6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Udang Galah Menurut Fauzan Ali (2009) spesies Macrobrachium rosenbergii yang dikenal dengan sebutan udang galah, memiliki tiga bagian tubuh, yaitu kepala dan dada (cephalothorax), badan yang bersegmen-segmen (abdomen), serta ekor (uropoda). Cephalothorax dibungkus oleh kulit keras. Di bagian depan kepala terdapat suatu lempengan karapas yang bergerigi, disebut rostrum. Pada rostrum bagian atas, terdapat duri 11-13 buah dan di bagian bawah rostrum 8-4 buah. Pada bagian cephalothorax terdapat lima pasang kaki jalan. Pada udang jantan sepasang “kaki jalan kedua” tumbuh panjang dan cukup besar menyerupai galah. Panjangnya dapat mencapai 1,5 kali panjang badannya. Pada udang galah betina, kaki tersebut relatif kecil. Kaki renang udang galah terdapat di bagian bawah abdomen dan berjumlah lima pasang. Selain untuk berenang, kaki renang pada udang betina juga berfungsi sebagai tempat menempelkan telur-telur. 2.2 Siklus Hidup Udang Galah Secara ringkas siklus hidup udang galah meliputi empat tahap, yaitu masa telur, masa larva, masa pascalarva, dan masa dewasa (Fauzan Ali,2009). Udang galah betina yang telah matang gonad bermigrasi dari perairan air tawar ke perairan muara sungai untuk memijah dan merawat telur hingga menetas. Telur-telur yang telah dibuahi pada proses pemijahan, disimpan di ruang yang disebut brood chamber, terletak di bagian ventral abdomen. Setelah sekitar tiga minggu melewati masa pengeraman, telur-telur tersebut menetas dan tersebar, lalu berenang bebas. Telur-telur ini awalnya bersifat planktonik, kemudian menjadi anak udang yang disebut juvenil. Pada fase larva, perubahan metamorfosis terjadi 11 kali dan berlangsung selama 30-35 hari. Udang galah juvenil dan udang dewasa merupakan hewan perairan tawar murni, tetapi pada fase larva hidup di air payau. 7 Frekuensi pergantian kulit (moulting) bergantung kepada umur dan jumlah serta kualitas pakan yang dikonsumsi. Udang muda lebih sering berganti kulit dibandingkan dengan udang tua. Udang yang mengonsumsi pakan yang berkualitas lebih baik akan lebih sering berganti kulit dibandingkan dengan udang yang mengonsumsi pakan yang rendah gizi. Pada udang betina dewasa, setiap akan melakukan aktivitas seksual biasanya berganting kulit (premating moult) 2.3 Konsep Usaha Kecil dan Menengah 2.3.1 Definisi Usaha Kecil Dan Menengah Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil dikatakan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial dengan kriteria sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,(satu milyar rupiah); b. milik Warga Negara Indonesia; c. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; d. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Batasan mengenai skala usaha menurut BPS, yaitu berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja, yaitu : a. Usaha skala mikro memiliki tenaga kerja 1 – 4 orang; b. Usaha skala kecil memiliki tenaga kerja 5 – 19 orang; c. Usaha skala menengah memiliki tenaga kerja 20 – 99 orang; d. Usaha skala besar memiliki tenaga kerja 100 orang ke atas. (Sumber RIP-UKM/IKM_Buku I, 2002) 8 2.3.2 Bidang Atau Jenis Usaha Kecil Dalam Keppres No 127 Tahun 2001 menyebutkan jenis-jenis usaha yang tergolong pada usaha kecil dan usaha menengah. Berikut jenis-jenis usaha tersebut: 1. Sektor Pertanian Peternakan Ayam Buras 2. Sektor Kelautan Dan Perikanan a. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dan 30 GT/90 PK dilakukan di perairan sampai dengan 12 mil laut. b. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan di air tawar, air payau dan laut. c. Penangkapan Ikan Hias Air Tawar. 3. Sektor Kehutanan a. Pengusahaan peternakan Lebah Madu; b. Pengusahaan Hutan Tanaman Aren, Sagu, Rotan, Kemiri, Bambu dan Kayu Manis c. Pengusahaan Sarang Burung Walet di alam d. Pengusahaan Hutan Rakyat Asam (pemungutan dan pengolahan biji asam) e. Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Arang f. Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Getah-getahan g. Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Bahan-bahan Minyak Atsiri (minyak pinus/terpentin minyak lawang, minyak tengkawang, minyak kayu puti, minyak kenanga, minyak akar wangi, dan lain-lain). 4. Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral Pertambangan Rakyat 5. Sektor Usaha Dan Perdagangan a. Usaha makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan,pengasapan, pengeningan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional. 9 b. Usaha penyempurnaan benang dan serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digerakkan tangan. c. Usaha tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah dan sejenisnya. d. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan: 1) Bahan bangunan/rumah tangga: Bambu, Nipah, Sirap, Anang, Sabut. 2) Bahan usaha : Getah-getahan, Kulit kayu, Sutera alam, Gambir. e. Usaha perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan. f. Usaha perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop. g. Usaha barang dan tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak. h. Usaha jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal di bawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis. i. Usaha kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi. j. Perdagangan dengan skala kecil dan usaha informal. 6. Sektor Perhubungan Angkutan pedesaan darat dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan dengan menggunakan kapal 30 GT. 7. Sektor Telekomunikasi Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung internet dan instalasi kabel ke rumah dan gedung. 10 8. Sektor Kesehatan Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian: 1) Praktek perorangan tenaga kesehatan. 2) Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan. 3) Sarana pelayanan kesehatan dasar. 4) Pusat/Balai/Stasiun penelitian kesehatan. 5) Apotik, praktik profesi Apoteker. 6) Rumah bersalin. 7) Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijat refleksi, panti pijat tradisional). 8) Jasa perdagangan obat dan makanan: a) Toko Obat; b) Retailer Obat Tradisional, Jamu gendong, Kios/toko jamu; c) Kolektor/pengumpul simplisia. 2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Usaha Kecil Pengkajian terhadap keterbatasan usaha kecil menyebabkan tumbuhnya pandangan-pandangan tentang usaha kecil. Pandanganpandangan tersebut umumnya berusaha menelusuri kemungkinankemungkinan kekuatan usaha kecil dibandingkan kelompok usaha lainnya, terutama kelompok usaha besar. Sebagian ahli menyatakan terdapat sepuluh kekuatan yang favourable bagi perusahaan usaha kecil. Jika ditinjau lebih lanjut, maka karakteristik tersebut merupakan syarat tercapainya keberhasilan perusahan usaha kecil, tetapi tidak merupakan jaminan kepastian tercapainya keberhasilan itu sendiri. Berikut adalah kesepuluh faktor kekuatan yang dimiliki oleh usaha kecil : a. Hubungan dengan aspek fisik dan aspek engineering.Faktor ini ditandai dengan adanya keselarasan hubungan antara aspek fisik dan aspek teknik dalam proses produksi pembuatan produk. Keselarasan ini mengakibatkan produk-produk tertentu hanya akan menguntungkan jika dibuat oleh usaha kecil. 11 b. Produk yang memerlukan tingkat keterampilan dan ketelitian yang tinggi .Faktor dominan dalam hal ini adalah tingkat keterampilan tenaga kerja yang tinggi. Adanya faktor ini, suatu produk menjadi bersifat favourable bagi usaha kecil. Sebab, syarat dibutuhkannya tenaga kerja dengan keterampilan yang demikian sangat sulit untuk didapatkan. Pada akhirnya akan mengurangi adanya persaingan. c. Produk massal komponen-komponen khusus atau produk akhir yang bersifat khusus. Faktor ini ditandai dengan sifat massal produksi dan kekhususan produk yang dibuat. Produksi massal yang dilakukan terkait dengan persyaratan spesifikasi produk yang tinggi. Sehingga hal ini akan membatasi arahan penggunaan sumber-sumber hanya pada kepentingan pencapaian target produksi. Sifat kekhususan produk membatasi aspek penggunaan produk, sehingga membatasi pula dimensi konsumen pemakai produk. d. Produk yang dibuat dalam jumlah kecil. e. Produk-produk yang dipengaruhi oleh lokasi dan ongkos transportasi. Faktor ini ditandai oleh pengaruh lokasi dan ongkos transportasi. Skala