9 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Beberapa

advertisement
9
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, antara
lain penelitian yang dilakukan oleh Deny Utomo (2013) dengan judul Strategi
Pendekatan Supply Chain Management pada Proses Produksi dan Saluran
Distribusi terhadap Agroindustri Mangga (Mangifera indica) di Kabupaten
Probolinggo. Metode penelitian ini menggunakan empat metode, antara lain
Structural Equation Model (SEM), Interpretative Structural Model (ISM),
model analisis harga jual optimal dan model transportasi. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa faktor keberhasilan
supply chain management
(pembinaan SDM, sarana prasarana, teknologi, kelembagaan dan sistem
informasi) pada proses produksi dan saluran distribusi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap agroindustri mangga Arumanis di Kabupaten Probolinggo.
Faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap agroindustri mangga
Arumanis di Kabupaten Probolinggo adalah variabel faktor keberhasilan supply
chain management dengan indikator paling dominan kelembagaan, proses
produksi dengan indikator paling dominan harga dan saluran distribusi dengan
indikator paling dominan trasportasi. Implikasi kebijakan model strategi supply
chain management pada proses produksi dan saluran distribusi terhadap
agroindustri mangga Arumanis di Kabupaten Probolinggo, ada dua yaitu lebih
difokuskan pada perbaikan dan peningkatan kuantitas, kualitas, penanganan
panen, penanganan pasca panen, dan harga jual mangga Arumanis serta lebih
difokuskan pada perbaikan dan peningkatan layanan pengambilan resiko,
penyimpanan, pemilihan pengangkutan/ transportasi, pelayanan sesudah
pembelian, pendanaan dan pembayaran mangga Arumanis
Imtiyaz dan Soni (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis Supply
Chain Jambu Biji Segar (Studi Kasus). Penelitian ini difokuskan pada analisis
rantai pasokan jambu segar dalam rangka untuk mengevaluasi pemasaran
rantai pasokan yang ada (SC1: Produsen - Konsumen, SC2: Produsen Pengecer - Konsumen, SC3: Produsen – Komisi Agen - Pengecer - Konsumen,
SC4: Produsen - Komisi agen - Wholesaler - Pengecer - Konsumen). Studi ini
9
10
mengkaji empat rantai pasokan pemasaran untuk jambu segar dari segi harga
pemasaran bersih produser, laba bersih produsen, biaya pemasaran, loss
pemasaran, efisiensi pemasaran dan saham produsen dalam harga konsumen
untuk
mengidentifikasi
para
kendala
utama
dan
peluang
untuk
mengembangkan kerangka konseptual dan strategi untuk pemasaran sistem
rantai pasokan yang efisien untuk jambu segar.
Penelitian ini menyimpulkan harga kotor pemasaran, harga bersih
pemasaran dan laba bersih produsen yang secara signifikan lebih tinggi untuk
rantai pasokan pemasaran SC1, diikuti oleh SC2, SC3 dan SC4 untuk jambu
biji segar. Harga konsumen untuk jambu segar secara signifikan lebih rendah
dalam rantai pasokan pemasaran SC1 dibandingkan dengan SC2, SC3 dan
SC4. Biaya pemasaran total, total kerugian pemasaran dan Total marjin
pemasaran bersih jambu segar secara signifikan lebih tinggi untuk rantai
pasokan pemasaran SC4 diikuti oleh SC3, SC2 dan SC1. Biaya komisi dan
biaya transportasi adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi biaya
pemasaran. Efisiensi pemasaran dan saham produsen dalam harga konsumen
untuk jambu segar secara signifikan lebih tinggi dalam pasokan pemasaran
rantai SC1 diikuti oleh SC2, SC3 dan SC4. Hasil keseluruhan menunjukkan
bahwa laba bersih produser, efisiensi pemasaran dan produsen saham di harga
konsumen menurun secara signifikan serta biaya pemasaran total, jumlah
pemasaran kerugian dan jumlah pemasaran bersih marjin meningkat secara
signifikan dengan peningkatan jumlah perantara dalam rantai pasokan
pemasaran.
Tarigan et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul Manajemen
Rantai Nilai Jeruk Madu di desa Berus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten
Karo Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola
rantai nilai komoditas buah jeruk di daerah penelitian, untuk mengetahui share
keuntungan yang diperoleh masing-masing rantai nilai, dan untuk menganalisis
manajemen yang diterapkan sepanjang rantai nilai. Variable yang digunakan
dalam penelitian ini adalah karakteristik petani, ilmu usaha tani, pendapatan
petani, struktur rantai nilai, konsep pemasaran, saluran pemasaran dan
11
subsistem agribisnis hulu. Data dikumpulkan kemudian ditabulasi dan
dianalisis dengan metode deskriptif correlations dengan dibantu oleh SPSS.
Metode deskriptif correlations digunakan untuk mengukur variable konsep
pemasaran dan saluran pemasaran. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat
tiga pola rantai nilai komoditas buah jeruk madu di daerah penelitian yaitu
saluran 1 (Petani  Pedagang pengumpul  Pasar  Konsumen), saluran 2
(Petani  Pasar  Pedagang pengecer  Konsumen) dan saluran 3 (Petani 
Pedagang pengumpul  Pedagang pengecer  Luar kota). Share keuntungan
di tiap-tiap saluran berbeda-beda. Semakin panjang pelaku pemasaran semakin
banyak juga biaya-biaya yang bertambah di rantai pemasaran. Manajemen
rantai nilai di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik.
