BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan, saat ini telah menjadi konsep yang sedang hangat diperbincangkan, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks bahasa Indonesia. Ranah corporate social responsibility (CSR) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Di samping itu, corporate social responsibility juga mengandung intepretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggaris bawahi prinsip dasar yang terkandung dalam corporate social responsibility. Dibawah ini penulis mengutip beberapa pendapat dari berbagai organisasi dan para ahli mengenai definisi corporate social responsibility. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) (2008:28) adalah : “Of calling businesses to contribute to sustainable economic development, working with the employees of the company, the employee's family, following local community-local local community (local) and society as a whole, in order to improve the quality of life”. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2006) mendefinisikan CSR sebagai berikut : “Corporate (social) responsibility is a mechanism for organization to voluntary integrate social and environmental concern into their operations and their interaction with their stakeholder, which are over and above the organization’s legal responsibilities”. International Organization for Standardization (ISO) 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Menurut ISO 26000 (draft 3, 2007), CSR adalah : “Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh”. European Commission dalam (Darwin, 2008) mendefinisikan CSR sebagai: “a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”. European Commission juga menerangkan, perusahaan harus semakin sadar bahwa perilaku yang bertanggung jawab membawa kesuksesan bisnis yang berkelanjutan. CSR adalah tentang mengelola perubahan di tingkat perusahaan secara bertanggung jawab sosial yang dapat dilihat dalam dua dimensi yang berbeda: a) Internal - praktik tanggung jawab sosial yang terutama berhubungan dengan karyawan dan terkait dengan isu-isu seperti investasi dalam modal manusia, kesehatan dan keselamatan dan perubahan manajemen, sedangkan praktek lingkungan yang bertanggung jawab terkait terutama untuk pengelolaan sumber daya alam dan penggunaannya dalam produksi. b) Eksternal - CSR di luar perusahaan ke dalam masyarakat setempat dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti mitra bisnis, pemasok, pelanggan, otoritas publik dan LSM yang mewakili masyarakat setempat serta lingkungan. Selain menurut berbagai organisasi dan para ahli yang telah disebutkan di atas, pengertian tanggung jawab sosial juga terdapat dalam Undang-undang PT No.40 tahun 2007 pasal satu butir tiga (2007:2) yang menyatakan bahwa : “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”. Menurut Ocran (2011:13), corporate social responsibility sebagai sebuah konsep memerlukan praktek di mana entitas perusahaan secara sukarela mengintegrasikan kebaikan yang didapat perusahaan baik sosial dan lingkungan dalam filosofi bisnis mereka dan operasi. Sebuah perusahaan bisnis terutama didirikan untuk menciptakan nilai dengan memproduksi barang dan jasa yang menuntut masyarakat. Masa kini konsepsi tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan secara sukarela mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi mereka dan interaksi dengan stakeholder. Gagasan CSR merupakan salah satu masalah etika dan moral yang mengelilingi pengambilan keputusan perusahaan dan perilaku, sehingga jika suatu perusahaan harus melaksanakan kegiatan tertentu atau menahan diri dari melakukannya karena mereka bermanfaat atau berbahaya bagi masyarakat adalah pertanyaan sentral. Isu-isu sosial layak pertimbangan moral mereka sendiri dan harus mengarah manajer untuk mempertimbangkan dampak sosial dari kegiatan perusahaan dalam pengambilan keputusan. Definisi di atas memberikan pemahaman bahwa corporate social responsibility pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap tiga elemen yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Haniffa dkk., 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dapat kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Haniffa dkk, 2005). Ranah Corporate Social Responsibility mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Di samping itu, Corporate Social Responsibility juga mengandung intepretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder). Trevino dan Nelson dalam Erni (2007:112-113), CSR dikonsepkan sebagai piramid yang terdiri dari empat macam tanggung jawab, yaitu ekonomi, hukum, etika, dan berperikemanusiaan, yaitu : 1. Tanggung Jawab Ekonomis 2. Tanggung Jawab Hukum 3. Tanggung Jawab Etis 4. Tanggung jawab berperikemanusiaan Pengertian corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial dalam suatu bisnis dapat diilustrasikan pada gambar berikut: Shareholder Employess s Marketplac Workplace