Jatropha curcas L.

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Ciri Morfologi Jarak Pagar
Jarak
pagar
termasuk
ke
dalam
kingdom
Plantae,
subkingdom
Tracheobionta (tumbuhan vasikular), divisi Spermatophyta, ordo Euphorbiales,
famili Euphorbiaceae, dan termasuk ke dalam genus Jatropha curcas L. Jarak
pagar termasuk jenis pohon perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun.
Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 – 5 meter. Percabangannya tidak
teratur, dengan ranting bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabu-abuan, atau
kemerah-merahan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai daun 6 – 16 cm dan lebar
5 – 15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung.
Bunga jarak pagar muncul pada saat tanaman mulai berumur 3 – 4 bulan.
Pembungaan umumnya terbentuk pada saat musim kemarau, namun pada musim
hujan bunga juga dapat muncul. Bunga muncul secara terminal dari percabangan.
Bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terletak pada setiap malai.
Bunga betina bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba–laba dan
ukurannya lebih besar dari bunga jantan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk tanaman berumah satu atau
monoecious, artinya alat kelamin jantan dan betina berada pada satu tanaman.
Berdasarkan alat kelamin pada bunga, terdapat dua tipe yaitu tanaman uni-seksual
dan andromonoecious. Secara umum, kedua tipe ini memiliki morfologi organ
seperti akar, batang, daun dan buah yang hampir sama. Perbedaan yang jelas
terdapat pada bunganya, tanaman uniseksual menghasilkan bunga jantan dan
betina sedangkan andromonoecious menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit
(Asbani, 2009). Ahmad (2008) menyatakan bahwa jumlah bunga betina dalam
satu malai adalah sebesar 5 bunga betina/malai. Bunga jantan dan betina jarak
pagar tidak mekar secara bersamaan melainkan bertahap dengan pola yang tidak
tentu.
Daun kelopak atau sepal pada bunga jarak berwarna hijau sedangkan daun
mahkota atau petal berwarna putih. Lima sepal tersusun menyirip (imbricata)
mengikuti rumus 2/5 atau quincuncialis. Susunan petal adalah teruntir ke satu arah
5
baik ke kiri (sinistrosum contortus) maupun kanan (dextrorsum contortus).
Benang sari berjumlah 10 buah yang terbagi dalam dua lingkaran yaitu lingkaran
luar dan dalam, kedudukan benang sari di lingkaran luar lebih rendah
dibandingkan lingkaran dalam. Kepala sari berwarna orange, ketinggian pada
bunga hermaprodit sama dengan kepala putik (Asbani, 2009).
Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering, sekitar 2–3 bulan
setelah pemupukan. Buah jarak tersusun dalam tandan buah kurang lebih
berjumlah 10 buah/tandan. Buah jarak yang telah matang akan pecah sesuai ruang
dalam buah. Dalam setiap buah jarak terdapat 3 biji. Biji yang tua berbentuk
panjang dengan ukuran 18 mm dan lebar 7–11 mm. Biji jarak memiliki cangkang
biji yang tipis. Matang buah jarak ditandai dengan perubahan warna buah dari
hijau menjadi kuning (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Ekologi Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman dikotil yang berasal dari
Amerika Tengah dan saat ini telah tersebar di berbagai tempat di Afrika dan Asia.
Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai daerah dengan agroklimat yang beragam,
dari daerah tropis yang sangat kering sampai subtropis lembab maupun daerah
hutan basah. Tanaman ini memiliki nama latin Jatropha curcas L (Nurcholis dan
Sumarsih, 2007).
Heller (1996) menyatakan bahwa jarak pagar diperkirakan berasal dari
Meksiko.Pada daerah tersebut tanaman jarak pagar tumbuh secara alami di
kawasan hutan pinggiran pantai di Afrika dan Asia, jarak pagar hanya dijadikan
sebagai tanaman pagar atau pembatas lahan pertanian. Jarak pagar menyebar di
Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipina sebelum tahun 1750.
Wahid (2006) menyatakan bahwa berdasarkan lingkungan tumbuh, tanaman
jarak pagar dapat dikatakan termasuk tanaman kosmopolitan. Artinya, tanaman
yang dapat tumbuh pada berbagai ekosistem mulai dari daerah yang sangat kering
temperate dengan curah hujan hanya sekitar 300 – 500 mm/tahun sampai daerah
yang sangat basah dengan curah hujan 4 000 – 6 000 mm/tahun. Tanaman jarak
pagar dapat tumbuh di daerah dataran rendah bahkan pinggir pantai sampai
ketingian di atas 1 000 m dpl.
