BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Perpajakan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Pada hakekatnya pajak merupakan pungutan yang dikenakan terhadap seluruh rakyat di suatu Negara. Segala bentuk pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebenarnya merupakan pengurangan hak rakyat oleh pemerintah. Setiap pembayaran pajak memberikan kontribusi atas jasa-jasa pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi pembayarannya tidak menerima kontrapretasi secara langsung yang dapat dinikmati. 2.1.1 Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dalam pasal 1 : “ Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-abesarnya kemakmuran rakyat.” Selain itu terdapat banyak definisi dari para ahli mengenai pengertian pajak, namun demikian definisi tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama.beberapa definisi dari para ahli mengenai pengertian pajak sebagai berikut : 14 15 1. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro ( 2007,11 ) menyatakan bahwa : “ Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Definisi tersebut kemudian dikoreksi yang berbunyi sebagai berikut : “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk Public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai Public investment “. 2. Definisi pajak menurut P. J. A. Andriani dalam (Pudyatmoko,2009), menyatakan bahwa: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” 3. Definisi pajak menurut Djajadiningrat menyatakan bahwa : “Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung.” Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut Mardiasmo ( 2011:1 ) menarik kesimpulan beberapa ciri pajak, yaitu : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara 16 Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berbentuk uang ( bukan barang ). 2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrapretasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah baik pusat maupun daerah yang dapat dipaksakan berdasarkan kekuatan Undang-Undang untuk membiayai pengeluaranpengeluaram umum tanpa mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi ) secara langsung kepada wajib pajaknya. 2.1.2 Fungsi pajak Menurut Mardiasmo ( 2011:1) , ada dua fungsi pajak , yaitu : 1. Fungsi Budgetair ( Fungsi Anggaran ) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranya. 2. Fungsi Regulerend ( Fungsi Mengatur ) 17 Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. Contoh : a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, menurut Mardiasmo ( 2011 : 2 ) maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan ) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang ( syarat yuridis) 18 Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. 3. Tidak mengganggu perekonomian ( syarat ekonomis ) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Pemungutan pajak harus efisien ( syarat finansial ) Sesuai dengan fungsi Budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5. System pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.1.4 Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak sebagaimana dituliskan oleh Adam Smith pada abad ke – 18 dalam buku An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the four cannons atau the four maxims dalam Suandy ( 2005:27 ) sebagai berikut : 1. Equality 19 Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. 2. Certainty Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi ( not arbitrary ). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya. 3. Convenience of Payment Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/ keuntungan yang dikenakan pajak. 4. Economic of Collections Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat ( seefisien ) mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. 2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa system pemungutan pajak yang dijabarkan sebagai berikut berdasarkan Mardiasmo ( 2011 : 7-8 ) : a. Official Assesment System 20 Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah ( fiskus ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2. Wajib pajak bersifat pasif 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self assessment system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. Withholding system Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga ( bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak 21 2.1.6 Pengelompokan Pajak Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo ( 2011 : 5-6 ) dapat dilakukan berdasarkan golongan, sifat dan lembaga pemungutnya. 1. Menurut golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Penghasilan (PPh). b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPn ) 2. Menurut sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya Pajak Penghasilan. b. Pajak objektif , yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut lembaga pemungutnya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjulan atas Barang Mewah, dan Bea Materai. 22 b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : - Pajak propinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. - Pajak kabupaten/kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran, dan pajak Hiburan. 