dinamika politik islam asia tenggara: peran indonesia dalam

advertisement
DINAMIKA POLITIK ISLAM ASIA TENGGARA:
PERAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN MNLF
DENGAN FILIPINA TAHUN 1993-1996
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.)
Oleh :
Budi Rachmatsyah P
NIM : 109022000002
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2016 M
i
1)INAMIKA POLITIK ISLAM ASIA TENGGARA:
PERAN INDONESIA DALAR/1PERDAMAIAN卜
lNLF
DENGAN FILIPINA TAHUN 1993‐ 1996
SKRIPSI
IDittukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Mcnlcnulli Pcrsyaratan Mcmpcrolch Gdar Sattana Humaliora(S.Hum)
Olcll:
Budi Rachmatsvah P
NIⅣ I:109022000002
Pembilllbing
a
`´
/′ つ
/S
Imas Emalia M,Hunl
NIP:197302081998032001
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAⅣ
FAKULTAS ADAB DAN HUⅣ IANIORA
UNIVERSITAS ISIレ A卜I NEGEIRI
SYARIF HII)AYATULLAH
JAKARTA
1437H/2016M
l
100 τE〔 珀6611)τ 00乙 6丁
・dIN
Surqurque4
τ001COシ 661 SI106S61° dIN
1001CO τ661
・ Iセ 3011s IIむ BIIllpIIIIIOd・ I⊂
V° I俎
<〃
II ]lnBued
だ
ノ
し
ク
I Ilh8110d
€]033uV
100 1 COん 661シ τん06961・ dIN
ん00τ 10S00τ んIシ OSι 61
pd・ 1/1・ ЧセIp`じ S Snlじ
e1o33uy du13uu-rey,q suelaDlo
S
qufsobuunlN SuupIS
7LOZ
lqd:y 0Z'nq€U'1e1nd13
'ruelsl ueu.(epnqs) uup qerefeg lpnts ue;3or6 eped
(umU'S) €Joru€runH uuefrug rBIeD qelorsdusu {n}un 1ure,(s n}€s qulus re8eqes
€rulretlp qelel 1ul ISdIDIS '9102 llrdv 0Z 1e33u4 eped 'eyenef
JIrc{S us8e51 urelsl se}rsrelrun uroruerunH uep qep17 s?lln>I€C
Sueprs trrulep
{egnle,(upr11
qe.(sobeun141
uogfnp qeloJ '$966t-866t NIIHVI yNI4ITI.{ NyCNtr11 .{TNI
NYTYn[Y(nIfld r{vTV(I Yrsf,No(NI
N\'ufd,,
I
lnpnlreq 8ue'( IsdlDIS
Nvlfn vIェ INVd NVⅡ VSIDNttd
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana dalam
jenjang strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 April 2016
Budi Rachmatsyah P
ABSTRAK
Budi Rachmatsyah
Dinamika Politik Islam Asia Tenggara:
Peran Indonesia Dalam Perdamaian MNLF Dengan Pemerintah Filipina
Tahun 1993-1996
Peralihan kekuasaan dari bangsa Spanyol kepada Amerika Serikat membuat
situasi semakin pelik bagi kaum muslim minoritas Filipina selatan. Hingga
akhirnya mereka mampu membuat gerakan-gerakan radikal yaitu Islam
separatis.Organisasi ini muncul bukan tanpa sebab organisasi ini muncul karena
adanya gencatan atau tekanan yang dilakukan terhadap kaum mayoritas terhadap
kaum minoritas yang membuat mereka geram sehingga lahirlah gerakan yang
tujuannya menghindari tindasan-tindasan yang dilakukan kaum mayoritas.Lahir
Organisasi MNLF yang secara mengejutkan mampu menyatukan umat Muslim
dari kesenjangan dan mendapat respon yang positif dari dampak munculnya
organisasi ini.
Kemudian sisi lainnya munculnya MNLF adalah rezim marcos membenarkan
dan menindas para rakyat muslim yang berada di wilayah Filipina selatan, serta
penghapusan kebudayaan nenek moyang yang telah lama berkembang dan
menggantikannya dengan kebudayaan barat atau peradaban barat dari spanyol
maupun dari amerika. Serta mengintegrasikan secara total dan penuh apa yang
pemerintah namakan sebagai minoritas-minoritas kebudayaan. Kenyataanya isuisu kejam sendiri adalah buah dari kesan awal dari para bangsa Spanyol yang
mencap bangsa Filipina sebagai bangsa yang kejam dan tidak berperi
kemanusiaan
Pada Akhirnya kedua kubu ini menunjuk Indonesia sebagai Juru damai
diantara keduanya.Maka terselanggaralah Perjanjian Damai yang dilakukan pada
tahun 1996 di Istana Negara.Indonesia bukan tanpa tujuan ikut serta dalam
perdamaian ada beberapa aspek kesamaan yang identik problematikanya yang
hampir mirip dengan kedua kubu ini.Melalui proses yang cukup panjang karena
harus mengikuti alur diplomasi atau tahapan-tahapan yang mengharuskan kedua
kubu ini pada akhirnya berembuk dan menunjuk Indonesia sebagai Juru damai.
Kata Kunci: Pemerintah Filipina, Indonesia, Moro, MNLF, Politik, 1993-1996
v
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT semata
yang telah memberikan rahmat dan inayahNya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada muara ilham, lautan ilmu, yang tidak pernah
larut yakni keharibaan baginda nabi Muhammad saw, serta keluarga, para
sahabat-sahabatnya dan seluruh pengikutnya. Amin.
Dalam menyelesaikan skripsi ini,
penulis tidak semata-mata berhasil
dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak yang telah berpartisipasi
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun
materil, karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasama dan
dorongannya. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada :
1. Prof Syukron Kamil, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan persetujuan atas judul skripsi
ini.
2. Nurhasan MA, dan Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd selaku Ketua Jurusan dan
Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Yang telah banyak membantu dalam memproses berjalannya
pembuatan skripsi ini.
3. Imas Emalia, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang banyak sekali
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan
sumbangsih ilmu dan pengalamannya.
vii
5. Kedua orangtuaku tercinta, Bpk. Ir, Buchary Adnan Panggabean dan
khususnya untuk ibuku tersayang Dewi Ariwiati Beserta Nini Enok
Marhamah dan Kedua adik, Siti Amalia Fauziyah dan Siti Nurlathifa di rumah
yang telah memberikan perhatian dan curahan kasih sayangnya yang luar
biasa, serta doa yang tulus sehingga penulis selalu dapat termotivasi dan dapat
menyelesaikan penelitian ini.
a. Seluruh kawan-kawan di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Mughni Labib yang telah “memperkenalkan” saya dengan atmosfer
wilayah Filipina. Kepada Akhmad Yusuf, M. Kholik Bahrudin dan
Ahmad Fuazan Baihaqi yang telah membantu saya sebagai guide
dalam mencari sumber skripsi dan kepada anak SKI khususnya
angkatan 2009, khususnya Gorby Zumroni kawan lintas jurusan yang
membantu penulis dalam pemahaman Surat Perjanjian damai
,konsentrasi SKI kawasan Asia Tenggara, Rakhmat Hidayatullah, Ali
Nurdin, Meilanih, Syamsu Alfin, Angga Maulana,dan Hani Humairoh,
dan lain-lainnya serta kawan-kawan kawasan Asia Tenggara yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala
bantuan, semangat, kritik, dan saran yang semuanya terangkum dalam
sebuah kenangan indah.
b. Andung Rahmani yang selalu mendesak penulis agar segera
menyelesaikan studi ini serta Karib dekat penulis sejak kecil H.Rizky
Akbar yang membantu penulis dalam pengeditan karya ini sehingga
karya ini mudah dibaca dan dipahami oleh para penikmatnya
kemudian kelak.
viii
c. Isti Februari Afifah, S.S yang tidak mengenal lelah mengingatkan,
menemani, membantu, hingga memberi dukungan serta kasih sayang
dan doa yang tiada hentinya kepada Penulis ketika menyusun karya
ini.
d. Gans Photocopy aka Min yang selalu sigap dalam hal percetakan serta
memperbanyak dokumen
Akhirnya, hanya kepada Allah jualah penulis menyerahkan segalanya,
semoga amal kebaikan yang telah mereka berikan akan mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Amin ya Robbal „alamin.
Ciputat, 5 April 2016
Penulis
viiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... i
Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii
Lembar Pernyataan ............................................................................................ iv
Abstrak ....................................................................................................................v
Kata Pengantar ................................................................................................. viii
Daftar Isi ............................................................................................................... xi
Daftar Istilah ....................................................................................................... xii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1
B. Pokok Permasalahan ..............................................................................6
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................7
D. Tinjauan Pustaka ....................................................................................8
E. Metode Penelitian ...................................................................................9
F. Sistematika Penulisan ...........................................................................10
BAB II DINAMIKA SOSIAL-POLITIK MUSLIM DI FILIPINA PADA
MASA REZIM FERDINAND MARCOS HINGGA FIDEL RAMOS ...........12
A. Kehidupan Sosial Politik .........................................................................12
1. Masa Pasca-Kemerdekaan hingga sekarang ........................................12
2. Dalam Bidang Perdagangan, Ekonomi, dan Keuangan .......................17
3. Dalam Bidang Pendidikan ....................................................................18
4. Dalam Bidang Kebudayaan dan Hukum Islam ....................................18
B. Pemerintah Filipina Menyikapi Kaum Muslim ....................................19
1. Kebijakan Politik ..................................................................................19
2. Kebijakan Agama .................................................................................22
3. Kebijakan Pendidikan ..........................................................................25
xi
C. Sikap Muslim Filipina terhadap Kebijkan Pemerintah Filipina Pada
Tahun 1972-1992 ......................................................................................28
1.
Organisasi-Organisasi Islam di Filipina dan Aliansi Politik ...............30
2.
Berdiri dan Berkembangnya MNLF (Moro National Liberation Front) .
