4 Hasil dan Pembahasan

advertisement
4
Hasil dan Pembahasan
Penelitian yang dilakukan terhadap kayu akar dari Artocarpus elasticus telah berhasil
mengisolasi dua senyawa flavon terprenilasi yaitu artokarpin (8) dan sikloartokarpin (13).
Penentuan struktur molekul kedua senyawa tersebut dilakukan dengan menggunakan data
UV, IR, dan 1H-NMR.
4.1
Artokarpin (8)
Senyawa artokarpin (8) diperoleh dalam bentuk serbuk berwarna oranye dengan titik leleh
174-175 oC. Nama trivial untuk senyawa ini adalah 7-metoksi-5,2’,4’-trihidroksi-3,6diisoprenil flavon. Spektrum ultraviolet senyawa ini (Gambar 4.1) menunjukkan adanya
serapan maksimum pada panjang gelombang 279 nm, dan 319 nm (bahu). Senyawa flavon
terdiri dari dua sistem kromofor, yaitu sistem kromofor sinamoil dan sistem kromofor
benzoil (Gambar 4.2). Serapan sistem kromofor sinamoil (pita I) terjadi pada panjang
gelombang 320-380 nm. Sedangkan serapan sistem kromofor benzoil (pita II) terjadi pada
panjang gelombang 240-270 nm. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa senyawa hasil
isolasi tersebut merupakan senyawa turunan flavon. Data tersebut didukung oleh data
spektrum IR yang menunjukkan adanya gugus karbonil terkonjugasi pada bilangan
gelombang 1647 cm-1 dan puncak untuk cincin aromatik pada 1620, 1450, 1357 cm-1
(Gambar 4.4).
Puncak serapan kedua sistem kromofor memberikan gambaran tentang gugus fungsi yang
dimiliki oleh flavon tersebut. Hal ini dapat diamati dari pita I pada panjang gelombang 319
nm dengan intensitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pita II pada panjang
gelombang 279 nm. Adanya gugus isoprenil bebas pada posisi C-3 dan adanya gerakan
rotasi bebas dari cincin B menyebabkan intensitas pita I menjadi lebih rendah. Gugus
isoprenil dan gerakan rotasi cincin B akan menyebabkan halangan sterik terhadap keplanaran
sistem kromofor sinamoil. Keplanaran sistem kromofor pita sinamoil menjadi berkurang
sehingga konjugasi elektron tidak dapat berlangsung dengan baik. Adanya gugus isoprenil
diperkuat dari spektrum IR yang dmenunjukkan puncak serapan gugus C-H alifatik pada
bilangan gelombang 2954 dan 2862 cm-1 (Gambar 4.4).
33
Gambar 4.1 Spektrum UV artokarpin (8)
O
O
O
O
benzoil
sinamoil
Gambar 4.2 Sistem kromofor senyawa flavon
Pada spektrum ultraviolet, penambahan pereaksi geser NaOH menyebabkan pergeseran
batokromik pada pita I sebesar 40 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus fenolik bebas.
Gugus hidroksi ini didukung oleh puncak serapan gugus –OH pada bilangan gelombang
3388 cm-1 pada spektrum IR.
Penambahan pereaksi geser AlCl3 dapat mendeteksi adanya gugus orto-dihidroksi atau
adanya gugus –OH pada posisi C-5 dari senyawa flavon. AlCl3 dapat membentuk kelat baik
dengan gugus OH pada C-5 dan karbonil pada C-4 maupun dengan gugus orto-dihidroksi.
AlCl3 membentuk kompleks yang stabil dengan gugus –OH pada C-5 dan karbonil pada
posisi C-4 sehingga menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I (Gambar 4.3). Oleh
karena itu, penambahan HCl tidak akan menyebabkan pergeseran hipsokromik. Sedangkan
untuk gugus orto-dihidroksi, kelat yang terbentuk antara AlCl3 dengan gugus orto-dihidroksi
tidak stabil sehingga penambahan HCl menyebabkan pergeseran hipsokromik.