2.2 Pajak Daerah Setelah sumber pendapatan daerah dapat dikenai pajak, maka perlu juga dipertimbangkan apakah suatu pajak yang telah dapat secara efektif digali, dikenakan, dinilai atau dipungut tersebut mampu diadministrasikan oleh Pemerintah Daerah. Kesit Bambang Prakosa ( 2003 : 23 ) berpendapat bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada Pemerintah Pusat karena mereka dapat secara mudah melihat manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka. Semakin rendah tingkat pemerintahan maka semakin dekat hubungan antara masyarakat dengan pemerintahnya, sehingga mereka mengenakan pajak dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekatan inilah, dasar pengenaan pajak dan tarif pajak menjadi rendah tingkat keadilannya. 2.2.1 Pengertian Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mendefinisikan pajak daerah sebagai berikut : 23 “Pajak Daerah , yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kriteria Pajak Daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria Pajak Pusat, yang membedakan keduanya adalah Pihak pemungutnya. Pajak Pusat yang memungut adalah Pemerintah Pusat, sedangkan Pajak Daerah yang memungut adalah Pemerintah Daerah. Kriteria Pajak Daerah menurut Kesit Bambang Prakosa (2003:2) terdiri dari 4 hal, yaitu : 1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan pengaturan dari Daerah sendiri, 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah 3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah, dan 4. Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada Pemerintah Daerah. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah merupakan pajak yang ditetapkan dan atau dipungut di wilayah daerah dan dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang hasilnya digunakan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah 2.2.2 Dasar Hukum Pajak Daerah untuk 24 Dasar Hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2.2.3 Jenis – jenis Pajak Daerah Dalam literatur pajak, pajak dapat diklasifikasikan berdasarkan golongan, wewenang pemungut dan sifatnya. Pajak Daerah termasuk klasifikasi pajak menurut wewenang pemungutnya. Artinya, pihak yang berwenang dan berhak memungut Pajak Daerah adalah Pemerintah Daerah. Selanjutnya, Pajak Daerah ini dapat diklasifikasikan kembali menurut wilayah kekuasaan pihak pemungutnya. Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pajak Daerah dibagi menjadi: 1. Pajak Propinsi Pajak Propinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat propinsi. Pajak propinsi yang berlaku di Indonesia terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan. e. Pajak Rokok Dari lima kutipan jenis pajak propinsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a) Pajak Kendaraan Bermotor 25 Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak. b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor Pajak Bahan bakar kendaraan bermotor merupakan pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor. d) Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. e) Pajak Rokok 26 Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. 2. Pajak Kabupaten/Kota Pajak Kabupaten/Kota adalah Pajak Daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Pajak Kabupaten/Kota yang berlaku di Indonesia sampai saat ini, terdiri dari : 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Dari sebelas kutipan jenis pajak Kabupaten/Kota tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pajak Hotel Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, 27 memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman, yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering. 3. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraa hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan , permainan, ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. 4. Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca atau didengar dan suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. 5. Pajak Penerangan Jalan 28 Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara. 7. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 8. Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah adalah Pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. 9. Pajak Sarang Burung Walet Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet. Yang dimaksud dengan burut walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia,yaitu collocalia 29 fuchliap haga,collocalia maxina, collocalia esculanta,dan collocalia linchi. 10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkantoran adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/ atau perairan pedalaman dan atau laut. 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Yang dimaksud dengan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Adapun yang dimaksud dengan hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. 2.2.4 Tarif Pajak Daerah 30 Tarif pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah daerah telah diatur dalam UU nomor 28 Tahun 2009 yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk setiap jenis pajak daerah, yaitu : 1. Tarif pajak Kendaraan bermotor pribadi ditetapkan paling tinggi sebagai berikut : a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% ( satu persen ) dan paling tinggi sebesar 2% ( dua persen ) b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI , pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah ditetapkan paling rendah 0,5% (nol koma lima persen ) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen). Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen ) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen ). 2. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi sebagai berikut : a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen ) b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% ( satu persen ) 31 Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut : a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% ( nol koma tujuh puluh lima persen ) 3. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen ). Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi. 4. Tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen ). 5. Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen ) dari cukai rokok. 6. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 7. Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 8. Tarif pajak hiburan paling tinggi 35% (tiga puluh lima persen), khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke,klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap /spa tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen),khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional tarif pajak ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen). 32 9. Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen). 10. Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen). 11. Tarif pajak Mineral bukan logam dan batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen). 12. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen). 13. Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). 14. Tarif pajak sarang burung walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). 15. Tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). 16. Tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). 2.3 Pajak Hotel Pajak Hotel merupakan salah satu sumber pendapatan dari pajak daerah. Karena merupakan jenis pajak daerah maka pemerintah daerah diberikan 33 kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak berdasarkan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Penerimaan pajak dari pajak hotel dapat menjadi penerimaan potensial untuk menunjang pembangunan dan pengembangan daerah tersebut, dengan demikian pemerintah daerah harus berusaha secara maksimal untuk mengoptimalkan pemungutan pajak hotel agar dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sektor ini. 2.3.1 Pengertian Pajak Hotel Menurut Perda Nomor. 27 Tahun 2009 pengertian Pajak Hotel adalah sebagai berikut : “ Pajak Hotel yang selanjutnya disebut pajak, adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.” Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Hotel adalah sebagai berikut : “ Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).” 2.3.2 Objek dan Subjek Pajak Hotel Objek Pajak Hotel (Siahaan, 2010 : 301) adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai 34 kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel. Dalam pengenaan pajak hotel , yang menjadi objek pajak termasuk pelayanan sebagaimana dibawah ini. a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan /fasilitas tinggal jangka pendek antara lain : gubuk pariwisata ( cottage ), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan ( hostel), losmen, dan rumah penginapan. b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang, antara lain telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel. c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain, pusat kebugaran ( fitness center ), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel. d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel 35 Pada pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. Dengan demikian , pada pajak hotel subjek pajak dan wajib pajak tidak sama, dimana konsumem yang menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak yang membayar ( menanggung ) pajak sementara orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen ( subjek pajak ) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya. 2.3.3 Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Hotel Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Menurut Siahaan ( 2010 : 304 ) pembayaran kepada hotel adalah sebagai berikut : “ Jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel.” 36 Menurut Siahaan (2010 : 305 ) tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen (10%) dan diterapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hotel adalah sesuai dengan rumus berikut : Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel 2.4 Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel Pajak Hotel merupakan penyumbang pendapatan daerah yang cukup baik, maka pemerintah daerah harus terus meningkatkan pengelolaan pemungutannya agar penerimaannya terus meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pengelolaan pemungutan pajak daerah khususnya pemungutannya. pajak Untuk hotel adalah mengetahui dengan seberapa lebih jauh mengefektifkan pemerintah daerah mengefektifkan pemungutan pajak hotel ini , maka digunakan konsep efektivitas. Mardiasmo (2004:134) mendefinisikan bahwa , “ Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuanya”. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan ( spending wisely ). Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka 37 semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Efektifitas pemungutan pajak hotel adalah perbandingan antara realisasi penerimaan pajak hotel dengan target pajak hotel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan potensi riil daerah. Efektifitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi pajak itu sendiri, atau dengan rumus : Efektifitas Pemungutan Pajak Hotel = Realisasi Penerimaan Pajak Hotel π 100% Potensi Pajak Hotel Sumber : ( Halim,2004 ) Indikator efektifitas adalah rasio antara hasil pemungutan suatu pajak dengan potensi hasil pajak. Dalam perhitungan efektifitas menurut Halim ( 2008 ) , kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal satu atau seratus persen. Maka semakin tinggi rasio efektifitas, semakin baik pula kemampuan daerah. Adapun kriteria yang digunakan untuk menilai efektifitas adalah sebagai berikut : Table 2.1 Kriteria Kinerja Keuangan Persentase Efektifitas Kriteria >100 % Sangat Efektif 90 – 100% Efektif 80 – 90% Cukup Efektif 60 – 80% Kurang Efektif < 60% Tidak Efektif Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 38 Potensi pajak hotel merupakan kemampuan hotel dalam menghasilkan pajak dalam keadaan normal . jadi, dengan mengetahui potensi pajak hotel, pemerintah dapat memperkirakan pajak Hotel terhutang ( Prakosa, 2003 ) Menurut Halim ( 2004 ), untuk menghitung potensi pajak hotel dapat digunakan rumus sebagai berikut : Potensi Pajak Hotel = ( Y1 X tariff Pajak ) Dimana : Y1 = A x B x C x D Keterangan : Y1 = Jumlah pembayaran yang diterima untuk hotel/losmen A = Jumlah Kamar B = Rata-rata tarif kamar C = Jumlah hari D = Tingkat Hunian 2.5 Kontribusi Pajak Hotel Kata Kontribusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2000 : 592 ) berarti iuran atau sumbangan. Kontribusi atau sumbangan adalah anggaran yang bersumber dari pemerintah atau instansi yang lebih tinggi. Untuk mengetahui proporsi anggaran, sumber anggaran tersebut perlu diketahui, karena disadari bahwa semakin besar alokasi anggaran pusat ke daerah memungkinkan terjadinya campur tangan yang lebih besar pula terhadap berbagai aktivitas di daerah ( Halim,2004) 39 Indikator kontribusi adalah rasio antara realisasi penerimaan pajak dengan realisasi pendapatan daerah. Untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar kontribusi pajak hotel , maka untuk mengklasifikasikan kriteria kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah digunakan rumusan sebagai berikut : πΎπππ‘ππππ’π π πππππ π»ππ‘ππ = realisasi Penerimaan Pajak Hotel π 100% Realisasi Pendapatan Daerah Sumber : ( Halim, 2004 ) Dengan asumsi sebagai berikut : Tabel 2.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi Persentase Kriteria 0,0% - 10% Sangat kurang 10,10% - 20% Kurang 20,10% - 30% Sedang 30,10% - 40% Cukup baik 40,10% - 50% Baik >50% Sangat baik Sumber : Depdagri,Kemendagri No.690.900.327 2.6 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang dihasilkan dari upaya daerah sendiri yang dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 18 Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut: “ Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai 40 dengan peraturan perundang-undangan. Bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi” Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD ) bermacam-macam terdiri dari : a. Pajak Daerah Menurut pasal 1 ayat 6 Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatakan bahwa pajak daerah yaitu : “ Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah.” b. Retribusi Daerah Pasal 1 ayat 26 Undang-Undang No.28 Tahun 2009 yaitu Perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah menyatakan retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi , yaitu : “ Retribusi adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.” c. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan . Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut : 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah atau BUMD 41 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah atau BUMN 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain – Lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari penerimaan lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut : 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro 3. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah 4. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 2.6.1 Laju Pertumbuhan Pajak Hotel dan Pendapatan Asli Daerah Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat dilakukan pemerintah daerah melalui peningkatan pengelolaan pemungutan pajak daerah yang baik sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah itu sendiri. Apabila PAD meningkat dan mampu membiayai pemerintahan dan pembangunan di daerah, maka ketergantungan keuangan kepada pemerintah pusat akan semakin berkurang. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai perkembangan dan laju pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Pajak Hotel. 