DINAMIKA POLITIK ISLAM ASIA TENGGARA: PERAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN MNLF DENGAN FILIPINA TAHUN 1993-1996 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh : Budi Rachmatsyah P NIM : 109022000002 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2016 M i 1)INAMIKA POLITIK ISLAM ASIA TENGGARA: PERAN INDONESIA DALAR/1PERDAMAIAN卜 lNLF DENGAN FILIPINA TAHUN 1993‐ 1996 SKRIPSI IDittukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Mcnlcnulli Pcrsyaratan Mcmpcrolch Gdar Sattana Humaliora(S.Hum) Olcll: Budi Rachmatsvah P NIⅣ I:109022000002 Pembilllbing a `´ /′ つ /S Imas Emalia M,Hunl NIP:197302081998032001 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAⅣ FAKULTAS ADAB DAN HUⅣ IANIORA UNIVERSITAS ISIレ A卜I NEGEIRI SYARIF HII)AYATULLAH JAKARTA 1437H/2016M l 100 τE〔 珀6611)τ 00乙 6丁 ・dIN Surqurque4 τ001COシ 661 SI106S61° dIN 1001CO τ661 ・ Iセ 3011s IIむ BIIllpIIIIIOd・ I⊂ V° I俎 <〃 II ]lnBued だ ノ し ク I Ilh8110d €]033uV 100 1 COん 661シ τん06961・ dIN ん00τ 10S00τ んIシ OSι 61 pd・ 1/1・ ЧセIp`じ S Snlじ e1o33uy du13uu-rey,q suelaDlo S qufsobuunlN SuupIS 7LOZ lqd:y 0Z'nq€U'1e1nd13 'ruelsl ueu.(epnqs) uup qerefeg lpnts ue;3or6 eped (umU'S) €Joru€runH uuefrug rBIeD qelorsdusu {n}un 1ure,(s n}€s qulus re8eqes €rulretlp qelel 1ul ISdIDIS '9102 llrdv 0Z 1e33u4 eped 'eyenef JIrc{S us8e51 urelsl se}rsrelrun uroruerunH uep qep17 s?lln>I€C Sueprs trrulep {egnle,(upr11 qe.(sobeun141 uogfnp qeloJ '$966t-866t NIIHVI yNI4ITI.{ NyCNtr11 .{TNI NYTYn[Y(nIfld r{vTV(I Yrsf,No(NI N\'ufd,, I lnpnlreq 8ue'( IsdlDIS Nvlfn vIェ INVd NVⅡ VSIDNttd iv LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana dalam jenjang strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 20 April 2016 Budi Rachmatsyah P ABSTRAK Budi Rachmatsyah Dinamika Politik Islam Asia Tenggara: Peran Indonesia Dalam Perdamaian MNLF Dengan Pemerintah Filipina Tahun 1993-1996 Peralihan kekuasaan dari bangsa Spanyol kepada Amerika Serikat membuat situasi semakin pelik bagi kaum muslim minoritas Filipina selatan. Hingga akhirnya mereka mampu membuat gerakan-gerakan radikal yaitu Islam separatis.Organisasi ini muncul bukan tanpa sebab organisasi ini muncul karena adanya gencatan atau tekanan yang dilakukan terhadap kaum mayoritas terhadap kaum minoritas yang membuat mereka geram sehingga lahirlah gerakan yang tujuannya menghindari tindasan-tindasan yang dilakukan kaum mayoritas.Lahir Organisasi MNLF yang secara mengejutkan mampu menyatukan umat Muslim dari kesenjangan dan mendapat respon yang positif dari dampak munculnya organisasi ini. Kemudian sisi lainnya munculnya MNLF adalah rezim marcos membenarkan dan menindas para rakyat muslim yang berada di wilayah Filipina selatan, serta penghapusan kebudayaan nenek moyang yang telah lama berkembang dan menggantikannya dengan kebudayaan barat atau peradaban barat dari spanyol maupun dari amerika. Serta mengintegrasikan secara total dan penuh apa yang pemerintah namakan sebagai minoritas-minoritas kebudayaan. Kenyataanya isuisu kejam sendiri adalah buah dari kesan awal dari para bangsa Spanyol yang mencap bangsa Filipina sebagai bangsa yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan Pada Akhirnya kedua kubu ini menunjuk Indonesia sebagai Juru damai diantara keduanya.Maka terselanggaralah Perjanjian Damai yang dilakukan pada tahun 1996 di Istana Negara.Indonesia bukan tanpa tujuan ikut serta dalam perdamaian ada beberapa aspek kesamaan yang identik problematikanya yang hampir mirip dengan kedua kubu ini.Melalui proses yang cukup panjang karena harus mengikuti alur diplomasi atau tahapan-tahapan yang mengharuskan kedua kubu ini pada akhirnya berembuk dan menunjuk Indonesia sebagai Juru damai. Kata Kunci: Pemerintah Filipina, Indonesia, Moro, MNLF, Politik, 1993-1996 v KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT semata yang telah memberikan rahmat dan inayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada muara ilham, lautan ilmu, yang tidak pernah larut yakni keharibaan baginda nabi Muhammad saw, serta keluarga, para sahabat-sahabatnya dan seluruh pengikutnya. Amin. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak semata-mata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil, karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasama dan dorongannya. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada : 1. Prof Syukron Kamil, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan persetujuan atas judul skripsi ini. 2. Nurhasan MA, dan Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah banyak membantu dalam memproses berjalannya pembuatan skripsi ini. 3. Imas Emalia, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang banyak sekali membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya. vii 5. Kedua orangtuaku tercinta, Bpk. Ir, Buchary Adnan Panggabean dan khususnya untuk ibuku tersayang Dewi Ariwiati Beserta Nini Enok Marhamah dan Kedua adik, Siti Amalia Fauziyah dan Siti Nurlathifa di rumah yang telah memberikan perhatian dan curahan kasih sayangnya yang luar biasa, serta doa yang tulus sehingga penulis selalu dapat termotivasi dan dapat menyelesaikan penelitian ini. a. Seluruh kawan-kawan di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Mughni Labib yang telah “memperkenalkan” saya dengan atmosfer wilayah Filipina. Kepada Akhmad Yusuf, M. Kholik Bahrudin dan Ahmad Fuazan Baihaqi yang telah membantu saya sebagai guide dalam mencari sumber skripsi dan kepada anak SKI khususnya angkatan 2009, khususnya Gorby Zumroni kawan lintas jurusan yang membantu penulis dalam pemahaman Surat Perjanjian damai ,konsentrasi SKI kawasan Asia Tenggara, Rakhmat Hidayatullah, Ali Nurdin, Meilanih, Syamsu Alfin, Angga Maulana,dan Hani Humairoh, dan lain-lainnya serta kawan-kawan kawasan Asia Tenggara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan, semangat, kritik, dan saran yang semuanya terangkum dalam sebuah kenangan indah. b. Andung Rahmani yang selalu mendesak penulis agar segera menyelesaikan studi ini serta Karib dekat penulis sejak kecil H.Rizky Akbar yang membantu penulis dalam pengeditan karya ini sehingga karya ini mudah dibaca dan dipahami oleh para penikmatnya kemudian kelak. viii c. Isti Februari Afifah, S.S yang tidak mengenal lelah mengingatkan, menemani, membantu, hingga memberi dukungan serta kasih sayang dan doa yang tiada hentinya kepada Penulis ketika menyusun karya ini. d. Gans Photocopy aka Min yang selalu sigap dalam hal percetakan serta memperbanyak dokumen Akhirnya, hanya kepada Allah jualah penulis menyerahkan segalanya, semoga amal kebaikan yang telah mereka berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin ya Robbal „alamin. Ciputat, 5 April 2016 Penulis viiii DAFTAR ISI Halaman Judul ....................................................................................................... i Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii Lembar Pernyataan ............................................................................................ iv Abstrak ....................................................................................................................v Kata Pengantar ................................................................................................. viii Daftar Isi ............................................................................................................... xi Daftar Istilah ....................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1 B. Pokok Permasalahan ..............................................................................6 C. Tujuan Penulisan ....................................................................................7 D. Tinjauan Pustaka ....................................................................................8 E. Metode Penelitian ...................................................................................9 F. Sistematika Penulisan ...........................................................................10 BAB II DINAMIKA SOSIAL-POLITIK MUSLIM DI FILIPINA PADA MASA REZIM FERDINAND MARCOS HINGGA FIDEL RAMOS ...........12 A. Kehidupan Sosial Politik .........................................................................12 1. Masa Pasca-Kemerdekaan hingga sekarang ........................................12 2. Dalam Bidang Perdagangan, Ekonomi, dan Keuangan .......................17 3. Dalam Bidang Pendidikan ....................................................................18 4. Dalam Bidang Kebudayaan dan Hukum Islam ....................................18 B. Pemerintah Filipina Menyikapi Kaum Muslim ....................................19 1. Kebijakan Politik ..................................................................................19 2. Kebijakan Agama .................................................................................22 3. Kebijakan Pendidikan ..........................................................................25 xi C. Sikap Muslim Filipina terhadap Kebijkan Pemerintah Filipina Pada Tahun 1972-1992 ......................................................................................28 1. Organisasi-Organisasi Islam di Filipina dan Aliansi Politik ...............30 2. Berdiri dan Berkembangnya MNLF (Moro National Liberation Front) . .............................................................................................................34 BAB III HUBUNGAN POLITIK LUAR NEGERI FILIPINA ......................46 A. Hubungan Politik Filipina Dengan Negara-Negara Tetangga Di Asia Tenggara ...................................................................................................46 B. Kerja Sama Politik:Filipina dengan Indonesia .....................................49 1. Hubungan Politik Indonesia dengan Filipina .......................................49 2. Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Filipina (ASEAN) ................53 C. Peran Indonesia dalam Politik Perdamainan antara MNLF dan Pemerintah Filipina..................................................................................63 BAB IV PENUTUP .............................................................................................69 A. Kesimpulan ...............................................................................................69 B. Saran .........................................................................................................71 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................73 LAMPIRAN…………………………………………………………………….76 xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam buku Niels Mulder yang berjudul “Wacana Publik Asia Tenggara Menuju Masyarakat Madani” dijelaskan bahwa sampai sekarang di Negara Filipina terdapat kesenjangan antara masyarakat mayoritas yang beragama kristen dengan masyarakat minoritas umat islam. Seperti diungkapkan juga bahwa terdapat perbedaan pembelajaran yang selalu saja mengedepankan eksistensi umat Nasrani, porsi pelajaran umum yang lebih dominan dibandingkan dengan pelajaran agama memunculkan sifat sentimen antar umat beragama. Sistem pengajaran yang ada di sekolah-sekolah di Filipina, menganut sistem keterampilan dan pengetahuan, maksudnya adalah pemerintah Filipina mengacu para individu untuk melanjutkan merintis secara bertahap. Fenomena ini dalam kacamata pandangan kita jelas menimbulkan kejenuhan umat muslim yang selalu saja terpinggirkan sejak terjadinya kristenisasi di tahun 1940 setelah Filipina mendapat kemerdekaan dari Amerika Serikat1. Dalam bab selanjutnya menggunakan sumber yang sama penulis akan mengupas tentang identitas bangsa Filipina dari puluhan ribu tahun silam, bangsa Filipina yang mengalami gegar nasionalisme sejak adanya perseteruan dengan Spanyol. Ini merupakan suatu peristiwa bagi bangsa Filipina yang hingar-bingar atas dasar perbuatan bangsa Eropa2. Ini merupakan titik saat keabsahan bangsa Filipina dalam jangka panjang mengalami sebuah trauma yang sangat buruk, yang 1 Niels Mudler,Wacana Publik Asia Tenggara, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hal.29-30 Niels Mudler Wacana Publik Asia Tenggara h. 91-93 2 1 2 berakibat pada kurang padunya keberagamaan antar masyarakat yang menimbulkan minimnya rasa nasionalisme, pasca kedatangan bangsa Eropa dan Amerika. Implikasinya adalah suatu cambuk bagi warga Filipina di masa mendatang yang berimbas hingga saat ini dengan munculnya berbagai gerakan separatis Islam, yang seharusnya Islam bersatu, terlebih lagi status mereka sebagai kesatuan yang minoritas semestinya mampu mengontrol dan berkordinasi secara baik, bukan membuat suatu dualisme organisasi yang membuat umat Islam bimbang. Munculnya sebuah gerakan pembaharu Islam dengan nama Moro National Liberation Front. Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya mengikuti mazhab Syafi’i. Mereka dijajah oleh Filipina sejak 1940 hingga saat ini. Setelah memperoleh kemerdekaan dari Amerika, penduduk asli pulau-pulau sebelah utara yang telah dipaksa menjadi Katolik oleh Spanyol, terus melakukan kebijakan dengan melancarkan pembunuhan orang-orang Muslim yang telah mereka wariskan dari penguasa kolonial Spanyol dan yang telah didorong oleh Amerika Serikat. Begitu Amerika Serikat menyempurnakan kedudukannya atas bangsa Moro pada 1915, mereka membuat imigrasi orang-orang Kristen dari utara3. Masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement pada 1968 dan Moro Liberation Front pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan presidential proclamation no.1081. Namun 3 Ali Kettani Minoritas muslim di dunia Jakarta Grafindo 2005 hal.196-197 3 patut dicatat, pada masa ini perjuangan bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya kelompok perlawanan yang lebih terorganisir dan maju seperti MIM (Muslim Independent Movement), Anshar el Islam, MNLF (Moro National Liberation Front), MILF (Moro Islamic Liberation Front), MNLF Reformis (Moro National Liberation Front), BMIF (Bangsa Moro Islamic Freedom Fighter) atau sering disebut dengan Petarung Kemerdekaan Islam bangsa Moro. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan4. Lumads merupakan etnis asli Mindanao yang tidak melakukan konversi adat dan keberagamaan meskipun telah bersentuhan tradisi baru, baik tradisi KatolikSpanyol ataupun tradisi Islam. Masyarakat Lumads masih memegang teguh tradisi lama dalam keberagamaan yang masih mengembangkan tradisi paganisme. Meskipun secara politik dan ekonomi, masyarakat Lumads mengalami marginalisasi sebagaimana dialami oleh masyarakat Muslim Mindanao, namun ada kecenderungan masyarakat Lumads tidak melakukan perlawanan ataupun pemberontakan seperti yang dilakukan masyarakat Muslim di Mindanao. Namun pasca Final Peace Agreement 1996, 5 masyarakat Lumads sebagai bagian tak 4 Helmiati Sejarah Islam Asia Tenggara Pekanbaru Zanafa Publishing hal.265 Diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00. Peace Agreement merupakan klimaks dari beberapa perseturuan lama yang melibatkan umat muslim dengan pemerintah pusat Filipina, Mediasi antara dua kubu ini melibatkan Indonesia yang notabene Negara netral statement ini diutarakan oleh pelaku sejarahnya sendiri yakni Hassan Wirayuda yang merupakan bagian dari kepanitiaan rangkaian damai munculnya perjanjian tersebut. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/Indonesia-Dipercaya-Sebagai-Mediatorkarena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00 5 4 terpisahkan dalam komunitas penduduk Mindanao mulai menuntut diberikan ruang yang besar dalam konteks ekonomi dan politik. NPA (National People Army) merupakan sekelompok masyarakat di bagian tenggara Mindanao yang melakukan aksi perlawanan terhadap kebijakan Manila yang cenderung memarginalkan Mindanao. Namun ada kecenderungan pula bahwa munculnya NPA sebenarnya sebagai respon terhadap gejolak politik yang ada di Manila. Pilihan Mindanao sebagai basis utama gerakan NPA tidak bisa dilepaskan untuk membangun independensi terhadap berbagai penetrasi yang dilakukan oleh regim Manila sekaligus melakukan perang gerilya untuk mendestruksi legitimasi pemerintah Filipina. NPA merupakan organisasi perlawanan Mindanao yang didirikan oleh Jose Sison tahun 1968, seorang aktivis mahasiswa kiri dari Universitas Filipina dan satu generasi dengan Nur Misuari, menggunakan idiologi komunis dalam proses perjuangannya. Keanggotaan NPA ada kecenderungan berasal dari kelompok politik yang terpinggirkan dalam politik di Manila, termasuk di antaranya adalah kalangan militer yang mengalami disersi. Pasca Final Peace Agreement 1996, NPA mulai mengidentifikasi diri sebagai representasi dari masyarakat miskin Mindanao, terutama kaum Lumads yang tidak mendapatkan posisi signifikan dalam ARMM (Autonomus Region In Muslim Mindanao).6 Oleh karena itu strategi umum pemerintahan terhadap kaum muslim adalah mengintegrasikan kaum muslim,kedalam proses demokrasi nasional.Semua 6 Diulas dalam laman resmi kementrian luar negeri terkait isu-isu fase damai Filipina http://kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=26&l=id 5 program pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum muslim pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum muslim pada budaya nasional yang dalam hal ini adalah umat nasrani7. Kenyataanya bangsa Moro menguasai separuh daerah kepulauan itu.Imigrasi pada permulaannya berjalan lambat, tetapi sesudah 1939, tumbuh sampai menghawatirkan perimbangan dan bahkan lebih didorong oleh pemerintah Filipina merdeka.Pemerintah mendorong dan dengan diam-diam mendukung gerombolan kriminal yang membunuh muslim dan membakar desa-desa mereka,kemudian mengambil tanah-tanah yang dikosongkan untuk pemukiman kristen.Gereja katolik tetap sebaga kekuatan penggerak di belakang de-islamisasi dan kristenisasi yang brutal di selatan dengan cara yang sama sepertitelah menjadi kekuatan penggerak di belakang inkuisisi Spanyol8. Organisasi ini bergerak dalam bidang yang memperjuangkan moral-moral islam yang harus di tegakkan. Awal mulanya gerakan ini mendapat respon yang baik dari berbagai kalangan namun mengingat banyaknya kepentingan beberapa oknum yang terlibat mengakibatkan gerakan ini berseparasi Atau Pecah menjadi 2 bagian yakni MNLF kemudian muncul MILF. Dua organisasi ini mengundang berbagai respon dar masyarakat sipil mereka jelas bertanya-tanya gerakan mana yang paling mendukung keberlangsungan aktivitas keagamaan.Mengingat 1 organisasi saja belum dianggap legal oleh pemerintah pusat sebagai organisasi militak atau gerakan islam yang meskipun sifatnya pembaharu. 7 . Helmiati Sejarah Islam Asia Tenggara h.266 M Kettani Ali Minoritas Muslim di Asia h.197 8 6 Kebijakan-kebijakan pemerintah filipina banyak sekali mengundang protes dan perlawanan dari kaum muslim. Dari sinilah kemudian muncul dan terbentuk front-front perlawanan yang dua diantaranya yakni MILF dan MNLF. Perkembangan berikutnya memperlihatkan bahwa MILF yang notabene sebagai induk perjuangan bangsa moro akhirnya terpecah. Pertama yakni MNLF yang di pimpin Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis sekuler. Sedangkan yang kedua ialah MILF pimpinan Salamat Hashim, dia adalah seorang ulama pejuang yang murni berideologikan islam dan bercita-cita mendirikan negara islam di filipina selatan. Namun perjalanannya ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani pada tahun 1993. Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipiina dalam menghadapi bangsa Moro9. a. Bahasan Masalah Berdasarkan deskripsi diatas yang menjadi permasalahan utama dalam pengakajian skripsi ini adalah Islam Filipina begitu beragam yang dalam Artian memiliki kepentingan-kepentingan demi golongannya masing-masing hal ini membuat masalah semakin Kompleks karena dengan sikap tersebut mereka akan sulit menemui kata damai atau kata sepakat .Untuk itu dibuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut diantaranya: 9 Helmiati Sejarah Islam Asia Tenggara h.269 7 1. Bagaimana kondisi Pemerintah Filipina pada rezim Fidel Ramos Sampai Corazon Aquino 1972-1992 Hingga berdiri dan berekembangnya MNLF? 2. Bagaimana Kebijakan Politik Luar Negri Filipina dengan Indonesia begitu juga sebaliknya dan bagaimana hubungan bersama Negara tetangga ASEAN yang lain? 3. Bagaimana Peran Indonesia dalam Politik Perdamainan MNLF dan Pemerintah di Filipina? B. Tujuan Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk memaparkan dan menghadirkan apa yang menjadi judul dari penulisan ini, dengan tujuan yaitu : 1. Menjelaskan Dinamika Politik umat Islam Masa Pemerintahan Fidel Ramos Sampai Beniqno Aquino 2. Menjelaskan Tentang Peran Pemerintah Indonesia dalam Hubungan Usaha Organasi MNLF dan Pemerintah Pusat Filipina 3. Menjelaskan Wawasan Kajian Sejarah Asia Tenggara. 4. Menjelaskan Kebijakan Pemerintah Filipina terhadap Umat Islam Adapun manfaat penelitian ini, akan saya uraikan sebagai berikut : 1. Sebagai tugas akhir mahasiswa dalam mencapai gelar kesarjanaan strata 1 (S1) untuk Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 8 2. Untuk menambah pengetahuan mahasiswa, mengenai wawasan intelektual dan akademisi di bidangnya, serta kontribusi nyata dalam mengaplikasikan dalam bentuk karya ilmiah. 3. Menambah bahan bacaan dan Sub pembahasan yang baru, berupa karya ilmiah bagi perustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Fakultas Adab dan Humaniora terutama pada Jurusan Sejarah dan Humaniora Jakarta. C. Tinjauan Pustaka Buku dengan judul “Sejarah Islam Asia Tenggara”.Karangan Helmiati mengutarakan bahwa seluk-beluk terjadinya dualisme Organisasi islam ini cukup menarik. Di dalam sub-bab pembahasan khusus Filipina dalam judul Dinamika Islam Filipina.Dalam buku tersebut dijelaskan sekilas tentang terjadinya 2 Induk Organisasi Islam yang lahir dalam situasi serta posisi umat islam tertekan atau di bawah bayang-bayang legalisasi serta kredibilitas yang di lakukan oleh pemerintah pusat. Sepak terjang Filipina yang di motori oleh Nur Misuari jelas mengundang simpati dari berbagai pihak maka momentum kebangkitan umat islam inilah dianggap suatu timing yang tepat terhadap eksistenti serta identitas umat islam yang disana masih dalam status minoritas. Judul buku “Dinamika Islam Filipina” yang dikarang oleh Cesar A Majul mengupas tuntas tentang ke-shahihan umat islam di filipina yang dalam buku tersebut umat muslim bak disebut seperti tertatih-tatih.Mengapa demikian?, Karena legitimasi yang di lakukan terhadap umat islam sangatlah kurang fair 9 mengingat sejarah bangsa moro yang sangat pahit tentang nasib tanah tempat tinggal yang mereka huni.Jelas bukan merupakan sesuatu yang baik bagi muslim di sana. Penulis juga mencoba dan berusaha menghadirkan buku-buku yang sekiranya membantu dalam penulisan tersebut, agar dapat menyajikan sebuah karya yang baik dan layak untuk menjadi rujukan bagi peneliti kajian bidang lain. D. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian sejarah oleh karena itu metode yang digunakan adalah metode sejarah. obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif analisis, Laporan Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau 10 . Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana dan masanya. Penelitian ini saya fokuskan dalam hubungan Indonesia-Filipina terutama dalam proses perdamaian antara MNLF dengan Pemerintah Filipina Oleh sebab itu, Langkahlangkah yang ditempuh adalah: Heruistik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber (dokumen)11 .Dalam hal ini, penulis Berusaha mengumpulkan data-data dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research), dengan menunjungi Kantor Kedutaan Besar Filipina di Jl. Imam Bonjol Jakarta Selatan 10 . Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983), h. 32. 11 Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta; Ar Ruzz Media. h. 64. 10 untuk mendapatkan data-data primer berupa surat-surat perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Filipina, surat-surat keterangan duta besar Filipina, Namun Berhubung Kedutaan ini sedang peralihan tempat lama ke tempat baru penulis dianjurkan untuk Mengkaji data-data di situs www.ph.gov sebagaimana situs ini direkomendasikan oleh pihak kedubes sebagai pengganti perpustakaan yang sedang di renovasi sampai akhir tahun. Selanjutnya mengunjungi perpustakaan Freedom Institute di Jakarta Pusat Jl. Proklamasi untuk mencari data-data Primer dan data-data skunder lainnya. Yang paling utama adalah mengunjungi Perpustakaan ASEAN di Jl.Sisingamangaraja Kebayoran Lama Jakarta Selatan untuk mengkaji beberapa jurnal-jurnal pembanding, disamping itu penulis juga dibantu beberapa sumber tambahan yang berada di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora untuk melengkapi sumber-sumber yang dalam penelitian ini . Setelah sumber-sumber didapatkan metode selanjutnya dilakukan kritik terhadap sumber untuk mengetahui apakah sumber itu baik dan objektif sehingga layak digunakan sebagai sumber sejarah. Sumber-sumber tersebut selanjutnya di analisa berdasarkan tema kajian dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah tahap terpenting dalam metode sejarah yaitu rekonstruksi sejarah atau historiografi untuk menjelasakan kembali tentang peran pemerintah Indonesia dalam usaha antara MNLF dan pemerintah Filipina. Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku pedoman penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang 11 diterbitkan oleh UIN Press, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan12. E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis memaparkan Empat (4) Bab, yang masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun rinciannya sebagai berikut : BAB I Berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II Pada Bab ini penulis mencoba menjelaskan Dinamika Sosial-Politik Muslim di Filipina pada masa rezim Ferdinand Marcos hingga Fidel Ramos. Dalam Bab ini juga membahas bagaimana berdiri serta berkembangnya Organisasi MNLF dan Organisasi-organisasi Islam lain yang berkaitan. BAB III Pada Bab ini penulis mencoba mengupas Hubungan Politik Indonesia dan Filipina. Dibahas Juga bagaimana Politik Luar Negri Indonesia terhadap Filipina begitu juga sebaliknya dan bagaimana hubungan keduanya terhadap sesama Negara ASEAN lainnya. BAB IV Bab terakhir dalam penulisan ini yaitu terdiri atas kesimpulan, saransaran, lampiran dan daftar pustaka. 12 Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta; UIN Press 12 BAB II DINAMIKA SOSIAL-POLITIK MUSLIM DI FILIPINA PADA MASA REZIM FERDINAND MARCOS HINGGA FIDEL RAMOS A.Kehidupan Sosial Politik Pasca Kemerdekaan 1.Masa Pasca-Kemerdekaan hingga sekarang. Kemerdekaan yang didapat Filipina Pada tahun 1946 dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi bangsa moro.Keluarnya penjajah pertama yakni Negara Adidaya Amerika Serikat malah memunculkan penjajah atau musuh baru yakni Pemerintah Filipina itu sendiri.Pada Masa pemerintahan Ferdinand Marcos nasib dan status umat Islam tidak juga bertambah baik terbukti pada tahun 1966 terbongkar sebuah kasus pembunuhan Besar-besaran terhadap umat Islam yang disebut “Persitiwa Jabidah”1, yang melibatkan 180 orang pemuda islam. Pada waktu yang sama muncul pasukan militer Kristen yang disebut Illaga ,yang mana pasukan ini telah dilatih secara kemiliteran, yang diketuai oleh Kolonel Carlos Cajela dan Kapten Manual Tranco.Organisasi Rasialis Illaga ini ditugaskan untuk menghancurkan umat islam dengan cara merampok dan merampas harta benda serta membunuh umat muslim itu sendiri. Pada Juni tahun 1971 sebanyak 200 orang umat Islam telah dibunuh oleh Illaga.Illaga sendiri mengklaim mereka berhasil membunuh setidaknya 50.000 jiwa umat Islam, lalu membakar lebih dari 500 Mesjid,200 Madrasah,dan 20.000 unit rumah.Keganasan yang dilakukan oleh 1 Lihat pembahasan oleh okezone tentang fenomena sabah terkait peristiwa Zabidah http://news.okezone.com/read/2013/03/09/411/773437/rebut-sabah-pengikut-sulu-dilatih-sejak1970 diakses 12 JulI 2015 12 13 Illaga ini mirip dengan KKK di Amerika Serikat yang membuat masalah ini diangkat ke tingkat dunia Internasional. Tuanku Abdul Rahman Putera dari Malaysia dan Tun Mustafa bin Harun membicarakan hal ini pada berbagai pertemuan International.Hal ini membuka mata dunia, Bahwa di Filipina yang terjadi bukan hanya sekedar separatism,tetapi juga genosida pemusnah etnik di bagian selatan wilayah Filipina.Menurut catatan pada bulan September 1971 terjadi pembunuhan sekitar 111 orang di Bual,Tulunan,dan Cotabato.Lalu pada tanggal 22 September 1971, Terdapat setidaknya 36 orang terbunuh di Tacub, Kauswaga, dan Lano Del Norte.Semenjak peristiwa pertama pada Maret 1968 hingga 1972 diperkirakan 95.000 jiwa telah terbunuh, 300.000 jiwa orang kehilangan tempat tinggal,dan lading pertanian yang sangat luas telah di musnahkan. Dalam masa ini Filipina memasuki masa-masa dimana umat muslim ditindas dan dibasmi layaknya orang yang tidak memiliki peri kemanusiaan, Jelas sekali problematika pergolakan antara umat minoritas yang menganut kepercayaan muslim dengan umat mayoritas yang beragama nasrani. Usaha-usaha ini jelas seperti rencana jangka panjang rutin yang akan dilakukan secara terus menerus sampai pada akhirnya tidak ada lagi umat muslim yang tersisa dan bias membangun suatu wadah maupun perkumpulan. Pada masa kini perjuanan bangsa moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisasi dan maju seperti MIM, 14 Anshar El Islam, MNLF, MILF, MNLF Reformis, BMIF.2 Pada saat yang sama sebagai masa terpecahnya bangsa Moro menjadi Faksi-Faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Tekanan semakin terasa hebat dan beerat ketik Ferdinand Marcos berkuasa di interval tahun 1965-1986. Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua Presiden Filipina,dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos, masa pemerintahan Ferdinand Marcos Merupakan Masa Pemerintahan Paling Represif bagi bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement atau MIM Pada 1968 dan Moro National Liberation Front pada 1971 tidak bias dilepaskan dari sikap politik Marcos yang dikenal dengan Presidential Proclamation No.1081. Kemudian perkembagan berikutnya adalah MLF sebagai induk perjuangan bangsa moro akhirnya terpecah.Pertama Moro National Liberation Front atau MNLF. Organisasi ini dibawah pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis sekuler. Lalu yang kedua Moro Islamic Liberation Front atau MILF dibawah pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang yang beridelogikan Islam dan bercita-cita mendirikan Negara islam di Filipina Selatan.3 Dalam perjalannnya, MNLF pimpinan Nur Misuari Mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis yang dipimpin oleh Dimas Pundanto tahun 1981 dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani tahun 1993. Atas sebab ini perpecahan memperlemah perjuangan bangsa 2 Kelompok-kelompok aliansi pecahan Organisasi induk yang justru tumbuh setelah adanya perpecahan dan di setiap golongannya mereka memiliki kepentingan-kepentingan politik tersendiri untuk menguasai daerah-daerah Filipina ini merupakan suatu bentuk dari ekspansi mereka demi menyebarkan politik Islam yang menjadi embrio untuk politik di kancah nasional. 3 Drs. Asep Ahmad Hidayat,M.Ag dkk,Studi Islam di Asia Tenggara,h 75. 15 Moro secara keseluruhan dan memperkuaat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi bangsa Moro. Masa perjalanan atau perjuangan umat Islam di Filipina tidak semudah yang dibayangkan, Mengapa demikian karena di tengah jalan perjalanan organisasi ini menimbulkan beberapa gerakan separatis antar anggota seperti bagaimana dijelaskan paragraf diatas. MNLF yang awalnya diperkirakan bakal menjadi organisasi tunggal yang akan melawan pemerintah pusat Filipina dalam perjalanannya justru terpecah menjadi dua kubu. Ini menyebabkan timbulnya ideologi politik baru yang menganut suatu organisasi. Berikut Adalah Beberapa Dekrit atau Regulasi Pemerintah Filipina Terhadap Kaum Muslim Bangsa Moro,Penerbitan kebijakan ini bukan tanpa alasan namun upaya pendekatan secara diplomasi oleh Pemerintah Filipina guna merangkul kaum minoritas Moro. Melalui proses panjang ini harapannya adalah mampu meredam ketegangan diantara keduanya, Beberapa poin-poin yang dibuat sangat adil dan tidak membebani satu sama lain. “Menerbitkan Berbagai regulasi (Undang-Undang, proklamasai, Dekrit Presiden) tentang Agma Islam dan Umat Islam.4 Sudah banyak peraturan, ketentuan, norma (regulasi) diterbitkan yang menyangkut Islam dan umat Islam, yaitu : 1.Dalam bidang Ideologi,Politik,Pertahanan dan Keamanan: a. Proklamasi nomor 1628, yang menyatakan pengakuan otonomi di Filipina selatan. b. Dekrit Presiden nomor 1092, yang menyerukan plebisit regional wilayah IX dan XII serta di Provinsi Palawan, Davao del Sur, dan Cotabato Selatan. 4 Saifullah,Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara,2010,hlm 154 16 c. Dekrit Prsiden nomor 1618, yang menetapkan perorganisasian Sangguniang Pampook dan Lupong Tagapagpaganap ng Pook di Wilayah IX dan XII d. Dekrit Presiden nomor 742, yang menyusun, dan menata organisasi regional Mindanao, Basilan, Sulu, dan Tawi-Tawi. e. Dekrit Presiden nomor 773, yang mengubah dan menyempurnakan Dekrit Presiden nomor 742, tentang pengatursn organisasi regional Mindanao dan membagi wilayah IX kedalam dua sub-wilayah. f. Perintah Eksekutif nomor 549, mendirikan Kantor Komisioner Urusan Islam. g. Dekrit Presiden nomor 302, pembentukan Provinsi Tawi-tawi. h. Dekrit Presiden 341, pembentukan Provinsi Cotabato Utara Manguindanao dan Sultan Kudarat. i. Dekrit Presiden nomor 356, pembentukan Provinsi Basilan. j. Dekrit Presiden nomor 1016, untuk menciptakan Integrated Civilian Home Defence Forces atau Pertahanan Sipil Terpadu. k. Dekrit Presiden nomor 497, pemberian amnesti kepada semua warga muslim Filipina yang terlibat dalam menentang kekuasaan yang sah. l. Perintah Eksekutif nomor 432, pembentukan Badan Pertolongab dan Kesejahteraan Muslim.ngka Ad m. Perintah Memorandum nomor 516, dan 541, menyusun sistem penerimaan dam pemrosesan orang-orang yang sebelumnya membangkang yang telah menyerahkan diri agar memperlancar pengintegrasian mereka ke tengah masyarakat. n. Perintak Eksekutif nomor 411, Gugus Kerja kepresidenan bagi rekonstruksi dan Pembangunan Mindanao. o. Dekrit Presiden nomor 975, membentuk Kantor Urusan Islam dalam Departemen Luar Negeri. p. Perintah Eksekutif nomor 429, membentuk Dewan Konsultasi Urusan Muslim. Pada uraian ini Pemerintah Filipina sangat memberi kebebasan dalam hal Otonomi daerah, Tujuannya adalah demi memudahkan system pemerintahan serta mengatur rakyat-rakyatnya dengan kebijakan-kebijakan sepadan demi kemaslahatan kaum Filipina Selatan, Dengan demikian maka Filipina akan mudah bernegosiasi karena sudah dibentuk pemerintahan yang relevan, Ini juga bagian dari keuntungan bagi Kaum Filipina Selatan karena dengan jalur ini mereka 17 mampu mengeluarkan aspirasi demi masa depan Islam di Filipina Selatan. Dalam Bidang Perdagangan, Ekonomi, dan Keuangan5 a. b. c. d. e. Dekrit Presiden nomor 93, menciptakan jalan bagi perdagangan tradisional kepulauan Sulu dan daerh-daerh berdekatan. Dekrit Presiden nomor 690, yang menyusun Kerangka Administrasi Pembangunan Filipina Selatan (APFS) secara menyeluruh dan menghapuskan Komisi Integrasi Nasional (KIN) Dekrit Presiden nomor 264, kemudian disesuaikan dengan Dekrit Presiden 542, tentang pendirian Philippine Amanah Bank (Bang Amanah Filipina). Surat Perintah nomor 144 (mempersiapkan pengoperasian Philippine Amanah Bank), Surat Perintah nomor 182 (Pembangunan Kantor Philippine Amanah Bank di Mindanao), Dekrit presiden nomor 313(menyediakan 30juta Peso untuk modal saham Philippine Amanah Bank). Proklamasi nomor 1195, menjaga pemukiman yang khusus bagi para pengungsi muslim dan yang tidak memiliki tanah dari daerah-daerah yang mempunyai masalah di Mindanao. Perintah Eksekutif nomor 474, membentuk Badan Pembangunan dan kesejahteraan Muslim Filipina. Jika kita kembali menelaah sejarah Filipina beberapa dasawarsa lalu yang mengungkapkan bahwa sejak Peralihan bangsa Spanyol kepada Amerika Serikat ada kejadian keji yang terjadi ketika tanah-tanah umat muslim secara paksa diambil oleh Amerika Serikat padahal itu adalah tanah asli pemukiman mereka yang mereka mukim, Namun pada poin ini justru dikaji yakni poin keempat disebutkan bahwa menjaga pemukiman yang khusus bagi para pengungsi muslim, Kontradiksi ini berbanding terbalik dengan yang lebih dulu terjadi justru kali ini mereka membuat kebijakan yang melindungi umat muslim guna tidak terjadi hal serupa di masa lampau, Mereka mampu melindungi umat muslim dengan dibuatnya kebijakan ini. 5 Saifullah, Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.156. 18 Dalam Bidang Pendidikan 6 a. Undang-undang Republik nomor 1387, kemudian diubah dengan Undangundang nomor 1893, nomor 3791, dan 2868, pembentukan dan pembangunan Mindanao State University di kota Marawi. b. Dekrit Presiden nomor 342, mendirikan Philippine Centre for Adcance Studies di University of Philippines dan merumuskan organisasi, kekuasaan, fungsi, dan tanggung jawabnya. c. Dekrit Presiden nomor 1125, mengakui kelayakan persyaratan sebagai pegawai negeri jenjang kedua bagi warga muslim yang kembali dan telah menyelesaikan program latihan kepemimpinan. d. Surat Perintah nomor 82, Pembentukan Centrre for Islamic Studies University of the Philippines. Pada Bidang Pendidikan Pemerintah Filipina memberikan program latihan kepemimpinan sebagaimana disebutkan pada butir ketiga, Pernyataan ini mempertegas status umat muslim Filipina yang diberikan kesempatan sampai sejauh ini bukti nyata bahwa Filipina pada dasarnya ingin merangkul para kaum minoritas ini, Jika mengambil kesimpulan yang prematur tentang aksi-aksi mereka yang tidak terlepas dari unsur politik maka kita harus menunda pernyataan itu pasalnya jika melihat tindakan-tindakan yang dilakukan tak ayal jauh dari unsur terseb Dalam Bidang Kebudayaan dan Hukum Islam7 a. Dekrit Presiden nomor 291, pengakuan hari-hari libur muslim. b. Dekrit Presiden nomor 322, perubahan bagian 3 Dekrit Presiden nomor 291, tentang pengaturan jam kerja kantor pada bulan Ramadhan. c. Proklamasi nomor 1198, Proklamasi Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari libur nasional yang resmi, sebagai pelaksanaan Dekrit nomor 291. d. Surat Perintah nomor 126, Mengeluarkan Perangko Sultan Kudarat. e. Surat Perintah nomor 142, pengakuan atas ciri-ciri khas Kampung Mararlika dan upaya untuk melestarikannya. f. Dekrit Presiden nomor 1302, pembentukan Otoritas Perjalanan Haji Filipina. g. Surat Perintah nomor 890, peringatan enam abad kedatangan Islam di Filipina dan masyrakat menyambut abad ke 14 Hijriyah. 6 7 Saifullah, Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.157 Saifullah, Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.158 19 h. Dekrit Presiden nomor, 1803, persetujuan memasukkan Hukum Islam ke dalam sistem hukum Filipina.” Walaupun pemerintah Filipina tampak sangat tidak senang dengan adanya gerakan radikal ini ternyata mereka memberikan beberapa kebijakan-kebijakan penting untuk umat Islam, Beberapa kebijakan penting itu dituangkan atau dijelaskan dalam dekrit presiden yang secara detail dari butir per butirnya di jelaskan secara eksplisit. Ini merupakan bukti bahwa sebenarnya pemerintah Filipina tidak sepenuhnya acuh atau sentiment terhadap umat muslim minoritas Filipina, Berdasakan isi serta penjelasan dekrit yang saya kira cukup jelas di paparkan, Maka secara tidak langsung anggapan penulis justru pemerintah Filipina membantu mengorganisir segala macam aspek kegiatan agama dimulai dari Haji hingga jenjang pendidikan Tinggi. Meskipun demikian saya juga menampik apakah kegiatan tersebut berjalan semestinya atau melainkan hanya formalitas belaka. Hal-hal seperti ini tidak hanya melanda umat Islam di Filipina, Faktanya juga banyak kejadian-kejadian timpang terjadi di Timur Tengah sana yang tentunya merugikan banyak umat muslim yang hanya memberikan janji dan harapan kosong. B.Pemerintah Filipina Menyikapi Kaum Muslim Kebijakan umum pemerintah filipina terhadap kaum muslim pada dasarnya tidak berubah,hanya berbeda intensitasnya dari satu presiden presiden lainnya.Pemerintah Manila mempunyai 4 titik pandang terhadap kaum muslim yakni Pemerintah masih memegang pandangan kolonial yaitu “Moro yang Baik adalah Moro yang Mati8”.Ada Tiga Istilah penting yang disematkan kepada umat 8 Ali Kettani. Minoritas muslim di dunia. Jakarta; Grafindo 2005 h.12 20 muslim moro, Kaum muslim adalah warga kelas kedua di filipina,Kaum muslim adalah penghambat pembangunan,Masalah moro adalah masalah integrasi yaitu bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama atau main stream tubuh politik nasional.Pernyataan diatas membuktikan bahwa dengan adanya istilah dan sebutan kepada bangsa moro membuat kesan dan makna seorang muslim di mata semua kalangan memberi label negative.Pernyataan tersebut mengacu kepada bahwa umat muslim itu barbar, umat muslim itu sadis,serta umat muslim itu urakan.Padahal pernyataan-pernyataan sumbang ini belum valid nilai kebenarnya. Dalam dinamika konflik Mindanao telah terjadi pergantian 5 rezim besar, yang ada kecenderungan rezim satu dengan regim lainnya mengembangkan kebijakan yang relatif berbeda. Namun yang tak bisa dihindari bahwa regim di Filipina senantiasa diidentikkan dengan konsep “Filipino” yang senantiasa dekat dengan makna Katolik. Sehingga tak bisa dihindari bahwa setiap regim di Filipina difahami oleh masyarakat Mindanao sebagai cerminan Katolik. Rezim Marcos yang berkuasa semenjak 1970 cenderung menerapkan kebijakan represif kepada setiap bentuk perlawanan masyarakat Mindanao kepada pemerintah, baik yang dilakukan oleh kelompok Mindanao muslim ataupun kelompok komunis. Kebijakan represif ini tercerminkan dalam kebijakan Martial Law9, Sikap akomodatif rezim Marcos tidak bisa dilepaskan dari tekanan masyarakat internasional dan dunia Islam terhadap kebijakan represifnya. 9 Martial Law:sebuah kebijakan yang memberikan ruang yang besar bagi tentara Filipina dan penduduk Katolik melakukan tindakan kekerasan kepada komunitas muslim. Meskipun demikian, pada akhirnya regim Marcos pada tahun 1976 juga mulai menunjukkan sikap akomodatifnya terhadap gerakan perlawanan Moro. 21 Rezim Aquino yang menggantikan rezim Marcos di 1992 cenderung mengembangkan kebijakan akomodatif terhadap kelompok perlawanan Mindanao daripada kebijakan represif. Pilihan kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari spectrum politik di Filipina dan dukungan internasional untuk menyelesaikan konflik Mindanao di meja perundingan. Langkah-langkah yang dilakukan Aquino adalah dengan melakukan pertemuan informal dan formal dengan elit-elit MNLF dan beberapa Negara Timur tengah sebagai fasilitator negosiasi. Sedangkan rezim Fidel Ramos sebagai penerus regim Aquino cenderung untuk meneruskan gaya kepemimpinan Aquino untuk bersikap akomodatif terhadap kelompok perlawanan di Mindanao. Sebagai mantan wakil presiden pada regim Aquino, Ramos telah merintis jalan perdamaian dengan kelompok perlawanan. Sikap pro peace regim Ramos, membuat MNLF yang sebelumnya memilih sikap konfrontatif pasca Tripoli Agreement 1976, mulai menunjukkan sikap akomodatif dan menerima tawaran negosiasi dalam konteks Final Peace Agreement 1996. Berbeda dengan regim Aquino dan Ramos yang cenderung mengembangkan kebijakan akomodatif atau all-out peaces terhadap kelompok perlawanan Moro, regim Estrada cenderung memilih kebijakan represif (all-out wars). Kebijakan Estrada keras Estrada melakukan penyerangan langsung dan menghancurkan camp-camp serta markas MILF, Abu Sayyaf dan MNLF yang dianggap sebagai kelompok teroris yang harus ditumpas. Sikap represif Estrada cenderung juga dilanjutkan oleh Arroyo dalam menyelesaikan konflik Mindanao, untuk mendukung kebijakan tersebut regim Arroyo melakukan mengembangkan 22 kembali kebijakan kerjasama militer dengan Amerika Serikat terutama kerjasama perang terhadap jaringan terorisme internasional.10 2.Kebijakan Agama Bangsa Moro yang merupakan muslim di Filipina, mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan petani. Dalam penganutan mazhab, Bangsa Moro mengikuti mazhab Syafi’i. Sebelumnya mereka tidak memiliki aturan hukum secara tertulis, ini terjadi pada periode pra-islam,mereka hanya dipimpin oleh seorang kepala suku atau yang biasa disebut dengan datus. Di akhir abad ke-13, Pulau suku pemukim muslim terlindung oleh Arab, Kalimantan, Sumatra, dan Malaya yang bekerja sebagai pedagang dan misionaris, beberapa diantaranya ada yang mempersunting perempuan lokal sehingga terciptanya hubungan aliansi politik, dan juga berbagi dalam keyakinan agama. Islam terus menyebar di Filipina Selatan pra-kolonial melalui sarana ekonomi dan relasional sebagai pengganti penaklukan, ini mengakibatkan adanya integrasi hukum adat baru dan yang sudah ada. Ketika pimpinan adat mulai memeluk islam, kesultanan pun didirikan di Mindanao11 dan Sulu12. Hal ini berfungsi seperti “mini-negara” dengan pemerintah yang memiliki kekuatan baik dalam peradilan administrasi … Agama pengadilan Moro diterapkan menurut hukum adat, atau dari sistem hukum islam (disebut sebagai agama sara sistem) yang menjelaskan bahwa pada Muslim awal dilaksanakan “pluralisme hukum 11 Muhammad syamsu as, Ulama Pembawa Islam Di Dindonesia Dan Sekitarnya, hlm.159 12 Hamka, Sejarah Umat Islam IV, hlm. 46 23 untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dari keyakinan yang berbeda …”,13 dan ini menunjukkan bahwa mereka tinggal di ko- eksistensi damai dengan dan tidak memaksakan iman mereka terhadap non-Muslim.14 Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum, yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa, dan Mir-atu-Thullab. Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di provinsi Davao di bagian tenggara Pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke Pulau Lanao dan bagian utama Zamboanga serta daerah panyai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina, semuanya berada di bawah kekuasaan pemimpin islam yang bergelar Datuk atau Raja. Istilah Luwaran, yang dipakai oleh orang Moro Mindanao dalam kitab hukum, berarti “pilihan” atau “terpilih”. Undang-undang yang terkandung dalam kitab Luwaran merupakan hukum Arab lama yang kemudian diterjemahkan dan dikompilasikan untuk digunakan sebagai pegangan serta informasi bagi para datu, hakim, dan pandita di Mindanao yang tidak mengerti bahasa Arab. Dalam kitab Luwaran dari Mindanao tidak ada tanggal, tidak ada seorang pun mengetahui kitab ini dibuat. Sebagian orang berpendapat bahwa kitab Mindanao disusun beberapa waktu yang lalu oleh para hakim di Mindanao. Kitab utama yang dirujuk oleh kitab Luwaran adalah Minhaj atThalibin karya ahli hukum mazhab Syaf’i, yaitu Syekh Zakaria Yahya bin Syaraf Al-Nawawi.15 13 Justin Holbrook 2009 Justin Holbrook hlm.77 15 Justin Holbrook hlm.78 14 24 Kantor Komisi Urusan Agama Islam (Office of the Commisioner for Islamic Affairs) OCIA yang merupakan salah satu bagian di bawah Presiden. Komisi ini dibentuk melalui penerbita Executive Order nomor 697 tanggal 28 Mei 1981, yang berisi pembentukan Kementran Urusan Agama Islam Filipina. Menurut keketapan tersebut, tugas Kementrian ini adalah menetapkan kebijakan yang menjamin penyatua Filipina muslim ke dalam masyarakat Filipina secara keseluruhan dengan tetap menghormati keyakina, adat istiadat, tradisi, dan lembaga-lembaga mereka yang sejalan dengan tujuan spirasi nasional, sejajar dalamstatus, martabat, dan kesempatan dengan warga Filipina lainnya. Pembentukan Kementrian ini didasarkan pada pndekatan sosio-ekonomi dan sosio-kulturan, melalui pengembangan sumber daya manusia. Adapun program dan keberhasilan Kementrian ini antara lain : a. Secara bertahap melakukan pembaruan Hukum Nasional, dengan menempatkan Badan-badan Peradilan Syariah ke dalam bagian Tata Peradilan Nasional Filipina. b. Membentuk embaga Peradilan Syariah di daerah-daerah yang memiliki populasi muslim dalam jumlah tertentu dan membentuk 56 distrik Peradilan Syariah dalam tempo yang cukup singkat. c. Untuk mendidik tenaga ahli dalam hukum syariah, dikembangkan Institut Pendidikan Syariah di tiga lokasi dengan sasaran 120 peserta. d. Pengakuan pada eksistensi madrasah (Madrasah accreditation Program), yang merupakan kelanjutan dari Koferensi Madrasah di Western Mindanao State University pada 24-26 Mei 1982, bekerja sama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.16 16 Saifullah,Sejarah dan Pelajar,Yogyakarta,2010,hlm 143 kebudayaan islam di Asia Tenggara,Pustaka 25 1).Pembentukan Badan Pengelola Perjalanan Haji Filipina Badan ini dibentuk dengan Dekrit Presiden nomor 1302 yang ditandatangani pada 25 februari 1987. Badan ini memiliki kekuasaan untuk memprakarsai, mengelola semua program-program yang relevan bagi pelaksanaan haji tahunan. Sejak beroperasi secara resmi pada 1979, jumlah jema’ah haji yang diberangkatkan badan ini meningkat dari 1.022 menjadi 1.801 dalam setahun. Dalam tahun 1980, badn ini menerima sisa uang sewa muthawwif (penunjuk jalan) yang tidak terpakai sejumlaah P 2.828.447,66, melembagakan sebuah sistem perjalanan haji, memperkuat terciptanya hubungan persahabatan dengan negara-negara Islam (khususnya Arab Saudi), menyumbang kesejahteraan umat Islam Filipina, dan menjamin kelancaran pengelolaan perjalanan haji. Dalam waktu dekat, badan ini berencana akan memperkuat sumber daya manusianya; memeperluas jaringan sampai kota Gagayan de Oro Palawan, dan Provinsi Davao; memperbaharui beberapa pasal dalam dekrit yang sudah ketinggalan zaman; dan mendirikan suatu perusahaan yang dimiliki dan dikelola badan ini. Pada 1982, jema’ah haji Filipina telah mencapai 2.000 orang. 