34
OH
O
OH
Al Cl
O
OH
O
AlCl 3
O
4
5
OH O
O
HCl
O
AlCl 3
6
3
4
O
5
O
O
HCl
3
6
5
4
O
3
O
Al
Al
Cl
OH
O
O
O
6
O
Cl
Cl
Cl
Gambar 4.3 Kompleks yang terbentuk dengan AlCl3
Untuk senyawa hasil isolasi, penambahan AlCl3 tidak menyebabkan pergeseran batokromik
pada pita I. Hal ini menunjukkan bahwa pada senyawa tersebut tidak terdapat gugus ortodihidroksi. Selain itu juga, kemungkinan terdapatnya gugus isoprenil pada posisi C-3 dan C6 sehingga mengakibatkan tidak terbentuknya kompleks antara gugus –OH pada C-5,
karbonil pada C-4, dan AlCl3.
Gambar 4.4 Spektrum IR artokarpin (8) (KBr)
Data spektrum UV dan IR dari senyawa artokarpin (8) hasil isolasi dibandingkan dengan
standar (Tabel 4.1). Data spektrum 1H-NMR dari senyawa artokarpin (8) hasil isolasi
dibandingkan dengan senyawa artokarpin standar terdapat dalam Tabel 4.2.
Dari
perbandingan tersebut terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara senyawa
artokarpin (8) hasil isolasi dan standar.
35
Tabel 4.1 Data perbandingan spektrum UV dan IR artokarpin (8)
Spektrum UV Artokarpin (8)
(MeOH)
λ maks (nm)
Hasil Isolasi
Literatur (*)
279
279
319 (bahu)
320 (bahu)
Penambahan NaOH
277
359
277
347
Spektrum IR Arokarpin (8) (KBr)
νmaks (cm-1)
Hasil Isolasi
Literatur (*)
3388 (OH)
2956, 2866 (C-H
alifatik)
1620, 1450, 1357
(C=C aromatik)
1205, 1147 (C-O)
1647 (C=O)
3393 (OH)
2959,2927, 2862 (C-H
alifatik)
1621, 1481, 1452, 1352
(C=C aromatik)
1205, 1147 (C-O)
1650 (C=O)
(*) Mustapha, 2006
Spektrum 1H-NMR (Gambar 4.5) menunjukkan adanya sinyal singlet pada geseran kimia
13,94 ppm yang menandakan adanya gugus hidroksi dari C-5 yang terkelasi dengan C=O
pada C-4 pada senyawa hasil isolasi ini. Pada daerah aromatik terdapat 3 sinyal untuk 3
proton pada geseran kimia 7,16 ppm (1H, d, J = 8,5 Hz), 6,56 ppm (1H, d, J = 2,4 Hz), dan
6,48 ppm (1H, dd, J = 8,5; 2,4 Hz, H-5’). Ketiga sinyal proton ini menunjukkan adanya
sistem ABX pada cincin B. Pada geseran kimia 3,93 ppm (3H, s) terdapat sinyal proton
untuk metoksi. Pada daerah alifatik terdapat dua sinyal metil yang masing-masing mewakili
tiga proton yaitu pada geseran kimia 1,39 ppm (3H, s) dan 1,52 ppm (3H, s). Adanya gugus
α-α dimetil alil ditunjukkan oleh sinyal-sinyal proton pada geseran kimia 5,08 ppm (1H, m),
dan 3,09 (2H, d, J =6,7 Hz). Gugus 3-metil-1-butenil ditunjukkan dengan adanya satu sinyal
yang mewakili 6 proton pada geseran kimia 1,07 ppm (6H, d, J = 6,7 Hz), satu sinyal proton
alifatik pada geseran kimia 2,38 (1H, m), dan dua sinyal proton vinil berturut-turut pada
geseran kimia 6,73 ppm (1H, dd, J = 6,7; 16,4 Hz), dan 6,54 (1H, d, J =16,4 Hz).
