KONSEP `ADĀLAH SAHABAT SUNNAH DALAM

advertisement
KONSEP 'ADĀLAH SAHABAT SUNNAH
DALAM PANDANGAN SYI’AH (STUDI KRITIK)
Oleh : Edi Turmudzi
I.
PENDAHULUAN
Sahabat Nabi menempati posisi sangat penting dalam Islam. Para sahabat
orang yang hidup bersama Rasulallah , merekalah yang paling tahu setelah
Rasulallah
tentang Islam. Rasulallah
mengajari mereka langsung secara
berhadapan dan hidup bersama mereka selama masa hidup Beliau
.
Sesungguhnya perbuatan dan perkataan Rasulallah
merupakan wahyu, dan
para sahabatlah yang perperan untuk meneruskan dalam penyampaiannya. Dengan
posisi ini mereka menjadi perantara atau jembatan pada Islam yang diwariskan
pada generasi berikutnya.1 Tidak ada seorang muslimpun yang dapat
mengungkapkan Islam tanpa bersandar pada sahabat sebagai otoritas utama.
Setelah Rasulallah
wafat, para sahabat menduduki peran lebih besar
dibandingkan sebelum Rasulallah
wafat. Semua fungsi Rasulallah
kecuali
dalam hal menerima wahyu, diambil alih oleh para sahabat. Mereka manjadi figur
sangat penting dalam masyarakat Muslim, menjalankan otoritas politik dan
agama. Maka, apapun yang datang dari mereka yang bisa dibuktikan harus bisa
dipercaya dan dianggap sebagai kebenaran.
Sama halnya seperti kedudukan sahabat yang sangat penting, ke’ādilan
Sahabat merupakan salahsatu topik yang sangat urgen dalam pembahasan Islam.
Karena merupakan syarat yang tidak bisa dilepas dalam hal periwayatan Islam
(baik dalam periwayatan al-Qur’an maupun al-Hadits). Orang yang tidak ‘ādil
maka periwayatannya tidak dapat diterima.
Ahlus Sunnah2 memandang bahwa semua sahabat Nabi ’ādil (jujur), dan
mereka adalah para mutjahid. Hal ini sesuai dengan legitimasi yang diberikan
Allah
dan Rasul-Nya. Karenanya semua Sahabat diterima riwayatnya tanpa
harus dipertanyakan ke‘ādilannya.
1
Al-Baqilani, al-Inshaf ma Yajibu I'tiqaduhu wa la Yajuzu al-Jahl bih, ed. Imad al-Din
Ahmad Haidar (Beirut:'Alamul Kutub, 1986), hal.107.
2
Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Sunni) adalah kelompok yang mengikuti sunnah Nabi ,
dan para sahabat ra serta seluruh pengikutnya dari para tabi’in. Selain itu, mereka bersatu di atas
kebenaran dalam urusan agama. Ahmad Haris Suhaimy, Tausiq As-Sunnah Baina Asy-Syiah AlImamiyah wa Ahlus Sunnah fi Ahkam AlImamah wa Nikah Al-Mut`ah, (Kairo: Dar As-Salam
2003), hal. 115-121; Ahlu Sunnah juga adalah kelompok yang masih murni aqidahnya, terbebas
dari kesesatan dan penyesatan, tidak bersifat berlebihan dan melampaui batas. Abu Sahl
Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi, Mausu‟atu Mawaqif as-Salafi fi al-„Aqidah wa alManhaj wa at-Tarbiyah. (Kairo: al-Mathba‘ah alIslamiyah li an-Nasyr wa at-Tauzi‘), Juz: 10, Hal.
174
1
Akan tetapi pendapat Ahlus Sunnah tidak diamini oleh beberapa kalangan,
diantaranya adalah Syi’ah,3 mereka menolak konsep ‘Kullu as-Shahabat Udūl’
Ahlus Sunnah. Dari sini perlu adanya pemaparan yang lebih jelas dan serius
dalam membahas penolakan Syi’ah terhadap konsep tersebut. Oleh karena itu,
makalah ini akan dipaparkan bagaimana pandangan Syi’ah terhadap konsep
‘Adālah Sahabat Sunnah beserta berbagai kritik dan tuduhan yang mereka
lontarkan.
II.
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ‘ADĀLAH SAHABAT
1. Definisi Sahabat
Secara etimologi ‫ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ‬berasal dari kata ‫ ﺻﺤﺐ‬bermakna ‫ ﻋﺎﺷ ﺮ‬,‫ راﻓ ﻖ‬,‫ﻟ ﺰم‬
yang menurut Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab menyebutkan bahwa kata AlAshhab, ash-Sahabat, Shahiba, Yashhabu, Shuhbatan, Shahibun, bisa berarti :
teman bergaul, sahabat, teman duduk, penolong pengikut. ҳǛɯ
ƌ Ƶǚ artinya kawan
bergaul, pemberi kritik, teman duduk, pengikut, teman atau orang yang
melakukan atau menjaga sesuatu. Kata ini juga bisa diartikan sebagai orang yang
mengikuti suatu paham atau mazhab tertentu. Misalnya, kita bisa bisa mengatakan
‫اﺻﺤﺎب اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ‬: pengikut Imam Syafi'i, ‫اﺻﺤﺎب اﻟﻤﺎﻟﻚ‬: pengikut Imam Malik dan lainlain. Kata ini juga bisa diartikan sebagai pemilik, misalnya ‫ ﺻ ﺎﺣﺐ اﻟﻤ ﺎل‬: pemilik
harta. Dapat juga kita menyatakannya seperti dalam frasa ishthahaba al-qaum,
yang artinya, mereka saling bersahabat satu sama lain.4
3
Syi’ah merupakan istilah untuk para pengikut Ali yang kemudian berevolusi karena
gejolak-gejolak politik. Kemudian Syiah terpecah menjadi beberapa kelompok besar yang
selanjutnya dari kelompok besar ini muncul lagi kelompok-kelompok yang tidak sedikit
jumlahnya. Diantaranya adalah Zaidiyah, Isma’iliyah, Imamiyah, dan Kaisaniyah. Syiah Zaidiyah
disebut juga Syiah Tafdhil yang keyakinan konsepsi Imamahnya tidak mutlak akan tetapi hanya
atas dasar pengutamaan Ali saja. Syiah Isma’iliyah meyakini Isma`il putra Ja’far sebagai imam
yang mutlak sekaligus imam yang terakhir. Syiah Imamiyah berkeyakinan bahwa Ali secara nash
dinyatakan mutlak sebagai imam bukan hanya disebut sifatnya akan tetapi orangnya. Sedangkan
Syiah Kaisaniyah memiliki jalur yang berbeda. Kaisaniyah diambil dari nama mantan pelayan Ali,
Mukhtar bin Abi ‘Ubaid yang juga dipanggil Kaisan. Mereka meyakini kepemimpinan
Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Ali. Muhammad Baharun, Epistemologi Antagonisme
Syi‟ah dari Imamah Sampai Mut’ah, (Malang: Pustaka Bayan, 2004), hal. 29. Ada pula yang
menamai madzhab ini dengan Rafidhah, artinya golongan penolak. Dalam suatu pendapat
dikatakan mereka diberi nama Rafidhah dikarenakan penolakannya akan keimaman Abu Bakar
dan Umar. Abu Hasan Al-Asy’ari, Maqalat AlIslamiyyin wa Ikhtilaf Al-Musallin. (Kairo: Haiah al'Amah li Qushur Ath-Thaqafah,tt), Juz 1, hal. 89
4
Ibnu Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, ǜ ɯ
ƞƵǚƻǛɯ
ƄƵ. Beirut: Dar Shadir. p.
520 ;lihat juga: Muhamad bin Ya’kub al-Fairuzabady, ƔNJ
ɯ
ҸƺƵǚƁ DŽ
ƹǛɯ
ƬƵǚ. Lebanon: ar-Resalah, 2005
cet: 08 p. 104; lihat juga: Majma’ al-Lughoh al-‘Arobiyah, ƔNJ
ɯ
ƃDŽ
ƵǚƸɯ
ҰƞƺƵǚ. Cairo: ‫ ﻣﻜﺘﺒ ﺔ اﻟﺸ ﺮوق اﻟﺪوﻟ ﺔ‬.
2004. Cet: 04. P. 504
2
Sementara secara terminologi, definisi sahabat ialah “Orang yang pernah
melihat atau berjumpa dengan Nabi . dalam keadaan beriman dan wafat dalam
keadaan Islam, meskipun pernah murtad”.5
Definisi Sahabat Nabi secara terminologi menjadi perdebatan di kalangan
ulama. Syekh al-Iraqi mengatakan “Sahabat ialah mereka yang bertemu
Rasulullah, beriman kepadanya, dan mati dalam keadaan Islam. Barang siapa
yang murtad atau keluar dari Islam maka gugurlah penyematan julukan sahabat
kepadanya. Dan barang siapa yang murtad kemudian bertobat maka status
sahabatnya kembali seperti semula, seperti Abdulloh bin Abi Sarh.”6
Para ahli hadits sendiri mendefinisikan Sahabat Nabi dengan cakupan
yang luas yakni setiap orang Islam yang yang bertemu Nabi walaupun hanya
sesaat dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan memeluk
Islam. Dalam hal ini Ibnu Shalah meriwayatkan bahwa Abu Mudzoffar alSam’ani menuturkan:“Para ahli Hadist menyematkan kata sahabat kepada
mereka yang berjumpa Rasulullah
dan meriwayatkan hadist atau
perkataannya, sehingga definisi ini meluas dan kembali kepada seua orang yang
pernah melihat Nabi
sekali disebut sahabat. Ini dikarenakan keagungan
kedudukan Nabi .”7
Sebagian mensyaratkan penyematan gelar sahabat diukur dari durasi
waktu interaksinya dengan Nabi, ikut berjuang bersama-sama Nabi dalam
peperangan. Jadi menurut mereka Sahabat Nabi ialah orang-orang yang yang
bergaul lama dengan Nabi dengan cara mengikuti dan mengambil sunnahnya.
Mereka memberikan dalil dari riwayat Sai’d bin Musayyab menyatakan bahwa
seseorang tidak dianggap Sahabat kecuali orang tersebut berada bersama Nabi
selama satu atau dua tahun dan berperang bersama Nabi dalam satu atau dua
peperangan.8
Akan tetapi, para ulama mengkritik definisi ini karena tidak mencakup
beberapa kaum yang telah disepakati sebagai Sahabat dan pendapat ini juga
ditentang oleh mayoritas ulama yang tidak memberikan syarat-syarat tambahan
Dalam hal ini juga Badruddin bin Jama’ah berkomentar bahwa definisi Said bin
Musayyab di atas sangat lemah dan sempit sehingga Jarir bin Abdullah al-Bajili
dan Wa’il bin Hajar tidak termasuk ke dalam jajaran Sahabat. Begitu juga orang-
5
‫ﻣﻦ ﻟﻘﻲ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﺑﮫ وﻣﺎت ﻋﻠﻰ اﻹﺳﻼم‬
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar el-Kutub alIlmiah: 1995), Juz 1 Hal: 158-159; Lihat Juga; Ibnu Katsir. Al-Baa'itsul Hatsits Syarah Ikhtisar
'Uluumil-Hadits.(Darut Turats Th 1399H/1979M ) Tahqiq oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
hal. 151; Pendapat ini diutarakan oleh Bukhari dalam Shahihnya lihat Ahmad bin Ali bin Hajar alAsqalany. Nuzhah an-Nadzor fi taudhihi Nukhbatul Fikr.(Riyadh: Safir.1422), hal. 140
6
Imam Syuyuthi. Tadrib ar-Rowi fi sarh taqrib an-Nawawi.(Dar at-Taibah,tt) Juz 2, hal.
668
7
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar elKutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 08
8
Khatib al-Baghdadi. Al-Kifayah fi ilmi ar-Riwayah.(Madinah:Maktabah al-Ilmiyah, tt),
hal. 50; lihat juga: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut:
dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 08
3
orang yang sama dengan mereka yang tidak memenuhi lahiriah kriteria Sahabat
yang ia tetapkan padahal mereka termasuk orang yang tidak diperselisihkan.9
Al-Hafidz Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa: “Untuk digolongkan
sebagai sahabat tidak ada perbedaan bagi mereka yang berperang bersama-sama
Nabi, berinteraksi dengan Nabi dalam jangka waktu yang lama, berusia dewasa
tatkala berjumpa Nabi, dengan mereka yang tidak pernah mengangkat senjata
bersama Nabi, hanya sebatas melihat Nabi tanpa berinteraksi lebih dekat, dan
mereka yang masih berusia kanak-kanak ketika berjumpa beliau. Kemuliaan gelar
sahabat ialah untuk semua, dan tidak ada pembedaan dalam hal tersebut.”10
Dari perbedaan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi yang
paling shahih adalah siapa saja yang bertemu dengan Rasulallah
pada masa
kenabian beliau, sedang dia percaya kepada beliau, serta meninggal dalam kedaan
muslim.11 Dengan demikian sahabat ialah mereka yang bertemu dengan
Rasulullah (sekalipun sekejap) dan beriman dengannya, baik meriwayatkan hadits
darinya atau tidak, serta mati dalam keadaan Islam –walaupun pernah diselingi
dengan kemurtadan.
Ada beberapa cara menentukan seseorang ini dimasukkan golongan
sahabat atau tidak, menurut Muhammad Abu Zahw yang pertama ialah melalui
kabar mutawatir seperti yang terjadi pada khalifah 4, Abu Bakar, Umar, Ustman,
dan Ali. Kedua, ialah melalui kabar masyhur seperti pada Dhomam bin Tsa’labah
dan Ukasyah bin Muhson. Ketiga, ialah melalui kabar Ahad persaksian seorang
sahabat yang menegaskan bahwa dia termasuk golongan sahabat. Seperti yang
terjadi pada Hamamah bin Abi Hamamah Al-Dusi yang meninggal di Isfahan.
Abu Musa Al-‘Asyari yang bersaksi terhadapnya bahwa ia termasuk kalangan
sahabat dan pernah berjumpa serta mendengar hadist dari Rasulullah. Keempat,
melalui pernyataan orang yang bersangkutan bahwa ia berjumpa Rasulullah
setelah dipastikan bahwa ia ialah orang yang ‘ādil dan tsiqoh. Kelima, melalui
transmisi berita salah seorang tabiin yang menegaskan bahwa orang tersebut ialah
sahabat, tentu saja setelah memastikan ke’ādilan pembawa berita tersebut. 12
2. Definisi ‘Adalah
Al-‘Adālah secara etimologis diambil dari asal kata ‘adl yang berarti
sesuatu yang terdapat dalam jiwa bahwa sesuatu itu lurus, yang merupakan lawan
dari rusak (‫ )اﻟﺠ ﻮر‬. Orang ‘ādil berarti yang diterima kesaksiannya. Fulan min ahl
al-ma’dalah berarti orang yang ‘ādil. Ta’dil pada diri seseorang berarti menilainya
9
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar elKutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 08
10
: Muhammad Abu Zahw. Al-Hadits wa al-Muhadditsun. (Cairo: Dar el-Fikri alAraby.1378), hal. 129; lihat juga: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz asSahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995), Juz 1 Hal: 158;
11
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat.(Beirut: dar elKutub al-Ilmiah: 1995), hal. 08;
12
Muhammad Abu Zahw. Al-Hadits wa al-Muhadditsun. (Cairo: Dar el-Fikri alAraby.1378), hal. 130; lihat juga: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz asSahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995), hal. 15
4
positif dan menguatkannya, menguatkan maka berarti meng-istiqomahkan.13
Maka dari pengertian diatas maka dapat kita ketahui bahwa definisi ‘ādil secara
bahasa bermakna Istiqomah, tidak nampak darinya sesuatu yang meragukan dan
‘ādil ialah tengah-tengah antara dua arah tanpa condong terhadap salah satunya.14
Yang berarti ‘ādil ialah meridhoi dan merima kesaksiannya.
Dalam memaknai Al-’Adālah secara terminologis ada perbedaan antara
ulama hadits, usul fikh dan fikh. Namun perbedaan itu kembali kepada satu
makna yang berarti orang yang tidak memiliki sifat yang mencacatkan
keagamaan dan keperwiraanya sehingga membawa pemiliknya pada ketaqwaan
dan kewibawaan pribadinya.15 Sehingga khabar dan kesaksiannya bisa diterima,
bila dipenuhi pula syarat-syarat kelayakan ‘ādil.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Yang dimaksud dengan ‘ādil ialah orang
yang mempunyai sifat ketaqwaan dan muru’ah.”16
Jadi dapat kita lihat bahwa yang dimaksud ‘Adalatus Sahabat menurut
Ahul Hadits ialah : Bahwa semua sahabat adalah termasuk orang-orang yang
bertaqwa dan memiliki sifat wara, yakni mereka ialah orang-orang yang selalu
menjauhkan diri dari maksiat dan perkara-perkara yang syubhat.
‘Adālah sahabat juga tidak berarti memberikan penilaian kepada mereka
sebagai sosok yang maksum yang tak mungkin berbuat salah, tidak mungkin lupa,
tidak mungkin berbuat dosa, atau melakukan suatu kemaksiatan. Mereka bisa saja
melakukan semua itu. Karena sifat maksum atau terhindar dari dosa hanya
dimiliki oleh para Nabi saja. Kemuliaan yang disematkan kepada sahabat bukan
berarti menempatkan mereka sebagai sosok yang steril dari salah dan dosa.
Sahabat juga manusia, terkadang ada sebahagian dari mereka yang terjebak dalam
kesalahan dan kemaksiatan.Namun hal tersebut tidak menjatuhkan reputasinya
sebagai pribadi yang baik, jujur dan ‘ādil, terutama dalam meriwayatkan sesuatu
yang datang dari Rasulullah. Oleh karenanya, dalam pandangan Ahlus Sunnah,
seluruh sahabat ialah ‘ādil (as-sahabat kulluhum 'udul), dalam arti mereka bisa
jadi bersalah dan berdosa, tapi tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah .17
KONSEP dan DALIL ‘ADĀLAH SAHABAT SUNNAH
1. Konsep ‘Adālah Sahabat Perspektif Ahlus Sunnah
‘Adālah/ādil secara umum ialah orang yang mempunyai sifat ketaqwaan
dan muru’ah.18 Jadi maksud ‘Adālatus Sahabat ialah : Bahwa semua sahabat ialah
13
Ibnu Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, ǜ ɯ
ƞƵǚƻǛɯ
ƄƵ...., p. 430;lihat juga:
Muhamad bin Ya’kub al-Fairuzabady, ‫ اﻟﻘﺎﻣﻮس اﻟﻤﺤﯿﻂ‬. Lebanon: ar-Resalah, 2005 cet: 04 p. 13
14
At-Tazy , Maqashid al-Hadits fil Qadim wal Hadits. Hal 2/64; lihat juga: Amidy, AlIhkam. Hal: 2/69
15
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Nuzhah an-Nadzor fi taudhihi Nukhbatul
Fikr.(Riyadh: Safir.1422), hal. 69
16
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Nuzhah an-Nadzor fi taudhihi Nukhbatul
Fikr.(Riyadh: Safir.1422), hal. 205;
17
Muhammad al-Husainy Al Alusi. Al Ajwibah al ‘Iraqiyah. (Baghdad: alMuhammadiyah: 1301), hal. 23-24
18
Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany; seperti yang dikemukakan penulis diatas.
5
orang-orang yang taqwa dan wara, yakni mereka ialah orang-orang yang selalu
menjauhkan maksiat dan perkara-perkara yang syubhat, dan tidak mungkin
berdusta atas nama Rasulullah atau menyandarkan sesuatu yang tidak sah dari
Beliau . ‘Ādil sahabat terjadi dikarenakan iman yang kuat telah tertamam dalam
diri mereka, takwa dan menjaga muru’ah sudah menjadi sifatnya, serta ketinggian
akhlak.19
Dengan menyelidiki maka dapatlah kita bisa mengetahui bahwa semua
sahabat ialah ‘ādil dan berkeyakinan bahwasanya berdusta atas nama Rasulallah
sebesar-besar dosa, maka mereka menjaga sungguh-sungguh agar tidak terjatuh
dalam berdusta atas nama Beliau .20
Ahlus Sunnah menyatakan bahwa semua Sahabat
‘ādil karena mereka
memenuhi semua kriteria ’adālah yang disepakati para Ulama Hadits. Kriteria
tersebut harus dimiliki seorang perowi (walaupun itu sahabat) agar dikatakan
sebagai orang yang ‘ādil dan diterima riwayat dan kesaksiannya, yaitu:21
a.
b.
c.
d.
e.
Muslim (beragama islam)
Baligh.
Berakal.
Selamat dan terhindar dari kefasikan.
Menjaga Muru’ahnya (terhindar dari sifat-sifat tercela).
Jadi seorang perowi (yang meriwayatkan) harus memenuhi semua kriteria diatas
supaya riwayat dan kesaksiannya diterima
Tidak hanya itu, Ahlus Sunah mengatakan bahwa semua sahabat 'ādil,
karena Allah SWT telah memuji mereka di dalam Al-Qur'an dan sunnah
Rasulallah
pun memuji prilaku dan ahklak mereka. Mereka telah
mengorbankan harta dan jiwa mereka di hadapan Rasulullah
dan mereka
mengharap ganjaran yang baik (dari Allah)".22 Sifat ‘ādil para sahabat ditunjukkan
oleh pribadi mereka sebagai seorang muslim, baligh, berakal, tidak syaz, teguh,
setia, memiliki daya ingat yang kuat, dhabit, tidak melakukan dosa besar, dan
tidak pula melakukan dosa kecil secara terus-menerus. Karena ciri-ciri inilah
seorang sahabat dikatakan ‘ādil.
Para sahabat bukan Malaikat dan juga bukan para Nabi, yang bebas dari
kesalahan dan dosa.23 Sesungguhnya persaksian Allah dan Rasul-Nya terhadap
para sahabat tentang hakikat iman mereka dan keridhaan Allah dan Rasul-Nya
kepada mereka tidaklah menunjukkan bahwa mereka maʻsūm (terpelihara dari
dosa dan kesalahan) atau mereka bersih dari ketergelinciran, karena mereka bukan
Malaikat dan bukan pula para Nabi. Bahkan pernah diantara sahabat yang berbuat
19
Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 232
Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin as-Syuyuthi, Tadribur-Rawi fi Sarh Taqrib anNawawi.(Saudi Arabia: Da el-Ashimah: 2003) Juz:2/233
21
Muhammad bin Abdurrahman as- Sakhowi. Fathul al-Mugits bi Sarh Alfiyatul Hadits.
(Riyadh: Dar el-Manahij:1426), Juz : 02/158
22
Isma’il bin Syihabuddin Umar, Ibnu Katsir, Al-Baits al-Hatsits fi Ikhtishar Ulumil
Hadits,(Beirut: Dar el-Kutub el-Ilmiyah) hal.176-177
23
Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 233
20
6
kesalahan atau maksiat, lantas mereka segera istighfar dan taubat. Karena setiap
anak Adam pasti bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah ialah yang
bertaubat.24 Begitu juga dengan kesalahan (yang dilakukan para sahabat) tidaklah
menggugurkan 'adālah (ke’ādilan), apabila sudah ada taubat".25
Ibn Taimiah26 berkata:
“Dari kalangan sahabat bisa saja seseorang dari mereka
melakukan kesalahan, dan berbuat dosa. Karena mereka bukan orangorang yang maksum. Namun mereka tidak mungkin sengaja berdusta.
Karena siapa yang sengaja berdusta atas nama Rasulallah . niscaya
Allah SWT akan membongkar dustanya.” Dalil tentang hal itu terdapat
dalam Sahih Bukhari yang berisi tentang seorang laki-laki yang berulang
kali dihadapkan ke peng’ādilan Rasulallah untuk dihukum dera karena
meminum-minuman keras. Kemudian ketika salah seorang sahabat
melaknatnya, maka Rasulallah mencegahnya sambil bersabda:
‫ ﻓﻮ ﷲ ﻣﺎ ﻋﻠﻤﺖ إﻧﮫ ﯾﺤﺐ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ‬،‫ﻻ ﺗﻠﻌﻨﻮه‬
“Jangan kalian laknat dia. Karena demi Allah, aku tahu dia
mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya.”.27
Ibnu Hajar berkomentar: “Dalam hadits tersebut terdapat bantahan bagi
orang yang menyangka bahwa pelaku dosa besar otomatis kafir. Karena
Rasulullah
. melarang orang melaknatnya. Sambil memerintahkan untuk
mendoakan orang itu. Dari situ juga dipahami bahwa tidak ada unsur saling
menafikan antara melanggar larangan dengan keberadaan cinta kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya dalam hati pelaku dosa itu. Karena Rasulallah
.
memberitakan bahwa orang itu mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya. Meskipun
orang itu melakukan tindakan yang diharamkan.”28
Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali berkata dalam kitab Al-Mustashfa
sebagai berikut:
”Yang dijadikan pegangan oleh para sahabat dan jumhur: bahwa
‘Adālah sahabat diketahui sesuai dengan pemberian sifat ‘Adālah itu oleh
Allah swt kepada mereka. Serta pujian-Nya bagi mereka dalam Al Qur`an.
Ini ialah keyakinan kami tentang mereka. Kecuali jika terbukti secara
nyata salah seorang dari mereka melakukan dosa dengan sengaja. Dan
24
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi. Sunan at-Tirmidzi Bab: Khoirul al-Khotho’in atTawwabun. no:2687:
‫ ﻗَ ﺎ َل أَﺑُﻮ‬.« َ‫ ﻗَ ﺎ َل » ُﻛ ﻞﱡ ا ْﺑ ِﻦ آ َد َم َﺧﻄﱠ ﺎ ٌء َو َﺧ ْﯿ ُﺮ ا ْﻟ َﺨﻄﱠ ﺎﺋِﯿﻦَ اﻟﺘﱠﻮﱠاﺑُﻮن‬-‫ﺻ ﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿ ﮫ وﺳ ﻠﻢ‬- ‫ﻰ‬
‫ﺲ أَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ‬
ٍ َ‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻗَﺘَﺎ َدةُ ﻋَﻦْ أَﻧ‬
.َ‫ﺚ َﻋﻠِ ﱢﻰ ْﺑ ِﻦ َﻣ ْﺴ َﻌ َﺪةَ ﻋَﻦْ ﻗَﺘَﺎ َدة‬
ِ ‫ﻋِﯿﺴَﻰ ھَﺬَا َﺣﺪِﯾﺚٌ َﻏﺮِﯾﺐٌ ﻻَ ﻧَ ْﻌ ِﺮﻓُﮫُ إِﻻﱠ ﻣِﻦْ َﺣﺪِﯾ‬
lihat juga: HR Ahmad 3: 198,HR Ibnu Majah no:4392, HR Hakim 4:244
25
Abu Bakar Ibnul 'Arabi. Al-'Awashin minal Qawashim. (Cairo: Daarul Mathba'ah
Salafiyah,tt) tahqiq Syaikh Muhibudin Al-Khatib, hal. 94.
26
Ahmad bin Abdul Halim Ibn Taimiah, Minhâj As-Sunnah an-Nabawiyah.(Saudi:
Islamic University of Muhammad bin Sauud: 1986) (1/306-307)
27
Muhammad bin Isma’il al-Bukhari.Shahih al-Bukhari. Bab: Ma Yukrihu Man La’ana
Syarib al-Khomri. (Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Hadits no:6780
28
Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany. Fath al-Bari bi Sarhi Imam Muhammad
Isma’il al-Bukhari.(Riyadh: Maktabah Fahd al-Wathoniyah: 2001) Juz: 12/78
7
hal seperti itu ternyata tidak terjadi. Sehingga terhadap mereka tidak
perlu lagi dilakukan screening ke’adalahan.” 29
2. Dalil ‘Adālah Sahabat Perspektif Ahlus Sunnah
Para Sahabat Rasulallah adalah manusia yang diberikan kekhususan
tersendiri, dan sifat ‘Adālah mereka sebenarya tidak perlu dipertanyakan lagi.
Sifat ‘Adālah sahabat telah dimaklumi berlandaskan apa yang ditegaskan Allah
sendiri. Selain itu Allah juga memuji mereka. Oleh karena itu tidak perlu lagi
menta’dilkan mereka sebab penta’dilan dari Allah
lebih sahih mengingat Dia
adalah Dzat yang Maha Mengetahui terhadap yang ghaib.30 Tidak hanya ta’dil dan
kesaksian dari Allah
saja, Rasulallah
dengan jelas dan tegas memberikan
kesaksian ke’ādilan mereka.
Pernyataan diatas mendapat dukungan ibn Shalah, ia menjelaskan bahwa
‘Adālah sahabat sudah tidak dipertanyakan lagi. Karena hal ini sesuai dengan
keterangan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ bahwa mereka semua ‘ādil.31
a. Adapun dalil-dalil dari al-Qur’an yang menerangkan ‘Adālah Sahabat
menurut Ahlus Sunnah diantaranya sebagai berikut: 32
1) Firman Allah
dalam surah al-Fath: 29
              
               
            
             
  
