RH- Tgl 16 Januari 2017

advertisement
16 dan 17Januari
Bacaan Alkitab : Ayub 38 - 42
(Kurun waktu : diperkirakan 2.324 - 2.224 S.M.)
(Karena ini adalah bahan pembacaan Alkitab selama dua
hari berturut-turut, disarankan untuk membaca seluruh ayat
yang tercantum di atas pada hari pertama, kemudian
melakukan renungan di hari yang ke dua)
“Saat Anda Berada Di Pengadilan”
Pernahkah Anda membayangkan jika Anda disidang di Pengadilan?
Kondisi tersebut mungkin terjadi jika misalnya saja, Anda yakin telah
mengalami ketidakadilan, dan Anda ingin melakukan eksepsi dan
pembelaan (pledoi) untuk mencari keadilan dan ganti rugi. Hal inilah
yang diinginkan juga oleh Ayub, bapa pendahulu kaum beriman di
dalam Alkitab. Diperkirakan Ayub hidup tidak jauh sebelum masa
hidup Abraham. Ayub yakin bahwa ia adalah orang yang benar dan
tidak bercela di dalam segala hal, namun ia telah diperlakukan
dengan tidak adil oleh Allah. Sahabat-sahabat Ayub berpendapat
bahwa Ayub adalah seorang pendosa yang bersifat angkuh, yang
tentunya telah melakukan kejahatan di mata Tuhan, meskipun Ayub
tetap bersikukuh bahwa dirinya tidak bersalah. Kemudian Ayub
mengajukan banding kepada Allah dengan mencoba membela
perkaranya di peradilan surgawi. Namun hal yang terjadi kemudian
adalah, bahwa Allah memanggil Ayub untuk berdiri di hadapan
mahkamah pengadilan surgawi, dan Allah bertindak sebagai hakim
bagi Ayub, dengan menanyakan berbagai pertanyaan. Pertanyaanpertanyaan yang dilontarkan Allah kepada Ayub tersebut mencoba
untuk menyatakan bahwa Ayub telah sangat meremehkan kuasa dan
hikmat Allah, dan oleh karena nya, Ayub perlu kembali lagi menjalani
hidup yang takut akan Allah. Mungkin kita pun saat ini perlu
melakukan hal tersebut juga. Renungan Harian ini diharapkan dapat
menuntun kita untuk hidup takut akan Allah.
Allah memulai arahanNya dengan menanyai Ayub tentang
pengetahuannya atas ciptaan Allah, dengan menggunakan illustrasi
seorang mekanik konstruksi:
“(38:4) Dimanakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?
Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian! (38:5) Siapakah
yang
telah
menetapkan
ukurannya?
Bukankah
engkau
mengetahuinya? – Atau siapakah yang telah merentangkan tali
pengukur padanya? (38:6) Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan
siapakah yang memasang batu penjurunya (38:7) pada waktu
bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak
Allah bersorak-sorai? “ (Ayub 38 : 4 – 7).
Pernahkah Anda membayangkan tentang hal-hal apa saja yang
digunakan Allah untuk menciptakan bumi dengan segala kerumitan
komponen dan rancang-bangun nya? Allah adalah Perancang Maha
Karya. Bila kita melihat bumi ini bergerak dan berputar mengelilingi
matahari dengan teratur, bagaimana ia dapat mengatur segala
sesuatunya dengan baik, tanpa terlihat bahwa ada perancang yang
mengarahkan seluruh proses tersebut? Hukum alam yang umum
berlaku adalah: bahwa seiring perjalanan waktu, tidak ada hal-hal
yang sedemikian tertata rapih, tanpa ada yang mengaturnya; karena
tanpa adanya campur-tangan sang pengatur, keadaan menjadi kacau
balau (atau jika kita ingin sedikit berbicara dengan gaya humor,
anggaplah hukum tersebut sama hal nya dengan kondisi kamar anakanak yang didiamkan beberapa saat). Oleh karena fakta bahwa tidak
ada hal di dalam kehidupan ataupun di dalam dunia ini, yang makin
tertata rapih seiring berjalannya waktu, kita dapat menyimpulkan
bahwa segala keteraturan yang kita lihat itu pastilah telah dilakukan
oleh seorang perancang dan pencipta yang memiliki kemampuan
intelektual super hebat; Allah Yang Perkasa adalah perancang dan
pencipta yang Maha Adi Karya tersebut.
Lalu Ayub pun ditanyai Allah : “(38:19) Di manakah jalan ke tempat
