10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional, dimana masing-masing mempunyai
peran didalamnya (Friedman, Browden, & Jones, 2010).
Menurut Harnilawati (2013) keluarga adalah bagian dari masyarakat
yang perannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari
keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk
membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga.
Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan
keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi pula keluarga-keluarga
yang ada di sekitarnya atau masyarakat sekitarnya atau dalam konteks yang
luas berpengaruh terhadap negara (Harnilawati, 2013)
Pernyataan ini juga didukung oleh Duvall dan Logan (1986, dalam
Friedman, Briwden, & Jones, 2010), yang menyatakan bahwa keluarga
adalah sekumpulan orang yang hidup dalam satu rumah karena ikatan
perkawinan, kelahiran, adopsi, yang mana bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional, serta sosial dari setiap anggota keluarga. Pengertian keluarga akan
berbeda yang satu dengan yang lainnya, hal ini bergantung kepada orientas
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam mendefiniskan keluarga
tersebut (Harnilawati, 2013).
Dari berbagai macam pengertian diatas dapat disimpulkan keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang tinggal bersama dalam satu atap
rumah yang saling memiliki keterikatan emosional karena dibentuk
berdasarkan ikatan yang berbeda dan masing-masing anggotanya memiliki
peran, tugas dan fungsi yang berbeda.
2.1.2 Tugas Keluarga
Menurut Bailon & Maglaya (1998, dalam Harnilawati, 2013), keluarga
mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan
yang meliputi :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan
yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami
anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau
keluarga.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan
yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Keluarga hendaknya mampu memerankan tugasnya untuk merawat salah
satu anggota keluarga yang mengalami gangguan dirumah. Faktor
lingkungan dan dukungan keluarga yang positif sangat mendukung untuk
proses kesembuhan seseorang.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Keluarga harus berupaya menciptakan suasan yang nyaman untuk setiap
anggota keluarga. Lingkungan yang kondusif akan menciptakan kondisi
mental yang sehat bagi anggota keluarga dan sekaligus meningkatkan daya
tahan keluarga terhadap kritis.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga
Keluarga dapat merujuk salah satu anggota keluarga yang sakit ke pusat
pelayanan kesehatan terdekat dan juga dapat memeriksakan secara rutin jika
terdapat gejala-gejala kekambuhan.
2.1.3 Fungsi Keluarga
Friedman, Bowden & Jones (2010) mengatakan bahwa fungsi dasar
keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan
masyarakat yang lebih luas. Fungsi dasar keluarga tersebut dibagi menjadi
lima bagian, yaitu:
a.
Fungsi afektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk memenuhi kebutuhan
psikososial anggota keluarga, seperti saling mengasuh, cinta kasih,
kehangatan, saling mendukung antar anggota keluarga. Fungsi afektif
keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
Fungsi afektif juga dimanfaatkan untuk mempertahankan kepribadian
dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan baik
dengan penuh kasih saying.
b.
Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anggota keluarga untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Fungsi sosial
adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan
untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan
status pada anggota keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisas
dan interaksi dengan anggotanya.
c.
Fungsi reproduksi, fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga, dan menambah sumber daya manusia.
d.
Fungsi ekonomi, yaitu fungsi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga
secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan
dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Menurut Harnilawati (2013)
keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi
dan temoat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e.
Fungsi perawatan kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi,
fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.1.4 Dukungan Keluarga
Menurut Cohen & Smet (dalam Harnilawati, 2013) Dukungan keluarga
adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari
orang lain yang dapat diperaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada
orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya.
Menurut Friedman, Bowden, & Jones (2010) dukungan keluarga adalah
suatu bentuk perilaku pelayanan yang dilakukan oleh keluarga, yaitu
dukungan internal, seperti dukungan dari istri, suami, atau dukungan dari
saudara kandung ataudukungan orang tua. Dan dukungan keluarga eksternal
diluar
keluarga
inti.
Dukungan
keluarga
pada
umumnya
akan
menggambarkan mengenai peran atau pengaruh serta bantuan yang diberikan
oleh orang yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan
kerja.