Gunawan
et
al.
(2014)
melakukan
penelitian
dengan
judul
Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sensitivitas harga
jual terhadap permintaan pisang Mas. Penelitian ini juga bertujuan untuk
merancang model rantai pasok pisang Mas dengan cara menggabungkan dua
model rantai pasok pisang Mas sebelumnya menjadi model baru. Model yang
dirancang pada penelitian ini merupakan penggabungan jalur rantai pasok
pisang Mas di Lumajang dan Malang serta penambahan APP Seroja sebagai
distributor. Parameter pengukuran kinerja rantai pasok yaitu pendapatan
penjualan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Hasil analisis menunjukan
bahwa pisang Mas pada petani, kelompok tani, dan perkebunan terserap
seluruhnya oleh pasar. Hasil pengujian sensitivitas perubahan harga jual
terhadap permintaan yaitu permintaan akan berubah seiring peningkatan atau
penurunan harga jual. Peningkatan permintaan dipicu oleh penurunan harga
jual dan sebaliknya. Kebijakan pemilihan model yang paling optimal
ditentukan oleh kepentingan dari setiap pelaku bisnis.
Astuti et al. (2015) melakukan penelitian tentang Kebutuhan dan Struktur
Kelembagaan Rantai Pasok Buah Manggis Studi Kasus Rantai Pasok di
Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
kebutuhan dan struktur kelembagaan pada rantai pasok buah manggis yang
12
baru terbentuk di Kabupaten Bogor pada tahun 2007. Hasil analisis
menunjukan bahwa ketersediaan modal dan ketersediaan teknologi akan saling
mendukung untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia yang berkualitas
dalam rantai pasok yang baru terbentuk di Kabupaten Bogor. Ketersediaan
modal, ketersediaan teknologi, dan sumberdaya manusia yang berkualitas
mempunyai daya gerak yang besar untuk memenuhi kebutuhan lain dalam
rantai pasok tersebut. Hasil analisis struktural kelembagaan menunjukan KBU
Al-Ihsan dan ASPUMA akan menggerakan petani, kelompok tani, pengumpul,
industri, pengolah, pedagang, perusahaan transportasi dan supplier bibit
dengan dukungan dari eksportir, lembaga keuangan, lembaga penelitian, LSM,
pemerintah dan investor. Pembentukan rantai pasok dapat meningkatkan
keunggulan bersaing buah manggis dari Kabupaten Bogor untuk pasar
eksportir karena proses bisnisnya dapat dilakukan dengan lebih efektif dan
efisien. Dalam melakukan proses bisnisnya, seluruh lembaga yang terlibat
dalam rantai pasok buah manggis yang baru terbentuk di Kabupaten Bogor
akan saling terkait satu dengan yang lain.
B. Tinjauan Pustaka
1. Nangka
Artocarpus heterophyllus Lamk., yang dikenal dengan nama nangka
adalah tanaman yang berupa pohon yang bercabang banyak, tingginya
sampai 25m. Daunnya agak kaku semacam kulit, berbentuk lonjong.
Permukaan atasnya lebih licin dan berwarna lebih terang dari pada
permukaan bawahnya. Bunganya tersusun dalam tandan jantan dan betina
yang terdapat pada satu pohon, mengandung madu yang harum baunya. Bau
tersebut mengundang sejenis lalat dan kumbang yang diduga merupakan
serangga penyerbuk. Buahnya bulat sampai lonjong berukuran besar,
permukaanya kasar, berduri. Buah nangka sangat beranekaragam. Di Jawa
dikenal sekurang-kurangnya 20 nama daerah yang digunakan untuk pelbagai
macam, antara lain seperti nangka bubur, nangka salak, nangka pandan,
nangka sukun, nangka kunir dll (Sastrapradja, 1980).
13
Buah nangka untuk disayur biasanya dipanen sewaktu masih muda.
Namun, bila buah akan dimakan segar, sebaiknya dipanen setelah matang
pohon. Hasil buah dapat mencapai 200buah/pohon per tahun. Berat buah
antara 10—50kg per buah , tergantung varietas dan kesuburan lahan.
Pasaran angka yang masih muda (sering disebut gori) di dalam negeri cukup
bagus karena biasa dibuat gudeg. Buah nangka yang matang di ekspor ke
luar negeri (Sunarjono, 2010).
Ditinjau dari segi kegunaanya, sejak masih pentil sampai masak, buah
nagka dapat digunakan untuk berbagai keperluan: sebagai bahan sayuran
sekaligus sebagai buah segar. Buah nangka muda atau di Jawa lazim
dinamakan gori dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan aneka
makanan. Gudeg, salah satu jenis masakan yang sangat terkenal dari
Yogyakarta, bahan dasarnya adalah nangka muda. Berdasarkan tujuan
penggunaanya, buah nangka dapat dipetik pada umur yang berbeda. Untuk
konsumsi sayur, biasanya nangka dipetik pada saat berumur 2-3 bulan
sesudah bunga muncul. Tidak ada tanda khusus lainnya yang digunakan
sebagai patokan umur dipetik nangka sayur (Widyastuti, 1995).