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
29
Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al Ghazali, Al-Mustafa Ulumal-Usul.(Bairut :
Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993),hal: 189-190
30
Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al Ghazali, Al-Mustafa Ulumal-Usul.(Bairut :
Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993), hal: 130.
31
Ibn Shalah, Muqaddimah Ibn Salah fi ‘Ulum al-Hadits. (Bairut : Dar al-Kutub alIlmiah, 1989), hal. 146.
32
Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany, al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabat....., Juz:01 h
17
8
lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.33
Ayat ini didalamnya menerangkan pujian Allah terhadap Para Sahabat
Rasulallah, dan ayat ini juga menjelaskan sifat orang-orang yang senantiasa
bersama Beliau , mereka dipenuhi dengan sifat-sifat yang dicintai Allah , dari
kebencian terhadap musuh-musuh-Nya, saling mencintai terhadap sesamanya, dan
beribadah demi mengharap ridho-Nya semata. Sangat jelas bahwa sifat-sifat
tersebut menunjukan betapa istimewanya kedudukan para sahabat yang
bersanding di sisi Rasulallah dalam perjuangan dakwah Islam dan penegakan
kalimatullah.34
2) Firman Allah
dalam surah al-Fath: 18
             
      
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin
ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan
atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan
yang dekat (waktunya).35
Dalam ayat ini Allah
menetapkan keridhoan-Nya bagi orang-orang
mukmin yang berbai’at kepada Rasulallah . Orang-orang mukmin tersebut tidak
lain adalah Para Sahabat yang berbai’at kepada Rasulallah
mengimani risalah
kenabian dan kerosulannya.
3) Firman Allah
dalam surah Ali Imran: 110
          
             