.............................................................................................................34
BAB III HUBUNGAN POLITIK LUAR NEGERI FILIPINA ......................46
A. Hubungan Politik Filipina Dengan Negara-Negara Tetangga Di Asia
Tenggara ...................................................................................................46
B. Kerja Sama Politik:Filipina dengan Indonesia .....................................49
1. Hubungan Politik Indonesia dengan Filipina .......................................49
2. Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Filipina (ASEAN) ................53
C. Peran Indonesia dalam Politik Perdamainan antara MNLF dan
Pemerintah Filipina..................................................................................63
BAB IV PENUTUP .............................................................................................69
A. Kesimpulan ...............................................................................................69
B. Saran .........................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................73
LAMPIRAN…………………………………………………………………….76
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam buku Niels Mulder yang berjudul “Wacana Publik Asia Tenggara
Menuju Masyarakat Madani” dijelaskan bahwa sampai sekarang di Negara
Filipina terdapat kesenjangan antara masyarakat mayoritas yang beragama kristen
dengan masyarakat minoritas umat islam. Seperti diungkapkan juga bahwa
terdapat perbedaan pembelajaran yang selalu saja mengedepankan eksistensi umat
Nasrani, porsi pelajaran umum yang lebih dominan dibandingkan dengan
pelajaran agama memunculkan sifat sentimen
antar umat beragama. Sistem
pengajaran yang ada di sekolah-sekolah di Filipina, menganut sistem keterampilan
dan pengetahuan, maksudnya adalah pemerintah Filipina mengacu para individu
untuk melanjutkan
merintis secara bertahap. Fenomena ini dalam kacamata
pandangan kita jelas menimbulkan kejenuhan umat muslim yang selalu saja
terpinggirkan sejak terjadinya kristenisasi di tahun 1940 setelah Filipina mendapat
kemerdekaan dari Amerika Serikat1.
Dalam bab selanjutnya menggunakan sumber yang sama penulis akan
mengupas tentang identitas bangsa Filipina dari puluhan ribu tahun silam, bangsa
Filipina yang mengalami gegar nasionalisme sejak adanya perseteruan dengan
Spanyol. Ini merupakan suatu peristiwa bagi bangsa Filipina yang hingar-bingar
atas dasar perbuatan bangsa Eropa2. Ini merupakan titik saat keabsahan bangsa
Filipina dalam jangka panjang mengalami sebuah trauma yang sangat buruk, yang
1
Niels Mudler,Wacana Publik Asia Tenggara, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hal.29-30
Niels Mudler Wacana Publik Asia Tenggara h. 91-93
2
1
2
berakibat
pada
kurang padunya
keberagamaan
antar masyarakat
yang
menimbulkan minimnya rasa nasionalisme, pasca kedatangan bangsa Eropa dan
Amerika. Implikasinya adalah suatu cambuk bagi warga Filipina di masa
mendatang yang berimbas hingga saat ini dengan munculnya berbagai gerakan
separatis Islam, yang seharusnya Islam bersatu, terlebih lagi status mereka sebagai
kesatuan yang minoritas semestinya mampu mengontrol dan berkordinasi secara
baik, bukan membuat suatu dualisme organisasi yang membuat umat Islam
bimbang.
Munculnya sebuah gerakan pembaharu Islam dengan nama Moro National
Liberation Front. Bangsa Moro adalah tanah muslim yang penduduknya
mengikuti mazhab Syafi’i. Mereka dijajah oleh Filipina sejak 1940 hingga saat
ini. Setelah memperoleh kemerdekaan dari Amerika, penduduk asli pulau-pulau
sebelah utara yang telah dipaksa menjadi Katolik oleh Spanyol, terus melakukan
kebijakan dengan melancarkan pembunuhan orang-orang Muslim yang telah
mereka wariskan dari penguasa kolonial Spanyol dan yang telah didorong oleh
Amerika Serikat. Begitu Amerika Serikat menyempurnakan kedudukannya atas
bangsa Moro pada 1915, mereka membuat imigrasi orang-orang Kristen dari
utara3.
Masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling
represif bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement pada 1968
dan Moro Liberation Front pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik
Marcos yang lebih dikenal dengan presidential proclamation no.1081. Namun
3
Ali Kettani Minoritas muslim di dunia Jakarta Grafindo 2005 hal.196-197
3
patut dicatat, pada masa ini perjuangan bangsa Moro memasuki babak baru
dengan dibentuknya kelompok perlawanan yang lebih terorganisir dan maju
seperti MIM (Muslim Independent Movement), Anshar el Islam, MNLF (Moro
National Liberation Front), MILF (Moro Islamic Liberation Front), MNLF
Reformis (Moro National Liberation Front), BMIF (Bangsa Moro Islamic
Freedom Fighter) atau sering disebut dengan Petarung Kemerdekaan Islam bangsa
Moro. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan
bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara
keseluruhan4.
Lumads merupakan etnis asli Mindanao yang tidak melakukan konversi adat
dan keberagamaan meskipun telah bersentuhan tradisi baru, baik tradisi KatolikSpanyol ataupun tradisi Islam. Masyarakat Lumads masih memegang teguh tradisi
lama dalam keberagamaan yang masih mengembangkan tradisi paganisme.
Meskipun secara politik dan ekonomi, masyarakat Lumads mengalami
marginalisasi sebagaimana dialami oleh masyarakat Muslim Mindanao, namun
ada kecenderungan masyarakat Lumads tidak melakukan perlawanan ataupun
pemberontakan seperti yang dilakukan masyarakat Muslim di Mindanao. Namun
pasca Final Peace Agreement 1996, 5 masyarakat Lumads sebagai bagian tak
4
Helmiati Sejarah Islam Asia Tenggara Pekanbaru Zanafa Publishing hal.265
Diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00. Peace Agreement merupakan klimaks
dari beberapa perseturuan lama yang melibatkan umat muslim dengan pemerintah pusat Filipina,
Mediasi antara dua kubu ini melibatkan Indonesia yang notabene Negara netral statement ini
diutarakan oleh pelaku sejarahnya sendiri yakni Hassan Wirayuda yang merupakan bagian dari
kepanitiaan rangkaian damai munculnya perjanjian tersebut.
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/Indonesia-Dipercaya-Sebagai-Mediatorkarena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00
5
4
terpisahkan dalam komunitas penduduk Mindanao mulai menuntut diberikan
ruang yang besar dalam konteks ekonomi dan politik.
NPA (National People Army) merupakan sekelompok masyarakat di bagian
tenggara Mindanao yang melakukan aksi perlawanan terhadap kebijakan Manila
yang cenderung memarginalkan Mindanao. Namun ada kecenderungan pula
bahwa munculnya NPA sebenarnya sebagai respon terhadap gejolak politik yang
ada di Manila. Pilihan Mindanao sebagai basis utama gerakan NPA tidak bisa
dilepaskan untuk membangun independensi terhadap berbagai penetrasi yang
dilakukan oleh regim Manila sekaligus melakukan perang gerilya untuk
mendestruksi legitimasi pemerintah Filipina.
NPA merupakan organisasi perlawanan Mindanao yang didirikan oleh Jose
Sison tahun 1968, seorang aktivis mahasiswa kiri dari Universitas Filipina dan
satu generasi dengan Nur Misuari, menggunakan idiologi komunis dalam proses
perjuangannya. Keanggotaan NPA ada kecenderungan berasal dari kelompok
politik yang terpinggirkan dalam politik di Manila, termasuk di antaranya adalah
kalangan militer yang mengalami disersi. Pasca Final Peace Agreement 1996,
NPA mulai mengidentifikasi diri sebagai representasi dari masyarakat miskin
Mindanao, terutama kaum Lumads yang tidak mendapatkan posisi signifikan
dalam ARMM (Autonomus Region In Muslim Mindanao).6
Oleh karena itu strategi umum pemerintahan terhadap kaum muslim adalah
mengintegrasikan kaum muslim,kedalam proses demokrasi nasional.Semua
6
Diulas dalam laman resmi kementrian luar negeri terkait isu-isu fase damai Filipina
http://kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=26&l=id
5
program pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum muslim pada
dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum muslim pada
budaya nasional yang dalam hal ini adalah umat nasrani7.
Kenyataanya bangsa Moro menguasai separuh daerah kepulauan itu.Imigrasi
pada permulaannya berjalan lambat, tetapi sesudah 1939, tumbuh sampai
menghawatirkan perimbangan dan bahkan lebih didorong oleh pemerintah
Filipina merdeka.Pemerintah mendorong dan dengan diam-diam mendukung
gerombolan kriminal yang membunuh muslim dan membakar desa-desa
mereka,kemudian mengambil tanah-tanah yang dikosongkan untuk pemukiman
kristen.Gereja katolik tetap sebaga kekuatan penggerak di belakang de-islamisasi
dan kristenisasi yang brutal di selatan dengan cara yang sama sepertitelah menjadi
kekuatan penggerak di belakang inkuisisi Spanyol8.
Organisasi ini bergerak dalam bidang yang memperjuangkan moral-moral
islam yang harus di tegakkan. Awal mulanya gerakan ini mendapat respon yang
baik dari berbagai kalangan namun mengingat banyaknya kepentingan beberapa
oknum yang terlibat mengakibatkan gerakan ini berseparasi Atau Pecah menjadi 2
bagian yakni MNLF kemudian muncul MILF.
Dua organisasi ini mengundang berbagai respon dar masyarakat sipil mereka
jelas bertanya-tanya gerakan mana yang paling mendukung keberlangsungan
aktivitas keagamaan.Mengingat 1 organisasi saja belum dianggap legal oleh
pemerintah pusat sebagai organisasi militak atau gerakan islam yang meskipun
sifatnya pembaharu.
7
. Helmiati Sejarah Islam Asia Tenggara h.266
M Kettani Ali Minoritas Muslim di Asia h.197
8
6
Kebijakan-kebijakan pemerintah filipina banyak sekali mengundang protes
dan perlawanan dari kaum muslim. Dari sinilah kemudian muncul dan terbentuk
front-front perlawanan yang dua diantaranya yakni MILF dan MNLF.