1. Pengukuran Analisis Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Pajak Hotel 42 Untuk mengukur laju pertumbuhan pajak hotel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ( Halim, 2004 ) πΊπ₯ = ππ‘ − π (π‘ − 1) π (π‘ − 1) Keterangan : Gx = Laju Pertumbuhan Pajak Hotel Daerah per Tahun Xt = Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Tahun Tertentu X(t-1) = Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Tahun Sebelumnya 2. Pengukuran Analisis Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah. Untuk mengukur laju pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ( Halim, 2004 ) πΊπ₯ = ππ‘ − π (π‘ − 1) π (π‘ − 1) Keterangan : Gx = Laju Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah per Tahun Xt = Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun Tertentu X(t-1) = Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun Sebelumnya 2.7 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan pembangunan akan berjalan dengan baik kalau didukung dengan keuangan ( dana ) yang baik pula, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pembangunan dengan keuangan hampir tidak dapat dipisahkan karena keuangan merupakan kunci penting dalam menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan. Dengan di tetapkannya UU No.23 Tahun 2014 tentang 43 pemerintahan daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalam merencanakan, menggali , mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki keuangan daerahnya. Hal ini disebabkan pemerintah daerah harus mengelola keuangan daerahnya sendiri dengan meningkatkan penerimaan daerahnya untuk dapat membiayai pengeluaran daerah secara efektif dan efisien. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan tugasnya tersebut maka pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai karena untuk pelaksanaan pembangunan itu diperlukan biaya tidak sedikit.salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan di daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil PAD lainnya memberikan kontribusi yang cukup besar dalam membiayai kegiatan pemerintah daerah. Pajak Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah dimana pajak daerah merupakan kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah, tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah ( sumber UU No.28 Tahun 2009 ). Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung No.20 Tahun 2011 tentang “Pajak Daerah” menyatakan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada 44 daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat daerah. Pajak pada dasarnya merupakan ekspresi tanggung jawab Warga Negara dalam pembangunan dan juga merupakan imbalan dari warga Negara terhadap manfaat yang merupakan perolehan dari warga Negara atas manfaat yang mereka peroleh dari Negara. Penelitian ini lebih menekankan kepada Pajak Daerah yang adalah pajak kabupaten/Kota khususnya yang ada di Kota Bandung. Jenis pajak daerah yang berlaku di Bandung adalah Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dari berbagai macam jenis pajak daerah tersebut yang paling mempunyai prospek yang baik adalah pajak hotel. Karena pajak hotel merupakan pajak potensial dalam meningkatkan penerimaan daerah untuk membiayai pembangunan daerahnya masing-masing. Karena pajak hotel merupakan pennyumbang pendapatan asli daerah yang cukup baik, maka pemerintah daerah harus terus meningkatkan pengelolaan pemungutannya agar penerimaannya terus meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pengelolaan 45 pemungutan pajak daerah khususnya pajak hotel adalah dengan lebih mengefektifkan pemungutan pajak hotel. Dengan adanya upaya peningkatan efektifitas pemungutan pajak hotel maka sedikit banyaknya menurut penulis diharapkan dapat memberikan nilai yang berarti dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah yang akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan asli daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan pribadi atau badan usaha daerah yang bersifat dapat dipaksakan dan tidak mendapat imbalan langsung ( kontrapretasi ), yang digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Jika upaya efektifitas pemungutan pajak hotel semakin ditingkatkan maka realisasi pajak hotel akan semakin besar sehingga dapat meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah. Peningkatan pajak daerah merupakan salah satu penentu peningkatan PAD sebagai sumber pembiayaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Selain itu, konsep efektifitas pemungutan pajak hotel dapat dijadikan gambaran mengenai kinerja pemerintah daerah khususnya Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung dalam pengelolaan pemungutan pajak hotel. 2.7.1 Hubungan Efektifitas Pemungutan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Efektifitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu usaha dalam mencapai tujuan atau target yang ditetapkan. Penilaian efektifitas yaitu dengan 46 membandingkan antara realisasi dengan potensi yang sebenarnya. Ketika realisasi mendekati dengan potensi yang sebenarnya maka dikatakan efektif. Efektifitas pemungutan pajak hotel dapat dijadikan alat ukur untuk menilai kinerja pemerintah, apabila pemungutan pajak hotel telah dilakukan dengan baik maka akan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Harun Hamrolie ( 1990 :47 ), yang secara lebih khusus mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah dari sector pajak yang salah satunya adalah efektifitas pemungutan. Maka upaya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah dapat dilakukan dengan meningkatkan penerimaan sektor pajak daerah yang salah satunya melalui efektifitas pemungutan pajak hotel. 