bab 2 tinjauan pustaka

advertisement
 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Mangan
Gambar 2.1 Mangan
Mangan ini pertama kali dikenali oleh Scheele, Bergman dan ahli
lainnya sebagai unsur yang kemudian diisolasi oleh Gahn pada tahun 1774,
dengan mereduksi mangan dioksida dengan karbon.
Bijih mangan utama adalah pirolusit dan psilomelan. Kedua mineral
tersebut berkomposisi oksida dan terbentuk dalam cebakan sedimenter dan
residual.
Pirolusit merupakan mineral yang berwarna abu-abu besi dengan kilap
metalik, mempunyai kekerasan 2-2,5 dan berat jenis 4,8. Pirolusit terbentuk
sebagai pseudomorf dari manganit atau mineral mangan lainnya, biasanya
bersifat masif atau reniform dan kadang-kadang berstruktur fibrous dan
radial. Sedangkan psilomelan merupakan mineral berkomposisi oksida
terhidrasi, umumnya berasosiasi dengan barium dan potasium oksida.
Mineral ini mempunyai warna dan berat jenis sama seperti pirolusit namun
kekerasannya lebih besar daripada pirolusit yaitu 5-6 serta warnanya lebih
kilap submetalik. Psilomelan ini mineral yang amorf sehingga bersifat
masif, reniform, botriodal atau stalaktitik, dan lebih umum dijumpai dalam
cebakan sekunder.
4
5
Mangan berkomposisi oksida lainnya namun berperan bukan sebagai
mineral utama dalam cebakan bijih adalah braunit dan manganit. Braunit,
mineral berwarna coklat kehitaman sering mengandung silika sebanyak
10%. Manganit merupakan mineral oksida terhidrasi yang berwarna hitam
besi atau abu-abu baja. Kedua mineral ini dijumpai dalam urat bijih ataupun
cebakan sekunder.
Beberapa mineral mangan yang dijumpai dalam jumlah relatif kecil
pada banyak cebakan bijih adalah hausmanit, todorokit, lithioforit, dan
nsutit. Hausmanit merupakan mineral berwarna coklat kehitaman dengan
killap submetalik. Todorokit, dikenal sebelum tahun 1960 hanya di
Tambang Todoroki, Jepang, merupakan salah satu mineral utama dalam
nodul-nodul mangan. Lithioforit berkomposisi alumunium-litium mangan
oksida dengan kandungan kobal, nikel, dan tembaga yang bervariasi.
Nsunit, nama
yang berasal dari tambang Nsuta di Ghana, merupakan
mangan oksida bukan stoichiometrik. Rhodokrosit, berkomposisi karbonat,
merupakan mineral berwarna merah muda hingga coklat yang terbentuk
dalam urat bijih sebagai cebakan replasemen pada batuan kapur. Rhodonit,
berkomposisi silikat mempunyai kemiripan dengan rhodokrosit, terbentuk
sebagai cebakan sekunder.
Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar, namun
terdapat di berbagai lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Potensi
tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Jawa, Pulau
Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
2.1.1
Kegunaan mangan
a.
Metalurgi
Dalam produksi baja, peranan mangan adalah sebagai
penghilang oksigen dan belerang. Peranan tersebut semakin
berkembang seiring dengan semakin berkembangnya teknologi
proses produksi baja, namun sebaliknya, keadaan tersebut juga
mengakibatkan penurunan kebutuhan mangan seperti pada
6
penerapan teknologi proses produksi dengan tungku berbasis
oksigen (BOF).
Penggunaan mangan dalam produksi baja memberikan
keuntungan pada produk akhir, seperti memberikan efek
kekuatan, stabilitas kekilapan (tahan terhadap reaksi oksigen
dan belerang), serta lebih mampu untuk menahan beban dalam
konstruksi berat. Penggunaan mangan dalam produksi baja ada
dalam tiga bentuk, yaitu konsentrat bijih mangan dan/atau
feromangan dan/atau silikomangan.