Perkembangan berikutnya memperlihatkan bahwa MILF yang notabene sebagai
induk perjuangan bangsa moro akhirnya terpecah. Pertama yakni MNLF yang di
pimpin Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis sekuler. Sedangkan yang
kedua ialah MILF pimpinan Salamat Hashim, dia adalah seorang ulama pejuang
yang murni berideologikan islam dan bercita-cita mendirikan negara islam di
filipina selatan. Namun perjalanannya ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari
mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan
Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani
pada tahun 1993. Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan bangsa
Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipiina dalam
menghadapi bangsa Moro9.
a. Bahasan Masalah
Berdasarkan deskripsi diatas yang menjadi permasalahan utama dalam
pengakajian skripsi ini adalah Islam Filipina begitu beragam yang dalam Artian
memiliki kepentingan-kepentingan demi golongannya masing-masing hal ini
membuat masalah semakin Kompleks karena dengan sikap tersebut mereka akan
sulit menemui kata damai atau kata sepakat .Untuk itu dibuat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut diantaranya:
9
Helmiati Sejarah Islam Asia Tenggara h.269
7
1. Bagaimana kondisi Pemerintah Filipina pada rezim Fidel Ramos Sampai
Corazon Aquino 1972-1992 Hingga berdiri dan berekembangnya MNLF?
2. Bagaimana Kebijakan Politik Luar Negri Filipina dengan Indonesia begitu
juga sebaliknya dan bagaimana hubungan bersama Negara tetangga
ASEAN yang lain?
3. Bagaimana Peran Indonesia dalam Politik Perdamainan MNLF dan
Pemerintah di Filipina?
B. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk
memaparkan dan menghadirkan apa yang menjadi judul dari penulisan ini, dengan
tujuan yaitu :
1. Menjelaskan Dinamika Politik umat Islam Masa Pemerintahan Fidel
Ramos Sampai Beniqno Aquino
2. Menjelaskan Tentang Peran Pemerintah Indonesia dalam Hubungan Usaha
Organasi MNLF dan Pemerintah Pusat Filipina
3. Menjelaskan Wawasan Kajian Sejarah Asia Tenggara.
4. Menjelaskan Kebijakan Pemerintah Filipina terhadap Umat Islam
Adapun manfaat penelitian ini, akan saya uraikan sebagai berikut :
1. Sebagai tugas akhir mahasiswa dalam mencapai gelar kesarjanaan strata 1
(S1) untuk Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan
Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
8
2. Untuk menambah pengetahuan mahasiswa, mengenai wawasan intelektual
dan akademisi di bidangnya, serta kontribusi nyata dalam mengaplikasikan
dalam bentuk karya ilmiah.
3. Menambah bahan bacaan dan Sub pembahasan yang baru, berupa karya
ilmiah bagi perustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Fakultas Adab dan Humaniora terutama pada Jurusan Sejarah dan
Humaniora Jakarta.
C. Tinjauan Pustaka
Buku dengan judul “Sejarah Islam Asia Tenggara”.Karangan Helmiati
mengutarakan bahwa seluk-beluk terjadinya dualisme Organisasi islam ini cukup
menarik. Di dalam sub-bab pembahasan khusus Filipina dalam judul Dinamika
Islam Filipina.Dalam buku tersebut dijelaskan sekilas tentang terjadinya 2 Induk
Organisasi Islam yang lahir dalam situasi serta posisi umat islam tertekan atau di
bawah bayang-bayang legalisasi serta kredibilitas yang di lakukan oleh
pemerintah pusat.
Sepak terjang Filipina yang di motori oleh Nur Misuari jelas mengundang
simpati dari berbagai pihak maka momentum kebangkitan umat islam inilah
dianggap suatu timing yang tepat terhadap eksistenti serta identitas umat islam
yang disana masih dalam status minoritas.
Judul buku “Dinamika Islam Filipina” yang dikarang oleh Cesar A Majul
mengupas tuntas tentang ke-shahihan umat islam di filipina yang dalam buku
tersebut umat muslim bak disebut seperti tertatih-tatih.Mengapa demikian?,
Karena legitimasi yang di lakukan terhadap umat islam sangatlah kurang fair
9
mengingat sejarah bangsa moro yang sangat pahit tentang nasib tanah tempat
tinggal yang mereka huni.Jelas bukan merupakan sesuatu yang baik bagi muslim
di sana.
Penulis juga mencoba dan berusaha menghadirkan buku-buku yang
sekiranya membantu dalam penulisan tersebut, agar dapat menyajikan sebuah
karya yang baik dan layak untuk menjadi rujukan bagi peneliti kajian bidang lain.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian sejarah oleh karena itu metode yang digunakan
adalah metode sejarah. obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah
dan menggunakan penelitian deskriptif analisis, Laporan Penelitian ini
menggunakan pendekatan sejarah dan metode yang digunakan adalah metode
historis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman dan peninggalan masa lampau 10 . Poin-poin penting yang akan ditulis
dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana dan masanya. Penelitian ini
saya fokuskan dalam hubungan Indonesia-Filipina terutama dalam proses
perdamaian antara MNLF dengan Pemerintah Filipina Oleh sebab itu, Langkahlangkah yang ditempuh adalah: Heruistik atau teknik mencari, mengumpulkan
data atau sumber (dokumen)11 .Dalam hal ini, penulis Berusaha mengumpulkan
data-data dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research), dengan
menunjungi Kantor Kedutaan Besar Filipina di Jl. Imam Bonjol Jakarta Selatan
10
. Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI
Press.1983), h. 32.
11
Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta; Ar Ruzz Media. h.
64.
10
untuk mendapatkan data-data primer berupa surat-surat perjanjian antara
pemerintah Indonesia dengan Filipina, surat-surat keterangan duta besar Filipina,
Namun Berhubung Kedutaan ini sedang peralihan tempat lama ke tempat baru
penulis dianjurkan untuk Mengkaji data-data di situs www.ph.gov sebagaimana
situs ini direkomendasikan oleh pihak kedubes sebagai pengganti perpustakaan
yang sedang di renovasi sampai akhir tahun.
Selanjutnya mengunjungi perpustakaan Freedom Institute di Jakarta Pusat Jl.
Proklamasi untuk mencari data-data Primer dan data-data skunder lainnya. Yang
paling utama adalah mengunjungi Perpustakaan ASEAN di Jl.Sisingamangaraja
Kebayoran Lama Jakarta Selatan untuk mengkaji beberapa jurnal-jurnal
pembanding, disamping itu penulis juga dibantu beberapa sumber tambahan yang
berada di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora untuk melengkapi sumber-sumber yang dalam
penelitian ini .
Setelah sumber-sumber didapatkan metode selanjutnya dilakukan kritik
terhadap sumber untuk mengetahui apakah sumber itu baik dan objektif sehingga
layak digunakan sebagai sumber sejarah. Sumber-sumber tersebut selanjutnya di
analisa berdasarkan tema kajian dalam penelitian ini.
Langkah selanjutnya adalah tahap terpenting dalam metode sejarah yaitu
rekonstruksi sejarah atau historiografi untuk menjelasakan kembali tentang peran
pemerintah Indonesia dalam usaha antara MNLF dan pemerintah Filipina.
Adapun sumber pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
buku pedoman penulisan karya ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang
11
diterbitkan oleh UIN Press, dengan harapan bahwa penulisan ini tidak hanya baik
dari segi isi, tetapi juga baik dari segi metode penulisan12.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memaparkan Empat (4) Bab, yang
masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab yang merupakan penjelasan dari
bab tersebut. Adapun rinciannya sebagai berikut :
BAB I Berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian,tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II Pada Bab ini penulis mencoba menjelaskan Dinamika Sosial-Politik
Muslim di Filipina pada masa rezim Ferdinand Marcos hingga Fidel Ramos.
Dalam Bab ini juga membahas bagaimana berdiri serta berkembangnya
Organisasi MNLF dan Organisasi-organisasi Islam lain yang berkaitan.
BAB III Pada Bab ini penulis mencoba mengupas Hubungan Politik Indonesia
dan Filipina. Dibahas Juga bagaimana Politik Luar Negri Indonesia terhadap
Filipina begitu juga sebaliknya dan bagaimana hubungan keduanya terhadap
sesama Negara ASEAN lainnya.
BAB IV Bab terakhir dalam penulisan ini yaitu terdiri atas kesimpulan, saransaran, lampiran dan daftar pustaka.
12
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta; UIN Press
12
BAB II
DINAMIKA SOSIAL-POLITIK MUSLIM DI FILIPINA PADA MASA
REZIM FERDINAND MARCOS HINGGA FIDEL RAMOS
A.Kehidupan Sosial Politik Pasca Kemerdekaan
1.Masa Pasca-Kemerdekaan hingga sekarang.
Kemerdekaan yang didapat Filipina Pada tahun 1946 dari Amerika Serikat
ternyata tidak memiliki arti khusus bagi bangsa moro.Keluarnya penjajah pertama
yakni Negara Adidaya Amerika Serikat malah memunculkan penjajah atau musuh
baru yakni Pemerintah Filipina itu sendiri.Pada Masa pemerintahan Ferdinand
Marcos nasib dan status umat Islam tidak juga bertambah baik terbukti pada tahun
1966 terbongkar sebuah kasus pembunuhan Besar-besaran terhadap umat Islam
yang disebut “Persitiwa Jabidah”1, yang melibatkan 180 orang pemuda islam.