2).Kebijakan Pendidikan (1). Mendirikan Institut Studi-studi Islam Universitas Manila Institut yang dididrikan pada 22 Desember 1973 sebagai satu bagian dari Philipine Centre for Advance Studies, dengan Dekrit Presiden nomor 342, memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) menyediakan kesempatan bagi para 26 mahasiswa untuk berpartisipasi lebih banyak dalam kehidupan nasional dan pembangunan melalui bidang akademik; (2) menciptakan saling pengertian yang lebih mendalam dan salin menghormati antar warga muslim dan warga lainnya;(3) memberi lebih banyak informasi mengenai sejarah Filipina, tempat serta peranan warisan kebudayaan Islam dalam membentuk Negara Filipina dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Institut ini mendorong dan mendukung berbagai penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa muslim. Institut ini juga menjadi pusat pertemuan bagi para ilmuwan yang tertarik pada sejarah dan kebudayaan Islam. Saat ini Institut ini memiliki salah satu perpustakaan Islam terbesar di Filipina. Pada November 1974,intitut ini memulai program gelar Sarjana dalam studi-studi Islam. Disini diajarkan bahasa Islam,Filsafat,Kesenian,Perundang-undangan,Lembaga arab,Sejarah sosial dan politik,disamping sejarah Filipina,hukum adat,sastra,dan tradisi kesenian berbaga kelompok etnolinguistik muslim. Pada Tahun 1975,diberikan beasiswa bagi mahasiswa muslim berprestasi,dan mulai Tahun 1980 Institut ini menerima mahasiswa siswazah (MA) dalam bidang Studi Islam.17 17 .Saifullah Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.145 27 (2). Mendirikan King Faisal Centre for Islamic and Arabic Studies, Mindanao State University Institut ini didirikan pada 1973 sebagai institusi Islam pertama yang dikelola oleh Pemerintah. Pada awalnya, lembaga ini bernama Institut of Asian and Islamic Studies, tetapi kemudian diganti dengan King Faisal Institute of Asian and Islamic Studies, setelah mendapat akreditasi dan bantuan dari Pemerintah Arab Saudi. Pada 3 Juni 1976, institut ini ditingkatkan untuk menjadi sebuah “pusat studi” dengan empat fungsi, yaitu: (a) pengajaran, penelitian, dan penyuluhan dengan tujuan-tujuan khusus, yakni melakukan penelitian mengenai warisan budaya Islam di Filipina guna memperdalam pemahaman tentang kebudayaan dn tradisi muslim; (b) mengembangkan berbagai program yang dirancang untuk memperbaiki kondisi sosio-ekonomi warga muslim dn komunitaskomunitas kultural lainnya di Filipina; (c) mengembangkan pendidikan untuk warga muslim agar mereka menjadi warga negara yang aktif dan dapat memahami kesatuan nasional dalam keragaman; (d) mendorong tumbuhnya keasadaran di Asia dan Timur Tengah bagi identitas dan kerjasama regional. Lembaga in mempunyai empat buah unit, yaitu Unit pengajaran, Unit penelitian dan evaluasi, Unit pelayanan dan penyuluhan masyarakat, Perpustakaan dan arsip. Bahkan, dalam perkembangannya, lembaga in juga menawarkan berbagai kuliah atau program gelar, seperti Bachelor of Arts (BA) dalam bidang studistudi Islam atau Bahasa Arab, hubungan internasional, dan studi-studi muslim 28 Filipina, Mater of Arts (MA) dalam hukum perdata muslim Filipina dan program sertifikat satu tahun dalam pengajaran Bahasa Arab untuk guru-guru madrasah serta program enam bulan intensif ubtuk guru-guru sekolah umum. Sejak awal lembaga ini telah menarik miinat mahasiswa muslim dan juga kristen, khususnya yang berminat mempelajari sejarah, kebudayaan dan masyarakat islam. Saat ini dua orang muslim diutus lembagga ini untuk melakukan pengajaran dan penelitian ke luar negri. Lebih dari itu,lembaga ini juga menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga lain, misalnya terlibat dalam memberikan penataran guru-guru untuk mengajarkan bahasa Araab di daerah-daerah muslim, terlibat dalam Kongres Madrasah. Banyak staff lembaga ini juga terlibat dalam lembaga Peradilan Syariah dan berbagai kegiatann yang mendorong pendalaman dan penyebaran informasi mengenai Islam di Filipina selatan.18 C.Sikap Muslim Filipina terhadap Kebijkan Pemerintah Filipina Pada Tahun 1972-1992 Bibit konflik mulai muncul saat Spanyol menguasai Filipina pada abad ke16 dan menerapkan kebijakan transmigrasi dan Kristenisasi. “Sebuah upaya kuat memaksakan Katolik di seluruh kepulauan untuk mencegah penyebaran Islam di Asia Tenggara,” tulis Peter Chalk, “Militant Islamic Extremism in the Southern Phillipines”, dimuat dalamIslam in Asia: Changing Political Realities. Etnis-etnis yang berhimpun menjadi bangsa Moro dan sudah lama mendiami Mindanao dan pulau-pulau lain di selatan Filipina, mulai terdesak oleh 18 Saifullah Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h .146-147 29 transmigran dari pulau-pulau di utara seperti Luzon dan Visays. Mereka kehilangan tanah, mata pencaharian, dan bahkan terusir dari tanah kelahiran. Mereka pun melakukan perlawanan dan berhasil meredam Kristenisasi selama tiga abad berikutnya. Spanyol hanya bisa menguasai utara dan timur Mindanao. Setelah mengalahkan Spanyol dalam perang pada 1898, Amerika Serikat menguasai Filipina dan melanjutkan program transmigrasi agar penduduk Mindanao mendukung integrasi Filipina. Gelombang transmigran makin deras setelah Filipina merdeka pada 1946. Pada 1969, Nur Misuari dan kawan-kawan membentuk kelompok separatis MNLF, yang kemudian menjadi induk perlawanan bangsa Moro menuntut kemerdekaan. Pertempuran demi pertempuran pecah di berbagai wilayah Mindanao. Pemerintahan Ferdinand Marcos menjawabnya dengan operasi militer. Perjanjian damai Tripoli Agreement pada 1976 mengakhiri konflik. Perjanjian ini memaktubkan otonomi terhadap 13 provinsi dan 9 kota di Mindanao. Namun, di tubuh MNLF sendiri terjadi perpecahan. Hashim Salamat mendirikan MILF pada 1978 dan Khadaffy Janjalani mendeklarasikan Abu Sayyaf pada 199119. Sebuah Peristiwa yang menjelaskan bahwasannya seperti apa kondisi dan keadaan yang terjadi di Filipina pada tahun 1972-1992 banyak sekali agresi-agresi yang dilakukan pihak MNLF ini adalah bukti bahwa penolakan atau sikap tidak 19 Lihat Historia Online mengulas tentang Konflik Filipina yang tak kunjung Usai http://historia.id/mondial/mimpi-damai-di-filipina-selatan Diakses 11 Desember 2014 Pukul 14.00 30 setuju kaum minoritas terhadap upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Meskipun ini bertujuan untuk memajukan Mindanao itu sendiri,Sumber ini juga menyebutkan bahwa adanya perlawanan dari pihak pemerintahan ialah disebabkan oleh adanya gejolak intern yang ada di tubuh Organisasi ini menyebabkan adanya 2 kubu yang melahirkan dua kepala beserta dua ideology juga. Dengan deimikian semakin jelas dan rumit upaya dari pemerintahan untuk mencapai kata sepakat dan damai tanpa ada konflik berkepanjangan. Ini yang menyebabkan usaha damai antara dua kubu memasuki babak baru, yang mengakibatkan timbul permasalahan baru. Ini merupakan bibitbibit embrio munculnya organisasi-organisasi islam di Filipina yang berkesinambungan. Dalam artiannya adalah beberapa organisasi besar yang ada memiliki kubu perpecahan. 1.Organisasi-Organisasi Islam di Filipina dan Aliansi Politik Kemerdekaan yang didapatkan Filipina pada 4 Julai 1946 dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hal ini disebabkan kerana, penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya perlawanan yang lebih terorganisasi dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece Movement), MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.20 Namun pada masa yang sama juga, merupakan masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Tekanan semakin terasa 20 Jason F Isaacson Islam in Asia: Changing Political Realities 1999. h. 191-193. 31 hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro21. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tidak boleh dilepaskan dari sikap politik Marcos. Perkembangan berikutnya, MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Bangsa Moro perpecah kepada dua kelompok. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler.22 Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Hashim Salamat, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.23 Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLFReformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993).24 Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Kesannya, ketidaksefahaman ini mewujudkan perpecahan di kalangan bangsa Moro. Pada 1996, hasil rundingan 21 Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang. Setelah menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina. Pemberontakan ini boleh diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953). 22 Jason F Isaacson Islam in Asia: Changing Political Realities 1999. Hlm. 191. 23 Cesar Majul.Dinamika Islam di Filipina 1990 Hlm. 307 24 Kelahiran Kumpulan Abu Sayyaf pada 1989 bermula daripada sekumpulan kecil Militan Islam berpecah daripada MILF dan menbentuk satu kumpulan baru yang dikenali sebagai Mujahideen Commando Freedom Fighters (MCFF). Hlm. 201 32 damai dipersetujui antara Filipina dan MNLF yang mana wujud Kawasan Autonomi Muslim Mindanao atau ARRM dipimpin Nur Misuari yang dilantik menjadi Gabenor.25 penubuhan MNLF berjaya menyatukan bangsa Moro melalui pimpinan Nur Misuari. Namun, penyatuan ini hanya seketika ekoran perselisihan fahaman dan haluan para pemimpin kanan. Kemudian Lumads.Lumads merupakan etnis asli Mindanao yang tidak melakukan konversi adat dan keberagamaan meskipun telah bersentuhan tradisi baru, baik tradisi Katolik-Spanyol ataupun tradisi Islam. Masyarakat Lumads masih memegang teguh tradisi lama dalam keberagamaan di mana masih mengembangkan tradisi paganism. Meskipun secara politik dan ekonomi, masyarakat Lumads mengalami marginalisasi sebagaimana dialami oleh masyarakat Muslim Mindanao, namun ada kecenderungan masyarakat Lumads tidak melakukan perlawanan ataupun pemberontakan seperti yang dilakukan masyarakat Muslim di Mindanao. Namun pasca Final Peace Agreement 1996,26 masyarakat Lumads sebagai bagian tak terpisahkan dalam komunitas penduduk 25 Namun, pentadbiran Nur Misuari tidak kekal lama. Misuari akhirnya ditahan atas tuduh melancarkan pemberontakan serangan ke atas Manila ketika dia tidak dibenarkan bertanding dalam pilihanraya Gabenor Wilayah pada November 2001. Kesempatan ini diambil Barisan Pembebasan Islam Moro (MILF) untuk mengetuai pasukan rundingan damai dengan Filipina di mana Malaysia memainkan peranan sebagai pihak ketiga. Walaupun Barisan Pembebasan Kebangsaan Moro MNLF dan Barisan Pembebasan Islam Moro MILF berpecah, namun matlamat mereka sama, bezanya adalah strategi. Walaupun bangsa Moro dijajah dan berperang mempertahankan tanah air, mereka tetap tidak mengalah kerana perjuangan ini adalah perjuangan nenek moyang mereka. Islam in Asia: Changing Political Realities. Hlm. 194. 26 Lihat pembahasan oleh Tempo Online dalam Peace Agreement yang merupakan klimaks dari beberapa perseturuan lama yang melibatkan umat muslim dengan pemerintah pusat Filipina, Mediasi antara dua kubu ini melibatkan Indonesia yang notabene Negara netral statement ini diutarakan oleh pelaku sejarahnya sendiri yakni Hassan Wirayuda yang merupakan bagian dari kepanitiaan rangkaian damai munculnya perjanjian tersebut. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/Indonesia-Dipercaya-Sebagai-Mediatorkarena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00 33 Mindanao mulai menuntut diberikan ruang yang besar dalam konteks ekonomi dan politik. NPA(National People Army) merupakan sekelompok masyarakat di bagian tenggara Mindanao yang melakukan aksi perlawanan terhadap kebijakan Manila yang cenderung memarginalkan Mindanao. Namun ada kecenderungan pula bahwa munculnya NPA sebenarnya sebagai respon terhadap gejolak politik yang ada di Manila. Pilihan Mindanao sebagai basis utama gerakan NPA tidak bisa dilepaskan untuk membangun independensi terhadap berbagai penetrasi yang dilakukan oleh rezim Manila sekaligus melakukan perang gerilya untuk mendestruksi legitimasi pemerintah Filipina. NPA merupakan organisasi perlawanan Mindanao yang didirikan oleh Jose Sison tahun 1968, seorang aktivis mahasiswa kiri dari Universitas Filipina dan satu generasi dengan Nur Misuari, menggunakan idiologi komunis dalam proses perjuangannya. Keanggotaan NPA ada kecenderungan berasal dari kelompok politik yang terpinggirkan dalam politik di Manila, termasuk di antaranya adalah kalangan militer yang mengalami disersi. Pasca Final Peace Agreement 1996, NPA mulai mengidentifikasi diri sebagai representasi dari masyarakat miskin Mindanao, terutama kaum Lumads yang tidak mendapatkan posisi signifikan dalam ARMM(Autonomus Region In Muslim Mindanao). Oleh karena itu strategi umum pemerintahan terhadap kaum muslim adalah mengintegrasikan kaum muslim,kedalam proses demokrasi nasional.Semua program pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum 34 muslim pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum muslim pada budaya nasional yang dalam hal ini adalah umat nasrani27. 2.Berdiri dan Berkembangnya MNLF (Moro National Liberation Front) Di zaman modern ini kita pernah mendengar bahkan melihat apa yang disebut radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme.28 Ketiga istilah tersebut konon merupakan efek dari benturan dunia barat dengan dunia timur, apalagi setelah keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1990 an. Di Asia Tenggara juga memiliki beberapa basis gerakan radikal. Seperti: MNLF (Moro National Liberal Federation), MLIF (moro liberation Islamic federation) Abbu Sayyaf, Jamaah Islamiyah atau yang dikenalnya dengan JI dan lain-lainnya. Semua gerakkan tersebut dimotori oleh orang-orang atau kelompok Islam yang mempunyai pemikiran politik dan ideologi berbeda dengan negara kesatuanya. Salah satu contoh gerakan radikal yang sangat ditakuti oleh dunia barat berasal dari Filipina Selatan, yakni MNLF, MILF dan Abbu Sayyaf. Kemuculan gerakan Islam radikal ini mempunyai sejarah tersendiri tentunya. Menurut 27 . Helmiati hal Sejarah Islam Asia Tenggara.266 Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis. Fundamentalisme merupakan sebuah paham yang bersifat ekstrim (keras). Sementara itu Terorisme adalah suatu paham yang melakukan cara dengan berbagai macam tindakan terror sebagai akibat ketidakadilan dalam berbagai macam aspek kehidupan lalu ditambahkan pula dengan proses doktrin mati syahid. Tim penyusun kamus pusat bahasa, kamus besar bahasa Indonesia, ed. 3, cetakan keempat. Jakarta: balai pustaka, 2007. Hlm. 919. Koran kompas sabtu, 7 mei 2011, radikalisme, hlm. 10 C. 28 35 theodorson29 Gerakan radikal ini adalah gerakan sosial, sebab gerakan sosial untuk kebanyakan orang yang terlibat bersifat informal atau tidak langsung. Dimana gerakan sosial tersebut muncul akibat ketidakpuasan terhadap segelintir perubahan sosial, sebab perubahan sosial tersebut tidak membawa pengaruh yang baik bagi sekelompok atau kelompok-kelompok radikal itu muncul. Dari ketiga gerakan tersebut, sangat menarik perhatian dari kawasan regional, nasional dan internasional. Maka dari itu sangatlah menarik untuk dikaji serta dibahas guna menambah wawasan intelektual serta informasi pengetahuan. Lalu timbul pertanyaan mengapa timbul kelompok gerakan-gerakan islam yang dikatakan sebagai suatu pergerakan yang radikal di Filipina selatan khususnya. Menurut sumber buku Caesar A Majul yang berjudul dinamika islam di Filipina, menjelaskan bahwa MNLF (Moro National Liberation Front) berdiri Pada tahun 1963 lahirlah yang dipimpin oleh Nur Misuari. Nur Misuari merupakan salah satu mantan aktifis Universitas di Filipina.Pergerakan ini hadir di Filipina selatan akibat dampak kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan segala aspek kehidupan terutama kepada masyarakat muslim di Filipina selatan khususnya mindanao, jolo, basilan, dan tempat lainnya yang penduduknya mayoritas muslim. Pemerintahan disini terjadi pada masa atau era marcos. 29 M. zaki mubarok, ganealogi islam radikal di Indonesia, gerakan pemikiran dan prospek demokrasi. Jakarta: lp3s. hlm. 51. 36 Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah membatasi dan menindas kebebasan politik rakyat tentunya umat muslim. Merampas hak-hak ekonomi rakyat dengan merampas sumber-sumber pencaharian mereka yang tradisional, terutama tanah leluhur mereka. Kemudian tidak cukup hanya disitu, bahkan pihak pemerintah pada zaman marcos ini juga menghina hak-hak sosial keagamaan dan kebudayaan rakyat dipaksakan dengan suatu tatanan sosial totaliter, yang memberlakukan dalam rangka pembangunan apa yang pemerintah klaim pada saat itu sebagai “Masyarakat Baru”. Kemudian sisi lainnya munculnya MNLF adalah rezim marcos membenarkan dan menindas para rakyat muslim yang berada di wilayah Filipina selatan, serta penghapusan kebudayaan nene moyang yang telah lama berkembang dan menggantikannya dengan kebudayaan barat atau peradaban barat dari spanyol maupun dari amerika. Serta mengintegrasikan secara total dan penuh apa yang pemerintah namakan sebagai minoritas-minoritas kebudayaan.30 Jadi latar belakang berdirinya oraganisasi MNLF ini dari versi Caesar A majul, dalam bukunya dinamika islam di filipina adalah akibat damapk kebijakankebijakan rezim marcos yang membuat para rakyat di Filipina selatan khusus di kepulauan berpenduduk mayoritas muslim seperti Jolo, Basilan, Sulu, Mindanao dan bagian lainnya terkait menyekat atau membuat stagnan terhadap kebebasan kehidupan berpolitik, berbudaya dengan menggantikan atau memasukan unsur kebarat-baratan dan membuat umat muslim di daerah tersebut menjadi melarat bahkan tertinggal pada bidang ekonomi akibat kebijakan yang hanya 30 Cesar A majul , dinamika islam Filipina, Jakarta: LP3S, 1989. Hlm. 154. 37 menguntungkan pemerintah saja tanpa melihat semua rakyat atau disebut ketidak balance dari tujuan perpolitikan yakni mencapai kesejahteraan hidup yang nantinya dirasakan sama rata tanpa mementingkan golongan, Baik golongan agama, politik, suku dan sebagainya. Menurut John L Esposito dalam bukunya yang berjudul ensiklopedi Oxford dunia islam modern, memberikan tambahan informasi kepada kita bahwa kemunculan pergerakan MNLF ini dilatarbelakangi oleh tiga faktor, diantaranya adalah:31 Yang pertama Untuk melindungi kepentingan dan identitas budaya moro (muslim Filipina). Selanjutnya dua factor lain yang melatarbelakangi kemunculan pergerakan MNLF adalah adanya tanggapan terhadap manifestasi historis dan minoritas muslim di Filipina, serta percepatan program integrasi dan pembangunan nasional selama tahun 1950-an sampai 1960-an. Percepatan program ini dari susut pandang gerakan MNLF adalah bahwa cara yang dilakukan oleh pihak pemerintah sangatlah tidak masuk akal dan mengandung unsur untuk mempengaruhi orang-orang muslim yang berada di Filipina selatan terutama pulau-pulau yang berpenghuni muslim. Tidak masuk akalnya atau ada sebuah hal yang terselubungnya adalah kebijakan pemerintahan marcos dengan mengadakan perpindahan penduduk dari masyarakat Filipina utara. Filipina utara memang sangatlah terkenal atau identik mayoritas Kristen katholiknya. Lalu hal tersebut tentunya menimbulkan rasa kekhawatiran orangorang non muslim tersebut akan mempengaruhi akidah serta pola tingkah laku kebarat-baratan sehingga identitas tradisi, kebudayaan serta peradaban islam di 31 81. Jhon L Esposito, ensiklopedi oxford dunia islam modern, bandung: mizan, 2001, hlm. 38 Filipina selatan akan tersisih atau hilang. Maka dari itulah latar belakang MNLF sangat menghargai tradisi dan kebudayaan islamnya. Kemudian dari ensiklopedi tematis dunia Islam asia tenggara, latar belakang kemunculan MNLF adalah32, Hilangnya struktur aspek islam di kepulauan Mindanao, basilan, sulu. Seperti halnya sistem kepepimpinan yang dahulu diatur oleh seorang datuk diganti atau dihilangkan sejak zaman masa sultan jamalul kiram III maret 1915, pada saat itu beliau mengundurkan diri mejadi datuk. Contoh keduanya adalah dihilingkannya sistem hukum syariah atau hukum islam yang dahulu sudah berkembang sebelum kedatangan kolonial pada abad ke- 15 M.Pencaplokan tanah milik warga muslim yang dilakukan oleh pihak pemerintah Ferdinand Marcos pada tahun 1965. Hal tersebut tentunya menghilangkan rasa kemerdekaan yang dirampas begitu saja. Apalagi kita sudah mengetahui bahwa mata pencaharian penduduk pribumi muslim di Filipina selatan adalah sebagai petani dan nelayan. Menurut abhoud lingga salah satu tokoh MNLF yang berpengaruh mengatakan, „sulitnya atau minimnya jalan perdamaian antara penduduk lokal muslim dan pihak pemerintah marcos‟. Mungkin saja latarbelakangnya berdirinya MNLF disini untuk menjembatani aspirasi politik dan hak-hak masyarakat muslim di Filipina selatan. Sebab tanpa gerakan ini amat sulit untuk pencapaian pemufakatan perdamaian. Terdiskriminasinya hak berpolitik muslim dan keikutsertaanya dalam berpartisipasi ke negara. Alasan lainnya adalah kasus politik tanah yang sangat merugikan kepentingan umat islam dan pergolakan proses asimilasi di Filipina 32 Taufik Abdullah (ed.), ensiklopedi tematis dunia islam asia tenggara, jilid, Jakarta: PT ichtiar baru van hoeve. Hlm. 480. 39 juga makin meningkatnya kesadaran bangsa moro sebagai umat, sebuah konsep tentang komunitas religious. Jadi faktor-faktor latar belakang berdirinya gerakan MNLF dari beberapa sumber yang telah di rangkum menjadi satu padu adalah pertama faktor agama, dalam faktor petama ini adalah merupakan salah satu aspek terpenting sebab langsung ke aqidah umat muslim. Sebab pada rezim marcos sudah melakukan kebijakan yang menginginkan islam di Filipina tidak boleh berkembang baik tradisi, kebudayaan dan peradaban islamnya. Contoh lainya adalah dihilangkannya hukum syariah. Faktor kedua adalah dari segi aspek politik, terdiskriminasinya masyarakat muslim atau golongan elite muslim dalam percaturan politik regional. Apalagi pihak pemerintah tidak perhatian jarang perhatian dengan masalah yang dihadapi oleh para umat muslim di filipina selatan. Faktor kesukuan atau ashabiyah dan keagamaan, hal ini sama dengan yang diungkapkan pada bukunya dale F. Eickelmen dan james piscatori, ekspresi politik muslim, bahwa MNLF menekankan kewajiban untuk berpartisipasi baik dalam jihad islam maupun bangsa (identitas yang mengacu pada nenek moyang asal-usul seseorang).33 Faktor ini jugalah menurut cendikiawan muslim yang bernama ibnu kaldun dalam bukunya muqqadimah, bahwa faktor kesukuan amatlah penting dalam menunjukan identitas kebersamaan jati diri serta kuat ikatanya untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama yakni disini MNLF ingin mendirikan negara islam. 33 Dale F. Eickelman dkk, ekspresi politik muslim, 1998 cetakan pertama, bandung: mizan, H. 125 40 MNLF merupakan gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Prof. Nur Misuari, seorang akademisi dari Universitas Filipina dalam upaya memisahkan diri dari Filipina semenjak dekade 1970-an sebagai respon terhadap upaya pemarginalan terhadap bangsa Moro baik oleh etnik Ilaga ataupun pemerintah Fiipina. Ia merkontruksi sejarah perjuangan bangsa Moro yang prihatin terhadap nasib kamunya. Nur Misuari meliahat bangsa Moro tertindas selama 300 tahun, sama seperti halnya dengan penjajahan terhadap Indonesia. Dari perjuangan melawan spanyol dilanjutka debgan melawan Amerika Serikat dan sampai pada masa kemerdekaan dibawah pemerintahan Filipina yang didominasi oleh masyarakat Kristen Katolik. Dalam tulisannya, Nur Misuari menyatakan; “Meskipun kami telah melancarkan protes, pemimpin-pemimpin Kristen Filipina terus melangsungkan perlakuan yang tidak baik terhadap rakyat, tanah air, dan Islam, serta meneanamkan cengkramannya kepada kita. Karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali berjuang dengan menggunakan metode klasik yang dipakai oelh para pejuang anti colonial diseluruh dunia.” Dalam perkembangannya, MNLF kemudian menjadi organisasi yang secara resmi menjadi perwakilan masyarakat Mindanao dalam proses negosiasi dengan pemerintah Filipina di dalam beberapa Accord ataupun Agreement di 1976 dan 1996. Dalam dinamika hubungan dengan pemerintah, MNLF cenderung melakukan politik yang dinamis dibandingkan dengan organisasi perlawanan yang lain. MNLF sebelumnya menyerukan upaya pemisahan diri masyarakat Mindanao dari pemerintah Fiipinan, namun kemudian menurunkan tuntutan pembentukan Negara Mindanao Merdeka menjadi pemerintahan otonom Muslim Mindanao (Autonomous Region for Mindanano Muslim/ARMM) di dekade 1990an. Namun berseiring dengan semakin terjepitnya legitimasi MNLF dalam ARMM pada 41 tahun 2001, Nur Misuari kembali menyerukan perlawanan terhadap pemerintah Filipina yang kemudian berakibat penangkapan terhadapnya. Bahkan dalam situs resmi MNLF, aspirasi untuk mendirikan Negara Mindanao merdeka kembali diartikulasikan setelah sebelumnya sempat dipetieskan oleh para elitnya pasca Final Peace Agreement 1996.34 Dalam konteks idiologisasi organisasi, MNLF mengidentifikasi diri dengan idiologisasi nasionalis-sekuler dibandingkan dengan idiologisasi Islam. Pilihan politik MNLF tidak bisa dilepaskan dari latar belakang Nur Misuari sebagai aktivis gerakan sosialisme Islam selama masih mahasiswa. Bahkan Salamat Hashim menuduh bahwa Misuari telah berusaha merubah arah gerakan MNLF menjadi gerakan yang beridiologi komunis.35 Karena alasan inilah kemudian Salamat Hashim memilih memisahkan diri dari MNLF. Elit politik dan anggota MNLF cenderung berasal dari etnis Tausug, termasuk di dalamnya adalah Nur Misuari yang merupakan salah satu anak bangsawan dari Kasultanan Sulu. Faktor inilah yang menyebabkan terjadinya konflik antara MNLF dengan organisasi perlawanan Mindanao lainnya, seperti MILF yang lebih didominasi oleh etnis Maguindanao. Jaringan internasional MNLF cenderung dibangun oleh Misuari melalui keterdekatan pribadi dengan Muamar Khadafi. Dari Khadafi inilah, Misuari akhirnya memiliki akses kepada Organisasi Konferensi Islam untuk melakukan internasionalisasi konflik di Mindanao. Dengan kemampuan akademik yang tinggi, Misuari mampu untuk mengartikulasikan kepentingan masyarakat 34 Lihat dalam http://mnlf.net/index.html mengupas tentang kronologi peristiwa perdamaian 35 Cesar Adib Majul Dinamika Islam Filipina 1990,LP3ES press.H. 230 42 Mindanao secara baik dalam forum-forum internasional dan domestik, sehingga pada akhirnya MNLF menjadi wakil resmi masyarakat Mindanao. Perjuangan bangsa Moro untuk memperoleh otonom menuju pada kemerdekaan sepenuhnya juga mengalami pasang surut, sebagai akibatnya terjadi perpecahaan di kubu para pejuang akibat permasalahan yang berasal dari dalam ataupun dari luar MNLF. MILF36 merupakan organisasi perlawanan Moro yang didirikan oleh Salamat Hashim, seorang akademisi lulusan Al-Azhar Mesir yang sebelumnya menjadi wakil Nur Misuari dalam MNLF. Akibat beragam kekecewaan terhadap kepemimpinan Nur Misuari dalam memperjuangkan berdirinya Negara Mindanao merdeka, terutama pasca Tripoli Agreement 1976, maka Salamat Hashim memproklamasikan berdirinya MILF, sebuah organisasi perlawanan Moro yang tetap mengusung aspirasi berdiri Negara Mindanao merdeka setelah MNLF menerima opsi pembentukan pemerintah otonomi. Alasan lain yang menyebabkan Salamat Hashim memisahkan diri dari MNLF adalah perbedaan idiologisasi perjuangan. Hashim cenderung menggunakan Islam sebagai common platform idiologi perlawanan Moro, sedangkan Nur Misuari tetap konsisten untuk menggunakan idiologi nasionalisme. Bahkan dalam beberapa pertemuan ICFM( Islamic Conference of Foreign Ministers), Salamat Hashim berusaha mendelegitimasi kepemimpinan Nur Misuari dengan mengggunakan issue-issue sensitif seperti tuduhan bahwa Nur Misuaru sedang menjalankan agenda tersembunyi dengan idiologi dasar komunis. 