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
33
QS. Al-Fath: 29
Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 236
35
QS. al-Fath: 18
34
9
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.36
Ayat ini menunjukan dalil terhadap ‘ādil sahabat, arena dalam ayat ini
menetapkan kebaikan yang mutlak terhadap umat ini daripada umat-umat
terdahulu. Dan umat yang pertama masuk dalam kebaikan tersebut tidak lain
adalah para sahabat yang menjadi objek turunnya ayat ini pada waktu itu.
Keistiqamahan sahabat dalam menyerukan kebajikan dan melarang kejahatan
memperlihatkan ke’ādilan mereka. Lebih jauh lagi Allah
dalam ayat ini
37
mensifati mereka dengan sebaik-baik umat.
Dengan ayat-ayat tersebut diatas sangat jelaslah bagaimana Allah
memberikan kesaksian serta keridhoan-Nya dan jaminan pengampunan serta
surga-Nya terhadap Sahabat Rasulallah. Dengan kesaksian dan keridhoan Allah
menunjukan ke’ādilan pada sahabat. Mereka (Sahabat Rasulallah) ialah sebaikbaik ummah dan orang yang paling ‘ādil baik dalam perkataannya, perbuatannya,
kehendaknya, dan niat-niatnya. Mereka juga adalah sebaik-baik ummat dan umat
yang wasat (‘ādil). Selain itu masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan
ke’ādilan para sahabat dan ayat-ayat yang memuji mereka.38
b. Dalil dari Hadits Nabawiyah
Banyak hadits yang diriwatkan oleh para ulama yang menerangkan
ke’ādilan para sahabat. Diantara riwayat tersebut:
1) Hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abi Bakroh:
« َ‫ أَﻻَ ﻟِﯿُﺒَﻠﱢ ِﻎ اﻟﺸﱠﺎ ِھ ُﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟﻐَﺎﺋِﺐ‬.... » َ‫ ﻗَﺎل‬- ‫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺑَﻜْﺮَ ةَ ُذﻛِﺮَ اﻟﻨﱠﺒِﻰﱡ‬
Menyebutkan Abi Bakroh bahwa Rasulallah bersabda: “..... Hendaknya
yang hadir diantara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir” 39
Dari hadits ini menegaskan secara jelas ke’ādilan para sahabat Nabi,
karena jika ada yang tidak ‘ādil maka akan ada pengecualian. Akan tetapi dalam
hadits Rasulallah ini tidak ada pengecualian didalamnya. Dengan kata lain, hadits
ini membuktikan bahwa seluruh sahabat Nabi ‘ādil dan bisa diambil
periwayatannya tanpa adanya yang tertolak.40
36
QS. Ali Imran: 110
Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 235
38
Diantara ayat-ayat yang belum tersebut diatas ialah:
a) Firman Allah dalam surah al-Baqarah: 143
b) Firman Allah dalam surah at-Taubah: 100
c) Firman Allah dalam surah al-Hasyr: 8-9
d) Firman Allah dalam surah al-Anfal: 74
e) Firman Allah dalam surah at-Taubah: 118
f) Firman Allah dalam surah al-Hajj: 78
g) Firman Allah dalam surah an-Nahl: 59
39
Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih),Bab liyabligu al-Ilmu asSyahid al-Ghaib. (Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Juz 1, hal. 33. Hadits No: 105; Lihat
juga:Kitab Shahhih Muslim hadits no:4477
40
Ilmu al-Hadits baina al-Isholah Ahlus Sunnah wa intihali as-Syi’ah, hal. 239
37
10
2) Hadits yang diriwayatkan imam at-Tirmidzi dari Abdurrahman bin
Abdullah bin Mas’ud:
‫ ﺻ ﻠﻰ‬- ‫ﷲِ ْﺑ ِﻦ َﻣ ْﺴﻌُﻮ ٍد ﯾُ َﺤﺪﱢثُ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِﮫ ﻗَ ﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠﻰ‬
‫ب ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﺮﱠﺣْ َﻤ ِﻦ ﺑْﻦَ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ‬
ٍ ْ‫ك ْﺑ ِﻦ َﺣﺮ‬
ِ ‫ﻋَﻦْ ِﺳﻤَﺎ‬
.« ‫ﷲُ ا ْﻣ َﺮأً َﺳ ِﻤ َﻊ ِﻣﻨﱠﺎ َﺷ ْﯿﺌًﺎ ﻓَﺒَﻠﱠ َﻐﮫُ َﻛﻤَﺎ َﺳ ِﻤ َﻊ ﻓَﺮُبﱠ ُﻣﺒَﻠﱠ ٍﻎ أَوْ ﻋَﻰ ﻣِﻦْ ﺳَﺎ ِﻣ ٍﻊ‬
‫ﻀ َﺮ ﱠ‬
‫ ﯾَﻘُﻮ ُل » ﻧَ ﱠ‬-‫ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬
Dari Simak bin Harb berkata: Saya mendengar Abdurrahman bin
Abdullah bin Mas’ud diceritakan ayahnya (Abdullah bin Mas’ud) berkata:
Saya mendengar Rasulallah
bersabda: “Allah mencerahkan wajah
seseorang yang mendengar sesuatu dari kami, kemudian ia
menyampaikan sebagaimana yang ia dengar, dan bisa jadi yang
menyampaikan lebih sadar dari yang mendengar.” 41
Dalam hadits ini secara implisit membuktikan anjuran dari Roulallah
untuk menyampaikan semua yang didengar dari beliau kepada orang lain. Hal ini
membuktikan bahwa para sahabat yang mendengar apa yang dikatakan beliau
memiliki sifat ‘ādil, sehingga bisa menyampaikan apa yang didengar kepada
orang lain. Bahkan orang yang menyampaikan itu mendapatkan ganjaran yang
baik dari Allah .
3) Hadits yang diriwayatkan dari Imran bin Hushoin:
َ ‫ب ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ ِﻋ ْﻤ َﺮانَ ْﺑ ﻦَ ُﺣ‬
ٍ ‫ﻀ ﱢﺮ‬
َ ‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﺟ ْﻤ َﺮةَ ﻗَﺎ َل َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َز ْھ َﺪ َم ﺑْﻦَ ُﻣ‬
- ‫ رﺿ ﻰ ﷲ ﻋﻨﮭﻤ ﺎ‬- ‫ﺼ ْﯿ ٍﻦ‬
. « ‫ ﺛُ ﱠﻢ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﻠُﻮﻧَﮭُ ْﻢ‬،ْ‫ ﺛُ ﱠﻢ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﻠُﻮﻧَﮭُﻢ‬،‫ » َﺧ ْﯿ ُﺮ أُ ﱠﻣﺘِﻲ ﻗَﺮْ ﻧِﻲ‬- ‫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ‫ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِﻰﱡ‬
Menceritakan kepada kami bahwa Abu Jamroh berkata: saya
mendengar Zahdam bin Mudharrib berkata: Saya mendengan Imran bin
Hushoin ra berkata: Nabi bersabda: “Generasi terbaik adalah generasi
dizamanku, kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian generasi
setelahnya (tabi’ut tabi’in).” 42
Dalam hadits ini Rosulullah
memberikan kesaksian bahwa umat yang
hidup pada zaman beliau adalah umat terbaik. Para sahabat yang bertemu dan
hidup serta berjuang bersama Rosulullah lebih utama dari umat generasi
setelahnya.43 Umat terbaik berarti memiliki sifat-sifat terbaik pula seperti jujur
dan ‘ādil.
41
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi), Bab Ma Ja’a fi
al-Hitsi ‘ala Tablighis Sima’.(Riyadh: Bayt al-Afkar ad-Daulah), Juz.5, hal. 34 hadits no: 2657
42
Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih),Bab Fadho’ili Ashabi
an-Nabi . (Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011).Juz. 5, hal 2. Hadits no 3650; Lihat juga
hadits no: 2652, 3650, 3651, 6428, 6429, 6658 & 6695;
Lihat juga: Kitab Shahih Muslim Hadits no: 6633, 7735 & 6638;Lihat juga: Kitab Sunan atTirmidzi Hadits no: 2471, 2472 & 4232; Lihat juga: Sunan an-Nasa’i Hadits no: 3825; Lihat juga:
SunanIbn Majah Hadits no: 2452; Lihat juga Kitab Musnad Imam Ahmad Hadits no: 3660, 4042,
4213, 4257, 4304, 9557 , 10480, 18845, 18925, 18944, 20351, 20366,20441 & 23662
43
Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany, Fath al-Bari Sarh Shahih al-Bukhari.(Beirut:
Dar el-Ma’arif, 1379), Juz 07, hal. 06 Hadits no 3650
11
Dari hadist-hadits di atas (dan masih banyak hadits yang lainnya)44 dapat
disimpulkan bahwa kedudukan dan martabat para sahabat yang begitu tinggi di
mata Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, pengakuan akan kejujuran dan
ke’ādilan mereka tidaklah datang dari kaumnya, melainkan langsung dari Allah
dan Rasul-Nya atas kegigihan, hijrah, peperangan, pengorbanan harta dan jiwa
demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Karenanya di samping Hadist-hadist
yang menunjukkan kepada ketinggian martabat seorang sahabat dan ke’ādilan
mereka seperti Hadist yang menunjukkan kelebihan-kelebihan (fadhail) baik
secara umum maupun individu sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali,
Khadijah, Fatimah, Aisyah dan sahabat-sahabat lainnya sangatlah banyak.
Selain hadits yang menerangkan ke’ādilan para sahabat dengan ijin untuk
menyampaikan apa yang didengar dari Rasulallah , banyak juga hadits-hadits
yang melarang mencaci dan menghina sahabat.45 Hal ini menunjukan
keistimewaan sahabat disisi Rasulallah
baik dalam hal kepribadian maupun
keistimwaan dalam menyampaikan semua ajaran islam yang didengan dari
Rasulallah .
c. Ijma’ Ulama Muslimin46
44
1.
Diantaranya:
Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal oleh Muhammad bin Isa, Abu Isa.
Sunan at-Tirmidzi.(Beirut: Dar el-Gharb el-Islamy: 1998). Cet: 02, Hadits no: 4236:
َ‫ﷲَ ﻓِ ﻰ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﻻ‬
‫ﷲَ ﱠ‬
‫ﷲَ ﻓِ ﻰ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﱠ‬
‫ﷲَ ﱠ‬
‫ » ﱠ‬-‫ ﺻ ﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿ ﮫ وﺳ ﻠﻢ‬- ِ‫ﷲ‬
‫ ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ‬: ‫ﷲِ ْﺑ ِﻦ ُﻣ َﻐﻔﱠ ٍﻞ ﻗَﺎ َل‬
‫ﻋَﻦْ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ‬
‫ﻀﮭُ ْﻢ َوﻣَﻦْ آذَاھُ ْﻢ ﻓَﻘَ ْﺪ آذَاﻧِﻰ َو َﻣ ﻦْ آذَاﻧِ ﻰ‬
َ ‫ﻀﮭُ ْﻢ ﻓَﺒِﺒُ ْﻐﻀِﻰ أَ ْﺑ َﻐ‬
َ ‫ﺗَﺘﱠ ِﺨﺬُوھُ ْﻢ َﻏ َﺮﺿًﺎ ﺑَ ْﻌﺪِى ﻓَﻤَﻦْ أَ َﺣﺒﱠﮭُ ْﻢ ﻓَﺒِ ُﺤﺒﱢﻰ أَ َﺣﺒﱠﮭُ ْﻢ َوﻣَﻦْ أَ ْﺑ َﻐ‬
.‫ ﻗَﺎ َل أَﺑُﻮ ﻋِﯿﺴَﻰ ھَﺬَا َﺣﺪِﯾﺚٌ َﺣﺴَﻦٌ َﻏﺮِﯾﺐٌ ﻻَ ﻧَ ْﻌ ِﺮﻓُﮫُ إِﻻﱠ ِﻣﻦْ ھَﺬَا ا ْﻟﻮَﺟْ ِﮫ‬.« ُ‫ﻚ أَنْ ﯾَﺄْ ُﺧ َﺬه‬
ُ ‫ﷲَ ﻓَﯿُﻮ ِﺷ‬
‫ﷲَ َوﻣَﻦْ آذَى ﱠ‬
‫ﻓَﻘَ ْﺪ آذَى ﱠ‬
2.
Lihat juga kitab Musnad Ahmad Hadits no: 17261, 21090 & 21120;
Hadits yang diriwayatkan dari Abi Burdah oleh Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim. Cairo:
Dar el-Ihya el-Kutub al-Islamiyyah : 1374 H. Hadits no: 6629:
ُ‫ﺼ ﻠﱢ َﻰ َﻣ َﻌ ﮫ‬
َ ُ‫ ﺛُ ﱠﻢ ﻗُ ْﻠﻨَﺎ ﻟَﻮْ َﺟﻠَ ْﺴﻨَﺎ َﺣﺘﱠﻰ ﻧ‬-‫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ِ‫ﷲ‬
‫ﺻﻠﱠ ْﯿﻨَﺎ ا ْﻟ َﻤ ْﻐﺮِبَ َﻣ َﻊ َرﺳُﻮ ِل ﱠ‬
َ ‫ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺑُﺮْ َدةَ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِﮫ ﻗَﺎ َل‬
ُ‫ﻚ ا ْﻟ َﻤ ْﻐﺮِبَ ﺛُ ﱠﻢ ﻗُ ْﻠﻨَ ﺎ ﻧَﺠْ ﻠِ ﺲ‬
َ ‫ﺻﻠﱠ ْﯿﻨَﺎ َﻣ َﻌ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫ ﻗُ ْﻠﻨَﺎ ﯾَﺎ َرﺳُﻮ َل ﱠ‬.« ‫ ﻓَ َﺠﻠَ ْﺴﻨَﺎ ﻓَ َﺨ َﺮ َج َﻋﻠَ ْﯿﻨَﺎ ﻓَﻘَﺎ َل » ﻣَﺎ ِز ْﻟﺘُ ْﻢ ھَﺎ ھُﻨَﺎ‬- ‫ ﻗَﺎ َل‬- ‫ا ْﻟ ِﻌﺸَﺎ َء‬
‫ ﻗَﺎ َل ﻓَ َﺮﻓَ َﻊ َر ْأ َﺳﮫُ إِﻟَﻰ اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء َوﻛَﺎنَ َﻛﺜِﯿﺮًا ِﻣﻤﱠﺎ ﯾَﺮْ ﻓَ ُﻊ َر ْأ َﺳ ﮫُ إِﻟَ ﻰ‬.« ‫ﺻ ْﺒﺘُ ْﻢ‬
َ َ‫ﻚ ا ْﻟ ِﻌﺸَﺎ َء ﻗَﺎ َل » أَﺣْ َﺴ ْﻨﺘُ ْﻢ أَوْ أ‬
َ ‫ﺼﻠﱢ َﻰ َﻣ َﻌ‬
َ ُ‫َﺣﺘﱠﻰ ﻧ‬
‫ﺖ اﻟﻨﱡ ُﺠ ﻮ ُم أَﺗَ ﻰ اﻟ ﱠﺴ ﻤَﺎ َء َﻣ ﺎ ﺗُﻮ َﻋ ُﺪ َوأَﻧَ ﺎ أَ َﻣﻨَ ﺔٌ ﻷَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﻓَ ﺈِذَا َذھَ ْﺒ ﺖُ أَﺗَ ﻰ‬
ِ َ‫اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ ِء ﻓَﻘَﺎ َل » اﻟﻨﱡﺠُﻮ ُم أَ َﻣﻨَﺔٌ ﻟِﻠ ﱠﺴ ﻤَﺎ ِء ﻓَ ﺈِذَا َذھَﺒ‬
‫أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ ﻣَﺎ ﯾُﻮ َﻋﺪُونَ َوأَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ أَ َﻣﻨَﺔٌ ﻷُ ﱠﻣﺘِﻰ ﻓَﺈِذَا َذھَﺐَ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ أَﺗَﻰ أُ ﱠﻣﺘِﻰ ﻣَﺎ ﯾُﻮ َﻋﺪُون‬
Lihat juga Kitab Musnad Ahmad Hadits no: 19875
45
Hadits yang diriwayatkan dari Sa’id al-Khudry oleh Muhammad bin Isma’il. Shahih
Bukhari (al-Jami’ as-Shahih).(Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011). Hadits No: 3673:
‫ﻖ‬
َ َ‫ ﻓَﻠَﻮْ أَنﱠ أَ َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ أَ ْﻧﻔ‬، ‫ ﻻَ ﺗَ ُﺴﺒﱡﻮا أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻰ‬: ‫ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ‫ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِﻰﱡ‬- ‫ رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﮫ‬- ‫ى‬
‫ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ َﺳﻌِﯿ ٍﺪ ا ْﻟ ُﺨ ْﺪ ِر ﱢ‬
‫ِﻣ ْﺜ َﻞ أُ ُﺣ ٍﺪ َذھَﺒًﺎ ﻣَﺎ ﺑَﻠَ َﻎ ُﻣ ﱠﺪ أَ َﺣ ِﺪ ِھ ْﻢ َوﻻَ ﻧَﺼِﯿﻔَﮫ‬
Hadits ini diriwayatkan juga dalam: Kitab Shahih Muslim hadits no:6651,6652; Lihat juga: Kitab
Sunan Abi Daud Hadits no: 3660; Lihat juga: Kitab Sunan at-Tirmidzi Hadits no: 4234; Lihat
juga: Kitab Sunan Ibn Majah Hadits no :166; Lihat juga: Kitab Musnad Ahmad Hadits no: 11377,
11829, 11923, 27451,
46
Maksudnya ialah Ulama-ulama hadits yang otoritatif/alhi dalam bidang periwayatan
seperti Imam Ibnu Hajar, Iman Ibnu Shalah, al-Khatib al-Baghdadi, Iman Syairazy,dll.
12
Ulama Muslimin bersepakat bahwa seluruh sahabat ‘ādil, kecuali jika ada
dalil qath’i yang menegaskan ketidak’ādilan mereka. Namun tidak ada dalil qath’i
dan riwayat yang secara jelas menunjukan hal tersebut.
Berkaitan dengan ‘Adālah sahabat diatas ini Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan: “Ahlus Sunnah bersepakat bahwa seluruh sahabat adalah ‘ādil, dan
barang siapa yang menentang ini tergolong ahli bid'ah.47 Para sahabat tidak
mungkin berdusta atas nama Rasulullah atau menyandarkan sesuatu yang tidak
sah dari beliau. Al-Khatib Al-Baghdadi berkata :
Semua hadits yang bersambung sanadnya dari orang-orang yang
meriwayatkan sampai kepada Nabi , tidak boleh diamalkan kecuali
kalau sudah diperiksa ke’ādilan rawi-rawinya serta wajib memeriksa
biografi mereka dan dikecualikan dari mereka ialah sahabat Rasulullah
, karena ‘Adālah mereka sudah pasti dan sudah diketahui dengan pujian
Allah atas mereka. Allah memberitakan tentang bersihnya mereka dan
Allah memilih mereka berdasarkan nash Al-Qur’an.48
Imam Syairaji berkata dalam Tabshirah fi Ushulil-Fiqh: Semua sahabat
