Dewasa ini tingkat persaingan dalam dunia uasaha

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dikatakan
bahwa bank pada saat ini diwajibkan untuk melakukan penerapan manajemen
risiko dalam kegiatan operasional bank. Salah satu kegiatan yang penting adalah
menangani risiko kredit. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/2003 jo
Peraturan Bank Indonesia No.11/25/BI/2009 Risiko Kredit adalah risiko akibat
kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank.
Sedangkan menurut H. Masyhud Ali (2006) risiko kredit adalah risiko kerugian
yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo,
counterparty-nya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank.
Kebijakan pemberikan kredit yang sehat, merupakan salah satu contoh
implementatif dari pengendalian risiko kredit yang dilakukan oleh perbankan.
Penilaian kelayakan pengajuan pembiayaan yang berdasarkan analisis 5C
(Character, Capital, Capacity, Collateral dan Conditions of economic), yang juga
merupakan hasil adaptasi dari penerapan pengendalian risiko kredit perbankan.
Demikian juga tahapan pengikatan yang dilakukan terhadap masing-masing tipe
jaminan juga tidak dapat lepas dari pengaruh bagaimana selama ini perbankan
melakukannya.
Bank saat ini harus menerapkan manajemen risiko, termasuk manajemen
risiko kredit sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Bank Indonesia yang sejalan
2
dengan rekomendasi Bank for International Settlements (BIS). Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan tuntunan bagi perbankan agar dapat beroperasi
secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup perkembangan kegiatan usaha dan
operasional perbankan yang semakin pesat. Salah satu metode yang diterapkan
bank dalam rangka manajemen risiko kredit adalah menerapkan kebijakan
memisahkan fungsi organisasi kredit dan fungsi risiko. Keputusan pemberian
kredit dilakukan oleh komite kredit dengan opini dari analis kredit yang bersifat
independen dari unit bisnis dan bertugas menganalisis kelayakan kredit serta
memberikan opini kepada komite kredit. Memantau portofolio kredit bank
berdasarkan sektor ekonomi serta mengkaji ulang kebijakan kredit bank antara
lain mengenai kebijakan terhadap pihak terkait dan debitur besar serta kebijakan
risiko pada aktivitas perkreditan. Portofolio kredit adalah komposisi kredit yang
secara keseluruhan yang dimiliki oleh suatu bank. Secara sederhana, portofolio
kredit suatu bank harus didasarkan keseimbangan antara preferensi bank dengan
hasil atau risiko. Setiap pemberian kredit mempunyai risiko sekaligus
menghasilkan return.
Pengelompokan jenis kredit dapat diatur sendiri oleh bank berdasarkan
kredit tertentu namun yang penting adalah supaya diusahakan bahwa kriteria jenis
kredit memudahkan pihak manajemen dalam menyusun kegiatan portofolio
kreditnya. Apapun kriteria yang dipakai untuk membedakan, masing-maing
kelompok jenis kredit mempunyai risiko dan return atau hasil. Berdasarkan
analisa kuantitatif dan kualitatif tertentu, suatu bank harus dapat menyusun
kebijakan portofolio kreditnya yang sasaran utamanya adalah mencapai tingkat
3
keuntungan yang maksimal dengan optimasi penyaluran kredit. Kebijakan
pemberian kredit harus tetap mengacu untuk pengembangan usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM), di samping kredit program antara lain Kredit Ketahanan
Pangan (KKP), Kredit Pembinaan Usaha Keluarga Mandiri (PUNDI), kredit KPR,
kredit konsumtif, kredit investasi dan jenis kredit yang lain.
Kredit bagi UMKM dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk
pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan UMKM guna menjalankan
usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan
timbul ketika pengusaha UMKM dihadapkan pada kelengkapan persyaratan bank
guna memperoleh pinjaman, meskipun usaha mereka feasible namun sebagian
besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dengan jumlah
yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. Usaha yang tidak
bankable dipandang mengandung risiko kredit macet oleh bank. Pada prakteknya
untuk menekan risiko kredit macet tersebut bank mewajibkan jaminan tambahan
untuk kredit yang diberikan, mengasuransikan baik kredit yang diberikan maupun
jaminan kredit yang dimiliki nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit
meskipun usaha calon debitur memiliki prospek yang sangat memadai.Upaya
menekan kredit macet menjadi penghambat bagi upaya perluasan akses kredit
bagi usaha-usaha yang feasible termasuk UMKM.
Risiko kredit macet dapat dipilah dalam empat komponen yang meliputi
nominal dari risiko kredit, jangka waktu dari risiko kredit, kemungkinan
(probabilitas) kemacetan kredit dan dampak dari kredit macet tersebut. Keempat
aspek tersebut saling terkait dan diperlukan adanya estimasi. Adanya risiko kredit
4
macet yang dikhawatirkan oleh perbankan berdampak pada rendahnya kucuran
kredit bagi UMKM. Keadaan ini mendorong beberapa Pemerintah Daerah
(PEMDA) untuk menyisihkan dana APBDnya guna membantu pendanaan
UMKM. Dana yang disisihkan tersebut disalurkan kepada pengusaha UMKM
dalam bentuk pinjaman yang penyalurannya diserahkan kepada pihak bank.
Risiko kemacetan atas penyaluran kredit tersebut sepenuhnya ditanggung oleh
PEMDA. Debitur dapat memanfaatkan dana tersebut setelah melalui dua tahap
penilaian yaitu melalui tim teknis yang diangkat dengan SK kepala daerah, dan
petugas bank itu sendiri. Pola dengan dana PEMDA dilakukan pula oleh beberapa
BUMN atau perusahaan swasta lainnya. Pola tersebut pada dasarnya tidak secara
efektif mendorong intermediasi bank.
Dalam upaya mengembangkan UMKM dan Koperasi, maka dengan
mengacu pada Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 486/KMK.017/96,
tanggal 30 Juli 1996, tentang Perusahaan Penjaminan; dan Surat Keputusan
Bersama Menteri Negara Urusan Koperasi UMKM dengan Menteri Dalam Negeri
nomer 04/KEP/M/V/2001 dan 518-162 tahun 2001 tanggal 29 Mei 2001 tentang
Pembentukan Lembaga Penjaminan bagi Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro
Non Bank dan UMKM di Daerah, beberapa daerah mencoba membentuk lembaga
penjaminan kredit daerah (LPKD), yang berperan dalam penyediaan jaminan atau
agunan bagi UMKM dan Koperasi yang mengajukan kredit ke perbankan dan
lembaga keuangan lainnya.
Upaya untuk meningkatkan akses kredit UMKM ke perbankan mendapat
perhatian Bank Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia
5
adalah dengan memfasilitasi pembentukan skim penjaminan kredit. Penjaminan
kredit berbeda dengan asuransi kredit, karena dalam asuransi kredit risiko yang
dijamin adalah risiko bank, sedang dalam penjaminan kredit maka yang dijamin
adalah debitur sedang perusahaan penjaminan adalah sebagai penjamin.
Penjaminan kredit pada dasarnya merupakan upaya untuk menjamin asset dari
debitur. Hal ini merupakan upaya untuk melindungi kreditur dari kerugian yang
disebabkan terjadinya gagal bayar dari debitur (Warjiyo dalam Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, 2005).
Bank dengan kemampuan analisis kredit yang baik akan memiliki risiko
kredit macet yang lebih rendah yang dapat menekan fee penjaminan kredit yang
dibebankan kepada debitur. Penjaminan kredit adalah kegiatan pemberian
penjaminan kepada koperasi, usaha kecil dan menengah yang tidak memiliki
agunan atau agunannya tidak mencukupi agar dapat memperoleh kredit dari
perbankan atau badan usaha pemberi kredit lainnya. Dibentuknya lembaga
penjamin kredit ini diharapkan mampu memberikan motivasi kepada bank agar
megucurkan kredit kepada kelompok usaha yang tidak memiliki akses kredit
dalam persyaratan standar kredit. Perusahaan penjamin kredit sendiri masih sangat
terbatas, seperti PT Asuransi Kredit Indonesia (PT ASKRINDO) yang didirikan
bersama oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, Perum Sarana Pembangunan Usaha
(PSPU) yang kepemilikannya sepenuhnya oleh pemerintah dan PT Penjaminan
Kredit Pengusaha Indonesia (PT PKPI) yang didirikan oleh swasta (KADIN 60%
dan pengusaha secara perorangan 40%). Ketiga LPK tersebut dalam kegiatan
penjaminan kredit lebih menunjukkan sebagai upaya pembagian risiko.