36 13.00 WIB Untuk alamat web MILF ada dalam http://luwaran.com diakses 13 Juli 2O14 Pukul 43 Dalam dinamika konflik dengan pemerintah Filipina, MILF cenderung melakukan politik konfrontatif dibandingkan dengan akomodatif. Pilihan politik ini menyebabkan pemerintah Filipina cenderung menempatkan MILF sebagai faksi perlawanan yang tidak mendapatkan kesempatan sebagai perwakilan bangsa Moro dalam upaya penyelesaian konflik Mindanao. Faksi MILF senantiasa mengembangkan klaim memiliki jumlah anggota combatant dan simpatisan yang lebih banyak dibandingkan dengan MNLF, sehingga MILF juga mengklaim lebih pantas mewakili masyarakat Muslim Mindanao. MILF juga membangun diri sebagai representasi dari Mindanao, karena didasarkan pandangan bahwa basis utama MILF berasal dari suku terbesar di Mindanao.37 Basis dukungan internasional MILF cenderung berbeda dengan MNLF. MILF banyak mendapatkan dukungan dari networking Salamat Hashim di Timur Tengah. Basis ini dibangun Hashim tatkala menjadi salah seorang mahasiswa yang berpengaruh di Mesir. Koneksi MILF juga sering dikaitkan dengan jaringan al-Qaeda, terutama jaringan ini banyak terbangun tatkala MILF menyediakan camp-camp dan pelatihan bagi kelompok mujahidin Afhanistan yang berasal dari Asia Tenggara sebelum dikirim ke Afghanistan.38 Jaringan Hashim juga mendapatkan dukungan cukup signifikan dari Malaysia, sebagaimana diketahui 37 Lihat dalam thesis Asep Chaerudin, Countering Transnational Terrorism in Southeast Asia With Respect to Terrorism in Indonesia and the Philippines, Naval Postgraduate School, Monterey California, December 2003 38 Lihat tulisan Rommel C. Banloi “ Radical Muslim Terrorism” in the Philippines dalam Andrew Tan (ed), Handbook on Terrorism and Insurgency in Southeast Asia, London, Edward Elgar Publishing, Limited, 2006 44 Malaysia menjadi aktor mediator yang sangat berperan dalam menfasilitasi negosiasi dengan pemerintah semenjak 2001.39 Dalam dinamika konflik Mindanao telah terjadi pergantian 5 regim besar, yang ada kecenderungan regim satu dengan regim lainnya mengembangkan kebijakan yang relatif berbeda. Namun yang tak bisa dihindari bahwa regim di Filipina senantiasa diidentikkan dengan konsep “Filipino” yang senantiasa dekat dengan makna Katolik. Sehingga tak bisa dihindari bahwa setiap regim di Filipina difahami oleh masyarakat Mindanao sebagai cerminan Katolik. Regim Marcos yang berkuasa semenjak 1970 cenderung menerapkan kebijakan represif kepada setiap bentuk perlawanan masyarakat Mindanao kepada pemerintah, baik yang dilakukan oleh kelompok Mindanao muslim ataupun kelompok komunis. Kebijakan represif ini tercerminkan dalam kebijakan Martial Law, sebuah kebijakan yang memberikan ruang yang besar bagi tentara Filipina dan penduduk Katolik melakukan tindakan kekerasan kepada komunitas muslim. Meskipun demikian, pada akhirnya regim Marcos pada tahun 1976 juga mulai menunjukkan sikap akomodatifnya terhadap gerakan perlawanan Moro. Sikap akomodatif regim Marcos tidak bisa dilepaskan dari tekanan masyarakat internasional dan dunia Islam terhadap kebijakan represifnya. Regim Aquino yang menggantikan regim Marcos di 1992 cenderung mengembangkan kebijakan akomodatif terhadap kelompok perlawanan Mindanao daripada kebijakan represif. Pilihan kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari spectrum politik di Filipina dan 39 Solimon M. Santos, Jr, “Evolution of The Armed Conflict on The Moro Front, “ A Background paper submitted to the Human- Development Network Foundation, Inc for the Philippine Human Development Report 2005. h. 17-19 45 dukungan internasional untuk menyelesaikan konflik Mindanao di meja perundingan. Langkah-langkah yang dilakukan Aquino adalah dengan melakukan pertemuan informal dan formal dengan elit-elit MNLF dan beberapa Negara Timur tengah sebagai fasilitator negosiasi. Sedangkan rezim Fidel Ramos sebagai penerus rezim Aquino cenderung untuk meneruskan gaya kepemimpinan Aquino untuk bersikap akomodatif terhadap kelompok perlawanan di Mindanao. Sebagai mantan wakil presiden pada regim Aquino, Ramos telah merintis jalan perdamaian dengan kelompok perlawanan. Sikap pro peace rezim Ramos, membuat MNLF yang sebelumnya memilih sikap konfrontatif pasca Tripoli Agreement 1976, mulai menunjukkan sikap akomodatif dan menerima tawaran negosiasi dalam konteks Final Peace Agreement 1996. Berbeda dengan regim Aquino dan Ramos yang cenderung mengembangkan kebijakan akomodatif atau all-out peaces terhadap kelompok perlawanan Moro, regim Estrada cenderung memilih kebijakan represif (all-out wars). Kebijakan Estrada keras Estrada melakukan penyerangan langsung dan menghancurkan camp-camp serta markas MILF, Abu Sayyaf dan MNLF yang dianggap sebagai kelompok teroris yang harus ditumpas. Sikap represif Estrada cenderung juga dilanjutkan oleh Arroyo dalam menyelesaikan konflik Mindanao, untuk mendukung kebijakan tersebut regim Arroyo melakukan mengembangkan kembali kebijakan kerjasama militer dengan Amerika Serikat terutama kerjasama perang terhadap jaringan terorisme internasional. BAB III HUBUNGAN POLITIK LUAR NEGRI FILIPINA A. Hubungan Politik Filipina dengan Negara-negara Tetangga di Asia Tenggara Meningkatnya kebijakan luar negeri Filipina kepada ASEAN (Association South East Asian Nantion) pada akhir 1970-an juga merupakan respon terhadap keinginan untuk orientasi Asia lebih kuat. Memang, jika jumlah wartawan pada pertemuan puncak ASEAN menunjukkan pentingnya lima organisasi, maka pada tahun 1976 di Bali. Filipina adalah pelopor ASEAN, juga menyertakan Thailand dan Malaysia selain Filipina. Ditambah Singapura dan Indonesia pada tahun 1976, Tidak hanya menyegarkan organisasi tetapi ditambah dengan keuntungan domestik untuk partisipasi Filipina. Indonesia, sebuah negara mayoritas Muslim dan merupakan anggota Konferensi Islam, juga eksportir minyak nomer wahid.1 Untuk mendapatkan pemahaman tentang masalah Moro dan memperluas pasokan minyak, yang keduanya dicapai oleh Marcos, dibuat lebih mudah dengan dukungan untuk kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Lalu Singapura, markas besar jaringan intelijen antikomunis yang paling canggih di Asia Tenggara, juga didekati oleh rezim menghadapi oposisi politik dan militer komunis. Presiden Marcos sendiri menjelaskan dalam ASEAN pada tahun 1980 sebagai organisasi 1 David Wurfel.Filipino Politics “Perkembangan dan Keruntuhan” . Cornell University Press H.182. 46 47 yang "ada pertukaran yang menunjukkan kepentingan bersama dan saling dalam keamanan"2 Melalui ASEAN, juga, Filipina bisa membangun kembali hubungan yang retak dengan Malaysia. Klaim kedaulatan dan kepemilikan Macapagal untuk wilayah Sabah, hanya BeforeIts dimasukkan dalam baru Federasi Malaysia pada tahun 1963, Meluncurkan salah satu episode yang paling luar biasa dalam sejarah hubungan luar negri Filipina.3 Tidak hanya itu berkembang isu penghinaan bagi kepemimpinan politik Filipina antara Malaysia yang tahu sepenuhnya tetapi, lebih serius, itu memicu penetralan ampuh oleh Penguasa Sabah, Tun Mustapha, yang dirinya Tausug (kelompok etnis yang berdomisili semula di Kepulauan Sulu yang mana dipimpin oleh Nur Misuari, pemimpin MNLF). Dia ditoleransi, bahkan dibantu, penyediaan perlengkapan militer ke tempat berlindung di pesawat pejuang Moro. Setelah tahun 1976, ketika Mustapha digantikan sebagai menteri pertama, pemerintah Sabah mencoba untuk memotong bantuan tersebut, meskipun ia tidak secara resmi menjatuhkannya. Hubungan baik dengan Malaysia memberi harapan memotong jalur suplai asing dari Front Pembebasan Nasional Moro. Pembukaan ke dunia Komunis dan partisipasi yang tumbuh di ASEAN yang sebagian dirancang untuk memenuhi nasionalists Filipina, baik di dalam dan di luar lingkaran yang berkuasa. 2 Pidato di Akademi Militer Filipina, dikutip di Manila Journal, 18 Februari 1980 See Lela Garner Noble, Filipina menuju Sabah: Sebuah Klaim untuk Kemerdekaan (Tucson: University Of Arizona Press, 1977) MO Ariff, Klaim Filipina 'ke Sabah: Sejarah Its, Hukum dan Politik Implikasi (Singapore: Oxford University Press, 1970); dan Klaim Filipina Untuk Borneo Utara (Manila: Biro Percetakan, 1964) 3 48 Dimensi ketiga dari kebijakan luar negeri Marcos, meskipun kurang berhasil, juga memiliki niat ini-usaha untuk memainkan peran kepemimpinan di negara berkembang. Pertama Pasangan pergi ke Konferensi PBB tentang Perdagangan pertemuan Pembangunan (UNCTAD) di Nairobi pada bulan Desember 1976, dengan kesombongan-begitu besar banyak sehingga, pada kenyataannya, status pengamat pada Konferensi nonblok di Colombo (Srilanka) di tahun yang sama gagal seluruhnya. Ketika pada tahun 1979 Filipina menjadi penyelenggara UNCTAD di Manila, Marcos membantu menyusun pernyataan yang dikeluarkan oleh Kelompok 77 negara-negara berkembang. Pers Filipina resmi memberi acara penagihan menonjol. Memperluas hubungan dengan dunia Muslim dimensi keempat kebijakan Marcos, yang dirancang untuk membantu dukungan inderdict bagi pasukan pemberontak Moro. Imelda Marcos mengunjungi Mesir Anwar sadat dan Raja Arab Saudi Khalid sebelum pertemuan 1975 Konferensi Islam, di mana Filipina menawarkan otonomi Muslim di Mindanao dan Sulu. Presiden menerima Raja Hussein dari Yordania di Manila Maret 1976 dan agrred untuk bertukar duta besar dengan Amman karena ia sudah punya dengan Algiers.4Pada tahun 1976 Filipina menandatangani perjanjian pertahanan perbatasan dengan Indonesia dan pada tahun 1978 menegosiasikan kesepakatan tripartit, termasuk Malaysia, " untuk melawan pemberontakan dan masalah keamanan lainnya di wilayah ini."5 kebijakan Filipina terhadap Israel didinginkan. 4 Filipina Times, 16 Maret 1976. Lihat juga TJS George Pemberontakan di Mindanao (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1980)., Pp 252ff 5 Manila Journal, November 5, 1978 49 Nur Misuari pemimpin Moro, yang bermarkas di Tripoli, yang juga merupakan sumber dari bantuan yang paling militer untuk pemberontak, dan negosiator pemerintah Filipina percaya ia berada di bawah pengaruh Libya Muamar Khaddafi. Dalam sikap Filipina perhotelan Marcos meminta Khaddafi untuk mengunjungi Filipina, tetapi pemimpin Libya membalas dengan undangan sendiri, di pada awal Desember 1976 wanita pertama diutus sebagai utusan presiden. Setelah Lima Hari pertemuan dengan Kolonel Khaddafi dan Menteri Luar Negeri Ali Treki, dia mengaku dalam sebuah wawancara bahwa "Libya telah menjadi salah satu dari empat sekutu teguh."6 negosiasi serius antara Misuari dan tim pemerintah Filipina mulai diplomasi beberapa hari kemudian.7 Imelda dari pesona tidak memecahkan masalah-in Mindanao Bahkan, Tripoli Agreeent tidak dilaksanakan-tetapi telah berkurang kekerasan di sana dan menumpuk beberapa kredit internasional. memang, Imelda Marcos mungkin telah membujuk Khaddafi untuk memotong bantuan militer ke Moro Tentara Bangsa. B.Kerja Sama Politik:Filipina dengan Indonesia 1.Hubungan Politik Indonesia dengan Filipina Hubungan antara Indonesia dan Filipina pada awalnya dapat dilihat dari adanya organisasi Maphilindo. Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa organisasi tersebut berumur pendek, dikarenakan terdapat masalah antar tiga negara yang terlibat, yakni perselisihan antara Manila dan Kuala Lumpur atas 6 Ibid, 2 Januari 1977. Lihat juga Peter Gowing, Muslim Filipina:. Hertage dan Horizon (Kota Quezon: New Day, 1979), p. 220 7 Lihat Michael Leifer di Manila Journal, Januari 9,1977. 50 Sabah, serta terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Setelah Soeharto berkuasa, hubungan Indonesia dengan Filipina kembali normal.8 Namun Manila dan Kuala Lumpur masih tetap dalam perselisihan atas Sabah. Permasalahan Kuala Lumpur dan Manila diperburuk dengan adanya dukungan Malaysia atas pemberontakan Islam (Moro) di bagian selatan Filipina. Pemberontakan Islam (Moro) tersebut menjadi permasalahan yang sangat penting bagi Filipina. Sehingga untuk mengatasinya Marcos, presiden Filipina pada saat itu meminta bantuan kepada Soeharto9. Di sini kemudian terlihat bagaimana hubungan antara Indonesia-Filiphina mulai terjalin. Soeharto kemudian mengajukan empat usulan untuk memecahkan masalah Moro, yakni: pertama, ada jaminan kemerdekaan beragama dan masyarakat Islam di bagian selatan Filipina diberikan perlindungan; kedua, tradisi dan budaya Islam dihargai; ketiga, tanahtanah milik nenek moyang Moro dikembalikan; dan keempat, masyarakat Islam diberi kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan nasional10. Tapi kemudian Marcos menolak satu usulan Soeharto yang menyatakan bahwa tanah-tanah milik nenek moyang Moro harus dikembalikan. Penolakan tersebut dilandasi bahwa tanah Moro tidak mungkin dikembalikan ke masyarakat Islam dikarenakan kebanyakan dari tanah tersebut berada di tangan masyarakat Kristen yang membentuk mayoritas masyarkatan di selatan. Ini lah yang kemudian menjadi masalah Marcos, dan membuat Presiden Soeharto sedikit 8 Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, h. 103. 9 Yoga Sugama, 1990: 209 dalam Suryadinata, 1998 h. 103. 10 Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru” 1998 h. 104. 51 kecewa. Indonesia selanjutnya semakin kecewa dan tidak lagi mau membantu Filipina mengenai isu Moro dikarenakan Marcos yang pada akhirnya tidak mengikuti usulan Soeharto. Marcos mengesampingkan Indonesia dan berupaya untuk mendekati negara-negara Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam untuk menyelesaikan permasalahan Moro11 Selain isu Moro, Indonesia juga membantu menyelesaikan isu Sabah yang menyangkut Filipina dengan Malaysia. Usaha dalam menyelesaikan isu Sabah oleh Indonesia dibuktikan dengan upaya Soeharto untuk meyakinkan Marcos agar melepaskan tuntutan Manila atas Sabah dalam rangka untuk mendorong solidaritas ASEAN12. Filipina di bawah kepemimpinan Marcos kemudian menganggap Indonesia terlalu mencampuri urusan dalam negeri Filipina. Di sini lah kemudian menyebabkan friksi dalam hubungan Indonesia-Filipina, serta juga terlihat hubungan antara Soeharto dan Marcos yang tidak akrab. Namun tidak berarti tidak ada hubungan baik antara Indonesia-Filipina. Hubungan militer Indonesia dengan rezim Marcos dekat secara khusus. Bantuan militer diberikan kepada Pemerintah Marcos. Sebagai contoh, tanggal 9 Januari 1986, Jenderal Benny Moerdani mengirim pesawat CN-212 Casa buatan Indonesia kepada Jenderal Filipina Fabian Ver13. Setelah insiden pembunuhan Ninoy Aquino di Filipina, Marcos menghadapi krisis legitimasi, dan kemudian mencari bantuan ASEAN untuk 11 Suryadinata, Leo “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer” h. 104-105. 12 Suryadinata, Leo “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”h. 105. 13 Suryadinata, Leo“Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer” h. 107. 52 melegitimasi kedudukannya dengan mengusulkan adanya pertemuan ASEAN di Manila. Namun usulan tersebut dengan tegas ditolak oleh Soeharto, dan pada akhirnya tidak terselenggara. Marcos pun akhirnya digulingkan dan digantikan oleh Corazon Aquino. Sikap Indonesia pun kemudian berubah terhadap Filipina. Soeharto percaya bahwa stabilitas Filipina penting bagi wilayah ASEAN. Atas alasan tersebut, Soeharto mendukung usulan bahwa pertemuan ASEAN akan dilaksanakan di Manila pada bulan Desember 198714. Hubungan Jakarta-Manila selama pemerintahan Aquino membaik, dibuktikan dengan adanya kunjungan Aquino ke Indonesia. Dalam kunjungan tersebut banyak isu yang dibahas dengan Soeharto, termasuk masalah komunisme, isu Moro, dan pembangunan ekonomi. Hubungan baik antara Indonesia-Filipina juga terus berjalan dengan baik hingga pada pemerintahan setelah Aquino, yakni Fidel Ramos. Ditunjukkan dengan Indonesia tetap melanjutkan bantuan yang sebelumnya telah ada15. Isu Timor-Timur juga kemudian menjadi salah satu penanda hubungan yang terjalin antara Indonesia dan Filipina. Filipina sebenarnya tidak begitu mendukung atas adanya intervensi Indonesia ke Timor-Timur. Kemudian pada tahun 1994 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Filipina menjadwalkan adanya konferensi internasional mengenai Timor-Timur. Hal tersebut otomastis membuat Indonesia bertindak untuk mencegah terselenggaranya konferensi tersebut. Namun pada kenyataannya konferensi tetap berjalan dengan memberi pengertian terhadap Indonesia, serta adanya larangan masuk terhadap delegasi non-Filipina 14 15 Suryadinata, Leo hlm 107 Suryadinata, Leo hlm 108 53 pada konferensi tersebut16. Solusi tersebut kemudian setidaknya dapat melegakan Indonesia. 2.Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Filipina (ASEAN) Berakhirnya pemerintahan Soekarno yang diwarnai hal-hal kontroversial seperti Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) pada akhirnya tetap membawa Soeharto ke kursi pemimpin tertinggi pemerintahan dan negara Indonesia. Pergantian kepemimpinan ini turut pula memberikan dinamika baru pada struktur dan sistem politik maupun proses pengambilan keputusan pada masa itu. Perbedaan keyakinan, interpretasi dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berpengaruh pada arah dan tujuan politik suatu negara, baik itu dalam negeri maupun luar negeri. Soeharto tidak dapat dipungkiri telah menjadi tokoh dan aktor politik yang sepak terjangnya dalam pemerintahan telah memberikan sejarah bagi tumbuh dan kembangnya Indonesia. Sebagai tokoh atau aktor utama pada era Orde Baru yang menghadirkan perubahan dan perbedaan pada jalannya pemerintahan, latar belakang Soeharto merupakan hal yang perlu diketahui. Soeharto yang merupakan anak dari pegawai rendahan di Jawa tengah dan beristrikan seorang wanita yang merupakan anak dari seorang pejabat Mangkunegaraan membuat Soeharto hidup dengan jenis budaya abanganatau priyayi.17 Dapat dipahami bahwa pola pikir Soeharto dalam mengambil keputusan lebih dominan bersumber dari adat-istiadat klasik Jawa dan bahkan kebatinan 16 Jawa dibandingkan dengan sumber-sumber Islam. Leo Suryadinata“Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer” h. 109. 17 Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm 46 54 Kepercayaannya adalah suatu persenyawaan antara ide-ide pra-Islam dan Islam, namun unsur pra-Islam lebih dominan. Latar belakang Jawanisme yang kuat ini berpengaruh pada sikapnya pada politik luar negeri Indonesia. Banyak hal yang menunjukkan bahwa kebudayaan Jawa tercermin dalam gaya kepemimpinan Soeharto. Selain keputusan dan kebijakan yang tidak terlalu didasari oleh pertimbangan-pertimbangan Islami, Jawanisme Soeharto membawanya pada suatu nasionalisme Jawa atau nasionalisme pribumi dimana Jawa dan Indonesia merupakan pusat dunia dan dapat berperan dominan dalam dunia internasional. Atas dasar Jawanisme itu pula akhirnya pemerintahan Soeharto tidak terlalu membuka celah yang lebar bagi rakyat yang berada di bawahnya untuk menyuarakan pendapat18. Pada awal kepemimpinannya, Soeharto bersikap pasif terhadap masalah politik luar negeri Indonesia. Soeharto mempunyai dewan penasihatnya sendiri untuk membantunya dalam pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak terlibat secara penuh pada perumusan kebijakan terutama berkaitan dengan politik luar negeri Indonesia. Menurut Roeder19 , alasan keterlibatan Soeharto yang tidak penuh dalam perumusan politik luar negeri adalah karena Soeharto tidak memiliki banyak pengalaman terkait dengan masalah-masalah internasional sehingga Soeharto tidak terlalu tertarik pada politik luar negeri. Pada awal Orde Baru ini terdapat sedikitnya dua pembantu perumus politik luar negeri Indonesia yakni militer (Departemen Pertahanan dan Keamanan, Lembaga Pertahanan Nasional dan Badan Koordinasi Intelijen Negara) dan Departemen 18 19 Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998: 48 Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998.hlm,48 55 Luar Negeri. Dalam pemerintahan Soeharto ini terdapat pembagian kerja yakni Deplu menangani politik luar negeri pada bidang politik, militer berurusan dengan politik luar negeri kaitannya dengan masalah keamanan dan Bappenas berhubungan dengan masalah ekonomi20. Walaupun pada kenyataannya, militer, apalagi setelah kudeta 1965, lebih sering mengintervensi urusan politik luar negeri ini di berbagai bidang. Perbedaan arah politik luar negeri Indonesia dari orde Lama ke Orde Baru dapat dilihat dari orientasi kebijakan luar negeri Indonesia yang tidak lagi berdikari atau berorientasi ke dalam dan menutup diri dari bantuan asing, namun juga berorientasi ke luar yakni berusaha membangun hubungan persahabatan dengan pihak asing terutama negara-negara Barat. Orientasi ke dalam berupa pembangunan didukung oleh adanya hubungan dengan pihak asing bertujuan untuk melancarkan pembangunan itu sendiri. Kebijakan yang digunakan pun kebijakan pintu terbuka, dengan meningkatkan investasi asing dan mencari bantuan dana untuk merehabilitasi ekonomi Indonesia21. Soeharto mengupayakan agar Indonesia mampu berperan dominan dalam permasalahan baik regional maupun internasional. Konfrontasi yang ada pun dikesampingkan terlebih dahulu dan mengedepankan perdamaian, karena menurutnya stabilitas regional diperlukan untuk menjamin keberhasilan rencana pembangunan22. Fokus dan perhatian Indonesia pada faktor stabilitas keamanan ini menunjukkan bahwa Soeharto mulai tertarik dengan politik luar negeri. Hal ini diimplementasikan dalam Deklarasi Bangkok dimana Indonesia meminta pangkalan militer asing di 20 Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 h.55. Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998.h.44. 22 Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 hlm.45 21 56 kawasan Asia Tenggara harus bersifat sementara dan juga masalah intervensi Indonesia di Timor Timur. Pemerintahan Orde Baru ini juga menunjukkan penyimpangan dari arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Pada era ini terlihat bahwa Indonesia memiliki kecenderungan untuk mendekati negaranegara Barat dan menjauhi negara-negara komunis23. Sikap ini dapat dilihat dari hubungan beku antara Indonesia dengan RRC. Presiden Soeharto mulai menampakkan ketertarikannya pada urusan politik luar negeri pada tahun 1980-an, khususnya setelah pemilu tahun 1982. Soeharto menjadi lebih aktif dalam perumusan politik luar negeri Indonesia dengan menjalankan politik luar negeri tingkat tinggi bagi Indonesia24. Soeharto menjadi semakin percaya diri dengan kemenangan mutlak yang diraihnya dan partainya dalam pemilu 1982. Politik luar negeri Indonesia pun semakin berorientasi keluar. Indonesia semakin berkeinginan untuk memainkan peran dominan dalam masalah regional maupun ekstra-regional25. Hal ini dapat dilihat dengan upayanya memunculkan citra Non-Blok dan menjadi pemimpin Gerakan Non-Blok. Meningkatnya peran aktif Soeharto dalam politik dalam maupun luar negeri apat dilihat dari masalah Timor Timur. Pada tahun 1980-an, Timor Timur telah berada di bawah kendali Indonesia dan Soeharto merasa bahwa saat itu adalah saat yang tepat bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam masalah- 23 Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 hlm.46 Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 hlm.63 25 Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, h. 48 24 57 masalah internasional.26 Soeharto mulai mengemukakan inisiatif-inisiatifnya berkaitan dengan masalah internasional dan politik luar negeri Indonesia diantaranya tanggapannya terhadap peristiwa Dili dimana ia berada dalam kendali penuh, proses normalisasi hubungan dengan RRC walaupun ditentang oleh pihak militer dan masalah pengambilalihan Timor Timur. Indonesia mulai aktif menunjukkan peran kepemimpinannya kepada kawasan regional maupun dunia internasional. Indonesia mulai antusias mendukung APEC, terlibat sebagai Ketua Gerakan Non Blok, menjadi penengah antara Singapura dan Malaysia dan berupaya membantu memecahkan masalah Kamboja dimana hal ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai cara Indonesia menunjukkan kepemimpinan regional.27 Seperti yang disebutkan sebelumnya, kasus Timor Timur juga menjadi isu paling penting dalam politik luar negeri Soeharto yang pada saat itu menaruh perhatian pada isu keamanan. Salah satu alasan yang dianggap mempengaruhi kebijakan utnuk mengintegrasikan Timor Timur dengan Indonesia adalah adanya keyakinan bahwa masyarakat Timor Timur adalah saudara bangsa Indonesia. Walaupun terdapat kritik atas tindakan Indonesia yang dianggap berambisi kewilayahan, namun hal ini dianggap sebagai hal yang sangat nasionalistik. Isu Timor Timur ini penting karena isu ini memunculkan dinamika baru politik dan hubungan luar negeri Indonesia diantaranya merasakan rasanya dikecam dunia internasional atas tindakan intervensinya di Timor Timur hingga berujung pada ditariknya bantuan dari negara-negara Barat. Selain itu, faktor penting berkaitan 26 Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, 1998, .h.64 27 Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, 1998, h.65-66. 