6
Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang mudah beradaptasi
dengan lingkungan. Jarak pagar dapat tumbuh baik di tempat yang memiliki
ketinggian 0 – 2 000 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan temperatur
18 – 30oC. Tanaman ini memerlukan penyinaran matahari secara langsung
sehingga tidak boleh ternaungi (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Kondisi optimal untuk pertumbuhan dan produksi jarak pagar dalam rangka
pengembangan jarak pagar sebagai bahan baku biofuel di Indonesia adalah daerah
dengan ketinggian 0 – 600 m dpl atau dataran rendah yang memiliki suhu harian
antara 22 – 35oC dengan curah hujan antara 500 – 1 500 mm dan hari hujan antara
100 – 120 hari/tahun. Menurut klasifikasi Oldeman daerah dengan tipe iklim C,
D, dan E. Di luar batas dan kriteria tersebut, walaupun masih dapat tumbuh
diperkirakan produksinya tidak akan optimal (Wahid, 2006).
Mahmud (2008) menjelaskan bahwa jarak pagar dapat tumbuh pada lahanlahan marginal yang miskin hara dengan drainase dan aerasi yang baik.
Pertumbuhannya cukup baik pada tanah-tanah ringan (terbaik mengandung pasir
60 - 90%), berbatu, berlereng, pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan
batas-batas kebun. Lahan-lahan yang subur, dimana air tidak tergenang juga dapat
digunakan bagi pertanaman jarak pagar. Bila perakarannya sudah cukup
berkembang, jarak pagar toleran tehadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin
(terbaik pada pH tanah 5,5 – 6,5).
Peningkatan kemasaman tanah nyata menghambat pertumbuhan jarak pagar.
Pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, luas daun dan diameter batang), pada pH
4,4 hanya mencapai 30-50% dari nilai pertumbuhan vegetatif tersebut
menunjukan hubungan yang sangat erat dengan nilai R2 yang tinggi (> 0,93). Nilai
pH tanah < 5,0 berpotensi menurunkan penampilan pertumbuhan jarak pagar
(Pitono et al., 2008).
Jarak pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun
untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm per tahun maka
tanaman jarak pagar tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di
Kepulauan Cape Verde, meskipun curah hujan hanya 250 mm per tahun tetapi
kelembaban udaranya sangat tinggi (Mahmud et al., 2008).
7
Manfaat dan Produktivitas Jarak Pagar
Jarak pagar memiliki berbagai macam manfaat dan kegunaan. Hasnam
(2007) menyatakan bahwa jarak pagar dimanfaatkan untuk memulihkan lahan
pertanian yang sudah mengalami degradasi kesuburan akibat pertanian berpindah,
pertambangan dan kerusakan-kerusakan akibat berbagai aktivitas manusia. Di
Luxor, Mesir, jarak pagar juga digunakan untuk penghutanan kembali gurun pasir
dengan bantuan sedikit pengairan. Dia juga menambahkan bahwa di Afrika, jarak
pagar digunakan untuk sumber bahan baku industri sabun di Eropa.
Jarak pagar juga dapat dijadikan sebagai pakan ternak dan obat. Priyanto
(2007) menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah melalui
proses penghilangan racun (detoksifikasi), bungkil biji jarak dapat dimanfaaatkan
untuk pakan ternak atau industri berbasis protein. Sementara itu kulit biji jarak
melalui pirolisis dapat dikonversi menjadi bahan bakar cair pengganti minyak
berat (residu) untuk kebutuhan industri. Hasnam (2007) menyatakan di Afrika,
jarak pagar digunakan untuk sumber bahan baku industri sabun di Eropa.
Heller (1996) menyatakan jarak pagar dapat digunakan untuk pengobatan.
Minyak jarak pagar dapat mengobati penyakit kulit dan meringankan rasa sakit
akibat rematik. Jamu-jamuan dari daun jarak digunakan sebagai anti septic setelah
proses kelahiran.
Produktivitas jarak pagar di Paraguay mencapai 3-4 ton biji kering/ha/tahun
pada umur 7-9 tahun, sedangkan di Thailand mencapai 2,1 ton/ha/tahun. Pada
jarak tanam 1 x 1 m dan tanpa dipupuk, produktivitas jarak pagar yaitu sebesar
638 kg/ha/tahun di Timur Laut Thailand (Hasnam, 2007).