pabrik cenderung dibatasi untuk produk-produk dengan ongkos transportasi yang tinggi dan untuk produk-produk dengan sumber-sumber bahan baku yang tersebar dan sulit untuk dipindahkan karena sifat bahan baku itu sendiri. f. Produk dengan desain khusus atau produk yang memerlukan inovasi tinggi. Desain yang khusus biasanya merupakan pesanan dari konsumen-konsumen tertentu. Terbatasnya konsumen menyebabkan terbatasnya potensi pasar dari kelompok produk ini. g. Hubungan yang dekat antara personil-personil dalam usaha kecil. Hubungan yang lebih dekat antara pekerja dengan pimpinan, maupun antara pekerja sendiri menyebabkan tercapainya produktivitas yang tinggi serta langkanya pemutusan hubungan kerja pada usaha kecil. Sering kali hubungan antara pimpinan 12 dengan pekerja pada usaha kecil lebih erat, sehingga kerja samanya lebih efektif. h. Fleksibilitas operasi dan ongkos tak langsung yang rendah. Ongkos tak langsung bisa menjadi sangat rendah pada usaha kecil, karena sederhananya prosedur operasi dan birokrasi. i. Pelayanan yang lebih baik Adanya perhatian khusus pada konsumen dan kecepatan pelayanan yang lebih tinggi pada beberapa jenis usaha kecil, menyebabkan usaha kecil dan menengah sering lebih unggul. Perhatian perusahaan dapat dipusatkan pada pesanan yang penting ataupun pada kesempatan yang menarik, tidak seperti pada usaha besar. j. Respon yang cepat terhadap perkembangan Pola permintaan yang dinamis dan sering bergejolak, merupakan faktor yang menguntungkan bagi usaha kecil dan menengah. Kecepatan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya pada usaha kecil memungkingkan respon terhadap perubahan yang terjadi. Selain itu, kedekatan usaha kecil terhadap konsumen juga menyebabkan usaha kecil menjadi peka terhadap perubahan dan mampu merasakan adanya kesempatan. Enam faktor pertama tersebut terkait dengan karakteristik produk usaha kecil, sedangkan empat faktor selanjutnya adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi dinamis usaha kecil yang terkait dengan pengelolaan organisasi perusahaan. Sepuluh kekuatan yang cocok bagi usaha kecil, komposisinya tidak selalu tetap, selalu berubah dengan kondisi lingkungannya. Disamping terdapatnya faktor-faktor kekuatan yang cocok bagi perusahaan/ usaha kecil dan menengah, maka kelompok ini juga memiliki beberapa faktor kelemahan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh para pegusaha kecil dan menengah dalam menghadapi persaingan dengan pengusaha besar antara lain dikarenakan oleh: 13 a. Keterbatasan wawasan bisnis serta pengetahuan para pengusaha kecil dan menengah tentang tata cara mengelola usaha dengan baik. b. Keterbatasan pengetahuan mengenai jaring-jaring pemasaran yang ada. c. Para pengusaha kecil dan menengah mengalami kesulitan untuk memperoleh akses ke pasar, karena volume pasar yang besar umumnya diikuti dengan syarat-syarat tertentu: mutu, ketepatan pengiriman, pelayanan, dan lain-lain. d. Keterbatasan pengetahuan yang menyangkut manajemen produksi, termasuk desain, product development, teknologi produksi dan sebagainya. e. Keterbatasan modal, baik modal investasi maupun modal kerja. Karena berbagai kelemahan ini, kerjasama antara usaha besar dan usaha kecil dan menegah sering kali mengalami hambatan, terutama dalam hal yang terkait dengan persyaratan-persayaratan dari usaha besar yang sering kali tidak dapat terpenuhi oleh usaha kecil dan menengah. (Sumber RIP-UKM/IKM_Buku I, 2002) 2.4 Konsep Biaya 2.4.1 Pengertian Biaya Dalam (Horngren dkk,2003) mendefinisikan biaya sebagai sumber daya yang harus dikorbankan atau dilepaskan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Biaya biasanya diukur dalam jumlah uang yang harus dibayarkan untuk mendapatkan suatu produk ataupun jasa. Menurut Hansen dan Mowen (1999) biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. 2.4.2 Klasifikasi Biaya Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan pola perilakunya menjadi dua,yaitu biaya variabel dan biaya tetap (Horngren,2006). Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional mengikuti tingkat 14 aktivitas atau volume. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah sekalipun terjadi perubahan pada tingkat aktivitas atau volume. Sedangkan menurut Mulyadi (1991) biaya dapat menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Biaya Tetap Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu. Biaya tetap per satuan berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan. Biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu. Besar biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, tekhnologi dan metode serta strategi manajemen. Contoh biaya tetap diantaranya; depresiasi, bunga, gaji, sewa. 2. Biaya Variabel Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya variabel per unit konstan (tetap, semakin besar volume kegiatan semakin besar pula biaya totalnya, sebaliknya semakin kecil biaya volume kegiatan, semakin kecil pula biaya totalnya). Biaya bahan baku merupakan contoh biaya variabel yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi. Ada jenis biaya variabel yang perilakunya bertingkat (step like behavior) yang 2.5 Konsep Analisis Biaya-Volume-Laba Analisis biaya-volume-laba merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Analisis ini menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual dan harga. Ada beberapa isu yang disinggung dalam analisis biaya-volume-laba diantaranya adalah jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas dan dampak kenaikan harga terhadap titik impas. 2.6 Konsep Titik Impas 2.6.1 Pengertian Titik Impas Titk impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya (Hansen dan Mowen,1999). Sedangkan dalam Horngren dkk 15 (2006), definisi titik impas adalah jumlah output yang terjual dalam jumlah pendapatan sama dengan total biaya, dimana jumlah laba operasi adalah nol. Dalam jurnal internasional Cost-Volume-Profit Analysis Incorporating The Cost of Capital yang ditulis oleh Robert Kee (2007) mendefinisikan titik impas adalah volume penjualan dimana pendapatan sama dengan jumlah beban biaya sehingga tidak terdapat laba maupun rugi. Menurut Samryn (2001) titik impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau titik dimana total margin kontribusi sama dengan total biaya tetap. 2.6.2 Pendekatan dalam Penentuan Titik Impas Dalam Hansen dan Mowen (1999) terdapat dua pendekatan dalam menentukan nilai titik impas yaitu titik impas dalam unit dan titik impas dalam dolar penjualan. Titik impas dalam unit dapat diartikan jumlah atau kuantitas unit yang diproduksi untuk mencapai laba normal. Sedangkan titik impas dalam dolar penjualan dapat diartikan konversi dari ukuran unit yang dijual menjadi ukuran pendapatan penjualan untuk menghasilkan laba normal. Ada beberapa asumsi dalam analisis break even yang tercermin dalam anggaran perusahaan masa yang akan datang. Menurut Henry Simamora (1999) asumsi-asumsi penting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Seluruh jenis biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap atau biaya variabel. Apabila ada biaya campuran, maka biaya tersebut harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. b. Fungsi biaya total terbentuk garis lurus. Sudah pasti asumsi ini menganggap hanya benar apabila perusahaan berproduksi dalam kisar relevan (relevant range). c. Fungsi pendapatan total juga berbentuk garis lurus. Garis ini diharapkan bahwa harga jual per unit adalah konstan untuk seluruh volume penjualan yang mungkin. 16 d. Analisis terbatas pada satu jenis produk. Apabila perusahaan menjual lebih dari satu produk maka dianggap bahwa kombinasi penjualan adalah konstan. e. Persediaan awal sama dengan persediaan akhir. Asumsi ini berarti bahwa seluruh pengeluaran ditahun tertentu untuk memperoleh atau memproduksi barang dilaporkan sebagai biaya yang ditandingkan dengan pendapatan di laporan rugi-laba tahun tersebut. 2.7 Konsep Pengambilan Keputusan Taktis 2.7.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Taktis Dalam Hansen dan Mowen (1999) pengambilan keputusan taktis terdiri dari pemilihan di antara berbagai alternatif dengan hasil yang langsung atau terbatas yang dapat terlihat. Beberapa keputusan taktis cenderung bersifat jangka pendek namun tidak jarang mengandung konsekuensi jangka panjang. Keputusan taktis merupakan sebagian kecil dari keseluruhan strategi dalam meraih keunggulan biaya. Sehingga keputusan taktis seringkali berupa tindakan berskala kecil yang bermanfaat untuk tujuan jangka panjang. 