kediaman terang, dan di manakah tempat tinggal kegelapan, (38:20)
sehingga engkau dapat mengantarnya ke daerahnya, dan mengetahui
jalan-jalan ke rumahnya? (38:21) Tentu engkau mengenalnya, karena
ketika itu engkau telah lahir, dan jumlah hari-harimu telah banyak!
(Ayub 38 : 19-21).
Kita dapat saja menanyakan pertanyaan ini kepada diri sendiri :
mungkin kita begitu cerdas dan tahu jawaban tentang ‘darimanakah
asalnya terang’? Pernahkah kita berpikir tentang hal tersebut?
Mungkin kita berkata bahwa terang bersumber dari matahari. Lalu
siapakah yang menempatkan matahari di tempatnya tersebut?
Mungkin saja ada orang yang berkata bahwa matahari terjadi dari
letusan bintang supernova. Karena kita belum ada di bumi saat hal
tersebut terjadi, marilah menganggap pandangan tersebut, untuk
tebakan terbaiknya, sebagai suatu spekulasi, dan hal terburuknya,
sebagai suatu asumsi yang arogan. Kita hanya dapat menduga
tentang asal terjadinya bintang-bintang, dengan cara mengamati halhal yang terjadi di galaksi lain. Meskipun terdapat spekulasi tentang
supernova yang menjadi matahari, tetap saja hal tersebut tidak dapat
menjawab tentang asal terjadinya terang. Percampuran antara gas
hydrogen dan helium dapat menimbulkan api yang kemudian
menghasilkan terang, namun darimanakah asal percikan yang
menyulut terjadinya matahari dalam jumlah yang tak terhingga di
seluruh alam semesta ini? Maksudnya adalah, sama seperti Ayub, jika
manusia sedemikian pandai nya, maka berikanlah jawabannya
kepada Allah, karena kita semua ada di bumi ini dan menyaksikan
adanya matahari tersebut.
Kemudian Ayub ditanyai tentang asal mula terjadinya hujan, salju,
hujan es, hujan batu dan hujan salju serta es. Mungkin kita akan
dengan mudah menerangkannya: semuanya terjadi karena
pergerakan/ gejala alam.
Lalu siapakah yang mengendalikan
pergerakan alam tersebut? Orang yang tidak percaya kepada Allah,
berpandangan bahwa ‘tidak ada yang mengendalikan alam’; orang
yang percaya kepada Allah yakin bahwa sering kali di dalam sejarah,
Allah campur tangan didalam kehidupan
manusia dengan
menggunakan gejala alam, untuk mendatangkan kebaikan, atau
sebaliknya, menghukum manusia. Di dalam bacaan dan berbagai
tempat yang diceritakan di dalam Alkitab, Allah menyatakan diriNya
kepada kita bahwa Ia adalah Allah Maha Kuasa yang mengendalikan
segala sesuatu. Percayakah kita akan hal tersebut? Jika kita percaya,
maka dengan yakin kita pun dapat memastikan bahwa Allah juga
berkuasa mengatur setiap segi kehidupan kita. Ini adalah hal yang
indah untuk dipahami, terutama saat kita merasa hidup kita sepertinya
sedang hancur.
Siapakah yang memelihara dan menyediakan makanan bagi
binatang-binatang di bumi? Kaum evolusionis berkata bahwa hal
tersebut dikendalikan oleh hukum alam, di mana yang kuatlah yang
akan dapat bertahan. Memang hal tersebut ada benarnya, tetapi juga
seringkali Allah lah yang memberikan makanan bagi hewan-hewan
tersebut untuk kelangsungan hidup mereka. Ada juga suatu hubungan
saling ketergantungan yang terjadi antara spesies-spesies tanaman
dan binatang-binatang tertentu. Sungguh merupakan suatu “kebetulan
yang aneh”, bahwa keberlangsungan hidup suatu spesies hewan
tertentu ditentukan oleh tersedianya supply dari spesies tumbuhtumbuhan tertentu (untuk informasi lebih lanjut mengenai topik ini,
dapat mengakses ke alamat situs web www.1hope.org). Sungguh
unik dan indah cara Allah memelihara hewan, tumbuh-tumbuhan dan
seluruh ciptaanNya.
Hewan-hewan di darat dan burung-burung di udara, semuanya
memiliki karakteristik masing-masing yang unikdan indah.
Memperhatikan bagaimana hewan-hewan ini berkembang-biak, selalu
merupakan hal yang menakjubkan. Mengamati lebih lanjut tentang