-
Konsentrat Bijih Mangan
Dalam produksi baja, bijih mangan berukuran halus
dicampur dengan bijih besi berukuran halus membentuk sinter
bijih, yang kemudian di dalam tungku peleburan akan
menghasilkan logam panas.
-
Feromangan dan Silikomangan
Sebagian besar mangan untuk tujuan metalurgi digunakan
untuk produksi logam paduan mangan, dan yang sangat dikenal
saat ini adalah feromangan (FeMn). Logam paduan ini pertama
kali diproduksi di Perancis, dengan komposisi terdiri dari 76%
Mn, 7% C, dan sisanya Fe.
b.
Non Metalurgi
-
Baterai
Baterai
primer
merupakan
pasar
terbesar
untuk
penggunaan mangan non metalurgi. Disebut dengan baterai
primer karena merupakan sumber tenaga untuk peralatan yang
mempunyai jangka hidup terbatas. Pada umumnya, baterai
dinamakan berdasarkan pada kandungan komponen utamanya,
sebagai contoh ordinary zinc-carbon cell, heavy duty zinccarbon cell, mercury button cell, lithium cell,dan alkaline
manganese cell.
7
Mangan yang digunakan untuk baterai ada tiga bentuk
produk, yaitu naturally manganese dioxide (NMD) yang terdiri
dari konsentrat bijih atau bijih mangan (natural ground ore),
chemical
manganese
dioxide
(EMD),
dan
electrolytic
manganese dioxide (EMD). Ketiga mangan dioksida tersebut
digunakan sebagai katoda yang di dalam sell akan bertindak
sebagai de-polarisator. Saat ini, NMD cenderung digunakan
untuk produksi zinc-carbon cell, sedangkan EMD dan CMD
untuk produksi alkaline cell.
-
Keramik
Dalam produksi keramik, mangan berfungsi sebagai bahan
pewarna, yang akan memberikan warna bayangan seperti hitam
dan abu-abu, merah dan coklat, dan juga warna-warna lembut
untuk semen.
Formulasi mangan untuk menghasilkan warna-warna
tertentu sangat tergantung pada tipe lempung yang digunakan,
jumlah dan ukuran butir mangan yang digunakan, cara
penggunaan, suhu pembakaran, lama perendaman, dan kondisi
tungku pembakaran (kiln). Selain itu, formulasi tersebut
tergantung pula pada kandungan besi oksida dalam mangan,
karena kandungan besi yang lebih tinggi akan memberikan
warna yang lebih gelap.
Ada dua jenis produk mangan yang dipasarkan sebagai
bahan pewarna, yaitu dalam bentuk tepung yang berukuran 53
mikron dan dalam bentuk suspensi yang siap digunakan yang
disebut dengan slop (kandungan mangan 60% berat).
-
Gelas
Mangan mempunyai tiga fungsi dalam produksi gelas,
yaitu sebagai penghilang unsur-unsur organik dalam adonan
gelas, bahan penghilang warna dengan mengoksidasi ion besi
sehingga gelas terhindar dari warna hijau, dan sebagai bahan
8
pewarna. Walupun demikian, fungsi mangan sebenarnya yang
utama adalah sebagai bahan pewarna terutama untuk produksi
gelas-gelas industri dan kemasan, tetapi tidak digunakan utnuk
produksi kaca lembaran.
Warna pasti yang dihasilkan dari penambahan mangan
sangat tergantung pada kondisi suhu dan oksidasi gelas, tipe
gelas
yang
dikehendaki,
dan
jumlah
mangan
yang
ditambahkan.
-
Glasir dan Fit
Mangan juga digunakan sebagai glasir, sebagai contoh
persenyawaan MnO2-Fe2O3 memberikan noda merah muda,
sementara
itu
MnO2-CaO-FeO
atau
MnO2-Cr2O3-NiO
memberikan noda merah-coklat.
