paradigma pertanian organik

advertisement
RISET STRATEGI UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK
DI INDONESIA*)
Syekhfani**)
PENDAHULUAN

Perubahan suatu sistem membutuhkan kajian yang tepat dan
menyeluruh agar sistem tersebut dapat berhasil dan tidak
memberikan dampak negatif jangka panjang.

Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia merupakan
wacana yang saat ini sedang hangat-hangatnya didiskusikan
apakah dapat menjadi alternatif sistem pertanian yang akan
membawa pembangunan pertanian akan datang ke arah lebih
baik.

Sistem tersebut perlu dikaji secara khusus dan menyeluruh
dalam mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang
mungkin muncul bila diterapkan secara luas.

Untuk itu, dibutuhkan strategi dan program yang tepat di
bidang penelitian dan pengembangan SPO di Indonesia.
DASAR-DASAR POKOK PIKIRAN

Penerapan sistem "Revolusi Hijau" di Indonesia, pada awalnya
menunjukkan perkembangan yg menggembirakan, setelah
dilakukan berbagai program intensifikasi pada lahan sawah,
dimulai dari padi sentra, Bimas, Inmas Insus, Supra Insus,
Gema Palagung, Korporat Farming, dan Ketahanan Pangan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------*) Disajikan dalam Simposium Nasional Maporina di Jakarta, 21 Desember
2005
**)Staf dosen Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,
anggota Maporina
1

Penggunaan saprodi yg dikenal sebagai "Panca
Usaha"
pertanian (pengolahan tanah, irigasi, bibit unggul, pemupukan,
dan pestisida) di awalnya meningkatkan produksi dan
produktivitas tanaman padi sawah. Keberhasilan yg sangat
dirasakan adalah saat Indonesia dinyatakan mencapai
swasembada beras tahun 1984. Namun setelah itu sangatlah
sulit untuk meningkatkan produktivitas padi sawah, meskipun
dilakukan berbagai upaya.

Jenis tanaman padi unggul dari rekayasa secara biologis
diperoleh dengan potensi produksi > 10 ton/ha. Namun potensi
produksi itu sangat sulit dicapai, di mana rata-rata
produktivitas nasional hanya 5.0 ton GKG/ha (Jawa Timur
sebagai sentra produksi beras hanya 5.5 ton GKG/ha). Telah
terjadi "levelling off" produktivitas tanaman padi sawah.
Disinyalir akibat perlakuan budidaya tanaman yang tidak
rasional, yaitu penggunaan pupuk dan/atau pestisida
berlebihan, yang mengakibatkan terjadi ketidak-imbangan
perharaan dalam tanah serta terganggunya biodiversitas siklus
pertumbuhan tanaman.

Apabila mengacu kepada sistem tradisional alami (natural
system), di mana terdapat keseimbangan unsur hara dalam
tanah, diversifikasi tanaman di lahan sawah, sistem bero tanpa
penggunaan pupuk/pestisida buatan pabrik, dan air irigasi
yang tidak tercemar, maka diketahui kehidupan tidak
mengalami banyak permasalahan terutama berkaitan dengan
kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan.
Umur manusia pun relatif panjang dibandingkan setelah
adanya sistem intensifikasi.

Berbagai tindakan intensifikasi lahan di atas mengarah kepada
degradasi tanah dan pencemaran lingkungan, misalnya
pemberian pupuk N, P, K buatan pabrik berkonsentrasi serta
dosis tinggi secara terus menerus, tanpa diimbangi dengan
unsur hara esensial lain, pestisida/herbisida non-selektif yang
membunuh organisme lain kecuali hama/penyakit, air irigasi
yang tercemar oleh industri baik pabrik maupun rumah tangga,
semuanya berdampak negatif terhadap kehidupan manusia,
2
hewan, maupun tanaman. Hal ini menyebabkan kehidupan di
bumi makin lama makin terasa tidak nyaman.

Paradigma baru kesuburan tanah yang bersifat sustainable,
bahwa tanah bukanlah benda statis melainkan dinamis, karena
ia merupakan medium kehidupan (organisme makro/mikro,
termasuk akar tanaman). Seharusnya, yang menjadi fokus
perhatian tidak hanya pengolahan tanah (sifat fisik) dan pupuk
(sifat kimia) saja;
melainkan juga kehidupan organisme
tersebut (sifat biologi). Bahan organik, bersifat multi purpose
(peran ganda) di mana ia berperan dalam memperbaiki sifat
fisik, kimia, maupun biologi tanah. Jadi, bahan organik adalah
merupakan kunci kesuburan tanah, dan managemen bahan
organik adalah kunci keberlanjutan pertanian.