36
Gambar 4.5 Spektrum 1H-NMR artokarpin (8) (aseton-d6, 500 MHz)
Tabel 4.2 Data perbandingan spektrum 1H-NMR artokarpin (8)
Pergeseran Kimia (ppm, multiplisitas, J dalam Hz)
No. C
Literatur (*)
(400 MHz, aseton-d6)
Hasil isolasi
(500 MHz, aseton-d6)
8
6,53 (1H, s)
6,56 (1H, s)
9
3,08 (2H, d, J =6,9 Hz)
3,09 (2H, d, J =6,7 Hz)
10
5,10 (1H, m)
5,08 (1H, m)
12
1.41 (3H, s)
1,39 (3H, s)
13
1,55 (3H, s)
1,52 (3H, s)
14
6,57 (1H, d, J =16,1)
6,54 (1H, d, J =16,4 Hz)
15
6,70 (1H, dd, J = 7,0; 16,1 Hz,
6,73 (1H, dd, J = 6,7; 16,4 Hz)
16
2,41(1H, m)
2,38 (1H, m)
17/18
1,07 (6H, d, J = 7,0 Hz)
1,07 (6H, d, J = 6,7 Hz)
3’
6,55 (1H, d, J = 2,2 Hz)
6,56 (1H, d, J = 2,4 Hz)
5’
6,49 (1H, dd, J = 8,4; 2,2 Hz)
6,48 (1H, dd, J = 8,5; 2,4 Hz)
6’
7,18 (1H, d, J = 8,4 Hz)
7,16 (1H, d, J = 8,5 Hz)
(*) Mustapha, 2006
37
Dari hasil data-data spektrum UV, IR dan 1H-NMR dan perbandingan dengan senyawa yang
sama pada literatur yang menunjukkan kesesuaian, maka struktur senyawa tersebut
disarankan sebagai artokarpin (8).
3'
HO
H3CO
8
O
5'
6'
A
14
OH
B
5
15 OH O 10
9
(8)
Senyawa artokarpin (8) sebelumnya ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus lainnya, seperti
A. heterophyllus (Lin, 1995), A. champeden (Hakim, 2005), A. elasticus (Mustapha, 2006),
dan A.chama (Wang, 2004).
Dari penelitian sebelumnya, artokarpin (8) memiliki aktivitas biologi seperti sifat sitotoksik,
tosiksitas, anti tuberkulosis, dan anti malaria. Artokarpin (8) bersifat sitotoksik terhadap sel
murin leukemia P388 dengan nilai IC50 1,9 µg/mL (Hakim et al., 2006). Selain itu,
artokarpin (8) bersifat toksik terhadap Artemia salina dengan nilai IC50 24,3 µg/mL (Hakim
et al., 2006). Artokarpin (8) juga bersifat sebagai antituberkulosis dengan konsentrasi
minimum sebagai penghambat (MIC) sebesar 3,12 µg/mL dan bersifat sebagai antimalaria
dengan nilai IC50 3,0 µg/mL (Boonphong, 2007).
4.2
Sikloartokarpin (13)
Senyawa sikloartokarpin (13) diperoleh dalam bentuk serbuk berwarna kuning dengan titik
leleh 272-273 oC. Spektrum ultraviolet senyawa ini (Gambar 4.6) menunjukkan adanya
serapan maksimum pada panjang gelombang 292 nm, dan 368 nm. Dua puncak serapan ini
menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa turunan flavon. Data tersebut
didukung oleh data spektrum IR yang menunjukkan adanya gugus karbonil terkonjugasi
yang khas untuk senyawa flavon pada bilangan gelombang 1653 cm-1 dan puncak untuk C=C
aromatik pada 1620, 1481, 1448 cm-1 (Gambar 4.7).
Sama seperti pada artokarpin (8), puncak serapan kedua sistem kromofor mengambarkan
gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa flavon tersebut. Hal ini dapat diamati dari pita I
pada panjang gelombang 368 nm dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pita II pada panjang gelombang 292 nm. Adanya cincin piran dapat meningkatkan
keplanaran pada sistem kromofor sinamoil (pita I) sehingga konjugasi elektron menjadi lebih
mudah. Dengan demikian, intensitas serapan maksimum berhubungan erat dengan
38
keplanaran suatu senyawa. Cincin piran ini terbentuk karena adanya reaksi sekunder dari
gugus isoprenil pada C-3 dan gugus –OH pada C-2’. Adanya gugus isoprenil diperkuat dari
spektrum IR yang ditunjukkan oleh puncak serapan gugus C-H alifatik pada bilangan
gelombang 2954 dan 2862 cm-1 (Gambar 4.7).
