01 82 Muslim bin al-Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim, Kitab Al-Jum’ah. (Beirut: Dar elTuras al-Araby. Tt), Juz: 02/740, hadits no. 1063 َوﻓِ ﻲ،ٍﺼ َﺮﻓَﮫُ ِﻣ ﻦْ ُﺣﻨَ ْﯿﻦ َ ﺻ ﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳ ﻠﱠ َﻢ ﺑِﺎ ْﻟ ِﺠ ْﻌﺮَاﻧَ ِﺔ ُﻣ ْﻨ َ ِ أَﺗَﻰ َر ُﺟ ٌﻞ َرﺳُﻮ َل ﷲ:َ ﻗَﺎل،ِﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِ ِﺮ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﷲ ْﻚ َو َﻣ ﻦ َ َ » َو ْﯾﻠ:َ ﻗَ ﺎل، ْ ا ْﻋ ﺪِل،ُ ﯾَ ﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ﺪ:َ ﻓَﻘَﺎل، َ ﯾُ ْﻌﻄِﻲ اﻟﻨﱠﺎس،ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَ ْﻘﺒِﺾُ ِﻣ ْﻨﮭَﺎ َ ِ َو َرﺳُﻮ ُل ﷲ،ٌﻀﺔ ب ﺑ َِﻼ ٍل ﻓِ ﱠ ِ ْﺛَﻮ ِ ﯾَﺎ َر ُﺳ ﻮ َل ﷲ، َد ْﻋﻨِﻲ:ُﺿ َﻲ ﷲُ َﻋ ْﻨﮫ ِ ب َر ِ ﯾَ ْﻌ ِﺪ ُل إِذَا ﻟَ ْﻢ أَﻛُﻦْ أَ ْﻋ ِﺪلُ؟ ﻟَﻘَ ْﺪ ِﺧﺒْﺖَ َو َﺧ ِﺴﺮْ تَ إِنْ ﻟَ ْﻢ أَﻛُﻦْ أَ ْﻋ ِﺪ ُل« ﻓَﻘَﺎ َل ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ َﻻ ﯾُ َﺠ ﺎ ِو ُز، َ إِنﱠ ھَ ﺬَا َوأَﺻْ َﺤﺎﺑَﮫُ ﯾَ ْﻘ َﺮءُونَ ا ْﻟﻘُ ﺮْ آن، أَنْ ﯾَﺘَ َﺤﺪﱠثَ اﻟﻨﱠﺎسُ أَﻧﱢ ﻲ أَ ْﻗﺘُ ُﻞ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻲ،ِ » َﻣﻌَﺎ َذ ﷲ:َ ﻓَﻘَﺎل،َﻓَﺄ َ ْﻗﺘُ َﻞ ھَﺬَا ا ْﻟ ُﻤﻨَﺎﻓِﻖ «ق اﻟ ﱠﺴ ْﮭ ُﻢ ﻣِﻦَ اﻟ ﱠﺮ ِﻣﯿﱠ ِﺔ ُ ﯾَ ْﻤ ُﺮﻗُﻮنَ ِﻣ ْﻨﮫُ َﻛﻤَﺎ ﯾَ ْﻤ ُﺮ،َْﺣﻨَﺎ ِﺟ َﺮھُﻢ 83 as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an wa as-Sunnah. Hal. 37 84 QS.Yusuf: 39 21 ‘sahabat’ dalam makna istilah. Oleh karena itu dari penjelasan tadi orang-orang munafik dan murtad tidak termasuk kedalam ‘sahabat’ dalam pengertian istilah.85 Oleh karena itu mustahil orang munafik dimasukan kedalam sahabat dalam makna ‘istilah’ karena Allah pun telah menafikanya dalam firman-Nya.86 Orang-orang munafik pun tidak serta merta tidak diketahui oleh sahabat, akan tetapi mayoritas dari Sahabat mengetahui siapa mereka, baik dari kebiasaannya, sifat-sifatnya seperti yang Allah jelaskan dalam firman-firmannya.87 b. Dalil al-Hadits menerangkan penolakan Syi’ah pada’Adālah Sahabat Ada beberapa Hadits yang dijadikan argumen oleh kelompok Syi’ah yang menunjukan bahwa para Sahabat sudah tidak ‘ādil. Sehingga semua periwayatan dan kesaksian mereka tertolak kecuali beberapa orang saja. Hadit-hadits tersebut antara lain: 1) Hadits ini dikenal dengan Hadits al-Haudh (Telaga di Surga). AlBukhari meriwayatkan dari Abdullah:88 َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺑْﻦُ إِ ْﺳﻤَﺎﻋِﯿ َﻞ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﻋ َﻮاﻧَﺔَ ﻋَﻦْ ُﻣﻐِﯿ َﺮةَ َﻋ ﻦْ أَﺑِ ﻰ َواﺋِ ٍﻞ ﻗَ ﺎ َل ﻗَ ﺎ َل َﻋ ْﺒ ُﺪ ﱠ - ﷲِ ﻗَ ﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِ ﻰﱡ ﻟَﯿُﺮْ ﻓَﻌَﻦﱠ إِﻟَ ﱠﻰ ِر