Buah nangka besar mencapai bobot 40 sampai 50 kg, tapi kalau dirataratakan cuma sekitar 15 kg/buah. Berbuah lebah pada musim hujan
(September-Desember), namun dalam jumlah yang terbatas terus berbuah
sepanjang tahun. Jumlah buah /batang antara 5 sampai 50 tergantung pada
musim, umur pohon dan kesuburan tanah. Buahnya membutuhkan waktu 6
sampai 8 bulan dari putik hingga panen. Buah yang maksimal biasanya
diperoleh setelah berumur 10 tahun, mulai berbuah biasanya 6 sampai 8
tahun. Nangka muda laris terjual di pasar-pasar sayuran, boleh dikata telah
merakyar diseantero tanah air. Di Jawa biasanya dicacah untuk diecer dikios
sayur atau dijajakan oleh penjual sampai lorong-lorong perkotaan. Sayur
nangka muda ini di Jawa lebih dikenal sebagai ―Gori‖ atau ―Ketewel‖
(Daud, 1991).
14
2. Supply Chain Management (SCM)
Menurut Christopher (1992) dalam Mentzer et all. (2001) Supply
chain adalah the network of organizations that are involved, through
upstream and downstream linkages, in the different processes and activities
that produce value in the form of products and services delivered to the
ultimate consumer. In other words, a supply chain consists of multiple firms,
both upstream (i.e., supply) and downstream (i.e., distribution), and the
ultimate consumer.
Supply Chain management is aimed at examining and managing
Supply Chain networks. The rationale for this concept is the opportunity
(alternative) for cost savings and better customer service. An important
objective is to improve a corporate’s competitiveness in the global
marketplace in spite of hard competitive forces and promptly changing
customer needs (Langley et all. (2008) dalam James, 2012).
Manajemen Rantai Pasok merupakan pengelolaan terhadap aliran
material dan aliran informasi serta modal yang mengikutinya dari awal
sampai akhir mata rantai bisnis untuk mengoptimalkan pemenuhan
kebutuhan setiap entitas di dalam rantai pasok. Kegiatan-kegiatan yang
tercakup dalam rantai tidak dapat berdiri sendiri karena saling berkaitan satu
dengan lainnya, seperti pengadaan material, pengubahan material menjadi
barang setengah jadi atau barang jadi, distribusi serta penyimpanan apabila
diperlukan (Widodo et al., 2011).
Menurut Indrajit, R.E dan Djokopranoto 2002 dalam Parwati dan
Andrianto (2009) Supply Chain Management adalah pengelolaan berbagai
kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan
transformasi sehingga menjadi produk dalam proses, kemudian menjadi
produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman kepada konsumen melalui
sistim distribusi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pembelian
secar tradisional dan berbagai kegiatan penting lainnya yang berhubungan
dengan supplier dan distributor. Oleh karena itu Supply Chain Management
antara lain meliputi penetapan: pengangkutan, pembayaran secara tunai atau
kredit (proses transfer), supplier , distributor dan pihak yang membantu
transaksi seperti Bank, hutang maupun piutang, pergudangan, pemenuhan
pemesanan, informasi mengenai ramalan permintaan, produksi maupun
pengendalian persediaan. Secara umum Supply Chain Management
15
merupakan suatu sistem tempat perusahaan menyalurkan barang hasil
produksi dan jasanya pada pelangan. Rantai ini jugu merupakan jaringan
dari berbagai bagian yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan sama
yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan dan penyaluran produk.
Manajemen rantai pasokan adalah bisnis yang luas meliputi proses
perencanaan, pelaksanaan dan mengendalikan kegiatan rantai pasokan yang
bertujuan menyediakan barang-barang dan komoditas yang diinginkan
konsumen. Manajemen rantai pasokan meliputi gerakan dan penyimpanan
bahan baku, persediaan barang jadi dari produsen ke konsumen. Manajemen
rantai pasokan dapat dijelaskan sebagai aliran rencana, bahan dan jasa dari
supplier untuk konsumen termasuk kerjasama yang erat antara berbagai
entitas dalam rantai pasokan. Sebuah manajemen rantai pasokan yang
efisien memberikan kontribusi untuk meningkatkan efisiensi dalam
produksi, nilai penambahan, penyimpanan, transportasi dan pemasaran yang
pada
gilirannya
memaksimalkan
profitabilitas
mitra
rantai
dan
meminimalkan biaya untuk konsumen (Imtiyaz dan Soni, 2013).
Tujuan dasar Supply Chain Management adalah untuk mengendalikan
persediaan dengan manajemen material. Persediaan adalah jumlah material
dari supplier yang digunakan untuk memenuhi permintaan pelanggan atau
mendukung proses produksi barang dan jasa. Sasaran dan tujuan dari Supply
Chain Management adalah menyediakan barang dan jasa dengan tingkat
ketersediaan yang tinggi sehingga memenuhi permintaan dari konsumen
(Talumewo et al., 2014).
Konsep SCM menekankan pada penekannya lebih pada bagaimana
perusahaan memenuhi
permintaan konsumen tidak hanya sekedar
menyediakan barang. SCM merupakan proses penciptaan nilai tambah
barang dan jasa yang berfokus pada efisiensi dan efektifitas dari persediaan,
aliran kas dan aliran informasi. Aliran informasi merupakan aliran
terpenting dalam pengelolaan rantai pasokan karena dengan adanya
informasi maka pihak supplier dapat menjamin tersedianya material lebih
tepat waktu, memenuhi permintaan konsumen lebih cepat dengan kuantitas
16
yang tepat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai
pasokan secara keseluruhan (Anatan dan Elitan, 2008).
Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam
aliran yang harus dikelola. Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu
(upstream) ke hilir (downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang
mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga, aliran informasi yang terjadi dari hulu ke
hilir atau sebaliknya.