Menurut Friedman (1998, dalam Harnilawati, 2013) Studi-studi tentang
dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai
koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun
internal dan terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga yang bersifat
eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar,
kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah dan praktisi kesehatan.
Dukungan keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari
saudara kandung atau dukungan dari anak
Dukungan keluarga yang diberikan bagi sesama anggota keluarga lainnya
dapat berupa informasi verbal maupun non verbal, seperti halnya saran,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
motivasi, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orangorang yang dekat di dalam lingkungan sosialnya, atau berupa kehadiran dan
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional ataupun pengaruh
pada tingkah laku penerimanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga adalah
suatu bentuk perilaku melayani sebagai suatu sistem pendukung yang
bersumber dari sekumpulan individu yang tinggal bersama dalam satu atap
rumah yang terikat karena suatu hal dengan maksud memberikan bantuan
kepada individu lainnya.
2.1.5 Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Sarafino (1997) ada lima jenis dukungan dalam keluarga yaitu
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan
instrumental, dan dukungan jaringan sosial. Lebih jelasnya akan dijabarkan
sebagai berikut:
1.
Dukungan Emosional (Emotional Support)
Dukungan emosional merupakan bentuk atau jenis dukungan yang diberikan
keluarga dalam memberikan perhatian, kasih sayang, dan empati. Dukungan
emosi adalah dukungan yang dapat membuat seseorang merasa nyaman,
tenang, rasa memiliki dan dicintai saat stress (Sarafino, 1997).
Friedman, Bowden, & Jones (2010) mengatakan bahwa dukungan
emosional merupakan fungsi afektif keluarga yang harus ditetapkan kepada
seluruh anggota keluarga yang harus ditetapkan kepada seluruh anggota
keluarga dalam memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
saling mengasihi, cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung dan
menghargai antar anggota keluarga. Pendapat lain yaitu Koentjoro (2002),
dukungan emosional merupakan bentuk dukungan yang dapat memberikan
rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi keputusasaan,
rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik
dan kelainan yang dialaminya.
2.
Dukungan Penghargaan (Appraisal Support)
Menurut Sarafino (1997) dukungan ini merupakan dukungan keluarga
dalam memberikan umpan balik dan penghargaan kepada anggota keluarga
dengan menunjukkan respon positif, yaitu dorongan terhadap gagasan atau
perasaan. Dukungan penghargaan keluarga merupakan bentuk fungsi afektif
keluarga terhadap pasien dengan penyakit kronik untuk dapat meningkatkan
status psikososialnya.
3.
Dukungan Informasi (Informational Support)
Sarafino (1997)
menyebutkan bahwa dukungan informasi ini berarti
pemebrian nasehat, saran, dan feedback ataupun umpan balik tentang apa
yang sedang dan telah dilakukan seseorang, misalnya : pemberian informasi
tentang penyakit oleh dokter pada pasien yang membutuhkan informasi
tersebut.
Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), dukungan informasi yang
diberikan keluarga terhadap pasien dengan penyakit kronik merupakan salah
satu bentuk fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap
pasien. Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas yang tinggi, diantaranya memperkenalkan kepada
pasien tentang kondisi penyakit yang dialaminya dan menjelaskan cara
perawatan yang tepat agar pasien termotivasi untuk menjaga dan mengontrol
kesehatannya.
4.
Dukungan Instrumental (Instrumental Support)
Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), dukungan ini merupakan
fungsi ekonomi dan perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap
anggota keluarga. Fungsi ekonomi keluarga merupakan pemenuhan semua
kebutuhan anggota keluarga dan anggotanya, sedangkan fungsi perawatan
kesehatan keluarga adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga, diantaranya merawat pasien yang sakit, menciptakan lingkungan
yang mendukung kesehatan keluarga, membawa anggota keluarga ke
pelayanan kesehatan untuk memerikasakan kesehatannya.
Dukungan ini merupakan suatu dukungan penuh keluarga dalam bentuk
memberikan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu
dalam perawatan anggota keluarga (Koentjoro, 2002).
5.