kehidupan hewan-hewan yang memiliki kekuasaan, kekuatan,
martabat dan kasih sayang, mengingatkan kita kepada Allah yang
telah menciptakan semuanya. Allah peduli pada kelangsungan hidup
hewan-hewan ciptaanNya, dan Allah juga mempedulikan hidup Anda.
Yesus berkata : “(10:29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor
seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di
luar kehendak Bapamu. (10:30) Dan kamu, rambut kepalamupun
terhitung semuanya. (10:31) Sebab itu janganlah kamu takut, karena
kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. (Matius 10 : 2931).
Jangan abaikan kenyataan sederhana ini. Lihatlah sekitar diri Anda
dan Anda akan melihat bukti nyata kreatifitas, hikmat dan
pemeliharaan Allah atas seluruh ciptaanNya.
Di dalam Ayub Pasal 40 – 42, kita belajar mengenal hewan Behemoth
dan Lewiatan. Ada perdebatan tentang jenis hewan yang
dimaksudkan dengan kedua sebutan tersebut. Banyak orang yang
beranggapan bahwa Behemoth adalah kuda nil, dan Lewiatan adalah
buaya. Dalam bukunya yang membahas tentang Kitab Ayub, pada
halaman 216, Victor E. Reichert mengamati perilaku seekor buaya
saat muncul ke permukaan air dan mendengus, yang menyerupai api
yang menyembur di siang hari, dan mungkin saja Allah telah mengacu
kepada fenomena ini dengan menggunakan gaya bahasa yang
hiperbolis (melebihkan/ meningkatkan).
Tanpa memperhatikan
identitas khusus ciptaan-ciptaan Allah tersebut, inti dari pasal-pasal
yang terdapat di Alkitab di dalam kitab Ayub ini adalah hendak
mengatakan bahwa meskipun hewan-hewan tersebut terlihat sangat
berkuasa dan kuat sehingga tidak ada yang dapat membahayakan
mereka, namun semuanya adalah ciptaan Allah dan berada di bawah
kuasaNya. Jika Allah jauh lebih hebat dan lebih perkasa dibandingkan
hewan-hewan tersebut, maka Ia juga harusnya jauh lebih ditakuti.
Ayub menyadari hal tersebut dan bertobat dengan mengenakan abu
di atas kepalanya. Bagaimana dengan Anda? Apakah hikmat,
keperkasaan dan kebesaran namaNya menyebabkan Anda bersikap
takut dan hormat kepada Allah, serta takut untuk berbicara dan
bertindak menentangNya? Apakah Anda tahu: Alkitab berkata bahwa
kita semua akan menghadap tahta pengadilan Allah? Rasul Paulus
mengingatkan umat Kristiani bahwa “…Sebab kita semua harus
menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang
memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang
dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” (2 Kor.5 : 10).
Kita harus belajar untuk memiliki sikap hidup yang takut akan Allah,
dan bukannya mempertanyakan tindakan-tindakanNya atas hidup
kita.
Ayub telah menjalani persidangan di pengadilan, tetapi ia berada
pada posisi terdakwa, bukannya penggugat. Ketika Ayub kemudian
ditanyai Allah, ia mulai sadar akan kebesaran Allah dan kebodohan
yang telah dilakukannya. Karena Ayub kemudian bertobat dari
pelanggarannya yang bodoh, dan menempatkan Tuhan sebagai
tumpuan kepercayaanNya, maka kemudian Allah melipat-gandakan
segala sesuatu yang hilang dari hidupnya : tanah, kekayaan dan
keluarga. Mungkin saja suatu saat kita mengalami kesulitan hidup
dan kita pun dapat saja dicobai untuk kemudian menyalahkan Tuhan.
Namun jika kita mengerti akan kuasa dan kebesaran nama Allah, kita
pun akan menyadari segala kebodohan yang telah kita lakukan, dan
bertobat dari segala dosa kita. Allah akan selalu mengasihi dan
mengampuni kita, jika kita mau bertobat. Apakah kita akan tetap
percaya kepada Tuhan, meskipun kita tidak memahami keadaan yang
sedang kita alami? Jika kita mau melakukannya, maka pada saatnya
nanti kita akan memperoleh upah surgawi: jika upah tersebut tidak kita
rasakan di dunia saat ini, kelak di surga pastilah kita akan
mendapatkannya.
Untuk Direnungkan dan Dilakukan :