َﺟﺎ ٌل ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﺣﺘﱠﻰ إِذَا أَ ْھ َﻮﯾْﺖُ ﻷُﻧَﺎ ِوﻟَﮭُ ُﻢ اﺧْ ﺘُﻠِ ُﺠ ﻮا، ض ِ ْ » أَﻧَﺎ ﻓَ َﺮطُ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ا ْﻟﺤَﻮ- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ «ك َ ﯾَﻘُﻮ ُل ﻻَ ﺗَ ْﺪرِى ﻣَﺎ أَﺣْ َﺪﺛُﻮا ﺑَ ْﻌ َﺪ. دُوﻧِﻰ ﻓَﺄَﻗُﻮ ُل أَىْ رَبﱢ أَﺻْ َﺤﺎﺑِﻰ Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Mughirah dari Abi Wail yang berkata Abdullah berkata Nabi bersabda “Aku akan mendahului kalian sampai di Al Haudh dan akan dihadapkan kepadaku beberapa orang dari kalian. kemudian ketika aku memberi minum mereka, mereka terhalau dariku maka Aku bertanya “Wahai Rabbku mereka itu sahabat-sahabatku. Dia menjawab “engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”. Hadits diatas dijadikan secara dzahir menunjukan bahwa sepeninggal Rasulallah banyak para sahabat yang murtad. Oleh karena itu bagaimana mungkin semua sahabat ‘ādil jika mereka murtad. Hadits ini mereka jadikan penegasan firman Allah dalam surah at-Taubah: 101 diatas. 85 as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an wa as-Sunnah. Hal. 37 86 QS. At-Taubah:56 Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa Sesungguhnya mereka Termasuk golonganmu; Padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu). 87 as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an wa as-Sunnah. Hal.38 88 Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih).(Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Hadits No: 7049; Lihat juga: Kitab Shahih Muslim Hadits no: 2297 22 Tanggapan: Penyebutan kata sahabat kepada orang munafik seperti yang tersebut dalam ayat dan hadits yang dikemukakan syi’ah adalah sahabat dalam makna bahasa, bukan sahabat dalam makna istilah. Maka kata ‘sahabat’ yang Rasulallah maksudkan adalah ‘sahabat’ dalam pengertian bahasa seperti yang tergambarkan dalam ayat ayat diatas, bukan ‘sahabat’ dalam makna istilah. Oleh karena itu dari penjelasan tadi orang-orang munafik dan murtad tidak termasuk kedalam ‘sahabat’ dalam pengertian istilah.89 Kalaupun pengertian itu dimaksudkan dalam makna istilah, maka tidak ada keburukan didalamnya. seperti yang kita ketahui bahwa sepeninggal Rasulallah , para munafik menunjukan jati diri mereka dan kembali kedalam kekafirannya (murtad) pada masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq. Abu Bakar pun memerangi mereka sampai habis.90 Akhirnya, penolakan syi’ah terhadap konsep ‘ādalah sahabat sebenarnya hanya awal dari hal yang besar setelahnya. Karena jika ‘ādalah sahabat sudah tidak diterima