Fit digunakan sebagai dasar untuk glasir dan email,
biasanya terdiri dari dua lapisan yang salah satunya berwarna
hitam dan mengandung mangan sekitar 1,5% berat.
-
Kimia
Kimia mangan digunakan sangat luas untuk pengolahan
air serta bahan imbuh pada pupuk dan bahan bakar. Beberapa
jenis kimia mangan yang umunya digunakan antara lain
mangan karbonat, mangan klorida, mangan oksida, mangan
sulfat, potassium permanganat, dan mangano-manganik oksida.
-
Pertanian
Dalam pertanian, mangan digunakan untuk produksi
pupuk, pakan ternak, dan fungisida.
Makanan hewan membutuhkan kandungan mangan tinggi,
namun
tidak
dalam
bentuk
MnO2.
Mangan
etelin
bisditiokarbonat adalah produk fungisida yang dapat mencegah
pembusukan, penyakit, dan jamur pada tumbuh-tumbuhan.
Sebagai pupuk, mangan dapat digunakan dalam bentuk oksida
9
(MnO2),
sulfat
(MnSO4),
atau
tribasik
mangan
sulfat
(3MnO.MnSO4).
-
Kegunaan mangan lainnya antara lain untuk produksi
batang las, proses elektrolisis seng, dan sebagai bahan
pengoksida dalam produksi uranium.
Lainnya
2.1.2
Spesifikasi
Selama ini dikenal tiga jenis mutu mangan yang diproduksi dan
dipasarkan, yaitu metalurgi, baterai, dan kimia. Mutu baterai dan
kimia mempunyai komposisi yang sama dengan mutu metalurgi,
namun kandungan mangan dinyatakan dalam bentuk MnO2 yang
mempunyai nilai pembanding sebesar 63% terhadap unsur Mn. Bila
diketahui bijih mangan mengandung 70-85% MnO2, berarti
kandungan unsur Mn adalah 44-54%.
Selain kandungan mangan, pertimbangan lain yang juga
menentukan mutu adalah tingkat konsentrasi unsur pengotor seperti
alumina, silika, dan kapur serta distribusi ukuran butir, dan khusus
untuk tujuan metalurgi nisbah mangan terhadap besi merupakan
faktor pertimbangan yang sangat penting pula.
Spesifikasi mangan untuk berbagai mutu dan kegunaannya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Spesifikasi Mangan untuk Berbagai Keperluan
METALURGI
MnO2
-
Mn
Min.48%
Al2O3
Maks.7%
Al2O3 + SiO2
Maks.11%
BATERAI
KIMIA
Min. 80%
Min.70%
10
Fe
Maks.6%
Maks.5%
P
Maks.0,19%
Maks.8%
As
Maks.0,18%
Maks.0,15%
Cu
Pb
Maks.0,001%
Maks. 0,30%
-
Zn
Co
Ni
-
Maks.0,001%
Maks.0,001%
Nitrat
trace
NH3
Maks.0,02%
Na2O
Maks. 0,20%
Maks. 0,10%
K2O
Maks. 0,10%
Maks.2,00%
CaO
Maks. 0,20%
Maks.0,25%
H2O
Maks. 3,00%
Ukuran Butir
76% 44 mikron
Sumber : Asas Pemeriksaan Kimia (1995)
100% <2 inci
11
2.2 Validasi Metode
Validasi metode adalah suatu proses untuk mengkonfirmasikan bahwa
suatu metode mempunyai unjuk kerja yang konsisten, sesuai dengan yang
dikehendaki dalam penerapan metode tersebut. Validasi dilakukan untuk
memberikan keyakinan bahwa hasil analisis yang dihasilkan dapat
dipercaya.