6
Terdapat beberapa pendekatan dalam mengukur risiko kredit, dari
pendekatan tradisional hingga pendekatan model baru yang dikembangkan
disesuaikan dengan perkembangan industri perbankan dan produk-produk
perbankan yang ada. Pada umumnya keputusan pemberian kredit diserahkan
kepada credit officcer pada masing-masing bank. Kemampuan terhadap officer,
judgement dan faktor-faktor penting lainnya sangat diperlukan dalam keputusan
kredit. Beberapa komponen penilaian kredit yang mudah dipahami adalah
pendekatan analisa 6 C (Sutojo 1997), yang meliputi Competence, Character,
Capital, Capacity, Collateral dan Cycle or Economic conditions. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan kemauan nasabah untuk
mengembalikan dana yang diberikan, sehingga dapat mengurangi risiko kredit
yang timbul.
Menurut Sutojo (1997) kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit
dipengaruhi oleh enam macam faktor intern dan ekstern, yaitu kewenangan
hukum mereka meminjam dana (competence to borrow), watak peminjam
(character), kemampuan mereka menghasilkan pendapatan (capacity to create
income), kondisi fasilitas produksi yang mereka miliki (capital), kondisi dan nilai
jaminan kredit yang mereka sediakan (collateral) serta perkembangan ekonomi
umum dan bidang usaha tempat mereka beroperasi (condition of economy).
Collateral dalam penelitian ini tidak dianalisis karena yang diteliti adalah Kredit
Tanpa Agunan (KTA).
PT Bank Pembangunan Daerah Bali sebagai bank milik pemerintah daerah
Bali diharapkan dapat meningkatkan perannya dalam pertumbuhan ekonomi
7
daerah melalui pemberian Kredit Tanpa Agunan (KTA). Keinginan untuk
membantu permodalan kepada usaha kecil produktif sehingga mampu
memberikan nilai tambah atas produk yang dihasilkan dan dapat meningkatkan
pendapatan maka dikeluarkanlah SK Direksi No. 0067.102.10.2007.2 tertanggal
1 Maret 2007, kemudian diperbaharui dengan SK Direksi No. 002. 102.10.2009.2,
tentang skim pemberian kredit kepada UMKM, LPD, Kelompok Usaha Ekonomi
Produktif dan Koperasi. Tujuan pemberian kredit ini adalah untuk pembiayaan
UMKM, LPD, Kelompok Usaha Ekonomi Produktif (pertanian dan peternakan)
dan Koperasi sehingga mampu menciptakan lapangan kerja, mempercepat
perkembangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program ini
merupakan kerjasama antara PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar dengan
Pemda Kota Denpasar dan asuransi, dalam hal ini PT Askrindo, sebagai lembaga
penjamin. Sharing risiko yang ditanggung masing-masing 40% oleh
PT
Askrindo, 40% Pemda Kota Denpasar, 20% oleh PT Bank BPD Bali Cabang
Utama Denpasar.
Kebijakan pemberian KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama
Denpasar mulai dilaksanakan sejak Tahun 2007. Produk ini merupakan kerjasama
antara Pemda Kota Denpasar dalam hal ini adalah Dinas Koperasi Kota Denpasar,
PT Askrindo sebagai lembaga penjamin dan PT Bank BPD Bali Cabang Utama
Denpasar. Pertumbuhan total kredit dari tahun 2007 sampai dengan Juli 2009 dan
Pertumbuhan KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ditunjukkan
pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 berikut :
8
Tabel 1.1
Pertumbuhan Total Kredit pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009
CABANG
CAB. UTAMA
CAPEM. SANUR
CAPEM. TEUKU UMAR
CAPEM. GATOT
SUBROTO
CAPEM. MONANG
MANING
CAPEM KAMBOJA
CAPEM UNUD
2007 (Rp)
272.611.049.20
0
123.267.550.00
0
105.206.000.00
0
115.915.000.00
0
26.563.900.000
Tahun
2008 (Rp)
329.719.984.200
2009 (Rp)
362.499.324.200
176.985.500.000
210.997.100.000
144.649.500.000
173.625.500.000
135.569.500.000
145.548.500.000
45.304.000.000
55.200.500.000
48.018.740.000
80.277.240.000
95.032.740.000
90.059.900.000
124.555.300.000
144.813.200.000
TOTAL
781.642.139.20 1.037.061.024.20 1.187.716.864.200
0
0
Sumber: Data KTA PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
Tabel 1.2
Pertumbuhan KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009
CABANG
Tahun
2007 (Rp)
2008 (Rp)
CAB. UTAMA
7.312.000.000
7.140.000.000
CAPEM. SANUR
767.000.000
1.012.000.000
CAPEM. TEUKU UMAR
1.096.000.000
1.231.000.000
CAPEM. GATOT SUBROTO
2.602.000.000
2.712.000.000
CAPEM. MONANG MANING
120.000.000
200.000.000
CAPEM KAMBOJA
732.000.000
957.000.000
CAPEM UNUD
650.000.000
950.000.000
TOTAL
13.279.000.000 14.202.000.000
Sumber: Data KTA PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
2009 (Rp)
7.065.000.000
934.000.000
1.181.000.000
2.637.000.000
185.000.000
877.000.000
875.000.000
13.754.000.000
Penyaluran kredit tidak terlepas dari risiko kredit macet, untuk itu
diperlukan pengelolaan risiko yang dapat meminimalkan tingkat kerugian yang
mungkin timbul. UMKM walaupun tahan terhadap krisis moneter, namun harus
9
diakui bahwa sektor ini sangat rentan terhadap risiko operasional yang bisa sangat
cepat mendorong peningkatan kredit macet. Tabel 1.3 menunjukkan data
tunggakan pokok dan bunga KTA dari Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009.
Tabel 1.3
Data Tunggakan Pokok dan Bunga KTA pada PT Bank BPD Bali
Cabang Utama Denpasar Tahun 2007 sampai dengan Juli 2009
CABANG
Tahun
2007 (Rp)
2008 (Rp)
CAB. UTAMA
36.903.667,56 124.921.430,35
CAPEM. SANUR
0
3,461,211,23
CAPEM. TEUKU UMAR
1.107.623,03
14.395.041,74
CAPEM. GATOT SUBROTO
7.600.884,70
98.465.551,24
CAPEM. MONANG MANING
0
0
CAPEM KAMBOJA
0
22.014.321,05
CAPEM UNUD
809.024,08
13.145.574,51
TOTAL
46.421.199,37 276.403.130,12
Pertumbuhan (%)
495,42
Sumber: Data KTA PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
2009 (Rp)
370.543.263,58
12,323,186,87
49.519.242,57
208.060.467,25
1.179.781,08
30.682.265,53
52.453.384,92
724.761.592,40
162,21
Tabel 1.1 terlihat bahwa total kredit yang di keluarkan PT Bank BPD Bali
Cabang Utama Denpasar mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, Tahun 2009
sampai dengan bulan Juli jumlah kredit yang sudah dikeluarkan mencapai angka
Rp 1.187.716.864.200,- demikian juga jumlah KTA yang dikeluarkan PT Bank
BPD Bali Cabang Utama Denpasar dari Tahun 2007 mengalami pertumbuhan
yang cukup baik, hingga bulan Juli 2009 saja jumlah KTA sudah mencapai
jumlah Rp 13.754.000.000,-. Pertumbuhan jumlah KTA yang dikeluarkan PT
Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ternyata diimbangi pula dengan
peningkatan risiko kredit berupa tidak terbayarnya tunggakan pokok dan bunga
KTA. Tunggakan pokok dan bunga KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama
Denpasar meningkat dalam jumlah yang cukup besar, Tahun 2007 Tunggakan
10
pokok dan bunga KTA sebesar Rp 46.421.199,37, sedangkan pada Tahun 2008
tunggakan pokok dan bunga KTA mencapai angka Rp 276.403.130,12 atau
meningkat sebesar 495,42%. Sampai dengan bulan Juli 2009 tunggakan pokok
dan bunga KTA sudah mencapai angka Rp 724.761.592,40 atau 162,21%.
