Analisis biaya-volume-laba sebagai alat

advertisement
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Udang Galah
Menurut Fauzan Ali (2009) spesies Macrobrachium rosenbergii
yang dikenal dengan sebutan udang galah, memiliki tiga bagian tubuh, yaitu
kepala dan dada (cephalothorax), badan yang bersegmen-segmen (abdomen),
serta ekor (uropoda). Cephalothorax dibungkus oleh kulit keras. Di bagian
depan kepala terdapat suatu lempengan karapas yang bergerigi, disebut
rostrum. Pada rostrum bagian atas, terdapat duri 11-13 buah dan di bagian
bawah rostrum 8-4 buah.
Pada bagian cephalothorax terdapat lima pasang kaki jalan. Pada
udang jantan sepasang “kaki jalan kedua” tumbuh panjang dan cukup besar
menyerupai galah. Panjangnya dapat mencapai 1,5 kali panjang badannya.
Pada udang galah betina, kaki tersebut relatif kecil. Kaki renang udang galah
terdapat di bagian bawah abdomen dan berjumlah lima pasang. Selain untuk
berenang, kaki renang pada udang betina juga berfungsi sebagai tempat
menempelkan telur-telur.
2.2 Siklus Hidup Udang Galah
Secara ringkas siklus hidup udang galah meliputi empat tahap,
yaitu masa telur, masa larva, masa pascalarva, dan masa dewasa (Fauzan
Ali,2009). Udang galah betina yang telah matang gonad bermigrasi dari
perairan air tawar ke perairan muara sungai untuk memijah dan merawat telur
hingga menetas.
Telur-telur yang telah dibuahi pada proses pemijahan, disimpan di
ruang yang disebut brood chamber, terletak di bagian ventral abdomen.
Setelah sekitar tiga minggu melewati masa pengeraman, telur-telur tersebut
menetas dan tersebar, lalu berenang bebas. Telur-telur ini awalnya bersifat
planktonik, kemudian menjadi anak udang yang disebut juvenil. Pada fase
larva, perubahan metamorfosis terjadi 11 kali dan berlangsung selama 30-35
hari. Udang galah juvenil dan udang dewasa merupakan hewan perairan tawar
murni, tetapi pada fase larva hidup di air payau.
7
Frekuensi pergantian kulit (moulting) bergantung kepada umur dan
jumlah serta kualitas pakan yang dikonsumsi. Udang muda lebih sering
berganti kulit dibandingkan dengan udang tua. Udang yang mengonsumsi
pakan yang berkualitas lebih baik akan lebih sering berganti kulit
dibandingkan dengan udang yang mengonsumsi pakan yang rendah gizi. Pada
udang betina dewasa, setiap akan melakukan aktivitas seksual biasanya
berganting kulit (premating moult)
2.3 Konsep Usaha Kecil dan Menengah
2.3.1 Definisi Usaha Kecil Dan Menengah
Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang
Usaha Kecil dikatakan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan,
bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan
secara komersial dengan kriteria sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,(satu milyar rupiah);
b. milik Warga Negara Indonesia;
c. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
d. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk
koperasi.
Batasan mengenai skala usaha menurut BPS, yaitu berdasarkan kriteria
jumlah tenaga kerja, yaitu :
a. Usaha skala mikro memiliki tenaga kerja 1 – 4 orang;
b. Usaha skala kecil memiliki tenaga kerja 5 – 19 orang;
c. Usaha skala menengah memiliki tenaga kerja 20 – 99 orang;
d. Usaha skala besar memiliki tenaga kerja 100 orang ke atas.
(Sumber RIP-UKM/IKM_Buku I, 2002)
8
2.3.2
Bidang Atau Jenis Usaha Kecil
Dalam Keppres No 127 Tahun 2001 menyebutkan jenis-jenis
usaha yang tergolong pada usaha kecil dan usaha menengah. Berikut
jenis-jenis usaha tersebut:
1.