Financial Quality of Impact on Environmen managemen Society community Goverment Local communitie Gambar 2.1 The Business in Society Sumber : Mallen Baker (2006) Gambar 2.1 menjelaskan bahwa perusahaan memerlukan dua aspek dalam menjalankan operasinya yaitu (1) kualitas dari manajemennya diantara masyarakat dan proses (2) kualitas dari dampak sosial Pengertian corporate social responsibility menjadi sangat beragam seiring dengan perkembangannya, namun pada intinya, corporate social responsibility merupakan operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk mempertanggung jawabkan dampak kegiatan operasinya dalam dimensi sosial dan lingkungan pada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dengan tetap menjaga agar dampak-dampak tersebut tetap menyumbang manfaat dan bukan merugikan bagi para stakeholdersnya. Sesuai dengan dikeluarkannya Undang-undang tentang Perseroan Terbatas No.40 Pasal 74 tahun 2007 pada tanggal 20 Juli 2007, semua perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial. Menurut Post, et al. (2002:69) tanggung jawab yang harus dimiliki perusahaan terdiri dari economic responsibility, legal responsibility, dan social responsibility. Gambar berikut menjelaskan ketiga tanggung jawab tersebut. Economic responsibili ty Legal responsibility Social responsibility Gambar 2.2 The Multiple Responsibilities of Business Sumber: Dikutip dari Post et al., Business and society: Corporate strategy, public policy, ethics, 10th., McGraw Hill, 2002, halaman 69. Gambar di atas menjelaskan bahwa perusahaan wajib melaksanakan tiga tanggung jawab, yaitu: (1) Economic responsibility artinya tanggung jawab perusahaan sebagai institusi untuk menghasilkan laba (tanggung jawab kepada stockholder), (2) Legal responsibility artinya tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah (tanggung jawab kepada government), dan (3) Social responsibility artinya tanggung jawab perusahaan dalam hubungan timbal balik dengan stakeholder (karyawan, lingkungan dan masyarakat luas). Elkington (1997) yang dikutip oleh Hasibuan dan Sedyono (2006:73), menyatakan bahwa corporate social responsibility dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu People, Profit dan, Planet. Ketiga komponen inilah yang saat ini kerap dijadikan dasar perencanaan, implementasi dan evaluasi (pelaporan) program-program corporate social responsibility yang kemudian dikenal dengan triple bottom line. Melalui corporate social responsibility dampak sosial lebih buruk dapat dicegah baik langsung maupun tidak langsung atas kelangsungan usaha, karena CSR itu sendiri sangat penting tidak hanya bagi masyarakat melainkan juga untuk perusahaan itu sendiri. Perusahaan harus sadar bahwa CSR merupakan bagian dari pembangunan citra perusahaan (Corporate Image Building). Williams (2001:123) mengatakan bahwa perusahaan dapat memberi manfaat yang terbaik bagi stakeholders dengan cara memenuhi tanggung jawab ekonomi, hukum, etika dan kebijakan, seperti dalam gambar 2.3 berikut : Philanthropic Responsibility Ethical Responsibility BE ETHICAL Legal Responsibility OBEY THE LAW Economic Responsibility BE PROFITABLE Gambar 2.3 Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Keterangan : 1. Tanggung jawab ekonomis. Sebuah perusahaan haruslah menghasilkan laba dimana sebuah perusahaan harus memiliki nilai tambah sebagai prasyarat untuk dapat berkembang. Laba merupakan pondasi yang diperlukan demi kelangsungan hidup perusahaan. 2. Tanggung jawab legal, dimana dalam mencapai tujuannya mencari laba sebuah perusahaan harus mentaati hukum. Upaya melanggar hukum demi memperoleh laba harus ditentang atau dihindari. 3. Tanggung jawab etika. Perusahaan berkewajiban manjalankan hal yang baik dan benar, adil, dan berimbang. Perusahaan harus menghindari praktek yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut di atas. Norma-norma masyarakat menjadi rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan. 4. Tanggung jawab filantropis. Tanggung jawab ini mewajibkan perusahaan untuk memberikan kontribusi kepada publik dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan semuanya. Keempat jenjang tanggung jawab tersebut perlu dipahami sebagai satu kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan interpretasi umumnya kerap terjadi dimana muncul argumen bahwa laba yang harus dipentingkan. Tetapi kegiatan mencari keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dengan kegiatan lainnya, seperti ikut berkontribusi dalam membantu masalah sosial atau masalah lingkungan. Teori ekonomi mencerminkan tingkat asosiasi CSR dan kinerja keuangan dengan mengambil pertimbangan keuntungan yang berhubungan dengan biaya, keuntungan pasar dan keuntungan reputasi. Dalam bisnis, CSR yang bersangkutan dengan pekerjaan, belajar sepanjang hayat, konsultasi dan partisipasi pekerja, kesempatan yang sama dan integrasi masyarakat terhadap restrukturisasi dan perubahan industri. Pada