Usaha meminimalkan risiko yang terjadi pada KTA, maka PT Bank BPD
Bali Cabang Utama Denpasar perlu mengetahui dan menganalisis secara lebih
mendalam tentang seberapa besar pengaruh lima faktor yaitu kewenangan hukum
meminjam dana (competence), watak peminjam (character), kemampuan
menghasilkan pendapatan (capacity), kondisi fasilitas produksi yang dimiliki
(capital), serta perkembangan ekonomi umum dan bidang usaha tempat
beroperasi (condition) terhadap risiko tidak terbayarnya KTA.
1.2 Rumusan Masalah
Kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit akan berpengaruh
terhadap risiko kredit macet. Telah disebutkan dalam latar belakang, kemampuan
nasabah dalam mengembalikan kredit dipengaruhi oleh beberapa variabel, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1) Apakah variabel competence, character, capacity, capital, dan condition
berpengaruh secara significant baik secara parsial maupun bersama-sama
terhadap risiko KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ?
2) Variabel manakah yang dominan berpengaruh terhadap risiko KTA pada
PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar ?
11
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah :
1)
Untuk mengetahui adanya pengaruh dari variabel competence,
character, capacity, capital, dan condition baik secara parsial maupun
bersama-sama
terhadap risiko KTA yang diharapkan dapat menjadi
pertimbangan bagi pihak bank dalam pengelolaan risiko kredit.
2)
Untuk mengetahui variabel manakah yang dominan berpengaruh
terhadap risiko KTA pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis
Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
bukti
empiris
tentang
pengaruh
komponen
penilaian
kredit
yang
mempengaruhi risiko kredit tanpa agunan, disamping sebagai rekomendasi
bagi pelaksana kegiatan penelitian di bidang yang sama di masa yang akan
datang.
2) Manfaat praktis
Manfaat praktis, yaitu sebagai bahan pertimbangan serta sumbangan
pemikiran bagi manajemen PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
sebagai dasar pengambilan keputusan dan membuat kebijakan kredit yaitu
menentukan kebijakan kredit tanpa agunan yang disalurkan sehingga risiko
12
kredit yang disalurkan dapat di tekan sehingga tujuan memaksimalkan
keuntungan dari sektor kredit dapat tercapai.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Pengertian kredit
Kasmir (2002:93) menyatakan kredit memiliki dimensi yang beraneka
ragam, dimulai dari arti kata “kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “credere”
yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa latin “creditum” yang berarti
kepercayaan akan kebenaran. Dasar seseorang untuk memperoleh kredit adalah
kepercayaan, dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang
lebih luas lagi antara lain : kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu
pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran yang
akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.
Menurut Suyatno et al. (2007:12) kredit memiliki pengertian dalam arti
ekonomi sebagai penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang
baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Faktor waktu merupakan faktor
utama yang memisahkan prestasi dan kontraprestasi.
Kent dalam Suyatno et al. (2007:12) mengatakan bahwa kredit adalah hak
untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada
waktu diminta atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barangbarang sekarang.
13
Berdasarkan Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas
UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah :
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
pesetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa pemberian kredit
merupakan pemberian kepercayaan, dalam hal ini dari pihak bank kepada calon
debitur dalam jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak. Kesepakatan ini tertuang dalam perjanjian kredit. Kasmir (2002:94)
merumuskan unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit
sebagai berikut :
a.
Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit, bahwa
prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benarbenar diterimanya kembali dalam jangka waktu yang telah disepakati di masa
yang akan datang.
b.
Kesepakatan, hal-hal yang dituangkan dalam perjanjian di
mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masingmasing.
c.
Jangka Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang
akan datang.
14
d.
Tingkat risiko, merupakan akibat dari adanya jangka
waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan
diterima dikemudian hari. Semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan,
semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena terdapat unsur ketidakpastian
yang tidak dapat diperhitungkan.
e.
Balas jasa, yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit
atau jasa yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentukbunga
dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.
2.1.2
Tujuan dan fungsi kredit
Tujuan utama pemberian suatu kredit (Kasmir, 2002:95) adalah sebagai
berikut :
a. Mencari keuntungan
Keuntungan pemberian kredit tersebut terutama dalam bentuk bunga yang
diterima oleh suatu lembaga keuangan sebagai balas jasa dan biaya
administrasi kredityang dibebankan kepada nasabah.
b. Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan
dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja.
c. Membantu pemerintah
Pemerintah mengharapkan dengan semakin banyak kredit yang disalurkan
oleh lembaga keuangan, maka akan membawa pengaruh yang baik, mengingat
semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai
sektor.
15
Menurut Sinungan (2000) tujuan dalam pemberian kredit adalah sebagai
berikut :
a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa
keuntungan dari pemungutan bunga.
b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus
benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai
tanpa hambatan-hambatan.
Suyatno et al. (2007:15) menambahkan, dengan mengacu pada Pancasila
sebagai dasar dan falsafah Negara, bahwa tujuan kredit tidak semata-mata untuk
mencari keuntungan melainkan disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu mencapai
masyarakat adil dan makmur. Secara terinci dapat dikatakan tujuan kredit yang
diberikan suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan
tugas sebagai agent of development adalah :
a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya
guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat
memperluas usahanya.
Fungsi kredit dewasa ini pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk
melayani kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan
16
perdagangan, produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada
akhirnya ditujukan untuk menaikkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Kasmir (2002:96) fungsi kredit adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan daya guna uang
Jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang
berguna.pemberian kredit diharapkan akan menyebabkan uang tersebut
menjadii berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.
b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan dana dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang
dari daerah lainnya.
c. Meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan akan dapat digunakan oleh
debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau
bermanfaat.
d. Meningkatkan peredaran barang
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu
wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan
jumlah barang yang beredar.
e. Alat stabilitas ekonomi
17
Kredit dikatakan sebagai alat stabilisasi ekonomi karena dengan kredit yang
diberikan dapat meningkatkan kesempatan berusaha di segala bidang
kehidupan sehingga akan meningkatkan stabilitas ekonomi.
f. Meningkatkan kegairahan berusaha
Pemberin kredit tentunya akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha,
terutama jika nasabah yang memang ingin merintis suatu usaha yang modal
usahanya tidak mencukupi.
g. Meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama
dalam meningkatkan pendapatan. Contohnya bila kredit diberikan untuk
membangun pabrik, maka pabrik tersebut membutuhkan tenaga kerja sehingga
dapat mengurangi jumlah pengangguran.
Menurut Firdaus dan Ariyanti (2003:5-6) bahwa kredit berfungsi sebagai
berikut :
a. Kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang-barang dan jasa-jasa.
b. Kredit dapat mengaktifkan alat pembayaran yang idle.
c. Kredit dapat menciptakan alat pembayaran yang baru.
d. Kredit sebagai alat pengendalian harga.
e. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat/ kegunaan potensipotensi ekonomi yang ada.
Suyatno et al. (2007:16) menyebutkan bahwa dalam kehidupan
perekonomian dan perdagangan kredit memiliki fungsi antara lain :
18
a. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang
b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang
c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang
d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi
e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha
f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan
g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional
2.1.3
Jenis-jenis kredit
Kredit dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan
tujuannya, jangka waktu, jaminan, dan penggunaannya (Suyatno et al. 2007:19)
1) Kredit berdasarkan tujuannya
a.
Kredit konsumtif, merupakan kredit yang bertujuan untuk
memperlancar proses konsumsi, seperti pembelian rumah, kendaraan atau
biaya rumah tangga
b.
Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk
memperlancar proses produksi
c.
Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan
untuk membeli barang-barang yang kemudian dijual kembali. Kredit ini
digolongkan lagi ke dalam kredit perdagangan dalam negeri dan luar
negeri.
2) Kredit berdasarkan jangka waktunya
Menurut Undang-Undang No 14/1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, kredit
jenis ini terdiri dari :
19
a.
Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit dengan jangka
waktu maksimum 1 tahun. Kredit ini dapat berbentuk kredit rekening
koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel dan kredit eksploitasi.
b.
Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit yang
berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun.
c.
Kredit jangka panjang (long term loan) yaitu kredit yang berjangka
waktu lebih dari 3 tahun.
3) Kredit berdasarkan jaminan
a.
Kredit tanpa jaminan (unsecured loan). Dalam SK Direksi BI
No.23/69/KEP/DIR bertanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan
Pemberian Kredit, Pasal 2 telah diatur ketentuan bahwa bank tidak
diperkenankan memberikan kredit kepada siapapun tanpa jaminan
pemberian kredit sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 b. Adapun yang
dimaksud dengan jaminan pemberian kredit pada pasal tersebut adalah
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan. Jaminan pemberian kredit diperoleh bank
melalui penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan dan prospek usaha debitur.
b.
Kredit dengan agunan, sebagaimana yang diatur dalam SK Direksi
BI No 23/69/KEP/DIR pada pasal 1 c yang dimaksud dengan jaminan
adalah jaminan material, surat berharga,garansi risiko yang disediakan
oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu kredit apabila
debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada
1)
20
Pasal 3, disebutkan bahwa agunan dapat berupa barang, proyek atau hak
tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan dan barang lain, surat
berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan.
4) Kredit berdasarkan penggunaan.
a. Kredit eksploitasi, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan
kepada suatu perusahaan untuk membiayai kebutuhan akan modal kerja
perusahaan sehingga dapat berjalan dengan lancar. Kredit ini biasa disebut
kredit modal kerja. Tujuan kredit ini adalah untuk meningkatkan produksi
secara kuantitatf maupun kualitatif.
b. Kredit investasi, adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang yang
diberikan bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau
penanaman modal. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai kredit investasi
selalu disesuaikan dengan program pemerintah untuk mendorong kegiatan
usaha dengan kesempatan kerja yang besar atau usaha padat tenaga.
2.1.4
Faktor penilaian kredit
Mengingat adanya risiko yang selalu timbul dalam penyaluran kredit,
maka sebelum kredit diberikan bank harus mengetahui segala sesuatu tentang
kemampuan dan kemauan nasabah debiturnya untuk mengembalikan dana yang
telah diberikan. Terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai dasar
penilaian atau analisis dalam penilaian permohonan kredit. Menurut Sutojo
(1997:72), terdapat enam faktor yang berpengaruh, yaitu :
Wewenang untuk meminjam (competence to borrow)
21
Kredit yang ditarik oleh pihak yang secara hukum tidak memiliki kewenangan
untuk meminjam dapat menjadi bibit kredit bermasalah, karena itu pada tahap
analisis kredit bank harus mendapat kepastian mengenai siapa dalam
organisasi perusahaan debitur yang secara hukum mempunyai wewenang
untuk dan atas nama perusahaan menerima dan mempergunakan kredit.
Kepastian tentang siapa yang berwenang secara hukum untuk meminjam dana
dalam kredit korporasi dapat diperiksa dalam akte pendirian (dan akte
perubahannya), serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan.
Dalam kasus kredit perorangan, bank wajib meneliti apakah ada ketentuan
yang membatasi wewenang calon debitur untuk meminjam dana dari pihak
ketiga. Salah satu hal yang dapat membatasi wewenang seseorang untuk
meminjam adalah status perwalian. Calon debitur yang berada dalam status
perwalian secara hukum tidak diperkenankan meminjam dana tanpa
persetujuan tertulis dari walinya.
2)
Watak calon debitur (character)
Watak merupakan salah satu kriteria yang sulit dianalisis. Dalam batas waktu
tertentu watak dan kebiasaan buruk dapat disembunyikan, sehingga tidak
nampak dari luar. Jalan yang ditempuh seorang analis kredit untuk
memperoleh kesan tentang kejujuran calon debitur adalah mengumpulkan
komentar dari nara sumber yang mengenal mereka termasuk kreditur lama
(bank, lembaga keuangan, pemasok barang dagangan), pelanggan dan rekan
bisnis.
22
3)
Kemampuan menciptakan sumber dana (capacity to
create income)
Perusahaan baru dapat dinyatakan beroperasi secara sehat, apabila mampu
membayar bunga dan kredit yang dipinjam dari hasil penjualan produk.
Kemampuan peusahaan menghimpun dana yang cukup dari hasil penjualan
produk, akan diperngaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain :
a. Kualifikasi manajemen perusahaan
b. Kedudukan produk dalam persaingan di pasar
c. Jumlah hasil penjuaan yang dapat dicapai setiap masa tertentu
d. Kemampuan perusahaan menekan harga pokok produk dan biaya
operasional lainnya
e. Kemampuan perusahaan mencegah berbagai kebocoran dana
Untuk mendapat gambaran tentang kemampuan perusahaan menciptakan dana
pembayaran bunga dan pinjaan, para analis kredit akan menyusun proyeksi
arus kas (the projected cash flow statement) selama masa berlakunya kredit.
4)
Kondisi harta operasional perusahaan (capital)
Kondisi dimana usaha yang dijalankan calon debitur dananya bersumber dari
modal sendiri. Harta operasional perusahaan yang berupa peralatan maupun
sumber daya manusia haruslah dalam jumlah yang cukup memadai dan
mendukung kemajuan usaha. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang
kondisi harta operasional perusahaan, analis kredit harus meninjau
perusahaan, memeriksa keadaan fisik berupa bangunan, fasilitas produksi
23
yang ada, cara perawatan fasilitas produksi tersebut serta meneliti sumber
dana pengadaannya.
5)
Jenis dan nilai jaminan (collateral)
Fungsi utama jaminan adalah memperkecil jumlah kerugian yang diderita
bank, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan kredit dapat berupa
harta fisik (tanah, gedung, mesin, peralatan, kendaraan, persediaan bahan, dan
sebagainya),jaminan pembayaran oleh pihak ketiga (misalnya para pemegang
saham perusahaan, perusahaan induk, bank) maupun dalam bentuk gadai
saham. Bila debitur tidak mampu atau tidak mau membayar kembali kredit,
maka harta fisik yang dijaminkan atau saham yang digadaikan akan disita dan
dijual lelang untuk melunasi kredit.
6)
Perkembangan ekonomi dan sektor usaha (condition of
economy)
Perkembangan ekonomi dunia pada umumnya dan ekonomi negara pada
khususnya membawa dampak positif atau negatif pada hasil operasi bisnis
perusahaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam
memenuhi kewajiban keuangan kepada pihak ketiga. Kehidupan bisnis
perusahaan juga dipengaruhi oleh perkembangan situasi persaingan produk
mereka di pasar. Pengaruh perkembangan persaingan di pasar akan lebih besar
dampaknya pada operasi perusahaan kelas menengah dan kecil. Berbagai
peraturan pemerintah di bidang ekonomi, moneter dan perdagangan akan
berdampak pada situasi kehidupan bisnis perusahaan dan pemasaran produk.
2.1.5
Pengawasan kredit
24
Muljono (2001 : 460) menyatakan bahwa pengawasan kredit merupakan
salah satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan
daam pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih baik dan
efisien, guna menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan
cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan yang telah
ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi perkreditan yang benar.
Tujuan dari diadakannya pengawasan kredit itu sendiri adalah sebagai
berikut :
a.
Agar penjagaan atau pengawasan dalam pengelolaan kekayaan
bank di bidang perkreditan dapat dilakukan dengan lebih baik.
b.
Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di
bidang perkreditan serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
c.
Untuk memajukan efisiensi dibidang pengelolaan dan tata laksana
usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang ada.
d.