Sektor Pertanian
Peternakan Ayam Buras
2.
Sektor Kelautan Dan Perikanan
a. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dan 30
GT/90 PK dilakukan di perairan sampai dengan 12 mil laut.
b. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan
di air tawar, air payau dan laut.
c. Penangkapan Ikan Hias Air Tawar.
3.
Sektor Kehutanan
a.
Pengusahaan peternakan Lebah Madu;
b.
Pengusahaan Hutan Tanaman Aren, Sagu, Rotan, Kemiri,
Bambu dan Kayu Manis
c.
Pengusahaan Sarang Burung Walet di alam
d.
Pengusahaan
Hutan
Rakyat
Asam
(pemungutan
dan
pengolahan biji asam)
e.
Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Arang
f.
Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Getah-getahan
g.
Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Bahan-bahan Minyak
Atsiri (minyak pinus/terpentin minyak lawang, minyak
tengkawang, minyak kayu puti, minyak kenanga, minyak akar
wangi, dan lain-lain).
4.
Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral
Pertambangan Rakyat
5.
Sektor Usaha Dan Perdagangan
a. Usaha makanan dan minuman olahan yang melakukan
pengawetan
dengan
proses
pengasinan,
penggaraman,
pemanisan,pengasapan, pengeningan, perebusan, penggorengan
dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.
9
b. Usaha penyempurnaan benang dan serat alam maupun serat
buatan
menjadi
benang
bermotif/celup,
ikat
dengan
menggunakan alat yang digerakkan tangan.
c. Usaha tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan,
pembatikan dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan
dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk
batik, peci, kopiah dan sejenisnya.
d. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan:
1) Bahan bangunan/rumah tangga: Bambu, Nipah, Sirap,
Anang, Sabut.
2) Bahan usaha : Getah-getahan, Kulit kayu, Sutera alam,
Gambir.
e. Usaha perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi
mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.
f. Usaha perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk
persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan
pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.
g. Usaha barang dan tanah liat baik yang diglasir maupun yang
tidak.
h. Usaha jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif,
kapal di bawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga
yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.
i. Usaha kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya
daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah
maupun imitasi.
j. Perdagangan dengan skala kecil dan usaha informal.
6.
Sektor Perhubungan
Angkutan pedesaan darat dan angkutan sungai, danau dan
penyeberangan dengan menggunakan kapal 30 GT.
7.
Sektor Telekomunikasi
Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung
internet dan instalasi kabel ke rumah dan gedung.
10
8.
Sektor Kesehatan
Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian:
1) Praktek perorangan tenaga kesehatan.
2) Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan.
3) Sarana pelayanan kesehatan dasar.
4) Pusat/Balai/Stasiun penelitian kesehatan.
5) Apotik, praktik profesi Apoteker.
6) Rumah bersalin.
7) Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijat refleksi,
panti pijat tradisional).
8) Jasa perdagangan obat dan makanan:
a) Toko Obat;
b) Retailer Obat Tradisional, Jamu gendong, Kios/toko jamu;
c) Kolektor/pengumpul simplisia.
2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Usaha Kecil
Pengkajian terhadap keterbatasan usaha kecil menyebabkan
tumbuhnya pandangan-pandangan tentang usaha kecil. Pandanganpandangan tersebut umumnya berusaha menelusuri kemungkinankemungkinan kekuatan usaha kecil dibandingkan kelompok usaha
lainnya, terutama kelompok usaha besar. Sebagian ahli menyatakan
terdapat sepuluh kekuatan yang favourable bagi perusahaan usaha
kecil.
Jika ditinjau lebih lanjut, maka karakteristik tersebut
merupakan syarat tercapainya keberhasilan perusahan usaha kecil,
tetapi tidak merupakan jaminan kepastian tercapainya keberhasilan itu
sendiri. Berikut adalah kesepuluh faktor kekuatan yang dimiliki oleh
usaha kecil :
a. Hubungan dengan aspek fisik dan aspek engineering.Faktor ini
ditandai dengan adanya keselarasan hubungan antara aspek fisik
dan aspek teknik dalam proses produksi pembuatan produk.