dasarnya, pembentukan kebijakan dipengaruhi oleh strategi kerja otoritas, inisiatif restrukturisasi sosial yang bertanggung jawab, inisiatif untuk meningkatkan kualitas dan keragaman di tempat kerja dan strategi kesehatan dan keselamatan (Ocran, 2011:21) Menurut Nugroho (2007) manfaat yang akan diterima oleh perusahaan, masyarakat, lingkungan ataupun negara dari pelaksanaan corporate social responsibility suatu perusahaan adalah : 1. Bagi Perusahaan, usahanya akan lebih lestari atau berkesinambungan (sustainable) karena pekerjanya sejahtera dan loyal bekerja pada perusahaan tersebut sehingga lebih produktif; bahan baku terjamin karena lingkungan terjaga; nama baik perusahaan dengan adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Pada akhirnya, laba atau keuntungan yang diperoleh perusahaan akan terjaga (sustainable profitability). 2. Bagi masyarakat, praktik corporate social responsibility yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek corporate social responsibility akan menghargai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut. 3. Bagi lingkungan, praktik corporate social responsibility akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan bahkan perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya. 4. Bagi negara, praktik corporate social responsibility yang baik akan mencegah apa yang disebut “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya korupsi. Negara juga akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak digelapkan) oleh perusahaan. 2.1.1 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Corporate social responsibility disclosure atau pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan perusahaan dengan stakeholders dan disarankan bahwa corporate social responsibility merupakan jalan masuk dimana beberapa organisasi menggunakannya untuk memperoleh keuntungan atau memperbaiki legitimasi. Menurut Hanaffi (2002) mendefinisikan bahwa social reporting disclosure merupakan ekspresi dari tanggung jawab sosial perusahaan, melalui pengungkapan pelaporan aktivitas sosial perusahaan dapat menunjukkan apa yang telah mereka capai dan penuhi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pengungkapan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan corporate social responsibility yang dimuat dalam suatu laporan keuangan tahunan. Tetapi, saat ini masyarakat mulai menuntut perusahaan untuk tidak hanya memperhatikan kepentingan shareholdernya semata, tetapi juga kepentingan masyarakat yang ikut menanggung atas dampak negatif yang ditimbulkannya. Menurut PSAK, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, paragraf 17 menyatakan bahwa: “Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi fluktuasi kenerja adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kenerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Disamping itu informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. Matthews dalam Emilia (2006;204) mendefinisikan Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut: ”Voluntary disclosures of information, both qualitative and quantitative made by organizations to inform or influence a range of audiences. The quantitative disclosures mau be in financial or non-financial term”. Undang-undang PT No. 40 tahun 2007 pasal 66 (2007) menyatakan bahwa perseroan harus menyampaikan laporan tahunan yang sekurang-kurangnya memuat laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Menurut Ocran (2011:23), untuk kelangsungan hidup jangka panjang, CSR telah diadopsi sebagai rutinitas perusahaan. CSR strategis adalah dimana sebuah organisasi mencapai keberlanjutan sedemikian rupa bahwa tindakan CSR telah menjadi bagian tak terpisahkan dari cara di mana sebuah perusahaan melakukan bisnisnya. Hal yang menyambungkan hubungan ke sekitar dari perusahaan telah ditata dengan jelas hanya karena, jika tidak berkontribusi pada bottom line, akhirnya akan ditolak oleh para pemangku kepentingan lainnya dari organisasi. Ocran juga berpendapat, ada sebuah perdebatan luas mengenai legitimasi dan nilai menjadi bisnis yang bertanggung jawab secara sosial. Ada pandangan yang berbeda dari peran sebuah perusahaan dalam masyarakat dan ketidaksepakatan mengenai apakah maksimalisasi kekayaan harus menjadi satu-satunya tujuan dari suatu perusahaan. Kebanyakan orang mengidentifikasi manfaat tertentu untuk bisnis bertanggung jawab secara sosial, tetapi sebagian besar manfaat ini masih sulit untuk dihitung dan diukur. Argumen ada yang mendukung pandangan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang solid memiliki lebih banyak sumber daya untuk berinvestasi dalam domain kinerja sosial, seperti hubungan karyawan, masalah lingkungan, atau hubungan masyarakat. Ocran juga mengemukakan, secara finansial perusahaan yang kuat mampu untuk berinvestasi dalam cara-cara yang memiliki dampak yang lebih strategis jangka panjang, seperti memberikan layanan bagi masyarakat