sudah tetap ke’ādilannya, maka tidak perlu lagi diperiksa tentang keadaan
mereka.49
Khatib Al-Baghdadi berkata: ke’ādilan sahabat dengan legitimasi Allah .
‘Adālah sesuatu yang tetap dan telah diketahui. Allah dan Rasul-Nya telah
memilih mereka (sahabat) dan mengabari tentang kesucian mereka.50 Kemudian
Imam Ibnu Hajar menukil riwayatkan dari seorang tokoh termuka di dalam bidang
Hadist yaitu Abu Zar’ah Al-Razi berkata:
“Jika sekiranya kalian melihat seseorang mencaci salah seorang dari
sahabat-sahabat Rasulullah ., ketahuilah bahawa ia ialah seorang
Zindiq, karena bagi diri Rasul . itu ialah haq(benar) dan al- Quran ialah
haq (benar). Sesungguhnya sahabat- sahabat Rasulullah
.
menyampaikan al-Qur’an dan al-Sunnah kepada kita. Sesungguhnya
mereka (yang mencaci sahabat) ingin mencacatkan penyaksian kita dan
membatalkan al-Qur’an- dan al-Sunnah. Mencacatkan mereka itu ialah
lebih utama karena mereka adalah zindiq.”51
47
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi tamyizi as-Sahabat( Beirut: Dar elKutub al-Ilmiyah: 1995). Juz: 01 Hal: 17
48
Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khatib al-Baghdadi, Al-Kifayah fi ‘Ilmi ar-Riwayah. (Dar
el-Ma’arif al-Utsmaniyah: 1357), hal.93
49
Ibrahim bin Ali bin Yusuf as-Syairaji, Tabshirah fi Ushulil-Fiqh.(Damaskus: Dar elFikr: 1980), hal. 329; Lihat juga: ‘Umul Hadits Libni Shalah, hal. 329; Mudzakirah Ushulil Fiqh li
as-Syahqithi, hal. 126
50
Ibid....Hal: 22;
Lihat jga: as-Sunnah Qabla at-Tadwin al-Khaatib al-Baghdadi & al-Minhaj al-Hadits fi
Ulum al-Hadits
51
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi tamyizi as-Sahabat( Beirut: Dar elKutub al-Ilmiyah: 1995). Juz: 01 Hal: 22
13
KRITIK SYI’AH TERHADAP KONSEP ‘ADĀLAH SAHABAT SUNNAH
Syi’ah memiliki pandangan yang berbeda dengan Ahlus Sunnah dalam
memahami ‘Adālah Sahabat. Syi’ah menyakini bahwa para sahabat ialah manusia
biasa yang tidak memiliki keistimewaan apapun,52 diantara mereka ada yang jujur
dan ada yang durhaka bahkan ada yang melakukan kejahatan.53 Bahkan sebagian
ulama Syi’ah menganggap sahabat mayoritas murtad (keluar dari keislamannya)
sepeninggal Rasulallah , dan hanya sebagian kecil dari sahabat yang masih
dianggap kelompok Syi’ah tidak murtad.54 Oleh karena itu golongan Syi’ah tidak
menerima, meyakini dan mengakui ‘ādil para sahabat secara keseluruhan.55 Hanya
beberapa orang sahabat saja yang menurut Syi’ah ‘ādil, dan hanya melewati jalur
sahabat yang syi’ah anggap ‘ādil saja riwayat (baik riwayat al-Qur’an maupun
Hadits) dapat diterima.
Menurut Syi’ah para sahabat mayoritas tidak memenuhi kriteria ‘Adālah
yang tersebut diatas.56 Para sahabat menurut Syi’ah banyak yang murtad, fasiq dan
kehilangan muru’ahnya.57 Para sahabat dianggap telah melakukan hal-hal yang
tercela yang bisa menghilangkan ketaqwaan dan muru’ahnya, sehingga dengan
begitu hilanglah sifat ‘ādil-nya.58
Selain itu, bagi Syi’ah mensyaratkan sahabat bisa dikatakan ‘ādil apabila
memenuhi kriteria tambahan, yakni: Pertama, kekerabatan dan keturunan suci
Rasulullah .59 Kedua ialah Sahabat yang mengakui kekhalifahan orang yang
52
Abdul Rusul Musa al-Musawi, Syi’ah fii Tarikh, (Kairo: Maktabatu Badbuli, 2002), P.
49, lihat
juga, As-Syirazi, Ad-Darajat Ar-Rafi’ah menurut As-Syirozi ‘udul lebih kepada keimanan dan
penjagaan terhadap wasiat Nabi Saw, sebagaimana yang dilakukan Salman, Abu Dzar dan
‘Ammar
53
Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). Juz 28/36; Lihat juga: hal ini senada
dengan pandangan al-Daukhi tentang ‘udul dalam. Yahya Abdul Hasan al-Daukhi .’Adalat asShahabah bainal Qaddasah wal Waqi’. (Iran: al-Majma’ al- Bayan Liahlul Bayt, 1430 H) hal: 7071; Lihat juga as-Syirazy. Ad-Darajat ar-Rafi’ah…. Hal:11;lihat juga: Muhammad Jawab alMughniyah. as-Syi’ah fi al-Mizan hal:82.
54
Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy. (Taheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah: 1966).
Juz 8/245 no 341; Lihat juga: Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori
Akhbari al-A’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). juz 22, juz 28;
55
Nurullah At-Tasytari, Ash-Showarim Al-Muhriqoh fii Naqdi as-Showaiq al-Muhriqoh,
(Iran: Qum, Darul Hadith, 1427) hal. 175
56
Kriteria itu adalah muslim, baligh, berakal, terhindar dari kefasikan, dan menjaga
muru’ahnya. Lihat: Muhammad bin Abdurrahman as- Sakhowi. Fathul al-Mugits bi Sarh Alfiyatul
Hadits. (Riyadh: Dar el-Manahij.1426), Juz : 02/158
57
Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). Juz 28/36
58
As-Syirazy. ad-Darajat ar-Rafi’ah, as-Syirazy mengemukakan bahwa ‘Udul lebih
kepada keimaman dan penjagaan terhadap wasiat Nabi , sebagimana yang dilakukan oleh
Salman, Abu dzar, Miqdad dan ‘Ammar.
59
Alhul Bait dan para imam yang mereka yakini kema’shumannya yang merupakan
keturunan Rasulallah .
14
ditunjuk Rasulullah
Rasulullah .60
, dalam hal ini Ali sebagai khalifah yang sah pengganti
Dengan merujuk pada keterangan di atas, maka mayoritas ulama Syi’ah
berpendapat bahwa tidak semua Sahabat itu ‘ādil. Implikasinya ‘Adālah menurut
pandangan Syi’ah, sahabat-sahabat seperti Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman
bin Affan tidak dimasukan kedalam kategori orang yang memiliki ‘Adālah karena
mereka adalah orang-orang yang dianggap merampas hak kekhalifahan Ali.
Syi’ah dalam hal ini juga mencela Aisyah, Thalhah , Zubair , Mu’awiyah dan
Amr bin Ash yang juga memerangi Ali bin Abu Thalib .
Lebih jauh lagi, dalam pandangan Syi’ah, orang yang tidak mengangkat
Ali sebagai pemimpin mereka dianggap telah menghianati wasiat Rasulallah
dan keluar dari Imam yang sah. Oleh karena itu, periwayatannya tidak dianggap
sebagai ahli tsiqah dan terpercaya. Bagi Syi’ah sendiri, mayoritas Sahabat setelah
Rasulallah wafat sudah murtad,61 kecuali beberapa orang saja, jadi Syi’ah hanya
menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ahl- Al-Bayt (keluarga Nabi )62
saja.
Alanisis Kritik Syiah
Setelah mengemukakan konsep ‘Adālah Sahabat perspektif Ahlus Sunnah
dan Cara pandang serta Kritik Syi’ah, dapat kita lihat bahwa ada beberapa
perbedaan mendasar, yaitu: Pertama, terletak pada perbedaan penafsiran ‘Ādalah
Sahabat itu sendiri.
Ahlus Sunnah menafsiran maksud ‘Adālah Sahabat itu bahwa para
sahabat tidak mungkin dan tidak akan pernah berdusta atas nama Rasulallah .
Walaupun mungkin diantara mereka ada yang pernah melakukan kesalahan dan
dosa, selama mereka meminta ampun dan bertobat kepada Allah atas kesalahan
60
Yang dimaksud dengan kekhalifahan ini adalah kepercayaan bahwa Nabi
telah
menunjuk Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah pengganti sepeninggal Beliau. Hal ini mereka
kemukakan sesuai hadits Ghadir Khoum. Sehingga dengan begitu Khulafa ar-Rosyin sebelum Ali
dianggap telah menentang ketetapan Nabi
dan merebut/merampas hak kekhalifahan yang sah
yaitu Ali bin Abi Thalib ra. Diantara sahabat tersebut adalah Abu dzar al-Ghifary ra, Salman alFarisy ra, dan Miqdad ra.
61
Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). juz 22
:‫ ﻗﻠ ﺖ‬:‫ ﺳﻠﻤﺎن وأﺑﻮ ذ ّر واﻟﻤﻘﺪاد ﻗ ﺎل‬:‫ ارﺗ ّﺪ اﻟﻨﺎس إﻻ ﺛﻼﺛﺔ ﻧﻔﺮ‬:(‫ ﻗﺎل أﺑﻮ ﺟﻌﻔﺮ)ﻋﻠﯿﮫ اﻟﺴﻼم‬:‫ﻋﻦ أﺑﻲ ﺑﻜﺮ اﻟﺤﻀﺮﻣﻰ ﻗﺎل‬
.‫ ﻗﺪ ﻛﺎن ﺟﺎض ﺟﯿﻀﺔ ﺛﻢ رﺟﻊ‬:‫ﻓﻌﻤﺎر؟ ﻗﺎل‬
62
Yang dimaksud dengan Ahl Bayt menurut syi’ah adalah keturunan Rasulallah
yang
termasuk dalam Ashabul Kisa’i, yaitu Fatimah binti Muhammad, Ali bin Abi Thalib, al-Hasan bin
Ali, al-Husein bin Ali. Lihat dalam kitab Tadwin as-Sunnah as-Syarifah Juz 1/82:
‫ﻓﻤﻦ ھﻢ أھﻞ اﻟﺒﯿﺖ؟‬
‫وﻣﮭﻤ ﺎ ﺗﻮ ّﺳ ﻌﻮا ﻓ ﻲ‬, ‫ﻓﻘ ﺪ أﺛﯿ ﺮت اﻟﺸ ﺒﮫ ﺣ ﻮل اﻟﻤ ﺮاد ﻣ ﻦ أھ ﻞ اﻟﺒﯿ ﺖ ﻓ ﻲ اﻟﺤ ﺪﯾﺚ‬, ‫ وﺑﺎﻟﺮﻏﻢ ﻣﻤّﺎ ذﻛﺮﻧﺎ‬: ‫ﻧﻘﻮل‬
‫ اﻟﺤﺴ ﻦ و‬, ‫ ﺑﻨ ﻮ ﻋﻠ ّﻲ واﻟﺰھ ﺮاء‬: ‫ﻓ ﺈنّ ﻣ ﻦ اﻟﻤﺘّﻔ ﻖ ﻋﻠﯿ ﮫ أنّ آل ﻣﺤ ّﻤ ﺪ وذر ﯾﺘ ﮫ وﻋﺘﺮﺗ ﮫ وﻧﺴ ﻠﮫ وھ ﻢ‬, ‫ﺗﻌﻤ ﯿﻢ اﻟﻤ ﺮاد ﻣﻨ ﮫ‬
. ً ‫اﻟﺤﺴﯿﻦ ﺳﺒﻄﺎ رﺳﻮل ﷲ وذرﯾﺘﮭﻤﺎ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻮﯾّﯿﻦ اﻷﺑﺮار داﺧﻠﻮن ﻓﻲ ﻋﻨﻮان ) أھﻞ اﻟﺒﯿﺖ ( ﻗﻄﻌﺎ‬
15
dan dosanya, maka kesalahan dan dosa yangpernah mereka lakukan tidak
mengurangi dan menghapus sifat ‘Adālah mereka dalam periwayatan.
Sedangkan Syi’ah menafsirkan ‘Adālah Sahabat dengan “Ishmatu asSahabat” yang berarti, para sahabat harus steril dan terbebas dari semua
kesalahan dan dosa. Hal ini menjadikan keraguan akan sifat ‘Adālah sahabat,
karena ada beberapa dalil yang menyatakan bahwa sahabat pernah berbuat salah
dan dosa.
Kedua, Syi’ah menjadikan konsep keimanan terhadap Imam (wilayah)
sebagai tolak ukur/barometer seorang sahabat dikatakan ‘ādil.
Adapun Imamah atau kepercayaan kepada Imam bagi Ahlus Sunnah
bukanlah suatu hal yang besifat Asasi, dan bahkan tidak termasuk kedalam syarat
ke‘ādil-an seorang sahabat. Akan tetapi Syi’ah seperti yang mereka kemukakan,
keimanan terhadap imamah-lah yang menjadi barometer pertama yang
menjustifikasi seorang sahabat dikatakan ‘ādil. Oleh karena itu, hal ini
menunjukan bahwa keyakinan terhadap ke-Imaman Ali sangat berpengaruh dalam
pemikirannya. Sehingga para sahabat yang tidak menjadikan Ali sebagai
Imamnya maka mereka hukumi sebagai orang yang tidak memiliki sifat ‘ādil,
maka para Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman) yang mereka
anggap merebut kepemimpinan yang seharusnya diteruskan Ali pasca wafatnya
Rasulullah dan mereka yang mengikuti serta mengakui kepemimpinan mereka
dianggap tidak ‘ādil.
Pemikiran dua hal inilah inilah yang menjadi akar permasalahan dalam
memahami ‘Ādalah Sahabat, sehingga menjadikan penyebab kaum Syi’ah
mengingkari konsep udul Sahabat .
Tidak hanya dua hal diatas yang menjadikan syi’ah menolak konsep
‘ādalah sahabat sunnah, al-Musawwi dalam bukunya Nadzoriyatu ‘ādalah Sahabat
mengatakan bahwa konsep ‘ādalah sahabat diciptakan oleh Bani Umayyah dan
dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaannya.63
Dari angapan itu
menyebabkan cara pandang yang lebih ekstrim, yang implikasinya , dalam
memandang ‘ādalah sahabat bahkan memandang sahabat itu sendiri, ulama syi’ah
mengklasifikasinya menjadi beberapa kelompok sepeninggal Rasulallah , yaitu
kelompok Ali , kelompok Anshar, dan kelompok Abu Bakar. Sedangkan Bani
Umayyah tidak mereka masukkan kedalam goongan sahabat.64 Bahkan para
sahabat yang memerangi ‘Ali, seperti Mu’awiyyah, Thalhah, Zubair, dan ‘Aisyah
serta para pengikutnya menurut Husai al-Bahrani dinyatakan telah kafir karena
memerangi ‘Ali.65 Di sini dapat dilihat bahwa pembagian itu sangat dipengaruhi
63
Abdurrahim Musawi, Nadzoriyatu Adalati as-Sahabat, (Laila Markazu Tiba’ah wa
nasyri Limajma’il Alami Li Ahlu Bayt. 1427), hal. 10
64
An- Nawabkhoty dan Al-Qumy, Firoq Syi‘ah (Cairo: Darul Irsyad. 1412) hal. 14
65
Husain Ali ‘Usfur al-Bahrani, Mahasinul I’tiqad fii Usuluddin, (Bahrain: Muassatu
Majma Buhus Al-Ilmiyah, 1414), hal. 157
16
dengan kebencian mereka terhadap Bani Umayyah dan keyakinan mereka tentang
kepemimpinan ‘Ali , setelah Nabi .66
Tanggapan Terhadap Kritik Syi’ah
Sifat ‘ādil yang melekat pada diri sahabat bukan sekedar pendapat
mayoritas ulama saja, akan tetapi lebih kepada legitimasi yang diberikan Allah
melalui firman-Nya dalam al-Qur’an dan Rasulallah sehingga kredibilitas para
Sahabat tidak diragukan lagi. Allah telah meridhoi para sahabat,67 dan menjamin
surga bagi mereka.68 Allah juga memberikan pengampunan terhadap kesalahan
yang diperbuat dan menyebutkan bahwa mereka ialah sebaik-baik ummat.69
Demikian juga Rasulallah meridhoi, memuji dan menyatakan bahwa mereka ialah
sebaik-baik generasi muslimin dan bahkan menjamin sebahagian dari mereka
sebagai ahli Surga sesuai dengan petunjuk dari Allah . Perjuangan para Sahabat
dalam menegakkan kalimatullah dan menyebarkanya keseluruh penjuru bumi
dengan penuh keikhlasan dan tanpa pamrih merupakan tanda dan bukti nyata yang
sesuai dengan firman Allah dan sabda Rasulallah .
Pemahaman tentang ‘Adālah Sahabat sebenarnya sederhana saja, yaitu
menilai diri para sahabat Rasulallah
sebagai jalur penyampai yang bisa
dipercayai bagi Al Qur`an, Hadits-hadits Nabi
serta seluk beluk kehidupan
Rasulallah
selama beliau hidup, bagi generasi berikutnya.70
Kemuliaan dan pujian serta ke’ādilan sahabat bukanlah seperti yang
dipahami Syi’ah yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘Adālah
Sahabat tersebut dengan “Ishmah as-Sahabat”. Akan tetapi, ke’ādilan tersebut
tidak berarti memberikan penilaian sahabat sebagai sosok yang maksum yang tak
mungkin berbuat salah, tidak mungkin lupa, tidak mungkin berbuat dosa, atau
66
Muhammad Baqir al-Majlisi, Al-‘Aqaid. (Bairut: Dar al-Ihya Thuros al-Arabi, 1983)
ditahqiq oleh Husain Darkahi. hal. 58
67
QS. Al-Fath: 18
  
