KELUMPUHAN PENGHARGAAN DIRI Oleh Nur Rohmah H.Q* Seorang teman laki-laki saya, sebut saja Khalif, pernah bertanya kepada saya sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya. Dia mengatakan bahwa dia merasa tidak ada gairah hidup, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia mengalami perasaan seperti ini sudah sejak SMP sampai saat ini. Setelah saya korek lebih lanjut, dia mulai menceritakan kehidupan masa lalunya. Dia dilahirkan sebagai anak pertama dari dua bersaudara dengan orang tua yang berkecukupan. Bapak ibunya bekerja sebagai guru di sekolah negeri. Sebagai anak pertama sejak kecil ia sudah dituntut untuk mandiri, tidak ngaleman, selalu berprestasi. Selain itu karena kesibukan orang tuanya dia merasa sering terabaikan, kurang kasih sayang dan sering pula berantem dengan saudaranya. Pernah suatu ketika dia bermain dengan teman-temannya, mainan hasil karya yang dia bikin dirusak oleh temannya. Secara spontan dia marah, karena merasa hasil jerih payahnya tidak dihargai. Dia marah sampai merobek baju temannya yang ia lakukan dengan tanpa sengaja. Setibanya di rumah, dia mencoba berkeluh kesah pada ibunya, tapi malah menjadi sasaran amarah. Ibunya langsung memarahi tanpa ingin tahu penjelasan anaknya. tujuan ibunya memarahi adalah karena keluarga teman yang merusak itu berada pada taraf ekonomi lemah dibanding keluarga Khalif. Jangankan untuk membeli baju baru, membeli beras saja susah. ditambah lagi ketika di bangku SMP, dia pernah menjalin kasih dengan teman sekelas. Tanpa alasan yang jelas, kekasihnya memutuskan dia. Padahal selama ini kekasihnya adalah orang yang sangat dia percayai sebagai tempat untuk berkeluh kesah, berbagi cerita, dan dengan kekasihnya dia mendapatkan perhatian serta kasih sayang. Akibat dari kejadian ini Khalif mengalami guncangan psikologis yang sangat berdampak negatif bagi dirinya. Dia mulai malas beraktivitas, suka menyendiri, lebih banyak diam, dan yang lebih tampak berakibat pada menurunnya prestasi di sekolah. Selain itu dia mudah tersinggung, emosional dalam menghadapi situasi yang tidak diharapkannya, sampaisampai main kasar (mencubit, membanting barang) ketika dia merasa dirinya tidak dihargai, tidak dihormati. Sering pula dia merasa takut akan ditinggal ketika perhatian temannya menurun. Dibangku perkuliahan pun prestasi akademiknya sangat buruk. Dia pernah S1 hanya setahun, kemudian ambil D3 yang umumnya selesai dalam waktu 3 tahun, dia menempuhnya dalam waktu 4 tahun 5 bulan. Bahkan, setelah lulus label sebagai orang pesimistis tetap melekat pada diri Khalif. Dia merasa belum mempunyai cukup ilmu untuk melamar pekerjaan (padahal saya tahu dia adalah teman yang berIQ tinggi), ingin mulai berbisnis juga masih ragu-ragu. Solusi apakah yang perlu disarankan untuk Khalif ? Kekeliruan konsep penghargaan diri Saya fikir peristiwa-peristiwa yang dialami Khalif banyak terjadi di masyarakat, hidup dengan berkecukupan materi, tapi jiwanya miskin kasih sayang. Cerminan kejadian di atas adalah Perasaan terabaikan, tidak dihargai, tidak diperhatikan dan kesepian. Perasaanperasaan ini terus mengganggu diri Khalif, yang akhirnya menjadi stress yang berkepanjangan dan mempengaruhi rasa kesensitifan dalam dirinya. Rasa kekecewaan pada diri seseorang yang dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan motivasi diri sulit muncul sebagaimana yang dialami Khalif. Jika motivasinya rendah, apa yang akan terjadi ? Prestasi, NOL! Motivasi rendah menunjukkan bahwa penghargaan diri seseorang juga rendah. Dari sini kita tahu bahwa kejadian yang dialami Khalif merupakan bentuk penghargaan diri rendah. Jika semua orang mengalami hal yang sama dengan Khalif, maka akan ada banyak orang yang mengalami kecemasan, kekhawatiran dan ragu-ragu menghadapi kenyataan yang ada. Karena semua orang menganggap dirinya tidak berharga, tidak bisa melakukan sesuatu yang berarti. Maukah anda menjadi orang yang bernasib sama dengan Khalif ? Tentu tidak. Setiap orang pasti butuh untuk dihargai, diterima yang merupakan manifestasi dari pengaktualiasasian dirinya. pelabelan sebagai orang terabaikan ini disebabkan pembentukan konsep diri yang keliru. Proses perkembangan penghargaan diri Sejak SMP Khalif mengalami ini, yang artinya sudah sejak remaja pembentukan konsep dirinya keliru. Konsep diri merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya yang sangat dipengaruhi oleh kualitas ego seseorang. Ditinjau dari Psikologi, Erikson mengatakan bahwa tahapan perkembangan psikososial remaja didasarkan atas kualitas egonya. Tahap perkembangan psikososial Tahap psikososial Keprcayaan vs ketidakpercayaan Otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu Inisiatif vs rasa bersalah Ketekunan vs rasa rendah diri Identitas vs kebingungan peran Keintiman vs isolasi Generativitas vs stagnasi Integritas vs keputusan Rentang usia Lahir – 1 th (masa bayi) 1 – 3 th (masa kanak-kanak) 4 – 5 th (masa pra sekolah) 6 – 11 th (masa sekolah dasar) 12 – 20 th (masa remaja) 20 – 24 th (masa awal dewasa ) 25 – 65 th (masa pertengahan dewasa) 65 th – mati (masa akhir dewasa) Tabel di atas menjelaskan urutan tahapan perkembangan psikososial individu. Sekarang kita fokus pada tahap perkembangan psikososial yang terletak pada urutan lima yaitu pada tahap identitas vs kebingungan peran. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahap ini sangat menentukan perkembangan kepribadian masa dewasa. Hubungan emosional pada masa ini sangat tergantung pada kualitas. Adanya Pengalaman buruk dalam hubungan emosional Khalif baik dengan orang tua maupun teman pada masa inilah awal dari penilaian akan harga dirinya rendah dan berdampak pada kepribadiannya seperti yang tergambar dari cerita di atas. Permasalahan harga diri pada remaja merupakan masalah mendapatkan persetujuan dari orang lain. Harga diri labil karena remaja sangat memperhatikan dan mempedulikan pengakuan orang lain. Usaha untuk menyenangkan orang lain akan menghasilkan frustasi. Tanggapan yang diterima dari orang lain akan bertentangan sehingga memperbesar keraguan dan kebingungan pada diri remaja. Pertanyaan yang muncul di benak kita, sebenarnya apa itu penghargaan diri? Penghargaan diri yang dikenal dengan istilah self esteem adalah cara pandang seseorang dalam menilai tinggi atau rendah atas dirinya sendiri tentang hal-hal yang berhubungan dengan dirinya yang menunjukkan sejauh mana seseorang tersebut menyukai dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga. Mampu, ketika individu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Penting, ketika individu dapat diterima sebagai dirinya sendiri oleh individu lain maupun kelompok. Berharga, ketika individu merasa dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain dengan dapat mengekspresikan dirinya secara baik dan dapat menerima kritik dengan baik. Perkembangan harga diri seseorang saat remaja sangat dipengaruhi oleh peran orang tua. Jadi, bagaimana corak kepribadian anak di kemudian hari, tergantung dari bagaimana pengaruh lingkungan hidupnya terhadap proses perkembangannya. Tokoh sentral pada lingkungan hidupnya adalah orang tua. Orang tualah yang berhubungan terus menerus dengan anak, memberikan perangsangan melalui berbagai sisi, baik dari sisi komunikasi orang tua (terutama ibu) dengan anak, maupun tindakan –tindakan yang diikuti oleh anak. Pola asuh orang tua akan sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak di masa mendatang. Bahkan, bisa jadi akan digunakan kembali oleh si anak tersebut dalam mendidik anaknya kelak (cucu dari orang tua). Pepatah mengatakan bahwa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Seperti itulah gambaran kepribadaian seseorang. Orang tua (keluarga) merupakan lembaga informal dalam memberikan pendidikan untuk perkembangan kepribadian seseorang. Perlu diingat, Permasalahan yang muncul tentu membutuhkan solusi untuk menyelesaikannya. Penghargaan diri rendah pada remaja yang berefek pada kehidupan masa depannya, tentu bisa ditingkatkan menjadi penghargaan diri yang lebih sehat. 1) adanya hak bagi tiap individu. Hak merupakan porsi saudara mengekspresikan diri. Untuk meningkatkan harga diri yang sehat, saudara berhak untuk melakukan segala sesuatu tanpa kekangan orang lain , namun saudara juga memiliki kewajiban menghormati hak orang lain; 2) kerendahan hati. Setiap individu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Perlu bagi saudara menyadari kekurangan yang ada dalam diri saudara dan mampu memanfaatkan kekurangan tersebut sebagai kelebihan menandakan bahwa saudara adalah orang yang memiliki harga diri yang sehat; 3) kejujuran. Jujur kepada diri sendiri adalah hal yang paling penting untuk meningkatkan harga diri saudara. Dengan jujur, orang lain akan menghormati, menghargai, dan mengakui diri saudara; 4) pantang putus asa. Proses kehidupan akan diwarnai dengan adanya kegagalan dan kesuksesan, jika saudara mengalami satu kegagalan berputus asa, banyak para tokoh sukses yang mengalami berkali-kali kegagalan, dengan senyuman berusaha mencoba kembali dan memperbaiki dari kegagalan yang pernah terjadi; 5) kemampuan mengasihi. Di setiap proses kehidupan dibutuhkan adanya rasa saling mengasihi. Saudara mengasihi diri sendiri dengan mengakui kesalahan yang pernah saudara perbuat, menerima pujian dengan anggun itu berarti saudara memiliki penghargaan diri yang sehat. Selain itu, saudara mampu mengasihi orang lain dengan tersenyum bila bertemu, menyapa orang yang baru saudara kenal, itu akan memberikan dampak yang besar bagi harga diri orang lain dan harga diri saudara. Diambil dari : Pengalaman pribadi teman saya Simbolon, SHY. 2011. Landasan Teori harga diri. http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/23075/3/Chapter%20II.pdf. pada tanggal 09-02-2012 jam 17.56 WIB. Faust, J.E. 2007. Nilai Sebuah Harga Diri. Pidato dalam forum API Unggun CES untuk remaja dan dewasa di tebernakel salt lake. http://www.lds.org/broadcast/ces/ cesfrsdfaust02155299.pdf. pada tanggal 10-02-2012 jam 16.04 WIB. *) Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Psikologi. NB : ditulis ketika pembekalan penulisan karya ilmiah MABA S2.