Pada waktu yang sama muncul pasukan militer Kristen yang disebut Illaga ,yang
mana pasukan ini telah dilatih secara kemiliteran, yang diketuai oleh Kolonel
Carlos Cajela dan Kapten Manual Tranco.Organisasi Rasialis Illaga ini ditugaskan
untuk menghancurkan umat islam dengan cara merampok dan merampas harta
benda serta membunuh umat muslim itu sendiri. Pada Juni tahun 1971 sebanyak
200 orang umat Islam telah dibunuh oleh Illaga.Illaga sendiri mengklaim mereka
berhasil membunuh setidaknya 50.000 jiwa umat Islam, lalu membakar lebih dari
500 Mesjid,200 Madrasah,dan 20.000 unit rumah.Keganasan yang dilakukan oleh
1
Lihat pembahasan oleh okezone tentang fenomena sabah terkait peristiwa Zabidah
http://news.okezone.com/read/2013/03/09/411/773437/rebut-sabah-pengikut-sulu-dilatih-sejak1970 diakses 12 JulI 2015
12
13
Illaga ini mirip dengan KKK di Amerika Serikat yang membuat masalah ini
diangkat ke tingkat dunia Internasional. Tuanku Abdul Rahman Putera dari
Malaysia dan Tun Mustafa bin Harun membicarakan hal ini pada berbagai
pertemuan International.Hal ini membuka mata dunia, Bahwa di Filipina yang
terjadi bukan hanya sekedar separatism,tetapi juga genosida pemusnah etnik di
bagian selatan wilayah Filipina.Menurut catatan pada bulan September 1971
terjadi pembunuhan sekitar 111 orang di Bual,Tulunan,dan Cotabato.Lalu pada
tanggal 22 September 1971, Terdapat setidaknya 36 orang terbunuh di Tacub,
Kauswaga, dan Lano Del Norte.Semenjak peristiwa pertama pada Maret 1968
hingga 1972 diperkirakan 95.000 jiwa telah terbunuh, 300.000 jiwa orang
kehilangan tempat tinggal,dan lading pertanian yang sangat luas telah di
musnahkan.
Dalam masa ini Filipina memasuki masa-masa dimana umat muslim
ditindas dan dibasmi layaknya orang yang tidak memiliki peri kemanusiaan, Jelas
sekali problematika pergolakan antara umat minoritas
yang menganut
kepercayaan muslim dengan umat mayoritas yang beragama nasrani. Usaha-usaha
ini jelas seperti rencana jangka panjang rutin yang akan dilakukan secara terus
menerus sampai pada akhirnya tidak ada lagi umat muslim yang tersisa dan bias
membangun suatu wadah maupun perkumpulan.
Pada masa kini perjuanan bangsa moro memasuki babak baru dengan
dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisasi dan maju seperti MIM,
14
Anshar El Islam, MNLF, MILF, MNLF Reformis, BMIF.2 Pada saat yang sama
sebagai masa terpecahnya bangsa Moro menjadi Faksi-Faksi yang melemahkan
perjuangan mereka secara keseluruhan.
Tekanan semakin terasa hebat dan beerat ketik Ferdinand Marcos berkuasa
di interval tahun 1965-1986. Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua
Presiden Filipina,dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos, masa pemerintahan
Ferdinand Marcos Merupakan Masa Pemerintahan Paling Represif bagi bangsa
Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement atau MIM Pada 1968 dan
Moro National Liberation Front pada 1971 tidak bias dilepaskan dari sikap politik
Marcos yang dikenal dengan Presidential Proclamation No.1081. Kemudian
perkembagan berikutnya adalah MLF sebagai induk perjuangan bangsa moro
akhirnya terpecah.Pertama Moro National Liberation Front atau MNLF.
Organisasi ini dibawah pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan
nasionalis sekuler. Lalu yang kedua Moro Islamic Liberation Front atau MILF
dibawah pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang yang beridelogikan
Islam dan bercita-cita mendirikan Negara islam di Filipina Selatan.3
Dalam
perjalannnya,
MNLF
pimpinan
Nur
Misuari
Mengalami
perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis yang dipimpin oleh
Dimas Pundanto tahun 1981 dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak
Janjalani tahun 1993. Atas sebab ini perpecahan memperlemah perjuangan bangsa
2
Kelompok-kelompok aliansi pecahan Organisasi induk yang justru tumbuh setelah
adanya perpecahan dan di setiap golongannya mereka memiliki kepentingan-kepentingan politik
tersendiri untuk menguasai daerah-daerah Filipina ini merupakan suatu bentuk dari ekspansi
mereka demi menyebarkan politik Islam yang menjadi embrio untuk politik di kancah nasional.
3
Drs. Asep Ahmad Hidayat,M.Ag dkk,Studi Islam di Asia Tenggara,h 75.
15
Moro secara keseluruhan dan memperkuaat posisi pemerintah Filipina dalam
menghadapi bangsa Moro.
Masa perjalanan atau perjuangan umat Islam di Filipina tidak semudah yang
dibayangkan, Mengapa demikian karena di tengah jalan perjalanan organisasi ini
menimbulkan beberapa gerakan separatis antar anggota seperti bagaimana
dijelaskan paragraf diatas. MNLF yang awalnya diperkirakan bakal menjadi
organisasi tunggal yang akan melawan pemerintah pusat Filipina dalam
perjalanannya justru terpecah menjadi dua kubu. Ini menyebabkan timbulnya
ideologi politik baru yang menganut suatu organisasi.
Berikut Adalah Beberapa Dekrit atau Regulasi Pemerintah Filipina Terhadap
Kaum Muslim Bangsa Moro,Penerbitan kebijakan ini bukan tanpa alasan namun
upaya pendekatan secara diplomasi oleh Pemerintah Filipina guna merangkul
kaum minoritas Moro. Melalui proses panjang ini harapannya adalah mampu
meredam ketegangan diantara keduanya, Beberapa poin-poin yang dibuat sangat
adil dan tidak membebani satu sama lain.
“Menerbitkan Berbagai regulasi (Undang-Undang, proklamasai, Dekrit
Presiden) tentang Agma Islam dan Umat Islam.4
Sudah banyak peraturan, ketentuan, norma (regulasi) diterbitkan yang
menyangkut Islam dan umat Islam, yaitu :
1.Dalam bidang Ideologi,Politik,Pertahanan dan Keamanan:
a. Proklamasi nomor 1628, yang menyatakan pengakuan otonomi di
Filipina selatan.
b. Dekrit Presiden nomor 1092, yang menyerukan plebisit regional
wilayah IX dan XII serta di Provinsi Palawan, Davao del Sur, dan
Cotabato Selatan.
4
Saifullah,Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara,2010,hlm 154
16
c. Dekrit Prsiden nomor 1618, yang menetapkan perorganisasian
Sangguniang Pampook dan Lupong Tagapagpaganap ng Pook di
Wilayah IX dan XII
d. Dekrit Presiden nomor 742, yang menyusun, dan menata organisasi
regional Mindanao, Basilan, Sulu, dan Tawi-Tawi.
e. Dekrit Presiden nomor 773, yang mengubah dan menyempurnakan
Dekrit Presiden nomor 742, tentang pengatursn organisasi regional
Mindanao dan membagi wilayah IX kedalam dua sub-wilayah.
f. Perintah Eksekutif nomor 549, mendirikan Kantor Komisioner Urusan
Islam.
g. Dekrit Presiden nomor 302, pembentukan Provinsi Tawi-tawi.
h. Dekrit Presiden 341, pembentukan Provinsi Cotabato Utara
Manguindanao dan Sultan Kudarat.
i. Dekrit Presiden nomor 356, pembentukan Provinsi Basilan.
j. Dekrit Presiden nomor 1016, untuk menciptakan Integrated Civilian
Home Defence Forces atau Pertahanan Sipil Terpadu.
k. Dekrit Presiden nomor 497, pemberian amnesti kepada semua warga
muslim Filipina yang terlibat dalam menentang kekuasaan yang sah.
l. Perintah Eksekutif nomor 432, pembentukan Badan Pertolongab dan
Kesejahteraan Muslim.ngka Ad
m. Perintah Memorandum nomor 516, dan 541, menyusun sistem
penerimaan dam pemrosesan orang-orang yang sebelumnya
membangkang yang telah menyerahkan diri agar memperlancar
pengintegrasian mereka ke tengah masyarakat.
n. Perintak Eksekutif nomor 411, Gugus Kerja kepresidenan bagi
rekonstruksi dan Pembangunan Mindanao.
o. Dekrit Presiden nomor 975, membentuk Kantor Urusan Islam dalam
Departemen Luar Negeri.
p. Perintah Eksekutif nomor 429, membentuk Dewan Konsultasi Urusan
Muslim.
Pada uraian ini Pemerintah Filipina sangat memberi kebebasan
dalam hal Otonomi daerah, Tujuannya adalah demi memudahkan
system
pemerintahan
serta
mengatur
rakyat-rakyatnya
dengan
kebijakan-kebijakan sepadan demi kemaslahatan kaum Filipina
Selatan, Dengan demikian maka Filipina akan mudah bernegosiasi
karena sudah dibentuk pemerintahan yang relevan, Ini juga bagian dari
keuntungan bagi Kaum Filipina Selatan karena dengan jalur ini mereka
17
mampu mengeluarkan aspirasi demi masa depan Islam di Filipina
Selatan.
Dalam Bidang Perdagangan, Ekonomi, dan Keuangan5
a.
b.
c.
d.
e.
Dekrit Presiden nomor 93, menciptakan jalan bagi perdagangan
tradisional kepulauan Sulu dan daerh-daerh berdekatan.
Dekrit Presiden nomor 690, yang menyusun Kerangka Administrasi
Pembangunan Filipina Selatan (APFS) secara menyeluruh dan
menghapuskan Komisi Integrasi Nasional (KIN)
Dekrit Presiden nomor 264, kemudian disesuaikan dengan Dekrit
Presiden 542, tentang pendirian Philippine Amanah Bank (Bang Amanah
Filipina). Surat Perintah nomor 144 (mempersiapkan pengoperasian
Philippine Amanah Bank), Surat Perintah nomor 182 (Pembangunan
Kantor Philippine Amanah Bank di Mindanao), Dekrit presiden nomor
313(menyediakan 30juta Peso untuk modal saham Philippine Amanah
Bank).
Proklamasi nomor 1195, menjaga pemukiman yang khusus bagi para
pengungsi muslim dan yang tidak memiliki tanah dari daerah-daerah yang
mempunyai masalah di Mindanao.