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi
bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi
masalah analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi apabila metode
tersebut baru dikembangkan untuk suatu permasalahan yang khusus, apabila
metode yang selama ini sudah rutin digunakan, direvisi untuk suatu
pengembangan atau diperluas untuk memecahkan suatu permasalahan
analisis baru, dan apabila metode rutin digunakan di laboratorium berbeda,
atau oleh analis yang berbeda atau dengan peralatan yang berbeda. (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Parameter-parameter validasi antara lain :
a)
Akurasi (ketepatan)
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan
antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai
sebenarnya atau nilai rujukan. Penentuan ketepatan dan kadar teoritis
dari jumlah tertentu senyawa standar yang sengaja ditambahkan ke
dalam sampel. Harga perbandingan ini disebut persen perolehan
kembali (recovery). Nilai keberterimaan adalah RSD < 1% dan nilai
recovery antara 98-102% (Miller dan Ermer, 2005).
Ada 3 cara dalam metode ujinya, yaitu :
-
Uji Pungut Ulang (Recovery Test)
Pada prinsipnya, uji pungut ulang dapat dilakukan dengan
menganalisis
contoh
yang
diperkaya
dengan
sejumlah
kuantitatif analit yang akan ditetapkan. Jumlah absolut analit
yang diperoleh dari analisis ini dan jumlah serupa yang
diperoleh dari pengujian yang sama untuk contoh (tanpa
12
penambahan analit) dapat digunakan untuk menentukan nilai
pungut ulang analit itu. Apabila dalam pengujian tidak terdapat
kesalahan sistematik, maka nilai pungut yang diperoleh dalam
uji ini tidak akan berbeda secara signifikan dari 100%.
Uji pungut ulang juga dapat dilakukan dengan teknik adisi
standar menggunakan suatu seri larutan standar. Dalam hal ini
evaluasi beberapa hal dapat dilakukan sekaligus, seperti adanya
kesalahan acak terlihat dari sebaran data di sekitar garis,
adanya kesalahan proporsional misalnya karena adanya
interaksi antara analit dengan matriks, atau efisiensi ekstraksi,
akan terlihat pada kemiringan garis regresi dengan slope kurva
baku.
Kelemahan utama uji ini adalah adanya kemungkinan
perbedaan antara kondisi analit yang ditambahkan dan kondisi
analit dalam matriks. Oleh karena itu, uji ini biasanya hanya
dilakukan sebagai uji pendahuluan dalam evaluasi akurasi
metode uji.
Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit pada matriks menurut AOAC dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.2 Rentang Perolehan Kembali Analit dalam Beberapa Konsentrasi
Konsentrasi Analit pada
Rata- rata yang Diperoleh
Matriks Sampel
100 %
98-101%
10%
95-102%
1%
92-105%
0,1%
90-108%
0,01%
85-110%
10µg/g (ppm)
80-115%
1µg/g
75-120%
10µg/kg (ppb)
70-125%
13
-
Uji Relatif Terhadap Akurasi Metode Baru
Metode baku adalah metode standar yang diambil dari
AOAC,
USEPA,
APHA
atau
sumber
serupa
untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan. Pada prinsipnya, uji dilakukan dengan
mengerjakan pengujian paralel atas contoh uji yang sama
menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi dan metode
uji lain yang telah diakui sebagai metode baru. Apabila dalam
pengujian tidak terdapat kesalahan sistematik, maka tidak akan
terdapat perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua
pengujian tersebut. Dengan anggapan bahwa metode baku
memiliki akurasi yang tinggi, tidak adanya perbedaan data hasil
uji yang signifikan dari kedua pengujian tersebut menunjukkan
bahwa
akurasi
yang
setingkat
dengan
metode
baku.
Dibandingkan dengan metode uji pungut, uji ini dapat
memberikan reliabilitas evaluasi yang lebih baik. Apabila
dipandang perlu, reliabilitas evaluasi ini dapat ditingkatkan
dengan melibatkan lebih dari satu metode baku dalam evaluasi.