Untuk memajukan agar kebijaksanaan yang telah ditetapkan seperti
tersebut di atas manual perkreditan, surat-surat edaran dapat dipatuhi dan
dilaksanakan dengan baik.
2.1.6
Kriteria penggolongan kolektibilitas kredit
Sesuai dengan SK BI No 31/147/KEP/DIR dan SE BI No 31/10/UPPB
tanggal 12 Nopember 1998, kolektibilitas adalah keadaan pembayarn pokok atau
angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan
diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat berharga atau penanaman
lain. Kriteria penggolongan kolektibilitas kredit terbagi menjadi 5, yaitu :
25
a. Lancar
Suatu kredit digolongkan lancar apabila pembayaran tepat waktu,
perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan
persyaratan kredit. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat. Dokumentasi
kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
b. Dalam Perhatian Khusus
Suatu kredit digolongkan dalam perhatian khusus jika terdapat tunggakan
pembayaran pokok atau bunga sampai dengan 90 hari, jarang mengalami
cerukan. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat.
Pelanggaran perjanjian kredit yang tidak prinsipil.
c. Kurang Lancar
Suatu kredit digolongkan kurang lancar apabila terdapat kriteria di bawah ini :
Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui
90 hari sampai dengan 180 hari, terdapat cerukan yang berulang kali
khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas.
Hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan tidak
dapat dipercaya. Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan
lemah. Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit. Perpanjangan kredit
untuk menyembunyikan kesulitan keuangan
d. Diragukan
Suatu kredit digolongkan diragukan apabila terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari.
Terjadi cerukan yang bersifat permanent khususnya untuk menutupi kerugian
operasional dan kekurangan arus kas. Hubungan debitur dengan bank semakin
memburuk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya.
Dokumen kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah.
Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit
e. Macet
Suatu kredit digolongkan macet apabila terdapat tunggakan pokok dan atau
bunga yang telah melampaui 270 hari. Dokumentasi kredit dan atau
pengikatan agunan tidak ada.
2.1.7
1)
Kredit usaha kecil, menengah dan mikro
Pengertian
Menurut Buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut :
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil yang memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling
26
banyak Rp 1 milyar. Sedangkan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi
yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai paling
banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Sesuai kesepakatan bersama antara Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra) dan Gubernur Bank Indonesia tentang Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah No. 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 - No.4/2/KEPGBI/2002
tanggal 22 April 2002 dijelaskan bahwa kredit kepada usaha kecil adalah kredit
dengan jumlah hingga Rp500 juta. Adapun kredit kepada usaha menengah
memiliki plafon hingga Rp5 miliar. Kredit usaha mikro adalah kredit untuk usaha
mikro dengan plafon sampai Rp50 juta (Hadinoto, 2005:207).
2)
Karakteristik
Menurut Triandaru (2006:121) Kredit Usaha Kecil, Menengah dan Mikro
memiliki karakteristik yang berbeda dengan kredit kepada usaha korporasi.
Karakteristik tersebut antara lain :
a. Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak
Usaha ini akan mengalami kesulitan untuk menyerakan agunan tambahan
karena yang dijadikan agunan biasanya adalah obyek yang dibiayai dengan
fasilitas kredit dan biasanya tidak dapat dipasarkan, nilainya tidak stabil dan
sulit sekali dikendalikan. Keadaan yang semacam ini menuntut kreativitas dari
pihak bank untuk merancang suatu kredit yang cukup memperhatikan prinsip
kehati-hatian tanpa menyulitkan nasabah untuk menyerahkan agunan
tambahan yang bias saja tidak mampu untuk disediakan oleh calon debitur.
b. Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus
27
Kegiatan monitoring ini memerlukan keterampilan khusus dari pejabat bank
untuk menjembatani karakter usaha kecil yang seringkali kurang bankable
dengan kebutuhan bank untuk selalu memiliki informasi tentang kondisi usaha
debitor dan fasilitas kreditnya.
c. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi
Hal tersebut di atas cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit per nilai
kredit tersalur yang relatif lebih tinggi, yang secara otomatis akan diikuti oleh
kenaikan tingkat bunga.
d. Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana
Pihak bank menggunakan formulir aplikasi khusus bagi usaha ini sebagai
salah satu upaya penyederhanaan proses.
2.1.8
1)
Risiko kredit
Definisi
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktifitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury
dan investasi, pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam banking book
maupun trading book (PBI No 5/8/PBI/2003)
2)
Pengukuran risiko kredit UMKM
28
Menurut Raharjo (Stabilitas, 09 september 2006) secara konseptual dalam
pengukuran risiko kredit tanpa agunan hampir sama dengan pengukuran risiko
kredit korporasi dan komersial. Secara umum teknik yang digunakan untuk
pengukuran risiko kredit UMKM adalah credit scoring.
Beberapa kriteria credit scoring yang diperhitungkan dalam proses analisis
pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar adalah : usia pemohon, tingkat
pendidikan, riwayat perusahaan, alamat atau domisili, karakter, sejarah lampau
dengan BPD Bali, catatan keuangan sederhana, kontribusi tunai (self financing),
Current Ratio, Debt Equity Ratio, Debt Service Coverage. Adapun penilaian
risiko kredit memiliki empat level, yaitu :
a.
Prima, dengan skor 106 – 120 (kualitas top)
b.
Memuaskan dengan skor 91 – 105 (sedikit risiko)
c.
Baik dengan skor 71 – 90 (ada risiko)
d.
Kurang dengan skor 0 – 70 (terlalu berisiko)
2.1.9
Pengertian bank
Menurut Kasmir (2000), bank adalah ” lembaga keuangan yang kegiatan
utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya” ada tiga fungsi
utama bank dalam pembangunan ekonomi yaitu : (1) Bank sebagai lembaga yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan, (2) Bank sebagai lembaga
yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit dan (3) Bank sebagai
lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.
29
Menurut Sinungan (2000) bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan
pihak yang kekurangan dana.
Menurut Undang-Undang RI No 10 tahun 1998, bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank
merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dana
masyarakat yang kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat berupa
kredit atau bentuk lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
perekonomian rakyat.
2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang risiko dilakukan oleh Untoro dan Warjiyo Perry (2005).
Penelitian ini mengukur default risk dan penjaminan kredit UKM, di mana risiko
kredit diukur dengan menggunakan Metode Merton yang telah dimodifikasi.
Variabel yang digunakan dalam metode ini adalah nilai pasar dari asset
perusahaan, total pinjaman, suku bunga, volatilitas nilai pasar dari asset, dan
jangka waktu pinjaman. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa makin
tinggi agunan tambahan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur akan
menekan tingkat default risk. Kajian menunjukkan bahwa tingkat default risk
pada dasarnya lebih banyak
dipengaruhi oleh volatilitas
harga asset.
30
Menggunakan pendekatan Merton penelitian ini mendapatkan tingkat default risk
kredit perbankan untuk kredit mikro sebesar 0,77%, kredit kecil dengan plafon
hingga Rp 100 juta sebesar 0,67% dan kredit kecil dengan plafon antara Rp 100
juta hingga Rp 500 juta sebesar 0,65%. Secara keseluruhan tingkat default risk
untuk kredit UKM sebesar 0,70%. Besarnya tingkat default risk yang rendah ini
berbeda dengan tingkat kolektibilitas kategori macet kredit UKM kolektibilitas 5
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang secara keseluruhan tercatat rata-rata sebesar
1,80% dengan rincian untuk kredit mikro sebesar 1,81%, kredit kecil dengan
plafon hingga Rp 100 juta sebesar 1,69% dan kredit dengan plafon anatar Rp 100
juta hingga Rp 500 juta sebesar 1,91%. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan
pendekataan dari keduanya. Pendekatan dengan metode Merton sepenuhnya
mendasarkan pada pendekatan forward looking, sedang tingkat kolektibilitas
kredit yang ditetapkan oleh Bank Indonesia lebih banyak mendasarkan pada
pendekatan backward looking atas data yang digunakan. Fluktuasi default risk
terjadi lebih dikarenakan fluktuasi harga aset yang dicerminkan dari fluktuasi
indeks harga saham. Menurunnya tren suku bunga SBI 3 bulan sebagai variable
free risk rate tidak memberikan dampak pada penekanan tingkat default risk.