Keselarasan ini mengakibatkan produk-produk tertentu hanya akan
menguntungkan jika dibuat oleh usaha kecil.
11
b. Produk yang memerlukan tingkat keterampilan dan ketelitian yang
tinggi .Faktor dominan dalam hal ini adalah tingkat keterampilan
tenaga kerja yang tinggi. Adanya faktor ini, suatu produk menjadi
bersifat favourable bagi usaha kecil. Sebab, syarat dibutuhkannya
tenaga kerja dengan keterampilan yang demikian sangat sulit
untuk didapatkan. Pada akhirnya akan mengurangi adanya
persaingan.
c. Produk massal komponen-komponen khusus atau produk akhir
yang bersifat khusus. Faktor ini ditandai dengan sifat massal
produksi dan kekhususan produk yang dibuat. Produksi massal
yang dilakukan terkait dengan persyaratan spesifikasi produk yang
tinggi.
Sehingga hal ini akan membatasi arahan penggunaan
sumber-sumber hanya pada kepentingan pencapaian target
produksi. Sifat kekhususan produk membatasi aspek penggunaan
produk, sehingga membatasi pula dimensi konsumen pemakai
produk.
d. Produk yang dibuat dalam jumlah kecil.
e. Produk-produk yang dipengaruhi oleh lokasi dan ongkos
transportasi. Faktor ini ditandai oleh pengaruh lokasi dan ongkos
transportasi. Skala pabrik cenderung dibatasi untuk produk-produk
dengan ongkos transportasi yang tinggi dan untuk produk-produk
dengan sumber-sumber bahan baku yang tersebar dan sulit untuk
dipindahkan karena sifat bahan baku itu sendiri.
f. Produk dengan desain khusus atau produk yang memerlukan
inovasi tinggi. Desain yang khusus biasanya merupakan pesanan
dari
konsumen-konsumen
tertentu.
Terbatasnya
konsumen
menyebabkan terbatasnya potensi pasar dari kelompok produk ini.
g. Hubungan yang dekat antara personil-personil dalam usaha kecil.
Hubungan yang lebih dekat antara pekerja dengan pimpinan,
maupun
antara
pekerja
sendiri
menyebabkan
tercapainya
produktivitas yang tinggi serta langkanya pemutusan hubungan
kerja pada usaha kecil. Sering kali hubungan antara pimpinan
12
dengan pekerja pada usaha kecil lebih erat, sehingga kerja
samanya lebih efektif.
h. Fleksibilitas operasi dan ongkos tak langsung yang rendah. Ongkos
tak langsung bisa menjadi sangat rendah pada usaha kecil, karena
sederhananya prosedur operasi dan birokrasi.
i. Pelayanan yang lebih baik
Adanya perhatian khusus pada konsumen dan kecepatan pelayanan
yang lebih tinggi pada beberapa jenis usaha kecil, menyebabkan
usaha kecil dan menengah sering lebih unggul. Perhatian
perusahaan dapat dipusatkan pada pesanan yang penting ataupun
pada kesempatan yang menarik, tidak seperti pada usaha besar.
j. Respon yang cepat terhadap perkembangan
Pola permintaan yang dinamis dan sering bergejolak, merupakan
faktor yang menguntungkan bagi usaha kecil dan menengah.
Kecepatan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya pada
usaha kecil memungkingkan respon terhadap perubahan yang
terjadi. Selain itu, kedekatan usaha kecil terhadap konsumen juga
menyebabkan usaha kecil menjadi peka terhadap perubahan dan
mampu merasakan adanya kesempatan.
