BAB VI PENUTUP Semangat menjadi pelaku wirausaha

advertisement
BAB VI
PENUTUP
Semangat menjadi pelaku wirausaha di bidang industri rumah tangga
berbasis kerajinan tradisional di kalangan warga Desa Wukirsari, tidak secara
serta merta muncul begitu saja. Pada dasarnya warga Desa Wukirsari bukanlah
warga yang senang menganggur. Dalam diri mereka muncul keinginan untuk
bekerja. Ada hal-hal lain yang ikut berperan penting dalam memunculkan
semangat tersebut, yaitu peranan agama dan kepercayaan, peranan dinamika
pengetahuan dan kearifan lokal serta bertumbuh-kembangnya peranan jaringan
sosial yang mewarnai kehidupan masyarakat di desa ini. Ketiga hal tersebut
terangkum dalam satu pertanyaan besar yakni : “Bagaimana sistem nilai budaya
lokal dipahami sebagai pendorong motivasi berwirausaha ?”.
Fakta di lapangan ternyata tidak memperlihatkan adanya dominasi
peranan salah satu dari ketiga hal tersebut dalam mendorong semangat
berwirausaha warga Desa Wukirsari. Yang tampak justru keterkaitan yang erat
antara peran agama, peran pengetahuan dan kearifan lokal serta peran jaringan
sosial masyarakat yang tetap terjaga dalam keseimbangan yang seolah tidak
terpisahkan, yang pada akhirnya melebur menjadi 1 (satu) budaya yang mewarnai
kehidupan masyarakat setempat.
Agama memberi pengaruh pada jaringan sosial masyarakat. Sementara
itu, pengetahuan dan kearifan lokal mendapat pengaruh dari bertumbuh-
Nilai Sosial-Budaya dan Spirit Kewirausahaan | 79
kembangnya jaringan sosial masyarakat. Di sisi lain, kehidupan beragama
ternyata juga mendapat pengaruh dari pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat.
Sangat sulit atau bahkan tidak diketahui mana yang lebih dulu muncul dan
berkembang di masyarakat. Entah agama, jaringan sosial atau justru kearifan lokal
yang pertama kali memberi warna terhadap motivasi berwirausaha.
Dalam Agama Islam, terdapat perintah bahwa manusia haruslah bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Warga desa bekerja sebagai wirausaha di
bidang kerajinan tradisional, bukan karena terdesak kebutuhan ekonomi dan lain
sebagainya, akan tetapi juga oleh karena alasan perintah agama yang mereka
yakini.
Wirausaha di bidang kerajinan tradisional menjadi pilihan sebagai
sumber dan ladang penghidupan sehari-hari. Dalam bekerja, ajaran agama juga
turut memberi pengaruh yang berkaitan dengan etos kerja. Etos kerja di dalam
Agama Islam, faktanya juga kurang lebih sama dengan etos kerja yang terdapat
dalam ajaran Agama Kristen.
Adapun etos kerja tersebut antara lain terwujud dalam bentuk keharusan
untuk saling tolong menolong, sederhana, rajin beribadah atau menjalankan
kewajiban agamanya, sebagian penghasilan yang diperoleh hendaknya disisihkan
untuk bersedekah serta membantu orang lain yang membutuhkan.
Selain itu juga tertanamnya suatu keharusan untuk bekerja dengan jujur,
ikhlas dan bersunggung-sungguh, tidak mengambil riba dari orang lain,
merupakan bagian dari etos kerja yang diajarkan dalam Agama Islam. Secara
keseluruhan, agama bukanlah satu-satunya pendorong bagi warga untuk
Nilai Sosial-Budaya dan Spirit Kewirausahaan | 80
berwirausaha. Dalam hal ini, peranan agama lebih menonjol pada pembentukkan
etos kerja para pelaku wirausaha.
Bertumbuh-kembangnya peranan jaringan sosial masyarakat, baik antar
para pengrajin dan pelaku wirausaha maupun dengan warga lainnya yang bukan
pengrajin atau pelaku wirausaha. Hubungan sosial antar warga tetap terjaga dan
berkembang sangat baik.
Demikian pula hubungan sosial di kalangan para pengrajin dan para
pelaku wirausaha. Saling tolong menolong merupakan hal yang sangat lumrah
dilakukan dalam kegiatan perekonomian. Walaupun dapat dikatakan bahwa setiap
pelaku wirausaha adalah pesaing bagi yang lainnya,
akan tetapi pada
kenyataannya jika seseorang pengrajin membutuhkan pertolongan maka pengrajin
atau pelaku wirausaha lainnya tidak akan segan-segan untuk mengulurkan
bantuannya. Terlebih lagi jika di antara mereka sudah terjalin hubungan yang erat.