Hasil penelitian Hasnam (2007) juga menyebutkan bahwa pada tahun
pertama, potensi hasil biji kering pada IP-1P yaitu sebesar 1-1.2 ton/ha/tahun,
sedangkan potensi hasil IP-2P yaitu sebesar 2-2.5 ton/ha/tahun dan masih dapat
meningkat sampai IP-3P. Luntungan dalam Effendi (2010) menyatakan prediksi
produktivitas jarak pagar pada tahun ke-5 yaitu IP-1P sebesar 5 ton/ha, IP-2P 6
ton/ha, dan IP-3P sebanyak 8 ton/ha
Biji jarak pagar memiliki kandungan minyak yang tinggi. Beberapa
penelitian menyebutkan dalam satu daging biji terkandung sekitar 30% minyak
(SJO) dan 70% sisanya berupa ampas yang bisa digunakan sebagai pupuk yang
8
kaya akan kandungan nitrogen. Biji jarak yang berbentuk lonjong dan berwarna
kehitaman mengandung minyak dengan rendemen 25-30%. Ampas biji jarak
pagar mengandung 4.44% nitrogen, 2.09 P2O5, dan 1.68 K2O (Priyanto, 2007).
Kandungan minyak biji yang diperoleh dari biji tanaman asal setek yang
dipanen pada musim hujan sekitar 46.39 % - 48.47 %. Sedangkan kandungan
minyak biji yang dipanen pada musim kemarau berkisar 41.15 % - 51.19 %. Hal
ini mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan yang kering dapat meningkatkan
kandungan minyak biji jarak pagar (Santoso et al.,2008)
Bungkil daging biji jarak pagar banyak mengandung unsur hara N, P, dan K.
Kandungan kimia yang terdapat dalam bungkil daging biji jarak pagar antara lain:
C organic (55.2%), N (4.1%) P (0.5%), K (1.2%), Ca (0,3%) Mg (0.4%), dan Na
(0.1%) (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).
Keragaman Jarak Pagar di Indonesia
Hasnam (2006) menyatakan bahwa jarak pagar dibawa ke Asia oleh pelautpelaut Portugis, jarak pagar sudah dibudidayakan di Afrika untuk sumber bahan
baku industri sabun di Eropa. Dengan demikian variasi genetik di Asia jelas lebih
kecil dibandingkan dengan variasi genetik di pusat asal jarak pagar di Amerika
Tengah. Jadi mudah dipahami mengapa koleksi ex-situ jarak pagar berbentuk
provenan (populasi sumber) dan jumlahnya sangat terbatas.
Mulyani, (2007) menyatakan bahwa di lapangan, pertumbuhan vegetatif
sangat bervariasi meskipun waktu penanaman bersamaan. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sumber benih. Benih yang berbeda
akan menyebabkan pertumbuhan berbeda, dan di masyarakat variasi benih cukup
besar.
Hasnam
(2007)
menyatakan
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perkebunan telah memulai kegiatan eksplorasi ke berbagai wilayah Indonesia
sejak tahun 2005. Dari eksplorasi tersebut berhasil diperoleh 200.000 bahan
tanaman berupa benih dan setek yang dikumpulkan dari 54 kabupaten di 11
provinsi (Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo,
dan Maluku). Hasil eksplorasi tersebut ditanam di tiga lokasi (Asembagus,
9
Muktiharjo, dan Pakuwon). Evaluasi awal menunjukkan adanya keragaman pada
potensi hasil dan periode berbunga. Hartati (2008a) menyatakan populasi di kebun
induk baik IP-1 maupun IP-2 menunjukkan adanya variasi pada karakter
morfologi kualitatif maupun kuantitatif karena setiap tanaman adalah suatu
genotipa yang berbeda dengan tanaman lainnya.
Hartati et al., (2009) menyebutkan koefisien keragaman yang ditentukan
dari data hasil pengamatan pada karakter pertumbuhan vegetatif yang meliputi
tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah cabang total dan jumlah cabang produktif
menunjukkan nilai yang tinggi (17 - 45%). Namun Purwati (2010) menyatakan
berdasarkan hasil analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), 55
provenan jarak pagar koleksi Balittas yang berasal dari Provinsi Jawa Timur,
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan memiliki
keragaman genetik rendah.
Download