Enam faktor pertama tersebut terkait dengan karakteristik
produk usaha kecil,
sedangkan empat faktor selanjutnya adalah
faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi dinamis usaha kecil
yang terkait dengan pengelolaan organisasi perusahaan. Sepuluh
kekuatan yang cocok bagi usaha kecil, komposisinya tidak selalu
tetap, selalu berubah dengan kondisi lingkungannya.
Disamping terdapatnya faktor-faktor kekuatan yang cocok
bagi perusahaan/ usaha kecil dan menengah, maka kelompok ini juga
memiliki beberapa faktor kelemahan. Dari hasil pengamatan,
ditemukan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh para pegusaha kecil
dan menengah dalam menghadapi persaingan dengan pengusaha besar
antara lain dikarenakan oleh:
13
a. Keterbatasan wawasan bisnis serta pengetahuan para pengusaha
kecil dan menengah tentang tata cara mengelola usaha dengan baik.
b. Keterbatasan pengetahuan mengenai jaring-jaring pemasaran yang
ada.
c. Para pengusaha kecil dan menengah mengalami kesulitan untuk
memperoleh akses ke pasar, karena volume pasar yang besar
umumnya diikuti dengan syarat-syarat tertentu: mutu, ketepatan
pengiriman, pelayanan, dan lain-lain.
d. Keterbatasan pengetahuan yang menyangkut manajemen produksi,
termasuk desain, product development, teknologi produksi dan
sebagainya.
e. Keterbatasan modal, baik modal investasi maupun modal kerja.
Karena berbagai kelemahan ini, kerjasama antara usaha
besar dan usaha kecil dan menegah sering kali mengalami hambatan,
terutama dalam hal yang terkait dengan persyaratan-persayaratan dari
usaha besar yang sering kali tidak dapat terpenuhi oleh usaha kecil
dan menengah.
(Sumber RIP-UKM/IKM_Buku I, 2002)
2.4 Konsep Biaya
2.4.1 Pengertian Biaya
Dalam (Horngren dkk,2003) mendefinisikan biaya sebagai
sumber daya yang harus dikorbankan atau dilepaskan untuk pencapaian
suatu tujuan tertentu. Biaya biasanya diukur dalam jumlah uang yang
harus dibayarkan untuk mendapatkan suatu produk ataupun jasa. Menurut
Hansen dan Mowen (1999) biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan
memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi.
2.4.2
Klasifikasi Biaya
Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan pola perilakunya
menjadi dua,yaitu biaya variabel dan biaya tetap (Horngren,2006). Biaya
variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional mengikuti tingkat
14
aktivitas atau volume. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak
berubah sekalipun terjadi perubahan pada tingkat aktivitas atau volume.
Sedangkan menurut Mulyadi (1991) biaya dapat menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Biaya Tetap
Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume
kegiatan tertentu. Biaya tetap per satuan berubah dengan adanya
perubahan volume kegiatan. Biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan
biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada
tingkat kapasitas tertentu. Besar biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi
perusahaan jangka panjang, tekhnologi dan metode serta strategi
manajemen. Contoh biaya tetap diantaranya; depresiasi, bunga, gaji, sewa.
2. Biaya Variabel
Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Biaya variabel per unit konstan (tetap, semakin besar
volume kegiatan semakin besar pula biaya totalnya, sebaliknya semakin
kecil biaya volume kegiatan, semakin kecil pula biaya totalnya). Biaya
bahan baku merupakan contoh biaya variabel yang berubah sebanding
dengan perubahan volume produksi. Ada jenis biaya variabel yang
perilakunya bertingkat (step like behavior) yang
2.5 Konsep Analisis Biaya-Volume-Laba
Analisis biaya-volume-laba merupakan suatu alat yang sangat
berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Analisis ini
menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual dan harga. Ada
beberapa isu yang disinggung dalam analisis biaya-volume-laba diantaranya
adalah jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, dampak
pengurangan biaya tetap terhadap titik impas dan dampak kenaikan harga
terhadap titik impas.