Dukungan Jaringan Sosial (Network Support)
Dukungan ini merupakan bentuk fungsi sosialisasi dalam keluarga yang
bertujuan untuk mengembangkan dan tempat melatih anggota keluarga untuk
berkehidupan sosial (Friedman, Bowden & Jones 2010). Bentuk dukungan ini
tampil dalam kondisi dimana seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
yang dipercaya memiliki kesamaan dalam bentuk minat, perhatian,
kepentingan, dan kegiatan yang disukai.
Dapat disimpulkan bahwa masing-masing individu yang berada dalam
satu keluarga memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Dari tugas dan
fungsi tersebutlah masing-masing anggota keluarga dapat mendukung
anggota keluarganya yang lain. Fungsi dan peran keluarga sangat dibutuhkan
oleh semua anggota keluarga, khususnya bagi anggota keluarga yang
mengalami gangguan baik fisik maupun psikologis.
2.2 Depresi Postpartum
2.2.1 Pengertian Depresi Postpartum
Gangguan suasana hati (mood diorders) adalah gangguan psikologis
dimana terdapat gangguan utama dalam suasana hati yaitu emosi yang
mewarnai keseluruhan keadaan emosi individu yang bertahan lama. Salah
satu tipe gangguan suasana hati adalah gangguan depresif (King, Laura,
2010)
Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai
dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan murung
sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu tidak melakukan apa pun
untuk mengubahnya dan merasa bahwa respon apa pun yang dilakukan tidak
akan berpengaruh pada hasil yang muncul (Hadi, 2004).
Masa postpartum sering disebut juga sebagai masa puerperium,
didefinisikan sebagai masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa postpartum
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Hutagaol, Esther, 2010).
Periode postpartum dibagi dalam tiga periode menurut Wong, Perry dan
Hockenberry (2002, Esther. T. Hutagaol, 2010) :
1.
Periode Immediate postpartum: terjadi dalam 24 jam pertama
setelah melahirkan,
2.
Periode Early Postpartum: terjadi setelah 24 jam postpartum
sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, saar resiko komplikasi
sering terjadi pada ibu postpartum,
3.
Periode Late Postpartum: terjadi mulai minggu kedua sampai
minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.
Jadi depresi postpartum adalah salah satu bentuk depresi yang dialami
oleh seorang ibu setelah proses melahirkan atau persalinan dan berlangsung
selama kira-kira 6 minggu dimana biasanya seorang ibu terganggu fungsinya
yang berkaitan dengan alam perasaan seperti merasa sedih atau sendu,
murung, tidak bersemangat dan di ikuti dengan diperlambatnya gerak dan
fungsi tubuh seperti psikomotik, konsentrasi, kelelahan, persaan tidak
berdaya dan lain-lain.
Menurut Nevid, Rathus & Greene (2005) Depresi pasca-melahirkan
adalah kondisi dimana seorang ibu yang baru saja melahirkan mengalami
perubahan mood yang parah dan persisten selama beberapa bulan atau bahkan
setahun atau lebih.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Depresi postpartum berlangsung antara 6 minggu sampai 1 tahun (Reets
& Lutkins dalam Semium, 2006). Menurut Barbara Parry, Lektor Kepala dari
bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran San Diego, University of California
(dalam Hadi, 2004) wanita yang baru melahirkan terkena efek depresi.
2.2.2 Faktor Penyebab Depresi Postpartum
Faktor penyebab depresi pasca melahirkan cenderung kompleks.
Menurut Semiun (2006) persoalan mengenai penyebab dari depresi
postpartum adalah sulit dan belum dijawab secara jelas, tetapi sejumlah
faktor perlu mendapat perhatian.
Hal tersebut juga dinyatakan oleh Glade B. Curtis & Judith Schuler
(1997) pada saat ini, tidak seorang pun yang merasa pasti apa penyebab
depresi postpartum; tidak semua ibu mengalaminya. Mereka yakin bahwa
sensitivitas individual ibu terhadap perubahan hormonal dapat menjadi
penyebab, tetapi hormon hanya merupakan sebagian dari penyebab tersebut.
Ibu harus banyak membuat penyesuaian, dan banyak tuntutan yang
ditanggungnya. Salat satu penyebab yang lainnya adalah riwayat keluarga
tentang depresi, kurang dukungan keluarga setelah melahirkan, isolasi, dan
keletihan kronis.