Terdapat tiga (3) konsep dasar manajemen supplier yang dikatakan
supply chain manajemen rantai supplier (SCM), Supply Chain Management
(SCM) adalah pengawasan bahan, informasi dan keuangan sebagai
pergerakan dalam suatu proses dari supplier ke produsen ke grosir ke
pengecer ke konsumen. Supply Chain Management melibatkan koordinasi
dan mengintegrasikan arus baik di dalam dan di antara perusahaan. Hal ini
mengatakan bahwa tujuan akhir dari sistem manajemen rantai pasokan yang
efektif adalah untuk mengurangi persediaan (dengan asumsi bahwa produk
tersedia jika diperlukan) (Tampubolon, 2014).
Proses aktivitas dalam SCM memiliki 5 (lima) aliran aktivitas utama
yang harus dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna yaitu : 1. Aliran
produk; 2. Aliran Informasi; 3. Aliran Dana; 4. Aliran Pelayanan (service);
dan 5. Aliran Kegiatan atau aktivitas. Aliran tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Aliran produk.
Aliran produk merupakan gambaran aliran produk bersifat searah yang
diawali dari produsen dengan melewati beberapa mata rantai yang pada
akhirnya akan diterima oleh pengguna (end user) / konsumen.
2. Aliran Informasi.
Aliran informasi merupakan gambaran aliran informasi yang dibutuhkan
atau tersedia pada SCM. Terdapat dua jenis aliran informasi yaitu aliran
informasi bersifat searah yaitu dari pedagang pengumpul besar (grosir)
ke pedagang pengumpul antar pulau / kabupaten, pencari dan produsen
(petani), dan aliran informasi dua arah yaitu antara konsumen, pengecer,
17
catering, supermarket, toko buah, pedagang pengecertradisional maupun
pedagang pengumpul besar (grosir).
3. Aliran Dana.
Aliran dana (funds) adalah gambaran aliran uang atau modal yang
berawal dari konsemen sebagai pembeli yang selanjutnya mengalir pada
tiap mata rantai yang pada akhirnya akan sampai pada produsen untuk
digunakan sebagai biaya produksi. Aliran dana ini bersifat searah artinya
dana dihasilkan dari pertukaran dengan produk yang dibeli konsumen
dengan melewati beberapa mata rantai, lalu akhirnya akan diterima oleh
produsen sebagai penukar dari produk yang dihasilkannya. Namun sifat
dari aliran dana ini ada beberapa macam yaitu sebagai dana tunai,
konsinyasi, pinjaman atau pengikat.
4. Aliran Pelayanan.
Aliran pelayanan merupakan gambaran aliran layanan yang dilakukan
tiap mata rantai pasokan atau SCM, aliran ini bersifat searah yang
diawali dari produsen yang melakukan pelayanan baik dana, penyediaan
sarana produksi, alat atau perlengkapan kerja maupun bantuan konsultasi
kepada mata rantai selanjutnya.
5. Aliran kegiatan atau Aktivitas.
Aliran aktivitas merupakan gambaran aktivitas yang dilakukan oleh tiap
mata rantai yang dilakukan terhadap produk. Aliran aktivitas ini juga
bersifat searah yang diawali dari produsen dengan kegiatan yang
dilakukan pada produk yang dihasilkannya yang kemudian dilanjutkan
pada pencari tingkat desa, pengumpul tingkat kecamatan, pedagang
pengumpul kabupaten atau antar pulau dilakukan peningkatan nilai
tambah seperti pemilahan dan pemilihan
sesuai standar, serta
pengemasan sehingga meningkatkan nilai jual produk yang pada
akhirnya akan diterima oleh pengguna akhir (end user) /konsumen dalam
bentuk mutu. Lalu dengan melewati beberapa mata rantai (pencari,
pengumpul), grosir dan pengecer yang pada akhirnya akan diterima oleh
18
pengguna (end user) dalam hal ini konsumen yang melakukan transaksi
pembelian.
(Direktur Budidaya Tanaman Buah Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012).
Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan
sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran
material atau produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar
organisasi seperti ditunjukkan pada Gambar. Sebuah rantai pasokan
sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut channel yang terdiri
dari supplier, manufaktur, distribution center, wholesaler dan retailer yang
semuanya bekerja memenuhi konsumen akhir. Sebuah rantai pasokan bisa
saja melibatkan sejumlah industry manufaktur dalam suatu rantai hulu ke
hilir. Sebuah rantai pasokan tidak selamanya merupakan rantai lurus.
Supplier
Manufakatur
Distribution
Center
Wholesaler
Retailer
End
Customer
Aliran produk
Aliran biaya
Aliran Informasi
Gambar 1. Struktur Rantai Pasokan
Beberapa dimensi dalam area cakupan manjemen rantai pasokan dan contoh
praktik integratifnya adalah sebagai berikut: 1) Dimensi pergerakan barang,
meliputi packaging customization, common containers, vendor management
inventory, 2) Dimensi perencanaan dan control, meliputi joint activity atau
planning, multilevel supply control, 3) Dimensi organisasi, meliputi
partnership, quasi firm, virtual firm and just in time, 4) Dimensi pergerakan
infomasi meliputi sharing production plan, Electronic Data Interchange
(EDI), Internet (Anatan dan Elitan, 2008).