58 dengan isu Timor Timur, khususnya dalam Tragedi Dili, adalah peran aktif yang dimainkan Presiden Soeharto dimana ia dapat melakukan inisiatif untuk menentramkan kritik internasional dan memperlihatkan kepiawaian luar biasa dalam menangani masalah politik dalam negeri maupun luar negeri28. Soeharto memang menjadi figur utama dalam proses perumusan kebijakan politik luar negeri Indonesia sehingga setiap kebijakan yang penting membutuhkan persetujuannya 29. Dalam masa kepemimpinan Soeharto, sangat terlihat dengan jelas bahwa pengaruh militer sangat besar dalam pengambilan keputusannya. Hal tersebut tercermin melalui ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang anggotanya memegang posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Dimana anggota-anggota ABRI tersebut berasal dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU)30. Bahkan, pada saat itu Jenderal A.H. Nasution mengungkapkan bahwa militer tidak akan mengambil alih pemerinthan, namun juga tidak akan nonaktif secara politik. Ungkapan A.H. Nasution tersebut tercermin melalui jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan dikuasai oleh militer, seperti yang telah dijelaskan di atas. Pada masa Soeharto, pengaruh militer dalam keputusan politik luar negeri dibagi menjadi dua periode. Pertama adalah Departemen Pertahanan dan Keamanan, LEMHAMNAS(Lembaga Ketahanan Nasional), dan BAKIN(Badan 28 Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, 1998.h.82. 29 Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, 1998 h.58. 30 Lihat unggahan di Repository USU Namira, Kiki. 2009. Perbandingan Kekuatan Politik Militer Era Orde Baru dan Reformasi, Medan : Universitas Sumatera Utara Tersedia di http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14868 (diunduh pada 22 Oktober 2013) 59 Kordinasi Intelijen Negara) yang merupakan beberapa kelompok perumus kebijakan luar negeri Indonesia. Pengaruh Departemen Pertahanan dan Keamanan, LEMHAMNAS, dan BAKIN tersebut terjadi pada awal Orde Baru. Kedua, yakni Departemen Luar Negeri (Deplu) dan Bappenas31. Namun sayangnya, Adam Malik, yang merupakan tokoh penting dalam Departemen Luar Negeri secara perlahan disingkirkan oleh kelompok militer. Sehingga peran Departemen Luar Negeri semakin berkurang dalam perumusan politik luar negeri Indonesia pada zaman Soeharto. BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) pun mengalami hal yang sama dengan Departemen Luar Negeri. Dalam perumusan kebijakan, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) selalu melangkahi BAPPENAS. Tidak hanya melangkahi BAPPENAS, ABRI juga sering mengintervensi BAPPENAS. Intervensi ABRI pada BAPPENAS tersebut tercermin ketika BAPPENAS mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada tahun 1967 yang dibuat sebagai upaya penarikan dana asing ke dalam negeri. Namun, Undang-Undang Penanaman Modal Asing tersebut ditolak oleh beberapa kelompok ABRI seperti Ali Murtopo dan Ibnu Sutowo. Latar belakang dari adanya intervensi ABRI pada posisi – posisi penting negara adalah kurangnya pengalaman Soeharto akan isu – isu internasional32. Namun, sebagai Presiden Indonesia, Soeharto harus terlibat dalam perumusan politik luar negeri Indonesia. Sehingga terdapat dua kelompok yang merumuskan 31 Suryadinata, Leo, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, h. 48 32 Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm 68 60 politik luar negeri Indonesia di awal orde baru yakni Departemen Pertahanan dan Keamanan, LEMHAMNAS, dan BAKIN serta Departemen Luar Negeri (Deplu) dan BAPPENAS. Dimana Departemen Pertahanan dan Keamanan, LEMHAMNAS, dan BAKIN mengurusi masalah keamanan serta Departemen Luar Negeri (Deplu) dan BAPPENAS yang menangani masalah politik. Namun, pemisahan urusan tersebut dirasa tidak dapat dilaksanakan. Sehingga sering ditemui jalan buntu dalam menangani permasalahan tersebut. Oleh sebab itu, militer sering melakukan intervensi dan menjadi sangat dominan dalam seluruh aspek pemerintahan. Namun, intervensi ABRI tehadap perumusan kebijakan luar negeri Soeharto tidak selalu mulus. Contohnya pada kasus perbaikan hubungan diplomatik antara Jakarta dan Beijing33. Pada Februari 1989 Soeharto membuat pernyataan mengejutkan yang menyebutkan bahwa Indonesia akan memulai proses normalisasi hubungan dengan RRC. Militer terkesan tidak antusias terhadap normalisasi dini tersebut.34 Orde Lama meninggalkan permasalahan ekonomi yang serius terhadap pemerintahan Orde Baru. Orde Lama mewariskan kebrobrokan ekonomi yang serius bagi pemerintah Orde Baru yang ditandai oleh pinjaman negara sebesar 785,6 juta dolar Amerika Serikat , pendapatan negara yang hanya sekitar 485 juta dolar Amerika Serikat, dan inflasi yang mencapai 65%35. Keboborokan ekonomi yang luar biasa ini kemudian mengharuskan Soeharto sebagai pemimpin Orde 33 Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (2): Peran Tegas Presiden”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm.66 34 Leo Suryadinata, 1998 h. 66 35 Tri Nuke Pudjiastuti,. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”, dalam Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar 61 Baru untuk melakukan tindakan perbaikan. Sektor ekonomi merupakan pondasi suatu negara dalam menjalankan pemerintahannya, tanpa adanya kondisi ekonomi yang stabil maka pemerintahan juga akan tersendat. Hal ini disadari betul oleh Soeharto. Sebelumnya dalam Orde Lama Soekarno bersikap sangat agresif dan kurang memberi perhatian pada kondisi domestik. Sementara itu, Soeharto lebih lunak karena pemerintahannya lebih tertarik dalam membangun ekonomi Indonesia.36 Rehabiltasi ekonomi kemudian menjadi tujuan utama Soeharto pada waktu itu. Pembangunan suatu negara melibatkan berbagai sektor dan setiap sektor saling berkaitan satu sama lain. Pembanguan sektor ekonomi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari sektor keamanan dan sektor politik. Langkah utama Soeharto dalam melakukan rehabilitasi ekonomi adalah dengan menjalin hubungan baik dengan negara lain, baik dalam lingkup regional maupun internasional. Interaksi Indonesia dengan negara lain semakin intens dan hubungan yang sudah terjalin dibina dengan baik. Hubungan baik yang dijalin dengan negara lain berimplikasi besar pada batuan yang diterima Indonesia. Terdapat beberapa tindakan nyata yang dilakukan Soeharto untuk menjalin hubungan baik dengan negara lain. Pertama, kembalinya Indonesia menjadi anggota Perserikatan BangsaBangsa pada 28 September 1966 setelah sebelumnya pada 31 Desember 1964 36 Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (2): Peran Tegas Presiden”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm.67 62 Soekarno menyatakan RI keluar dari PBB37. Keikutsetaaan Indonesia dalam PBB sangat penting karena PBB merupakan wadah poternsial untuk menjalin kerja sama dengan banyak negara dan sebagai media bagi Indonesia untuk memperkenalkan diri dalam dunia internasional. Kedua, langkah Indonesia menuju pentas politik internasional diawali dengan pembentukan asosiasi negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN yang mulai dirintis pada awal 1967. Berikut ini adalah salah satu kutipan dari pernyataan Soeharto mengenai ASEAN, “Salah satu bentuk yang paling bermakna dari tugas-tugas yang kita emban dalam kesejahteraan dunia adalah lahirnya ASEAN yang kita bangun bersama-sama dengan negara anggota lainnya, itu mencerminkan tekad bangsa yang menjadi anggotanya untuk menciptakan kemajuan bersama bagi warga di kawasan itu”. Dari pernyataan ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa Presiden Soeharto pada saat itu sudah memiliki visi dan misi untuk memajukan wilayah ASEAN menjadi wilayah yang semestinya bias bersaing sebagaimana kala Negara-negara maju Asia lainnya. Anggapan ini jelas bahwa potensi yang ada pada Negaranegara ASEAN saat ini sangat memiliki prospek yang sangat cerah dan bagus. Dengan dukungan dari anggota-anggota pendahulunya, Terlintas kemajuan bersama dalam bunyi pernyataan diatas adalah tujuan daripada wadah ini terbentuk. Asalkan semua itu dibarengi dengan tekad yang bulat dan kuat dari Negara tersebut. 37 Lihat dalam berita sore Online dalam ulasan kebijakan luar negeri era Soeharto Anon, 2008.” Soeharto dan Kebijkaan Luar Negeri RI” [Online].dalamhttp://beritasore.com/2008/01/12/soeharto-dan-kebijakan-luar-negeri-ri/ [diakses pada 22 Oktober 2013] 63 Hubungan baik antar anggota ASEAN mampu menciptakan kondisi stabilitas regional yang pada akhirnya berimplikasi terhadap stabilitas keamanan Indonesia dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, Indonesia mulai memperbaiki hubungan dengan negara-negara barat. Berbeda dengan Soekarno yang lebih condong ke negara komunis, Soeharto justru lebih dekat dengan Barat karena hanya pihak Barat yang bisa memenuhi ekonomi Indonesia pada saat itu38. Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa latar belakang Jawa yang kental berpengaruh besar terhadap gaya kepemimpinan Soeharto. Ekonomi dan militer menjadi sorotan utama pada masa Orde Batu. Ciri khas dari kepemimpinan Soeharto adalah ekonomi sebagai panglima karena yang menjadi fokus utama adalah bagaimana memperbaiki kondisi ekonomi dalam negeri. Indonesia menjadi begitu terbuka terhadap bantuan-bantuan asing. C.Peran Indonesia dalam Politik Perdamainan antara MNLF dan Pemerintah Filipina Proses upaya perdamaian di Filipina Selatan telah berjalan lama dan tidak mengalami kemajuan seiring juga dengan berkembangnya konflik separatis di wilayah tersebut. Dalam konflik yang terjadi sejak tahun 1970-an ini telah membuat ribuan nyawa melayang39. Untuk pertama kalinya tujuan dari Pemberontakan 38 Moro ini adalah mencari pengakuan internasional khususnya Pudjiastuti, Tri Nuke. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”, dalam Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar. hlm. 112 39 Korban yang meninggal sejak tahun 2010 berkisar 180.000 jiwa, korban pengungsi sekitar 30.000 jiwa, diakses dari http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/southeastasia/philippines/Bahasa/80___southern_philippines_backgrounder_bahasa.pdf 64 pengakuan dan bantuan dari negara Islam lainnya dan juga tujuan paling utama dari pemberontakan ini adalah memisahkan diri dari Pemerintahan Filipina. Namun, Internasional telah mengkaji ulang dan difasilitasi oleh OIC (Organization Internatioanl Conference) atau OKI (Organisasi Konferensi Islam) bahwa pemberontakan ini bisa diredam dengan adanya kebijakan otonomi khusus yang diberikan untuk wilayah Filipina Selatan khususnya untuk Bangsa Moro yang dipimpin oleh Libya pada tahun 1974-1975 dengan perjanjian perdamaian bernama Tripoli Agreement. Namun upaya yang dipimpin oleh Libya yang masih dalam kerangka OKI ini mengalami kesulitan dalam proses perdamaiannya, yang tadinya pergerakan BangsaMoro hanya memiliki satu ideologi, diakibatkan kepentingan yang berbeda pecah menjadi dua kubu terbesar yaitu MNLF dan MILF pada tahun 1976. MNLF yang memiliki ideologi nasionalis dan MILF memiliki ideologi islam. Kerangka perdamaian yang telah disetujui dalam Perjanjian Tripoli tidak dapat digunakan kembali disebabkan oleh pecahnya kembali konflik yang semakin darurat, dengan pengeriman tentara tentara perang oleh MILF dan MNLF ke negara konflik seperti Palestina, bentrokan antara Pemerintah Filipina dan masyarakat sipil, serta perbedaan kepentingan antara MNLF dan MILF. Keterlibatan Indonesia dimulai akhir 1980an, pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI ke 20 di Istanbul, Turki Indonesia dan Bangladesh masuk kedalam Komite Enam. Pertemuan di Bogor, melalui Jakarta Informal Meeting I 65 dan II Indonesia sebagai interlocutor40 berhasil mendekatkan faksi faksi yang bertikai sehingga tercapailah penyelesaian Kamboja. Keberhasilan ini nampaknya mendorong negara negara OKI (OIC) untuk meminta Indonesia kembali berperan dan mengupayakan perdamaian di Filipina Selatan. Sejalan dengan Pembukaan UUD 1945, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia yang tergolong dengan Muslim yang moderat dan berada di Asia Tenggara telah memposisikan diri secara aktif dalam perdamaian perdamaian dunia. Lalu Pada KTM OKI ke 21, Malaysia dan Brunei masuk ke dalam Komite Enam dan berubah nama menjadi Komite Delapan, saaat itu hingga kini tahun 2013 Indonesia masih menjabat sebagai ketua OKI. Alasan mengapa Indonesia tetap berperan aktif dalam wilayah konflik Moro dan Mindanao adalah Mindanao merupakan wilayah yang dekat dengan Indonesia yang berbatasan juga dengan Sulawesi, jadi apabila wilayah yang bersebrangan dengan Indonesia sedang mengalami dan menghadapi konflik dalam ekskalasi tinggi maka keamanan di wilayah Indonesia dan juga ASEAN akan terganggu dengan ketegangan yang sedang berlangsung. Selain sebagai Ketua OIC PCSP, Indonesia dianggap netral dan tidak memiliki kepentingan khusus yang mendasari perannya sebagai mediator dan fasilitator dalam kasus ini. Sejak tahun 1991 Indonesia telah berperan aktif dalam proses perdamaian di Filipina Selatan dalam kerangka OIC dan tahun 1993 sampai saat ini memimpin komite dengan kerangka OIC PCSP, Indonesia 40 Salah satu peran mediasi/penghubung resmi yang dilakukan Indonesia dalam Konflik Kamboja paska invasi Vietnam ke Kamboja pada tahun 1985 66 menempatkan stabilitas keamanan di Filipina Selatan sebagai hal yang sangat penting demi menjaga stabilitas keamanan di Asia Tenggara. Pada pertengahan 1990-an pemerintah RI pernah berkontribusi penting mengatasi masalah konflik bangsa Moro di Filipina Selatan. Kala itu, tahun 1995 pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto menawarkan jasa baik menengahi konflik itu. Tawaran direspons positif oleh Misuari dan pemerintah Filipina di bawah Presiden Fidel Ramos. Perundingan penjajakan menghasilkan kesepakatan yang memungkinkan MNLF bisa berdamai dengan pemerintah Filipina. Maka, perundingan MNLF dengan penguasa di Manila berlanjut dengan ditengahi Indonesia. Klimaksnya, pada 16 September 1996 dengan Final Peace Agreement (FPA) sebagai bentuk perjanjian kedua menggantikan Tripoli Agreement, dan ditanda tangani oleh kedua pihak yang bertikai. Dokumen perdamaian tersebut ditandatangani Misuari dan Ramos di Istana Merdeka Jakarta disaksikan Presiden Soeharto. Salah satu poin terpenting dari perjanjian itu adalah MNLF bersedia menghentikan perlawanan militer nya. Salah satu keputusan penting lainnya yang harus dilakukan oleh Pemerintah Filipina adalah memberikan otonomi khusus kepada masyarakat Moro yang mayoritas beragama Islam dan mendiami Kepulauan Mindanao beserta gugusannya di Filipina selatan. Pengimplementasikan dari kesepakatan dama tersebut dijabarkan dalam aturanaturan yang dibuat dan ditetapkan dan dimulai diberlakukan tahun 2000. Alasan lain mengapa Indonesia menjadi mitra penting dalam perundingan perdamaian ini adalah Penduduk Indonesia banyak yang melakukan kunjungan untuk berdagang, 67 berkunjung keluarga dan kepentingan lainnya, di beberapa dekade sebelum konflik ini tercetus, begitupun dengan Penduduk Filipina terhadap wilayah Indonesia. Pada tahun 2012, jumlah Penduduk Indonesia yang berada di Filipina berkisar 10.00041 sebagian besar tidak terdokumentasi oleh badan migrasi. Kepercayaan Filipina memilih Indonesia tetap sebagai ketua Organization Islam Conference Peace Committee of Southern Philippine (OIC-PCSP) adalah Indonesia sebagai masyarakat dengan mayoritas muslim, akan tetapi tidak pernah memberikan simpati berlebih terhadap upaya upaya Moro untuk merdeka. Indonesia tetap dengan prinsip dan secara konsisten memberi penghormatan kepada keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional. Kedua, Indonesia juga merupakan negara dengan konflik separatisme di wilayah wilayahnya. Indonesia telah banyak belajar dari konflik separatis Timor Timor dan Separatisme Aceh, dan yang terakhir Indonesia dianggap netral dan fair karena kepeduliannya terhadap stabilitas ASEAN dan negara anggota yang kembali pulih sebagai kawasan aman dan damai sehingga ASEAN dan anggotanya dapat memaksimalkan waktu, sumber daya, energi untuk pembangunan politik ekonomi dan sosial budaya.42 Indonesia menjadi mediator perjanjian damai MNLF-Filipina sejak 1993, yang kemudian berujung pada disepakatinya perjanjian damai pada 2 September 1996 di Manila, Filipina. Menurut Hassan Wirajuda, mantan Ketua Komite 41 Diakses dari http://www.academia.edu/840282/Hubungan_Bilateral_Indonesia_dan_Filipina pada 7 November 2013 42 Diakses dari http://id.berita.yahoo.com/indonesia-dipercaya-sebagai-mediator-karenanetral163047199.html pada 7 November 2013. 68 Gabungan Perundingan Damai Filipina-MNLF dan Menteri Luar Negeri RI 20012009, kunci kesuksesan mediasi Indonesia saat itu karena kita netral. Wirajuda menjelaskan soal awal keterlibatan Indonesia dalam penyelesaian damai Filipina-MNLF, proses menuju perdamaian, dan tantangan yang dihadapi setelah perjanjian damai disepekati, awalnya Indonesia terlibat dalam proses perdamaian MNLF-Pemerintah Filipina Ialah “Masalah Filipina selatan sudah berlangsung selama berabad-abad, sejak masa pendudukan Spanyol hingga Filipina merdeka. Krisis minyak tahun 1972 membuat Filipina berhubungan dengan negara Timur Tengah, khususnya Libya. Filipina pun menerima mediasi Libya, atas nama Organisasi Konferensi Islam (OKI), untuk mencari solusi konflik di Filipina selatan. Proses itu menghasilkan Kesepakatan Tripoli, 23 Desember 1976. Isinya, diterimanya sistem otonomi, tidak lagi ada tuntutan merdeka. Tapi, sejak saat itu sampai 1993, upaya menerjemahkan kesepakatan tidak pernah ditindaklanjuti”. Dalam kutipan ini jelas bahwa anggapan Hassan Wirajuda yang mengutarakan konflik ini sudah terjadi sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, terhitung sejak jaman colonial Spanyol,Namun mereka mencoba untuk mengajak Negara lain yang berwilayah kawasan Negara timur tengah yakni Libya dan Libya menawarkan mediasi dan Filipina pun menerima dengan tangan terbuka, Dan menghasilkan perjanjian atau Kesepakatan Tripoli namun ini hanya sebatas formalitas saja tidak ada tindak lanjut dari hasil ini. Sehingga pengaplikasian dalam isi perjanjianpun cukup terbilang sia-sia. Selama periode 1976-1993, Situasi yang terjadi di lapangan adalah “Bentrokan terus terjadi karena tidak ada gencatan senjata. Ketika pemerintah Filipina minta (Indonesia untuk menjadi mediator), kami tidak sertamerta menerima. Kami tidak mau hanya diminta satu pihak. Dalam pertemuan di Cipanas, Jawa Barat, 14-16 April 1993, semua pihak memberi mandat kepada Indonesia.” 69 Lalu menyinggung kutipan diatas bahwasannya Indonesia diminta sebagai mediator untuk juri damai antara kedua belak pihak tetapi Indonesia bersikap Objektif karena tidak mau dianggap memilih salah satu blok atau dalam kata lain memihak kepada satu kubu Akhirnya Pada April 1993 semua pihak bertemu dan memberi mandap kepada Indonesia,Filipina meminta Indonesia untuk menjadi mediator karena “Filipina tahu, dalam OKI, sebagai sesama negara ASEAN, kami netral dan fair. Dalam perundingan, ada tiga tingkatan. Tingkatan pertama, pertemuan resmi yang diketuai Menteri Luar Negeri Ali Alatas, berlangsung empat kali. Tingkatan kedua, komite gabungan. Tingkatan ketiga, komite teknis. Ada 10 kali pertemuan yang saya ketuai di Komite Gabungan. Di tingkat teknis, selama 19931996, terdapat 77 kali pertemuan.” Kemudian dalam konferensi OKI yang mana Indonesia terlibat didalamnya ada regulasi yang mengatas namakan sesame Negara ASEAN membuat suatu putusan yang mengatakan bahwa Indonesia itu netral dan fair, maka dibuatlah 3 tingkatan perundingan yang tiap tingkatan ini menghasilkan beberapa petemuan ditiapnya dan jika diakumulasikan total dari rentan waktu 1993-96 sudah terdapat total 77 pertemuan. Usaha ini patut diacungi jempol karena usaha dan proses menuju kedamaian hanya tinggal menunggu waktu dekat saja. Angka 77 bukanlah angka yang kecil untuk menghitung suatu pertemuan yang pada akhirnya nanti akan membuahkan sebuah hasil baik untuk kedua buah kubu. negosiasi berjalan menarik ketika “Pada pertemuan Komite Gabungan Pertama, Desember 1993, di Kota Jolo, Pulau Sulu. Kampong halaman Nur Misuari. Filipina mengerahkan 6.000 marinir. Di bandara, turun dari pesawat, kami dipersilakan naik truk bak terbuka. Di samping saya, Jenderal Pieter Damanik. Di belakang saya laskar Moro dan marinir Filipina. Pak Pieter bilang kepada beliau begini, "Kalau ada apa-apa, kamu tahu ke mana harus meloncat." Karena dia militer, dia khawatir sesuatu terjadi tiba-tiba. Karena daerah ini medan perang. Saat konferensi pers 70 di Jolo, tampak dalam foto, di belakang beliau moncong-moncong senapan M16.43” Bisa dibayangkan kisah yang diutarakan oleh Wirajuda yang harus berjuang demi misi damai di medan perang.Senapan yang selalu siap menembak bidikannya, Meskipun ini semua dilindungi oleh aparat-aparat terkait namun suasana mencekam terus saja mengancam bagaimana tidak jikalau di perjalan rombongan konvoi ini diserang maka semakin rumitlah masalah misi perdamaian antara kedua kubu ini. Hasil pertemuan pertama Menegaskan kembali untuk gencatan senjata, dan pengiriman pasukan perdamaian dari Indonesia. Indonesia mengirim 16 orang, meliputi wilayah selatan yang luas, tapi efektif.Efektif Karena kepercayaan kedua belah pihak kepada kita. “-Pertama, kita adalah negara mayoritas muslim, tapi tidak pernah memberi simpati, apalagi dukungan, kepada upaya-upaya Moro atau MNLF untuk merdeka. Indonesia adalah negara yang sangat konsisten memelihara posisi prinsip penghormatan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional. -Kedua, Indonesia juga negara yang memiliki persoalan separatisme. -Ketiga, Indonesia juga punya kepentingan yang lebih besar. Sebagai sesama ASEAN, Indonesia ingin Filipina dan negara ASEAN lainnya mampu menyelesaikan konflik bersenjata di negara masing-masing supaya ASEAN pulih sebagai kawasan yang aman dan damai sehingga kita bisa mengalokasikan waktu, energi, dan sumber daya untuk pembangunan ekonomi.” Mengacu kepada tiga putusan yang dikeluarkan terlihat sikap serta pandangan Indonesia yang menyambut upaya-upaya yang dilakukan oleh Filipina, Dalam pernyataan butir ketiga menegaskan Indonesia bahwa sesame Negara 43 Lihat dalam ulasan tempo dalam wawancara bersama Hasan Wirajudha http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/Indonesia-Dipercaya-Sebagai-Mediatorkarena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00 71 ASEAN ingin konflik-konflik seperti ini mampu diselesaikan dengan cara diplomasi yang baik sehingga kedepannya masyarakat ASEAN bisa membangun ekonomi yang sehat dengan dibarengi sumber daya yang berkualitas. Selama negosiasi 1993-1996, masalah yang sulit mencapai kata sepakati adalah “Pembagian sumber daya. Ini dikarenakan, kelompok pembebasan itu mengklaim kaya sumber daya, padahal tidak riset yang mengatakan demikian. Mereka mengklaim di sini adalah lumbung emas, di sana ada biji besi. Namun, Kita juga tidak tahu. Yang kedua, soal integrasi laskar MNLF ke dalam polisi dan tentara Filipina. Awalnya Filipina Bersikeras tidak mau menerima. Tetapi Hasan Wirajuda membujuk mereka, demi kompromi, mengapa tidak ada pengecualian? Soal integrasi laskar ini, beliau belajar dari kasus pemberontakan Daud Bereuh di Aceh.44Integrasi laskar itu disebut sebagai tahap pertama. Itu berlangsung dengan baik. Yang kedua, masa transisi supaya dalam proses plebisit daerahdaerah di kawasan itu setuju untuk bergabung dalam Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM). Presiden Filipina ketika itu, Fidel Ramos, melalui partainya mendorong pendukungnya di daerah Filipina Selatan itu untuk setuju. Lalu terbentuklah ARMM, dengan Nur Missuari sebagai gubernurnya.Tahap berikutnya setelah integrasi adalah pembangunan ekonomi. Tahapan ini lebih pada upaya mensejahterakan rakyat. Di sinilah mulai ada sengketa. Satu problem dari tim-nya Misuari. Klaim Misuari, dana yang disediakan pemerintah Filipina tidak cukup untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi sebagai gubernur, Misuari bisa tinggal empat bulan di Manila di hotel bintang lima dengan 40-50 pengikutnya. Menurut beliau, di banyak kasus, banyak pemimpin faksi pembebasan gagal bertransformasi menjadi administrator yang baik, karena memang tidak punya pengalaman dalam pemerintahan. Jadi kalau beliau mencoba berpikir netral, Pemerintah Filipina tentu juga tidak mau melepaskan uang begitu saja (kepada orang yang kurang berpengalaman menangani masalah pemerintahan). Terlihat sekali sikap Oportunis Pemerintah Pusat Filipina yang ingin sekali memonopoli apa-apa yang menjadi otonomi dalam daerah ini, Namun lagi-lagi peran Wirajuda yang mengatas namakan Indonesia kembali kepada tujuan awal yang bertujuan ingin memediasi konflik ini maka dengan cara mengintegrasi para lascar MNLF di konversi kedalam bagian Polisi maupun Tentara Filipina.Namun 44Lihat ulasan dan wawancara lengkap Hasan Wirajudha terkait kronologis keterlibatan Indonesia dalam misi damai di Filipina http://www.antaranews.com/berita/103761/hassanwirajuda-peroleh-bintang-jasa-dari-filipina diakses 10 juli 2015 pukul 10.00 WIB 72 prokontra perdamaian ini tidak lantas berjalan sebagaimana mestinya terkuak konflik yang kurang setuju dengan beberapa delegasi yang ditunjuk beliau berkilah karena dia tidak ada sepak terjang menangangi konflik pemerintahan oleh sebab itu kubu mereka ragu akan kinerja dan reputasi diplomatnya. Sikap ini bisa dibilang