Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 AKTIVITAS BELAJAR DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH Siska Erviani Depari Sekolah Dasar Laksamana Martadinata Medan Corresponding author: [email protected] Abstrak Aktivitas dan keterampilan sosial merupakan dua komponen yang sangat penting untuk diciptakan dalam proses pembelajaran. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas dan seseorang yang terampil berhubungan dengan orang lain akan lebih berhasil dalam mencapai tujuan. Tujuan pembelajaran mencakup domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Aktivitas dan keterampilan sosial merupakan domain psikomotorik yang berhubungan dengan domain kognitif dan afektif. Salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran adalah faktor guru dalam melakukan pengajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran yang digunakan guru harus dapat menciptakan aktivitas dan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran yang mampu mencapai ketiga ranah/domain tersebut adalah model pembelajaran Kooperatif. Model pembelajaran Kooperatif berlandaskan oleh teori konstruktivisme sosial Vygotsky yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi siswa mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Maka dari itu, model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Model pembelajaran make a match (mencari pasangan) merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat menciptakan aktivitas dan ketrampilan sosial dalam pembelajaran. Pada model ini, aktivitas siswa meliputi memperhatikan pertanyaan atau jawaban pada kartu, melakukan diskusi, mendengarkan penjelasan dari teman (pasangan), mencatat pertanyaan dan jawaban dan memecahkan soal dari pertanyaan yang diberikan serta menunjukkan rasa senang melakukan pembelajaran. Sedangkan keterampilan sosial siswa meliputi kerjasama dengan teman, melakukan diskusi, bertanggung jawab menyelesaikan tugas secara bersama, melakukan tanya jawab dan mengkomunikasikan jawaban yang telah diselesaikan bersama. Kata kunci : aktivitas belajar, keterampilan sosial dan model make a match. PENDAHULUAN Dalam proses pembelajaran aktivitas siswa merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat atau dikenal dengan semboyan learning by doing. Berbuat untuk mengubah tingkah laku artinya melakukan sesuatu kegiatan atau aktivitas. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas karena tanpa aktivitas proses pembelajaran tidak mungkin berlangsung dengan baik. Itulah sebabnya aktivitas siswa merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Selain aktivitas, keterampilan sosial (social skills) juga tidak kalah penting dalam proses pembelajaran karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial (homo homini socius) yang artinya membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seseorang yang terampil berhubungan dengan orang lain akan lebih berhasil dalam mencapai tujuan. Sebagaimana menurut Morgan (1980 : 104) mengatakan : “Social skill as the ability to achieve the objectives that a person has for interacting with others the more frequent, or the greater the extent to wich a person achieves his objectives in interacting with other, the more skilled we would judge his to be”. Aktivitas dan keterampilan sosial saling mendukung satu dengan lainnya dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Aktivitas berisi kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yang tidak hanya bersifat fisik (psikomotorik) tetapi juga mental (afektif) sedangkan keterampilan sosial merupakan bagian dari domain psikomotorik yang memiliki hubungan dengan domain kognitif dan afektif. Hal ini sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam kurikulum 2013 yaitu tujuan pembelajaran mencakup domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun kenyataannya proses pembelajaran belum menunjukkan aktivitas belajar dan keterampilan sosial yang baik. Siswa masih lebih banyak diam dan tidak terlihat adanya interaksi antar siswa dalam kelas. Akibatnya banyak siswa kurang memahami materi pelajaran yang diberikan dan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru belum menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam pengajaran. Hamalik (20011:171) menyatakan bahwa “pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri”. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka berbagai inovasi pembelajaran telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan berlandaskan teori-teori belajar. Salah satu inovasi pembelajaran yang di kembangkan dari teori belajar Vygotsky adalah model pembelajaran berbasis sosial atau Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning). Suprijono (2012:61) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 212 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Dengan demikian diharapkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang mencakup ketiga domain tersebut. Suprijono (2012:56) mengatakan bahwa tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan yang disebut Piaget sebagai pengetahuan sosial. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu meningkatkan aktivitas belajar dan keterampilan sosial siswa adalah model pembelajaran make a match (mencari pasangan). PEMBAHASAN Aktivitas Belajar Aktivitas belajar terdiri dari dua kata yaitu “aktivitas” dan “belajar”. Sampurna (2009:24) mendefinisikan aktivitas adalah “kegiatan, keaktifan, kesibukan”. Slameto (2010:2) mendefinisikan belajar ialah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses belajar mengajar untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru ke arah yang lebih baik sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Aktivitas belajar siswa tidak hanya melibatkan aktivitas yang bersifat fisik saja tetapi juga aktivitas yang bersifat psikis. Sebagaimana yang dikemukakan Sardiman (2011:100) bahwa “aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. Kedua aktivitas tersebut dalam proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan karena setiap aktivitas fisik terkandung aktivitas mental. Sebagaimana dalam pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan diperoleh melalui proses pengamatan sendiri (mendengar, melihat dan sebagainya) dan pengalaman sendiri. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2011:101), mengelompokkan aktivitas belajar sebagai berikut: (1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. (2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. (3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. (4) Writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. (5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. (7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubunganhubungan, mengambil keputusan. (8) Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Uraian di atas menunjukan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Hal ini berarti bahwa dalam proses pembelajaran aktivitas siswa sangatlah penting, tidak cukup hanya satu aktivitas saja yang dilakukan siswa melainkan banyak aktivitas yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran karena penggunaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki banyak manfaat. Menurut Hamalik (2011:175) penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, dikarenakan : (1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri, (2) berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral, (3) memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa, (4) para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, (5) memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis, (6) mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orangtua dengan guru, (7) pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis, (8) pengajaran di sekolah menjadi lebih hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat. Dengan demikian, apabila berbagai macam aktivitas dapat diciptakan selama pembelajaran di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis dan tidak membosankan. Sekolah akan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal dan tempat bagi siswa untuk menjalin interaksi yang sangat baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa yang lain. Keterampilan Sosial Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, dibutuhkan suatu kemampuan untuk dapat berinteraksi dengan baik terhadap orang lain di lingkungannya yang disebut dengan keterampilan sosial (social skills). Menurut Wikipedia (2007), “keterampilan sosial adalah keterampilan yang digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain sesuai peran dalam struktur sosial yang ada”. Sedangkan menurut Sjamsuddin dan Maryani (2008:6) keterampilan sosial adalah “suatu kemampuan secara cakap yang tampak dalam tindakan, mampu mencari, memilah dan mengelola informasi, mampu mempelajari halhal baru yang dapat memecahkan masalah sehari-hari, mampu memiliki keterampilan berkomunikasi lisan maupun tulisan, memahami, menghargai, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk, mampu mentransformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat”. Selanjutnya menurut Mu’tadin Zainun (2006), keterampilan sosial adalah “kemampuan atau kecakapan dengan lingkungannya yang meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, memberi dan menerima kritik yang diberikan orang lain”. Selain itu, Junice J. Betty (dalam Moerdani, 1992) mengatakan bahwa keterampilan sosial disebut juga pro behavior yang mencakup perilaku seperti : (1) Empati yang di dalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 213 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 karena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan orang lain. (2) Kemurahan hati atau dermawan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang miliknya pada seseorang. (3) Kesadaran yang di dalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian dan dapat memenuhi perintah secara sukarela danpa menimbulkan pertengkaran. (4) Memberi bantuan yang di dalamnya anakanak membantu orang lain untuk melengkapi suatu tugas dan membantu orang lain yang membutuhkannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan individu yang lain untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam mencapai suatu tujuan yang akan dicapai. Gresham & Reschly (dalam Gimpel dan Merrell, 1998) mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, antara lain: (1) Perilaku Interpersonal : Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial yang disebut dengan keterampilan menjalin persahabatan, (2) Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri : Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya. (3) Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis : Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah. (4) Penerimaan Teman Sebaya : Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah memberi dan menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya. (5) Keterampilan Berkomunikasi : Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar yang responsif. Caldarella dan Merrell (dalam Gimpel & Merrell, 