maka akan menimbulkan konsekuensi yang sangat besar. Adapun konsekuensi dari pandangan Syi’ah yang memandang bahwa ke’ādilan sahabat tidak berlaku bagi seluruh sahabat, akan memiliki dampak dekonstruksi ajaran islam. Karena dengan tidak ‘ādilnya para penyampai utama ajaran islam setelah Rasulallah wafat maka periwayatannya pun akan tertolak, hal ini menimbukan hilangnya keutuhan ajaran Islam. Periwayatan ajaran islam baik al-Qur’an maupun hadits yang merupakan pedoman utama umat muslim akan banyak yang hilang yang mengakibatkan hilangnya keutuhan ajaran islam yang akhirnya hancurlah ajarannya. Mereka penganut syi’ah menyatakan bahwa mereka adalah pengikut imam-imam mereka. Namun kenyataannya para imam mereka dengan sangat jelas mengakui ke‘ādilan para sahabat. 91 Imam Syi’ah dengan jelas menerima dan 89 as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an wa as-Sunnah. hal.3 7 90 Syah Abdul Aziz ad-Dahlawy. Mukhtashor at-Tuhfah al-Itsna Asyariah. (Cairo: Maktabah as-Salafiyah.1373), hal 272 91 Untuk mengetahui hal tersebut maka kami akan mengemukakan beberapa riwayat par a Imam Syi’ah yang diambil langsung dari kitab-kitab induk Syi’ah. 1.Hadits yang diriwayatkan Ibnu Hazm: ﷲ ) ﺻﻠﻰ ِ ب رَ ﺳُولِ ﱠ ِ ﻗَﺎ َل ﻗُﻠْتُ َﻓﺄ َﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋنْ أَﺻْ ﺣَ ﺎ..…( ﷲ ) ﻋﻠﯾﮫ اﻟﺳﻼم ِ ﻷﺑِﻲ َﻋ ْﺑ ِد ﱠ َ ِ َُﻋنْ َﻣ ْﻧﺻُورِ ْﺑ ِن ﺣَ ﺎزِ ٍم ﻗَﺎ َل ﻗُﻠْت ."ﺻدَ ﻗُوا َ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وآﻟﮫ ( ﺻَ َدﻗُوا َﻋﻠَﻰ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد ) ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وآﻟﮫ ( أَ ْم َﻛ َذﺑُوا ﻗَﺎ َل َﺑ ْل Diriwayatkan bahwa Manshur bin Hazm berkata: saya bertanya kepada Abu Abdillah: kabarka kepadaku tentang para Sahabat Rasulallah apakah mereka mempercayai Muhammad atau mendustakannya? Maka Abu Abdillah menjawab: Mereka mempercayainya. Diriwayatkan oleh Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy.( Taheran: Dar al-Kutub alIslamiyah: 1966). Juz 1/65; Lihat juga: Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari al-A’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). Juz 2/228 2.Riwayat yang disampaikan Abu Basyir: ﻓﺄﻗول: ﻗﺎﻟت، ﺗوﻟﯾﮭﻣﺎ:ﻓﻲ ﺣدﯾث أﺑﻲ ﺑﺻﯾر و اﻟﻣرأة اﻟﺗﻲ ﺟﺎءت إﻟﻰ أﺑﻲ ﻋﺑد ﷲ ﺗﺳﺄل ﻋن )أﺑﻲ ﺑﻛر وﻋﻣر( ﻓﻘﺎل ﻟﮭﺎ . ﻧﻌم:ﻟرﺑﻲ إذا ﻟﻘﯾﺗﮫ أﻧك أﻣرﺗﻧﻲ ﺑوﻻﯾﺗﮭﻣﺎ؟ ﻗﺎل 23 mengakui ke’ādilan Sahabat Nabi secara umum. Bahkan para Imam Syi’ah mendo’akan92 mereka melarang untuk mencaci dan menjelek-jelekan sahabat. Selain riwayat yang dikemukakan diatas masih banyak lagi riwayat dari imam Syi’ah yang semakin menegaskan ke’ādilan para sahabat Nabi.93 III. PENUTUP Diriwayatkan dari Abi Basyir dan seorang perempuan yang datang kepada Abi Abdillah bertanya tentang (Abu Bakar dan Umar ) maka dikatakan pada perempuan itu: patuhilah/jadikanlah mereka berdua pemimpin. Lalu Perempuan itu berkata: maka aku akan katakan kepada Rabb ku apabila bertemu denganNya bahwa Kamu menyuruhku menjadikan mereka pemimpin keduanya? Dia menjawab: iya. Diriwayatkan oleh Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy.(Taheran: Dar al-Kutub alIslamiyah: 1966). Juz 8/101 3.Hadits yang diriwayatkan Ja’far bin Muhammad : ﻋن ﺟﻌﻔر ﺑن، ﻋن اﻟﺳﻛوﻧﻲ، ﻋن اﻟﻧوﻓﻠﻲ، ﻋن ﺳﮭل ﺑن زﯾﺎد، ﻋن ﻣﺣﻣد ﺑن أﺑﻲ ﻋﺑد ﷲ،ﻋن اﻟﻘﺎﺳم ﺑن ﻋﻠﻲ اﻟﻌﻠوي وطوﺑﻰ ﻟﻣن رآى، طوﺑﻰ ﻟﻣن رآﻧﻲ: ﻗﺎل رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وآﻟﮫ: ﻋن آﺑﺎﺋﮫ ﻋﻠﯾﮭم اﻟﺳﻼم ﻗﺎل، ﻋن أﺑﯾﮫ،ﻣﺣﻣد . إﻟﻰ اﻟﺳﺎﺑﻊ ﺛم ﺳﻛت،ﻣن رأﻧﻲ وطوﺑﻰ ﻟﻣن رآى ﻣن رآى ﻣن رأﻧﻲ Diriwayatkan dari a-Qasin bin Ali al-Alawy, dari Muhammad bin Abi Abdillah, dari Sahl bin Ziyad, dari al-Naufaly, dari as-Sakauny, dari Ja’far bin Muhammad, dari Ayahnya, dari ayahayahnya berkata: Rasulallah bersabda: beruntunglah bagi orang yang melihatku, dan beruntunglah bagi seseorang yang melihat orang yang melihatku, dan beruntunglah bagi seseorang yang melihat orang yang melihat seseorang yang melihatku, sampai tujuh kali lalu diam. Diriwayatkan Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari al-A’imaatu al-Athhar.(Beirut: Mu'asasah al-Wafa'). Juz 68/12 92 Do’a Imam Ali bin Husain untuk Sahabat: "اﻟﻠﮭ ﻢ وأﺻ ﺤﺎب ﻣﺤﻤ ﺪ ﺧﺎﺻ ﺔ اﻟ ﺬﯾﻦ أﺣﺴ ﻨﻮا:اﻟ ﺬﯾﻦ أﺣﺴ ﻨﻮا اﻟﺼ ﺤﺒﺔ إذ ﻗ ﺎل ﯾ ﺪﻋﻮ ﻷﺻ ﺤﺎب ﺟ ﺪّه رﺳ ﻮل ﷲ واﺳ ﺘﺠﺎﺑﻮا ﻟ ﮫ ﺣﯿ ﺚ اﺳ ﻤﻌﮭﻢ ﺣ ّﺠ ﺔ رﺳ ﺎﻻﺗﮫ وﻓ ﺎرﻗﻮا اﻷزواج واﻻوﻻد,اﻟﺼﺤﺒﺔ واﻟﺬﯾﻦ أﺑﻠ ﻮا اﻟ ﺒﻼء اﻟﺤﺴ ﻦ ﻓ ﻲ ﻧﺼ ﺮه . واﻧﺘﺼﺮوا ﺑﮫ,ﻓﻲ اظﮭﺎر ﻛﻠﻤﺘﮫ وﻗﺎﺗﻠﻮا اﻻﺑﺎء واﻻﺑﻨﺎء ﻓﻰ ﺗﺜﺒﯿﺖ ﻧﺒﻮﺗﮫ Dari riwayat- riwayat diatas dapat kita lihat bahwa sebenarnya para Imam Syi’ah dengan jelas menerima dan mengakui ke’ādilan Sahabat Nabi secara umum. Bahkan para Imam Syi’ah mendo’akan mereka melarang untuk mencaci dan menjelek-jelekan sahabat. Selain riwayat yang dikemukakan diatas masih banyak lagi riwayat dari imam Syi’ah yang semakin menegaskan ke’ādilan para sahabat Nabi Dinukil dari buku Abdurrahman Musawi, Nadzoriyatu....., hal: 17 93 Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Beirut: Mu'asasah al-Wafa'). Juz 22/309,Juz 29/651, Juz 30/ 180; Ada pula riwayat selain dari keempat kitab diatas yaitu daam kitab ﻧﮭ ﺞ اﻟﺒﻼﻏ ﺔyang ditulis oleh as-Syarif arRidho: ﺻ ﻠﱠﻰ- ﻟﻘ ﺪ رأﯾ ﺖُ أﺻ ﺤﺎب ﻣﺤﻤ ﺪ: ﻟﺸ ﯿﻌﺘﮫ ﻓﻘ ﺎل- ﺻﻠﱠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳ ﻠﱠﻢ- أن