Perubahan hormonal pasca melahirkan ditenggarai berhubungan dengan
simtom depresif namun faktor biologis saja ternyata tidak dapat menjelaskan
terjadinya depresi pasca melahirkan (Knudson-Martin & Silverstein, 2009).
Menurut Regina (2001), terjadinya depresi postpartum dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
a.
Kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur
dan kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum
kembali ke kondisi normal.
b.
Kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan
perasaan tidak percaya diri untuk dapat merawat bayi yang baru
sesemntara masih mesara bertanggung jawab dengan semua pekerjaan
yang ada
c.
Perasaan stres dari perubahan dalam pekerjaan maupun rutinitas dalam
rumah tangga
d.
Perasaan kehilangan akan identitas diri, akan kemampuan diri, akan
figure tubuh sebelum kehamilan dan perasaan akan menjadi kurang
menarik
e.
Kurangnya waktu untuk diri sendiri sebagaimana yang dilakukan
sebelum dan selama kehamilan dan harus tinggal di dalam rumah dalam
jangka waktu yang lama
Menurut Kruckman (2001, dalam Soep, 2009), terjadinya depresi pasca
melahirkan dipengaruhi faktor :

Faktor Biologis
Perubahan hormonal yang terjadi pada masa pasca melahirkan. Hormon-
hormon
yang
berpengaruh
diantaranya
adalah
hormon
estrogen,
progesterone, dan proklatin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam
masa pasca melahirkan atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu
cepat atau terlalu lambat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Terkait dengan peran hormon-hormon dalam depresi, beberapa
berpendapat bahwa kerentanan wanita untuk mengalami depresi terkait
dengan hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium, estrogen, dan
progesterone (Laura, A. King, 2010).
Semiun (2006) mengatakan
bahwa faktor-faktor fisiologis, terutama
perubahan-perubahan endokrin, sudah lama dianggap berperan dalam depresi
postpartum karena sudah lama diketahui bahwa perubahan hormon secara
besar-besaran terjadi sesudah kelahiran dan selama “periode latensi”, yaitu 2
hari yang biasanya terjadi sebelum timbulnya depresi. Namun, data mengenai
perubahan-perubahan hormon tidak memberikan penjelasan yang lengkap,
dan mungkin ada faktor-faktor lain juga yang ikut berperan.
Sementara itu Oktavia (2002) berpendapat bahwa menurunnya aktivitas
kelenjar tiroid seusai melahirkan dapat menyebabkan depresi pada sebagian
wanita. Rendahnya aktivitas kelenjar tiorid akan menampilakn gejala seperti
melambatnya aktvitas mental dan bicara, lesu, melancholic serta sering sakit
kepala, bahkan pada tingkat yang parah dapat menimbulkan kerontokan
rambut dan berhentinya menstruasi.

Faktor Karakteristik ibu, yang meliputi :
a. Faktor Usia
Usia wanita yang bersangkutan saat kehamilan dan melahirkan seringkali
dikaitkan dengan kesiapan mental wanita tersebut untuk menjadi seorang ibu.
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang
perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seoarng
ibu.
b. Faktor Pengalaman
Depresi pasca melahirkan ini lebih banyak ditemukan pada perempuan
primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan
dengan bayi merupakan situasi yang sama sekali baru bagi ibu dan dapat
menimbulkan stres bagi si ibu.
c. Faktor Pendidikan
Ibu yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik
peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk
bekerja atau melakukan aktivitas di luar rumah dengan peran mereka sebagai
ibu rumah tangga dan orang tua bagi anak-anaknya.
d. Faktor selama Proses Melahirkan
Hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang
digunakan selama proses melahirkan. Banyak peneliti mengatakan semakin
besar trauma fisik yang didapat pada proses persalinan, maka akan semakin
besar pula trauma psikis yang di timbulkan untuk si ibu.
e. Faktor Dukungan Sosial
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, melahirkan dan
pasca melahirkan, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak
berkurang.
Selain penyebab diatas, emosi negatif yang dialami wanita pasca
melahirkan juga dapat timbul akibat tingginya stress yang mereka alami.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Stres yang dialami wanita pasca melahirkan dapat diakibatkan stresor fisik,
seperti rutinitas kegiatan mengasuh anak dan mengurus pekerjaan rumah
tangga, dan dapat pula diakibatkan oleh stresor psikososial, seperti tuntutan
untuk menjadi ibu yang baik, yang berasal dari diri sendiri dan lingkungan.