2.6 Konsep Titik Impas
2.6.1 Pengertian Titik Impas
Titk impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan
total biaya (Hansen dan Mowen,1999). Sedangkan dalam Horngren dkk
15
(2006), definisi titik impas adalah jumlah output yang terjual dalam
jumlah pendapatan sama dengan total biaya, dimana jumlah laba operasi
adalah nol.
Dalam jurnal internasional Cost-Volume-Profit Analysis
Incorporating The Cost of Capital yang ditulis oleh Robert Kee (2007)
mendefinisikan titik impas adalah volume penjualan dimana pendapatan
sama dengan jumlah beban biaya sehingga tidak terdapat laba maupun
rugi. Menurut Samryn (2001) titik impas adalah titik dimana total
pendapatan sama dengan total biaya atau titik dimana total margin
kontribusi sama dengan total biaya tetap.
2.6.2 Pendekatan dalam Penentuan Titik Impas
Dalam Hansen dan Mowen (1999) terdapat dua pendekatan
dalam menentukan nilai titik impas yaitu titik impas dalam unit dan titik
impas dalam dolar penjualan. Titik impas dalam unit dapat diartikan
jumlah atau kuantitas unit yang diproduksi untuk mencapai laba normal.
Sedangkan titik impas dalam dolar penjualan dapat diartikan konversi
dari ukuran unit yang dijual menjadi ukuran pendapatan penjualan untuk
menghasilkan laba normal.
Ada beberapa asumsi dalam analisis break even yang tercermin
dalam anggaran perusahaan masa yang akan datang. Menurut Henry
Simamora (1999) asumsi-asumsi penting tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Seluruh jenis biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap atau
biaya variabel. Apabila ada biaya campuran, maka biaya tersebut
harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
b. Fungsi biaya total terbentuk garis lurus. Sudah pasti asumsi ini
menganggap hanya benar apabila perusahaan berproduksi dalam
kisar relevan (relevant range).
c. Fungsi pendapatan total juga berbentuk garis lurus. Garis ini
diharapkan bahwa harga jual per unit adalah konstan untuk seluruh
volume penjualan yang mungkin.
16
d. Analisis terbatas pada satu jenis produk. Apabila perusahaan menjual
lebih dari satu produk maka dianggap bahwa kombinasi penjualan
adalah konstan.
e. Persediaan awal sama dengan persediaan akhir. Asumsi ini berarti
bahwa seluruh pengeluaran ditahun tertentu untuk memperoleh atau
memproduksi barang dilaporkan sebagai biaya yang ditandingkan
dengan pendapatan di laporan rugi-laba tahun tersebut.
2.7 Konsep Pengambilan Keputusan Taktis
2.7.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Taktis
Dalam Hansen dan Mowen (1999) pengambilan keputusan
taktis terdiri dari pemilihan di antara berbagai alternatif dengan hasil
yang langsung atau terbatas yang dapat terlihat. Beberapa keputusan
taktis cenderung bersifat jangka pendek namun tidak jarang
mengandung konsekuensi jangka panjang. Keputusan taktis merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan strategi dalam meraih keunggulan
biaya. Sehingga keputusan taktis seringkali berupa tindakan berskala
kecil yang bermanfaat untuk tujuan jangka panjang.
2.7.2 Model Pengambilan Keputusan Taktis
Model keputusan seperti yang dipaparkan dalam Hansen dan
Mowen (1999) didefinisikan sebagai serangkaian prosedur yang jika
diikuti akan membawa kepada suatu keputusan. Terdapat enam langkah
yang menggambarkan proses pengambilan keputusan sederhana yang
direkomendasikan yaitu :
1. Kenali dan tetapkan masalah.
2. Identifikasi setiap alternatif sebagai solusi yang layak atas masalah
tersebut; eliminasi alternatif yang secara nyata tidak layak.