1998) mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu : (1) Hubungan dengan teman sebaya (Peer relation), ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan bermain bersama orang lain. (2) Manajemen diri (Self-management), merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat menerima kritikan dengan baik. (3) Kemampuan akademis (Academic), ditunjukkan melalui pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, menjalankan arahan guru dengan baik. (4) Kepatuhan (Compliance), menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan membagikan sesuatu. (5) Perilaku assertive (Assertion), didominasi oleh kemampuan-kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan. Model Pembelajaran Make a Match Model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang aktif adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Nurulhayati (dalam Rusman, 2011:203) pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam hal ini tidak hanya pengetahuan yang diperoleh oleh siswa tetapi juga keterampilan sosial. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan aktivitas dan ketrampilan sosial dalam pembelajaran adalah model pembelajaran make a match. Model pembelajaran Make a Match diperkenalkan oleh Lena Curran pada tahun 1994. Menurut Isjoni (2009:67) “Make a Match adalah model pembelajaran dengan teknik mencari pasangan”. Sedangkan menurut Suprianto (2010:94) “Make a Match adalah kartu-kartu yang berisi kartu permasalahan dan kartu jawaban”. Dalam hal ini, model make a match menuntut aktivitas siswa untuk mencari pasangan dari jawaban atau pertanyaan kartu yang telah dibagi kepada mereka dan selanjutnya mengkonfirnasikan hal-hal yang telah mereka lakukan. Suprijono (2012:95) mengemukakan bahwa “Make a Match berfungsi untuk meningkatkan cara kerja siswa secara individu maupun kelompok dalam menyelesaikan suatu latihan”. Dalam hal ini, fungsi make a match adalah meningkatkan keterampilan siswa mengerjakan suatu latihan baik secara inidividu maupun kelompok. Selanjutnya menurut Isjoni (2009:112) mengemukakan bahwa “fungsi make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan”. Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran Make a Match menurut Rusman (2011:223-224) adalah : 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban), 2) Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang, 3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban), 4) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin, 5) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya, 6) Kesimpulan. Menurut Saiful Amin, dalam http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/model-make-match-dalam-pembelajaran menyatakan kelebihan dan kelemahan dari model Make a Match diantaranya adalah sebagai berikut: Kelebihan model pembelajaran Make a Match adalah: (1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; (2) Karena ada unsur permainan, model pembelajaran ini menyenangkan; (3) Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; (4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; (5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil prestasi; (6) Efektif melatih kedisplinan siswa menghargai waktu untuk belajar; (7) Dapat melatih ketelitian, kecermatan dan kecepatan serta ketepatan siswa dalam menyelesaikan tugas/latihan. http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 214 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Kelemahan model pembelajaran Make a Match adalah: (1) Jika anda tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu yang terbuang dan menimbulkan kegaduhan dalam kelas; (2) Pada awal-awal penerapan model ini banyak siswa yang malu bila berpasangan dengan lawan jenisnya; (3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat pelakasanaannya dalam pembelajaran atau presentasi banyak siswa yang kurang memperhatikan; (4) Jika menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. Dalam hal ini, jika guru mampu merancang pembelajaran dengan baik maka setiap kelemahan yang ada dapat diminimalkan dan sebaliknya setiap kelebihan dari model pembelajaran Make a Match dapat dimaksimalkan yang salah satunya adalah meningkatkan aktivitas belajar siswa yang akan mempengaruhi dalam peningkatan keterampilan sosial. Aktivitas Belajar dan Keterampilan Sosial Pada Model Make A Match Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran make a match dapat diuraikan aktivitas belajar dan keterampilan sosial siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa pada model Make a Match dengan berlandaskan pada pengelompokan aktivitas menurut Paul. B. Diedrich (dalam Sardiman, 2011 : 101) maka terdiri dari beberapa aktivitas, yaitu : a) Visual Activities, seperti memperhatikan pertanyaan atau jawaban berupa angka/gambar pada kartu pertanyaan atau kartu jawaban; b) Oral activities, seperti melakukan diskusi saat siswa telah menentukan pasangannya; c) Listening activities, seperti mendengarkan penejelasan dari teman (pasangan atau pasangan lain) saat melakukan diskusi; d) Writing activities, seperti mencatat pertanyaan dan jawaban dari soal yang berhasil mereka selesaikan ke dalam sebuah kertas; e) Mental activities, seperti memecahkan soal dari pertanyaan yang diberikan; dan f) Emotional activities, seperti menaruh minat pada pembelajaran yang diberikan dengan metode make a match, siswa merasa gembira ketika berhasil menemukan pasangannya dalam waktu yang diberikan serta siswa menjadi bersemangat melakukan babak selanjutnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match menghasilkan beberapa