Sama seperti Ayub, kita pun pada suatu hari kelak harus memberi
pertanggung-jawaban di hadapan Allah. Jangan pernah berpikir
bahwa Allah tidak mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan,
ataupun meragukan hikmat dan pengertian Nya yang sempurna;

Mari membuka mata lebih lebar untuk melihat pemeliharaan
Tuhan yang sempurna atas alam semesta ini, lalu bersikaplah
takut akan Tuhan. Dia jauh lebih besar dan perkasa, jauh
melebihi apa yang dapat kita bayangkan. Ia pun jauh lebih besar
dari segala persoalan hidup kita;

Jika kita mau bertobat, Allah akan mengampuni segala dosa dan
kebodohan kita ;

Allah sungguh layak untuk menerima segala pujian, hormat,
kemuliaan, dan Ia pun sungguh layak untuk menjadi sandaran
hidup kita ;
Pertanyaan Untuk Diskusi :

Melihat kembali pandangan-pandangan yang telah dikemukakan
Elifas, Bildad, Zofar dan Elihu; apakah pendapat teman-teman
Ayub tersebut merupakan hal yang umum yang dipercaya orang
sampai saat ini: yaitu bahwa segala kejahatan dan kebaikan yang
dilakukan seseorang pasti akan ada ganjarannya dalam dunia ini?
Apakah ada “struktur moral” yang berlaku umum di dunia ini,
berupa kompensasi ataupun ‘hukuman’ bagi setiap perbuatan
manusia di dunia ini? Atau pun: bagaimanakah perjumpaan iman
yang dialami Ayub saat bertemu langsung dengan Tuhan, dapat
menolong kita untuk bersikap di tengah pandangan umum yang
‘menetralkan’ antara perbuatan baik dan jahat?

Tidak semua orang benar yang menderita, kemudian pada
akhirnya akan memperoleh kembali hal-hal baik yang pernah
dimilikinya, ataupun bahkan mendapat imbalan dua kali lipat,
seperti yang dialami Ayub (Ayub 42 : 10). Namun demikian dalam
kitab Ayub 42 : 1-5, Ayub belajar tentang adanya suatu harapan
baik di tengah penderitaan; apakah harapan baik tersebut?
(Mohon lihat juga Mat. 5 : 10 – 11).
Ayat hafalan hari ini :

Matius 10 : 29 – 31
“(10:29)
Bukankah
burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari
padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.
(10:30)Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya.
(10:31) Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih
berharga dari pada banyak burung pipit.”
Download