Di pihak lain, perkembangan konsumen di negara-negara maju
dari hari ke hari telah beralih kepada konsumsi bahan pangan
yang sehat, tidak tercemar senyawa-senyawa kimia buatan
pabrik. Di Amerika Serikat misalnya, perkembangan produksi
organik sejak th 1990-an dalam jangka lima tahun saja,
meningkat tajam dari 5% hingga 20%, dan saat ini mungkin
angka tersebut lebih tinggi lagi. Hal yang sama ditemukan pula
pada masyarakat komunitas Eropah dan Kanada, dan Australia.
Impor beberapa produk pertanian saat ini telah mulai
mempersyaratkan produk berasal dari "sistem organik".

Di dalam negeri, akhir-akhir ini SPO mulai didiskusikan, dan
bahkan ada yang telah menerapkan praktek budidaya,
meskipun berbagai definisi tentang pertanian organik belum
dipahami secara jelas. Pihak pemerintah maupun swasta juga
mulai mengkaji perkembangan yang terjadi di masyarakat
untuk mempertimbangkan apakah sistem ini dapat diterapkan
sebagai salah satu alternatif budidaya yang menguntungkan,
diterima di tingkat lokal, regional, nasional dan bahkan global.

Apabila ternyata SPO dinyatakan dapat menjanjikan sebagai
salah satu alternatif budidaya pertanian yang menguntungkan,
maka berbagai hal perlu dipikirkan menuju ke arah
pengembangannya. Hal-hal tersebut meliputi semua aspek
3
yang berkaitan dengan produksi di lahan (on-farm), maupun di
luar lahan (off-farm); melibatkan pihak industri hulu dan hilir,
serta berbagai komponen pelaku produksi terkait, baik
pemerintah, swasta, Lembaga Penelitian (termasuk Perguruan
Tinggi), Perbankan, pelaku pasar, dan lain-lain. Semuanya
harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama terhadap
pengembangan SPO.

Adalah sulit untuk mengubah sistem intensifikasi pertanian
yang selama ini diterapkan beralih ke SPO, karena sifatnya
sangat berbeda; yang satu orientasi ke produksi tinggi dengan
masukan dari luar tinggi (high external input agriculture, HEIA)
melibatkan bahan-bahan kimia buatan panrik, dan yang lain
masukan dari luar rendah (low external input agriculture, LEIA)
dengan mengandalkan daur ulang (recycling) sisa panen. Hal
ini memerlukan tindakan yang bersifat evolusional bukan
revolusional.
Terlebih dulu dibutuhkan perubahan sikap
perilaku para pelaku produksi dan konsumsi seperti tersebut
di atas.

Fokus pembenahan terutama ditujukan kepada para konsumen
sebagai pengguna, diikuti oleh produsen (petani) beserta para
pendukung produksi, serta pelaku pasar.
Dalam hal ini,
pemerintah harus berperan dalam membuat kebijakan
(regulator, fasilitator, dinamisator, dan eksekutor) dalam
pengembangan sistem. Jaminan kuantitas, kualitas, serta
kontinyuitas produksi menjadi kunci utama keberhasilan
usaha, dengan adanya suatu "jaminan pasar". Harus ada
political will yang jelas dari pemerintah tentang pengembangan
SPO.

Secara geografis, lahan-lahan pertanian yang berpeluang besar
menuju sistem organik, urut-urutannya adalah komoditi
hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan);
perkebunan; dan terakhir tanaman pangan terutama yang
dibudidayakan di lahan sawah beririgasi.
Umumnya
hortikultura dibudidayakan di dataran tinggi (upper stream)
yang relatif bebas dari sumber pencemar kecuali dari tindakan
budidaya itu sendiri; perkebunan dilakukan dengan
4
managemen terkendali yang umumnya berada di kawasan
dataran rendah (lower stream); tetapi lahan sawah beririgasi
sangat riskan terjadi pencemaran tergantung pada kualitas air
irigasi, apakah mengalami pencemaran atau tidak.
STRATEGI PENELITIAN
Bidang Kajian:
 Aspek Bio-Fisik; On Farm, Off Farm (IFS, IPNS, IPMS).