 
  
    
       
      
 
  
  
 
        

     
 
 
  
 
  
 
  
68
QS. At-Taubah: 100
    
 
   
   
 
  
 
  
 
 
   
     
 
     
 
   
  
 
 
   
  
   
  


  
  
 
      
   
    
      
 
  
  
  
  
   
  
  
  
 
   
 
     

69
QS Ali Imran: 110

   
       
 
  
 
 

 
    
   
   
     
   
 
  
       
 
  
           
70
Muhammad bin Abdurrahman as-Sakhowi. Fathu al-Mugits bisarhi Alfiyatu alHadits.(Mesir: Maktabah as-Sunnah, 2003), Juz: 04/101
17
melakukan suatu kemaksiatan. Sahabat bisa saja melakukan semua itu. Karena
sifat maksum atau terhindar dari dosa hanya bagi Nabi saja.71
Imam as-Syafi’i berkata: Apabila yang dimaksud dengan orang ‘ādil
adalah orang yang tidak pernah berbuat dosa maka tidak akan ditemukan orang
‘ādil, dan jika semua pendosa adalah ‘ādil maka tidak akan ditemukan orang
yang ‘majruh’, akan tetapi orang yang ‘ādil adalah orang yang menjauhi dosa
besar ‘al-Kaba’ir’, dan kebaikannya lebih banyak dari pada celanya.72
Dari kalangan Sahabat bisa saja seseorang dari mereka melakukan
kesalahan, dan berbuat dosa. Karena para Sahabat bukan orang-orang yang
maksum. Namun para Sahabat tidak mungkin sengaja berdusta atas Rasulallah
.73 Karena siapa yang sengaja berdusta atas nama Rasulallah
niscaya Allah
swt akan membongkar dustanya. Orang yang mempelajari sirah para Sahabat,
niscaya akan mendapati sahabat yang diberitakan pernah melakukan dosa
sangatlah sedikit jumlahnya. Dan diantara yang sedikit itupun tidak dapat
dibuktikan kesalahannya.
Jika kita melihat dengan pandangan jujur, niscaya kita dapati para sahabat
yang meriwayatkan sunnah tidak didapati melakukan dosa seperti itu. Sedangkan
jika pun ada, ternyata yang melakukannya orang yang statusnya sebagai sahabat
masih diperdebatkan, seperti Walib bin Ubah. Dan begitu pun, Walid bin Uqbah
tidak pernah meriwayatkan hadits, setelah meninggalnya Rasulullah .
Kemudian yang patut diingat bahwa dari kalangan Sahabat yang
melakukan dosa, hingga akhirnya dijatuhi hukuman, mereka sangat sedikit
jumlahnya, dibandingkan ribuan Sahabat yang mulia yang terbukti memegang
teguh jalan hidup yang lurus. Dan Allah menjaga mereka dari dosa dan maksiat,
yang besar maupun kecil. Dan yang lahir maupun bathin. Sejarah yang jujur
menjadi bukti atas fakta tersebut.
Dalil Kritik Syi’ah Terhadap ‘Adālah Sahabat Sunnah
Seperti tersebut diatas bahwa Syi’ah sangatlah berbeda dalam hal ‘Adālah
dengan Ahlus Sunnah. Syi’ah meyakini bahwa sahabat sama seperti yang lainnya
manusia biasa yang tanpa ada kekhususan tersendiri. Syi’ah juga mengemukakan
ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah dalam menguatkan argumen mereka.
Syi’ah mengemukakan dalil-dalil dari al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak
semua atau bahkan mayoritas Sahabat tidak memenuhi kriteria ‘Adālah yang
ditetapkan oleh para ulama khususnya Syi’ah. Jadi Sahabat (menurut pandangan
Syi’ah) hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki kekhususan dan
keistimewaan apapun sehingga diantara mereka ada yang mukmin, fasik, dan
bahkan seperti hadits diatas mereka murtad sepeninggal Rasulallah . Sahabat ra
71
as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an
wa as-Sunnah. Hal. 17
72
Ibid…, hal. 17
73
Ibid…, hal. 17
18
ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang adil dan ada yang fasiq.74 Dengan
ditemukannya seorang sahabat yang tidak ‘ādil maka jadi hilanglah konsep
ke’ādilan sahabat keseluruhan.75
a. Dalil al-Qur’an menerangkan penolakan Syi’ah pada’Adālah Sahabat
Ada beberapa ayat al-Qur’an yang dijadikan argumen oleh kelompok
Syi’ah bahwa para Sahabat tidak semuanya ‘ādil. karena banyak dalam al-Qur’an
yang secara dzohir mengungkapkan sifat-sifat kurang baik yang sahabat lakukan.
Diantara ayat al-Qur’an yang dijadikan argumen tersebut ialah:
1) Firman Allah dalam Surah al-Jumu’ah:11
                  