19
Tabel 5. Area Cakupan Manajemen Rantai Pasokan
Bagian
Pengembangan Produk
Pengadaan
Perencanaan dan Pengendalian
Operasi dan Produksi
Pengiriman/Distribusi
Cakupan Kegiatan
Melakukan riset pasar, merancang
produk baru, melibatkan supplier dalam
perancangan produk baru
Memilih supplier, mengevaluasi kinerja
supplier, melakukan pembelian bahan
baku dan komponen, memonitoring
resiko
supplier,
membina
dan
memelihara hubungan dengan supplier
Perencanaan permintaan, peramalan
permintaan, perencanaan kapasitas,
perencanaan produksi dan persediaan
Eksekusi produksi dan pengendalian
kualitas
Perencanaan
jaringan
distribusi,
penjadwalan, pengiriman, mencari dan
memilhara
hubungan
dengan
perusahaan,
jasa
pengiriman,
memonitor tingkat pelayanan pada tiap
pusat distribusi
Sumber: Pujawan (2005)
Integrasi
rantai pasokan, menghubungkan
perusahaan dengan
konsumen, supplier dan anggota saluran distribusi lain melalui integrasi
hubungan, aktivitas, fungsi, proses dan lokasi. Berdasarkan literature
manajemen rantai pasokan yang ada, integrasi berkaitan erat dengan
aktivitas dalam berbagai area dengan intensitas aktivitas pada masingmasing area tersebut. Aktivitas integratif dapat dikembangkan ke berbagai
area yang berbeda seperti pergerakan barang, perencanaan dan control,
organisasi dan pergerakan informasi (Donk and Van Der Vanet, 2005).
Semua perusahaan berpartisipasi dalam rantai pasokan, dari bahanbahan baku untuk konsumen akhir. Berapa banyak dari supply chain ini
yang perlu dikelola tergantung pada beberapa faktor termasuk kompleksitas
produk, jumlah supplier yang tersedia, dan ketersediaan bahan baku.
Dimensi yang perlu dipertimbangkan termasuk panjang rantai suplai dan
jumlah supplier dan pelanggan di setiap tingkat. Ini akan menjadi langkah
bagi perusahaan untuk berpartisipasi dalam hanya satu rantai pasokan.
20
Untuk sebagian besar produsen, pasokan rantai kurang lebih terlihat seperti
pipa atau rantai dari satu akar pohon serabut, di mana cabang-cabang dan
akar adalah jaringan luas dari pelanggan dan supplier. Pertanyaannya adalah
bagaimana banyak cabang-cabang dan akar perlu dikelola. Kedekatan
hubungan di berbagai titik di rantai pasokan akan berbeda. Manajemen perlu
memilih tingkat kemitraan tertentu yang tepat untuk link rantai pasokan.
Tidak semua link di seluruh rantai pasokan harus dikoordinasikan dan
diintegrasikan erat. Hubungan yang paling tepat adalah salah satu set
keadaan tertentu yang paling sesuai. Menentukan bagian mana dari
manajemen rantai pasokan yang memperlukan perhatian layak harus
ditimbang terhadap kemampuan perusahaan dan hal yang penting bagi
perusahaan.
Kerangka konseptual yang saling terkait menekankan sifat SCM dan
kebutuhan untuk melanjutkan melalui beberapa langkah-langkah untuk
merancang dan berhasil mengelola rantai pasokan. Kerangka SCM terdiri
dari tiga elemen yang saling terkait erat: struktur jaringan rantai pasokan,
proses bisnis rantai pasokan, dan komponen manajemen rantai pasokan
(Gambar). Struktur jaringan rantai pasokan terdiri dari anggota perusahaan
dan hubungan antara perusahaan-perusahaan ini. Proses bisnis adalah
kegiatan yang menghasilkan nilai output spesifik kepada pelanggan.
Komponen manajemen adalah variabel manajerial dimana proses bisnis
yang terintegrasi dan dikelola di seluruh rantai pasokan. Masing-masing dari
tiga unsur yang saling terkait yang merupakan kerangka konseptual SCM
yang saat ini dijelaskan.
21
Gambar 2. Kerangka Supply Chain Management: Elemen dan keputusan
keputusan kunci
(Lambert dan Cooper, 2000).
Bailey et al., 2002 dalam Astuti et al. (2013) menyatakan rantai
pasokan umumnya didefinisikan sebagai sistem konsumen-driven, tapi
rantai pasokan komoditas pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
produsen-konsumen-driven. Pasokan dan peramalan permintaan memiliki
kepentingan yang sama dalam rantai pasokan komoditas pertanian, tetapi
anggota
rantai
pasokan
memiliki
kemampuan
terbatas
untuk
mengendalikannya. Rantai pasokan komoditas pertanian juga cukup khas
karena karakteristik komoditas pertanian sangat sensitif terhadap waktu.
Oleh karena itu, manajemen persediaan, transportasi, dan komponen rantai
pasokan lainnya harus dirancang dengan mempertimbangkan karakteristik
tersebut.
Menurut Vorst (2000), rantai pasokan komoditas pertanian secara
umum dibedakan menjadi 2 jenis utama: (1) rantai suplai untuk produk
pertanian segar (seperti sayuran segar, bunga, buah-buahan dan komoditas
lainnya yang tidak memerlukan pengolahan khusus atau Proses transformasi
kimia). Proses utama adalah penanganan, penyimpanan, pengepakan,
22
transportasi, dan perdagangan komoditas tersebut. Secara umum, Supply
Chain dapat terdiri dari petani, lelang, grosir, importir dan eksportir,
pengecer dan toko-toko khusus dan (2) Supply chain untuk produk pertanian
olahan (seperti makanan ringan, makanan penutup, produk makanan
kaleng). Dalam
rantai pasokan ini, produk pertanian yang digunakan
sebagai bahan baku untuk memproduksi produk konsumen dengan nilai
tambah yang lebih tinggi. Sebuah produk pertanian olahan memerlukan
proses transformasi atau perubahan bentuk kimia. Dalam kebanyakan kasus,
proses konservasi dan pendingin memperpanjang umur simpan produk
pertanian. Rantai pasokan untuk produk pertanian olahan melibatkan
beberapa pemain, petani yaitu, produsen, distributor, dan pengecer (retail).