Banyaknya stresor tersebut dapat mengakibatkan kelelahan baik fisik maupun
emosional. Kelelahan fisik dapat berbentuk ketegangan dan letihan otot-otot
tubuh. Menurut Figes (1998, dalam Oktavia, 2002) kelelahan emosional dapat
berupa timbulnya emosi-emosi negatif, seperti marah yang meledak-ledak
yang dinamakan angry out burst.
2.2.3 Tanda dan Gejala Depresi Postpartum
Dalam penelitian Wolpert (1999) dan Marks dan Kumar (1998) (Oktavia,
2002), gangguan depresi pasca melahirkan memiliki simtom yang mirip
dengan gangguan depresi mayor Menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder fourth edition Text Revision)
(American Psychiatric Association, 2000) dituliskan kriteria depresi mayor :
 Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana
ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain.
 Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau
hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
(ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang
lain).
 Berkurangnya
berat
badan
secara
signifikan
tanpa
diet
atau
bertambahnya berat badan seperti perubahan lebih dari 5% berat badan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dalam sebulan, atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan
hampir setiap hari.
 Insomnia atau hipersomnia hampir terjadi setiap hari; insomnia yaitu
gejala kekurangan tidur atau tidak mendapatkan cukup tidur dan
hipersomnia yaitu gejala kelebihan tidur atau bertambahnya waktu tidur
dari pola tidur yang biasa.
 Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa
terhambat)
 Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari
 Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya).
 Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu
hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan
dari orang lain).
 Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan
kematian), atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik
untuk bunuh diri.
Pada gangguan depresi postpartum yang terjadi pada ibu pasca
melahirkan, dapat dibandingkan simtom-simtomnya melalui tiga gejala yang
berbeda yaitu gejala fisik, emosional, dan perilaku. Berikut tabel
perbandingannya:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Tabel 1: Simtom dari Gejala Fisik, Emosional, Perilaku
Simtom
Postpartum Depression
 Cepat lelah
 Gangguan tidur
 Selera makan menurun
 Sakit kepala
Gejala Fisik
 Sakit dada
 Jantung berdebar-debar
 Sesak napas
 Mual dan muntah
 Mudah tersinggung
 Perasaan sedih
 Hilang harapan
 Merasa tidak berdaya
 Mood swings
 Perasaan tidak adekuat sebagai
Gejala Emosional
ibu
 Hilang minat
 Pemikiran bunuh diri
 Ingin menyakiti orang lain
(termasuk bayi, diri sendiri, dan
suami)
 Perasaan bersalah
 Panik
 Kurang mampu merawat diri
sendiri
 Enggan melakukan aktivitas
menyenangkan
 Motivasi menurun
Gejala Perilaku
 Enggan bersosialisasi
 Tidak perduli pada bayi
 Terlalu
perduli
terhadap
perkembangan bayi
 Sulit mengendalikan perasaan
 Sulit mengambil keputusan
Dikutip dari Symptoms of Postpartum Illnes from Cleveland Clinic (2009) and
National Mental Health Association (2010)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
2.2.4 Dampak Depresi Postpartum
Menurut (Lubis, 2009) Dari berbagai macam penyebab yang telah
disebutkan sebelumnya, tentu saja gangguan depresi postpartum yang terjadi
pada ibu pasca melahirkan memiliki dampak juga. Dampak yang penting
dapat terjadi pada interaksi bayi dan ibu selama tahun pertama, karena bayi
tidak mendapatkan rangsangan yang cukup dari ibu. Pada ibu dengan minat
dan ketertarikan terhadap bayinya yang berkurang maka tidak akan muncul
respon positif terhadap bayinya. Ibu tidak mampu merawat bayinya secara
optimal mengakibatkan kondisi kesehatan dan kebersihan bayinya yang tidak
optimal, ibu tidak bersemangat menyusui bayinya sehingga pertumbuhan dan
perkembangan bayinya tidak seperti bayi-bayi dengan ibu yang sehat.