    
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka
bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang
berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik
daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik pemberi
rezki.
Ulama Syi’ah berkata bahwa ayat ini turun karena mayoritas sahabat
meninggalkan Rasulallah sendirian ketika khutbah Jum'ah dan pergi menuju
barang perniagaan yang datang dari Syam, dan para sahabat malah sibuk dengan
perniagaan. Hal ini menunjukan bahwa para sahabat tidak memiliki keimanan
yang benar. Hal ini terjadi ketika Rasulallah
ada dan apalagi jika beliau jauh
atau wafat maka pelanggaran ini bisa terjadi kepada mereka (sahabat).76
Tanggapan: Kisah para sahabat meninggalkan para sahabat ketika dia
berkhutbah Jum'ah menuju peniagaan yang baru datang dari syam, itu terjadi pada
masa awal-awal masa Hijrah. Dan itupun tidak semua sahabat meninggalkan
Rasulallah , para sahabat senior seperti Abu Bakar, Umar masih duduk
74
Muhammad Jawab Al-Mughniyah, Syi‘ah fiil Mizan, (www.alhasanain.com), hal. 82
Jalaluddin Rahmat adalah ketua Ijabi, pernyataan tersebut ditulis dalam pengantar
buku Fuad Jabali, Sahabat Nabi, Siapa, ke Mana dan Bagaimana?, (Bandung: Mizan, 2010),
hal. Xviii.
75
76
aslinya:
Al-Hasan bin Yusuf al-Hully. Nahjul al-Haq wa Kasyfu al-Shadiq…, Juz:21/02. Teks
" ‫ " وإذا رأوا ﺗﺠﺎرة أو ﻟﮭﻮا اﻧﻔﻀﻮا إﻟﯿﮭﺎ وﺗﺮﻛﻮك ﻗﺎﺋﻤﺎ‬:‫وﻗﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ‬
‫ وﻣﻦ‬.‫ وﻛﺬا ﻓﻲ اﻟﻠﮭﻮ‬،‫ وﻣﺮاﻗﺒﺔ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ‬،‫ واﻟﺤﯿﺎء ﻣﻨﮫ‬،‫رووا أﻧﮭﻢ ﻛﺎﻧﻮا إذا ﺳﻤﻌﻮا ﺑﻮﺻﻮل ﺗﺠﺎرة ﺗﺮﻛﻮا اﻟﺼﻼة ﻣﻌﮫ‬
.‫ ﻛﯿﻒ ﯾﺴﺘﺒﻌﺪ ﻣﻨﮫ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﮫ ﺑﻌﺪ ﻣﻮﺗﮫ وﻏﯿﺒﺘﮫ ﻋﻨﮭﻢ ﺑﺎﻟﻜﻠﯿﺔ؟‬،‫ﻛﺎن ﻓﻲ زﻣﺎﻧﮫ ﻣﻌﮫ ﺑﮭﺬه اﻟﻤﺜﺎﺑﺔ‬
Lihat juga: Syah Abdul Aziz ad-Dahlawy.Mukhtashor at-Tuhfah al-Itsna Asyariah.
(Cairo: Maktabah as-Salafiyah.1373), hal 271-272; lihat juga: al-Kassa’i. as-Shofi fi tafsir alQur’an, Juz: 02/701; lihat juga: Ali bin Ibrahim al-Qumy. Tafsir al-Qumy, Juz: 02/367; lihat juga:
Muhsin Amin. A’yan as-Syi’ah, Juz 01/114; lihat juga: Muhammad bin an-Nu’man al-‘Akbiry.
Al-Ifshoh fi Imamah Ali bin Abi Thalib, hal 37
19
mendengarkan khutbah Rasulallah . Hal ini dijelaskan dalam hadits yang shahih
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.77 Hal ini tidak menjadikan mereka
tercela, dan Allah
pun tidak menjanjikan terhadap mereka Adzab dan
Rasulallah tidak menegur mereka.78
Dalam akhir kisah ini, dalam sebuah riwayat dari Imam Abi Daud
diceritakan, hal ini terjadi karena pada waktu itu rasulallah mendahulukan shalat
dari pada khutbah. Para sahabat pergi ketika Rasulallah khutbah, karena mereka
mengira bahwa shalat jum'at itu telah sempurna tanpa mengikuti khutbah, dan
akhirnya Rasulallah
kemudian hari mendahulukan khutbah dari pada shalat.79
Setelah turunnya firman Allah
maka sahabat pun paham bahwa hal itu tercela,
lalu mereka meninggalkan perbuatan tersebut dan tidak pernah mengulanginya.80
2) Firman Allah
dalam Surah at-Taubah: 101
               
          
Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada
orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. kamu (Muhammad) tidak mengetahui
mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan
77
Muslim bin al-Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim, Kitab Al-Jum’ah. (Beirut: Dar elTuras al-Araby. Tt), Juz: 02/590, hadits no. 863:
‫ ﻓَﺎ ْﻧﻔَﺘَ َﻞ‬، ِ‫ ﻓَ َﺠ ﺎءَتْ ﻋِﯿ ٌﺮ ِﻣ ﻦَ اﻟ ﱠﺸ ﺎم‬،‫ َﻛ ﺎنَ ﯾَﺨْ ﻄُ ﺐُ ﻗَﺎﺋِ ًﻤ ﺎ ﯾَ ﻮْ َم ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ‬،َ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠﻢ‬
َ ‫ﻲ‬
‫ " أَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ‬،ِ‫ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِ ِﺮ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﷲ‬
‫ } َوإِذَا َرأَوْ ا ﺗِﺠَﺎ َرةً أَوْ ﻟَ ْﮭ ﻮًا ا ْﻧﻔَﻀﱡ ﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَ ﺎ‬:ِ‫ ﻓَﺄ ُ ْﻧ ِﺰﻟَﺖْ ھَ ِﺬ ِه ْاﻵﯾَﺔُ اﻟﱠﺘِﻲ ﻓِﻲ ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔ‬،‫ﻖ إ ﱠِﻻ ا ْﺛﻨَﺎ َﻋ َﺸ َﺮ َرﺟ ًُﻼ‬
َ ‫ َﺣﺘﱠﻰ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﺒ‬،‫اﻟﻨﱠﺎسُ إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ‬
." [11 :‫ك ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ{ ]اﻟﺠﻤﻌﺔ‬
َ ‫َوﺗَ َﺮﻛُﻮ‬
Lihat juga: Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari, Bab Idza Nafaraa nasa
‘anil Imam fi as-Shalah…, Juz: 02/13, hadits no 936:
‫ ﻓَﺎ ْﻟﺘَﻔَﺘُﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ‬،‫ﺼﻠﱢﻲ َﻣ َﻊ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ ﺻَ ﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ ْذ أَ ْﻗﺒَﻠَﺖْ ﻋِﯿ ٌﺮ ﺗَﺤْ ِﻤ ُﻞ طَﻌَﺎﻣًﺎ‬
َ ُ‫ " ﺑَ ْﯿﻨَﻤَﺎ ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧ‬: َ‫ ﻗَﺎل‬،ِ‫ﷲ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ َﺟﺎﺑِ ُﺮ ﺑْﻦُ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﱠ‬
‫ } َوإِذَا َرأَوْ ا ﺗِﺠَﺎ َرةً أَوْ ﻟَﮭْﻮً ا ا ْﻧﻔَﻀﱡ ﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ‬:ُ‫ ﻓَﻨَ َﺰﻟَﺖْ ھَ ِﺬ ِه اﻵﯾَﺔ‬،‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إ ﱠِﻻ ا ْﺛﻨَﺎ َﻋ َﺸ َﺮ َرﺟ ًُﻼ‬
َ ‫َﺣﺘﱠﻰ ﻣَﺎ ﺑَﻘِ َﻲ َﻣ َﻊ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ‬
" [11 :‫ك ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ{ ]اﻟﺠﻤﻌﺔ‬
َ ‫َوﺗَ َﺮﻛُﻮ‬
78
as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’’I al-Qur’an
wa as-Sunnah. Hal. 33; lihat juga: al-Alusy dalam kitabnya ‘Ruh al-Ma’any’ Juz: 28/107
79
Abu Daud Sulaiman bin al-As’at bi Ishaq as-Sajastany. Al-Marosil, Ja’a fi al-Khutbah
Yaum al-Jum’ah.(Beirut: Mu’asasah ar-Risalah. 1408H), Juz: 01/105, no 62:
ُ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲ‬
َ ‫ﻄﺒَ ِﺔ ِﻣ ْﺜ َﻞ اﻟْﻌِ ﯿ َﺪ ْﯾ ِﻦ َﺣﺘﱠﻰ ﻛَﺎنَ ﯾَﻮْ ُم ُﺟ ُﻤ َﻌ ٍﺔ وَاﻟﻨﱠﺒِﻲﱡ‬
ْ ‫ﺼﻠﱢﻲ ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔَ ﻗَ ْﺒ َﻞ ا ْﻟ ُﺨ‬
َ ُ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫ﻛَﺎنَ َرﺳُﻮ ُل ﱠ‬..."
ُ‫ َوﻛَﺎنَ دِﺣْ ﯿَﺔُ إِذَا ﻗَ ِﺪ َم ﺗَﻠَﻘﱠﺎهُ أَ ْھﻠُﮫ‬،ِ‫ إِنﱠ دِﺣْ ﯿَﺔَ ﺑْﻦَ َﺧﻠِﯿﻔَﺔَ ﻗَ ِﺪ َم ﺑِﺘَﺠَﺎ َرﺗِﮫ‬:َ‫ ﻓَ َﺪ َﺧ َﻞ َر ُﺟ ٌﻞ ﻓَﻘَﺎل‬،َ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌﺔ‬
َ ‫َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﺨْ ﻄُﺐُ وَ ﻗَ ْﺪ‬
‫ﷲُ َﻋ ﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ } َوإِذَا َرأَوْ ا ﺗِﺠَﺎ َرةً أَوْ ﻟَﮭْﻮً ا‬
‫ﻄﺒَ ِﺔ ﺷَﻲْ ءٌ؛ ﻓَﺄ َ ْﻧ َﺰ َل ﱠ‬
ْ ‫ك ا ْﻟ ُﺨ‬
ِ ‫ ﻓَ َﺨ َﺮ َج اﻟﻨﱠﺎسُ ﻓَﻠَ ْﻢ ﯾَﻈُﻨﱡﻮا إ ﱠِﻻ أَﻧﱠﮫُ ﻟَﯿْﺲَ ﻓِﻲ ﺗَ َﺮ‬، ِ‫ﺑِﺎﻟ ﱢﺪﻓَﺎف‬
".....َ‫ﻄﺒَﺔَ ﯾَﻮْ َم ا ْﻟ ُﺠ ُﻤ َﻌ ِﺔ َوأَ ﱠﺧ َﺮ اﻟﺼ َﱠﻼة‬
ْ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ا ْﻟ ُﺨ‬
َ ‫ ﻓَﻘَ ِﺪ َم اﻟﻨﱠﺒِﻲﱡ‬، [11 :‫ا ْﻧﻔَﻀﱡ ﻮا إِﻟَ ْﯿﮭَﺎ{ ]اﻟﺠﻤﻌﺔ‬
80
Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany. Fath al-Bari bi Sarhi Imam Muhammad Isma’il
al-Bukhari.(Riyadh: Maktabah Fahd al-Wathoniyah: 2001), Juz 02/ 493, no: 936
20
Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab
yang besar.
Syi’ah menjadikan ayat al-Qur'an yang menceritakan tentang orang-orang
munafik, dan menjadikannya sebagai dalil bahwa mereka –orang-orang munafikadalah termasuk sahabat.81 Syi’ah menguatkan pendapatnya dengan hadits82 yang
menceritakan tentang penisbatan kata ‘Sahabat’ bagi orang munafik.
Tanggapan: Penyebutan kata sahabat kepada orang munafik seperti yang
tersebut dalam ayat dan hadits yang dikemukakan syi’ah adalah sahabat dalam
makna bahasa, bukan sahabat dalam makna istilah. Hal ini sesuai dengan fiman
Allah dalam surat an-Najm: 02:
     
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
maka pengertian sahabat, yang Rasulallah
maksudkan dalam hadits tersebut
ialah teman sezaman dan teman setempat, bukan teman seiman.83 Dengan ayat ini
maka jelaslah bahwa tuduhan yang dilontarkan syi’ah tidak benar. Tidak hanya
itu, penyebutan ‘sahabat’ secara bahasa ini juga, seperti yang dikisahkan Allah
dalam cerita Nabi Yusuf as:
         