Menurut Austin (1992) dan Brown (1994) dalam Marimin dan
maghfiroh (2010) Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda
dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena: (1) produk
pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan
pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki
bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba
sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani. Seluruh faktor tersebut
harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk
pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks
daripada rantai pasok pada umumnya. Selain lebih kompleks, manajemen
rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis.
Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional
ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya
langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan
menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Keberadaan tengkulak
sebagai perantara bisa dipandang sebagai sebuah kemudahan ataupun
sebuah kerugian untuk petani. Para tengkulak akan mendatangi petani dan
membeli hasil panennya, dengan begitu petani tidak perlu susah-susah
memasarkan produknya. Hal ini biasa terjadi bagi para petani kecil yang
hasil panennya tidak terlalu besar. Namun para tengkulak sering
23
menetapkan harga sendiri sesuai keinginan mereka yang biasanya jauh
dibawah harga standar. Mekanisme rantai pasok seperti ini membuat petani
berada dalam posisi yang lemah karena tengkulak akan mengambil
margin yang besar sehingga untung yang diterima petani kecil, apalagi jika
dilihat karakteristik produk pertanian mudah rusak dan bersifat musiman
(Marimin dan maghfiroh, 2010).
3. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Pada Bab I Pasal 1 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dalam Undang-undang ini
yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah: :
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
(UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM)).
Pada Bab V Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun
2011 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), kriteria dari
UMKM adalah:
24
a. Kriteria Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
b. Kriteria Usaha Kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c. Kriteria Usaha Menengah adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
(Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)).
Secara garis besar jenis usaha UMKM dikelompokkan menjadi:
a. Usaha Perdagangan
Keagenan: agen Koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lain-lain;
Pengecer: minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-lain;
Ekspor/Impor: produk lokal dan internasional; sektor Informal:
pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain.
b. Usaha Pertanian
Meliputi Perkebunan: pembibitan dan kebun buah-buahan, sayursayuran, dan lain-lain; Peternakan: ternak ayam petelur, susu sapi, dan
Perikanan: darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan lain-lain.
c. Usaha Industri
Industri makanan/minuman; Pertambangan; Pengrajin; Konveksi
dan lain-lain.
25
d. Usaha Jasa
Jasa Konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa
Transportasi, Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan, dan lain-lain.
(Respatiningsih, 2011).
Menurut Hubeis (2009: 4-6) dalam Anggraini dan Nasution (2013)
permasalan umum yang biasanya terjadi pada UMKM yaitu :
a. Kesulitan pemasaran
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi
perkembangan UMK. Dari hasil studi yang dilakukan oleh james dan
akrasanee (1988) di sejumlah negara ASEAN, menyimpulkan UMKM
tidak melakukan perbaikan yang cukup di semua aspek yang terkait
dengan pemasaran seperti peningkatan kualitas produk dan kegiatan
promosi, sulit sekali bagi UMK untuk dapat turut berpartisipasi dalam era
perdagangan bebas.
b. Keterbatasan Finansial
Terdapat dua masalah utama dalam kegiatan UMK di Indonesia, yakni
dalam aspek finansial (mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja)
dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi
pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal
awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumber-sumber
informal, namu sumber-sumber permodalan ini sering tidak memadai
dalam bentuk kegiatan produksi maupun investasi. Walaupun begitu
banyak skim-skim kredit dari perbankan dan bantuan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap
dominan dalam pembiayaan kegiatan UMK.
c. Keterbatasan SDM
Salah satu kendala serius bagi banyak UMK di Indonesia adalah
keterbatasan SDM terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship,
manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design,
quality control, organisasi bisnis, akuntansi data processing, teknik
pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian ini sangat dibutuhkan
26
untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk meningkatkan
efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan
menembus pasar barang.
d. Masalah Bahan Baku
Keterbatasanbahan baku serta kesulitan dalam memeperolehnya dapat
menjadi salah satu kendala yang serius bagi banyak UMK di Indonesia.
Hal ini dapat disebabkan harga yang relatif mahal. Banyak pengusaha
yang terpaksa berhenti dari usaha dan berpindah profesi ke kegiatan
ekonomi lainnya akibat masalah keterbatasan bahan baku.
e. Keterbatasan Teknologi
UMKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang
tradisional, seperti mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang bersifat
manual. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi
kurang maksimal, dan kualitas produk relatif rendah.
f. Kemampuan Manajemen
Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen
yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pengembangan usahanya,
membuat pengelolaan usaha menjadi terbatas.
g. Kemitraan
Kemitraan mengacu pada pengertian berkerja sama antara pengusaha
dengan tingkatan yang berbeda yaitu antara pengusaha kecil dan
pengusaha besar. Istilah kemitraan sendiri mengandung arti walaupun
tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang
setara (sebagai mitra kerja).