Gambar 4.6 Spektrum UV sikloartokarpin (13)
Pada spektrum ultraviolet, penambahan pereaksi geser NaOH menyebabkan pergeseran
batokromik pada pita I sebesar 41 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi fenil
bebas. Adanya gugus hidroksi ini ditunjukkan oleh puncak serapan gugus –OH pada
bilangan gelombang 3404 cm-1 pada spektrum IR.
Sama halnya dengan senyawa artokarpin (8), penambahan AlCl3 tidak menyebabkan
pergeseran batokromik pada pita I (Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan bahwa pada senyawa
tersebut tidak terdapat gugus orto-dihidroksi. Selain itu juga, kemungkinan terdapatnya
gugus isoprenil pada posisi C-3 sehingga mengakibatkan kelat antara gugus –OH pada C-5
dan karbonil pada C-4 serta AlCl3 tidak terbentuk.
39
Gambar 4.7 Spektrum IR sikloartokarpin (13) (KBr)
Tabel 4.3 Data perbandingan spektrum UV dan IR sikloartokarpin (13)
Spektrum UV sikloartokarpin (13)
(MeOH)
λ maks (nm)
Hasil Isolasi
Literatur (*)
292
279
368
368
Penambahan NaOH
292
409
277
411
Spektrum IR sikloartokarpin (13) (KBr)
νmaks (cm-1)
Hasil Isolasi
Literatur (*)
3404 (OH)
2954, 2862 (C-H
alifatik)
1620, 1481, 1448
(C=C aromatik)
1653 (C=O)
3393 (OH)
2959,2927, 2862 (C-H
alifatik)
1621, 1481, 1452, 1352
(C=C aromatik)
1650 (C=O)
(*) Mustapha, 2006
Tabel 4.3 menunjukkan perbandingan data spektrum UV dan IR sikloartokarpin (13) hasil
isolasi dan standar. Berdasarkan Tabel 4.3 ditunjukkan bahwa sikloartokarpin (13) hasil
isolasi bersesuaian dengan standar.
Pada spektrum 1H-NMR (Gambar 4.8) terlihat 15 sinyal proton untuk senyawa ini. Sinyal
pada geseran kimia 13,62 ppm menunjukkan adanya gugus –OH yang terkelasi. Spektrum
1
H-NMR menunjukkan adanya sinyal singlet pada daerah aromatik dengan geseran kimia
6,72 ppm (1H, s). Gugus pirano-γ,γ-dimetil alil ditunjukkan dengan adanya sinyal-sinyal
proton pada geseran kimia 1,06 ppm (3H, s), 1,92 ppm (3H, s), 5,45 ppm (1H, d, J = 9,2
Hz), 6,18 ppm (1H, d, J = 9,2 Hz). Gugus isopentenil ditunjukkan oleh sinyal-sinyal proton
pada geseran kimia 1,05 ppm (3H, s), 1,06 ppm (3H, s), 2,40 ppm (1H, m), 6,54 ppm (1H, d,
J = 16,5 Hz), 6,72 (1H, dd, J = 6,4; 16,5 Hz). Sinyal-sinyal proton untuk cincin B
ditunjukkan pada geseran kimia 6,41 ppm (1H, d, J = 2,4 Hz), 6,60 ppm (1H, dd, J = 8,5;
40
2,4 Hz), 7,69 ppm (1H, d, J = 8,5 Hz). Sinyal-sinyal ini menunjukkan adanya sistem ABX
pada cincin B yang mengalami trisubstitusi pada posisi 2’,5’, dan 6’. Sinyal untuk proton
pada gugus metoksi berada pada geseran kimia 3,96 (3H, s).