Agunan yang rendah (sebagian besar antara 0% hingga 37%) pada kredit UKM
dapat menghasilkan default risk rata-rata 0,70% sepanjang fluktuasi harga aset
tidak melebihi 11%. Makin tinggi agunan tambahan yang dipersyaratkan oleh
bank kepada debitur akan menekan tingkat default risk. Dalam penelitian ini juga
menunjukkan bahwa tingkat default risk pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi
oleh volatilitas harga aset.
31
Adnyana (2004) dalam penelitian yang mengambil judul Analisis Risiko
Kredit Menurut Sektor Pembiayaan (Studi Kasus pada PT Bank Sinar Harapan
Bali) yang mengukur tingkat risiko menggunakan parameter KAP (Kualitas
Aktiva Produktif) dan NPL (Non Performing Loan) dari segi sektor pembiayaan.
Di mana risiko tertinggi dimiliki oleh kredit dari sekor pertanian (KAP 12,52% da
NPL 10,39%), dan sektor dengan tingkat risiko paling kecil adalah perdagangan,
hotel dan restoran (KAP 1,32% dan NPL 0,96%).
Danendra (2009) meneliti tentang ”Penerapan Prinsip Kehati-hatian
Dalam Pemberian Kredit Tanpa Agunan : Studi Kasus Pengelolaan Risiko Kredit
Individual Tanpa Agunan yang Disalurkan Oleh Bank Rakyat Indonesia”. Hasil
penelitian menyatakan bank wajib menetapkan suatu kebijakan perkreditan agar
tetap dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk
memperoleh keuntungan dan menjamin lunasnya semua kredit yang disalurkan.
Dalam ketentuan pasal 8 undang-undang perbankan disebutkan bahwa bank
dalam memberikan kreditnya wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis
yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi hutangnya. Pihak bank telah mensyaratkan adanya
jaminan yang mempunyai bentuk yang baik yang biasanya berbentuk agunan, ini
dilakukan karena kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Saat ini
beberapa bank telah berani untuk memberikan kredit tanpa menggunakan agunan.
Keadaan ini dipicu oleh situasi perekonomian di Indonesia yang hingga kini
belum menentu, sehingga perbankan kini mulai melirik ke sektor konsumsi. Bank
BRI sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia juga mengeluarkan produk
32
kredit individual tanpa agunan yang dikhususkan kepada para pegawai yang
berpenghasilan tetap yang bernama KRETAP (Kredit kepada pegawai
berpenghasilan tetap). Dalam pemberian kredit semacam ini mengandung risiko
yang cukup besar, tetapi bank BRI telah mempersiapkan pagar-pagar hukum yang
cukup kuat untuk diberikan kepada nasabahnya dengan penyeleksian yang ketat
terhadap calon nasabahnya dengan berpedoman pada prinsip 2P dari prinsip 5P
dengan menekankan pada
character dan capacity dan salah satunya dengan
diasuransikannya kredit tersebut dalam hal nasabah tersebut meninggal, dengan
demikian dapat diminimalisir risiko terjadinya kredit macet dari pemberian kredit
individual tanpa agunan.
Penelitian Iftekhar Hasan dan Anthony Sounders (2006) “ Should Bank Be
Diversified ? Evidence from Individual Bank Portfolios”, penelitian ini dilakukan
terhadap 105 bank di Italia pada periode 1993-1999 dengan menggunakan data
nasabah kredit dan pada industri yang berbeda-beda, hasil penelitian menyatakan
diversifikasi tidak menjamin performa yang luar biasa dan keamanan keuangan
bank. Penelitian ini juga menganalisis terhadap kemungkinan terbaik yang
dilakukan oleh bank apakah dengan melakukan fokus pada satu sektor penyaluran
kredit atau dengan melakukan diversifikasi penyaluran kredit yang paling
memberikan manfaat bagi bank. Dalam penelitian ini juga dinyatakan bahwa
perbedaan kombinasi kredit setiap sektor dapat berpengaruh significant terhadap
return perusahaan, oleh karena itu bank harus memperhitungkan diversifikasi
kredit yang diberikan kepada setiap sektor ekonomi dengan syarat monitoring dan
penentuan portofolio kredit yang tepat.
33
Ramantha, (2004) mengenai “Implikasi Perubahan Portofolio Kredit di
Sektor Ekonomi Terhadap Laba dan Modal Bank Umum di Indonesia “.
Penelitian ini merupakan studi empiris mengenai penyaluran kredit bank umum
Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perubahan
potofolio penyaluran kredit ke dalam sektor-sektor ekonomi yang terdiri dari
sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa-jasa dan lain-lain secara
bersama-sama terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia,
Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perubahan kredit perbankan pada
tiap-tiap sektor ekonomi secara partial yang mempunyai pengaruh dominan
terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia. Dengan
menggunakan data tahunan dan bulanan dari tahun 1997 sampai dengan 2002,
menggunakan analisis regresi linear berganda dan uji F dan T, serta dengan
pengolahan dan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS),
diperoleh hasil penelitian, dengan menggunakan uji serentak diketahui bahwa
perubahan proposisi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi dimaksud
mempunyai pengaruh yang sangat bermakna terhadap perubahan laba dan modal
bank umum di Indonesia. Juga diperoleh hasil bahwa secara parsial perubahan
proporsi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi dimaksud mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap perubahan laba dan modal bank umum di
Indonesia.
Purnawati (1991) meneliti tentang “Analisis kebijaksanaan Penyaluran
Dana pada Bank Perkreditan Rakyat di Bali”. Penelitian ini dilakukan terhadap 10
unit Bank Perkreditan Rakyat di Bali dengan metode penentuan sample yang
34
digunakan adalah “stratified Proportional Random Sampling”. Dalam penelitian
ini dibahas mengenai kebijaksanaan penyaluran dana yang diterapkan oleh BPR di
Bali. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijaksanaan
penyaluran dana pada BPR di Bali sudah optimal. Teknik analisis yang
dugunakan adalah Linear Programing. Hasil penelitian ini menyatakan
penyaluran dana yang telah dilakukan BPR di Bali selama 3 tahun sebagian besar
sudah cukup efisien. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji beda antara laba yang telah
diperoleh dengan laba yang dihitung dengan linear programming, menunjukkkan
6 dari 10 bank yang diteliti perbedaannya tidak bermakna dan 4 bank berbeda
secara bermakna. Laba yang diperoleh oleh BPR di Bali masih dibawah
penyaluran dana optimal. Hal ini disebabkan karena dalam pemberian keditnya
bank kurang memperhatiakan perbedaan spread netto termasuk risiko kredit pada
tiap-tiap sektor ekonomi. Penelitian ini juga menyatakan portofolio kredit dari 10
BPR di Bali, kebanyakan tertumpu pada sektor perdagangan. Ini menunjukkan
bahwa bank bersifat pasif dalam penyaluran kreditnya, yaitu hanya melayani
nasabah yang datang ke bank, padahal sektor yang mempunyai spread lebih tinggi
masih tersedia peluang, seperti sektor industri dan UMKM.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
adalah pada objek penelitian, penelitian ini dilakukan pada PT Bank BPD Bali
Cabang Utama Denpasar. Perbedaan penelitian ini adalah pada sektor usaha dan
tujuan penggunaan kreditnya, pada penelitian ini akan dikaji tentang risiko kredit
tanpa agunan yang disalurkan pada UMKM. Tujuan penelitian untuk mengetahui
pengaruh komponen penilaian kredit terhadap risiko kredit tanpa agunan. Alat
35
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda, uji F
dan uji T dan value added penelitian ini adalah akan dapat diketahui pengaruh
faktor-faktor penilaian kredit terhadap risiko kredit tanpa agunan, sehingga BPD
Bali dapat mengambil kebijakan yang lebih baik berkaitan dengan kredit tanpa
agunan.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Permasalahan yang sering timbul dalam pembinaan dan pengembangan
UMKM, terutama yang dihadapi oleh usaha kecil dan mikro adalah rendahnya
kemampuan UMKM dalam mengakses kepada sumber-sumber permodalan, baik
yang berbentuk lembaga keuangan bank maupun bukan bank
Bagi UMKM, kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk
pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan
meningkatkan akumulasi pemupukan modal usahanya. Permasalahan timbul
ketika pengusaha UMKM dihadapkan pada kelengkapan persyaratan bank guna
memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar
pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dengan jumlah yang
cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank.