-
Uji Terhadap Standard Reference Material (SRM)
SRM adalah bahan referensi yang bersertifikat yang
sifatnya homogen dan stabil yang digunakan dalam proses
pengukuran. Uji terhadap SRM untuk mengevaluasi akurasi
suatu metode uji dilakukan dengan menguji SRM dengan
menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi. Harus
diasumsikan bahwa nilai yang sebenarnya (true value) dari
suatu bahan yang akan diuji adalah seperti yang dinyatakan
pada SRM tersebut. Bias (kekeliruan) hasil uji dari metode uji
yang dievaluasi terhadap true value menggambarkan seberapa
tinggi akurasi metode uji tersebut.
14
b) Presisi
Parameter ini menyatakan derajat kesamaan antara hasil yang
terukur dari pengambilan sampel yang berulang dari suatu sampel yang
homogen menggunakan suatu metode analisis. Presisi sering kali
diekspresikan dengan SD (standard deviation) atau RSD (relative
standard
deviation)
dari
serangkaian
data,
dan
kriteria
keberterimaannya RSD < 2% (Miller dan Ermer, 2005).
Penentuan Presisi dalam pengujiannya dapat dilakukan dengan 2
metode uji (Denker, 2006)
-
Uji Ketahanan (Repeatability)
Uji ketahanan ini merupakan pengujian metode uji jika
dilakukan berulang kali di bawah pengukuran yang sama, baik
prosedur, pengamatan, alat ukur, serta lokasi dalam interval waktu
yang pendek.
-
Uji Reprodusibilitas
Uji reprodusibilitas adalah pengujian metode uji jika dilakukan
berulang kali di bawah kondisi yang berbeda. Kondisi tersebut
biasanya
dibedakan
menurut
prinsip
pengukuran,
metode
pengukuran, pengamatan, alat instrumen yang digunakan, referensi
standar, ataupun analis yang berbeda pula.
Tabel 2.3 Rekomendasi Simpangan Baku Relatif dari Keterulangan
yang Dapat Diterima pada Konsentrasi Analit yang Berbeda Menurut
Horwtz,et.al (1980)
Konsentrasi analit
Simpangan Baku Relatif
100 g/kg
2
10 g/kg
3
1 g/ kg
4
100 mg/kg
5
10 mg/kg
7
1 µg/kg
11
100 µg/kg
15
15
10 µg/kg
21
1 µg/kg
30
0,1 µg/kg
43
2.3
Titrasi Kompleksometri
Reaksi-reaksi
kesetimbangan
pembentukan
kompleks
banyak
digunakan dalam titrimetri. Cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan
ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap atau larut dalam
air. Karena itu cara ini sering disebut dengan titrasi kompleksometri. Atas
dasar ini, sejumlah cara titrasi telah dikembangkan oleh para ahli untuk
menentukan kadar ion-ion logam dalam cuplikan.
Dewasa ini, pereaksi yang paling sering digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah ligan bergigi banyak yaitu asam etilen diamina tetra
asetat (EDTA), namun ligan yang banyak dipakai pada masa dahulu dalam
pemeriksaan kimia adalah ion sianida, CN- karena sifatnya yang dapat
membentuk kompleks yang mantap dengan ion nikel dan ion perak
membentuk senyawa kompleks [Ag(CN)2]- dan [Ni(CN)4]2-. Kendala yang
membatasi pemakaian-pemakaian ion sianida ini dalam titrinetri adalah
karena ion ini merupakan ligan bergigi satu sehingga dalam membentuk
kompleks akan secara bertahap dengan ion logam.
Gambar 2.2 Strukttur EDTA
16
Salah satu perkara yang penting dalam kompleksometri adalah penentuan titik
akhir titrasi. Titik akhir titrasi ini biasanya dilakukan dengan memakai sistem
indikator yang tepat. Sistem indikator yang paling sederhana dalam hal ini
adalah indikator logam. Selang peralihan warna indikator logam bergantung
pada kemantapan bersyarat kompleks indikator-logam, dan pada pH serta
adanya zat-zat pengkompleks yang lain.