Diakui, bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memainkan
peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak
hanya di Negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di Negaranegara maju (NM). Di Negara Maju, UMKM sangat penting, tidak hanya
karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja
dibandingkan usaha besar, seperti halnya di Negara sedang berkembang ,
tetapi juga kontribusinyaterhadap pembentukan atau pertumbuhan produk
27
domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari Usaha
besar. Di Negara sedang berkembang khususnya di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari
perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin,
distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta pembangunan
ekonomi pedesaan (Tambunan, 2012).
4. Gudeg
Gudeg
adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang
terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjamjam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh
daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan
disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan
sambal goreng krecek. Ada berbagai varian gudeg, antara lain: Gudeg
kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental
daripada santan pada masakan padang. Gudeg basah, yaitu gudeg yang
disajikan dengan areh encer. Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya
berwarna putih (Wikipedia, 2015).
Menurut Triwitono (1993) dalam Putra et al. (2001), ada 2 (dua)
macam gudeg yang dikenal yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg
basah mempunyai kadar air yang cukup tinggi (basah), sedangkan gudeg
kering kadar airnya relative rendah, sebab dalam proses pengolahannya
dilakukan penggorengan (goring-tumis) lebih lanjut sampai cukup kering.
Adanya tambahan waktu proses penggorengan dalam pembuatan gudeg
kering ini mengakibatkan adanya perubahan sifat-sifat gudeg seperti cita
rasa, kenamapakan dan daya tahan. Akibat adanya perubahan sifat tersebut
menyebabkan penanganan terhadap produk gudeg tersebut juga mengalami
perubahan misalnya adalah cara mengemasnya. Selain itu penambahan
waktu penggorengan juga mempengaruhi jumlah sumberdaya yang
digunakan sehingga menyebabkan perbedaan harga jual gudeg. Hal-hal
tersebut menimbulkan perbedaan atribut pada gudeg kering dan gudeg
basah.
28
Kondang di seluruh nusantara sebagai ikon kota Jogja-kreasi dapur
Jawa ini umumnya disebut sebagai Gudeg Jogja. Resminya, gudeg disajikan
bersama sambal goring krecek, opor ayam dan telur. Gudeg disiram dengan
santan areh (Tobing dan Hadibroto, 2015). Makanan tradisional gudeg saat
ini menjadi lambang atau ikon kuliner dari kota Yogyakarta. Bahkan untuk
mengembangkannya, kemasan gudeg sekarang sudah dipermodern dengan
dimasukkan dalam kaleng. Proses pengalengan sudah dikerjakan secara
modern. Gudeg kemasan kaleng dipelopori oleh Gudeg Bu Lis dan Gudeg
Bu Tjitra di Yogyakarta (Sunjata dkk, 2014).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Produksi nangka muda di Kota Yogyakarta selama lima tahun terakhir
mengalam fluktuatif. Produksi yang demikian akan berpengaruh terhadap
kebutuhan nangka muda di pasar. Disisi lain, nangka sebagai tanaman buah
tahunan produksinya tidak selalu tersedia dengan jumlah yang tinggi setiap
saat. Ketersediaan nangka muda yang rendah akan menyebabkan rendahnya
konsumsi terhadap komoditas tersebut. Konsumen nangka muda di Yogyakarta
terdiri dari konsumen secara umum (masyarakat) dan pengusaha gudeg.
Beberapa tahun terakhir nangka menjadi salah satu penyebab terjadinya inflasi
dan menyumbang sebesar 0,01 % inflasi yang terjadi di Kota Yogyakarta.
Produksi nangka yang berfluktuatif mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap
perubahan harga nangka itu sendiri. Aliran produk nangka dari petani sampai
dipasar perlu dilakukan pengawasan terkait kuantitas, kualitas maupun harga
sehingga kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.
Upaya yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
nangka muda khususnya pengusaha gudeg pada keadaan produksi nangka
muda yang rendah adalah dengan manajemen rantai pasokan nangka muda.
Manajemen Rantai Pasokan (SCM) mengamankan bahan baku nangka muda
sehingga produk gudeg tetap sampai ditangan konsumen secara efektif dan
efisien. Supply Chain Management (SCM) atau manajemen rantai pasokan
merupakan serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan
petani, supplier, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara
29
efisien, sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen
dapat tepat secara kualitas, kuantitas, lokasi dan waktu guna meminimalkan
biaya tetapi dengan memuaskan kebutuhan konsumen. Bagan alur Supply
Chain Management nangka muda di UMKM gudeg Kota Yogyakarta dapat
dilihat pada Gambar 3.
30
Produksi
Nangka Muda
Petani nangka
muda
 Jumlah dan mutu
nangka yang
diminta
 Harga nangka
atau hasil
penjualan
nangka
 Jenis nangka dan
waktu panen
 Cara penjualan
dan cara
pembayaran
Wilayah :
Kebumen,
Magelang,
Sumatera, Klaten
dan Boyolali
Pedagang
pengecer
Konsumen
akhir
Pedagang
pengumpul /
Pedagang besar
 Jumlah dan
mutu nangka
yang dibeli
 Harga
pembelian dan
harga penjualan
 Asal atau
sumber nangka
 Proses transaksi
pembelian
 Proses transaksi
penjualan
Wilayah :
Kebumen,
Magelang, Klaten,
Boyolali dan
Yogyakarta
Pedagang
pengecer
 Jumlah dan
mutu nangka
yang dibeli
 Harga
pembelian dan
harga penjualan
 Asal atau
sumber nangka
 Proses transaksi
pembelian
 Proses transaksi
penjualan
Wilayah : Kota
Yogyakarta
Pengusaha gudeg
 Jumlah dan
mutu produk
yang dibeli
 Harga
pembelian
 Jenis dan biaya
transportasi
 Ketersediaan
pasokan
 Jumlah mitra
pedagang dan
hubungan
dengan mitra
pedagang
 Pengolahan
bahan baku
menjadi produk
baru
 Penjualan
produk baru
Wilayah : Kota
Yogyakarta
Model Supply Chain Management (SCM) nangka
muda di UMKM gudeg di Kota Yogyakarta:
 Aliran Material
 Aliran Biaya / Dana
 Aliran Informasi
Tidak diamati
Gambar 3. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah
jnzsyus
Konsumen gudeg
31
D. Asumsi
Asumsi pada penelitian ini antara lain:
1. Ketersediaan bahan baku nangka muda di UMKM gudeg terbatas karena
distribusi bahan baku yang tidak efektif.