Perintah Eksekutif nomor 474, membentuk Badan Pembangunan dan
kesejahteraan Muslim Filipina.
Jika kita kembali menelaah sejarah Filipina beberapa dasawarsa
lalu yang mengungkapkan bahwa sejak Peralihan bangsa Spanyol kepada
Amerika Serikat ada kejadian keji yang terjadi ketika tanah-tanah umat
muslim secara paksa diambil oleh Amerika Serikat padahal itu adalah
tanah asli pemukiman mereka yang mereka mukim, Namun pada poin ini
justru dikaji yakni poin keempat disebutkan bahwa menjaga pemukiman
yang khusus bagi para pengungsi muslim, Kontradiksi ini berbanding
terbalik dengan yang lebih dulu terjadi justru kali ini mereka membuat
kebijakan yang melindungi umat muslim guna tidak terjadi hal serupa di
masa lampau, Mereka mampu melindungi umat muslim dengan dibuatnya
kebijakan ini.
5
Saifullah, Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.156.
18
Dalam Bidang Pendidikan 6
a. Undang-undang Republik nomor 1387, kemudian diubah dengan Undangundang nomor 1893, nomor 3791, dan 2868, pembentukan dan
pembangunan Mindanao State University di kota Marawi.
b. Dekrit Presiden nomor 342, mendirikan Philippine Centre for Adcance
Studies di University of Philippines dan merumuskan organisasi,
kekuasaan, fungsi, dan tanggung jawabnya.
c. Dekrit Presiden nomor 1125, mengakui kelayakan persyaratan sebagai
pegawai negeri jenjang kedua bagi warga muslim yang kembali dan telah
menyelesaikan program latihan kepemimpinan.
d. Surat Perintah nomor 82, Pembentukan Centrre for Islamic Studies
University of the Philippines.
Pada Bidang Pendidikan Pemerintah Filipina memberikan program
latihan kepemimpinan sebagaimana disebutkan pada butir ketiga,
Pernyataan ini mempertegas status umat muslim Filipina yang diberikan
kesempatan sampai sejauh ini bukti nyata bahwa Filipina pada dasarnya
ingin merangkul para kaum minoritas ini, Jika mengambil kesimpulan
yang prematur tentang aksi-aksi mereka yang tidak terlepas dari unsur
politik maka kita harus menunda pernyataan itu pasalnya jika melihat
tindakan-tindakan yang dilakukan tak ayal jauh dari unsur terseb
Dalam Bidang Kebudayaan dan Hukum Islam7
a. Dekrit Presiden nomor 291, pengakuan hari-hari libur muslim.
b. Dekrit Presiden nomor 322, perubahan bagian 3 Dekrit Presiden nomor
291, tentang pengaturan jam kerja kantor pada bulan Ramadhan.
c. Proklamasi nomor 1198, Proklamasi Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari
libur nasional yang resmi, sebagai pelaksanaan Dekrit nomor 291.
d. Surat Perintah nomor 126, Mengeluarkan Perangko Sultan Kudarat.
e. Surat Perintah nomor 142, pengakuan atas ciri-ciri khas Kampung
Mararlika dan upaya untuk melestarikannya.
f. Dekrit Presiden nomor 1302, pembentukan Otoritas Perjalanan Haji
Filipina.
g. Surat Perintah nomor 890, peringatan enam abad kedatangan Islam di
Filipina dan masyrakat menyambut abad ke 14 Hijriyah.
6
7
Saifullah, Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.157
Saifullah, Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.158
19
h. Dekrit Presiden nomor, 1803, persetujuan memasukkan Hukum Islam ke
dalam sistem hukum Filipina.”
Walaupun pemerintah Filipina tampak sangat tidak senang dengan adanya
gerakan radikal ini ternyata mereka memberikan beberapa kebijakan-kebijakan
penting untuk umat Islam, Beberapa kebijakan penting itu dituangkan atau
dijelaskan dalam dekrit presiden yang secara detail dari butir per butirnya di
jelaskan secara eksplisit. Ini merupakan bukti bahwa sebenarnya pemerintah
Filipina tidak sepenuhnya acuh atau sentiment terhadap umat muslim minoritas
Filipina, Berdasakan isi serta penjelasan dekrit yang saya kira cukup jelas di
paparkan, Maka secara tidak langsung anggapan penulis justru pemerintah
Filipina membantu mengorganisir segala macam aspek kegiatan agama dimulai
dari Haji hingga jenjang pendidikan Tinggi. Meskipun demikian saya juga
menampik apakah kegiatan tersebut berjalan semestinya atau melainkan hanya
formalitas belaka. Hal-hal seperti ini tidak hanya melanda umat Islam di Filipina,
Faktanya juga banyak kejadian-kejadian timpang terjadi di Timur Tengah sana
yang tentunya merugikan banyak umat muslim yang hanya memberikan janji dan
harapan kosong.
B.Pemerintah Filipina Menyikapi Kaum Muslim
Kebijakan umum pemerintah filipina terhadap kaum muslim pada
dasarnya tidak berubah,hanya berbeda intensitasnya dari satu presiden presiden
lainnya.Pemerintah Manila mempunyai 4 titik pandang terhadap kaum muslim
yakni Pemerintah masih memegang pandangan kolonial yaitu “Moro yang Baik
adalah Moro yang Mati8”.Ada Tiga Istilah penting yang disematkan kepada umat
8
Ali Kettani. Minoritas muslim di dunia. Jakarta; Grafindo 2005 h.12
20
muslim moro, Kaum muslim adalah warga kelas kedua di filipina,Kaum muslim
adalah penghambat pembangunan,Masalah moro adalah masalah integrasi yaitu
bagaimana mengintegrasikan mereka dalam arus utama atau main stream tubuh
politik nasional.Pernyataan diatas membuktikan bahwa dengan adanya istilah dan
sebutan kepada bangsa moro membuat kesan dan makna seorang muslim di mata
semua kalangan memberi label negative.Pernyataan tersebut mengacu kepada
bahwa umat muslim itu barbar, umat muslim itu sadis,serta umat muslim itu
urakan.Padahal pernyataan-pernyataan sumbang ini belum valid nilai kebenarnya.
Dalam dinamika konflik Mindanao telah terjadi pergantian 5 rezim besar,
yang ada kecenderungan rezim satu dengan regim lainnya mengembangkan
kebijakan yang relatif berbeda. Namun yang tak bisa dihindari bahwa regim di
Filipina senantiasa diidentikkan dengan konsep “Filipino” yang senantiasa dekat
dengan makna Katolik. Sehingga tak bisa dihindari bahwa setiap regim di Filipina
difahami oleh masyarakat Mindanao sebagai cerminan Katolik.
Rezim Marcos yang berkuasa semenjak 1970 cenderung menerapkan
kebijakan represif kepada setiap bentuk perlawanan masyarakat Mindanao kepada
pemerintah, baik yang dilakukan oleh kelompok Mindanao muslim ataupun
kelompok komunis. Kebijakan represif ini tercerminkan dalam kebijakan Martial
Law9, Sikap akomodatif rezim Marcos tidak bisa dilepaskan dari tekanan
masyarakat internasional dan dunia Islam terhadap kebijakan represifnya.
9
Martial Law:sebuah kebijakan yang memberikan ruang yang besar bagi tentara Filipina
dan penduduk Katolik melakukan tindakan kekerasan kepada komunitas muslim. Meskipun
demikian, pada akhirnya regim Marcos pada tahun 1976 juga mulai menunjukkan sikap
akomodatifnya terhadap gerakan perlawanan Moro.
21
Rezim Aquino yang menggantikan rezim Marcos di 1992 cenderung
mengembangkan kebijakan akomodatif terhadap kelompok perlawanan Mindanao
daripada kebijakan represif. Pilihan kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari
spectrum politik di Filipina dan dukungan internasional untuk menyelesaikan
konflik Mindanao di meja perundingan. Langkah-langkah yang dilakukan Aquino
adalah dengan melakukan pertemuan informal dan formal dengan elit-elit MNLF
dan beberapa Negara Timur tengah sebagai fasilitator negosiasi.
Sedangkan rezim Fidel Ramos sebagai penerus regim Aquino cenderung
untuk meneruskan gaya kepemimpinan Aquino untuk bersikap akomodatif
terhadap kelompok perlawanan di Mindanao. Sebagai mantan wakil presiden pada
regim Aquino, Ramos telah merintis jalan perdamaian dengan kelompok
perlawanan. Sikap pro peace regim Ramos, membuat MNLF yang sebelumnya
memilih sikap konfrontatif pasca Tripoli Agreement 1976, mulai menunjukkan
sikap akomodatif dan menerima tawaran negosiasi dalam konteks Final Peace
Agreement 1996.
Berbeda
dengan
regim
Aquino
dan
Ramos
yang
cenderung
mengembangkan kebijakan akomodatif atau all-out peaces terhadap kelompok
perlawanan Moro, regim Estrada cenderung memilih kebijakan represif (all-out
wars). Kebijakan Estrada keras Estrada melakukan penyerangan langsung dan
menghancurkan camp-camp serta markas MILF, Abu Sayyaf dan MNLF yang
dianggap sebagai kelompok teroris yang harus ditumpas. Sikap represif Estrada
cenderung juga dilanjutkan oleh Arroyo dalam menyelesaikan konflik Mindanao,
untuk mendukung kebijakan tersebut regim Arroyo melakukan mengembangkan
22
kembali kebijakan kerjasama militer dengan Amerika Serikat terutama kerjasama
perang terhadap jaringan terorisme internasional.10
2.Kebijakan Agama
Bangsa Moro yang merupakan muslim di Filipina, mayoritas berprofesi
sebagai nelayan dan petani. Dalam penganutan mazhab, Bangsa Moro mengikuti
mazhab Syafi’i. Sebelumnya mereka tidak memiliki aturan hukum secara tertulis,
ini terjadi pada periode pra-islam,mereka hanya dipimpin oleh seorang kepala
suku atau yang biasa disebut dengan datus. Di akhir abad ke-13, Pulau suku
pemukim muslim terlindung oleh Arab, Kalimantan, Sumatra, dan Malaya yang
bekerja sebagai pedagang dan misionaris, beberapa diantaranya ada yang
mempersunting perempuan lokal sehingga terciptanya hubungan aliansi politik,
dan juga berbagi dalam keyakinan agama.