Indikator logam yang digunakan pada titrasi kompleksometri, salah satunya adalah
EBT. Eriochrome Black T (EBT) adalah indikator kompleksometri yang merupakan
bagian dari titrasi pengompleksian contohnya proses determinasi kesadahan air. Di
dalamnya bentuk protonated Eriochrome Black T berwarna biru. Lalu berubah
menjadi merah ketika membentuk komplek dengan kalsium, magnesium atau ion
logam lain. Nama lain dari Eriochrome Black T adalah Solochrome Black T atau
EBT (Anonim,2010).
Suatu kelemahan Eriochrome Black T adalah larutannya tidak stabil. Bila
disimpan akan terjadi penguraian secara lambat, sehingga setelah jangka waktu
tertentu indikator tidak berfungsi lagi. Sebagai gantinya dapat diganti dengan indikator
Calmagite. Indikator ini stabil dan dalam kebanyakan sifatnya sama dengan Erio T
(Harjadi,1993).
Gambar 2.3 Struktur EBT
EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Ternyata bila beberapa ion logam ada dalam suatu larutan, maka
titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada
dalam larutan tersebut. Oleh karena itu, masalah yang penting dalam
kompleksometri adalah bagaimana menentukan campuran ion-ion logam
17
secara selektif dengan EDTA. Masalah ini dapat dipecahkan dengan beberapa
cara sebagai berikut :
a. Titrasi dengan EDTA pada harga pH yang berbeda-beda
Salah satu cara untuk meningkatkan selektivitas titrasi EDTA
adalah
dengan
memanfaatkan
perbedaan
tetapan
kemantapan
kompleks logam-EDTA. Beberapa ion logam yang membentuk
kompleks yang sangat mantap dengan EDTA dapat dititrasi dalam
larutan yang bersifat asam, meskipun ada ion-ion logam lain yang
tidak membentuk kompleks yang mantap dengan EDTA. Titrasi ini
dapat dilakukan karena koefisien α LH (reaksi samping antara ligan
dengan proton) mempunyai pengaruh yang persis sama pada ion yang
tidak membentuk kemantapan kompleksnya seperti pada titrasi larutan
ion kalsium, ion timbal dan ion bismuth 0,01 M dengan EDTA pada
berbagai harga pH. Ion kalsium paling baik dititrasi pada pH 12 karena
daerah kesetaraannya cukup panjang. Sedangkan pada pH 5 karena
berkurangnya kemantapan kompleks Ca-EDTA, interaksi indikator
tidak dapat diamati. Demikian pula, timbal dapat dititrasi pada pH 5-7,
tapi tidak pada pH 2 sedangkan bismuth pada pH 2-3.
b. Pemakaian zat penopeng (Masking Agent)
Penambahan ligan lain pembentuk kompleks tambahan ke dalam
larutan bertujuan untuk menekan pengaruh kehadiran logam-logam
lain. Proses ini disebut penopengan. Misalnya ion sianida dapat
membentuk kompleks yang sangat mantap dengan ion-ion nikel, seng,
kadmium sehingga ion-ion logam ini dapat ditopeng dengan ion
sianida. Sebaliknya, ion-ion logam alkali tanah seperti mangan (II) dan
beberapa ion logam lainnya tidak membentuk senyawa kompleks yang
mantap dengan ion sianida. Karena itu, ion-ion logam alkali tanah
dapat dititrasi dengan EDTA dalam larutan yang mengandung ion-ion
sianida untuk menopeng ion-ion nikel, seng dan kadmium. Dalam
titrasi ini, untuk menghindarkan oksidasi ion mangan(II) dapat
ditambahkan sedikit asam hidroksilamina hidroklorida sebelum pH
18
diatur menjadi 10 sedangkan selang peralihan warna indikator yang
digunakan Erio T sangat cocok.