keputusan yang adil mengingat kasus ini bukan kasus sembarangan tetapi perlu di garis bawahi bahwa upaya serta tindakan yang diilakukan mediator seharusnya menghormati segala keputusan mediator. Perjanjian Jakarta Secara resmi disebut "Perjanjian Akhir Pelaksanaan Perjanjian Tripoli 1976 antara pemerintah Republik Filipina dan moro pembebasan nasional depan dengan partisipasi dari Organisasi komite menteri konferensi Islam enam dan sekretaris jenderal organisasi konferensi Islam, "atau lebih sederhana" Perjanjian Jakarta, "secara resmi ditandatangani oleh Presiden Ramos dan MNLF pemimpin Misuari di istana kepresidenan Malacanang di manila pada tanggal 2 September 1996.45 Antara lain, meskipun 1989 plebisit telah mengakibatkan int pengelompokan hanya empat provinsi muslim ke dalam ARMM, perjanjian baru diakui 14 provinsi (13 ditambah provinsi yang baru dibuat dari Saranggani) dan sembilan kota sebagai bagian dari daerah otonom. Meskipun plebisit lain harus diadakan untuk mengkonfirmasi hal ini bagian dari perjanjian tersebut, bahasa berbasis seperti bukan bagian dari perjanjian tersebut, dan ramos tidak berusaha 45 McAmis,Malay Muslims,99 73 untuk memegang salah satu selama pemerintahannya. ketentuan lain dari perjanjian itu untuk Fighters MNLF untuk diintegrasikan ke dalam kepolisian Filipina dan angkatan bersenjata, dengan tanggung jawab utama untuk menegakkan hukum dan ketertiban di ARMM46. Dalam seminggu penandatanganan perjanjian tersebut, pada September 9,1996, pemilu baru menghasilkan Nur Misuari, dengan dukungan penuh dari pemerintahan ramos, terpilih sebagai gubernur baru dari ARMM serta ketua dewan Filipina angin selatan yang baru terbentuk untuk perdamaian dan pembangunan (SPCPD) Itu juga diciptakan oleh Perjanjian Jakarta. Namun ketentuan lain dari perjanjian itu pembentukan kantor urusan muslim, sebuah badan pemerintah Filipina tengah bertugas menilai dan menanggapi kebutuhan masyarakat muslim Filipina. Menurut laporan media, Presiden Benigno Aquino pernah menyebut hasil perjanjian damai tahun 1996 itu sebagai "Eksperimen yang gagal" Wirajuda Berkilah tidak tahu tentang benar atau tidak ucapan Aquino itu. Tetapi seiring bergantinya pemerintahan, komitmen terhadap kesepakatan juga bisa berkurang.Dalam konteks hubungan internasional, mengatasi krisis di Zamboanga. Itu masalah internal, soal ketertiban umum, dan penegakan hukum. Ini harus dibiarkan sebagai masalah internal dari Filipina, entah dengan dialog, negosiasi, atau gencatan senjata. Nur Missuari terpilih dua kali sebagai gubernur ARMM (Autonomus Region in Muslim Mindanao). Namun setelah itu dia dilaporkan bersengketa 46 Sebagai hasil dari Perjanjian Jakarta 5.070 Fighters MNLF meletakkan senjata mereka, dan 2.200 diintegrasikan ke dalam Angkatan Darat Filipina atau Polisi. Lain, Namun, rally ke MILF atau ASG atau Simply tetap outlaws.Abuza, militan Islam di Asia Tenggara h, 42 74 dengan Komite Eksekutif ARMM yang beranggotakan 10 orang. Setelah tak lagi menjadi gubernur, Missuari kembali ke Pulau Sulu. Saat Filipina masih terikat perjanjian dengan MNLF(Moro National Liberation Front), Aquino memulai pembicaraan damai dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF), organisasi yang menyempal dari MNLF, dan menandatangani kesepakatan awal pada akhir 2012. Kesepakatan baru ini nantinya akan menggantikan ARMM. Menurut ketentuan Perjanjian Jakarta, dan mengikuti pemilihannya sebagai Gubernur ARMM, Nur Misuari berperan sebagai broker perdamaian utama di Filipina selatan atas nama pemerintah, dengan tanggung jawab utama untuk menangani dan menetralisir oposisi terus MILF dan ASG. Dengan dana yang tersedia untuk dia sebagai Ketua SPCPD dan tetap mempertahankan otoritas moral yang signifikan atas pejuang MNLF yang terintegrasi ke dalam Tentara dan polisi, Misuari akhirnya sedang dipegang dengan kekuatan yang signifikan untuk menyelesaikan masalah lama bernanah dari Filipina selatan. Satu-satunya harga adalah penerimaan otonomi dan bukan kemerdekaan bagi rakyat Bangsamoro, yang Misuari sekarang tampaknya berkomitmen untuk melakukan. Untuk Presiden Ramos, yang terpenting dari kebijakannya adalah SPCPD, palung yang ia mengusulkan untuk menyalurkan dana pemerintah sangat dibutuhkan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi terutama dari sumber daya yang kaya, tapi yang dilanda perang, pulau Mindanao.47Selain itu, palung Jakarta perjanjian, ia telah mendapatkan janji OKI dukungan untuk pembangunan 47 Untuk daftar proyek ekonomi yang diusulkan untuk ARMM setelah Perjanjian Jakarta, lihat situs web ARMM. URL: http://park.org/Philippines/government/armm.htm. Diakses Septemberr 5, 2005. 75 ekonomi ARMM, Malaysia dan Indonesia menjadi sangat antusias untuk memainkan peran positif dalam mempromosikan investasinya dan daerah. Selama tahun-tahun Ramos, setidaknya sampai krisis keuangan Asia yang melanda semua tenggara Asia pada bulan Juli 1997, ekonomi Filipina yang telah mendekam selama yeaars Marcos terakhir dan tetap sandera ketidakstabilan politik yang menandai tahun pemerintahan Aquino akhirnya mulai untuk mengalami "keajaiban Asia" pertumbuhan ekonomi yang cepat yang ditandai seluruh wilayah Asia tenggara selama tahun 1980 dan 1990-an sampai 1997 keruntuhan. Pada bagian, hal ini disebabkan karena tangan yang kuat Presiden sendiri dalam melaksanakan reformasi yang dirancang untuk membuka perekonomian nasional sekaligus menutup, untuk mendorong investasi swasta, dan untuk mengurangi korupsi.48 Selain itu, pertumbuhan ekonomi ini sedang dirasakan di selatan. Meskipun pendapatan per kapita di Filipina selatan diperkirakan hanya dua pertiga dari yang di seluruh negeri, itu tumbuh pada tingkat yang lebih cepat daripada di tempat lain di negara ini selama masa-masa Ramos.49 48 "Presiden Fidel Ramos." Lihat "The Region otonom di Mindanao." URL: http://www.mindanao.org/mindano/overview/muslim1.htm. Diakses September 5, 2005 49 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Sesungguhnya Islam dan bangsa Filipina merupakan dua kubu yang memiliki sudut pandang yang berbeda, Mengapa demikian karena Islam di Kawasan Selatan Filipina merupakan kawasan kesultanan Islam terdahulu, Kesan yang digambarkan bahwa Islam di Filipina itu kejam sungguh sebuah kamuflase yang dibuat oleh kaum barat atau Amerika Serikat. Penandasan ini terbukti bahwa pada zaman peralihan penjajahan Spanyol ke Amerika Serikat mereka Bangsa Amerika Serikat yang merubah Pola pikir mereka tentang umat Islam di Filipina dianggap sebagai suatu kaum yang kejam sering menindas tanpa pandang buluh.Pernyataan ini dibuat sendiri oleh Orang Amerika terhadap kesan yang buruk untuk umat Islam di Filipina Bagian Selatan, yang mana kita tahu dahulu adalah Kesultanan Islam bernama kesultanan Sulu. Amerika Serikat membuat “Kegaduhan” guna memayoritaskan seluruh kawasan di Filipina selatan menjadi habis dengan cara mengadu domba antara kedua belah pihak dengan gencatan senjata dan membuat organisasi-organisasi radikal baru lahir dengan ideology tidak sesuai. Tanda-tanda itu sudah mulai terlihat ketika munculnya beberepa gerakan-gerakan separatis yang mengatas namakan Islam dan mulai membuat isu-isu semakin panas terhadap respon Pemerintah Filipina,beberapa gerakan yang muncul adalah MIM (Muslim Independent Movement),Anshar el Islam, MNLF (Moro National Liberation 69 70 Front), MILF (Moro Islamic Liberation Front) ,MNLF Reformis (Moro National Liberation Front), BMIF (Bangsa Moro Islamic Freedom Fighter) atau sering disebut dengan Petarung Kemerdekaan Islam Bangsa Moro. Kelima Organisasi tersebut adalah cikal bakal dari perdamaian yang akan direngkuh antara umat minoritas muslim dengan umat Mayoritas Kristen dalam konteks ini adalah pemerintah Filipina,Segala proses panjang yang melibatkan Indonesia sebagai mediator antara kedua belah kubu ini.Terpilihnya Indonesia bukan tanpa sebab oleh kedua belah pihak, Keterlibatan dalam OKI membuat Indonesia ikut andil dalam perjanjian damai ini. Filipina tahu, dalam OKI, sebagai sesama negara ASEAN,Indonesia dianggap netral dan fair. Dalam perundingan, ada tiga tingkatan. Tingkatan pertama, pertemuan resmi yang diketuai Menteri Luar Negeri Ali Alatas, berlangsung empat kali. Tingkatan kedua, komite gabungan. Tingkatan ketiga, komite teknis. Ada 10 kali pertemuan yang diketuai Hassan Wirajudha di Komite Gabungan. Di tingkat teknis, selama 1993-1996, terdapat 77 kali pertemuan.Bukti banyaknya Frekuensi pertemuan kedua buah kubu merupakan suatu pencapaipan yang patut di apresiasi guna menyokong sebuah perdamaian.Perjalanan yang dilakukan bukan perkara mudah Indonesia yang notabene sebagai mediator juga harus dibuat agak sedikit Strength dengan usaha-usaha seperti pengawalan terhadap pejabat Negara yang begitu ketat sehingga membuat tensi atau suasana semakin tegang. Pernyataan ini diungkapkan oleh Hassan Wirajudha sebagai pelaku Sejarah Perdamaian ini: 1.Indonesia adalah negara mayoritas muslim, tapi tidak pernah memberi simpati, apalagi dukungan, kepada upaya-upaya Moro atau MNLF untuk merdeka. 71 Indonesia adalah negara yang sangat konsisten memelihara posisi prinsip penghormatan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional. 2.Indonesia juga negara yang memiliki persoalan separatisme. 3.Indonesia juga punya kepentingan yang lebih besar. Sebagai sesama ASEAN, Indonesia ingin Filipina dan negara ASEAN lainnya mampu menyelesaikan konflik bersenjata di negara masing-masing supaya ASEAN pulih sebagai kawasan yang aman dan damai sehingga kita bisa mengalokasikan waktu, energi, dan sumber daya untuk pembangunan ekonomi. Penulis Juga melihat adanya beberapa kebijakan Pendidikan serta Agama yang dibahas pada Bab Dua merupakan sebuah penjelasan eksplisit karena beberapa poin mendetail yang seharusnya sebagai kaum Minoritas patut untuk diterapkan dan cukup Bijaksana, Dimulai dari pembahasan yang tentang Universitas sampai masalah Haji sesungguhnya gerakan-gerakan radikal tidak perlu bermunculan dengan sangat berani atau Frontal. Oleh sebab itu baiknya kedua kubu ini tidak perlu larut terus menerus dalam peperangan atau dua sisi yang saling berseberangan karena nanti pada akhirnya akan menyulitkan Otonomi serta diplomasi Politik antar dua wilayah ini. Upaya-upaya serta pendekatan secara politik yang sudah dilakukan pemerintah Filipina cukup adil mengingat ini merupakan bagian dari penyatuan bangsa secara nasional. Namun apa yang terjadi justru sebaliknya negosiasi yang berlangsung secara alot dan terbilang monoton memaksa mengundang Indonesia sebagai mediator untuk menyelesaikan hal yang kompleks Ini. 72 B.Saran Pertama; Dari uraian tersebut kita bisa melihat bagaimana perjuangan revolusioner Bangsa Indonesia yang turut andil dalam perdamaian konflik klasik antara Muslim militant Filipina dengan Pemerintah Pusat Filipina, Sebagaimana telah dijelaskan dalam tiga butir poin diatas bahwa memiliki problematika yang sama yakni memiliki masalah separatisme Kedua; Kita sebagai umat Islam harus percaya bahwa, Islam telah memberikan solusi bagi masalah kita yang tentunya sudah dibuktikan oleh para pendahulu kita. Jangan justru kita malah meninggalkan model perjuangan Islam dan melakukan tindakan yang tidak mencerminkan tabiat-tabiat sebagai umat Islam, Unsur-unsur kekerasan sangat tidak diajarkan kepada umat beragama dalam agamapun dianjurkan untuk bermusyawarah atau mencari mufakat demi mencari solusi yang solutif. Apalagi sampai skripsi ini rampung terdengar kabar masih ada tindakan terorisme atau pembajakan yang dilakukan oleh oknum Abu Sayyaf terhadap beberapa warga Negara Indonesia yang di Ciduk di peraian Tiongkok Selatan. Ketiga; Hal ini ditunjukan kepada para pemimpin, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan orang-orang berpengaruh lainnya, turut andil dalam perdamaian ini. Terlihat dari penandatangan nota kesepakatan damai yang dilakukan di Istana Negara Jakarta merupakan bukti Pada 2 September 1996 merupakan bukti kuat totalitas sebagai mediator. DAFTAR PUSTAKA I.Sumber Primer A.Buku-Buku: Hamka. Sejarah Umat Islam IV, cetakan ketiga. Jakarta: Bulan-Bintang, 1981. Suminto, H. Aqib. Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche Zaken. Jakarta: LP3ES, 1985. __________, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003. __________, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008 Abdullah, Taufik & Siddique, Sharon. Tradisi Dan kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Diterjemahkan; Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES 1989. Ali Kettani. Minoritas muslim di dunia. Jakarta; Grafindo 2005 Azyumardi Azra. Perspektif Islam di Asia Tenggara . Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia 1989 Cesar A Majul. Dinamika Islam Filipina. Jakarta ;LP3ES 1989 David Wurfel . Filipino Politics .New York ;Cornell University Press. 1991 Drs. Asep Ahmad Hidayat dkk. Studi Islam di Asia Tenggara. Bandung ;Pustaka Setia 2014 Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta; Ar Ruzz Media 2003 Helmiati. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru; Zanafa Publishing 2008 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Judul Asli : A History of Islamic Societies, Vol.1; Cambridge: Cambridge University Press, 1988). Diterjemahkan; Gufron A. Mas’adi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Jose S. Arcilla SJ. Pengantar Sejarah Filipina . Yogyakarta ;Universitas Sanata Dharma Press 2001 Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah .Yogyakarta ;Tiara Wacana 2003 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta; Bentang, 1995. 73 74 Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983), Namira, Kiki. 2009. Perbandingan Kekuatan Politik Militer Era Orde Baru dan Reformasi, Medan : Universitas Sumatera Utara Niels Mudler. Wacana Publik Asia Tenggara. Yogyakarta; Kanisius 2005 Pudjiastuti, Tri Nuke. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”, dalam Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar Saiful Muzani. Pembangunan dan kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta ;LP3ES 1993 Saifullah. Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar; Yogyakarta 2008 Sebagai-Mediator-karena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00 Suryadinata, Leo, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES Suryadinata, Leo, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (2): Peran Tegas Presiden”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm. 63-82. Tim Penyusun CeQDA. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta; CeQDA, April 2007 B.WEBSITE/INTERNET Anon, 2008.”Soeharto dan Kebijkaan Luar Negeri RI” [Online].dalamhttp://beritasore.com/2008/01/12/soeharto-dan-kebijakanluar-negeri-ri/ http://historia.id/mondial/mimpi-damai-di-filipina-selatan http://kemlu.go.id/ http://mnlfnet.com/OIC/27_ICFM_SGReport.htm http://peacebuilding.asia/milf%E3%81%A8mnl http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14868 75 http://uca.edu/politicalscience/dadm-project/asiapacificregion/philippinesmoro-national-liberation-front-1968-present/ http://www.antaranews.com/berita/103761/hassan-wirajuda-perolehbintang-jasa-dari-filipina http://www.royalsulu.com/index.php?option=com_content&view=article& id=29&Itemid=29 http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/IndonesiaDipercaya- www.gov.ph http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/southeastasia/philippines/Bahasa/80___southern_philippines_backgrounder_ba hasa.pdf http://id.berita.yahoo.com/indonesia-dipercaya-sebagai-mediator-karena- netral163047199.html C.SURAT KABAR KONTEMPORER (HARIAN) : Kompas - Selasa, 3 September 1996, h. 1 “Nur Misuari akan menandatangi Kesepakatan Damai di Istana Negara. D.JURNAL Manila Journal, November 5, 1978 76 1996 Peace Agreement with the Moro National Liberation Front Dengan Nama Allah, Yang Mahakuasa, lagi Maha Penyayang Kesepakatan akhir tentang pelaksanaan Perjanjian TripoIi 1976 antara Pemerintah Republik Filipina (GRP) dan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) dengan tambahan partisipasi dari Kementerian komite enam organisasi konfrensi islam dan Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam. Padahal, Presiden Republik Filipina, Yang Mulia Fidel V. Ramos, telah mencari penyelesaian damai dari konflik bersenjata di bawah prinsip perdamaian dengan kehormatan dan melayani ujung tonggak kepentingan persatuan nasional, solidaritas dan kemajuan bagi semua orang Filipina ; Padahal, MNLF, yang dipimpin oleh Profesor Nur Misuari, terinspirasi oleh perjuangan mereka untuk perdamaian dan kemakmuran di masa lalu dan menegaskan hak rakyat Moro untuk bebas menentukan status politik mereka dan bebas menentukan agama, mengatur ekonomi dan pengembangan sosial budaya Padahal, Organisasi Konferensi Islam (OKI), atas permintaan dari GRP telah memprakarsai Pembicaraan Perdamaian Formal Pertama antara GRP dan MNLF selama Konferensi kementerian tingkat Ketiga di Jeddah, Kerajaan Arab Saudi, yang menghasilkan penandatanganan perjanjian Tripoli pada tanggal 23 Desember 1976, dokumen yang berfungsi sebagai dasar untuk solusi yang adil, abadi, terhormat dan komprehensif untuk masalah di Filipina Selatan dalam kerangka konstitusi Filipina; Padahal, dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan karena inisiatif yang berani dan inovatif dari Pemerintah Filipina, di bawah HE Presiden Fidel V. Ramos, dedikasi dan ketekunan wakilnya yang terpilih, dipimpin oleh Penasihat Presiden untuk Proses Perdamaian yaitu Manuel T. Yan, ditambah dengan respon yang sangat positif dan terpuji dari Ketua pendiri pimpinan MNLF, HE Profesor Nur Misuari, proses perdamaian telah dilakukan dan berhasil di wujudkan selama empat (4) tahun terakhir, dengan partisipasi yang paling konstruktif dan bermanfaat dari 6 Menteri Komite OKI , dipimpin oleh masing-masing Ketuanya, HE Ali Alatas, Menteri Luar Negeri Indonesia, dan empat (4) mampu asistennya sebagai fasilitator perundingan, yaitu: HE Duta Besar S. Wiryono, H.E. Dr Hassan Wirajuda, H.E. Duta Pieter Damanik, dan H.E. Duta Abu Hartono, dan Sekretaris Jenderal OKI, HE Hamid Algabid, dan wakilnya, H.E. Duta Besar Muhammad Mohsin, dan ucapan khusus untuk Duta Besar Libya, HE Rajab Azzarouq 77 Padahal, kedua pihak mengakui peran penting dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam mempromosikan dan menegakkan hak, dan kesejahteraan umat Islam di seluruh dunia; Padahal, pihak tersebut juga mengakui peran Menteri Komite OKI yang terdiri dari enam negara yaitu Indonesia sebagai Ketua, Libya, Arab Saudi, Bangladesh, Senegal dan Somalia dalam mencari perdamaian yang adil, komprehensif dan tahan lama di Filipina Selatan; Sesuai dengan Pernyataan Kesepahaman yang ditandatangani di Tripoli, Libya pada tanggal 3 Oktober 1992 dan Pernyataan berikutnya tentang Kesepahaman yang ditandatangani di Cipanas, Jawa Barat pada tanggal 14 April 1993, para pihak setuju, melalui jasa baik dari Jamahiriyah Arab Libya Besar, terinspirasi dan dipandu oleh pemimpin yang hebat, HE Kolonel Muammar Gaddafi, Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan yang bijaksana HE Bapak Presiden Soeharto, dan H.E. Sekretaris Jenderal OKI, Dr. Hamid Algabid, untuk mengadakan pembicaraan perdamaian resmi untuk membahas modalitas untuk implementasi penuh Perjanjian Tripoli 1976 dalam surat dan semangat; untuk memasukkan bagian-bagian dari Perjanjian tersisa untuk diskusi lebih lanjut dan menerapkan transisi struktur dan mekanisme; Sementara itu, pihaknya menegaskan komitmen serius dalam Pernyataan tersebut Kesepahaman serta Memorandum of Agreement yang ditandatangani pada Putaran pertama Perundingan Perdamaian Formal yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada 25 Oktober - 7 November, 1993; Perjanjian Interim ditandatangani pada Putaran ke2 Pembicaraan Perdamaian Formal yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1-5, 1994; Perjanjian Interim ditandatangani pada Putaran ketiga Perundingan Perdamaian Formal yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 27 November-1 Desember 1995; Perjanjian Interim masuk babak 4 Pembicaraan Perdamaian Formal yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1996; dan dalam sembilan (9) pertemuan gabungan Komite diadakan di berbagai tempat dan tanggal di Filipina dan Indonesia; Padahal, semua kesepakatan tersebut dihasilkan dari titik konsensus yang dicapai oleh Komite gabungan dan Komite Dukungan (Komite Pendukung No 1 - Pertahanan dan Keamanan Nasional; Dukungan Komite No 2 - Komite pendiidikan ; Pendukung No 3 Sistem Ekonomi dan Keuangan, Pertambangan dan Mineral; Dukungan Komite No 4 Sistem Administrasi, Hak Perwakilan dan Partisipasi dalam Pemerintahan Nasional, dan di semua bagian Negara; Komite Pendukung No 5 - Syariah dan Kehakiman, Kelompok Kerja Ad Hoc dan pada Transisi Struktur Pelaksana dan Mekanisme dalam pertemuan yang diadakan di berbagai tempat di Filipina dan Indonesia; Padahal, para pihak telah dirasionalisasi dan dikonsolidasikan terhadap semua perjanjian dan titik konsensus yang dicapai, dengan bantuan dari Komite gabungan dan 78 berbagai dukungan dukungan didirikan untuk tujuan tersebut, perjanjian perdamaian tahap akhir; Padahal, pihaknya menegaskan kedaulatan, integritas teritorial dan Undang-Undang Dasar Republik Filipina; Sedangkan, perjanjian damai akhir ini merupakan implementasi penuh Perjanjian Tripoli. Maka sekarang, Para Pihak dengan ini setuju pada hal-hal berikut: I. Pelaksanaan Struktur dan Mekanisme Persetujuan ini 1. Tahap I meliputi tiga (3) tahun awal setelah penandatanganan kesepakatan damai dengan penerbitan Perintah Executive untuk membangun Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan (SZOPAD), Southern Filipina Dewan Perdamaian dan Pembangunan (SPCPD) , dan Majelis Permusyawaratan. Selama fase ini, proses bergabung dalam elemen MNLF dengan Angkatan Bersenjata Filipina akan dimulai. Bergabung dalam elemen MNLF dengan PNP sebagai bagian dari program perekrutan polisi reguler juga akan berlangsung pada di fase ini. 2. Tahap II akan melibatkan perubahan atau pencabutan UU Organik (RA 6734) dari Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) melalui kegiatan Kongres, setelah hukum amendatory disampaikan kepada orang-orang dari daerah yang bersangkutan dalam plebisit untuk menentukan pembentukan pemerintahan otonom baru dan daerah tertentu dari otonomi tersebut. a. Sementara program perdamaian dan pembangunan sedang dilaksanakan di SZOPAD, tagihan untuk mengamandemen atau mencabut RA 6734 akan dimulai dalam Tahap I (1996-1997). RUU harus mencakup ketentuan-ketentuan terkait Perjanjian Perdamaian final dan perluasan wilayah ARMM saat otonomi. Hukum harus telah disahkan oleh Kongres dan disetujui oleh Presiden, maka harus diserahkan kepada orang-orang untuk persetujuan plebisit di daerah bencana, dalam waktu dua (2) tahun sejak berdirinya SPCPD (1998). b. Daerah otonomi baru kemudian ditentukan oleh provinsi dan kota-kota yang akan memilih untuk bergabung dengan otonomi yang telah disahkan (1998). Ini mungkin disediakan oleh Kongres pada hukum yang kelompok kota yang didominasi Muslim yang bersebrangan pendapat dalam mendukung otonomi yang akan digabung dan merupakan menjadi provinsi baru yang akan menjadi bagian dari Daerah Otonom yang baru. II. Periode Transisi (Tahap I) Tahap I akan dilaksanakan sebagai berikut: 79 3. Keharusan untuk membentuk Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan di Filipina Selatan (SZOPAD) meliputi provinsi Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Sur, Zamboanga del Norte, Cotabato Utara, Maguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte, Lanao del Sur, Davao del Sur, South Cotabato, Sarangani dan Palawan dan kota-kota Cotabato, Dapitan, Dipolog, General Santos, Iligan, Marawi, Pagadian, Zamboanga dan Puerto Princesa. Dalam tiga (3) tahun ke depan, daerah ini akan menjadi fokus intensif perdamaian dan upaya pengembangan. Investasi publik dan swasta harus disalurkan ke daerah-daerah untuk memacu kegiatan ekonomi dan mengangkat kondisi masyarakat di dalamnya. 4. Harus dibentuk suatu Dewan Perdamaian dan Pembangunan Filipina Selatan(SPCPD), terdiri dari satu (1) Ketua, Wakil Ketua dan satu tiga (3) Deputi (1), masing-masing mewakili umat Islam, Kristen, dan Komunitas budaya. Mereka diangkat oleh Presiden. 5. SPCPD dibantu oleh Darul Iftah (Dewan penasehat) yang harus dibuat oleh Ketua SPCPD. 6. Unit pemerintah daerah di daerah termasuk ARMM, akan terus ada dan melaksanakan fungsi mereka sesuai dengan hukum yang berlaku. 