3. Identifikasi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap
alternatif yang layak. Klasifikasikanlah biaya dan manfaat sebagai
relevan atau tidak relevan serta eliminasilah biaya dan manfaat
yang tidak relevan dari pertimbangan.
4. Hitung total biaya dan manfaat relevan masing-masing alternatif.
17
5. Penilaian faktor-faktor kualitatif.
6. Menetapkan alternatif yang menawarkan mafaat terbesar.
2.7.3 Definisi Biaya Relevan
Dalam Hansen dan Mowen (1999) biaya relevan merupakan
biaya masa depan yang berbeda pada masing-masing alternatif. Karena
hanya biaya masa depan yang relevan maka semua keputusan
berhubungan dengan masa depan. Namun, untuk menjadi relevan tidak
semua biaya harus merupakan biaya masa depan, tetapi juga harus
berbeda dari satu alternatif terhadap alternatif lain.
2.7.4 Relevansi, Perilaku Biaya dan Model Penggunaan Sumber Daya
Aktivitas
Sebagian besar keputusan taktis membutuhkan analisis yang
rumit. Ketika terjadi perubahan permintaan dan penawaran sumber daya
aktivitas harus dipertimbangkan ketika menilai relevansi. Menurut
Hansen dan Mowen (1999) terdapat tiga kategori model penggunaan
sumber daya aktivitas :
a.
Sumber daya yang diperoleh karena digunakan dan diperlukan
b.
Sumber daya yang diperoleh di muka ( jangka pendek )
c.
Sumber daya yang diperoleh di muka (kapasitas pelayanan
multiperiode )
2.7.5 Aplikasi Biaya Relevan
Dalam Hansen dan Mowen (1999) terdapat beberapa aplikasi
yang diterapkan berdasarkan biaya relevan, yaitu :
a.
Keputusan membuat atau membeli.
b.
Keputusan meneruskan atau menghentikan.
c.
Meneruskan atau menghentikan dengan berbagai dampak
komplementer.
d.
Meneruskan atau menghentikan dengan penggunaan alternatif
fasilitas.
e.
Keputusan pesanan khusus.
f.
Keputusan menjual atau memproses lebih lanjut.
18
2.8 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang terkait dan mendukung penelitian ini
adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita Wulandari (2006).
Penelitian Yunita Wulandari (2006) menganalisis biaya,volume dan laba pada
salah satu hotel di Yogyakarta, yaitu Quality Hotel. Tujuan dari penelitiannya
adalah untuk mengetahui besarnya titik impas operasional kamar hotel pada
tahun 2003 hingga 2005, mengetahui jumlah volume penjualan kamar hotel
pada tingkat laba yang direncanakan dan untuk mengetahui berapa tingkat
margin of safety pada tahun yang dijadikan obyek penelitian.
Pada tahap pertama penelitiannya, data dianalisis menggunakan
bantuan software Microsoft Excel 2003 untuk melakukan pemisahan biaya
semi variabel manjadi biaya variabel atau biaya tetap. Setelah itu data
dianalisis menggunakan analisis titik impas dan analisis Margin of safety.
Analisis titik impas digunakan untuk mempelajari hubungan antara biaya
tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume penjualan. Sedangkan analisis
Margin of Safety (tingkat keamanan) menguraikan tentang perencanaan
penjualan agar dapat terhindar dari risiko kerugian.
Hasil dari penelitian tersebut adalah Quality Hotel Yogyakarta
menggunakan metode biaya relevan dalam perencanaan labanya. Metode
biaya relevan ini digunakan untuk mengukur berapa tingkat titik impas,
volume penjualan dan Margin of safety yang harus dicapai agar tidak
mengalami kerugian. Jika pihak manajemen memutuskan untuk merubah
harga jual, biaya variabel, dan biaya tetap, maka perubahan tersebut akan
berpengaruh terhadap titik impas.
Download