Aspek Sosial:
Perilaku konsumen (perubahan kebiasaan
makan, motto hidup sehat), prioritas sasaran pengembangan
(masy. kalangan bawah, menengah, atas/elit).
Aspek Ekonomi: Pasar/Jaringan Pasar (jaminan pasar, jaminan
produktivitas/kualitas/kontinyuitas), segmen pasar (lokal,
regional, nasional, ekspor).
Aspek Polesi:
Kebijakan pemerintah (arah paradigma
pembangunan pertanian), regulasi (standarisasi, sertifikasi,
kontrol kualitas, perlindungan konsumen).
Aspek Kelembagaan: pemerintah, swasta, LSM.
ALUR KEGIATAN
 Pewilayahan pertanian organik indigenous dan introduksi.
 Evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan (land suitibility dan
land capability).
 Penentuan jenis komoditi dan lokasi spesifik.




Produsen dan konsumen produk organik.
Pasar dan jaringan pasar.
Sertifikasi dan standarisasi.
Regulasi dan Kebijakan Pemerintah.
PROGRAM
Jangka Pendek:
 Polesi pemerintah.
 Regulasi berkaitan dengan SPO.
 Pembentukan kelembagaan formal/non-formal.
5
Jangka Menengah:




Penentuan jenis komoditi tanaman organik.
Pembenahan sistem pertanaman, sistem perharaan tanaman,
dan sistem pengendalian hama/penyakit tanaman terkendali.
Penguasaan teknologi dekomposisi di tingkat petani.
Penciptaan pasar/jaringan pasar produk organik.

Pengkajian sasaran konsumen produk organik.
Jangka Panjang:
 Pemetaan potensi wilayah spesifik untuk komoditi tanaman
organik atas dasar land capability dan land suitibility.
 Penciptaan sistem agribisnis produk organik di tingkat lokal,


regional, nasional, dan global.
Menjalin perjanjian bilateral dengan negara-negara pengimpor
produk organik dari Indonesia.
Melakukan penelitian-penelitian dasar dan terapan yang
menunjang perkembangan pertanian organik.
OBJEK PENELITIAN
Penelitian Dasar:
 Sifat kimia dan biokimia tanah, bahan organik sisa tanaman,
produk organik.
 Proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik,

sinkronisasi penyediaan dan uptake unsur hara, kapasitas dan
intensitas penyediaan unsur hara.
Daur ulang sisa tanaman, hubungan hara dalam air - tanah –
tanaman.
Sifat kimia dan biokimia pupuk/pestida organik.


Sifat kimia dan biokimia lingkungan, udara, air irigasi.
Kandungan gizi produk pertanian.

6
Penelitian Terapan:








Kajian pewilayahan komoditi pertanian organik.
Sumber bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau, kompos),
proses pembuatan, kualitas.
Teknik Budidaya SPO: pola pertanian,
pemupukan,
pemberantasan hama penyakit (secara terpadu), masukan
internal/eksternal, daur ulang sisa panen.
Potensi SDM SPO: tingkat pendidikan, pendapatan, adopsi
teknologi, tenaga kerja.
Kajian pasar, segmen pasar, jaringan pasar, konsumen.
Kajian kelembagaan tingkat lokal, regional, nasional, global
(pemerintah, swasta, lembaga kemasyarakatan).
Kajian mutu serta jaminan mutu produk pertanian.
Hubungan produk organik dengan kesehatan manusia dan
hewan.
Penelitian Faktor Pendukung:





Pelayanan Faktor Pendukung: modal, teknologi budidaya/
pasca panen, bimbingan dan penyuluhan.
Rakitan Teknologi: teknologi budidaya, teknologi pasca panen.
Penyiapan Tenaga Penyuluh/Pendamping: peran PT sangat
besar.
Transfer Teknologi: media masa, percontohan, pendampingan.
Pengorganisasian: “Masyarakat Pertanian Organik Indonesia”
(MAPORINA).
7
PENUTUP

Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia baru
dikembangkan dan merupakan alternatif dalam meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan baik produsen maupun
konsumen.

Prinsip dasar SPO adalah keberlanjutan (sustainability),
mengacu sistem alami (natural system), dan tidak
menggunakan bahan-bahan kimiawi buatan pabrik; sehingga
produk tidak tercemar dan bersifat akrab lingkungan.

Untuk menuju penerapan SPO, diperlukan kegiatan-kegiatan
penelitian, baik bersifat penelitian dasar maupun terapan,
meliputi aspek fisik/biofisik, sosial, ekonomi, maupun
kelembagaan.

Penelitian-penelitian tersebut mencakup komponen-komponen
pemerintah, swasta, maupun lembaga kemasyarakatan.
-----------------------
8
Download