Selain ion sianida, masih banyak pereaksi organik lain yang dapat
digunakan sebagai zat penopeng dalam kompleksometri. Beberapa zat
penopeng tersebut didaftarkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Beberapa Contoh Zat Penopeng yang Lazim Digunakan dalam Penentuan Ionion Logam dengan Titrasi Kompleksometri
Zat Penopeng
pH
Ion-ion logam yang
Ion-ion logam yang
ditopeng
ditentukan
Sianida
9-12
Ag+,Cu2+,Zn2+,Cd2+,
Ca2+,Mg2+,Mn2+,
Co2+, Ni2+
Pn2+, Ba2+
Trietanolamina
12
Fe3+, Al3+, Mn3+
Ca2+
Fluorida
10
Al3+, Ca2+, Mg2+
Zn2+, Cd2+, Ni2+
2,3-
10
Hg2+,Cd2+,Zn2+,As3+, Ca2+,Mg2+, Mn2+
Sn2+, Sb3+, Pb2+, Bi3+
Dimerkaptopropanol
1,10-Fenantrolin
5-6
Cd2+,Co2+,Mn2+,
Pb2+, Al3+
Zn2+, Ni2+, Cu2+
Bromida
5-6
Hg2+
Zn2+, Co2+, Ni2+,
Cd2+, Fe3+, Al3+,
Cu2+
Asam
5-6
Pb2+, Cd2+, Hg2+
Cd2+
ditiokarbaminoasetat
Hidroksida
12
Mg2+
Sumber : Asas Pemeriksaan Kimia (1995)
Zn2+, Co2+, Ni2+,
Ca2+
19
Tabel 2.5 Beberapa Contoh Pemakaian EDTA untuk Penentuan Ion Logam
Ion
Logam
pH
Indikator
Keadaan
Al3+
2-4
Ba2+
9-12
Bi3+
2-3
2+
Titrasi Kembali dengan Pb2+, pH 5
penyangga heksametilen tetramina
Biru Metiltimol
Titrasi langsung dalam amonia
berlebihan
Jingga Xylenol
Titrasi langsung,penyangga HNO3
0,01 M
Biru Metiltimol
Titrasi langsung dalam amonia
berlebihan
Jingga Xylenol
Titrasi
langsung,
penyangga
heksametilen tetramina
Jingga Xylenol
Titrasi
langsung,
penyangga
heksametilen tetramina
Jingga Xylenol
Titrasi
langsung,
penyangga
heksametilen tetramina
As.dihidroksibenzena Titrasi
langsung,
penyangga
disulfonat
HCl/HNO3
Jingga Xylenol
Ca
9-12
Cd2+
5-6
Co2+
5-6
Cu2+
5-6
Fe3+
2-3
Hg2+
5-6
Jingga Xylenol
Mg2+
9-10
Eriochrome Black T
Mn2+
9-10
Eriochrome Black T
Ni2+
5-6
Jingga Xylenol
Pb2+
5-6
Jingga Xylenol
Zn2+
5-6
Jingga Xylenol
Titrasi
langsung,
penyangga
HNO3 tanpa adanya ion klorida
Titrasi
langsung,
penyangga
amonia
Titrasi
langsung,
penyangga
amonia, asam askorbat sebagai
reduktor
Titrasi Kembali dengan Pb2+, pH 5
penyangga heksametilen tetramina
Titrasi
langsung,
penyangga
heksametilen tetramina
Titrasi
langsung,
penyangga
amonia
Sumber : Asas Pemeriksaan Kimia (1995)
2.4 Penentuan kadar mangan total dapat dilakukan dengan cara lainnya :
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Prinsip pengerjaan dengan metode SSA adalah sampel yang telah
dilarutkan dengan HCl-HNO3 atau asam campur HF-HNO3 dan HClO4
20
agar semua garam larut, lalu diperiksa absorbannya dengan SSA pada
panjang gelombang 279,5 nm.
Volumetri Acuan SNI
Prinsip pengerjaan dengan metode ini yaitu ion Mn2+ dioksidasikan
dengan KMnO4 menjadi ion Mn4+ secara kuantitatif dalam suasana netral
dan dalam keadaan panas.
Reaksi :
3 Mn2+ + 2 MnO4- + 2 H2O
5 MnO2 (coklat) + 4 H+
Download