dan karyawan mereka. Alokasi tersebut dapat secara strategis terkait dengan citra publik yang lebih baik dan meningkatkan hubungan dengan masyarakat di samping kemampuan ditingkatkan untuk menarik karyawan yang lebih terampil. Di sisi lain, perusahaan dengan masalah keuangan biasanya mengalokasikan sumber daya mereka dalam proyekproyek dengan horizon yang lebih pendek. Corporate social responsibility disclosure (CSRD) perusahaan dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan yang meliputi manfaat sosial (social benefit) dan biaya sosial (social cost) berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Penyediaan informasi yang luas dalam laporan keuangan merupakan keharusan yang disebabkan adanya permintaan berbagai pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Menentukan bagaimana kinerja sosial dan finansial yang terhubung lebih rumit oleh kurangnya konsensus metodologi pengukuran yang berkaitan dengan kinerja sosial perusahaan. Secara signifikan, tidak jelas seperti apa ukuran indikator ini. Dalam kasus lain, peneliti menggunakan laporan perusahaan pengungkapan tahunan resmi kepada pemegang saham, CSR laporan, atau sejenisnya. Meskipun popularitas sumber-sumber ini, tidak ada cara untuk mengetahui secara empiris apakah data kinerja sosial diungkapkan oleh perusahaan berada di bawah harapan atau dilebih-lebihkan. Beberapa perusahaan memiliki laporan CSR yang telah diverifikasi eksternal (Ocran, 2011). Perusahaan melakukan pengungkapan informasi sosial dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Beberapa teknik pengungkapan sosial seperti diungkapkan oleh Harahap (2006), yaitu: 1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan tahunan atau dalam bentuk laporan lainnya. 2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan. 3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui adanya perkiraan (akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan dan sebagainya. Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia. Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan standar GRI juga pernah digunakan oleh Dahlia dan Siregar (2008), peneliti ini menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu : ekonomi, lingkungan, praktik bisnis dan tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk. Indikator-indikator yang terdapat di dalam GRI yang digunakan dalam penelitian yaitu : 1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator) 2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator) 3. Indikator Kinerja Praktik Bisnis dan Tenaga Kerja (labor practices performance indicator) 4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance indicator) 5. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator) 6. Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator) Indikator ekonomi menggambarkan bahwa suatu perusahaan haruslah memajukan dan berdampak baik pada perekonomian masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Indikator lingkungan antara lain pengendalian polusi, pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan, konservasi sumber alam, menerima penghargaan berkaitan dengan program lingkungan pengolahan limbah, mempelajari dampak lingkungan. Indikator tenaga kerja menggambarkan pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu di tempat kerja, mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja, mengungkapkan persentase gaji untuk pensiun, mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan, mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan, mengungkapkan tingkatan manajerial yang ada, masa kerja tenaga kerja dan kelompok usia tenaga kerja. Indikator hak asasi manusia setidaknya dapat menggambarkan minimalisasi polusi, iritasi atau resiko dalam lingkungan kerja, mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental, mengungkapkan statistik kecelakaan kerja, mentaati standar kesehatan dan keselamatan kerja, menerima penghargaan berkaitan dengan keselamatan kerja, menetapkan suatu komite keselamatan kerja. Indikator sosial dapat berupa sumbangan tunai atau produk, pelayanan untuk mendukung aktivitas masyarakat, pendidikan dan seni, tenaga kerja paruh waktu (part-time employment), sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, membiayai program beasiswa, membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat. Indikator produk meiliki kriteria, pengungkapan informasi pengembangan produk perusahaan, pengungkapan informasi proyek riset, membuat produk lebih aman untuk konsumen, melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan, pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam pengolahan dan penyiapan produk, pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan. 2.1.2 Profitabilitas Perusahaan Telah kita ketahui bahwa tujuan utama yang diharapkan oleh suatu perusahaan dalam kegiatan usahanya adalah menghasilkan laba secara optimal dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisiensi untuk kelangsungan hidup perusahaan. Tujuan inilah yang selama bertahun-tahun menjadi doktrin di sekolah-sekolah bisnis, bahwa tujuan satu-satunya perusahaan adalah mencapai laba semaksimal mungkin dan memakmurkan para stakeholdersnya. Profitabilitas adalah faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibelitas kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan kepada pemegang saham program tanggung jawab sosial secara lebih luas (Heinze, 1976 dalam Florence, et al., 2004). Menurut Helfert (2003:126) profitability is the effectiveness with which management has employed both the total assets and the net assets as recorded on the balance sheet. Menurut Greuning (2005:29) profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal ratarata, dan ekuitas saham biasa rata-rata. Hackston dan Milne (1996) mendefinisikan profitabilitas sebagai faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosial kepada pemegang saham. Astuti (2004:36) mengartikan profitabilitas sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba. Salah satu ukuran profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditor sangat berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan mengahsilkan laba saat ini maupun modal sendiri. Profitabilitas yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gibson (2001:286), yaitu : “Profitability is the ability of the firm to generate earnings. Analysis of profit is vital concern to shareholders since they derive revenue in the form of dividends. Futher increased profit can cause a rise in market price, leading to capital gains. Profit are also important to creditors because profit are one source of found for debt coverage. Management users profit as a performance a measure”. Profitabilitas dapat diterapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu tolak ukur adalah dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat didalam menganalisis kondisi keuangan hasil operasi dan tingkat profitabilitas suatu perusahaan (Almar dkk, 2012). Menurut Sudarmadji (2007) profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan. Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Harahap (2007:309), mengemukakan bahwa profitabilitas atau disebut juga rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Petronila dan Mukhlasin (2002) dalam Wahidahwati (2003) profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Budianas (2013) mendefinisikan profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan rugi-laba perusahaan. Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis sejumlah rasio dan selanjutnya rasio ini digunakan untuk menilai beberapa aspek tertentu dari operasi perusahaan. Darsono dan Ashari (2005:56-59) menyebutkan bahwa metode perhitungan profitabilitas perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 1. Gross Profit Margin, dicari dengan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dibagi penjualan bersih. Rasio ini berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Jadi dapat diketahui untuk setiap barang yang dijual, perusahaan memperoleh keuntungan kotor sebesar x rupiah. 2. Net Profit Margin (NPM), rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. 3. Return on Asset (ROA), merupakan salah satu rasio untuk mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu merupakan perbandingan antara laba bersih dengan rata-rata total aktiva. 4. Return on Equity (ROE), merupakan salah satu rasio untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. 5. Earning Per Share (EPS), merupakan alat analisis yang dipakai untuk melihat keuntungan dengan dasar saham adalah earnings per share yang dicari dengan laba bersih dibagi saham yagn beredar. Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. 6. Payout Ratio (PR), merupakan rasio yang menggambarkan persentase deviden kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh perusahaan. 7. Retention Ratio (RR), merupakan rasio yang menggambarkan persentase laba bersih yang digunakan untuk penambahan modal perusahaan. 8. Productivity Ratio (PR), merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan operasional perusahaan dalam menjual dengan menggunakan aktiva yang dimiliki. 2.1.3 Return on Assets (ROA) Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Aset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Horne dan Wachowicz (2005:235), “ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”. Horne dan Wachowicz menghitung ROA dengan menggunakan rumus laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva. Almar dkk. (2012) mengemukakan, Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio untuk mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu dengan membagi laba bersih dengan rata-rata total aktiva. Dimana rata-rata total aktiva dapat diperoleh dari total aktiva awal tahun ditambah total aktiva akhir tahun dibagi dua. ROA disebut juga Earning Power karena rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. ROA mengukur berapa persentase laba bersih terhadap total aktiva perusahaan tesebut. Dengan mengetahui rasio ini dapat dinilai apakah perusahaan telah efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Henry Simamora (2006:529), dalam bukunya Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan mendefinisakan Return on Asset yaitu “Rasio imbalan aktiva (ROA) merupakan suatu ukuran keseluruhan profitabilitas perusahaan”. Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan. Mardiyanto (2009: 196) mengemukakan ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003: 120) rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau dividen akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto angka ROA dapat dikatakan baik apabila lebih dari dua persen. Definisi-definisi di atas menggambarkan bahwa Return on Asset merupakan rasio imbalan aktiva dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan yang memadai dari aset yang dikuasainya. Dalam perhitungan rasio ini, hasil biasanya didefinisakan sebagai sebagai laba bersih. Rasio ini merupakan ukuran yang baik jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan besarnya relatif sumber dana tersebut. Return On Asset kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi unitunit bisnis di dalam suatu perusahaan multidivisional. 2.1.4 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Hasil Penelitian Hasil penelitian Does corporate social menunjukan ada Cheung, Y.L, et.al. responsibility matter in hubungan yang positif (2009) Asian emerging dan signifikan antara markets CSR dan nilai pasar dalam perusahaan di Asia Peneliti menemukan hasil Corporate social yang positif dan responsibility and Choi, Kwak and signifikan antara corporate financial Choe (2010) performa finansial performance: Evidence korporasi dengan indeks from Korea CSR berbasis stakeholder Tingkat pengungkapan Pengaruh corporate CSR dalam laporan Dahlia dan Siregar social responsibility tahunan perusahaan (2008) terhadap kinerja berpengaruh positif perusahaan terhadap variable ROA dan ROE sebagai proksi dari kinerja keuangan Corporate social CSR berpengaruh positif responsibility and terhadap kinerja financial performance keuangan perusahaan Margarita Tsoutsoura (2004) Hasil analisis regresi PENGARUH linier sederhana PENGUNGKAPAN menunjukkan positif dan Multafia Almar, CORPORATE Rima Rachmawati SOCIAL dan Asfia Murni RESPONSIBILITY (2012) (CSR) TERHADAP signifikan antara pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap profitabilitas PROFITABILITAS perusahaan yang diukur PERUSAHAAN dengan ROA dan NPM Corporate social responsibility and Menemukan bahwa ada Nelling, E., and financial performance: hubungan yang negatif Webb, E. (2006) The “virtuous circle” dan signifikan antara revisited. Review of CSR score dan ROA Quantitative Finance and Accounting Pengaruh corporate Tidak ada hubungan social responsibility Mulyadi dan Anwar signifikan antara CSR terhadap nilai (2012) dengan nilai perusahaan perusahaan dan dan profitabilitas profitabilitas Sumber : Hasil Olahan Peneliti Banyak peneliti yang telah melakukan pengujian tentang adanya hubungan antara pengungkapan CSR dengan profitabilitas perusahaan maupun terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian para peneliti terdahulu bervariasi dimulai dari terdapatnya hubungan yang positif antara CSR dengan profitabilitas maupun nilai perusahaan dan juga yang tidak menunjukan hubungan antara CSR dengan profitabilitas maupun nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Cheung dkk. (2009), menunjukan ada hubungan yang positif dan signifikan antara CSR dan nilai pasar dalam perusahaan di Asia. Choi dkk. (2010), dalam penelitiannya hasil yang positif dan signifikan antara performa finansial korporasi dengan indeks CSR berbasis stakeholder. Begitu pula dengan Dahlia dan Siregar (2008), Tsoutsoura (2004), Almar dkk. (2012), menemukan adanya hubungan positif antara CSR dengan profitabilitas perusahaan. Berbeda dengan peneliti lainnya, Nelling dan Webb (2006) serta Mulyadi dan Anwar (2012) menemukan tidak adanya hubungan antara CSR dengan profitabilitas perusahaan dan nilai perusahaan. 