Islam terus menyebar di Filipina Selatan pra-kolonial melalui sarana
ekonomi dan relasional sebagai pengganti penaklukan, ini mengakibatkan adanya
integrasi hukum adat baru dan yang sudah ada. Ketika pimpinan adat mulai
memeluk islam, kesultanan pun didirikan di Mindanao11 dan Sulu12. Hal ini
berfungsi seperti “mini-negara” dengan pemerintah yang memiliki kekuatan baik
dalam peradilan administrasi … Agama pengadilan Moro diterapkan menurut
hukum adat, atau dari sistem hukum islam (disebut sebagai agama sara sistem)
yang menjelaskan bahwa pada Muslim awal dilaksanakan “pluralisme hukum
11
Muhammad syamsu as, Ulama Pembawa Islam Di Dindonesia Dan Sekitarnya,
hlm.159
12
Hamka, Sejarah Umat Islam IV, hlm. 46
23
untuk menjalin hubungan dengan orang-orang dari keyakinan yang berbeda …”,13
dan ini menunjukkan bahwa mereka tinggal di ko- eksistensi damai dengan dan
tidak memaksakan iman mereka terhadap non-Muslim.14
Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan peraturan hukum,
yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan
Fathu-i-Qareeb,
Taqreebu-i-Intifa,
dan
Mir-atu-Thullab.
Manguindanao
kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa di provinsi Davao di bagian
tenggara Pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke Pulau Lanao dan
bagian utama Zamboanga serta daerah panyai lainnya. Sepanjang garis pantai
kepulauan Filipina, semuanya berada di bawah kekuasaan pemimpin islam yang
bergelar Datuk atau Raja. Istilah Luwaran, yang dipakai oleh orang Moro
Mindanao dalam kitab hukum, berarti “pilihan” atau “terpilih”. Undang-undang
yang terkandung dalam kitab Luwaran
merupakan hukum Arab lama yang
kemudian diterjemahkan dan dikompilasikan untuk digunakan sebagai pegangan
serta informasi bagi para datu, hakim, dan pandita di Mindanao yang tidak
mengerti bahasa Arab. Dalam kitab Luwaran dari Mindanao tidak ada tanggal,
tidak ada seorang pun mengetahui kitab ini dibuat. Sebagian orang berpendapat
bahwa kitab Mindanao disusun beberapa waktu yang lalu oleh para hakim di
Mindanao. Kitab utama yang dirujuk oleh kitab Luwaran adalah Minhaj atThalibin karya ahli hukum mazhab Syaf’i, yaitu Syekh Zakaria Yahya bin Syaraf
Al-Nawawi.15
13
Justin Holbrook 2009
Justin Holbrook hlm.77
15
Justin Holbrook hlm.78
14
24
Kantor Komisi Urusan Agama Islam (Office of the Commisioner for
Islamic Affairs) OCIA yang merupakan salah satu bagian di bawah Presiden.
Komisi ini dibentuk melalui penerbita Executive Order nomor 697 tanggal 28 Mei
1981, yang berisi pembentukan Kementran Urusan Agama Islam Filipina.
Menurut keketapan tersebut, tugas Kementrian ini adalah menetapkan kebijakan
yang menjamin penyatua Filipina muslim ke dalam masyarakat Filipina secara
keseluruhan dengan tetap menghormati keyakina, adat istiadat, tradisi, dan
lembaga-lembaga mereka yang sejalan dengan tujuan spirasi nasional, sejajar
dalamstatus, martabat, dan kesempatan dengan warga Filipina lainnya.
Pembentukan Kementrian ini didasarkan pada pndekatan sosio-ekonomi
dan sosio-kulturan, melalui pengembangan sumber daya manusia. Adapun
program dan keberhasilan Kementrian ini antara lain :
a. Secara bertahap melakukan pembaruan Hukum Nasional, dengan
menempatkan Badan-badan Peradilan Syariah ke dalam bagian Tata
Peradilan Nasional Filipina.
b. Membentuk embaga Peradilan Syariah di daerah-daerah yang memiliki
populasi muslim dalam jumlah tertentu dan membentuk 56 distrik
Peradilan Syariah dalam tempo yang cukup singkat.
c. Untuk mendidik tenaga ahli dalam hukum syariah, dikembangkan Institut
Pendidikan Syariah di tiga lokasi dengan sasaran 120 peserta.
d. Pengakuan pada eksistensi madrasah (Madrasah accreditation Program),
yang merupakan kelanjutan dari Koferensi Madrasah di Western
Mindanao State University pada 24-26 Mei 1982, bekerja sama dengan
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.16
16
Saifullah,Sejarah
dan
Pelajar,Yogyakarta,2010,hlm 143
kebudayaan
islam
di
Asia
Tenggara,Pustaka
25
1).Pembentukan Badan Pengelola Perjalanan Haji Filipina
Badan ini dibentuk dengan Dekrit Presiden nomor 1302 yang ditandatangani
pada 25 februari 1987. Badan ini memiliki kekuasaan untuk memprakarsai,
mengelola semua program-program yang relevan bagi pelaksanaan haji tahunan.
Sejak beroperasi secara resmi pada 1979, jumlah jema’ah haji yang
diberangkatkan badan ini meningkat dari 1.022 menjadi 1.801 dalam setahun.
Dalam tahun 1980, badn ini menerima sisa uang sewa muthawwif
(penunjuk
jalan)
yang
tidak
terpakai
sejumlaah
P
2.828.447,66,
melembagakan sebuah sistem perjalanan haji, memperkuat terciptanya
hubungan persahabatan dengan negara-negara Islam (khususnya Arab Saudi),
menyumbang kesejahteraan umat Islam Filipina, dan menjamin kelancaran
pengelolaan perjalanan haji. Dalam waktu dekat, badan ini berencana akan
memperkuat sumber daya manusianya; memeperluas jaringan sampai kota
Gagayan de Oro Palawan, dan Provinsi Davao; memperbaharui beberapa pasal
dalam dekrit yang sudah ketinggalan zaman; dan mendirikan suatu perusahaan
yang dimiliki dan dikelola badan ini. Pada 1982, jema’ah haji Filipina telah
mencapai 2.000 orang.
2).Kebijakan Pendidikan
(1). Mendirikan Institut Studi-studi Islam Universitas Manila
Institut yang dididrikan pada 22 Desember 1973 sebagai satu bagian dari
Philipine Centre for Advance Studies, dengan Dekrit Presiden nomor 342,
memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) menyediakan kesempatan bagi para
26
mahasiswa untuk berpartisipasi lebih banyak dalam kehidupan nasional dan
pembangunan melalui bidang akademik; (2) menciptakan saling pengertian
yang lebih mendalam dan salin menghormati antar warga muslim dan warga
lainnya;(3) memberi lebih banyak informasi mengenai sejarah Filipina, tempat
serta peranan warisan kebudayaan Islam dalam membentuk Negara Filipina
dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara.
Institut ini mendorong dan mendukung berbagai penelitian yang dilakukan
oleh mahasiswa muslim. Institut ini juga menjadi pusat pertemuan bagi para
ilmuwan yang tertarik pada sejarah dan kebudayaan Islam. Saat ini Institut ini
memiliki salah satu perpustakaan Islam terbesar di Filipina.
Pada November 1974,intitut ini memulai program gelar Sarjana dalam
studi-studi
Islam.
Disini
diajarkan
bahasa
Islam,Filsafat,Kesenian,Perundang-undangan,Lembaga
arab,Sejarah
sosial
dan
politik,disamping sejarah Filipina,hukum adat,sastra,dan tradisi kesenian
berbaga kelompok etnolinguistik muslim.
Pada
Tahun
1975,diberikan
beasiswa
bagi
mahasiswa
muslim
berprestasi,dan mulai Tahun 1980 Institut ini menerima mahasiswa siswazah
(MA) dalam bidang Studi Islam.17
17
.Saifullah Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h.145
27
(2). Mendirikan King Faisal Centre for Islamic and Arabic Studies,
Mindanao State University
Institut ini didirikan pada 1973 sebagai institusi Islam pertama yang
dikelola oleh Pemerintah. Pada awalnya, lembaga ini bernama Institut of
Asian and Islamic Studies, tetapi kemudian diganti dengan King Faisal
Institute of Asian and Islamic Studies, setelah mendapat akreditasi dan
bantuan dari Pemerintah Arab Saudi.
Pada 3 Juni 1976, institut ini ditingkatkan untuk menjadi sebuah “pusat
studi” dengan empat fungsi, yaitu: (a) pengajaran, penelitian, dan penyuluhan
dengan tujuan-tujuan khusus, yakni melakukan penelitian mengenai warisan
budaya Islam di Filipina guna memperdalam pemahaman tentang kebudayaan
dn tradisi muslim; (b) mengembangkan berbagai program yang dirancang
untuk memperbaiki kondisi sosio-ekonomi warga muslim dn komunitaskomunitas kultural lainnya di Filipina; (c) mengembangkan pendidikan untuk
warga muslim agar mereka menjadi warga negara yang aktif dan dapat
memahami kesatuan nasional dalam keragaman; (d) mendorong tumbuhnya
keasadaran di Asia dan Timur Tengah bagi identitas dan kerjasama regional.
Lembaga in mempunyai empat buah unit, yaitu Unit pengajaran, Unit
penelitian dan evaluasi, Unit pelayanan dan penyuluhan masyarakat,
Perpustakaan dan arsip.