ﻋﻠﻲ ﺑﻦ أﺑﻲ طﺎﻟﺐ وﺻﻒ أﺻﺤـﺎبَ اﻟﻨﺒﻲ ﯾُﺮاوﺣ ﻮن ﺑ ﯿﻦ، وﻗ ﺪ ﺑ ﺎﺗﻮا ُﺳ ﱠﺠﺪًا وﻗﯿﺎ ًﻣ ﺎ، ﻟﻘ ﺪ ﻛ ﺎﻧﻮا ﯾُﺼ ﺒﺤﻮن ﺷ ﻌﺜًﺎ ﻏﺒ ﺮًا، ﻓﻤ ﺎ أرى أﺣ ﺪًا ﯾُﺸ ﺒﮭﮭﻢ ﻣ ﻨﻜﻢ- ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﱠﻢ إذا، ﻛﺄنﱠ ﺑ ﯿﻦ أﻋﯿ ﻨﮭﻢ رُﻛ ﺐَ اﻟﻤﻌ ﺰى ﻣ ﻦ ط ﻮل ﺳ ﺠﻮدھﻢ، وﯾﻘﻔﻮن ﻋﻠﻰ ﻣﺜﻞ اﻟﺠَﻤﺮ ﻣﻦ ذِﻛﺮ ﻣﻌـﺎدھﻢ،ﺟﺒﺎھﮭﻢ وﺧـﺪودِھﻢ ورﺟ ﺎ ًء، وﻣ ـﺎدوا ﻛﻤ ـﺎ ﯾَﻤﯿ ـﺪ اﻟ ﱠﺸ ﺠﺮ ﯾ ﻮ َم اﻟ ﺮﱢﯾﺢ اﻟﻌﺎﺻ ﻒ؛ ﺧﻮﻓً ﺎ ﻣ ﻦ اﻟﻌِﻘ ﺎب، ﺣﺘ ﻰ ﺗﺒ ﱠﻞ ﺟﯿ ﻮﺑَﮭﻢ،ذُﻛﺮ ﷲ ھﻤﻠﺖْ أﻋﯿﻨُﮭﻢ ﻟﻠﺜﻮاب 24 Cara pandang terhadap ‘Adālah Sahabat sangatlah berpengaruh dalam penyampaian ajaran islam. Perbedaan cara pandang ‘Adālah sahabat ini terletak pada keyakinan bagaimana sifat sahabat itu sendiri. Syi’ah menganggap bahwa ‘Adālah sahabat itu ialah ‘ishmatu as-Sahabat yakni harus terbebah dari semua dosa dan kesalahan. Sedangkan Ahlus Sunnah memandang ‘Adālah Sahabat itu bukan ‘ishmatu as-Sahabat melainkan bahwa sahabat mungkin saja berbuat salah dan dosa, akan tetapi mereka tidak mungkin dengan senganja berbohong atas nama Rasulallah . Seandainya yang dimaksudkan ‘Adālah sahabat itu adalah terhindar dan terbebas dari salah dan dosa maka tidak ada yang ‘ādil diantara para sahabat, karena mereka manusia yang bisa terjatuh pada kesalahan dan kekhilafan. Akan tetapi ‘Adālah Sahabat ialah terhindar dari dosa besar dan kebaikannya melebihi keburukannya (dan mereka bertaubat dan meminta ampunan atasnya).94 Kesalahan-kesalahan yang mereka pernah perbuat tidak menghilangkan sifat ‘Ādil dalam diri sahabat. Ahlus Sunnah yang memyakini seluruh sahabat dapat menjamin keutuhan ajaran islam, karena jalur periwayatan islam satu-satunya ialah sahabat. Dan mereka adalah orang yang secara langsung dididik dibawah pendidikan Rasulallah dalam keseluruhan syari’at islam. Syi’ah dengan cara pandang yang berbeda, menyakini menjadi sahabat tidak membuat dikatakan ‘ādil, akan tetapi dikatakan ‘ādil apabila mengakui dan mengimani kekhalifahan Ali setelah Rasulallah . Akhirnya mayorias sahabat tidak diakui ke’ādilannya. Hal ini membuat periwayatan dari mereka tertolak, dan mengakibatkan banyaknya riwayat (khususnya Hadits) yang merupakan pedoman ajaran Islam terhapus. Dengan terhapusnya riwayat-riwayat tersebut menjadikan ajaran Islam tidak utuh, karena banyak jalur penyampaiannya tidak diterima dan tertolak. Oleh karena itu penolakan Syi’ah tentang ‘Adālah Sahabat sangatlah keliru dan bertentangan dengan hal-hal berikut ini: 1. Bertentang dengan ayat-ayat al-Qur’an yang merupakan Nash Qath’i dimana menjelaskan keridhoan Allah dan pujian-Nya secara umum kepada para Sahabat. 