7. lembaga yang tepat dari pemerintah yang terlibat dalam kegiatan perdamaian dan pembangunan di daerah, namun tidak terbatas pada Filipina Selatan Development Authority (SPDA), harus ditempatkan di bawah kontrol dan / atau pengawasan Dewan sebagai pelaksana lembaga untuk memastikan bahwa perdamaian dan pembangunan proyek-proyek dan program dicapai secara efektif. Berdasarkan hal di atas, lembaga atau badan berikut akan ditempatkan di bawah kontrol dan / atau pengawasan SPCPD, yakni: a. Otoritas pembangunan Filipina Selatan (SPDA) dapat melekat pada SPCPD dan ditempatkan di bawah pengawasan langsung yang terakhir sejauh kantor SPDA dan proyek di SZOPAD yang bersangkutan. SPCPD dapat melaksanakan tingkat kontrol lebih lanjut atas SPDA dengan memungkinkan Dewan untuk menyerahkan recommendasi kepada Presiden untuk diangkat sebagai pejabat SPDA; b. Kantor Lapangan Regional dan Kantor Urusan Muslim (OMA) yang berada dan beroperasi di dalam Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan (SZOPAD), harus ditempatkan di bawah pengawasan langsung dari SPCPD, asalkan koordinasi, hubungan dan komplementasi antara OMA pusat dan SPCPD harus ditetapkan oleh penerbitan Presiden; 80 c. Kantor Lapangan Regional dan Komunitas Budaya Selatan (OSCC) yang berada dan beroperasi di dalam Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan (SZOPAD), harus ditempatkan di bawah pengawasan langsung dari SPCPD, asalkan koordinasi, hubungan dan komplementasi antara OSCC pusat dan SPCPD harus ditetapkan oleh penerbitan Presiden; d. Task Force Basilan, yang akan ditata ulang ke dalam Satuan Tugas Pembangunan Basilan, untuk melakukan kegiatan pembangunan di Basilan harus ditempatkan di bawah kontrol dan pengawasan SPCPD; e. Task Force MalMar, harus ditata kembali ke Mindanao Tengah Pembangunan Task Force, untuk melakukan kegiatan pembangunan di Mindanao Tengah harus ditempatkan di bawah kontrol dan pengawasan SPCPD; f. Pembangunan Sulu Task Force - gugus tugas antar yang diselenggarakan untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan di Sulu harus ditempatkan di bawah kontrol dan pengawasan SPCPD; dan g. Group Pengembangan Khusus Perencanaan - ini adalah sebuah badan ad hoc yang terdiri dari perwira staf dan ahli perencanaan dari Departemen Perdagangan dan Industri (DTI), Nasional Ekonomi dan otoritas pengembang (NEDA), Departemen Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) dan instansi terkait lainnya yang bisa diatur untuk mendukung langsung kebutuhan perencanaan staf, harus ditempatkan di bawah SPCPD. Hal Tersebut dalam kajian lembaga atau badan yang tidak akan menghalangi Presiden dari menjalankan kekuasaan atau kewenangan untuk mendelegasikan, sesuai dengan hukum yang ada, kekuatan tertentu atau fungsi untuk SPCPD, atau untuk menempatkan lembaga dan badan lain di bawah kontrol atau pengawasan terakhir. 8. SPCPD, dalam konsultasi dengan Majelis Permusyawaratan, memanfaatkan dana dari Pemerintah Nasional, harus memantau, mempromosikan dan mengkoordinasikan upayaupaya pembangunan di daerah, termasuk daya tarik investasi asing, khususnya dari negara-negara anggota OKI dan Asosiasi Selatan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). 9. Kekuasaan dan fungsi SPCPD serta Majelis Permusyawaratan yang derivatif dan perluasan kekuasaan Presiden. Kekuasaan dimaksud di sini adalah hanya kekuatan Presiden yang bisa didelegasikan berdasarkan Konstitusi dan undang-undang yang ada. 10. Harus dibentuk Majelis Permusyawaratan dengan 81 anggota yang terdiri dari: 81 a. Ketua SPCPD akan menjadi kepala dan ketua Majelis; b. Gubernur dan Wakil Gubernur ARMM, 14 Gubernur provinsi dan 9 Kota Walikota di SZOPAD; c. 44 anggota dari MNLF; dan d. 11 anggota dari berbagai sektor yang direkomendasikan oleh organisasi nonpemerintah (LSM) dan organisasi masyarakat (PO). 11. Majelis Permusyawaratan harus melaksanakan fungsi dan kekuasaan sebagai berikut: a. Untuk melayani sebagai forum konsultasi dan pembahasan masalah dan kekhawatiran b. Untuk melakukan dengar pendapat publik yang mungkin diperlukan dan untuk memberikan saran sesuai dengan SPCPD; dan c. Untuk merumuskan dan merekomendasikan kebijakan kepada Presiden melalui Ketua SPCPD dan membuat aturan dan peraturan sejauh yang diperlukan untuk administrasi yang efektif dan efisien bagi urusan daerah. 12. OKI akan diminta untuk terus memberikan bantuan dan kinerja baik dalam memantau implementasi penuh perjanjian ini selama masa transisi sampai pemerintah otonom biasa mapan dan untuk tujuan ini, membantu menghasilkan dukungan internasional yang luas untuk Zona Perdamaian dan Pembangunan. 13. Komite Pemantau Bersama yang terdiri dari anggota yang berasal dari GRP dan MNLF, dengan bantuan OKI, akan terus bertemu untuk meninjau dan mengidentifikasi kesepakatan yang dapat segera dilaksanakan, dan memantau pelaksanaan Perjanjian ini selama Fase I. 14. Ketentuan-ketentuan dalam 1994 dan 1995 Perjanjian Interim dan perjanjian selanjutnya ditandatangani oleh GRP dan MNLF yang tidak membutuhkan tindakan legislatif dilaksanakan selama Fase I. 15. Dana untuk operasional Dewan dan Majelis harus awalnya bersumber dari dana Kantor Presiden. Pendanaan untuk program dan proyek-proyek pembangunan akan berasal dari alokasi Kongres yang mungkin diambil dari aturan aproriaso umum. Sebuah anggaran tambahan untuk tahun 1996 akan direkomendasikan kepada Kongres untuk tujuan tersebut. 16. Jangka waktu SPCPD dan Majelis Permusyawaratan harus untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat diperpanjang oleh Presiden atas rekomendasi 82 Dewan itu sendiri. 17. Masa jabatan dari SPCPD dan Majelis bertepatan dengan jangka waktu tiga tahun jabatan pejabat Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) terpilih pada tahun 1996. 18. wewenang dan fungsi Dewan sebagai berikut: a. Untuk mengambil alih dalam mempromosikan, pemantauan dan koordinasi peningkatan perdamaian dan ketertiban di daerah; b.Untuk fokus pada upaya perdamaian dan pembangunan yang lebih khususnya di bidang yang rentan dan menimbulkan pelaksanaan perdamaian dan pembangunan proyek; c. Untuk memberikan dukungan kepada unit pemerintah daerah yang diperlukan; d. Untuk melaksanakan kekuasaan lain seperti dan fungsi yang diperlukan untuk pelaksanaan yang efektif dari mandatnya sebagaimana didelegasikan oleh Presiden; e. Untuk membantu dalam persiapan penyelenggaraan pemilu, referendum atau jajak pendapat dan inisiatif masyarakat di daerah yang mungkin sepatutnya diwakili oleh Komisi Pemilihan Umum (COMELEC); f. Untuk mengusulkan penciptaan kantor atau instansi seperti akan diperlukan untuk administrasi yang efektif dan efisien dari urusan daerah. Harus ada persetujuan dari Kantor Presiden untuk tujuan anggaran. 19. Bergabungnya elemen MNLF dengan Kepolisian Nasional Filipina (PNP) dan Penyediaan Perlindungan Keamanan untuk Pejabat tertentu dari Dewan Perdamaian dan Pembangunan Filipina Selatan a. Selama fase transisi (Tahap I), akan ada program atau proses untuk memungkinkan bergabung elemen MNLF ke PNP dan menjadi bagian dari PNP sesuai dengan pedoman dan prosedur di bawah undang-undang yang ada. Pemerintah Filipina akan mengalokasikan seribu lima ratus (1.500) lowongan PNP untuk tujuan ini harus diisi oleh elemen MNLF selama masa transisi, dan 250lainnya untuk layanan khusus atau tambahan. b. Pengolahan elemen MNLF akan dimulai pada pembentukan Dewan Perdamaian dan Pembangunan Filipina Selatan(SPCPD). Program pelatihan polisi yang akan dilakukan oleh elemen MNLF bergabung harus seperti yang ditentukan oleh undangundang dan peraturan yang berlaku, dan harus dilakukan oleh PNP. c. Para pejabat Dewan yang bersangkutan (misalnya Ketua dan Deputi nya) harus diberikan keamanan dan bantuan perlindungan oleh pemerintah pusat, karena situasi keamanan dan kenyamanan sebagai bagian dari tindakan membangun kepercayaan. 83 Setiap bagian keamanan AFP / PNP harus segera ditugaskan kepada Dewan. Bagian khusus AFP / PNP bagian keamanan harus terdiri dari mantan tetap MNLF yang akan telah diberikan AFP atau janji PNP dan telah diintegrasikan ke dalam AFP atau PNP. Detil keamanan ini harus dari ukuran yang tepat sesuai dengan kebutuhan situasi, tanpa mengurangi pembesaran dengan teratur AFP atau PNP unit saat diperlukan dan berkoordinasi dengan komandan AFP dan PNP yang bersangkutan. Detil keamanan ini yang tidak akan digunakan untuk penegakan hukum, tetapi semata-mata untuk keamanan dan perlindungan pejabat SPCPD bersangkutan, harus berperilaku sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang ada untuk mencegah peringatan yang tidak semestinya kepada penduduk selama gerakan pejabat bersangkutan. d. Untuk memiliki koordinasi yang baik antara AFP dan PNP di satu sisi dan SPCPD di sisi lain, sistem penghubung akan dibentuk terdiri dari pejabat senior AFP, PNP dan SPCPD. 20. Bergabungnya pasukan MNLF dengan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP): a. Lima ribu tujuh ratus lima puluh (5.750) anggota MNLF akan diintegrasikan ke dalam Angkatan Bersenjata Filipina (AFP), 250 di antaranya akan diserap ke dalam layanan tambahan. Pemerintah akan mengerahkan upaya maksimal untuk membentuk kondisi yang diperlukan yang akan memastikan integrasi akhir jumlah maksimum pasukan MNLF yang tersisa ke dalam Angkatan khusus Keamanan daerah (SRSF) dan lembaga lain dan instansi pemerintah. Harus ada program sosial ekonomi, budaya dan pendidikan khusus untuk memenuhi pasukan MNLF tidak diserap ke dalam AFP, PNP dan SRSF untuk mempersiapkan mereka dan keluarga mereka untuk usaha produktif, menyediakan pendidikan, keterampilan teknis dan pelatihan mata pencaharian dan mempekerjakan mereka dalam proyek-proyek pembangunan prioritas. b. Pada awalnya, pasukan MNLF akan bergabung sebagai unit yang berbeda dari unit AFP. Mereka akan awalnya disusun dalam unit terpisah dalam masa transisi, hingga waktu yang dikembangkan sebagai anggota unit-unit yang terpisah dan terpercaya secara bertahap akan diintegrasikan ke dalam unit AFP biasa digunakan di daerah otonomi. Sesuai dengan undang-undang, kebijakan, aturan dan peraturan yang ada, pihak yang berwenang harus mengesampingkan persyaratan dan kualifikasi untuk masuk pasukan MNLF ke AFP. 84 d. Salah satu dari antara MNLF akan menganggap fungsi dan tanggung jawab dari Wakil Komandan Komando Selatan, AFP, untuk unit terpisah yang akan diselenggarakan dari pasukan MNLF bergabung dengan AFP. Wakil Komandan akan membantu Panglima Komando Selatan, AFP pada perintah, administrasi dan kontrol unit terpisah seperti selama masa transisi tersebut. Wakil Komandan akan diberikan janji yang sepadan dengan posisinya dan harus ditangani seperti itu. d. Pemerintah mengakui keterampilan, kemampuan dan prestasi MNLF serta kapasitas untuk mengembangkan anggotanya untuk eselon tertinggi kepemimpinan militer dan sipil. Pangkat dan nilai pasukan MNLF bergabung AFP harus patuh pada keputusan Presiden dalam kapasitasnya sebagai Komandan-in-Chief dari AFP sepanjang prinsip-prinsip universalitas, non-diskriminasi, kesetaraan dan mengutamakan pengobatan bagi masyarakat miskin dan kurang mampu . e. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah afirmatif untuk terus meningkatkan kemampuan kekuatan-kekuatan MNLF bergabung dengan AFP untuk meningkatkan peluang mereka untuk kemajuan profesional dalam dinas militer. Ini harus dilakukan sebagai inisiatif untuk memberikan pelatihan profesional dan pendidikan militer di negara-negara asing untuk mantan anggota MNLF diserap ke dalam AFP senada dengan program pendidikan dan pelatihan dengan AFP. f. Semua hal-hal lain mengenai bergabungnya pasukan MNLF ke AFP tidak secara tersurat oleh Perjanjian ini akan ditentukan oleh Presiden dalam kapasitasnya sebagai Komandan-in-Chief dari AFP. III. Pemerintah Otonomi Baru Daerah (Tahap II) Ketentuan-ketentuan berikut dilaksanakan setelah amandemen hukum atau pembatalan UU Organik ARMM harus sudah ditetapkan oleh Kongres dan disetujui oleh orang-orang di daerah yang bersangkutan dalam plebisit setelah itu. Dengan demikian, ketentuan ini harus direkomendasikan oleh GRP kepada Kongres untuk dimasukkan dalam amendatory atau hukum pembatalan. A. Lembaga eksekutif, majelis Legislatif, Sistem Administrasi dan Perwakilan di Pemerintah Nasional Dewan Eksekutif 21. Kekuasaan eksekutif akan diberikan kepada Kepala Pemerintah Otonomi biasa yang terpilih pada umumnya melalui pemungutan suara langsung dari rakyat Daerah Otonom. Ada juga yang akan menjadi Wakil Kepala Pemerintahan Otonomi Daerah 85 juga terpilih dengan cara yang sama. Kepala Pemerintah Otonomi Daerah dapat menunjuk tiga (3) Deputi. Kepala, Wakil Kepala-dan tiga (3) Deputi terdiri Dewan Eksekutif daerah Otonomi. 22. Presiden harus melakukan pengawasan umum atas Pemerintah Otonomi Daerah dan seluruh unit pemerintah daerah di wilayah Otonomi melalui Kepala Pemerintahan Otonomi Daerah untuk memastikan bahwa undang-undang yang dieksekusi secara tepat. Kepala Pemerintah Otonomi melakukan pengawasan umum atas semua unit pemerintah daerah di wilayah otonomi untuk memastikan bahwa hukum nasional dan regional dapat dicapai dengan tepat, dan memastikan bahwa mereka bertindak dalam kekuasaan mereka ditugaskan sesuai fungsi. Dewan Perwakilan Rakyat 23. Kekuasaan legislatif harus dipegang oleh DPRD. 24. DPRD terdiri atas anggota yang dipilih melalui pemilu, dengan tiga (3) anggota terpilih dari masing-masing kabupaten Kongres. 25. Harus ada perwakilan sektoral di DPR yang jumlahnya tidak melebihi lima belas persen (15%) dari jumlah anggota terpilih DPR yang berasal dari tenaga kerja, kaum disabilitas, industri, komunitas budaya adat, pemuda, perempuan, organisasi nonpemerintah, pertanian, dan sektor lain seperti dapat diberikan oleh Undang-Undang Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Pemerintah Otonomi dari antara calon dari kelompok sektoral yang berbeda yang telah disediakan, bagaimanapun, bahwa perwakilan pemuda tidak boleh kurang dari 18 tahun dan tidak lebih dari 21 tahun pada saat pengangkatannya. 26. Inisiatif Rakyat, dengan cara plebisit atau referendum, yang diakui. 27. DPRD akan menjalankan kekuasaan legislatif untuk aplikasi di bidang otonomi kecuali pada hal-hal berikut, yakni: a. Hubungan Luar Negeri; b. Pertahanan dan Keamanan Nasional; c. Layanan Pos; d. Mata uang, dan Fiskal dan Kebijakan moneter; e. Administrasi Peradilan kecuali pada hal-hal yang berkaitan dengan syariah; f. Karantina; g. Bea dan tarif; 86 h. Kewarganegaraan; i. Naturalisasi, Imigrasi dan Deportasi; j. General Audit, Layanan Sipil dan Pemilu; k. Perdagangan Luar Negeri; l. Maritim, Transportas darat dan laut, Komunikasi yang mempengaruhi daerah di luar daerah otonom; dan m. Paten, Merek Dagang, nama dagang dan Hak Cipta. 28. DPRD dapat membuat, membagi, menggabungkan, menghapus atau secara substansial mengubah batas-batas unit pemerintah daerah di wilayah otonomi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh subjek hukum dengan persetujuan mayoritas suara dalam plebisit yang menyerukan tujuan dalam unit politik yang terkena dampaknya. Hal ini juga dapat mengubah nama unit pemerintah daerah tersebut, tempat dan lembaga-lembaga publik. 29. Setiap anggota DPR yang menerima janji dan memenuhi syarat untuk posisi apapun di Pemerintah, termasuk perusahaan / atau memiliki jabatan di pemerintah dan atau lembaga dan lembaga turunannya, secara otomatis akan kehilangan kursinya di DPR. 30. Tidak ada anggota DPR dapat secara pribadi muncul sebagai penasihat sebelum pengadilan atau badan-badan administratif kuasi-yudisial dan lainnya.Tidak boleh langsung maupun tidak langsung, tertarik secara finansial dalam setiap kontrak dengan, atau dalam franchise atau hak istimewa yang diberikan olehmPemerintah atau subdivisi, badan atau perangkat daripadanya, termasuk / atau dikendalikan perusahaan atau anak perusahaan milik-pemerintah dan , selama masa jabatannya. Dia tidak akan campur tangan dalam hal apapun sebelum kantor pemerintah untuk keuntungan berupa uang atau di mana ia dapat dipanggil untuk bertindak karena kantornya. 31. Dalam hal kekosongan di DPR terjadi setidaknya satu tahun sebelum berakhirnya masa jabatan, pemilihan khusus akan dipanggil untuk mengisi kekosongan dengan cara yang ditentukan oleh hukum; dengan ketentuan bahwa anggota terpilih akan melayani untuk jangka belum berakhir. 32. Majelis Legislatif memilih pembicara dari antara anggotanya dan pejabat lain seperti aturan yang telah diberikan DPR. 87 33. kekuatan, fungsi, tanggung jawab dan struktur yang berbeda Departemen, lembaga, biro, kantor dan perangkatnya dari pemerintah daerah termasuk perusahaan miliknya dan-dikendalikan pemerintah daerah di bidang otonomi harus ditentukan dan ditetapkan oleh Regional DPR. 34. Tidak ada orang akan dipilih anggota DPR kecuali dia / dia: a. Seorang warga alami lahir dari Filipina; b. Setidaknya 21 tahun pada hari pemilihan; c. Mampu membaca dan menulis; d. Sebuah pemilih terdaftar dari distrik di mana ia / dia akan dipilih pada hari ia / data dirinya/ sertifikat pencalonannya; dan e. Sebuah daripadanya penduduk untuk jangka waktu tidak kurang dari lima tahun segera sebelum hari pemilihan. 35. Setiap anggota Majelis Legislatif harus mengambil sumpah setia kepada Republik Filipina sebelum mengambil jabatannya / kursinya. 36. Majelis Legislatif mengadopsi aturan prosedurnya sendiri dengan suara mayoritas dari semua anggotanya termasuk pemilihan anggota komite tetap dan suspensi atau pengusiran anggotanya. 37. Mayoritas semua anggota Majelis mempunyai urusan lain untuk melakukan bisnis, tetapi sebagian kecil mungkin menunda sebagian waktunya dan dapat memaksa kehadiran anggota tidak hadir dalam cara tersebut, dan di bawah Majelis dapat memberikan hukuman. 38. Legislatif Majelis atau komite yang dapat melakukan penyelidikan atau konsultasi publik dalam bantuan undang-undang sesuai dengan aturan. Hak orang-orang yang muncul dalam atau dipengaruhi oleh pertanyaan tersebut harus dihormati. 39. Majelis Legislatif membuat jurnal dari proses dan catatan dari rapat anggota partai dan pertemuan. Catatan dan buku rekening Majelis harus di jaga dan terbuka untuk pengawasan publik. Komisi Audit akan menerbitkan laporan tahunan daftar terperinci dari pengeluaran yang dikeluarkan oleh Anggota Majelis dalam waktu enam puluh (60) hari dari akhir setiap sesi reguler. 40. Ketua Majelis Legislatif harus dalam waktu sepuluh hari kerja dari persetujuan, menyerahkan kepada Presiden dan kedua dewan Kongres salinan naskah resmi dari semua hukum dan resolusi yang disetujui oleh Dewan Perwakilan. 88 41. Tidak ada anggota yang dipertanyakan atau dapat dimintai tanggung jawab di tempat lain untuk pembicaraan atau perdebatan di Majelis atau komite daripadanya. 42. Kepala Eksekutif Pemerintah Otonomi akan menyetujui anggaran Daerah Otonom. Jika, fiskal setiap akhir tahun, Majelis Legislatif telah gagal untuk lulus alokasi tagihan daerah untuk tahun fiskal berikutnya, kegiatan Alokasi daerah untuk fiskal tahun sebelumnya dianggap otomatis kembali berlaku dan akan tetap berlaku sampai tagihan alokasi regional disahkan oleh DPR. 43. Tidak ada ketentuan atau berlakunya harus memihak dalam RUU alokasi daerah kecuali berkaitan secara khusus untuk beberapa perampasan tertentu di dalamnya. berlakunya ketentuan tersebut harus dibatasi dalam operasi untuk pengambilan yang berkaitan. 44. Prosedur dalam menyetujui alokasi untuk Dewan Perwakilan harus ketat mengikuti prosedur untuk menyetujui alokasi untuk departemen dan instansi Pemerintah Daerah lainnya. 45. Sebuah alokasi khusus harus menetapkan tujuan RUU yang dimaksudkan, dan harus didukung oleh dana yang tersedia sebagai disertifikasi oleh Bendahara Regional, atau dikeluarkan sesuai didalam proposal pendapatan. 46. Dana Discretionary (kebijaksanaan untuk memilih dengan bebas) disesuaikan untuk kantor tertentu akan terganggu untuk kepentingan publik harus didukung oleh voucher dan mengikuti pada pedoman yang tepat sebagaimana ditentukan oleh hukum regional. 47. Semua uang yang terkumpul dari pajak daerah yang dipungut untuk tujuan khusus harus diperlakukan sebagai dana khusus dan dibayarkan untuk tujuan khusus seperti hanya. Jika tujuan yang dana khusus diciptakan telah terpenuhi atau ditinggalkan dan berkeseimbangan, jika ada, akan bertambah dengan dana umum dari pemerintah daerah. 48. Dana perwalian hanya akan dibayarkan dari kas daerah pada pencapaian tujuan tertentu yang mengatakan dana diciptakan atau diterima. 49. Majelis Legislatif akan bertemu di sidang terbuka, kecuali tertera pada aturan. Sesi reguler akan dimulai pada Senin 4 April dan akan terus berada di sesi nomor seperti hari yang akan ditentukan oleh Majelis sampai tiga puluh (30) hari sebelum pembukaan sesi reguler berikutnya. 89 50. Majelis Legislatif akan bertemu dalam sesi khusus atas permintaan sepertiga (1/3) dari semua anggotanya atau dengan panggilan Chief Executive. Sesi khusus tersebut harus diselenggarakan dengan agenda tertentu. 51. Tidak ada tagihan yang akan menjadi agenda hukum kecuali telah melalui tiga (3) pembacaan pada hari yang terpisah dan dicetak salinannya dalam bentuk yang akhirnya telah didistribusikan kepada Anggota 3 hari sebelum bagian perusahaan, kecuali ketika Chief Executive menyatakan untuk kebutuhan ditetapkan langsung untuk memenuhi bencana umum atau darurat. 52. Setiap RUU disahkan oleh Dewan Perwakilan, sebelum menjadi undang-undang, akan disampaikan kepada Chief Executive. Jika ia menyetujuinya, ia akan menandatanganinya, jika tidak, ia akan memveto itu dan mengembalikannya dengan keberatan kepada Dewan Perwakilan, yang akan masuk pandangan besar pada umumnya dalam jurnal dan mempertimbangkannya untuk dilanjutkan. Setelah peninjauan kembali tersebut, dua pertiga (2/3) dari semua Anggota DPR setuju untuk meloloskan RUU, itu akan menjadi hukum. Dalam semua kasus tersebut, veto harus ditentukan oleh jajak pendapat, dan nama-nama anggota suara yang setuju atau menentang akan masuk dalam jurnal. Kepala Eksekutif harus berkomunikasi tentang hak nya dari setiap tinjauan ke DPR dalam waktu tiga puluh (30) hari setelah diterimanya ; jika tidak, itu akan menjadi alasan hukum seolah-olah ia telah menandatanganinya. 53. Majelis Legislatif dapat meminta kehadiran Chief Executive, wakil Chief Executive, anggota kabinet atau wakil mereka, sebagai penyedia aturan, untuk ditanyai tentang hal-hal yang termasuk dalam lingkup kekuasaan mereka ditugaskan sebagaimana fungsinya. 54. Tunduk pada aturan Majelis Legislatif, kekuasaan legislatif untuk menanyakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi administrasi oleh lembaga pemerintah Daerah Otonom dalam bentuk pertanyaan tertulis. 55. Kepala Eksekutif harus menyampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum awal setiap sesi reguler, sebagai dasar alokasi tagihan daerah, anggaran belanja dan sumber pembiayaan, termasuk penerimaan dari yang ada dan Tindakan pendapatan yang diusulkan. 90 56. Tahun fiskal Daerah Otonomi meliputi periode 1 Januari sampai 31 Desember di tahun yang sama. 57. Majelis Legislatif tidak mungkin meningkatkan alokasi yang direkomendasikan oleh Chief Executive untuk pengoperasian Pemerintah Otonomi sebagaimana ditentukan dalam anggaran. Bentuk, isi dan cara penyusunan anggaran akan ditentukan oleh hukum daerah; disediakan, dan sambil menunggu berlakunya hukum daerah tersebut, proses penganggaran diatur oleh undang-undang nasional yang ada dan aturan daerah serta peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Anggaran dan Manajemen. 58. Kepala Eksekutif harus memiliki kekuatan untuk memveto setiap bagian tertentu atau point dalam RUU apropriasi atau pendapatan, tetapi veto tidak akan mempengaruhi beberapa point atau hal yang tidak berkaitan. Veto dapat dipertimbangkan oleh Majelis dengan suara dua pertiga (2/3) dari semua anggotanya. 59. rekening keuangan pengeluaran dan pendapatan dari Daerah Otonomi harus diaudit oleh Komisi Audit. 60. Tidak ada uang harus dikeluarkan dari Kas Umum Daerah kecuali menurut apropriasi yang dibuat oleh hukum regional. 61. Tidak ada hukum regional yang lulus otorisasi alokasi transfer; Namun, Chief Executive, Ketua Majelis, dan Ketua Kehakiman Syariah Pengadilan tertinggi diberi wewenang oleh hukum untuk menambah poin dalam UU Pembentukan Umum Daerah untuk kantor masing-masing dari penghematan barang-barang lainnya dari masing-masing alokasi. Sistem Administrasi 62. Pemerintah Otonomi Daerah harus memiliki kekuatan untuk memberlakukan sendiri Kode regional Administrasi dan kode Wilayah Daerah Pemerintah yang konsisten dengan hukum nasional dan konstitusi asalkan tidak dengan cara apapun mengurangi kewenangan dan fungsi yang sudah dinikmati oleh Unit Pemerintah Daerah. Hak Perwakilan dan Partisipasi dalam Pemerintahan Nasional dan di semua Organ Negara Prinsip Umum: 63. Perwakilan di Pemerintah Nasional oleh penduduk Daerah Otonomi dapat dilakukan melalui penunjukan atau pemilihan dan harus tunduk pada standar dan pedoman yang ditetapkan untuk posisi itu. Ketika representasi dilakukan dengan penunjukan, penduduk Daerah Otonomi akan ditunjuk oleh Presiden Filipina untuk 91 posisi tertentu yang menentukan kebijakan, sangat teknis, tertata rapi dan aman serta pengawasan atas rekomendasi oleh Kepala Pemerintah Otonomi. 64. Hak representasi tidak akan ditafsirkan sedemikian rupa sehingga pelamar dari Daerah Otonomi, terutama umat Islam, dan Komunitas Budaya, untuk posisi yang lebih rendah pada organ di atas pemerintah tidak bisa diangkat lagi dengannya. Cara Perwakilan dan Partisipasi Eksekutif 65. Ini akan menjadi kebijakan Pemerintah Nasional yang akan ada setidaknya satu (1) anggota Kabinet (dengan pangkat Sekretaris Departemen) yang merupakan penduduk dari Daerah Otonomi untuk direkomendasikan oleh Kepala Pemerintah Otonomi . 66. Ini akan juga menjadi kebijakan yang akan ada setidaknya satu poin secara resmi di masing-masing departemen dan badan-badan konstitusional pemerintah nasional yang akan diangkat di eksekutif, terutama rahasia, sangat teknis kebijakanmenentukan posisi, dari kalangan penduduk Daerah Otonomi atas rekomendasi oleh Kepala Pemerintah Otonomi. Kepala Pemerintah Otonomi akan berpartisipasi sebagai anggota ex-officio Dewan Keamanan Nasional pada semua hal-hal mengenai Otonomi Daerah dan hal-hal lain seperti dapat ditentukan oleh Presiden. 