aktivitas dalam penerapannya. Siswa menjadi aktif menemukan pasangan dari kartu yang diberikan apakah berupa pertanyaan ataupun jawaban dalam waktu yang ditentukan. Siswa berusaha untuk menjadi tercepat dalam menemukan pasangan sehingga dibutuhkan adanya kerjasama dengan teman yang tidak diketahui siapa yang akan menjadi pasangan. Model make a match juga merupakan model pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran. Selanjutnya keterampilan sosial memiliki aspek-aspek yang dikemukan oleh Carledge and Milburn (1992:15) adalah “Social skills list : (1) Environmental behaviors: (a) care for movement, (b) dealing with emergencies, (c) movement around environment; (2) Interpersonal behaviors: (a) accepting authority, (b) copying with conflict, (c) Gaining attentions, (d) greeting others, (e) helping others, (f) making conversation, (g) organized play, (h) position attitude toward others, (i) playing informally, and (j) property own and others; (3) Self-related behaviors : (a) accepting consequences. (b) ethical behavior. (c) expressing feelings, (d) positive attitude toward self, (e) responsible behavior, and (e) self care; dan 4) Task-related behaviors : (a) asking and answering question, (b) attending behaviors, (c) participation, (d) following direction, (e) group activities, (f) entrepreneurship, (g) quality of work. Keterampilan sosial terdiri dari (a) perilaku terhadap lingkungan, (b) perilaku interpersonal, (c) perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri, dan (d) perilaku yang berhubungan dengan tugas kelompok. Berdasarkan aspek-aspek di atas maka keterampilan sosial siswa dalam penerapan model pembelajaran make a match meliputi aspek: a) Perilaku interpersonal, seperti melakukan diskusi dengan pasangannya (making conversations) dan menghargai pendapat orang lain (position attitude toward others); b) Perilaku terhadap diri sendiri, seperti siswa merasa senang mengikuti pembelajaran (expressing feeling), siswa percaya akan kemampuannya (position attitude toward self) dan bertanggung jawab secara individu terhadap tugas yang diberikan (responsible behavior); c) Perilaku terhadap kelompok, seperti melakukan tanya jawab dengan teman saat mengkomunikasikan hasil kerjanya di depan teman yang lain (asking and answering questions), berpartisipasi dalam menentukan pasangan (participation) dan berusaha menjadi yang tercepat dalam menentukan pasangannya (quality of work). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran make a Match menciptakan keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran. Siswa tidak hanya bertanggung jawab terhadap diri sendiri tetapi juga bertanggung jawab dalam kelompok. Apalagi dalam model pembelajaran make a match, siswa tidak tahu siapa yang akan menjadi pasangannya sehingga siswa harus memiliki sikap yang baik sehingga tetap dapat bekerjasama dengan baik kepada siapa pun. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan sosial sebagai domain psikomotorik berhubungan dengan domain afektif siswa. Model pembelajaran make a match sebagai model pembelajaran Kooperatif akan mampu menciptakan domain kognitif, afektif dan psikomotorik dalam proses pembelajaran jika diterapkan dengan baik. Roger dan David Johnson (dalam Suprijono 2012:58) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal terdapat 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu (1) positive interpedependence (saling ketergantungan positif), (2) personal responsibility (tanggungjawab perseorangan), (3) face to face promotive interaction (interaksi promotif), (4) interpersonal skill (komunikasi antar anggota) dan (5) Group processing (pemprosesan kelompok). SIMPULAN Aktivitas belajar dan keterampilan sosial merupakan komponen yang sangat penting diciptakan dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya belajar adalah learning by doing dan manusia adalah makhluk sosial http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 215 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 (homo homini socious). Dengan demikian guru harus mampu memilih dan menerapkan model yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik yaitu mecakup domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Salah satu solusi diantaranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Salah satau model pembelajaran kooperatif yang dianggap mampu menciptakan aktivitas dan keterampilan sosial adalah model pembelajaran make a match yaitu model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa mencari pasangan dengan menggunakan kartu-kartu. Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun dalam hal ini, setiap kekurangan pada model pembelajaran make a match dapat di diminimalkan dengan perencanaan waktu yang baik dan sebaliknya setiap kelebihan dari model pembelajaran Make a Match dapat dimaksimalkan yang salah satunya adalah meningkatkan aktivitas belajar siswa yang akan mempengaruhi dalam peningkatan kognititf, afektif dan keterampilan sosial siswa. REFERENSI Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Isjoni, 2009. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan kecerdasan komunikasi antar peserta didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Parsada. Rusman, 2009. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung: Rajawali Pers. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Sardiman, 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Suprijono, Agus, 2009. Cooperative Learning. Surabaya: Pustaka Pelajar. http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 216