Menurut Nancy K. Grote & Sarah E. Bledsoe (2007) depresi ibu selama
masa postpartum merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
untuk wanita, bayi, dan keluarga. Postpartum depression memiliki efek
berbahaya, pada bayi dan psychological well-being pada anak (Murray &
Cooper, 1997), kesehatan mental yang berikutnya pada ibu dan ayah (Areias,
Kumar, Barros, & Figueiredo, 1996), dan pada kualitas hubungan pasangan
(O'Hara, 1994).
Depresi postpartum yang terjadi pada ibu mengakibatkan pengaruh
negatif pada ibu, bayi, dan anak (Depkes RI, 2007; WHO, 2008)
menguraikan sebagai berikut :
1. Pengaruh depresi postpartum pada ibu yaitu :
 mengalami gangguan aktifitas sehari-sehari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
 mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain (keluarga
atau teman)
 resiko menggunakan zat-zat berbahaya, seperti rokok, alkohol, obatobatan atau narkotika
 kemungkinan terjadi peningkatan gangguan ke arah postpartum
psychosis depression yang lebih berat
 kemungkinan melakukan suicide atau infanticide; suicide atau bunuh
diri adalah tindakan seseorang untuk menghukum dirinya sendiri
dengan sengaja dalam keadaan sadar dan infanticide atau pembunuhan
anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan
atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan
atau beberapa saat sesudah dilahirkan.
2. Pengaruh depresi postpartum pada bayi adalah :
 bayi sering menangis dalam jangka waktu yang lama
 mengalami masalah tidur dan gangguan makan
 kemungkinan mengalami infanticide atau pembunuhan anak adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan atau tanpa
bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau
beberapa saat sesudah dilahirkan.
3. Pengaruh depresi postpartum pada anak sebagai berikut :
 gangguan
tingkahlaku;
masalah
tidur,
hiperaktivitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
marah,
agresif,
dan
29
 perkembangan kognitif lambat; keterlambatan dalam berjalan dan
berbicara dibandingkan anak-anak lain, mengalami berbagai kesulitan
belajar, permasalahan dengan sekolah
 permasalahan sosial; sulit untuk bersosialisasi disekolah, menarik diri
atau sering bersikap destructive permasalahan emosional; self esteem
yang rendah, sering cemas, penakut, lebih pasif, dan ketergantungan
tinggi terhadap orang lain atau tidak mandiri.
2.2.5 Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)
Menurut Cox (2000, dalam Soep 2009), untuk mendeteksi adanya
depresi postpartum atau resiko untuk mengalami depresi postpartum, dapat
digunakan alat ukur Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) pada
awal postpartum untuk mengindentifikasi berbagai resiko penyebab depresi
postnatal.
EPDS adalah alat ukur yang berbentuk skala yang berfungsi untuk
mengidentifikasi resiko timbulnya depresi postpartum selama 7 – 10 hari
pasca melahirkan dengan 10 pertanyaan seperti kemampuan untuk tertawa,
dan menikmati suatu hal, menjadi cemas atau takut atau kecewa,
menyalahkan diri sendiri, ketidakmampuan untuk menguasai keadaan,
pemikiran yang depresif, kesulitan tidur dikarenakan depresi, pemikiran
untuk bunuh diri. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) ditemukan
oleh para ahli dibagian psikiatri, Universitas Edinburgh yaitu J.L Cox, J.M
Holden dan R. Sagovsky (1987).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda,
Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam
minggu pertama pasca persalinan dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi
pengisiannya 2 minggu kemudian (Soep, 2009).
Menurut Regina (2001), diluar negeri skrining untuk mendeteksi
gangguan mood depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca persalinan
yang rutin dilakukan. Untuk skrining depresi postpartum dapat dipergunakan
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). EPDS merupakan kuesioner
dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan
perasaan depresi selama 7 hari pasca persalinan. Kuesioner EPDS terdiri dari
10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang
mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan
yang dirasakan ibu postpartum. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu
dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Jumlah skor dari 10
pertanyaan yang diajukan dalam EPDS adalah 30 poin, semakin besar jumlah
skor gejala depresi semakin berat. Skor diatas 12 memiliki sensitifitas 80%
dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian depresi
postpartum.
Menurut Stewart, et al (2003) EPDS dalam penggunaan yang lebih luas
dan sebagai alat pengukuran psikometrik memiliki alasan: (1) mudah untuk
mengelolanya, termasuk via telpon (Zelkowitz & Milet, 1995), (2) memiliki
interpretasi yang tidak rumit, dan (3) sudah siap dimasukkan ke dalam
praktek harian. Selanjutnya, telah dilaporkan oleh banyak peneliti EPDS
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dapat diterima dan memiliki kaitan yang tinggi dengan ibu (Cox et al., 1987a;
Fergerson et al., 2002; Murray & Carothers, 1990; Schaper et al., 1994;
Webster et al., 1997; Zelkowitz & Milet, 1995).
Hasil penelitian yang dilakukan Beck dan Gable (2001, Soep 2011),
menyebutkan bahwa validasi EPDS memiliki sensitifitas 86% dengan nilai
praktis 78% dan nilai prediksi positif 73% dan koefisien alpha 0,87% dengan
sampel 84 wanita postpartum.
2.3 Ibu
2.3.1 Pengertian Ibu
Menurut Gunarsa (2000) ibu adalah jantung dari keluarga. Jantung dalam
tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila
jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan
hidupnya. Perumpamaan ini menyimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu
sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan.
Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya.
Sosok ibu merupakan orang terdekat bagi anak dan orang yang dianggap
paling mengerti segala keinginan anaknya. Peran ibu dalam mengasuh anak
sangatlah penting. Dates (dalam Gunarsa, 2000) mengemukakan bahwa ibu
merupakan sebutan bagi orang yang menyediakan perawatan terus menerus
untuk bayi dan menyediakan kesempatan bagi bayi untuk membentuk sebuah
relasi dengannya.
Dari berbagai macam pengertian ibu diatas, maka dapat di simpulkan
bahwa ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
memiliki kedudukan sebagai tokoh sentral dalam kehidupan, dengan
perannya untuk mengasuh dan merawat anak terus menerus dengan tujuan
anaknya memiliki kesempatan untuk membentuk sebuah relasi.
2.3.2 Peran dan Fungsi Ibu
Fungsi seorang ibu sangat mempengaruhi perkembangan psikis maupun
fisik seorang anak. Fungsi ibu yang paling utama adalah mengurus keluarga
terutama bertanggungjawab pada pengasuhan dan pendidikan anaknya.
Fungsi ini menyebabkan ibu sebagai seseorang yang sangat dekat dengan
anak dibandingkan orang lain. Perhatian dan kasih sayang ibu menyebabkan
ibu menjadi suatu model yang siginifikan bagi anak di masa pertumbuhan
(Gunarsa, 2004).
Menurut Gunasa (2004) peran ibu dalam keluarga diantaranya:
a. Mematuhi kebutuhan fisiologi dan psikis
Kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral, sangat penting untuk
melaksanakan kehidupan. Mula-mula ibu menjadi pusat logistik, memenuhi
kebutuhan fisik, fisiologis, selanjutnya ibu juga harus memenuhi kebutuhan
lainnya, seperti kebutuhan sosial,dan kebutuhan psikis. Ibu perlu menyadari
perannya yaitu memenuhi kebutuhan anak.
b. Peran ibu dalam merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra
dan konsisten
Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap, kebiasaan pada
anaknya, tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam maupun diluar diri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
anak, akan memberi rasa tenang dan rasa tertampungnya unsur-unsur
keluarga.
c.
Peran ibu sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan
anak
Ibu juga berperan dalam mendidik anak dan mengembangkan
kepribadiannya.
d. Ibu sebagai contoh dan teladan
Dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk sikap-sikap anak,
seorang ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima.
Dalam pengembangan kepribadian anak belajar melalui peniruan terhadap
orang lain.
e.
Ibu sebagai manajer yang bijaksana
Ibu mengatur rumah tangga dan menanamkan easa tanggung jawab
kepada anak. Anak pada usia dini sebaiknya sudah mengenal adanya
peraturan yang harus diikuti. Adanya disiplin didalam keluarga akan
memudahkan pergaulan di masyarakat kelak.
f.
Ibu memberi rangsangan dan pelajaran
Sejak masa bayi pendekatan ibu dan percakapan dengan ibu memberi
rangsangan bagi perkembangan anak, kemampuan bicara dan pengetahuan
lainnya.
g. Peran ibu sebagai istri
Ibu yang berfungsi sebagai istri bagi suaminya perlu menyediakan waktu
untuk berkontribusi, menciptakan keakraban, kemesraan dan kesatuan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
akan memberikan tenaga baru untuk melaksanakan tugas-tugas lainnya dalam
menciptakan suasana keluarga.
2.3.3 Ibu Dewasa Awal
Menurut Hurlock (1980) masa dewasa awal adalah masa pencaharian
kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen,
dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas, dan penyesuaian
diri pada pola hidup yang baru.
Papalia, Olds, dan Feldman (2001) mengungkapkan bahwa kelompok
dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 20-40 tahun, dimana
pada masa ini terjadi pelepasan peran sebagai remaja ke peran baru sebagai
dewasa awal. Namun, di Indonesia, awal batas usia dewasa awal dimulai dari
25 tahun hingga 40 tahun, karena menurut Sareono (2006) batasan remaja
untuk masyarakat Indonesia berakhir pada usia 24 tahun dan dinyatakan
belum menikah.Ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan melahirkan
seorang anak, kemudian merawat dan mengasuh anak tersebut dan
merupakan tokoh sentral dan sangat penting dalam suatu kehidupan seorang
anak.
Jadi ibu yang berada pada dewasa awal adalah seorang wanita yang
berada pada umur 20 – 40 tahun dan memiliki kedudukan sebagai tokoh
sentral dalam kehidupan, dengan perannya untuk mengasuh dan merawat
anak terus menerus dengan tujuan anaknya memiliki kesempatan untuk
membentuk sebuah relasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2.4 Kerangka Berpikir
Dukungan Keluarga
Kecenderungan
Depresi Postpartum
Gambar 1: Kerangka Berpikir Penelitian
Wanita pasca persalinan kerap kali dihadapkan dengan perubahan suasana
hati atau mood swing yang siklus perubahannya berlangsung cepat dan ibu yang
mengalaminya tidak mengerti kenapa dirinya tiba-tiba bersedih. Gangguan mood
selama periode pasca melahirkan merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi pada wanita. Postpartum depression atau PPD adalah gangguan
suasana hati nonpsychotic yang muncul setelah melahirkan anak yang sudah biasa
diteliti diseluruh dunia. (Sutjahjo., Manderson., & Astbury, 2007).
Depresi pasca melahirkan adalah gangguan depresi mayor yang terjadi pada
masa pasca melahirkan atau masa postpartum. Depresi pasca melahirkan dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain yang
lebih berat atau ringan.
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah disebutkan sebelumnya , untuk
menghadapi depresi postpartum tersebut ibu mengharapkan berbagai bentuk
dukungan yang berasal dari berbagai kalangan tidak hanya dukungan dari suami.
Ibu mengharapkan dukungan sosial yang lebih luas agar ia mampu menghadapi
perubahan-perubahan yang ada pasca melahirkan Dukungan yang diharapkan ibu
terutama dukungan keluarga seperti dari orang tua, mertua, ataupun adik dan
kakak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan
sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal
maupun internal dan terbukti sangat bermanfaat (Harnilawati, 2013). Melalui
berbagai bentuk dukungan yang diberikan keluarga, diharapkan kemungkinan
untuk munculnya postpartum depression pada ibu dapat berkurang.
Dukungan yang diberikan keluarga dapat membantu seorang ibu untuk
belajar mengenal, menerima dan mempergunakan perasaan barunya tentang
dirinya serta melewati hari-hari barunya dengan penuh harap dan suka cita.
Dengan begitu seorang ibu dapat dengan mudah menyesuaikan diri nya dengan
keadaan pasca ia melaksanakan persalinan.
Semakin baik dukungan keluarga yang ibu dapatkan maka semakin rendah
kecenderungan depresi postpartum, dan semakin rendah dukungan keluarga yang
ibu dapatkan maka semakin tinggi kecenderungan depresi postpartum.
2.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
dukungan keluarga dengan kecenderungan depresi postpartum pada ibu di
Puskesmas Pondok Aren, Tangerang Selatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download