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Profitabilitas Perusahaan Industri Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam era globalisasi dan perkembangan ekonomi yang semakin pesat, setiap perusahaan dituntut agar dapat berkompetisi dengan perusahaan lainnya. Hal tersebut mendorong setiap perusahaan untuk menciptakan berbagai inovasi agar menarik perhatian konsumen, yang pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Kebijakan, strategi dan program yang berkaitan dengan kegiatan sosial dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat komitmen CSR dari suatu organisasi. Organisasi juga perlu untuk memenuhi permintaan dan harapan pelanggan. Hari ini, perilaku pembelian berubah dimana konsumen memiliki informasi dan kepastian semakin diperlukan kepentingan pada masalah lingkungan dan sosial. Seperti untuk menjaga hubungan baik dan menarik lebih banyak pelanggan, perusahaan mengambil inisiatif untuk memenuhi permintaan memberikan informasi tersebut. Misalnya, ecolabeling adalah cara berkomunikasi tanggung jawab sosial organisasi kepada public (Ocran, 2011). Selain itu, CSR juga terkait dengan pekerjaan, belajar sepanjang hayat, konsultasi dan partisipasi pekerja, kesempatan yang sama dan integrasi masyarakat terhadap restrukturisasi dan perubahan industri. Karyawan yang merasa dilindungi dan dihargai akan meningkatkan produktivitas mereka dalam produksi dan dengan demikian, dapat mencapai skala ekonomi yang diinginkan perusahaan (Ocran, 2011). Kondisi keuangan perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menilai suatu perusahaan itu berjalan secara efisien atau inefisien. Selain itu, kondisi keuangan merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para stakeholdernya. Akan tetapi, kini tanggung jawab perusahaan tidak hanya terfokus pada nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan saja (single bottom line) tetapi tanggung jawab sosial perusahaan pun harus memperhatikan kondisi lingkungan dan masalah sosial (triple bottom line) (Daniri, 2008). Sinergi dari ketiga elemen tersebut merupakan kunci dari konsep pembangunan yang berkelanjutan (Siregar, 2007). Corporate social responsibility dalam Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat 3 dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diartikan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas sendiri, maupun masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi cultural dengan lingkungan sosialnya. Banyak pelaku usaha yang tidak menyadari bahkan tidak mengindahkan apakah kegiatan operasional perusahaannya berdampak negatif atau tidak. Banyak perusahaan yang hanya memikirkan bagaimana cara meningkatkan penjualan produknya tanpa melihat bagaimana kondisi alam dan masyarakat sekitar. Akibatnya, terjadi hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitar yang diwarnai berbagai konflik dan ketegangan, misalnya tuntutan atas ganti rugi kerusakan lingkungan (Achda, 2006). Salah satu prinsip perusahaan adalah going concern, yang berarti bahwa perusahaan didirikan bukan hanya untuk waktu yang sesaat melainkan untuk waktu yang terus menerus. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perusahaan perlu melaksanakan program corporate social responsibility yang mencakup pemberdayaan people, profit, dan planet. Dengan adanya perhatian dan bantuan yang diberikan korporat terhadap masyarakat diharapkan akan membuat daya beli masyarakat membaik, dan akan menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap produk yang dihasilkan korporat tersebut. Maka secara tidak langsung masyarakat memegang peranan penting dalam upaya peningkatan profitabilitas perusahaan (Almar dkk, 2012). Nugroho (2007) mengatakan bahwa dengan mengungkapkan corporate social responsibility di dalam laporan tahunan, usaha suatu perusahaan akan lebih berkesinambungan yang pada akhinya laba yang diperoleh perusahaan akan terjaga, selain itu praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan bahkan perusahaan terlibat mempengaruhi lingkungannnya. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary disclosure) bukan suatu kewajiban (mandatory disclosure). Walaupun masih bersifat sukarela tetapi perusahaan semakin menyadari bahwa dengan mengungkapkan aktifitas sosial akan mendeskripsikan lebih jauh peran perusahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi sosialnya. Sehingga perusahaan dapat membangun, mempertahankan dan melegitimasi kontribusi perusahaan. Sesuai dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Jika keadaan masyarakat dimana suatu korporat berdiri tidak mempunyai daya beli yang tinggi maka secara tidak langsung akan mempengaruhi profitabilitas dan keberlanjutan perusahaan serta mempengaruhi daya tarik investor dalam menginvestasikan dananya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dengan mengungkapkan corporate social responsibility disebuah perusahaan akan memberikan pengaruh pada profitabilitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pengungkapan corporate social responsibility diharapkan dapat menghasilkan hubungan positif yang searah dengan tingkat profitabilitas perusahaan (Haniffa dkk, 2005). Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas, kemudian digambarkan dalam kerangka teoritis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti yang disusun sebagai berikut: Corporate Social Responsibility Profitabilitas Gambar 2.4 Skema Paradigma Penelitian 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho : Corporate Social Responsibility Tidak Berpengaruh Terhadap Profitabilitas Ha : Corporate Social Responsibility Berpengaruh Terhadap Profitabilitas