2.7.2 Model Pengambilan Keputusan Taktis Model keputusan seperti yang dipaparkan dalam Hansen dan Mowen (1999) didefinisikan sebagai serangkaian prosedur yang jika diikuti akan membawa kepada suatu keputusan. Terdapat enam langkah yang menggambarkan proses pengambilan keputusan sederhana yang direkomendasikan yaitu : 1. Kenali dan tetapkan masalah. 2. Identifikasi setiap alternatif sebagai solusi yang layak atas masalah tersebut; eliminasi alternatif yang secara nyata tidak layak. 3. Identifikasi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif yang layak. Klasifikasikanlah biaya dan manfaat sebagai relevan atau tidak relevan serta eliminasilah biaya dan manfaat yang tidak relevan dari pertimbangan. 4. Hitung total biaya dan manfaat relevan masing-masing alternatif. 17 5. Penilaian faktor-faktor kualitatif. 6. Menetapkan alternatif yang menawarkan mafaat terbesar. 2.7.3 Definisi Biaya Relevan Dalam Hansen dan Mowen (1999) biaya relevan merupakan biaya masa depan yang berbeda pada masing-masing alternatif. Karena hanya biaya masa depan yang relevan maka semua keputusan berhubungan dengan masa depan. Namun, untuk menjadi relevan tidak semua biaya harus merupakan biaya masa depan, tetapi juga harus berbeda dari satu alternatif terhadap alternatif lain. 2.7.4 Relevansi, Perilaku Biaya dan Model Penggunaan Sumber Daya Aktivitas Sebagian besar keputusan taktis membutuhkan analisis yang rumit. Ketika terjadi perubahan permintaan dan penawaran sumber daya aktivitas harus dipertimbangkan ketika menilai relevansi. Menurut Hansen dan Mowen (1999) terdapat tiga kategori model penggunaan sumber daya aktivitas : a. Sumber daya yang diperoleh karena digunakan dan diperlukan b. Sumber daya yang diperoleh di muka ( jangka pendek ) c. Sumber daya yang diperoleh di muka (kapasitas pelayanan multiperiode ) 2.7.5 Aplikasi Biaya Relevan Dalam Hansen dan Mowen (1999) terdapat beberapa aplikasi yang diterapkan berdasarkan biaya relevan, yaitu : a. Keputusan membuat atau membeli. b. Keputusan meneruskan atau menghentikan. c. Meneruskan atau menghentikan dengan berbagai dampak komplementer. d. Meneruskan atau menghentikan dengan penggunaan alternatif fasilitas. e. Keputusan pesanan khusus. f. Keputusan menjual atau memproses lebih lanjut. 18 2.8 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang terkait dan mendukung penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita Wulandari (2006). Penelitian Yunita Wulandari (2006) menganalisis biaya,volume dan laba pada salah satu hotel di Yogyakarta, yaitu Quality Hotel. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui besarnya titik impas operasional kamar hotel pada tahun 2003 hingga 2005, mengetahui jumlah volume penjualan kamar hotel pada tingkat laba yang direncanakan dan untuk mengetahui berapa tingkat margin of safety pada tahun yang dijadikan obyek penelitian. Pada tahap pertama penelitiannya, data dianalisis menggunakan bantuan software Microsoft Excel 2003 untuk melakukan pemisahan biaya semi variabel manjadi biaya variabel atau biaya tetap. Setelah itu data dianalisis menggunakan analisis titik impas dan analisis Margin of safety. Analisis titik impas digunakan untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume penjualan. Sedangkan analisis Margin of Safety (tingkat keamanan) menguraikan tentang perencanaan penjualan agar dapat terhindar dari risiko kerugian. Hasil dari penelitian tersebut adalah Quality Hotel Yogyakarta menggunakan metode biaya relevan dalam perencanaan labanya. Metode biaya relevan ini digunakan untuk mengukur berapa tingkat titik impas, volume penjualan dan Margin of safety yang harus dicapai agar tidak mengalami kerugian. Jika pihak manajemen memutuskan untuk merubah harga jual, biaya variabel, dan biaya tetap, maka perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap titik impas.