2. Bertentangan dengan Hadits Nabi yang dengan jelas memberikan kesaksian terhadap kemuliaan dan kelebihan para sahabatnya disertai dengan larangan untuk mencaci dan menjelek-jelekan mereka. Rasulallah juga menganjurkan kepada umatnya untuk mengikuti para sahabat dan sunnah-sunnahnya. 3. Bertentangan dengan kenyataan yang diceritakan dalam kitab-kitab tarikh bahwa para Sahabat Nabi diutus oleh Rasulallah guna menyebarkan risalah islam ke berbagai penjuru. Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki ke’ādilan dapat dipercaya dalam menyampaikan ajaran islam. Hal itu terjadi karena Sahabat memiliki 94 Perkataan Imam asy-Syafi’i dalam kitab اﻟ ﺮوض اﻟﺒﺎﺳ ﻢ ﻓ ﻰ اﻟ ﺬب ﻋ ﻦ ﺳ ﻨﺔ أﺑ ﻰ اﻟﻘﺎﺳ ﻢli Ibni alWazir al-Yamani 25 sifat ‘ādil dan mereka tidak mungkin dan tidak akan pernah dengan sengaja berbohong atas nama Rasulalallah . Sahabat nabi adalah sebaik-baiknya generasi ummah islam. 4. Dan bertentangan dengan perkataan para Imam-imam yang mereka yakini. IV. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahim Musawi, Nadzoriyatu Adalati as-Sahabat,(Laila Markazu Tiba’ah wa nasyri Limajma’il Alami Li Ahlu Bayt. 1427) Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin as-Syuyuthi, TadriburRawi fi Sarh Taqrib an-Nawawi.(Saudi Arabia: Da el-Ashimah: 2003) Abu Bakar Ibnul 'Arabi. Al-'Awashin minal Qawashim. (Cairo: Daarul Mathba'ah Salafiyah,tt) tahqiq Syaikh Muhibudin Al-Khatib Abu Hasan Al-Asy’ari, Maqalat AlIslamiyyin wa Ikhtilaf AlMusallin, (Kairo: Haiah al-'Amah li Qushur Ath-Thaqafah) Abu Sahl Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi. Mausu’atu Mawaqif as-Salafi fi al-‘Aqidah wa al-Manhaj wa at-Tarbiyah.(Kairo: alMathba‘ah al-Islamiyah li an-Nasyr wa at-Tauzi’). Ahmad bin Abdul Halim Ibn Taimiah, Minhâj As-Sunnah anNabawiyah.(Saudi: Islamic University of Muhammad bin Sauud: 1986) Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz asSahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995) Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Nuzhatun Nazhar fi Taudhihi Nukhbatu al-Fikar. (Cairo: Dar el-Ma’tsur. 2011/1432) Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khatib al-Baghdadi, Al-Kifayah fi ‘Ilmi ar-Riwayah. (Dar el-Ma’arif al-Utsmaniyah: 1357) Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany. Fath al-Bari bi Sarhi Imam Muhammad Isma’il al-Bukhari.(Riyadh: Maktabah Fahd alWathoniyah: 2001) as-Syirazy. Ad-Darajat ar-Rafi’ah Ibn Shalah, Muqaddimah Ibn Salah fi ‘Ulum al-Hadits. (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1989) Mushthafa as-Siba’i. as-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ alIslamy.