Bahkan, dalam perkembangannya, lembaga in juga menawarkan berbagai
kuliah atau program gelar, seperti Bachelor of Arts (BA) dalam bidang studistudi Islam atau Bahasa Arab, hubungan internasional, dan studi-studi muslim
28
Filipina, Mater of Arts (MA) dalam hukum perdata muslim Filipina dan
program sertifikat satu tahun dalam pengajaran Bahasa Arab untuk guru-guru
madrasah serta program enam bulan intensif ubtuk guru-guru sekolah umum.
Sejak awal lembaga ini telah menarik miinat mahasiswa muslim dan juga
kristen, khususnya yang berminat mempelajari sejarah, kebudayaan dan
masyarakat islam. Saat ini dua orang muslim diutus lembagga ini untuk
melakukan pengajaran dan penelitian ke luar negri.
Lebih dari itu,lembaga ini juga menjalin kerjasama dengan berbagai
lembaga lain, misalnya terlibat dalam memberikan penataran guru-guru untuk
mengajarkan bahasa Araab di daerah-daerah muslim, terlibat dalam Kongres
Madrasah. Banyak staff lembaga ini juga terlibat dalam lembaga Peradilan
Syariah dan berbagai kegiatann yang mendorong pendalaman dan penyebaran
informasi mengenai Islam di Filipina selatan.18
C.Sikap Muslim Filipina terhadap Kebijkan Pemerintah Filipina Pada
Tahun 1972-1992
Bibit konflik mulai muncul saat Spanyol menguasai Filipina pada abad ke16 dan menerapkan kebijakan transmigrasi dan Kristenisasi. “Sebuah upaya kuat
memaksakan Katolik di seluruh kepulauan untuk mencegah penyebaran Islam di
Asia Tenggara,” tulis Peter Chalk, “Militant Islamic Extremism in the Southern
Phillipines”, dimuat dalamIslam in Asia: Changing Political Realities.
Etnis-etnis yang berhimpun menjadi bangsa Moro dan sudah lama
mendiami Mindanao dan pulau-pulau lain di selatan Filipina, mulai terdesak oleh
18
Saifullah Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara h .146-147
29
transmigran dari pulau-pulau di utara seperti Luzon dan Visays. Mereka
kehilangan tanah, mata pencaharian, dan bahkan terusir dari tanah kelahiran.
Mereka pun melakukan perlawanan dan berhasil meredam Kristenisasi selama
tiga abad berikutnya. Spanyol hanya bisa menguasai utara dan timur Mindanao.
Setelah mengalahkan Spanyol dalam perang pada 1898, Amerika Serikat
menguasai Filipina dan melanjutkan program transmigrasi agar penduduk
Mindanao mendukung integrasi Filipina. Gelombang transmigran makin deras
setelah Filipina merdeka pada 1946.
Pada 1969, Nur Misuari dan kawan-kawan membentuk kelompok
separatis MNLF, yang kemudian menjadi induk perlawanan bangsa Moro
menuntut kemerdekaan. Pertempuran demi pertempuran pecah di berbagai
wilayah Mindanao. Pemerintahan Ferdinand Marcos menjawabnya dengan
operasi militer.
Perjanjian damai Tripoli Agreement pada 1976 mengakhiri konflik.
Perjanjian ini memaktubkan otonomi terhadap 13 provinsi dan 9 kota di
Mindanao. Namun, di tubuh MNLF sendiri terjadi perpecahan. Hashim Salamat
mendirikan MILF pada 1978 dan Khadaffy Janjalani mendeklarasikan Abu
Sayyaf pada 199119.
Sebuah Peristiwa yang menjelaskan bahwasannya seperti apa kondisi dan
keadaan yang terjadi di Filipina pada tahun 1972-1992 banyak sekali agresi-agresi
yang dilakukan pihak MNLF ini adalah bukti bahwa penolakan atau sikap tidak
19
Lihat Historia Online mengulas tentang Konflik Filipina yang tak kunjung Usai
http://historia.id/mondial/mimpi-damai-di-filipina-selatan Diakses 11 Desember 2014 Pukul 14.00
30
setuju kaum minoritas terhadap upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh
pemerintah pusat. Meskipun ini bertujuan untuk memajukan Mindanao itu
sendiri,Sumber ini juga menyebutkan bahwa adanya perlawanan dari pihak
pemerintahan ialah disebabkan oleh adanya gejolak intern yang ada di tubuh
Organisasi ini menyebabkan adanya 2 kubu yang melahirkan dua kepala beserta
dua ideology juga. Dengan deimikian semakin jelas dan rumit upaya dari
pemerintahan untuk mencapai kata sepakat dan damai tanpa ada konflik
berkepanjangan. Ini yang menyebabkan usaha damai antara dua kubu memasuki
babak baru, yang mengakibatkan timbul permasalahan baru. Ini merupakan bibitbibit
embrio
munculnya
organisasi-organisasi
islam
di
Filipina
yang
berkesinambungan. Dalam artiannya adalah beberapa organisasi besar yang ada
memiliki kubu perpecahan.
1.Organisasi-Organisasi Islam di Filipina dan Aliansi Politik
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina pada 4 Julai 1946 dari Amerika
Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hal ini disebabkan
kerana, penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan
penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini
perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya perlawanan
yang lebih terorganisasi dan maju, seperti MIM (Mindanao Independece
Movement), MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.20 Namun pada masa yang
sama
juga,
merupakan masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro yang
melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan. Tekanan semakin terasa
20
Jason F Isaacson Islam in Asia: Changing Political Realities 1999. h. 191-193.
31
hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan
dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel
Ramos
maka
masa
pemerintahan
Ferdinand
Marcos
merupakan
masa
pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro21. Pembentukan Muslim
Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada
1971 tidak boleh dilepaskan dari sikap politik Marcos. Perkembangan berikutnya,
MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Bangsa Moro
perpecah kepada dua kelompok. Pertama, Moro National Liberation Front
(MNLF) pimpinan Nur Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler.22 Kedua,
Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Hashim Salamat, seorang ulama
pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara
Islam di Filipina Selatan.23 Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF
pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLFReformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan
Abdurrazak Janjalani (1993).24 Tentu saja perpecahan ini memperlemah
perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah
Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro. Kesannya, ketidaksefahaman ini
mewujudkan perpecahan di kalangan bangsa Moro. Pada 1996, hasil rundingan
21
Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum
komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap
perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan
gerakan rakyat anti penjajahan Jepang. Setelah menyerah, mereka mengarahkan perlawanannya
ke pemerintah Filipina. Pemberontakan ini boleh diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri
pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953).
22
Jason F Isaacson Islam in Asia: Changing Political Realities 1999. Hlm. 191.
23
Cesar Majul.Dinamika Islam di Filipina 1990 Hlm. 307
24
Kelahiran Kumpulan Abu Sayyaf pada 1989 bermula daripada sekumpulan kecil
Militan Islam berpecah daripada MILF dan menbentuk satu kumpulan baru yang dikenali sebagai
Mujahideen Commando Freedom Fighters (MCFF). Hlm. 201
32
damai dipersetujui antara Filipina dan MNLF yang mana wujud Kawasan
Autonomi Muslim Mindanao atau ARRM dipimpin Nur Misuari yang dilantik
menjadi Gabenor.25 penubuhan MNLF berjaya menyatukan bangsa Moro melalui
pimpinan Nur Misuari. Namun, penyatuan ini hanya seketika ekoran perselisihan
fahaman dan haluan para pemimpin kanan.
Kemudian Lumads.Lumads merupakan etnis asli Mindanao yang tidak
melakukan konversi adat dan keberagamaan meskipun telah bersentuhan tradisi
baru, baik tradisi Katolik-Spanyol ataupun tradisi Islam. Masyarakat Lumads
masih memegang teguh tradisi lama dalam keberagamaan di mana masih
mengembangkan tradisi paganism. Meskipun secara politik dan ekonomi,
masyarakat Lumads mengalami marginalisasi sebagaimana dialami oleh
masyarakat Muslim Mindanao, namun ada kecenderungan masyarakat Lumads
tidak melakukan perlawanan ataupun pemberontakan seperti yang dilakukan
masyarakat Muslim di Mindanao. Namun pasca Final Peace Agreement 1996,26
masyarakat Lumads sebagai bagian tak terpisahkan dalam komunitas penduduk
25
Namun, pentadbiran Nur Misuari tidak kekal lama. Misuari akhirnya ditahan atas
tuduh melancarkan pemberontakan serangan ke atas Manila ketika dia tidak dibenarkan bertanding
dalam pilihanraya Gabenor Wilayah pada November 2001. Kesempatan ini diambil Barisan
Pembebasan Islam Moro (MILF) untuk mengetuai pasukan rundingan damai dengan Filipina di
mana Malaysia memainkan peranan sebagai pihak ketiga. Walaupun Barisan Pembebasan
Kebangsaan Moro MNLF dan Barisan Pembebasan Islam Moro MILF berpecah, namun matlamat
mereka sama, bezanya adalah strategi. Walaupun bangsa Moro dijajah dan berperang
mempertahankan tanah air, mereka tetap tidak mengalah kerana perjuangan ini adalah perjuangan
nenek moyang mereka. Islam in Asia: Changing Political Realities. Hlm. 194.
26
Lihat pembahasan oleh Tempo Online dalam Peace Agreement yang merupakan
klimaks dari beberapa perseturuan lama yang melibatkan umat muslim dengan pemerintah pusat
Filipina, Mediasi antara dua kubu ini melibatkan Indonesia yang notabene Negara netral statement
ini diutarakan oleh pelaku sejarahnya sendiri yakni Hassan Wirayuda yang merupakan bagian dari
kepanitiaan
rangkaian
damai
munculnya
perjanjian
tersebut.
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/Indonesia-Dipercaya-Sebagai-Mediatorkarena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00
33
Mindanao mulai menuntut diberikan ruang yang besar dalam konteks ekonomi
dan politik.