Gambar 4.8 Spektrum 1H-NMR sikloartokarpin (13) (aseton-d6, 500 MHz)
Tabel 4.4 Data perbandingan spektrum 1H-NMR sikloartokarpin (13)
H (ppm, multiplisitas, J dalam Hz)
No. C
Literatur (*)
(400 MHz, aseton-d6)
Hasil isolasi
(500 MHz, aseton-d6)
8
6,71 (1H, s)
6,72 (1H, s)
9
6,19 (1H, d, J = 9,5 Hz)
6,18 (1H, d, J = 9,2 Hz)
10
5,46 (1H, m)
5,45 (1H, d, J = 9,2 Hz)
12
1,07 (3H, s)
1,05 (3H, s)
13
1,07 (3H, s)
1,06 (3H, s)
14
6,55 (1H, d, J = 16,1 Hz)
6,54 (1H, d, J = 16,5 Hz)
15
6,70 (1H, dd, J = 7,0; 16,1 Hz)
6,72 (1H, dd, J = 6,4; 16,5 Hz)
16
2,41(1H, m)
2,40(1H, m)
17
1,94 (3H, s)
1,92 (3H, s)
18
1,68 (3H, s)
1,66 (3H, s)
3’
6,42 (1H, d, J = 2,2 Hz)
6,41 (1H, d, J = 2,4 Hz)
5’
6,61 (1H, dd, J = 8,4, 2,2 Hz)
6,60 (1H, dd, J = 8,5, 2,4 Hz)
6’
7,69 (1H, d, J = 8,4 Hz)
7,69 (1H, d, J = 8,5 Hz)
OCH3
3,96 (3H, s)
3,96 (3H, s)
(*) Mustapha, 2006
41
Dari perbandingan data yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa senyawa
sikloartokarpin(13) hasil isolasi dan standar memberikan kesesuaian yang tinggi. Dari hasil
data-data spektrum UV, IR dan
1
H-NMR, maka struktur yang disarankan adalah
sikloartokarpin (13).
5'
6'
H3CO
8
O
3'
A
14
OH
B
O
5 4
15 OH O
9
11
(13)
Sikloartokarpin ini telah ditemukan dalam tumbuhan Artocarpus lainnya, seperti
A.
champeden Spreng (Lin et al., 1992), A. atilis (Ersam, 1999), A. elasticus (Mustapha, 2006),
dan A.maingyii King (Hakim et al., 1999).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, sikloartokarpin (13) memiliki aktivitas biologi seperti
artokarpin (8). Sikloartokarpin (13) bersifat sitotoksik terhadap sel murin leukemia P388
(IC50 3,9 µg/mL) (Hakim et al., 2006). Sikloartokarpin (13) juga bersifat toksik terhadap
Artemia salina (IC50 1,9 µg/mL) (Hakim et al., 2006). Selain itu, sikloartokarpin (13) bersifat
antituberkulosis (MIC 12,5 µg/mL) dan antimalaria (IC50 4,3 µg/mL) (Boonphong, 2007).
Namun, jika dibandingkan dengan artokarpin (8), sikloartokarpin (13) bersifat kurang aktif
karena struktur sikloartokarpin (13) yang lebih planar daripada artokarpin (8).
4.3
Hubungan Biogenesis Artokarpin (8) dan Sikloartokarpin (13)
Jika melihat kedua struktur senyawa hasil isolasi, terdapat kemiripan diantara keduanya.
Keduanya hanya dibedakan dari terbentuknya siklik dalam senyawa sikloartokarpin (13).
Siklik ini terbentuk karena reaksi sekunder yang terjadi pada senyawa artokarpin (8). Gugus
isoprenil dan gugus –OH pada posisi C-2’ pada senyawa artokarpin mengalami reaksi
sekunder menghasilkan cincin piran pada senyawa sikloartokapin (13). Dengan demikian,
artokarpin (8) merupakan prekursor bagi senyawa sikloartokarpin (13). Biogenesis yang
disarankan dapat dilihat pada Gambar 4.9.
42
OH
H3CO
OH
..
O
..
H3CO
O
..
O
..
O
H
OH O H
OH O
artokarpin (8)
OH
H3CO
O
OH
H3CO
O
+
O
OH O
O
OH O
-
sikloartokarpin (13)
Gambar 4.9 Hubungan biogenesis artokarpin (8) dan sikloartokarpin (13) (Hakim et al., 2006)
43
Download