Saling “Minjam Barang” menjadi hal yang biasa dilakukan, dimana “Barang”
yang dimaksud berupa produk kerajinan. Demikian pula halnya dengan saling
“Bagi Tugas”.
Sifat-sifat warga Desa Wukirsari ini, sedikit atau banyak mendapat
pengaruh dari ajaran agama yang mereka anut sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya yang terkait dengan etos kerja. Para pengrajin dan para pelaku usaha
mengutamakan pilihan untuk saling tolong menolong. Tidaklah mengherankan
jika hubungan sosial antar warga dengan warga lainnya, antar pengrajin dengan
sesama sesama pengrajin serta antar pelaku wirausaha dengan warga lainnya,
terjalin sangat erat. Tidak hanya dengan sesama warga desa saja, tetapi bahkan
Nilai Sosial-Budaya dan Spirit Kewirausahaan | 81
dengan aara pendatang yang bukan warga desa juga memperoleh perlakuan yang
sangat baik.
Yang terakhir adalah dinamika kearifan lokal. Pengetahuan dan kearifan
lokal ini ternyata juga mendapat pengaruh dari bertumbuh-kembangnya jaringan
sosial masyarakat. Telah dijelaskan bahwa penguasaan keterampilan di bidang
kerajinan tradisional bukanlah tumbuh secara instan, diperoleh dan kemudian
dikembangkan dalam waktu yang singkat. Penguasaan keterampilan ini sudah
sejak lama ada dan diajarkan secara turun temurun, dari ayah kepada anak lakilaki dan dari ibu kepada anak perempuannya. Tidak hanya diajarkan di
lingkungan keluarga saja, tetapi juga diajarkan kepada orang lain di luar
lingkungan keluarga bahkan juga diajarkan kepada para pendatang yang berminat
mempelajarinya.
Keunikan yang ada di Desa Wukirsari antara lain adanya lokalisasi
sentra-sentra kerajinan tradisional yang hanya berkembang di dusun-dusun
tertentu saja. Adanya sentra-sentra kerajinan tersebut menciptakan iklim khidupan
bermasyarakat yang sedikit berbeda dengan dusun-dusun lainnya yang masih
berada di wilayah Desa Wukirsari. Misalanya, jika kita masuk ke dusun sentra
kerajinan, akan langsung merasakan iklim kehidupan yang berbeda dimana
jumpai mayoritas warganya berkecimpung dalam dunia kerajinan tradisional
walaupun tidak semuanya menjadi pelaku wirausaha. Dengan suasana kehidupan
seperti ini, bukanlah hal ang aneh jika banyak warga masyarakat yang sudah
menguasai ketrampilan tradisional tertentu sejak mereka masih berusia dini.
Nilai Sosial-Budaya dan Spirit Kewirausahaan | 82
Warga Desa Wukirsari pada umumnya cukup ramah dan terbuka,
termasuk kepada para pendatang. Mereka tidak berkeberatan untuk berbagi ilmu
keterampilan yang dikuasai. Anak-anak usia Sekolah Dasar sudah banyak yang
mahir dan menguasai salah satu jenis keterampilan tradisional, yang biasanya
mereka peroleh dari sesama teman sepermainan maupun yang diajarkan oleh
keluarga.
Pemenuhan kebutuhan hidup serta latar belakang pendidikan yang relatif
rendah tidak memungkinkan warga untuk memiliki pekerjaan formal seperti yang
mereka inginkan. Jalan yang mereka pilih adalah dengan memanfaatkan
keterampilan yang dikuasai atau melanjutkan warisan usaha dari orang tuanya.
Warga Desa Wukirsari yang merasa enggan jika tidak bekerja serta
merasa malu apabila menganggur, menjadi salah satu pendorong untuk memiliki
pekerjaan. Diperkuat dengan pemahaman ajaran agama yang mengharuskan
mereka untuk bekerja dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup, mendorong
mereka untuk dengan tulus dan ikhlas menjalani pekerjaan sebagai pengrajin atau
pelaku wirausaha di bidang kerajinan tradisional. wWlaupun penghasilan yang
diperoleh tidak berkepastian, mereka tetap tekun dan bersemangat meneruskan
pekerjaan mereka.
Nilai Sosial-Budaya dan Spirit Kewirausahaan | 83
Download