(Cairo: Dar el-Waraq. 1949) Ibnu Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, ǜ ɯ ƞƵǚƻǛɯ ƄƵ. (Beirut: Dar Shadir.1300 H) Ibrahim bin Ali bin Yusuf as-Syairaji, Tabshirah fi UshulilFiqh.(Damaskus: Dar el-Fikr: 1980 26 Isma’il bin Syihabuddin Umar, Ibnu Katsir, Al-Baits al-Hatsits fi Ikhtishar Ulumil Hadits,(Beirut: Dar el-Kutub el-Ilmiyah: 1355 H) Tahqiq oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir Isyrof al-Jizawy. Aqa’id as-Syi’ah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyriyah ar-Rafidhah.(Manshuroh: Dar el-Yaqien. 2009) Majma’ al-Lughoh al-‘Arobiyah, ƔNJ ɯ ƃDŽ ƵǚƸɯ ҰƞƺƵǚ. Cairo: ﻣﻜﺘﺒ ﺔ اﻟﺸ ﺮوق اﻟﺪوﻟﺔ. 2004. Cet: 04 Muhamad bin Ya’kub al-Fairuzabady, ƔNJ ɯ ҸƺƵǚƁ DŽ ƹǛɯ ƬƵǚ. Lebanon: arResalah, 2005 cet: 08 Muhammad ‘Ajjaj bin Muhammad Tamim al-Khatib. as-Sunnah Qabla at-Tadwin. (Beirut: Dar el-Fikr. 1980) Muhammad Abu Zahw. Al-Hadits wa al-Muhadditsun aw Inayatu al-Ummah al-Islamiyah bi as-Sunnah an-Nabawiyah.(Cairo: Al-Maktabah al-Taufiqiyah. 1404 H Muhammad al-Husainy Al Alusi. Al Ajwibah al ‘Iraqiyah. (Baghdad: al-Muhammadiyah: 1301) Muhammad Baqir al-Majlisy. Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari al-A’imaatu al-Athhar. (Iran: Mu’asasah Ihya al-Kutub alIslamiyah: 1430) Muhammad bin Abdurrahman as- Sakhowi. Fathul al-Mugits bi Sarh Alfiyatul Hadits. (Riyadh: Dar el-Manahij:1426) Muhammad bin Ali bin Husain, Abi Ja’far. Man La Yahdhuruhu al-Faqieh.(Beirut: Mu’asasah al-A’lamy.1986) Muhammad bin Isa at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi (Sunan atTirmidzi). (Riyadh: Bayt al-Afkar ad-Daulah) Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih). Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011. Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al Ghazali, Al-Mustafa Ulumal-Usul.(Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993) Muhammad Jawab al-Mughniyah, Syi’ah fi al-Mizan.(Syabakah Imamiyah lithuros wal fikri al-Islami) Muhammad Rirho bin al-Hasan al-Musawwi. Nahju al-Balaghoh min Kalam Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib. (Iran: Dar el-Uswah. 1415 H) Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy. (Taheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah: 1966 Muslim bin al-Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim.(Cairo: Dar elIhya el-Kutub al-Islamiyyah : 1374 H) Yahya Abdul Hasan al-Daukhi .’Adalat as-Sahabat bainal Qaddasah wal Waqi’. (Iran: al-Majma’ al- Bayan Liahlul Bayt, 1430 H) Maktabah Ahlul Bayt Maktabah as-Syamilah 27