2. Pengambilan keputusan dalam Manajemen rantai pasok nangka muda
dipengaruhi oleh Model SCM.
E. Pembatasan Masalah
Penelitian ini mempunyai batasan-batasan permasalahan sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta dengan melakukan penelitian pada
UMKM gudeg di Kota Yogyakarta yang tercatat dan terklasifikasi dalam
Dinas Perindustri, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta.
2. Komoditas yang diteliti adalah nangka muda yang diolah menjadi gudeg.
3. Penentuan pedagang pengecer, pedagang besar, pedagang pengumpul dan
petani nangka yang dijadikan responden diperoleh dari key informan.
4. Penelitian dilakukan pada bulan Maret tahun 2016.
F. Definisi Operasional
Definisi Operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasok) nangka muda
merupakan pengelolaan terhadap aliran material dan aliran informasi serta
modal yang mengikuti produk nangka muda dari awal sampai akhir mata
rantai bisnis untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan setiap entitas di
dalam rantai pasok. Kajian yang dilakukan pada supply chain management
(manajemen rantai pasok) nangka muda meliputi:
a. Analisis sistem yaitu analisis yang dilakukan untuk memetakan data
yang sudah diidentifikasi dalam tahapan input (masukan), process
(proses) dan output (luaran).
b. Peranan stakeholder yaitu peran petani nangka muda, pedagang
pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan pengusaha gudeg
pada rantai pasok nangka muda.
32
c. Atribut produk nangka muda yaitu unsur-unsur produk yang dianggap
penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan
pembelian.
d. Solusi dari permasalahan supply chain management yaitu upaya
pemecahan
masalah
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengatasi
permasalahan supply chain management yang terjadi.
2. Aliran material melibatkan arus produk fisik dari petani nangka muda
sampai konsumen nangka muda (pengusaha gudeg) melalui rantai, yaitu
meliputi:
a. Kuantitas atau jumlah produk nangka muda yang dibutuhkan (kg-ton)
b. Kualitas nangka muda yang baik untuk bahan baku gudeg memiliki
karakteristik warna kulit buah nangka kehijauan, nangka masih muda,
bentuk buah tidak terlalu lonjong, daging buah tebal, dan tidak banyak
mengandung air (tidak lembek).
c. Sumber atau asal nangka yaitu lokasi petani nangka muda yang
melakukan budidaya merujuk wilayah Kabupaten / Kota
d. Ketersediaan pasokan nangka muda yang berada pada pedagang dan
pengusaha gudeg (kg-ton)
3. Aliran biaya atau dana meliputi harga nangka, hasil penjualan nangka,
pendapatan, proses transaksi pembelian dan pembayaran.
4. Aliran informasi meliputi ramalan permintaan, jenis nangka dan waktu
panen, jumlah mitra pedagang dan hubungan dengan mitra pedagang.
5. Manajemen pembelian yaitu pembelian yang mempertimbangkan berbagai
faktor, seperti biaya persediaan dan transportasi, ketersediaan pasokan,
kinerja pengiriman dan mutu supplier.
6. Wilayah adalah lokasi stakeholder (petani, pedagang, pengusaha gudeg)
berada yang merujuk wilayah Kabupaten atau Kota.
7. Nangka muda adalah buah nangka yang masih muda dan digunakan sebagai
sayur.
8. Gudeg adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari
nangka muda yang dimasak dengan santan.
33
9. UMKM gudeg adalah usaha berskala mikro kecil dan menengah yang
mengolah nangka muda menjadi gudeg.
10. Petani nangka muda adalah seseorang yang membudidayakan nangka muda.
11. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang menjual nangka muda ke
pedagang besar sampai dengan konsumen (pengusaha gudeg).
12. Pedagang besar adalah pedagang nangka muda antar daerah yang menjual
nangka muda kepada pedagang pengecer yang tersebar di D.I Yogyakarta.
13. Pedagang pengecer adalah pedagang nangka muda di pasar tradisional yang
tersebar di Kota Yogyakarta.
14. Pengusaha gudeg adalah pemilik UMKM gudeg yang berada di Kota
Yogyakarta yang tercatat dalam Disperindagkop dan UKM Kota
Yogyakarta.
15. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana
bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau
merupakan bagian terbesar dari bentuk barang).
16. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai
guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat
dalam memenuhi kebutuhan.
17. Distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan
mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen.
18. Proses transaksi adalah cara pembelian atau penjualan baik secara tunai,
konsinyasi maupun pinjaman yang dilakukan oleh para stakeholder (petani,
pedagang, pengusaha gudeg).
Download