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang
bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.84
Maka kata ‘sahabat’ yang Rasulallah maksudkan adalah ‘sahabat’ dalam
pengertian bahasa seperti yang tergambarkan dalam ayat ayat diatas, bukan
81
Abdul Husain al-Musawwi. Al-Fushul al-Muhimmah fi Ta’lifi al-Umah…, hal. 203;
lihat juga: Murtadho al-Askary. Muqaddimah Mar’ati al-Uqul fi Sarh Akhbar Ali ar-Rasul, Juz
08/01
82
Muslim bin al-Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim, Kitab Al-Jum’ah. (Beirut: Dar elTuras al-Araby. Tt), Juz: 02/740, hadits no. 1063
‫ َوﻓِ ﻲ‬،ٍ‫ﺼ َﺮﻓَﮫُ ِﻣ ﻦْ ُﺣﻨَ ْﯿﻦ‬
َ ‫ﺻ ﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳ ﻠﱠ َﻢ ﺑِﺎ ْﻟ ِﺠ ْﻌﺮَاﻧَ ِﺔ ُﻣ ْﻨ‬
َ ِ‫ أَﺗَﻰ َر ُﺟ ٌﻞ َرﺳُﻮ َل ﷲ‬:َ‫ ﻗَﺎل‬،ِ‫ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِ ِﺮ ْﺑ ِﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﷲ‬
ْ‫ﻚ َو َﻣ ﻦ‬
َ َ‫ » َو ْﯾﻠ‬:َ‫ ﻗَ ﺎل‬، ْ‫ ا ْﻋ ﺪِل‬،ُ‫ ﯾَ ﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ﺪ‬:َ‫ ﻓَﻘَﺎل‬، َ‫ ﯾُ ْﻌﻄِﻲ اﻟﻨﱠﺎس‬،‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَ ْﻘﺒِﺾُ ِﻣ ْﻨﮭَﺎ‬
َ ِ‫ َو َرﺳُﻮ ُل ﷲ‬،ٌ‫ﻀﺔ‬
‫ب ﺑ َِﻼ ٍل ﻓِ ﱠ‬
ِ ْ‫ﺛَﻮ‬
ِ‫ ﯾَﺎ َر ُﺳ ﻮ َل ﷲ‬،‫ َد ْﻋﻨِﻲ‬:ُ‫ﺿ َﻲ ﷲُ َﻋ ْﻨﮫ‬
ِ ‫ب َر‬
ِ ‫ﯾَ ْﻌ ِﺪ ُل إِذَا ﻟَ ْﻢ أَﻛُﻦْ أَ ْﻋ ِﺪلُ؟ ﻟَﻘَ ْﺪ ِﺧﺒْﺖَ َو َﺧ ِﺴﺮْ تَ إِنْ ﻟَ ْﻢ أَﻛُﻦْ أَ ْﻋ ِﺪ ُل« ﻓَﻘَﺎ َل ُﻋ َﻤ ُﺮ ﺑْﻦُ ا ْﻟ َﺨﻄﱠﺎ‬
‫ َﻻ ﯾُ َﺠ ﺎ ِو ُز‬، َ‫ إِنﱠ ھَ ﺬَا َوأَﺻْ َﺤﺎﺑَﮫُ ﯾَ ْﻘ َﺮءُونَ ا ْﻟﻘُ ﺮْ آن‬،‫ أَنْ ﯾَﺘَ َﺤﺪﱠثَ اﻟﻨﱠﺎسُ أَﻧﱢ ﻲ أَ ْﻗﺘُ ُﻞ أَﺻْ ﺤَﺎﺑِﻲ‬،ِ‫ » َﻣﻌَﺎ َذ ﷲ‬:َ‫ ﻓَﻘَﺎل‬،َ‫ﻓَﺄ َ ْﻗﺘُ َﻞ ھَﺬَا ا ْﻟ ُﻤﻨَﺎﻓِﻖ‬
«‫ق اﻟ ﱠﺴ ْﮭ ُﻢ ﻣِﻦَ اﻟ ﱠﺮ ِﻣﯿﱠ ِﺔ‬
ُ ‫ ﯾَ ْﻤ ُﺮﻗُﻮنَ ِﻣ ْﻨﮫُ َﻛﻤَﺎ ﯾَ ْﻤ ُﺮ‬،ْ‫َﺣﻨَﺎ ِﺟ َﺮھُﻢ‬
83
as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an
wa as-Sunnah. Hal. 37
84
QS.Yusuf: 39
21
‘sahabat’ dalam makna istilah. Oleh karena itu dari penjelasan tadi orang-orang
munafik dan murtad tidak termasuk kedalam ‘sahabat’ dalam pengertian istilah.85
Oleh karena itu mustahil orang munafik dimasukan kedalam sahabat
dalam makna ‘istilah’ karena Allah pun telah menafikanya dalam firman-Nya.86
Orang-orang munafik pun tidak serta merta tidak diketahui oleh sahabat, akan
tetapi mayoritas dari Sahabat mengetahui siapa mereka, baik dari kebiasaannya,
sifat-sifatnya seperti yang Allah jelaskan dalam firman-firmannya.87
b. Dalil al-Hadits menerangkan penolakan Syi’ah pada’Adālah Sahabat
Ada beberapa Hadits yang dijadikan argumen oleh kelompok Syi’ah yang
menunjukan bahwa para Sahabat sudah tidak ‘ādil. Sehingga semua periwayatan
dan kesaksian mereka tertolak kecuali beberapa orang saja. Hadit-hadits tersebut
antara lain:
1) Hadits ini dikenal dengan Hadits al-Haudh (Telaga di Surga). AlBukhari meriwayatkan dari Abdullah:88
‫َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺑْﻦُ إِ ْﺳﻤَﺎﻋِﯿ َﻞ َﺣ ﱠﺪﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﻋ َﻮاﻧَﺔَ ﻋَﻦْ ُﻣﻐِﯿ َﺮةَ َﻋ ﻦْ أَﺑِ ﻰ َواﺋِ ٍﻞ ﻗَ ﺎ َل ﻗَ ﺎ َل َﻋ ْﺒ ُﺪ ﱠ‬
- ‫ﷲِ ﻗَ ﺎ َل اﻟﻨﱠﺒِ ﻰﱡ‬
‫ ﻟَﯿُﺮْ ﻓَﻌَﻦﱠ إِﻟَ ﱠﻰ ِر َﺟﺎ ٌل ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﺣﺘﱠﻰ إِذَا أَ ْھ َﻮﯾْﺖُ ﻷُﻧَﺎ ِوﻟَﮭُ ُﻢ اﺧْ ﺘُﻠِ ُﺠ ﻮا‬، ‫ض‬
ِ ْ‫ » أَﻧَﺎ ﻓَ َﺮطُ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ ا ْﻟﺤَﻮ‬- ‫ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬
«‫ك‬
َ ‫ ﯾَﻘُﻮ ُل ﻻَ ﺗَ ْﺪرِى ﻣَﺎ أَﺣْ َﺪﺛُﻮا ﺑَ ْﻌ َﺪ‬. ‫دُوﻧِﻰ ﻓَﺄَﻗُﻮ ُل أَىْ رَبﱢ أَﺻْ َﺤﺎﺑِﻰ‬
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail telah menceritakan
kepada kami Abu Awanah dari Mughirah dari Abi Wail yang berkata Abdullah
berkata Nabi bersabda “Aku akan mendahului kalian sampai di Al Haudh dan
akan dihadapkan kepadaku beberapa orang dari kalian. kemudian ketika aku
memberi minum mereka, mereka terhalau dariku maka Aku bertanya “Wahai
Rabbku mereka itu sahabat-sahabatku. Dia menjawab “engkau tidak tahu apa
yang mereka perbuat sepeninggalmu”.
Hadits diatas dijadikan secara dzahir menunjukan bahwa sepeninggal
Rasulallah
banyak para sahabat yang murtad. Oleh karena itu bagaimana
mungkin semua sahabat ‘ādil jika mereka murtad. Hadits ini mereka jadikan
penegasan firman Allah dalam surah at-Taubah: 101 diatas.
85
as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an
wa as-Sunnah. Hal. 37
86
QS. At-Taubah:56
          
Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa
Sesungguhnya mereka Termasuk golonganmu; Padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan
tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu).
87
as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an
wa as-Sunnah. Hal.38
88
Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih).(Beirut: Dar er-Risalah
el-Alamiyah:2011). Hadits No: 7049; Lihat juga: Kitab Shahih Muslim Hadits no: 2297
22
Tanggapan: Penyebutan kata sahabat kepada orang munafik seperti yang
tersebut dalam ayat dan hadits yang dikemukakan syi’ah adalah sahabat dalam
makna bahasa, bukan sahabat dalam makna istilah. Maka kata ‘sahabat’ yang
Rasulallah
maksudkan adalah ‘sahabat’ dalam pengertian bahasa seperti yang
tergambarkan dalam ayat ayat diatas, bukan ‘sahabat’ dalam makna istilah. Oleh
karena itu dari penjelasan tadi orang-orang munafik dan murtad tidak termasuk
kedalam ‘sahabat’ dalam pengertian istilah.89
Kalaupun pengertian itu dimaksudkan dalam makna istilah, maka tidak
ada keburukan didalamnya. seperti yang kita ketahui bahwa sepeninggal
Rasulallah , para munafik menunjukan jati diri mereka dan kembali kedalam
kekafirannya (murtad) pada masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq. Abu Bakar
pun memerangi mereka sampai habis.90
Akhirnya, penolakan syi’ah terhadap konsep ‘ādalah sahabat sebenarnya
hanya awal dari hal yang besar setelahnya. Karena jika ‘ādalah sahabat sudah
tidak diterima maka akan menimbulkan konsekuensi yang sangat besar. Adapun
konsekuensi dari pandangan Syi’ah yang memandang bahwa ke’ādilan sahabat
tidak berlaku bagi seluruh sahabat, akan memiliki dampak dekonstruksi ajaran
islam. Karena dengan tidak ‘ādilnya para penyampai utama ajaran islam setelah
Rasulallah wafat maka periwayatannya pun akan tertolak, hal ini menimbukan
hilangnya keutuhan ajaran Islam.
Periwayatan ajaran islam baik al-Qur’an maupun hadits yang merupakan
pedoman utama umat muslim akan banyak yang hilang yang mengakibatkan
hilangnya keutuhan ajaran islam yang akhirnya hancurlah ajarannya.
Mereka penganut syi’ah menyatakan bahwa mereka adalah pengikut
imam-imam mereka. Namun kenyataannya para imam mereka dengan sangat jelas
mengakui ke‘ādilan para sahabat. 91 Imam Syi’ah dengan jelas menerima dan
89
as-Sayyid Muhammad Isma’il as-Syarbiny. ‘Adalatu as-Shahabah fi Dhu’i al-Qur’an
wa as-Sunnah. hal.3 7
90
Syah Abdul Aziz ad-Dahlawy. Mukhtashor at-Tuhfah al-Itsna Asyariah. (Cairo:
Maktabah as-Salafiyah.1373), hal 272
91
Untuk mengetahui hal tersebut maka kami akan mengemukakan beberapa riwayat par
a Imam Syi’ah yang diambil langsung dari kitab-kitab induk Syi’ah.
1.Hadits yang diriwayatkan Ibnu Hazm:
‫ﷲ ) ﺻﻠﻰ‬
ِ ‫ب رَ ﺳُولِ ﱠ‬
ِ ‫ﻗَﺎ َل ﻗُﻠْتُ َﻓﺄ َﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋنْ أَﺻْ ﺣَ ﺎ‬..…( ‫ﷲ ) ﻋﻠﯾﮫ اﻟﺳﻼم‬
ِ ‫ﻷﺑِﻲ َﻋ ْﺑ ِد ﱠ‬
َ ِ ُ‫َﻋنْ َﻣ ْﻧﺻُورِ ْﺑ ِن ﺣَ ﺎزِ ٍم ﻗَﺎ َل ﻗُﻠْت‬
."‫ﺻدَ ﻗُوا‬
َ ‫ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وآﻟﮫ ( ﺻَ َدﻗُوا َﻋﻠَﻰ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد ) ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وآﻟﮫ ( أَ ْم َﻛ َذﺑُوا ﻗَﺎ َل َﺑ ْل‬
Diriwayatkan bahwa Manshur bin Hazm berkata: saya bertanya kepada Abu Abdillah:
kabarka kepadaku tentang para Sahabat Rasulallah apakah mereka mempercayai Muhammad
atau mendustakannya? Maka Abu Abdillah menjawab: Mereka mempercayainya.
Diriwayatkan oleh Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy.( Taheran: Dar al-Kutub alIslamiyah: 1966). Juz 1/65; Lihat juga: Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah
Lidurori Akhbari al-A’imaatu al-Athhar.(Libanon: Mu'asasah al-Wafa'. Beirut). Juz 2/228
2.Riwayat yang disampaikan Abu Basyir:
‫ ﻓﺄﻗول‬:‫ ﻗﺎﻟت‬،‫ ﺗوﻟﯾﮭﻣﺎ‬:‫ﻓﻲ ﺣدﯾث أﺑﻲ ﺑﺻﯾر و اﻟﻣرأة اﻟﺗﻲ ﺟﺎءت إﻟﻰ أﺑﻲ ﻋﺑد ﷲ ﺗﺳﺄل ﻋن )أﺑﻲ ﺑﻛر وﻋﻣر( ﻓﻘﺎل ﻟﮭﺎ‬
.‫ ﻧﻌم‬:‫ﻟرﺑﻲ إذا ﻟﻘﯾﺗﮫ أﻧك أﻣرﺗﻧﻲ ﺑوﻻﯾﺗﮭﻣﺎ؟ ﻗﺎل‬
23
mengakui ke’ādilan Sahabat Nabi secara umum. Bahkan para Imam Syi’ah
mendo’akan92 mereka melarang untuk mencaci dan menjelek-jelekan sahabat.
Selain riwayat yang dikemukakan diatas masih banyak lagi riwayat dari imam
Syi’ah yang semakin menegaskan ke’ādilan para sahabat Nabi.93
III.
PENUTUP
Diriwayatkan dari Abi Basyir dan seorang perempuan yang datang kepada Abi Abdillah
bertanya tentang (Abu Bakar dan Umar ) maka dikatakan pada perempuan itu:
patuhilah/jadikanlah mereka berdua pemimpin. Lalu Perempuan itu berkata: maka aku akan
katakan kepada Rabb ku apabila bertemu denganNya bahwa Kamu menyuruhku menjadikan
mereka pemimpin keduanya? Dia menjawab: iya.
Diriwayatkan oleh Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy.(Taheran: Dar al-Kutub alIslamiyah: 1966). Juz 8/101
3.Hadits yang diriwayatkan Ja’far bin Muhammad :
‫ ﻋن ﺟﻌﻔر ﺑن‬،‫ ﻋن اﻟﺳﻛوﻧﻲ‬،‫ ﻋن اﻟﻧوﻓﻠﻲ‬،‫ ﻋن ﺳﮭل ﺑن زﯾﺎد‬،‫ ﻋن ﻣﺣﻣد ﺑن أﺑﻲ ﻋﺑد ﷲ‬،‫ﻋن اﻟﻘﺎﺳم ﺑن ﻋﻠﻲ اﻟﻌﻠوي‬
‫ وطوﺑﻰ ﻟﻣن رآى‬،‫ طوﺑﻰ ﻟﻣن رآﻧﻲ‬:‫ ﻗﺎل رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وآﻟﮫ‬:‫ ﻋن آﺑﺎﺋﮫ ﻋﻠﯾﮭم اﻟﺳﻼم ﻗﺎل‬،‫ ﻋن أﺑﯾﮫ‬،‫ﻣﺣﻣد‬
.‫ إﻟﻰ اﻟﺳﺎﺑﻊ ﺛم ﺳﻛت‬،‫ﻣن رأﻧﻲ وطوﺑﻰ ﻟﻣن رآى ﻣن رآى ﻣن رأﻧﻲ‬
Diriwayatkan dari a-Qasin bin Ali al-Alawy, dari Muhammad bin Abi Abdillah, dari Sahl
bin Ziyad, dari al-Naufaly, dari as-Sakauny, dari Ja’far bin Muhammad, dari Ayahnya, dari ayahayahnya berkata: Rasulallah bersabda: beruntunglah bagi orang yang melihatku, dan
beruntunglah bagi seseorang yang melihat orang yang melihatku, dan beruntunglah bagi
seseorang yang melihat orang yang melihat seseorang yang melihatku, sampai tujuh kali lalu
diam.
Diriwayatkan Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari
al-A’imaatu al-Athhar.(Beirut: Mu'asasah al-Wafa'). Juz 68/12
92
Do’a Imam Ali bin Husain untuk Sahabat:
‫ "اﻟﻠﮭ ﻢ وأﺻ ﺤﺎب ﻣﺤﻤ ﺪ ﺧﺎﺻ ﺔ اﻟ ﺬﯾﻦ أﺣﺴ ﻨﻮا‬:‫اﻟ ﺬﯾﻦ أﺣﺴ ﻨﻮا اﻟﺼ ﺤﺒﺔ إذ ﻗ ﺎل‬
‫ﯾ ﺪﻋﻮ ﻷﺻ ﺤﺎب ﺟ ﺪّه رﺳ ﻮل ﷲ‬
‫ واﺳ ﺘﺠﺎﺑﻮا ﻟ ﮫ ﺣﯿ ﺚ اﺳ ﻤﻌﮭﻢ ﺣ ّﺠ ﺔ رﺳ ﺎﻻﺗﮫ وﻓ ﺎرﻗﻮا اﻷزواج واﻻوﻻد‬,‫اﻟﺼﺤﺒﺔ واﻟﺬﯾﻦ أﺑﻠ ﻮا اﻟ ﺒﻼء اﻟﺤﺴ ﻦ ﻓ ﻲ ﻧﺼ ﺮه‬
.‫ واﻧﺘﺼﺮوا ﺑﮫ‬,‫ﻓﻲ اظﮭﺎر ﻛﻠﻤﺘﮫ وﻗﺎﺗﻠﻮا اﻻﺑﺎء واﻻﺑﻨﺎء ﻓﻰ ﺗﺜﺒﯿﺖ ﻧﺒﻮﺗﮫ‬
Dari riwayat- riwayat diatas dapat kita lihat bahwa sebenarnya para Imam Syi’ah dengan
jelas menerima dan mengakui ke’ādilan Sahabat Nabi secara umum. Bahkan para Imam Syi’ah
mendo’akan mereka melarang untuk mencaci dan menjelek-jelekan sahabat. Selain riwayat yang
dikemukakan diatas masih banyak lagi riwayat dari imam Syi’ah yang semakin menegaskan
ke’ādilan para sahabat Nabi
Dinukil dari buku Abdurrahman Musawi, Nadzoriyatu....., hal: 17
93
Muhammad Baqir al-Majlisy, Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori Akhbari alA’imaatu al-Athhar.(Beirut: Mu'asasah al-Wafa'). Juz 22/309,Juz 29/651, Juz 30/ 180; Ada pula
riwayat selain dari keempat kitab diatas yaitu daam kitab ‫ ﻧﮭ ﺞ اﻟﺒﻼﻏ ﺔ‬yang ditulis oleh as-Syarif arRidho:
‫ ﺻ ﻠﱠﻰ‬- ‫ ﻟﻘ ﺪ رأﯾ ﺖُ أﺻ ﺤﺎب ﻣﺤﻤ ﺪ‬:‫ ﻟﺸ ﯿﻌﺘﮫ ﻓﻘ ﺎل‬- ‫ ﺻﻠﱠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳ ﻠﱠﻢ‬- ‫أن ﻋﻠﻲ ﺑﻦ أﺑﻲ طﺎﻟﺐ وﺻﻒ أﺻﺤـﺎبَ اﻟﻨﺒﻲ‬
‫ ﯾُﺮاوﺣ ﻮن ﺑ ﯿﻦ‬،‫ وﻗ ﺪ ﺑ ﺎﺗﻮا ُﺳ ﱠﺠﺪًا وﻗﯿﺎ ًﻣ ﺎ‬،‫ ﻟﻘ ﺪ ﻛ ﺎﻧﻮا ﯾُﺼ ﺒﺤﻮن ﺷ ﻌﺜًﺎ ﻏﺒ ﺮًا‬،‫ ﻓﻤ ﺎ أرى أﺣ ﺪًا ﯾُﺸ ﺒﮭﮭﻢ ﻣ ﻨﻜﻢ‬- ‫ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﱠﻢ‬
‫ إذا‬،‫ ﻛﺄنﱠ ﺑ ﯿﻦ أﻋﯿ ﻨﮭﻢ رُﻛ ﺐَ اﻟﻤﻌ ﺰى ﻣ ﻦ ط ﻮل ﺳ ﺠﻮدھﻢ‬،‫ وﯾﻘﻔﻮن ﻋﻠﻰ ﻣﺜﻞ اﻟﺠَﻤﺮ ﻣﻦ ذِﻛﺮ ﻣﻌـﺎدھﻢ‬،‫ﺟﺒﺎھﮭﻢ وﺧـﺪودِھﻢ‬
‫ ورﺟ ﺎ ًء‬،‫ وﻣ ـﺎدوا ﻛﻤ ـﺎ ﯾَﻤﯿ ـﺪ اﻟ ﱠﺸ ﺠﺮ ﯾ ﻮ َم اﻟ ﺮﱢﯾﺢ اﻟﻌﺎﺻ ﻒ؛ ﺧﻮﻓً ﺎ ﻣ ﻦ اﻟﻌِﻘ ﺎب‬،‫ ﺣﺘ ﻰ ﺗﺒ ﱠﻞ ﺟﯿ ﻮﺑَﮭﻢ‬،‫ذُﻛﺮ ﷲ ھﻤﻠﺖْ أﻋﯿﻨُﮭﻢ‬
‫ﻟﻠﺜﻮاب‬
24
Cara pandang terhadap ‘Adālah Sahabat sangatlah berpengaruh dalam
penyampaian ajaran islam. Perbedaan cara pandang ‘Adālah sahabat ini terletak
pada keyakinan bagaimana sifat sahabat itu sendiri. Syi’ah menganggap bahwa
‘Adālah sahabat itu ialah ‘ishmatu as-Sahabat yakni harus terbebah dari semua
dosa dan kesalahan. Sedangkan Ahlus Sunnah memandang ‘Adālah Sahabat itu
bukan ‘ishmatu as-Sahabat melainkan bahwa sahabat mungkin saja berbuat salah
dan dosa, akan tetapi mereka tidak mungkin dengan senganja berbohong atas
nama Rasulallah . Seandainya yang dimaksudkan ‘Adālah sahabat itu adalah
terhindar dan terbebas dari salah dan dosa maka tidak ada yang ‘ādil diantara para
sahabat, karena mereka manusia yang bisa terjatuh pada kesalahan dan kekhilafan.
Akan tetapi ‘Adālah Sahabat ialah terhindar dari dosa besar dan kebaikannya
melebihi keburukannya (dan mereka bertaubat dan meminta ampunan atasnya).94
Kesalahan-kesalahan yang mereka pernah perbuat tidak menghilangkan sifat ‘Ādil
dalam diri sahabat.
Ahlus Sunnah yang memyakini seluruh sahabat dapat menjamin keutuhan
ajaran islam, karena jalur periwayatan islam satu-satunya ialah sahabat. Dan
mereka adalah orang yang secara langsung dididik dibawah pendidikan Rasulallah
dalam keseluruhan syari’at islam.
Syi’ah dengan cara pandang yang berbeda, menyakini menjadi sahabat
tidak membuat dikatakan ‘ādil, akan tetapi dikatakan ‘ādil apabila mengakui dan
mengimani kekhalifahan Ali setelah Rasulallah . Akhirnya mayorias sahabat
tidak diakui ke’ādilannya. Hal ini membuat periwayatan dari mereka tertolak, dan
mengakibatkan banyaknya riwayat (khususnya Hadits) yang merupakan pedoman
ajaran Islam terhapus. Dengan terhapusnya riwayat-riwayat tersebut menjadikan
ajaran Islam tidak utuh, karena banyak jalur penyampaiannya tidak diterima dan
tertolak.
Oleh karena itu penolakan Syi’ah tentang ‘Adālah Sahabat sangatlah
keliru dan bertentangan dengan hal-hal berikut ini:
1. Bertentang dengan ayat-ayat al-Qur’an yang merupakan Nash Qath’i
dimana menjelaskan keridhoan Allah dan pujian-Nya secara umum
kepada para Sahabat.
2. Bertentangan dengan Hadits Nabi
yang dengan jelas memberikan
kesaksian terhadap kemuliaan dan kelebihan para sahabatnya disertai
dengan larangan untuk mencaci dan menjelek-jelekan mereka.
Rasulallah
juga menganjurkan kepada umatnya untuk mengikuti
para sahabat dan sunnah-sunnahnya.
3. Bertentangan dengan kenyataan yang diceritakan dalam kitab-kitab
tarikh bahwa para Sahabat Nabi diutus oleh Rasulallah guna
menyebarkan risalah islam ke berbagai penjuru. Bagaimana mungkin
orang yang tidak memiliki ke’ādilan dapat dipercaya dalam
menyampaikan ajaran islam. Hal itu terjadi karena Sahabat memiliki
94
Perkataan Imam asy-Syafi’i dalam kitab ‫ اﻟ ﺮوض اﻟﺒﺎﺳ ﻢ ﻓ ﻰ اﻟ ﺬب ﻋ ﻦ ﺳ ﻨﺔ أﺑ ﻰ اﻟﻘﺎﺳ ﻢ‬li Ibni alWazir al-Yamani
25
sifat ‘ādil dan mereka tidak mungkin dan tidak akan pernah dengan
sengaja berbohong atas nama Rasulalallah . Sahabat nabi
adalah
sebaik-baiknya generasi ummah islam.
4. Dan bertentangan dengan perkataan para Imam-imam yang mereka
yakini.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim Musawi, Nadzoriyatu Adalati as-Sahabat,(Laila
Markazu Tiba’ah wa nasyri Limajma’il Alami Li Ahlu Bayt. 1427)
Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin as-Syuyuthi, TadriburRawi fi Sarh Taqrib an-Nawawi.(Saudi Arabia: Da el-Ashimah: 2003)
Abu Bakar Ibnul 'Arabi. Al-'Awashin minal Qawashim. (Cairo:
Daarul Mathba'ah Salafiyah,tt) tahqiq Syaikh Muhibudin Al-Khatib
Abu Hasan Al-Asy’ari, Maqalat AlIslamiyyin wa Ikhtilaf AlMusallin, (Kairo: Haiah al-'Amah li Qushur Ath-Thaqafah)
Abu Sahl Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi. Mausu’atu
Mawaqif as-Salafi fi al-‘Aqidah wa al-Manhaj wa at-Tarbiyah.(Kairo: alMathba‘ah al-Islamiyah li an-Nasyr wa at-Tauzi’).
Ahmad bin Abdul Halim Ibn Taimiah, Minhâj As-Sunnah anNabawiyah.(Saudi: Islamic University of Muhammad bin Sauud: 1986)
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. al-Ishabah fi Tamyiz asSahabat.(Beirut: dar el-Kutub al-Ilmiah: 1995)
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany. Nuzhatun Nazhar fi
Taudhihi Nukhbatu al-Fikar. (Cairo: Dar el-Ma’tsur. 2011/1432)
Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khatib al-Baghdadi, Al-Kifayah fi
‘Ilmi ar-Riwayah. (Dar el-Ma’arif al-Utsmaniyah: 1357)
Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar al-asqalany. Fath al-Bari bi Sarhi
Imam Muhammad Isma’il al-Bukhari.(Riyadh: Maktabah Fahd alWathoniyah: 2001)
as-Syirazy. Ad-Darajat ar-Rafi’ah
Ibn Shalah, Muqaddimah Ibn Salah fi ‘Ulum al-Hadits. (Bairut :
Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1989)
Mushthafa as-Siba’i. as-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ alIslamy.(Cairo: Dar el-Waraq. 1949)
Ibnu Mandzur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, ǜ ɯ
ƞƵǚƻǛɯ
ƄƵ.
(Beirut: Dar Shadir.1300 H)
Ibrahim bin Ali bin Yusuf as-Syairaji, Tabshirah fi UshulilFiqh.(Damaskus: Dar el-Fikr: 1980
26
Isma’il bin Syihabuddin Umar, Ibnu Katsir, Al-Baits al-Hatsits fi
Ikhtishar Ulumil Hadits,(Beirut: Dar el-Kutub el-Ilmiyah: 1355 H) Tahqiq
oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir
Isyrof al-Jizawy. Aqa’id as-Syi’ah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyriyah
ar-Rafidhah.(Manshuroh: Dar el-Yaqien. 2009)
Majma’ al-Lughoh al-‘Arobiyah, ƔNJ
ɯ
ƃDŽ
ƵǚƸɯ
ҰƞƺƵǚ. Cairo: ‫ﻣﻜﺘﺒ ﺔ اﻟﺸ ﺮوق‬
‫ اﻟﺪوﻟﺔ‬. 2004. Cet: 04
Muhamad bin Ya’kub al-Fairuzabady, ƔNJ
ɯ
ҸƺƵǚƁ DŽ
ƹǛɯ
ƬƵǚ. Lebanon: arResalah, 2005 cet: 08
Muhammad ‘Ajjaj bin Muhammad Tamim al-Khatib. as-Sunnah
Qabla at-Tadwin. (Beirut: Dar el-Fikr. 1980)
Muhammad Abu Zahw. Al-Hadits wa al-Muhadditsun aw Inayatu
al-Ummah al-Islamiyah bi as-Sunnah an-Nabawiyah.(Cairo: Al-Maktabah
al-Taufiqiyah. 1404 H
Muhammad al-Husainy Al Alusi. Al Ajwibah al ‘Iraqiyah.
(Baghdad: al-Muhammadiyah: 1301)
Muhammad Baqir al-Majlisy. Bihar al-Anwar al-Jami’ah Lidurori
Akhbari al-A’imaatu al-Athhar. (Iran: Mu’asasah Ihya al-Kutub alIslamiyah: 1430)
Muhammad bin Abdurrahman as- Sakhowi. Fathul al-Mugits bi
Sarh Alfiyatul Hadits. (Riyadh: Dar el-Manahij:1426)
Muhammad bin Ali bin Husain, Abi Ja’far. Man La Yahdhuruhu
al-Faqieh.(Beirut: Mu’asasah al-A’lamy.1986)
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi. Jami’ at-Tirmidzi (Sunan atTirmidzi). (Riyadh: Bayt al-Afkar ad-Daulah)
Muhammad bin Isma’il. Shahih Bukhari (al-Jami’ as-Shahih).
Beirut: Dar er-Risalah el-Alamiyah:2011.
Muhammad bin Muhammad Abu Hamid al Ghazali, Al-Mustafa
Ulumal-Usul.(Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1993)
Muhammad Jawab al-Mughniyah, Syi’ah fi al-Mizan.(Syabakah
Imamiyah lithuros wal fikri al-Islami)
Muhammad Rirho bin al-Hasan al-Musawwi. Nahju al-Balaghoh
min Kalam Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib. (Iran: Dar el-Uswah.
1415 H)
Muhammad Ya’kub al- Kulainy, al-Kafy. (Taheran: Dar al-Kutub
al-Islamiyah: 1966
Muslim bin al-Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim.(Cairo: Dar elIhya el-Kutub al-Islamiyyah : 1374 H)
Yahya Abdul Hasan al-Daukhi .’Adalat as-Sahabat bainal
Qaddasah wal Waqi’. (Iran: al-Majma’ al- Bayan Liahlul Bayt, 1430 H)
Maktabah Ahlul Bayt
Maktabah as-Syamilah
27
Download