36
Meskipun telah terbukti bahwa UMKM merupakan usaha yang tahan
terhadap krisis moneter, namun usaha ini tidak terlepas dari risiko. Jenis risiko
yang paling mudah menyerang usaha ini adalah risiko operasional. Disisi lain,
sebagai bank milik Pemda Bali, sudah seharusnya PT Bank BPD Bali Cabang
Utama Denpasar meningkatkan perannya dalam meningkatkan perekonomian
Bali, yaitu dengan cara membantu perkembangan UMKM yang memiliki daya
serap tenaga kerja yang cukup besar. Meminimalkan risiko kredit yang terjadi,
maka perlu diketahui seberapa besar pengaruh lima faktor dalam analisis kredit
yaitu kewenangan hukum mereka meminjam dana (competence), watak peminjam
(character), kemampuan dalam menghasilkan pendapatan (capacity), kondisi
fasilitas produksi yang dimiliki (capital), serta perkembangan ekonomi umum dan
bidang usaha tempat beroperasi (condition).
Secara konseptual dalam pengukuran risiko kredit tanpa agunan hampir
sama dengan pengukuran risiko kredit korporasi dan komersialm, namun secara
umum teknik yang digunakan untuk pengukuran risiko kredit UMKM adalah
credit scoring. Beberapa kriteria credit scoring yang diperhitungkan dalam proses
analisis pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar adalah : usia pemohon,
tingkat pendidikan, riwayat perusahaan, alamat, karakter, sejarah lampau dengan
BPD Bali, catatan keuangan sederhana, kontribusi tunai (self financing).
Analisis mengenai pengaruh komponen penilaian kredit terhadap risiko
kredit tanpa agunan ini dilakukan dengan model analisis kuantitatif dan kualitatif.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan regresi linear berganda, determinasi, uji F
37
dan Uji t. Analisis kualitatif dilakukan dalam menggambarkan kebijakan kredit
tanpa anggunan dan mendeskripsikan hasil penelitian yang diperoleh.
Penelitian mengenai pengaruh komponen penilaian kredit terhadap risiko
kredit tanpa anggunan ini secara sengaja dilakukan di PT Bank BPD Bali Cabang
Utama Denpasar karena bank milik Pemda Bali ini telah mengeluarkan kebijakan
KTA mulai tahun 2007 hingga saat ini. Lebih jelasnya, kerangka pemikiran
konseptual dapat digambarkan dalam sebuah model sebagaimana tergambar
dalam Gambar 3.1.
Competence (X1)
Character (X2)
Capacity (X3)
Capital (X4)
Condition (X5)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
3.2 Hipotesis Penelitian
Risiko Kredit
38
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka pemikiran yang
telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
1)
Diduga analisis kredit yang meliputi
competence,
character, capacity, capital dan condition berpengaruh secara signifikan baik
secara simultan maupun secara parsial terhadap risiko kredit pada PT Bank
BPD Bali Cabang Utama Denpasar.
2)
Diduga
variabel
capacity
berpengaruh
dominan
terhadap risiko kredit pada PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Variabel Penelitian
1)
Variabel tergantung (dependent variable)
Variabel tergantung adalah variabel yang nilainya tergantung dan dipengaruhi
oleh variabel bebas (independent variable). Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel tergantung adalah risiko kredit.
2)
Variabel bebas (independent variable)
Pengertian variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan (mempengaruhi)
besarnya variabel tergantung, sehingga besar kecilnya variabel bebas akan
sangat berpengaruh terhadap perubahan variabel tergantung. Variabel bebas
39
dalam penelitian ini adalah competence, character, capacity, capital dan
condition
4.2
Definisi Operasional Variabel Penelitian
1)
Competence adalah kewenangan yang dimiliki secara hukum untuk
dan atas nama UMKM menerima dan mempergunakan kredit tanpa agunan
dari PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang menjadi
indikator untuk mengukur variabel competence adalah :
a.
Kelengkapan surat pengantar dari instansi terkait, akte pendirian,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga UMKM serta akte
perubahannya.
b.
Kewenangan calon debitur meminjam dana atas nama UMKM.
c.
Penandatanganan permohonan kredit dilakukan oleh pihak yang
memiliki kewenangan
2)
Character adalah watak yang dimiliki calon debitur atau yang
menyangkut kejujuran calon debitur dalam melakukan pembayaran angsuran
kredit pada PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang
menjadi indikator untuk mengukur character calon debitur adalah :
a.
Karakter dan gaya hidup calon debitur yang diketahui dari
lingkungan sekitarnya.
b.
Reputasi calon debitur yang diketahui dari rekan bisnisnya.
c. Calon debitur mempunyai reputasi baik dalam kelancaran pembayaran
pada kreditur lain.
40
3)
Capacity adalah kemampuan calon debitur untuk membayar bunga dan
kredit yang dipinjam dari PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar dari hasil
penjualan produk yang dilakukan oleh UMKM. Elemen-elemen yang menjadi
indikator untuk mengukur capacity adalah :
a.
Usaha calon debitur memiliki arus kas yang baik pada tahun
terakhir
b.
Utang calon debitur tidak melebihi jumlah asset dan modal yang
dimiliki
c.
Produk yang dihasilkan calon debitur memiliki pemasaran yang
baik
4)
Capital adalah kondisi dimana usaha yang dijalankan calon debitur
dananya bersumber dari modal sendiri. Harta operasional UMKM
yang
berupa peralatan maupun bagunan haruslah mendukung kemajuan usaha.
Elemen-elemen yang menjadi indikator untuk menukur capital adalah :
a.
Bangunan tempat usaha UMKM adalah milik sendiri
b.
Usaha yang dijalankan UMKM dananya bersumber dari modal
sendiri
c.
Peralatan usaha calon debitur cukup memadai untuk menjalankan
usaha
d.
Calon
debitur
memiliki
SDM
dengan
kemampuan
yang
mendukung dalam memajukan usaha
5)
Condition adalah kondisi perekonomian yang pada umumnya dapat
berdampak positif maupun negatif pada hasil operasi UMKM, yang
41
selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan UMKM dalam membayar kredit
pada PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Elemen-elemen yang menjadi
indikator dalam variabel condition adalah :
a.
Lokasi usaha calon debitur tidak terletak di daerah rawan bencana
b.
Usaha calon debitur sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sekitarnya
c.
Usaha calon debitur menguasai pasar di daerah tempat usahanya
d.
Jenis usaha calon debitur dapat diterima oleh lingkungan
masyarakat sekitarnya
6)
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan calon debitur
memenuhi kewajibannya pada PT BPD Bali Cabang Utama Denpasar.
Elemen-elemen yang menjadi indikator dalam mengukur risiko kredit adalah :
a.
Calon debitur memiliki competence tinggi sehingga tingkat risiko
kredit semakin kecil
b.
Calon debitur memiliki karakter yang baik sehingga kredit macet
menjadi lebih kecil
c.
Kemampuan (capacity) usaha calon debitur merupakan faktor
utama menekan risiko kredit
d.
Semakin besar modal usaha (capital) yang dimiliki calon debitur
akan dapat menekan risiko kredit
e.
Situasi
dan
kondisi
perekonomian
mengakibatkan penyebab timbulnya kredit macet
4.3
Pengukuran Variabel
secara
umum
dapat
42
Variabel penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert
yaitu
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono : 2006). Peneliti memberi
lima alternatif jawaban kepada responden dengan menggunakan skala 1 sampai 5
untuk keperluan analisis kuantitatif penelitian ini. Skor jawaban responden adalah
sebagai berikut :
1)
Jawaban Sangat Setuju (SS) .................. skor 5
2)
Jawaban Setuju (S) ................................ skor 4
3)
Jawaban Netral (N) ............................... skor 3
4)
Jawaban Tidak Setuju (TS) ................... skor 2
5)
Jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) ..... skor 1
Responden diharuskan memilih salah satu dari sejumlah katagori jawaban
yang tersedia pada penelitian ini, kemudian masing-masing jawaban diberi skor
tertentu (5,4,3,2,1).
4.4
Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah para analis kredit yang bertugas di
PT Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Utama Denpasar maupun di Cabang
Pembantu (Capem UNUD, Sanur, Gatot Subroto, Monang-Maning, Teuku Umar
dan Kamboja). Para responden memiliki masa kerja minimal 1 (satu) tahun
sebagai analis kredit. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 32
orang responden.
4.5
Lokasi dan Waktu Penelitian
43
Penelitian ini merupakan studi kasus pada PT Bank BPD Bali Cabang
Utama Denpasar. Dipilihnya Kantor Cabang Utama Denpasar karena khusus
untuk produk KTA baru direalisasikan di kantor ini. Produk ini merupakan
kerjasama antara Pemda Kota Denpasar dalam hal ini adalah Dinas Koperasi Kota
Denpasar, PT Askrindo sebagai lembaga penjamin dan PT Bank BPD Bali
Cabang Utama Denpasar. Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan mulai
bulan Desember 2009 sampai dengan Maret 2010.
4.6
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berwujud angka-angka.
Dalam penelitian ini data kuantitatif adalah data mengenai kolektibilitas KTA dan
jawaban kuisioner yang telah berupa poin hasil penilaian para analis kredit PT
Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. Data kualitatif adalah data yang yang
berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa
kata-kata. Data kualitatif dapat diangkakan dalam bentuk ordinal atau ranking.
Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data sejarah perusahaan, struktur
organisasi dan standar operasional prosedur perusahaan.
4.7
Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data sekunder adalah Data diperoleh berupa data yang telah
diproses atau dikumpulkan oleh pihak lain yaitu data mengenai KTA, sejarah
perusahaan, struktur organisasi dan standar operasional perusahaan. Di samping
44
itu digunakan juga data primer yang diperoleh secara langsung atas jawaban dari
kuisioner.
4.8
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi yang diperoleh dari
kantor PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar, dan melalui penyebaran
kuisioner kepada para analis yang bertugas di PT Bank BPD Bali Cabang Utama
Denpasar.
4.9
UjiValiditas dan Reliabilitas
6)
Uji validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam
penelitian ini uji validitas dilakukan dengan jalan menghitung koefisien korelasi
pearson dari tiap-tiap pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dengan
menggunakan teknik korelasi product moment, dengan rumus sebagai berikut :
r
=
n (ΣXY) – (ΣX ΣY)
√ [ nΣX²-(ΣX)²][nΣY²-(ΣY)²]
dimana :
X
= skor jawaban pertanyaan
Y
= skor total
7)
Uji Reliabilitas
45
Reliabilitas menunjukkan pada pengertian bahwa suatu kuesioner cukup
dapat dipercaya untuk dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data karena
kuesioner tersebut konsisten atau reliabel. Mencari reliabilitas instrumen yang
jawaban daftar
pertanyaannya dalam bentuk skala dapat menggunakan
Cronbach’s Alpha dengan rumus :
Σα²
k
b
r 11 =
1k-1
α²
t
dimana :
r 11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan
α²
= varians total
t
Σ α² = Jumlah varians butir
b
4.10 Uji Asumsi Klasik
Setelah data terkumpul dan sudah ditabulasi, selanjutnya akan dilakukan uji
model dengan menggunakan uji asumsi klasik sebagai berikut :
1)
Uji normalitas data
46
Digunakan untuk melihat apakah suatu data berdistribusi secara normal atau
tidak. Uji normalitas dilakukan dengan uji statistik sederhana yang dilakukan
dengan menghitung nilai skewness dengan rumus :
Z skewnees
2)
=
Z skewnees
6N
Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi standar nilai
variabel dependen pada setiap variabel independen. Uji heteroskedastisitas
dalam suatu regresi dapat dilakukan dengan uji Glejser, dengan rumus :
Ut = α + βX1 + V1
8)
Uji multikolinieritas
Digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara
masing-masing variabel bebas yang diteliti. Jika antar variabel bebas ada
korelasi yang tinggi atau diatas 0,90 maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinieritas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas
adalah dengan jalan meregresikan model analisis dengan melakukan uji
korelasi antar variabel bebas dengan menggunakan VIF. Batas dari VIF adalah
10 dan nilai tolerance value adalah 0,1 maka terjadi multikolinieritas. Uji
multikolinieritas dilakukan dengan uji korelasi dengan menggunakan rumus :
r
=
Y)
n ( ∑ XY ) – ( ∑X ∑
[n∑Χ − (∑Χ )].[n∑Υ − (∑Υ)
2
9)
Uji autokorelasi
2
2
2
]
47
Digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam model regresi.
Autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Waston, dengan rumus :
n
∑( e
DW =
t =2
t
− et −1 )
n
2
∑e
t =1
2
t
4.11 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Data yang telah terkumpul akan dianalisis baik dengan analisis kualitatif
maupun analisis kuantitatif. Kedua analisis ini diharapkan dapat saling
melengkapi, sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan dengan lebih jelas
dan tujuan penelitian dapat dicapai. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)
Regresi linear berganda
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor competence,
character, capacity, capital, dan condition of economy terhadap tingkat risiko
Kredit Tanpa Agunan di PT Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar.
Analisis regresi ini akan dikerjakan dengan bantuan program SPSS versi 15.
Persamaan regresi linier dirumuskan sebagai berikut :
Y’ = b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
Keterangan :
Y = tingkat risiko KTA
X4 = capital
X1 = competence
X5 = condition
X2 = character
b1, b2,b3,b4,b5 = koefisien regresi
X3 = capacity
e = kesalahan random
2)
Analisa korelasi berganda
48
Uji ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan masing-masing
variable competence, character, capacity, capital, dan condition of economy
dengan risiko kredit, digunakan rumus :
Ry 1, 2, 3, 4 =
3)
b1 ∑x1 y +b2 ∑x2 y +b3 ∑x3 y +b4 ∑x4 y
∑y
2
Analisis determinasi
Uji ini pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel terikat. Nilai R2 mempunyai interval antara 0
sampai 1. Semakin besar R2 (mendekati 1), semakin baik hasil untuk model
regresi tersebut dan semakin mendekati 0, maka variabel independen secara
keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen. Untuk memeperoleh
R2 dipakai rumus berikut :
∑(Y*- Ỹ)2 /k
R2=
Jumlah kuadrat regresi
=
∑(Y - Ỹ)2 /k
Jumlah kuadrat total
dengan :
Y = nilai pengamatan
Y*= nilai Y yang ditaksir dengan model regresi
Ỹ = nilai rata-rata pengamatan
k = jumlah variabel independent
4)
Uji F atau F-test
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variael-variabel independen secara
keseluruhan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan nilai F
dipakai rumus berikut :
hitung
dengan F
table.
Untuk memperoleh nilai F
hitung
49
∑(Y*- Ỹ)2 /k
F hitung =
Rata-rata kuadrat regresi
=
∑(Y - Ỹ)2 /(n-k-1)
Rata-rata kuadrat residual
dengan :
Y = nilai pengamatan
Y*= nilai Y yang ditaksir dengan model regresi
Ỹ = nilai rata-rata pengamatan
n = jumlah pengamatan/sample
k = jumlah variabel independen
5)
Uji t atau t-test
Uji t dipakai untuk melihat signifikansi dari pengaruh independent secara
parsial terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lain bersifat
konstan. Uji ini dilakukan dengan memperbandingkan thitung dengan t
Untuk memperoleh thitung dipakai rumus berikut :
bi – (βi)
thitung =
se(bi)
dengan :
bi = koefisien variabel ke-i
βi = parameter ke-i yang dihipotesiskan
se(bi) = kesalahan standar bi
table
.
Download