67. Korporasi Pengendali Milik Pemerintah (GOCCs) atau lembaga dan turunannya di daerah otonomi: di mana Pemerintah - Dimiliki dan Korporasi Pengendali (GOCCs) beroperasi secara penuh dengan anak perusahaan di daerah otonomi, seperti kebijakan yang diberikan Pemerintah Otonomi Daerah beberapa representasi dalam Direksi atau di badan pembuat kebijakan yang mengatakan GOCCs atau anak perusahaan yang konsisten dengan masing-masing tujuan bidangnya. Legislatif 68. Ini akan menjadi kebijakan Pemerintah Nasional bahwa Pemerintah Otonomi Daerah memiliki satu perwakilan di Kongres sebagai Wakil Sektoral. Ini adalah perwakilan / anggota kongres yang dipilih dari kabupaten kongres yang terletak di daerah otonom. Yudisial 69. Ini akan menjadi kebijakan Pemerintah Nasional bahwa setidaknya satu peradilan di Mahkamah Agung dan setidaknya dua (2) di Pengadilan Banding akan datang dari Daerah Otonomi. Untuk tujuan ini, Kepala Pemerintah Otonomi dapat mengajukan nama-nama rekomendasi kepada Dewan Yudisial untuk dipertimbangkan. Hal ini 92 tanpa mengurangi status pengangkatan penduduk yang memenuhi syarat dari Daerah Otonomi untuk posisi lain di pengadilan sesuai dengan syarat dan kualifikasi mereka. 70. GRP akan berusaha untuk mengadakan pengangkatan sebagai anggota dari Yudisial dan Bar Council, orang yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan oleh Kepala Pemerintah Otonomi Daerah. 71. GRP akan meminta Mahkamah Agung untuk membuat Kantor Wakil Administrator Pengadilan Wilayah Otonomi, dan untuk menunjuk hal tersebut orang yang memenuhi syarat yang direkomendasikan oleh Kepala Pemerintahan Otonomi Daerah. Eligibilities Layanan Sipil 72. Layanan persyaratan sipil untuk janji untuk posisi pemerintah berlaku di Pemerintah Otonomi. Diperlukan, Komisi Pelayanan Sipil akan menggelar ujian pegawai negeri khusus di wilayah tersebut untuk lebih meningkatkan jumlah eligibles dalamnya. Untuk jangka waktu tidak lebih dari lima (5) tahun dari pembentukan Pemerintah Otonomi Daerah, GRP akan berusaha untuk menyediakan layanan sipil dengan kelayakan yang tepat untuk pelamar di Daerah Otonomi, yang disediakan, dan kualifikasi pendidikan minimal untuk posisi yang terpenuhi. B. Pembentukan Pasukan Keamanan Regional Khusus untuk Daerah Otonomi (Tahap II Pelaksanaan Perjanjian Tripoli) Prinsip Umum 73. Ketika Pemerintah Daerah otonomi reguler yang baru telah dibentuk, harus dibuat suatu Komando Daerah PNP untuk Daerah Otonomi baru, yang akan menjadi Pasukan Keamanan Regional Khusus (SRSF) sebagaimana dimaksud dalam ayat 8, Pasal III Perjanjian Tripoli. 74. Dewan Perwakilan Daerah dapat membuat undang-undang yang mengatur Regional Command PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF konsisten dengan ketentuan konstitusi yang akan menjadi satu kekuatan polisi di negara dalam ruang lingkup yang bersifat nasional dan berkarakter sipil. 75. PNP Komando Daerah untuk Daerah Otonomi / SRSF harus terdiri dari unit PNP yang ada di daerah otonomi, elemen MNLF dan penduduk lain dari daerah yang kemudian dapat di direkrut ke dalam pasukan. 76. Kekuasaan dan fungsi Komando Daerah PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF, yang harus dilaksanakan dalam wilayah yang dicakup oleh Pemerintah Otonomi Daerah (RAG), akan menjadi sebagai berikut: 93 a. Menegakkan semua hukum dan peraturan terhadap perlindungan kehidupan beserta perangkatnya; b. Menjaga perdamaian dan ketertiban dan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjamin keselamatan masyarakat; c. Penyelidikan untuk mencegah kejahatan, efek penangkapan pelaku kriminal, membawa pelaku ke pengadilan dan membantu dalam penuntutan mereka; d. Peningkatan kekuatan gabungan untuk melakukan penangkapan, pencarian dan penyitaan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang yang bersangkutan; e. Menahan dan menangkap seseorang untuk jangka waktu yang sesuai dengan ketentuan hukum, menginformasikan tersangka yang ditahan menurut Konstitusi dan mengawasi hak asasi manusia yang melekat pada warga; dan f. Melakukan tugas lain tersebut dan melaksanakan semua fungsi lainnya yang mungkin disediakan oleh hukum. 77. PNP Komando Daerah untuk Daerah Otonomi / SRSF dikaitkan untuk pemeliharaan dan pelestarian perdamaian, hukum dan ketertiban, dan perlindungan kehidupan, kebebasan dan properti di kawasan ini dalam harmoni dengan Konstitusi. Organisasi Regional Command PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF 78. Ini akan menjadi kegiatan warga sipil dalam lingkup alam atau karakter. 79. Akan menjadi daerah dalam cakupan lingkup operasi. 80. Akan dipimpin oleh seorang Direktur Regional yang dibantu oleh 2 (dua) Deputi, satu (1) untuk Administrasi dan satu (1) Operasi. 81. Ini harus memiliki daerah, provinsi, dan kota atau kantor kotamadya. 82. Di tingkat provinsi, akan ada kantor provinsi, dipimpin oleh seorang Direktur Provinsi. 83. Pada kota atau tingkat kota, harus ada kantor / stasiun yang akan dipimpin oleh seorang Kepala Polisi. Kekuasaan Kepala Pemerintah Otonomi Daerah selama Regional Command PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF 84. Bertindak sebagai Wakil Komisi Kepolisian Nasional (NAPOLCOM) di wilayah tersebut dan akan menjadi ex-officio Ketua Komisi Kepolisian Daerah (REPOLCOM). 85. Latihan pengendalian operasional dan pengawasan umum dan kekuatan disiplin. 86. Mempekerjakan / mengerahkan unsur-unsur dari Komando Daerah melalui Direktur Regional. 87. Tetapkan / petugas Tugaskan dan personil lainnya melalui Direktur Regional. 88. Kenalkan ke Presiden pengangkatan Direktur Regional dan nya dua (2) Deputi. 89. Mengawasi penyusunan dan pelaksanaan rencana keselamatan publik daerah yang terintegrasi. 94 90. Pemberlakuan hukum, karena pemberitahuan dan ringkasan sidang keluhan warga, sanksi administrasi personil dari Komando Daerah kecuali Presiden ditunjuk. Penciptaan Komisi Kepolisian Daerah 91. Harus ada pembentukan Komisi Kepolisian Daerah (REPOLCOM) oleh Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan Konstitusi. 92. REPOLCOM akan berada di bawah pengawasan NAPOLCOM. 93. Ketua REPOLCOM akan menjadi Komisaris ex-officio dari NAPOLCOM. C. Pendidikan Terpadu Sistem Pendidikan 94. Pemerintah Otonomi Daerah memiliki perangkat pendidikan yang terdiri dari sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan universitas yang ada di daerah otonomi dan sekolah lainnya seperti dan lembaga di daerah otonomi akan diperluas di masa depan, dengan kemungkinan masuknya universitas dan perguruan tinggi negara (SUCs ) akan diputuskan nanti. Hubungan badan pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah dengan sistem pendidikan nasional harus yang dari sistem dan sub-sistem dengan penekanan pada otonomi sub-sistem. Dalam hal ini SUCs harus dimasukkan sebagai bagian dari perangkat pendidikan dari Pemerintah Otonomi Daerah, pemerintah otonom mengakui otonomi fiskal dan kebebasan akademik SUCs sebagaimana diamanatkan oleh masing-masing pengguna. 95. sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah wajib, antara lain, mengabadikan cita-cita dan aspirasi Islam Filipina, nilai-nilai Islam dan orientasi rakyat Bangsamoro. Ini akan mengembangkan total aspek spiritual, intelektual, sosial, budaya, ilmiah dan fisik dari orang Bangsamoro untuk membuat mereka yang takut akan Allah, produktif, warga patriotik, warisan budaya sadar nilai-nilai Filipina dan Islam dan Islam di bawah naungan masyarakat yang adil. Struktur Sistem Pendidikan 96. Tingkat SD akan mengikuti struktur dasar nasional dan terutama harus peduli dengan menyediakan pendidikan dasar tingkat menengah dan sesuai dengan empat (4) tahun sekolah tinggi, dan tingkat tersebut akan menjadi satu tahun sampai tiga (3) tahun untuk program non gelar dan empat (4) sampai delapan (8) tahun untuk program gelar, seperti yang mungkin terjadi sesuai dengan hukum yang ada. Kurikulum 97. Sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah akan mengadopsi program inti dasar bagi semua anak Filipina serta diperlukan waktu minimum pembelajaran dan orientasi yang diberikan oleh pemerintah pusat, termasuk bidang studi dan penjatahan waktu mereka sehari-hari. Bahan pengajaran dan isi kurikulum harus 95 mempromosikan solidaritas, persatuan dalam keberagaman Filipina dan nilai-nilai Islam. 98. Penambahan pembelajaran lebih diperlukan dan bahan pembelajaran akan menjadi hak prerogatif dan tanggung jawab dari Pemerintah Otonomi. 99. Persyaratan minimum dan standar yang ditentukan oleh Departemen Kebudayaan Pendidikan dan Olahraga (DECS), Komisi Pendidikan Tinggi (CHED) dan Otoritas Pendidikan Teknik Pengembangan Keterampilan (TESDA) akan diikuti oleh Daerah Otonomi. 100. Buku pelajaran yang sama dari Pemerintah Nasional akan digunakan oleh sekolah-sekolah di Daerah Otonomi. Perumusan, pembuatan dan revisi buku teks adalah tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah dan Pemerintah Nasional dan dalam norma-norma yang disepakati, kebebasan akademik dan batas hukum yang relevan, perumusan dan revisi akan menekankan nilai-nilai atau orientasi Islam, di samping nilai-nilai yang meliputi Filipina dan nilai-nilai Kristen serta nilai-nilai masyarakat adat, ilmu modern dan teknologi serta menyampaikan pendidikan terbaru. Setelah mengadopsi inti kurikulum dari pemerintah nasional dalam pertimbangan untuk mencapai kualitas tertinggi pendidikan, mahasiswa dan lulusan dari sistem pendidikan dari Daerah Otonomi harus terakreditasi penuh ketika mereka transfer ke daerah non otonom. 101. Integrasi Nilai Islam dalam kurikulum harus dilakukan secara bertahap setelah penelitian dan studi yang dilakukan. 102. Ajaran Nilai Islam, serta nilai-nilai Filipina, akan dimasukkan dalam Good Manners dan Perilaku yang benar di tingkatan kelas yang sesuai termasuk tingkat tersier tunduk norma yang disepakati, kebebasan akademik, dan keterbatasan hukum. 103. Budaya Muslim, adat istiadat, kebiasaan dan tradisi yang terutama didasarkan pada Islam, serta budaya, adat istiadat, kebiasaan, dan tradisi Kristen dan masyarakat adat, harus dipertahankan melalui sekolah-sekolah umum dan khusus reguler di Daerah Otonomi, mengingat bahwa sekolah mengabadikan ajaran khusus dari nilainilai masyarakat. Administrasi Sistem Pendidikan 104. pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan sistem pendidikan seluruh di wilayah otonomi akan menjadi perhatian utama dari Pemerintah Otonomi Daerah, yang harus konsisten dengan pernyataan kebijakan badan pendidikan nasional. Badan pendidikan nasional harus memantau ketat sistem pendidikan daerah dengan 96 kebijakan pendidikan nasional, standarisasi dan peraturan bekerjasama dengan otoritas pendidikan daerah otonom. Kepala sistem pendidikan dari Pemerintah Otonomi Daerah memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengambilan keputusan dan kebijakan dari badan pendidikan nasional. 105. Pemerintah Otonomi Daerah diwakili di Dewan SUCs di wilayah sebagai cochairman atau setidaknya, co-wakil ketua, yang mungkin disediakan oleh hukum yg berlaku. Penunjukan untuk Dewan SUC harus dilakukan oleh Presiden Filipina. 106. Pemerintah Otonomi Daerah akan bertanggung jawab untuk administrasi, fungsi spesifik manajemen dan kekuasaan, pengawasan pendidikan dan administrasi sekolah, dan peraturan sekolah swasta. 107. Struktur organisasi dari sistem pendidikan di daerah otonom akan mengikuti struktur dasar dari sistem pendidikan nasional. Majelis Legislatif Daerah dapat menambahkan struktur khusus jika diperlukan. Ini harus mengikuti organisasi mana saja dari tahun kurikuler seperti yang ditemukan pada rapat persiapan nasional. 108. program yang didanai organisasi lokal akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah. 109. Pemilihan, rekrutmen, pengangkatan dan promosi guru dan karyawan menjadi tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah sesuai dengan standar kualifikasi umum yang ditentukan oleh Komisi Pelayanan Sipil (CSC) asalkan Pemerintah Otonomi Daerah dapat melakukan standar regional didefinisikan yang tidak di bawah standar nasional. 110. Pemilihan, rekrutmen, pengangkatan dan promosi SD, sekunder dan karyawan pendidikan setara menjadi tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah sesuai dengan standar umum Komisi Sipil Service (CSC) dan badan-badan lain yang diakui. 111. otoritas disiplin Primer lebih pejabat dan karyawan dari Pemerintah Otonomi Daerah akan menjadi bidang perhatian dari Pemerintah Otonomi Daerah sesuai dengan (CSC) aturan dan peraturan Komisi Pelayanan Sipil. Sanksi administratif yang dianggap layak dan wajar yang ditentukan oleh Komisi Pelayanan Sipil akan menjadi bidang perhatian dari Pemerintah Otonomi Daerah. Instruksi agama 112. Tata aturam Agama di sekolah umum harus opsional, dengan persetujuan tertulis dari orang tua / wali, diajarkan oleh otoritas agama untuk mana siswa berada, dan 97 tidak harus terlibat biaya tambahan kepada pemerintah sesuai dengan kebijakan nasional. Instruksi Menengah 113. bahasa Filipina dan Inggris akan menjadi media instruksi di bidang Otonomi; asalkan bahasa Arab akan menjadi media bantu pengajaran. 114. Bahasa Regional dapat digunakan sebagai bahasa resmi tambahan di wilayah tersebut serta media bantu pengajaran dan komunikasi. 115. Bahasa Arab diakui sebagai bahasa pengantar di Madaris (sekolah) dan lembagalembaga Islam lainnya. 116. Bahasa Arab harus diajarkan sebagai subjek dalam semua tingkatan kelas yang tepat seperti saat ini diperlukan dalam undang-undang yang ada bagi umat Islam, dan opsional, untuk non-Muslim. Madrasah Pendidikan 117. Madaris yang ada, termasuk Madaris Ulya akan berada di bawah sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah sebagaimana saat diselenggarakan di daerah otonomi. 118. Guru Madaris akan menerima kompensasi dari dana Pemerintah Otonomi Daerah asalkan mereka bekerja di sekolah-sekolah umum. Pendidikan Non-formal dan Pendidikan Khusus 119. Sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah harus mengembangkan potensi penuh sumber daya manusia, merespon positif terhadap perubahan kebutuhan dan kebutuhan kondisi lingkungan, serta melembagakan pendidikan non-formal. 120. Sistem pendidikan harus merespon positif dan efektif dengan perubahan kebutuhan dan kondisi zaman serta kebutuhan daerah dan nasional lingkungan melalui penggunaan yang tepat dari teknologi terbaru pendidikan, pengembangan, perencanaan, monitoring, evaluasi yang tepat dan Intervensi pendidikan tepat waktu serta hubungan dengan lembaga-lembaga nasional dan internasional. 121. Regional sistem pendidikan Pemerintah Otonomi akan melembagakan pendidikan non-formal dalam lingkup tertentu dan metodologi, untuk memasukkan huruf, angka dan pelatihan keterampilan intensif dari pemuda dan dewasa, untuk memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan produktif dalam arus utama kehidupan regional dan nasional. Hibah Beasiswa dan Bantuan 98 122. Perguruan tinggi di daerah otonomi dapat mencari dan menerima donasi luar negeri untuk tujuan pendidikan. 123. Pemerintah Otonomi Daerah sistem pendidikan akan menangani, dengan pengaturan administrasi dengan DECS nasional, CHED, dan program beasiswa TESDA, baik lokal maupun asing, termasuk yang disediakan oleh daerah otonom sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. 124. Siswa yg kurang mampu tapi layakmendapatkan pendidikan akan diberikan bantuan keuangan oleh Pemerintah Otonomi Daerah dari dana yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk tujuan dan dari sumber-sumber dana lain. Dana untuk Pendidikan 125. Dana untuk pendidikan yang merupakan bagian dari Pemerintah Otonomi Daerah sebagaimana tercantum dalam kegiatan aproriasi umum harus diberikan langsung kepada Pemerintah Otonomi. D. Ekonomi dan Keuangan Sistem, Pertambangan dan Mineral 126. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus menetapkan sendiri Ekonomi regional dan Badan Perencanaan Pembangunan diketuai oleh Kepala Pemerintahan di daerah otonomi. Dewan akan mempersiapkan rencana pembangunan ekonomi dan program dari Pemerintah Otonomi. 127. Peran penting dari bank dan lembaga keuangan lainnya untuk pengembangan di wilayah otonomi harus diakui. 128. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi memiliki kekuatan untuk mempromosikan pariwisata sebagai instrumen positif bagi perkembangan asalkan warisan budaya yang beragam, nilai-nilai moral dan spiritual dari orang-orang di daerah otonomi harus diperkuat dan dihormati. 129. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus memiliki kekuatan untuk memberikan insentif termasuk tunjangan liburan dalam kekuasaan dan sumber daya di daerah otonomi. 130. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi pendukung kesempatan yang sama untuk semua penduduk daerah otonomi terlepas dari etnis asal, budaya, jenis kelamin, keyakinan dan agama. 131. Dalam memberlakukan langkah-langkah pajak, Majelis Legislatif Daerah memperhatikan asas keseragaman dan kesetaraan dalam perpajakan dan tidak mengenakan pajak penyitaan atau biaya apapun. 99 132. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus memiliki kekuatan untuk menetapkan Kode Pajak Daerah dan Kode Pajak berlaku untuk semua unit pemerintah daerah di wilayah otonomi. 133. Semua perusahaan, kemitraan atau badan usaha langsung terlibat dalam bisnis di daerah otonomi harus membayar pajak sesuai biaya, dan biaya di provinsi atau kota di wilayah otonomi di mana pembentukan melakukan bisnis. 134. Semua perusahaan, kemitraan atau badan usaha yang kepalanya kantor yang terletak di luar daerah otonomi, tetapi melakukan bisnis dalam teritori yurisdiksi, baik dengan menggunakan, memanfaatkan, dan memanfaatkan tanah, air dan semua sumber daya alam di dalamnya, harus membayar pajak pendapatan mereka sesuai dengan pendapatan mereka dari bisnis mereka yang beroperasi di daerah otonomi melalui provinsi. Kota di mana kantor cabang mereka berada. Dalam hal pendirian usaha tidak memiliki cabang di daerah otonomi, pendirian usaha tersebut harus membayar melalui kota atau kota mana operasinya berada. 135. Pemerintah Daerah di daerah otonomi sebagai suatu badan hukum, memungkinkan kontrak pinjaman dalam negeri. 136. Pemerintah Otonomi Daerah mengakui peran penting yang dimainkan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya dalam pengembangan ekonomi daerah otonomi. Untuk itu, Pemerintah Otonomi harus: a. Mendorong pembentukan bank dan cabang bank di daerah otonomi; b. Mendorong masuknya dan pembentukan unit perbankan bank asing di lepas pantai daerah otonomi. 137. Pemerintah Otonomi Daerah dapat menerima hibah keuangan dan ekonomi asing untuk pengembangan dan kesejahteraan rakyat di wilayah tersebut. 138. Pemerintah Otonomi Daerah dapat menerbitkan sendiri tagihan harta benda, obligasi, surat promes, dan surat-surat utang lainnya dalam konsultasi dan koordinasi dengan Bangko Sentral Pilipinas. 139. Pemerintah Otonomi Daerah dapat kontrak pinjaman luar negeri dalam lingkup hukum nasional dan kebijakan moneter dan fiskal yang bersangkutan. 140. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, pembangunan dan kesejahteraan, pemerintah otonom berhak untuk merumuskan kebijakan ekonomi dan keuangan dan melaksanakan program-program ekonomi dan keuangan, dengan hukum nasional tentang rekening dan kebijakan. 141. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus mendorong, mempromosikan dan mendukung pembentukan zona ekonomi, pusat industri, dan 100 pelabuhan di daerah dan pertumbuhan pusat-pusat strategis untuk menarik investasi lokal dan perusahaan bisnis asing. 142. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus melakukan mendorong, mempromosikan dan mendukung pembentukan zona ekonomi dan pusat-pusat industri. Dan, dalam rangka untuk menarik investasi lokal dan asing dalam wilayah zona dan di luar tetapi dalam wilayah otonomi, pemerintah di daerah otonomi dapat memberikan insentif kepada investor yang mungkin didefinisikan dalam UndangUndang Otonomi Investasi yang akan dirumuskan oleh Majelis Legislatif Daerah dalam satu tahun dari organisasinya. 143. Penduduk di daerah otonomi harus memiliki hak istimewa atas eksplorasi, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah otonomi menghormati hak yang ada pada eksploitasi, eksplorasi, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam. 144. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi akan menikmati otonomi fiskal di penganggaran sumber pendapatan dan subsidi blok diberikan kepadanya oleh Pemerintah Nasional dan donor asing sendiri. Penganggaran meliputi perencanaan, pemrograman dan menyalurkan dana. 145. Pemerintah Nasional akan yang sesuai untuk daerah otonomi jumlah yang cukup dan untuk jangka waktu (baik yang akan ditentukan kemudian) untuk proyek-proyek infrastruktur yang didasarkan pada rencana pembangunan disetujui oleh Pemerintah Otonomi Daerah dengan mempertimbangkan kebijakan nasional rekening. 147. Dalam regulasi eksplorasi, pemanfaatan, pengembangan, perlindungan sumber daya alam termasuk pertambangan dan mineral, kecuali mineral strategis yang akan ditentukan kemudian, pemerintah di daerah otonomi akan memberlakukan aturan dan peraturan dan akan mengenakan biaya peraturan , dengan kebijakan nasional rekening. 148. Sebuah Satuan Perbankan Syariah harus ditetapkan dalam Bangko Sentral ng Pilipinas yang akan dikelola oleh ahli perbankan syariah yang berkualitas dicalonkan oleh Gubernur Pemerintah Otonomi Daerah. Gubernur Pemerintah Otonomi Daerah mencalonkan setidaknya tiga (3) orang yang mempunyai keahlian dari daerah otonomi, dimana nominasi otoritas penunjukan harus menunjuk Kepala Unit. Prosedur yang sama harus diamati sehubungan dengan sisa posisi di Unit. 149. Bank Sentral Pilipinas harus memiliki Kantor Wilayah dengan layanan perbankan penuh di ibukota pemerintah Daerah Otonom untuk menanggapi kebutuhan pertumbuhan masyarakat perbankan di daerah otonomi yang harus ditetapkan dalam satu (1) tahun dari pembentukan Pemerintah Otonomi. Gubernur Pemerintah Otonomi harus menyerahkan daftar recommendees berkualitas kepada otoritas penunjukan dari mana staf kantor regional dapat dipilih; asalkan mereka staf yang sekarang menduduki dan sudah ditunjuk untuk posisi di kantor regional dianggap sebagai rekomendasi oleh Gubernur Pemerintah Otonomi Daerah. 101 150. Pemerintah Otonomi Daerah harus menetapkan tubuh di daerah otonomi dengan kekuatan yang sama dengan Filipina Zona Ekonomi Authority (PEZA) konsisten dengan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus tahun 1995. 151. Semua penerimaan tahunan yg berjalan dari pajak pendapatan internal dalam wilayah otonomi harus untuk jangka waktu lima (5) tahun, akan dialokasikan untuk Pemerintah Otonomi Daerah (RAG) di Alokasi tahunan umum; asalkan: a. Biro Internal Revenue (BIR) akan terus mengumpulkan pajak tersebut dan BIR Koleksi Kabupaten / Kantor yang bersangkutan harus mempertahankan penerimaan tersebut dan mengirimkan yang sama untuk RAG melalui bank penyimpanan disetujui dalam waktu tiga puluh (30) hari dari akhir setiap kuartal tahunan yg terlaksana; b. Dari kata pemungutan pajak pendapatan internal, lima puluh persen (50%) dari pajak yang dikumpulkan berdasarkan 100 Bagian(pajak Nilai tambah dari penjualan barang), 102 (Nilai pajak pertambahan penjualan jasa), 112 (Pajak orang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai), 113 (Hotel, motel dan lain-lain), dan 114 (penyedia) dari Internal Revenue Code Nasional (NIRC), sebagaimana telah diubah, lebih dari peningkatan penerimaan untuk tahun berikutnya akan dibagi oleh RAG dan unit pemerintah daerah (LGU) dalam wilayah otonomi sebagai berikut: (1) Dua puluh persen (20%) akan bertambah ke kota atau kota di mana pajak tersebut dikumpulkan; dan (2) Delapan puluh persen (80%) akan bertambah untuk RAG tersebut. Dalam semua kasus, RAG harus mengirimkan ke LGU saham masing-masing dalam waktu enam puluh (60) hari dari akhir setiap kuartal tahun berjalan. Asalkan, bagaimanapun, bahwa provinsi, kota, kota dan barangay dalam wilayah otonomi akan terus menerima saham masing-masing dalam Pendapatan Penjatahan internal (IRA), sebagaimana diatur dalam Pasal 284 dari Kode Pemerintah Daerah tahun 1991. Akhirnya, bahwa lima tahun (5) periode disini tersebut di atas dapat diperpanjang atas kesepakatan bersama dari Pemerintah Nasional dan Daerah Otonom. E. Syari'ah dan Hukum 152. Daerah Majelis Legislatif daerah otonomi harus menetapkan syari'ah Pengadilan sesuai dengan hukum yang ada. F. Klausa Totalitas 153. Perjanjian Perdamaian ini merupakan implementasi penuh Kesepakatan Tripoli tahun 1976, mewujudkan dan merupakan totalitas semua perjanjian, perjanjian dan pemahaman antara GRP dan MNLF menghormati semua materi yang terkandung di sini. Perjanjian ini menggantikan dan memodifikasi semua perjanjian, kesepakatan, 102 perjanjian, dokumen dan komunikasi yg tidak disebut atau terwujud dalam Perjanjian ini atau syarat dan kondisi yang dinyatakan tidak konsisten dengan ini. Konflik dalam interpretasi Perjanjian ini akan diselesaikan dalam pembahasan Konstitusi Filipina dan hukum yang ada. G. Pasal Efektivitas 154. Perjanjian ini mulai berlaku segera setelah penandatanganan perjanjian para pihak yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain di sini. Done in the City of Manila on the 2nd day of September 1996. For the GRP: H.E. Ambassador Manuel T. Yan Chairman of the GRP Panel For the MNLF: H.E. Professor Nur Misuari Chairman of the MNLF Panel With the participation of the OIC Ministerial Committee of the Six and the SecretaryGeneral of the OIC H.E. Mr.Ali Alatas Minister for Foreign Affairs of the Republic of Indonesia/Chairman of the OIC Ministerial Committee of the Six H.E. Dr. Hamid Al-Gabid Secretary-General of the OIC