2.7.2 Hubungan Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dalam mengetahui kontribusi dilakukan dengan membandingkan antara realisasi penerimaan pajak hotel pada periode tertentu terhadap realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada periode tertentu ( Halim, 2004 ). Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap PAD, begitupun sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak daerah terhadap PAD juga kecil ( Mahmudi, 2010 :145 ). Ali Nurjaman (2012 ) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat dikatakan bahwa ketika realisasi penerimaan meningkat 47 maka akan meningkatkan tingkat kontribusi pajak hotel yang secara langsung akan meningkatkan juga Pendapatan Asli Daerah. 2.7.3 Hubungan Efektifitas Pemungutan dan Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Peningkatan Pendapatan Asli Daerah akan tercapai jika sumber-sumber yang mempengaruhinya mengalami peningkatan juga. Salah satu dari sumbersumber tersebut adalah pajak daerah dimana Pajak hotel merupakan salah satu jenis pajak daerah. Maka dapat dikatakan jika pemungutan pajak daerah dapat dilaksanakan secara optimal maka akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Seperti yang dikemukakan dalam Halim ( 2001 : 144 ) dikatakakan bahwa : “ Pajak daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah memili prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Oleh sebab itu pajak daerah harus dikelola secara professional dan transparan dalam rangka optimalisasi dan usaha meningkatkan kontribusinya terhadap anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah…” Ketika pemungutan pajak dilakukan secara efektif yaitu sesuai dengan potensi sebenarnya maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah begitupun dengan kontribusi ketika penerimaan pajak hotel meningkat maka kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah pun akan meningkat. 48 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Realisasi Penerimaan Pajak Hotel π100% Targer berdasarkan Potensi Riil Realisasi Pendapatan Asli Daerah Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Efektifitas Kontribusi (X1) (X2) Pendapatan Asli Daerah (Y) 2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian ini mengacu kepada penelitian sebelumnya yaitu : Penelitian mengenai pajak daerah ini pernah di lakukan oleh Agi Muliadi ( 2011 ), dengan mengambil judul “Analisis Pengaruh Efektifitas Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kota Bandung.” Dengan hipotesis penelitian terdapat pengaruh signifikan antara pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bandung. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa untuk Pajak Hotel berdasarkan target masuk dalam standar sangat efektif namun berdasarkan potensi sebenarnya masuk dalam standar efektif. Sedangkan untuk pajak restoran berdasarkan target masuk dalam X100% 49 standar sangat efektif sedangkan berdasarkan potensi sebenarnya masuk dalam standar kurang efektif. Icha Trestiyana Putri ( 2012 ), juga pernah melakukan penelitian mengenai “Analisis Efektifitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung.” Dengan hipotesis penelitian terdapat pengaruh yang signifikan antara pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah Kabupaten Bandung. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2000-2011 berdasar target diperoleh nilai tertinggi pada tahun 2004 dengan kriteria sangat efektif dan terendah tahun 2008 dengan kriteria cukup efektif. Kontribusi terbesar diperoleh pada tahun 2000 dengan kategori sangat kurang , dengan rata-rata kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan adalah hanya 4,49% terhadap Pendapatan Daerah. Ali Nurjaman ( 2012 ), juga pernah melakukan penelitian mengenai “ Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung ”. dengan hipotesis penelitian penerimaan pajak hotel berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan asli daerah kota bandung. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kontribusi penerimaan pajak hotel berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. 2.9 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam 50 bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data ( Sugiyono, 2008 ). Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, dimana hipotesis nol ( H0) yaitu sebuah hipotesis tentang tidak adanya hubungan, umumnya di formulasikan untuk ditolak. Sedangkan, hipotesis alternative (Ha) merupakan hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan dikemukakan teori dan permasalahan yang terjadi, maka dapat beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut : 1. Secara parsial H01 : efektifitas pemungutan pajak hotel tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Ha1 : efektifitas pemungutan pajak hotel terdapat pengaruh yang signifikan H02 : terhadap pendapatan asli daerah. kontribusi pajak hotel tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Ha2 : Kontribusi pajak hotel terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah. 2. Secara simultan 51 H03 : efektifitas pemungutan dan kontribusi pajak hotel secara bersamasama tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Ha3 : efektifitas pemungutan dan kontribusi pajak hotel secara bersamasama terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah.