1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dikatakan bahwa bank pada saat ini diwajibkan untuk melakukan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan operasional bank. Salah satu kegiatan yang penting adalah menangani risiko kredit. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/2003 jo Peraturan Bank Indonesia No.11/25/BI/2009 Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Sedangkan menurut H. Masyhud Ali (2006) risiko kredit adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo, counterparty-nya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank. Kebijakan pemberikan kredit yang sehat, merupakan salah satu contoh implementatif dari pengendalian risiko kredit yang dilakukan oleh perbankan. Penilaian kelayakan pengajuan pembiayaan yang berdasarkan analisis 5C (Character, Capital, Capacity, Collateral dan Conditions of economic), yang juga merupakan hasil adaptasi dari penerapan pengendalian risiko kredit perbankan. Demikian juga tahapan pengikatan yang dilakukan terhadap masing-masing tipe jaminan juga tidak dapat lepas dari pengaruh bagaimana selama ini perbankan melakukannya. Bank saat ini harus menerapkan manajemen risiko, termasuk manajemen risiko kredit sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Bank Indonesia yang sejalan 2 dengan rekomendasi Bank for International Settlements (BIS). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tuntunan bagi perbankan agar dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup perkembangan kegiatan usaha dan operasional perbankan yang semakin pesat. Salah satu metode yang diterapkan bank dalam rangka manajemen risiko kredit adalah menerapkan kebijakan memisahkan fungsi organisasi kredit dan fungsi risiko. Keputusan pemberian kredit dilakukan oleh komite kredit dengan opini dari analis kredit yang bersifat independen dari unit bisnis dan bertugas menganalisis kelayakan kredit serta memberikan opini kepada komite kredit. Memantau portofolio kredit bank berdasarkan sektor ekonomi serta mengkaji ulang kebijakan kredit bank antara lain mengenai kebijakan terhadap pihak terkait dan debitur besar serta kebijakan risiko pada aktivitas perkreditan. Portofolio kredit adalah komposisi kredit yang secara keseluruhan yang dimiliki oleh suatu bank. Secara sederhana, portofolio kredit suatu bank harus didasarkan keseimbangan antara preferensi bank dengan hasil atau risiko. Setiap pemberian kredit mempunyai risiko sekaligus menghasilkan return. Pengelompokan jenis kredit dapat diatur sendiri oleh bank berdasarkan kredit tertentu namun yang penting adalah supaya diusahakan bahwa kriteria jenis kredit memudahkan pihak manajemen dalam menyusun kegiatan portofolio kreditnya. Apapun kriteria yang dipakai untuk membedakan, masing-maing kelompok jenis kredit mempunyai risiko dan return atau hasil. Berdasarkan analisa kuantitatif dan kualitatif tertentu, suatu bank harus dapat menyusun kebijakan portofolio kreditnya yang sasaran utamanya adalah mencapai tingkat 3 keuntungan yang maksimal dengan optimasi penyaluran kredit. Kebijakan pemberian kredit harus tetap mengacu untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), di samping kredit program antara lain Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Kredit Pembinaan Usaha Keluarga Mandiri (PUNDI), kredit KPR, kredit konsumtif, kredit investasi dan jenis kredit yang lain. Kredit bagi UMKM dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan UMKM guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan timbul ketika pengusaha UMKM dihadapkan pada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman, meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. Usaha yang tidak bankable dipandang mengandung risiko kredit macet oleh bank. Pada prakteknya untuk menekan risiko kredit macet tersebut bank mewajibkan jaminan tambahan untuk kredit yang diberikan, mengasuransikan baik kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit meskipun usaha calon debitur memiliki prospek yang sangat memadai.Upaya menekan kredit macet menjadi penghambat bagi upaya perluasan akses kredit bagi usaha-usaha yang feasible termasuk UMKM. Risiko kredit macet dapat dipilah dalam empat komponen yang meliputi nominal dari risiko kredit, jangka waktu dari risiko kredit, kemungkinan (probabilitas) kemacetan kredit dan dampak dari kredit macet tersebut. Keempat aspek tersebut saling terkait dan diperlukan adanya estimasi. Adanya risiko kredit 4 macet yang dikhawatirkan oleh perbankan berdampak pada rendahnya kucuran kredit bagi UMKM. Keadaan ini mendorong beberapa Pemerintah Daerah (PEMDA) untuk menyisihkan dana APBDnya guna membantu pendanaan UMKM. Dana yang disisihkan tersebut disalurkan kepada pengusaha UMKM dalam bentuk pinjaman yang penyalurannya diserahkan kepada pihak bank. Risiko kemacetan atas penyaluran kredit tersebut sepenuhnya ditanggung oleh PEMDA. Debitur dapat memanfaatkan dana tersebut setelah melalui dua tahap penilaian yaitu melalui tim teknis yang diangkat dengan SK kepala daerah, dan petugas bank itu sendiri. Pola dengan dana PEMDA dilakukan pula oleh beberapa BUMN atau perusahaan swasta lainnya. Pola tersebut pada dasarnya tidak secara efektif mendorong intermediasi bank. Dalam upaya mengembangkan UMKM dan Koperasi, maka dengan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 486/KMK.017/96, tanggal 30 Juli 1996, tentang Perusahaan Penjaminan; dan Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Urusan Koperasi UMKM dengan Menteri Dalam Negeri nomer 04/KEP/M/V/2001 dan 518-162 tahun 2001 tanggal 29 Mei 2001 tentang Pembentukan Lembaga Penjaminan bagi Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro Non Bank dan UMKM di Daerah, beberapa daerah mencoba membentuk lembaga penjaminan kredit daerah (LPKD), yang berperan dalam penyediaan jaminan atau agunan bagi UMKM dan Koperasi yang mengajukan kredit ke perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Upaya untuk meningkatkan akses kredit UMKM ke perbankan mendapat perhatian Bank Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia 5 adalah dengan memfasilitasi pembentukan skim penjaminan kredit. Penjaminan kredit berbeda dengan asuransi kredit, karena dalam asuransi kredit risiko yang dijamin adalah risiko bank, sedang dalam penjaminan kredit maka yang dijamin adalah debitur sedang perusahaan penjaminan adalah sebagai penjamin. Penjaminan kredit pada dasarnya merupakan upaya untuk menjamin asset dari debitur. Hal ini merupakan upaya untuk melindungi kreditur dari kerugian yang disebabkan terjadinya gagal bayar dari debitur (Warjiyo dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2005). Bank dengan kemampuan analisis kredit yang baik akan memiliki risiko kredit macet yang lebih rendah yang dapat menekan fee penjaminan kredit yang dibebankan kepada debitur. Penjaminan kredit adalah kegiatan pemberian penjaminan kepada koperasi, usaha kecil dan menengah yang tidak memiliki agunan atau agunannya tidak mencukupi agar dapat memperoleh kredit dari perbankan atau badan usaha pemberi kredit lainnya. Dibentuknya lembaga penjamin kredit ini diharapkan mampu memberikan motivasi kepada bank agar megucurkan kredit kepada kelompok usaha yang tidak memiliki akses kredit dalam persyaratan standar kredit. Perusahaan penjamin kredit sendiri masih sangat terbatas, seperti PT Asuransi Kredit Indonesia (PT ASKRINDO) yang didirikan bersama oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, Perum Sarana Pembangunan Usaha (PSPU) yang kepemilikannya sepenuhnya oleh pemerintah dan PT Penjaminan Kredit Pengusaha Indonesia (PT PKPI) yang didirikan oleh swasta (KADIN 60% dan pengusaha secara perorangan 40%). Ketiga LPK tersebut dalam kegiatan penjaminan kredit lebih menunjukkan sebagai upaya pembagian risiko. 6 Terdapat beberapa pendekatan dalam mengukur risiko kredit, dari pendekatan tradisional hingga pendekatan model baru yang dikembangkan disesuaikan dengan perkembangan industri perbankan dan produk-produk perbankan yang ada. Pada umumnya keputusan pemberian kredit diserahkan kepada credit officcer pada masing-masing bank. Kemampuan terhadap officer, judgement dan faktor-faktor penting lainnya sangat diperlukan dalam keputusan kredit. Beberapa komponen penilaian kredit yang mudah dipahami adalah pendekatan analisa 6 C (Sutojo 1997), yang meliputi Competence, Character, Capital, Capacity, Collateral dan Cycle or Economic conditions. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan kemauan nasabah untuk mengembalikan dana yang diberikan, sehingga dapat mengurangi risiko kredit yang timbul. Menurut Sutojo (1997) kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit dipengaruhi oleh enam macam faktor intern dan ekstern, yaitu kewenangan hukum mereka meminjam dana (competence to borrow), watak peminjam (character), kemampuan mereka menghasilkan pendapatan (capacity to create income), kondisi fasilitas produksi yang mereka miliki (capital), kondisi dan nilai jaminan kredit yang mereka sediakan (collateral) serta perkembangan ekonomi umum dan bidang usaha tempat mereka beroperasi (condition of economy). Collateral dalam penelitian ini tidak dianalisis karena yang diteliti adalah Kredit Tanpa Agunan (KTA). PT Bank Pembangunan Daerah Bali sebagai bank milik pemerintah daerah Bali diharapkan dapat meningkatkan perannya dalam pertumbuhan ekonomi 7 daerah melalui pemberian Kredit Tanpa Agunan (KTA). Keinginan untuk membantu permodalan kepada usaha kecil produktif sehingga mampu memberikan nilai tambah atas produk yang dihasilkan dan dapat meningkatkan pendapatan maka dikeluarkanlah SK Direksi No. 0067.102.10.2007.2 tertanggal 1 Maret 2007, kemudian diperbaharui dengan SK Direksi No. 002. 102.10.2009.2, tentang skim pemberian kredit kepada UMKM, LPD, Kelompok Usaha Ekonomi Produktif dan Koperasi. Tujuan pemberian kredit ini adalah untuk pembiayaan UMKM, LPD, Kelompok Usaha Ekonomi Produktif (pertanian dan peternakan) dan Koperasi sehingga mampu menciptakan lapangan kerja, mempercepat perkembangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program ini merupakan kerjasama antara PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar dengan Pemda Kota Denpasar dan asuransi, dalam hal ini PT Askrindo, sebagai lembaga penjamin. Sharing risiko yang ditanggung masing-masing 40% oleh PT Askrindo, 40% Pemda Kota Denpasar, 20% oleh PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Kebijakan pemberian KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar mulai dilaksanakan sejak Tahun 2007. Produk ini merupakan kerjasama antara Pemda Kota Denpasar dalam hal ini adalah Dinas Koperasi Kota Denpasar, PT Askrindo sebagai lembaga penjamin dan PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Pertumbuhan total kredit dari tahun 2007 sampai dengan Juli 2009 dan Pertumbuhan KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ditunjukkan pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 berikut : 8 Tabel 1.1 Pertumbuhan Total Kredit pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009 CABANG CAB. UTAMA CAPEM. SANUR CAPEM. TEUKU UMAR CAPEM. GATOT SUBROTO CAPEM. MONANG MANING CAPEM KAMBOJA CAPEM UNUD 2007 (Rp) 272.611.049.20 0 123.267.550.00 0 105.206.000.00 0 115.915.000.00 0 26.563.900.000 Tahun 2008 (Rp) 329.719.984.200 2009 (Rp) 362.499.324.200 176.985.500.000 210.997.100.000 144.649.500.000 173.625.500.000 135.569.500.000 145.548.500.000 45.304.000.000 55.200.500.000 48.018.740.000 80.277.240.000 95.032.740.000 90.059.900.000 124.555.300.000 144.813.200.000 TOTAL 781.642.139.20 1.037.061.024.20 1.187.716.864.200 0 0 Sumber: Data KTA PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar Tabel 1.2 Pertumbuhan KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009 CABANG Tahun 2007 (Rp) 2008 (Rp) CAB. UTAMA 7.312.000.000 7.140.000.000 CAPEM. SANUR 767.000.000 1.012.000.000 CAPEM. TEUKU UMAR 1.096.000.000 1.231.000.000 CAPEM. GATOT SUBROTO 2.602.000.000 2.712.000.000 CAPEM. MONANG MANING 120.000.000 200.000.000 CAPEM KAMBOJA 732.000.000 957.000.000 CAPEM UNUD 650.000.000 950.000.000 TOTAL 13.279.000.000 14.202.000.000 Sumber: Data KTA PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar 2009 (Rp) 7.065.000.000 934.000.000 1.181.000.000 2.637.000.000 185.000.000 877.000.000 875.000.000 13.754.000.000 Penyaluran kredit tidak terlepas dari risiko kredit macet, untuk itu diperlukan pengelolaan risiko yang dapat meminimalkan tingkat kerugian yang mungkin timbul. UMKM walaupun tahan terhadap krisis moneter, namun harus 9 diakui bahwa sektor ini sangat rentan terhadap risiko operasional yang bisa sangat cepat mendorong peningkatan kredit macet. Tabel 1.3 menunjukkan data tunggakan pokok dan bunga KTA dari Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009. Tabel 1.3 Data Tunggakan Pokok dan Bunga KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009 CABANG Tahun 2007 (Rp) 2008 (Rp) CAB. UTAMA 36.903.667,56 124.921.430,35 CAPEM. SANUR 0 3,461,211,23 CAPEM. TEUKU UMAR 1.107.623,03 14.395.041,74 CAPEM. GATOT SUBROTO 7.600.884,70 98.465.551,24 CAPEM. MONANG MANING 0 0 CAPEM KAMBOJA 0 22.014.321,05 CAPEM UNUD 809.024,08 13.145.574,51 TOTAL 46.421.199,37 276.403.130,12 Pertumbuhan (%) 495,42 Sumber: Data KTA PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar 2009 (Rp) 370.543.263,58 12,323,186,87 49.519.242,57 208.060.467,25 1.179.781,08 30.682.265,53 52.453.384,92 724.761.592,40 162,21 Tabel 1.1 terlihat bahwa total kredit yang di keluarkan PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, Tahun 2009 sampai dengan bulan Juli jumlah kredit yang sudah dikeluarkan mencapai angka Rp 1.187.716.864.200,- demikian juga jumlah KTA yang dikeluarkan PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar dari Tahun 2007 mengalami pertumbuhan yang cukup baik, hingga bulan Juli 2009 saja jumlah KTA sudah mencapai jumlah Rp 13.754.000.000,-. Pertumbuhan jumlah KTA yang dikeluarkan PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ternyata diimbangi pula dengan peningkatan risiko kredit berupa tidak terbayarnya tunggakan pokok dan bunga KTA. Tunggakan pokok dan bunga KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar meningkat dalam jumlah yang cukup besar, Tahun 2007 Tunggakan 10 pokok dan bunga KTA sebesar Rp 46.421.199,37, sedangkan pada Tahun 2008 tunggakan pokok dan bunga KTA mencapai angka Rp 276.403.130,12 atau meningkat sebesar 495,42%. Sampai dengan bulan Juli 2009 tunggakan pokok dan bunga KTA sudah mencapai angka Rp 724.761.592,40 atau 162,21%. Usaha meminimalkan risiko yang terjadi pada KTA, maka PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar perlu mengetahui dan menganalisis secara lebih mendalam tentang seberapa besar pengaruh lima faktor yaitu kewenangan hukum meminjam dana (competence), watak peminjam (character), kemampuan menghasilkan pendapatan (capacity), kondisi fasilitas produksi yang dimiliki (capital), serta perkembangan ekonomi umum dan bidang usaha tempat beroperasi (condition) terhadap risiko tidak terbayarnya KTA. 1.2 Rumusan Masalah Kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit akan berpengaruh terhadap risiko kredit macet. Telah disebutkan dalam latar belakang, kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit dipengaruhi oleh beberapa variabel, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1) Apakah variabel competence, character, capacity, capital, dan condition berpengaruh secara significant baik secara parsial maupun bersama-sama terhadap risiko KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ? 2) Variabel manakah yang dominan berpengaruh terhadap risiko KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ? 11 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui adanya pengaruh dari variabel competence, character, capacity, capital, dan condition baik secara parsial maupun bersama-sama terhadap risiko KTA yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak bank dalam pengelolaan risiko kredit. 2) Untuk mengetahui variabel manakah yang dominan berpengaruh terhadap risiko KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi bukti empiris tentang pengaruh komponen penilaian kredit yang mempengaruhi risiko kredit tanpa agunan, disamping sebagai rekomendasi bagi pelaksana kegiatan penelitian di bidang yang sama di masa yang akan datang. 2) Manfaat praktis Manfaat praktis, yaitu sebagai bahan pertimbangan serta sumbangan pemikiran bagi manajemen PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar sebagai dasar pengambilan keputusan dan membuat kebijakan kredit yaitu menentukan kebijakan kredit tanpa agunan yang disalurkan sehingga risiko 12 kredit yang disalurkan dapat di tekan sehingga tujuan memaksimalkan keuntungan dari sektor kredit dapat tercapai. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian kredit Kasmir (2002:93) menyatakan kredit memiliki dimensi yang beraneka ragam, dimulai dari arti kata “kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “credere” yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa latin “creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Dasar seseorang untuk memperoleh kredit adalah kepercayaan, dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain : kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran yang akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Menurut Suyatno et al. (2007:12) kredit memiliki pengertian dalam arti ekonomi sebagai penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Faktor waktu merupakan faktor utama yang memisahkan prestasi dan kontraprestasi. Kent dalam Suyatno et al. (2007:12) mengatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barangbarang sekarang. 13 Berdasarkan Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan pesetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan, dalam hal ini dari pihak bank kepada calon debitur dalam jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kesepakatan ini tertuang dalam perjanjian kredit. Kasmir (2002:94) merumuskan unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit sebagai berikut : a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit, bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benarbenar diterimanya kembali dalam jangka waktu yang telah disepakati di masa yang akan datang. b. Kesepakatan, hal-hal yang dituangkan dalam perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masingmasing. c. Jangka Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang. 14 d. Tingkat risiko, merupakan akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan, semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena terdapat unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan. e. Balas jasa, yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentukbunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. 2.1.2 Tujuan dan fungsi kredit Tujuan utama pemberian suatu kredit (Kasmir, 2002:95) adalah sebagai berikut : a. Mencari keuntungan Keuntungan pemberian kredit tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh suatu lembaga keuangan sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredityang dibebankan kepada nasabah. b. Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. c. Membantu pemerintah Pemerintah mengharapkan dengan semakin banyak kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan, maka akan membawa pengaruh yang baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. 15 Menurut Sinungan (2000) tujuan dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut : a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan dari pemungutan bunga. b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan-hambatan. Suyatno et al. (2007:15) menambahkan, dengan mengacu pada Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara, bahwa tujuan kredit tidak semata-mata untuk mencari keuntungan melainkan disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur. Secara terinci dapat dikatakan tujuan kredit yang diberikan suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah : a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Fungsi kredit dewasa ini pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan 16 perdagangan, produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Kasmir (2002:96) fungsi kredit adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan daya guna uang Jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.pemberian kredit diharapkan akan menyebabkan uang tersebut menjadii berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit. b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan dana dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya. c. Meningkatkan daya guna barang Kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. d. Meningkatkan peredaran barang Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. e. Alat stabilitas ekonomi 17 Kredit dikatakan sebagai alat stabilisasi ekonomi karena dengan kredit yang diberikan dapat meningkatkan kesempatan berusaha di segala bidang kehidupan sehingga akan meningkatkan stabilitas ekonomi. f. Meningkatkan kegairahan berusaha Pemberin kredit tentunya akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, terutama jika nasabah yang memang ingin merintis suatu usaha yang modal usahanya tidak mencukupi. g. Meningkatkan pemerataan pendapatan Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam meningkatkan pendapatan. Contohnya bila kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran. Menurut Firdaus dan Ariyanti (2003:5-6) bahwa kredit berfungsi sebagai berikut : a. Kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang-barang dan jasa-jasa. b. Kredit dapat mengaktifkan alat pembayaran yang idle. c. Kredit dapat menciptakan alat pembayaran yang baru. d. Kredit sebagai alat pengendalian harga. e. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat/ kegunaan potensipotensi ekonomi yang ada. Suyatno et al. (2007:16) menyebutkan bahwa dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan kredit memiliki fungsi antara lain : 18 a. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional 2.1.3 Jenis-jenis kredit Kredit dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan tujuannya, jangka waktu, jaminan, dan penggunaannya (Suyatno et al. 2007:19) 1) Kredit berdasarkan tujuannya a. Kredit konsumtif, merupakan kredit yang bertujuan untuk memperlancar proses konsumsi, seperti pembelian rumah, kendaraan atau biaya rumah tangga b. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar proses produksi c. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barang-barang yang kemudian dijual kembali. Kredit ini digolongkan lagi ke dalam kredit perdagangan dalam negeri dan luar negeri. 2) Kredit berdasarkan jangka waktunya Menurut Undang-Undang No 14/1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, kredit jenis ini terdiri dari : 19 a. Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu maksimum 1 tahun. Kredit ini dapat berbentuk kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel dan kredit eksploitasi. b. Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun. c. Kredit jangka panjang (long term loan) yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. 3) Kredit berdasarkan jaminan a. Kredit tanpa jaminan (unsecured loan). Dalam SK Direksi BI No.23/69/KEP/DIR bertanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, Pasal 2 telah diatur ketentuan bahwa bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada siapapun tanpa jaminan pemberian kredit sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 b. Adapun yang dimaksud dengan jaminan pemberian kredit pada pasal tersebut adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan pemberian kredit diperoleh bank melalui penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. b. Kredit dengan agunan, sebagaimana yang diatur dalam SK Direksi BI No 23/69/KEP/DIR pada pasal 1 c yang dimaksud dengan jaminan adalah jaminan material, surat berharga,garansi risiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu kredit apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada 1) 20 Pasal 3, disebutkan bahwa agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan. 4) Kredit berdasarkan penggunaan. a. Kredit eksploitasi, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk membiayai kebutuhan akan modal kerja perusahaan sehingga dapat berjalan dengan lancar. Kredit ini biasa disebut kredit modal kerja. Tujuan kredit ini adalah untuk meningkatkan produksi secara kuantitatf maupun kualitatif. b. Kredit investasi, adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai kredit investasi selalu disesuaikan dengan program pemerintah untuk mendorong kegiatan usaha dengan kesempatan kerja yang besar atau usaha padat tenaga. 2.1.4 Faktor penilaian kredit Mengingat adanya risiko yang selalu timbul dalam penyaluran kredit, maka sebelum kredit diberikan bank harus mengetahui segala sesuatu tentang kemampuan dan kemauan nasabah debiturnya untuk mengembalikan dana yang telah diberikan. Terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian atau analisis dalam penilaian permohonan kredit. Menurut Sutojo (1997:72), terdapat enam faktor yang berpengaruh, yaitu : Wewenang untuk meminjam (competence to borrow) 21 Kredit yang ditarik oleh pihak yang secara hukum tidak memiliki kewenangan untuk meminjam dapat menjadi bibit kredit bermasalah, karena itu pada tahap analisis kredit bank harus mendapat kepastian mengenai siapa dalam organisasi perusahaan debitur yang secara hukum mempunyai wewenang untuk dan atas nama perusahaan menerima dan mempergunakan kredit. Kepastian tentang siapa yang berwenang secara hukum untuk meminjam dana dalam kredit korporasi dapat diperiksa dalam akte pendirian (dan akte perubahannya), serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan. Dalam kasus kredit perorangan, bank wajib meneliti apakah ada ketentuan yang membatasi wewenang calon debitur untuk meminjam dana dari pihak ketiga. Salah satu hal yang dapat membatasi wewenang seseorang untuk meminjam adalah status perwalian. Calon debitur yang berada dalam status perwalian secara hukum tidak diperkenankan meminjam dana tanpa persetujuan tertulis dari walinya. 2) Watak calon debitur (character) Watak merupakan salah satu kriteria yang sulit dianalisis. Dalam batas waktu tertentu watak dan kebiasaan buruk dapat disembunyikan, sehingga tidak nampak dari luar. Jalan yang ditempuh seorang analis kredit untuk memperoleh kesan tentang kejujuran calon debitur adalah mengumpulkan komentar dari nara sumber yang mengenal mereka termasuk kreditur lama (bank, lembaga keuangan, pemasok barang dagangan), pelanggan dan rekan bisnis. 22 3) Kemampuan menciptakan sumber dana (capacity to create income) Perusahaan baru dapat dinyatakan beroperasi secara sehat, apabila mampu membayar bunga dan kredit yang dipinjam dari hasil penjualan produk. Kemampuan peusahaan menghimpun dana yang cukup dari hasil penjualan produk, akan diperngaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain : a. Kualifikasi manajemen perusahaan b. Kedudukan produk dalam persaingan di pasar c. Jumlah hasil penjuaan yang dapat dicapai setiap masa tertentu d. Kemampuan perusahaan menekan harga pokok produk dan biaya operasional lainnya e. Kemampuan perusahaan mencegah berbagai kebocoran dana Untuk mendapat gambaran tentang kemampuan perusahaan menciptakan dana pembayaran bunga dan pinjaan, para analis kredit akan menyusun proyeksi arus kas (the projected cash flow statement) selama masa berlakunya kredit. 4) Kondisi harta operasional perusahaan (capital) Kondisi dimana usaha yang dijalankan calon debitur dananya bersumber dari modal sendiri. Harta operasional perusahaan yang berupa peralatan maupun sumber daya manusia haruslah dalam jumlah yang cukup memadai dan mendukung kemajuan usaha. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi harta operasional perusahaan, analis kredit harus meninjau perusahaan, memeriksa keadaan fisik berupa bangunan, fasilitas produksi 23 yang ada, cara perawatan fasilitas produksi tersebut serta meneliti sumber dana pengadaannya. 5) Jenis dan nilai jaminan (collateral) Fungsi utama jaminan adalah memperkecil jumlah kerugian yang diderita bank, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan kredit dapat berupa harta fisik (tanah, gedung, mesin, peralatan, kendaraan, persediaan bahan, dan sebagainya),jaminan pembayaran oleh pihak ketiga (misalnya para pemegang saham perusahaan, perusahaan induk, bank) maupun dalam bentuk gadai saham. Bila debitur tidak mampu atau tidak mau membayar kembali kredit, maka harta fisik yang dijaminkan atau saham yang digadaikan akan disita dan dijual lelang untuk melunasi kredit. 6) Perkembangan ekonomi dan sektor usaha (condition of economy) Perkembangan ekonomi dunia pada umumnya dan ekonomi negara pada khususnya membawa dampak positif atau negatif pada hasil operasi bisnis perusahaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam memenuhi kewajiban keuangan kepada pihak ketiga. Kehidupan bisnis perusahaan juga dipengaruhi oleh perkembangan situasi persaingan produk mereka di pasar. Pengaruh perkembangan persaingan di pasar akan lebih besar dampaknya pada operasi perusahaan kelas menengah dan kecil. Berbagai peraturan pemerintah di bidang ekonomi, moneter dan perdagangan akan berdampak pada situasi kehidupan bisnis perusahaan dan pemasaran produk. 2.1.5 Pengawasan kredit 24 Muljono (2001 : 460) menyatakan bahwa pengawasan kredit merupakan salah satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan daam pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih baik dan efisien, guna menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi perkreditan yang benar. Tujuan dari diadakannya pengawasan kredit itu sendiri adalah sebagai berikut : a. Agar penjagaan atau pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank di bidang perkreditan dapat dilakukan dengan lebih baik. b. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang perkreditan serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik. c. Untuk memajukan efisiensi dibidang pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang ada. d. Untuk memajukan agar kebijaksanaan yang telah ditetapkan seperti tersebut di atas manual perkreditan, surat-surat edaran dapat dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik. 2.1.6 Kriteria penggolongan kolektibilitas kredit Sesuai dengan SK BI No 31/147/KEP/DIR dan SE BI No 31/10/UPPB tanggal 12 Nopember 1998, kolektibilitas adalah keadaan pembayarn pokok atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat berharga atau penanaman lain. Kriteria penggolongan kolektibilitas kredit terbagi menjadi 5, yaitu : 25 a. Lancar Suatu kredit digolongkan lancar apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat. Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat. b. Dalam Perhatian Khusus Suatu kredit digolongkan dalam perhatian khusus jika terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga sampai dengan 90 hari, jarang mengalami cerukan. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat. Pelanggaran perjanjian kredit yang tidak prinsipil. c. Kurang Lancar Suatu kredit digolongkan kurang lancar apabila terdapat kriteria di bawah ini : Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari, terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan tidak dapat dipercaya. Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan lemah. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit. Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan d. Diragukan Suatu kredit digolongkan diragukan apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanent khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. Hubungan debitur dengan bank semakin memburuk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya. Dokumen kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah. Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit e. Macet Suatu kredit digolongkan macet apabila terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada. 2.1.7 1) Kredit usaha kecil, menengah dan mikro Pengertian Menurut Buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut : Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling 26 banyak Rp 1 milyar. Sedangkan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sesuai kesepakatan bersama antara Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dan Gubernur Bank Indonesia tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah No. 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 - No.4/2/KEPGBI/2002 tanggal 22 April 2002 dijelaskan bahwa kredit kepada usaha kecil adalah kredit dengan jumlah hingga Rp500 juta. Adapun kredit kepada usaha menengah memiliki plafon hingga Rp5 miliar. Kredit usaha mikro adalah kredit untuk usaha mikro dengan plafon sampai Rp50 juta (Hadinoto, 2005:207). 2) Karakteristik Menurut Triandaru (2006:121) Kredit Usaha Kecil, Menengah dan Mikro memiliki karakteristik yang berbeda dengan kredit kepada usaha korporasi. Karakteristik tersebut antara lain : a. Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak Usaha ini akan mengalami kesulitan untuk menyerakan agunan tambahan karena yang dijadikan agunan biasanya adalah obyek yang dibiayai dengan fasilitas kredit dan biasanya tidak dapat dipasarkan, nilainya tidak stabil dan sulit sekali dikendalikan. Keadaan yang semacam ini menuntut kreativitas dari pihak bank untuk merancang suatu kredit yang cukup memperhatikan prinsip kehati-hatian tanpa menyulitkan nasabah untuk menyerahkan agunan tambahan yang bias saja tidak mampu untuk disediakan oleh calon debitur. b. Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus 27 Kegiatan monitoring ini memerlukan keterampilan khusus dari pejabat bank untuk menjembatani karakter usaha kecil yang seringkali kurang bankable dengan kebutuhan bank untuk selalu memiliki informasi tentang kondisi usaha debitor dan fasilitas kreditnya. c. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi Hal tersebut di atas cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit per nilai kredit tersalur yang relatif lebih tinggi, yang secara otomatis akan diikuti oleh kenaikan tingkat bunga. d. Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana Pihak bank menggunakan formulir aplikasi khusus bagi usaha ini sebagai salah satu upaya penyederhanaan proses. 2.1.8 1) Risiko kredit Definisi Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury dan investasi, pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam banking book maupun trading book (PBI No 5/8/PBI/2003) 2) Pengukuran risiko kredit UMKM 28 Menurut Raharjo (Stabilitas, 09 september 2006) secara konseptual dalam pengukuran risiko kredit tanpa agunan hampir sama dengan pengukuran risiko kredit korporasi dan komersial. Secara umum teknik yang digunakan untuk pengukuran risiko kredit UMKM adalah credit scoring. Beberapa kriteria credit scoring yang diperhitungkan dalam proses analisis pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar adalah : usia pemohon, tingkat pendidikan, riwayat perusahaan, alamat atau domisili, karakter, sejarah lampau dengan BPD Bali, catatan keuangan sederhana, kontribusi tunai (self financing), Current Ratio, Debt Equity Ratio, Debt Service Coverage. Adapun penilaian risiko kredit memiliki empat level, yaitu : a. Prima, dengan skor 106 – 120 (kualitas top) b. Memuaskan dengan skor 91 – 105 (sedikit risiko) c. Baik dengan skor 71 – 90 (ada risiko) d. Kurang dengan skor 0 – 70 (terlalu berisiko) 2.1.9 Pengertian bank Menurut Kasmir (2000), bank adalah ” lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya” ada tiga fungsi utama bank dalam pembangunan ekonomi yaitu : (1) Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan, (2) Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit dan (3) Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang. 29 Menurut Sinungan (2000) bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Menurut Undang-Undang RI No 10 tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dana masyarakat yang kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat berupa kredit atau bentuk lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian rakyat. 2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang risiko dilakukan oleh Untoro dan Warjiyo Perry (2005). Penelitian ini mengukur default risk dan penjaminan kredit UKM, di mana risiko kredit diukur dengan menggunakan Metode Merton yang telah dimodifikasi. Variabel yang digunakan dalam metode ini adalah nilai pasar dari asset perusahaan, total pinjaman, suku bunga, volatilitas nilai pasar dari asset, dan jangka waktu pinjaman. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa makin tinggi agunan tambahan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur akan menekan tingkat default risk. Kajian menunjukkan bahwa tingkat default risk pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi oleh volatilitas harga asset. 30 Menggunakan pendekatan Merton penelitian ini mendapatkan tingkat default risk kredit perbankan untuk kredit mikro sebesar 0,77%, kredit kecil dengan plafon hingga Rp 100 juta sebesar 0,67% dan kredit kecil dengan plafon antara Rp 100 juta hingga Rp 500 juta sebesar 0,65%. Secara keseluruhan tingkat default risk untuk kredit UKM sebesar 0,70%. Besarnya tingkat default risk yang rendah ini berbeda dengan tingkat kolektibilitas kategori macet kredit UKM kolektibilitas 5 sesuai ketentuan Bank Indonesia yang secara keseluruhan tercatat rata-rata sebesar 1,80% dengan rincian untuk kredit mikro sebesar 1,81%, kredit kecil dengan plafon hingga Rp 100 juta sebesar 1,69% dan kredit dengan plafon anatar Rp 100 juta hingga Rp 500 juta sebesar 1,91%. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pendekataan dari keduanya. Pendekatan dengan metode Merton sepenuhnya mendasarkan pada pendekatan forward looking, sedang tingkat kolektibilitas kredit yang ditetapkan oleh Bank Indonesia lebih banyak mendasarkan pada pendekatan backward looking atas data yang digunakan. Fluktuasi default risk terjadi lebih dikarenakan fluktuasi harga aset yang dicerminkan dari fluktuasi indeks harga saham. Menurunnya tren suku bunga SBI 3 bulan sebagai variable free risk rate tidak memberikan dampak pada penekanan tingkat default risk. Agunan yang rendah (sebagian besar antara 0% hingga 37%) pada kredit UKM dapat menghasilkan default risk rata-rata 0,70% sepanjang fluktuasi harga aset tidak melebihi 11%. Makin tinggi agunan tambahan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur akan menekan tingkat default risk. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat default risk pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi oleh volatilitas harga aset. 31 Adnyana (2004) dalam penelitian yang mengambil judul Analisis Risiko Kredit Menurut Sektor Pembiayaan (Studi Kasus pada PT Bank Sinar Harapan Bali) yang mengukur tingkat risiko menggunakan parameter KAP (Kualitas Aktiva Produktif) dan NPL (Non Performing Loan) dari segi sektor pembiayaan. Di mana risiko tertinggi dimiliki oleh kredit dari sekor pertanian (KAP 12,52% da NPL 10,39%), dan sektor dengan tingkat risiko paling kecil adalah perdagangan, hotel dan restoran (KAP 1,32% dan NPL 0,96%). Danendra (2009) meneliti tentang ”Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan : Studi Kasus Pengelolaan Risiko Kredit Individual Tanpa Agunan yang Disalurkan Oleh Bank Rakyat Indonesia”. Hasil penelitian menyatakan bank wajib menetapkan suatu kebijakan perkreditan agar tetap dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk memperoleh keuntungan dan menjamin lunasnya semua kredit yang disalurkan. Dalam ketentuan pasal 8 undang-undang perbankan disebutkan bahwa bank dalam memberikan kreditnya wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya. Pihak bank telah mensyaratkan adanya jaminan yang mempunyai bentuk yang baik yang biasanya berbentuk agunan, ini dilakukan karena kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Saat ini beberapa bank telah berani untuk memberikan kredit tanpa menggunakan agunan. Keadaan ini dipicu oleh situasi perekonomian di Indonesia yang hingga kini belum menentu, sehingga perbankan kini mulai melirik ke sektor konsumsi. Bank BRI sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia juga mengeluarkan produk 32 kredit individual tanpa agunan yang dikhususkan kepada para pegawai yang berpenghasilan tetap yang bernama KRETAP (Kredit kepada pegawai berpenghasilan tetap). Dalam pemberian kredit semacam ini mengandung risiko yang cukup besar, tetapi bank BRI telah mempersiapkan pagar-pagar hukum yang cukup kuat untuk diberikan kepada nasabahnya dengan penyeleksian yang ketat terhadap calon nasabahnya dengan berpedoman pada prinsip 2P dari prinsip 5P dengan menekankan pada character dan capacity dan salah satunya dengan diasuransikannya kredit tersebut dalam hal nasabah tersebut meninggal, dengan demikian dapat diminimalisir risiko terjadinya kredit macet dari pemberian kredit individual tanpa agunan. Penelitian Iftekhar Hasan dan Anthony Sounders (2006) “ Should Bank Be Diversified ? Evidence from Individual Bank Portfolios”, penelitian ini dilakukan terhadap 105 bank di Italia pada periode 1993-1999 dengan menggunakan data nasabah kredit dan pada industri yang berbeda-beda, hasil penelitian menyatakan diversifikasi tidak menjamin performa yang luar biasa dan keamanan keuangan bank. Penelitian ini juga menganalisis terhadap kemungkinan terbaik yang dilakukan oleh bank apakah dengan melakukan fokus pada satu sektor penyaluran kredit atau dengan melakukan diversifikasi penyaluran kredit yang paling memberikan manfaat bagi bank. Dalam penelitian ini juga dinyatakan bahwa perbedaan kombinasi kredit setiap sektor dapat berpengaruh significant terhadap return perusahaan, oleh karena itu bank harus memperhitungkan diversifikasi kredit yang diberikan kepada setiap sektor ekonomi dengan syarat monitoring dan penentuan portofolio kredit yang tepat. 33 Ramantha, (2004) mengenai “Implikasi Perubahan Portofolio Kredit di Sektor Ekonomi Terhadap Laba dan Modal Bank Umum di Indonesia “. Penelitian ini merupakan studi empiris mengenai penyaluran kredit bank umum Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perubahan potofolio penyaluran kredit ke dalam sektor-sektor ekonomi yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa-jasa dan lain-lain secara bersama-sama terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia, Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perubahan kredit perbankan pada tiap-tiap sektor ekonomi secara partial yang mempunyai pengaruh dominan terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia. Dengan menggunakan data tahunan dan bulanan dari tahun 1997 sampai dengan 2002, menggunakan analisis regresi linear berganda dan uji F dan T, serta dengan pengolahan dan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS), diperoleh hasil penelitian, dengan menggunakan uji serentak diketahui bahwa perubahan proposisi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi dimaksud mempunyai pengaruh yang sangat bermakna terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia. Juga diperoleh hasil bahwa secara parsial perubahan proporsi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi dimaksud mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia. Purnawati (1991) meneliti tentang “Analisis kebijaksanaan Penyaluran Dana pada Bank Perkreditan Rakyat di Bali”. Penelitian ini dilakukan terhadap 10 unit Bank Perkreditan Rakyat di Bali dengan metode penentuan sample yang 34 digunakan adalah “stratified Proportional Random Sampling”. Dalam penelitian ini dibahas mengenai kebijaksanaan penyaluran dana yang diterapkan oleh BPR di Bali. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijaksanaan penyaluran dana pada BPR di Bali sudah optimal. Teknik analisis yang dugunakan adalah Linear Programing. Hasil penelitian ini menyatakan penyaluran dana yang telah dilakukan BPR di Bali selama 3 tahun sebagian besar sudah cukup efisien. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji beda antara laba yang telah diperoleh dengan laba yang dihitung dengan linear programming, menunjukkkan 6 dari 10 bank yang diteliti perbedaannya tidak bermakna dan 4 bank berbeda secara bermakna. Laba yang diperoleh oleh BPR di Bali masih dibawah penyaluran dana optimal. Hal ini disebabkan karena dalam pemberian keditnya bank kurang memperhatiakan perbedaan spread netto termasuk risiko kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi. Penelitian ini juga menyatakan portofolio kredit dari 10 BPR di Bali, kebanyakan tertumpu pada sektor perdagangan. Ini menunjukkan bahwa bank bersifat pasif dalam penyaluran kreditnya, yaitu hanya melayani nasabah yang datang ke bank, padahal sektor yang mempunyai spread lebih tinggi masih tersedia peluang, seperti sektor industri dan UMKM. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitian, penelitian ini dilakukan pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Perbedaan penelitian ini adalah pada sektor usaha dan tujuan penggunaan kreditnya, pada penelitian ini akan dikaji tentang risiko kredit tanpa agunan yang disalurkan pada UMKM. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh komponen penilaian kredit terhadap risiko kredit tanpa agunan. Alat 35 analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda, uji F dan uji T dan value added penelitian ini adalah akan dapat diketahui pengaruh faktor-faktor penilaian kredit terhadap risiko kredit tanpa agunan, sehingga BPD Bali dapat mengambil kebijakan yang lebih baik berkaitan dengan kredit tanpa agunan. BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Permasalahan yang sering timbul dalam pembinaan dan pengembangan UMKM, terutama yang dihadapi oleh usaha kecil dan mikro adalah rendahnya kemampuan UMKM dalam mengakses kepada sumber-sumber permodalan, baik yang berbentuk lembaga keuangan bank maupun bukan bank Bagi UMKM, kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal usahanya. Permasalahan timbul ketika pengusaha UMKM dihadapkan pada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. 36 Meskipun telah terbukti bahwa UMKM merupakan usaha yang tahan terhadap krisis moneter, namun usaha ini tidak terlepas dari risiko. Jenis risiko yang paling mudah menyerang usaha ini adalah risiko operasional. Disisi lain, sebagai bank milik Pemda Bali, sudah seharusnya PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar meningkatkan perannya dalam meningkatkan perekonomian Bali, yaitu dengan cara membantu perkembangan UMKM yang memiliki daya serap tenaga kerja yang cukup besar. Meminimalkan risiko kredit yang terjadi, maka perlu diketahui seberapa besar pengaruh lima faktor dalam analisis kredit yaitu kewenangan hukum mereka meminjam dana (competence), watak peminjam (character), kemampuan dalam menghasilkan pendapatan (capacity), kondisi fasilitas produksi yang dimiliki (capital), serta perkembangan ekonomi umum dan bidang usaha tempat beroperasi (condition). Secara konseptual dalam pengukuran risiko kredit tanpa agunan hampir sama dengan pengukuran risiko kredit korporasi dan komersialm, namun secara umum teknik yang digunakan untuk pengukuran risiko kredit UMKM adalah credit scoring. Beberapa kriteria credit scoring yang diperhitungkan dalam proses analisis pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar adalah : usia pemohon, tingkat pendidikan, riwayat perusahaan, alamat, karakter, sejarah lampau dengan BPD Bali, catatan keuangan sederhana, kontribusi tunai (self financing). Analisis mengenai pengaruh komponen penilaian kredit terhadap risiko kredit tanpa agunan ini dilakukan dengan model analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan regresi linear berganda, determinasi, uji F 37 dan Uji t. Analisis kualitatif dilakukan dalam menggambarkan kebijakan kredit tanpa anggunan dan mendeskripsikan hasil penelitian yang diperoleh. Penelitian mengenai pengaruh komponen penilaian kredit terhadap risiko kredit tanpa anggunan ini secara sengaja dilakukan di PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar karena bank milik Pemda Bali ini telah mengeluarkan kebijakan KTA mulai tahun 2007 hingga saat ini. Lebih jelasnya, kerangka pemikiran konseptual dapat digambarkan dalam sebuah model sebagaimana tergambar dalam Gambar 3.1. Competence (X1) Character (X2) Capacity (X3) Capital (X4) Condition (X5) Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 3.2 Hipotesis Penelitian Risiko Kredit 38 Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : 1) Diduga analisis kredit yang meliputi competence, character, capacity, capital dan condition berpengaruh secara signifikan baik secara simultan maupun secara parsial terhadap risiko kredit pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. 2) Diduga variabel capacity berpengaruh dominan terhadap risiko kredit pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Variabel Penelitian 1) Variabel tergantung (dependent variable) Variabel tergantung adalah variabel yang nilainya tergantung dan dipengaruhi oleh variabel bebas (independent variable). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel tergantung adalah risiko kredit. 2) Variabel bebas (independent variable) Pengertian variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan (mempengaruhi) besarnya variabel tergantung, sehingga besar kecilnya variabel bebas akan sangat berpengaruh terhadap perubahan variabel tergantung. Variabel bebas 39 dalam penelitian ini adalah competence, character, capacity, capital dan condition 4.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian 1) Competence adalah kewenangan yang dimiliki secara hukum untuk dan atas nama UMKM menerima dan mempergunakan kredit tanpa agunan dari PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang menjadi indikator untuk mengukur variabel competence adalah : a. Kelengkapan surat pengantar dari instansi terkait, akte pendirian, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga UMKM serta akte perubahannya. b. Kewenangan calon debitur meminjam dana atas nama UMKM. c. Penandatanganan permohonan kredit dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan 2) Character adalah watak yang dimiliki calon debitur atau yang menyangkut kejujuran calon debitur dalam melakukan pembayaran angsuran kredit pada PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang menjadi indikator untuk mengukur character calon debitur adalah : a. Karakter dan gaya hidup calon debitur yang diketahui dari lingkungan sekitarnya. b. Reputasi calon debitur yang diketahui dari rekan bisnisnya. c. Calon debitur mempunyai reputasi baik dalam kelancaran pembayaran pada kreditur lain. 40 3) Capacity adalah kemampuan calon debitur untuk membayar bunga dan kredit yang dipinjam dari PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar dari hasil penjualan produk yang dilakukan oleh UMKM. Elemen-elemen yang menjadi indikator untuk mengukur capacity adalah : a. Usaha calon debitur memiliki arus kas yang baik pada tahun terakhir b. Utang calon debitur tidak melebihi jumlah asset dan modal yang dimiliki c. Produk yang dihasilkan calon debitur memiliki pemasaran yang baik 4) Capital adalah kondisi dimana usaha yang dijalankan calon debitur dananya bersumber dari modal sendiri. Harta operasional UMKM yang berupa peralatan maupun bagunan haruslah mendukung kemajuan usaha. Elemen-elemen yang menjadi indikator untuk menukur capital adalah : a. Bangunan tempat usaha UMKM adalah milik sendiri b. Usaha yang dijalankan UMKM dananya bersumber dari modal sendiri c. Peralatan usaha calon debitur cukup memadai untuk menjalankan usaha d. Calon debitur memiliki SDM dengan kemampuan yang mendukung dalam memajukan usaha 5) Condition adalah kondisi perekonomian yang pada umumnya dapat berdampak positif maupun negatif pada hasil operasi UMKM, yang 41 selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan UMKM dalam membayar kredit pada PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang menjadi indikator dalam variabel condition adalah : a. Lokasi usaha calon debitur tidak terletak di daerah rawan bencana b. Usaha calon debitur sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya c. Usaha calon debitur menguasai pasar di daerah tempat usahanya d. Jenis usaha calon debitur dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitarnya 6) Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan calon debitur memenuhi kewajibannya pada PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang menjadi indikator dalam mengukur risiko kredit adalah : a. Calon debitur memiliki competence tinggi sehingga tingkat risiko kredit semakin kecil b. Calon debitur memiliki karakter yang baik sehingga kredit macet menjadi lebih kecil c. Kemampuan (capacity) usaha calon debitur merupakan faktor utama menekan risiko kredit d. Semakin besar modal usaha (capital) yang dimiliki calon debitur akan dapat menekan risiko kredit e. Situasi dan kondisi perekonomian mengakibatkan penyebab timbulnya kredit macet 4.3 Pengukuran Variabel secara umum dapat 42 Variabel penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert yaitu digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono : 2006). Peneliti memberi lima alternatif jawaban kepada responden dengan menggunakan skala 1 sampai 5 untuk keperluan analisis kuantitatif penelitian ini. Skor jawaban responden adalah sebagai berikut : 1) Jawaban Sangat Setuju (SS) .................. skor 5 2) Jawaban Setuju (S) ................................ skor 4 3) Jawaban Netral (N) ............................... skor 3 4) Jawaban Tidak Setuju (TS) ................... skor 2 5) Jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) ..... skor 1 Responden diharuskan memilih salah satu dari sejumlah katagori jawaban yang tersedia pada penelitian ini, kemudian masing-masing jawaban diberi skor tertentu (5,4,3,2,1). 4.4 Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah para analis kredit yang bertugas di PT Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Utama Denpasar maupun di Cabang Pembantu (Capem UNUD, Sanur, Gatot Subroto, Monang-Maning, Teuku Umar dan Kamboja). Para responden memiliki masa kerja minimal 1 (satu) tahun sebagai analis kredit. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 orang responden. 4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 43 Penelitian ini merupakan studi kasus pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Dipilihnya Kantor Cabang Utama Denpasar karena khusus untuk produk KTA baru direalisasikan di kantor ini. Produk ini merupakan kerjasama antara Pemda Kota Denpasar dalam hal ini adalah Dinas Koperasi Kota Denpasar, PT Askrindo sebagai lembaga penjamin dan PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Maret 2010. 4.6 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berwujud angka-angka. Dalam penelitian ini data kuantitatif adalah data mengenai kolektibilitas KTA dan jawaban kuisioner yang telah berupa poin hasil penilaian para analis kredit PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Data kualitatif adalah data yang yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Data kualitatif dapat diangkakan dalam bentuk ordinal atau ranking. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data sejarah perusahaan, struktur organisasi dan standar operasional prosedur perusahaan. 4.7 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah Data diperoleh berupa data yang telah diproses atau dikumpulkan oleh pihak lain yaitu data mengenai KTA, sejarah perusahaan, struktur organisasi dan standar operasional perusahaan. Di samping 44 itu digunakan juga data primer yang diperoleh secara langsung atas jawaban dari kuisioner. 4.8 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi yang diperoleh dari kantor PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar, dan melalui penyebaran kuisioner kepada para analis yang bertugas di PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. 4.9 UjiValiditas dan Reliabilitas 6) Uji validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan jalan menghitung koefisien korelasi pearson dari tiap-tiap pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi product moment, dengan rumus sebagai berikut : r = n (ΣXY) – (ΣX ΣY) √ [ nΣX²-(ΣX)²][nΣY²-(ΣY)²] dimana : X = skor jawaban pertanyaan Y = skor total 7) Uji Reliabilitas 45 Reliabilitas menunjukkan pada pengertian bahwa suatu kuesioner cukup dapat dipercaya untuk dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data karena kuesioner tersebut konsisten atau reliabel. Mencari reliabilitas instrumen yang jawaban daftar pertanyaannya dalam bentuk skala dapat menggunakan Cronbach’s Alpha dengan rumus : Σα² k b r 11 = 1k-1 α² t dimana : r 11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan α² = varians total t Σ α² = Jumlah varians butir b 4.10 Uji Asumsi Klasik Setelah data terkumpul dan sudah ditabulasi, selanjutnya akan dilakukan uji model dengan menggunakan uji asumsi klasik sebagai berikut : 1) Uji normalitas data 46 Digunakan untuk melihat apakah suatu data berdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan uji statistik sederhana yang dilakukan dengan menghitung nilai skewness dengan rumus : Z skewnees 2) = Z skewnees 6N Uji heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Uji heteroskedastisitas dalam suatu regresi dapat dilakukan dengan uji Glejser, dengan rumus : Ut = α + βX1 + V1 8) Uji multikolinieritas Digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara masing-masing variabel bebas yang diteliti. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang tinggi atau diatas 0,90 maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan jalan meregresikan model analisis dengan melakukan uji korelasi antar variabel bebas dengan menggunakan VIF. Batas dari VIF adalah 10 dan nilai tolerance value adalah 0,1 maka terjadi multikolinieritas. Uji multikolinieritas dilakukan dengan uji korelasi dengan menggunakan rumus : r = Y) n ( ∑ XY ) – ( ∑X ∑ [n∑Χ − (∑Χ )].[n∑Υ − (∑Υ) 2 9) Uji autokorelasi 2 2 2 ] 47 Digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam model regresi. Autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Waston, dengan rumus : n ∑( e DW = t =2 t − et −1 ) n 2 ∑e t =1 2 t 4.11 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Data yang telah terkumpul akan dianalisis baik dengan analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif. Kedua analisis ini diharapkan dapat saling melengkapi, sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan dengan lebih jelas dan tujuan penelitian dapat dicapai. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Regresi linear berganda Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor competence, character, capacity, capital, dan condition of economy terhadap tingkat risiko Kredit Tanpa Agunan di PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Analisis regresi ini akan dikerjakan dengan bantuan program SPSS versi 15. Persamaan regresi linier dirumuskan sebagai berikut : Y’ = b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e Keterangan : Y = tingkat risiko KTA X4 = capital X1 = competence X5 = condition X2 = character b1, b2,b3,b4,b5 = koefisien regresi X3 = capacity e = kesalahan random 2) Analisa korelasi berganda 48 Uji ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan masing-masing variable competence, character, capacity, capital, dan condition of economy dengan risiko kredit, digunakan rumus : Ry 1, 2, 3, 4 = 3) b1 ∑x1 y +b2 ∑x2 y +b3 ∑x3 y +b4 ∑x4 y ∑y 2 Analisis determinasi Uji ini pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai R2 mempunyai interval antara 0 sampai 1. Semakin besar R2 (mendekati 1), semakin baik hasil untuk model regresi tersebut dan semakin mendekati 0, maka variabel independen secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen. Untuk memeperoleh R2 dipakai rumus berikut : ∑(Y*- Ỹ)2 /k R2= Jumlah kuadrat regresi = ∑(Y - Ỹ)2 /k Jumlah kuadrat total dengan : Y = nilai pengamatan Y*= nilai Y yang ditaksir dengan model regresi Ỹ = nilai rata-rata pengamatan k = jumlah variabel independent 4) Uji F atau F-test Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variael-variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F dipakai rumus berikut : hitung dengan F table. Untuk memperoleh nilai F hitung 49 ∑(Y*- Ỹ)2 /k F hitung = Rata-rata kuadrat regresi = ∑(Y - Ỹ)2 /(n-k-1) Rata-rata kuadrat residual dengan : Y = nilai pengamatan Y*= nilai Y yang ditaksir dengan model regresi Ỹ = nilai rata-rata pengamatan n = jumlah pengamatan/sample k = jumlah variabel independen 5) Uji t atau t-test Uji t dipakai untuk melihat signifikansi dari pengaruh independent secara parsial terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lain bersifat konstan. Uji ini dilakukan dengan memperbandingkan thitung dengan t Untuk memperoleh thitung dipakai rumus berikut : bi – (βi) thitung = se(bi) dengan : bi = koefisien variabel ke-i βi = parameter ke-i yang dihipotesiskan se(bi) = kesalahan standar bi table .