NPA(National People Army) merupakan sekelompok masyarakat di
bagian tenggara Mindanao yang melakukan aksi perlawanan terhadap kebijakan
Manila yang cenderung memarginalkan Mindanao. Namun ada kecenderungan
pula bahwa munculnya NPA sebenarnya sebagai respon terhadap gejolak politik
yang ada di Manila. Pilihan Mindanao sebagai basis utama gerakan NPA tidak
bisa dilepaskan untuk membangun independensi terhadap berbagai penetrasi yang
dilakukan oleh rezim Manila sekaligus melakukan perang gerilya untuk
mendestruksi legitimasi pemerintah Filipina.
NPA merupakan organisasi perlawanan Mindanao yang didirikan oleh
Jose Sison tahun 1968, seorang aktivis mahasiswa kiri dari Universitas Filipina
dan satu generasi dengan Nur Misuari, menggunakan idiologi komunis dalam
proses perjuangannya. Keanggotaan NPA ada kecenderungan berasal dari
kelompok politik yang terpinggirkan dalam politik di Manila, termasuk di
antaranya adalah kalangan militer yang mengalami disersi. Pasca Final Peace
Agreement 1996, NPA mulai mengidentifikasi diri sebagai representasi dari
masyarakat miskin Mindanao, terutama kaum Lumads yang tidak mendapatkan
posisi signifikan dalam ARMM(Autonomus Region In Muslim Mindanao).
Oleh karena itu strategi umum pemerintahan terhadap kaum muslim
adalah
mengintegrasikan
kaum
muslim,kedalam
proses
demokrasi
nasional.Semua program pembangunan pemerintah yang ditujukan kepada kaum
34
muslim pada dasarnya dikaitkan dengan falsafah integrasi dan asimilasi kaum
muslim pada budaya nasional yang dalam hal ini adalah umat nasrani27.
2.Berdiri dan Berkembangnya MNLF (Moro National Liberation Front)
Di zaman modern ini kita pernah mendengar bahkan melihat apa yang disebut
radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme.28 Ketiga istilah tersebut konon
merupakan efek dari benturan dunia barat dengan dunia timur, apalagi setelah
keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1990 an.
Di Asia Tenggara juga memiliki beberapa basis gerakan radikal. Seperti:
MNLF (Moro National Liberal Federation), MLIF (moro liberation Islamic
federation) Abbu Sayyaf, Jamaah Islamiyah atau yang dikenalnya dengan JI dan
lain-lainnya. Semua gerakkan tersebut dimotori oleh orang-orang atau kelompok
Islam yang mempunyai pemikiran politik dan ideologi berbeda dengan negara
kesatuanya.
Salah satu contoh gerakan radikal yang sangat ditakuti oleh dunia barat
berasal dari Filipina Selatan, yakni MNLF, MILF dan Abbu Sayyaf. Kemuculan
gerakan Islam radikal ini mempunyai sejarah tersendiri tentunya. Menurut
27
. Helmiati hal Sejarah Islam Asia Tenggara.266
Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis. Fundamentalisme merupakan
sebuah paham yang bersifat ekstrim (keras). Sementara itu Terorisme adalah suatu paham yang
melakukan cara dengan berbagai macam tindakan terror sebagai akibat ketidakadilan dalam
berbagai macam aspek kehidupan lalu ditambahkan pula dengan proses doktrin mati syahid.
Tim penyusun kamus pusat bahasa, kamus besar bahasa Indonesia, ed. 3, cetakan keempat.
Jakarta: balai pustaka, 2007. Hlm. 919.
Koran kompas sabtu, 7 mei 2011, radikalisme, hlm. 10 C.
28
35
theodorson29 Gerakan radikal ini adalah gerakan sosial, sebab gerakan sosial
untuk kebanyakan orang yang terlibat bersifat informal atau tidak langsung.
Dimana gerakan sosial tersebut muncul akibat ketidakpuasan terhadap segelintir
perubahan sosial, sebab perubahan sosial tersebut tidak membawa pengaruh yang
baik bagi sekelompok atau kelompok-kelompok radikal itu muncul. Dari ketiga
gerakan tersebut, sangat menarik perhatian dari kawasan regional, nasional dan
internasional.
Maka dari itu sangatlah menarik untuk dikaji serta dibahas guna menambah
wawasan intelektual serta informasi pengetahuan. Lalu timbul pertanyaan
mengapa timbul kelompok gerakan-gerakan islam yang dikatakan sebagai suatu
pergerakan yang radikal di Filipina selatan khususnya.
Menurut sumber buku Caesar A Majul yang berjudul dinamika islam di
Filipina, menjelaskan bahwa MNLF (Moro National Liberation Front) berdiri
Pada tahun 1963 lahirlah yang dipimpin oleh Nur Misuari. Nur Misuari
merupakan salah satu mantan aktifis Universitas di Filipina.Pergerakan ini hadir
di Filipina selatan akibat dampak kebijakan pemerintah yang kurang
memperhatikan segala aspek kehidupan terutama kepada masyarakat muslim di
Filipina selatan khususnya mindanao, jolo, basilan, dan tempat lainnya yang
penduduknya mayoritas muslim. Pemerintahan disini terjadi pada masa atau era
marcos.
29
M. zaki mubarok, ganealogi islam radikal di Indonesia, gerakan pemikiran dan prospek
demokrasi. Jakarta: lp3s. hlm. 51.
36
Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah membatasi dan menindas kebebasan
politik rakyat tentunya umat muslim. Merampas hak-hak ekonomi rakyat dengan
merampas sumber-sumber pencaharian mereka yang tradisional, terutama tanah
leluhur mereka. Kemudian tidak cukup hanya disitu, bahkan pihak pemerintah
pada zaman marcos ini juga menghina hak-hak sosial keagamaan dan kebudayaan
rakyat dipaksakan dengan suatu tatanan sosial totaliter, yang memberlakukan
dalam rangka pembangunan apa yang pemerintah klaim pada saat itu sebagai
“Masyarakat Baru”.
Kemudian sisi lainnya munculnya MNLF adalah rezim marcos membenarkan
dan menindas para rakyat muslim yang berada di wilayah Filipina selatan, serta
penghapusan kebudayaan nene moyang yang telah lama berkembang dan
menggantikannya dengan kebudayaan barat atau peradaban barat dari spanyol
maupun dari amerika. Serta mengintegrasikan secara total dan penuh apa yang
pemerintah namakan sebagai minoritas-minoritas kebudayaan.30
Jadi latar belakang berdirinya oraganisasi MNLF ini dari versi Caesar A
majul, dalam bukunya dinamika islam di filipina adalah akibat damapk kebijakankebijakan rezim marcos yang membuat para rakyat di Filipina selatan khusus di
kepulauan berpenduduk mayoritas muslim seperti Jolo, Basilan, Sulu, Mindanao
dan bagian lainnya terkait menyekat atau membuat stagnan terhadap kebebasan
kehidupan berpolitik, berbudaya dengan menggantikan atau memasukan unsur
kebarat-baratan dan membuat umat muslim di daerah tersebut menjadi melarat
bahkan tertinggal pada bidang ekonomi akibat kebijakan yang hanya
30
Cesar A majul , dinamika islam Filipina, Jakarta: LP3S, 1989. Hlm. 154.
37
menguntungkan pemerintah saja tanpa melihat semua rakyat atau disebut ketidak
balance dari tujuan perpolitikan yakni mencapai kesejahteraan hidup yang
nantinya dirasakan sama rata tanpa mementingkan golongan, Baik golongan
agama, politik, suku dan sebagainya.
Menurut John L Esposito dalam bukunya yang berjudul ensiklopedi Oxford
dunia islam modern, memberikan tambahan informasi kepada kita bahwa
kemunculan pergerakan MNLF ini dilatarbelakangi oleh tiga faktor, diantaranya
adalah:31 Yang pertama Untuk melindungi kepentingan dan identitas budaya moro
(muslim Filipina). Selanjutnya dua factor lain yang melatarbelakangi kemunculan
pergerakan MNLF adalah adanya tanggapan terhadap manifestasi historis dan
minoritas muslim di Filipina, serta percepatan program integrasi dan
pembangunan nasional selama tahun 1950-an sampai 1960-an.
Percepatan program ini dari susut pandang gerakan MNLF adalah bahwa cara
yang dilakukan oleh pihak pemerintah sangatlah tidak masuk akal dan
mengandung unsur untuk mempengaruhi orang-orang muslim yang berada di
Filipina selatan terutama pulau-pulau yang berpenghuni muslim. Tidak masuk
akalnya atau ada sebuah hal yang terselubungnya adalah kebijakan pemerintahan
marcos dengan mengadakan perpindahan penduduk dari masyarakat Filipina
utara. Filipina utara memang sangatlah terkenal atau identik mayoritas Kristen
katholiknya. Lalu hal tersebut tentunya menimbulkan rasa kekhawatiran orangorang non muslim tersebut akan mempengaruhi akidah serta pola tingkah laku
kebarat-baratan sehingga identitas tradisi, kebudayaan serta peradaban islam di
31
81.
Jhon L Esposito, ensiklopedi oxford dunia islam modern, bandung: mizan, 2001, hlm.
38
Filipina selatan akan tersisih atau hilang. Maka dari itulah latar belakang MNLF
sangat menghargai tradisi dan kebudayaan islamnya.
Kemudian dari ensiklopedi tematis dunia Islam asia tenggara, latar belakang
kemunculan MNLF adalah32, Hilangnya struktur aspek islam di kepulauan
Mindanao, basilan, sulu. Seperti halnya sistem kepepimpinan yang dahulu diatur
oleh seorang datuk diganti atau dihilangkan sejak zaman masa sultan jamalul
kiram III maret 1915, pada saat itu beliau mengundurkan diri mejadi datuk.
Contoh keduanya adalah dihilingkannya sistem hukum syariah atau hukum islam
yang dahulu sudah berkembang sebelum kedatangan kolonial pada abad ke- 15
M.Pencaplokan tanah milik warga muslim yang dilakukan oleh pihak pemerintah
Ferdinand Marcos pada tahun 1965. Hal tersebut tentunya menghilangkan rasa
kemerdekaan yang dirampas begitu saja. Apalagi kita sudah mengetahui bahwa
mata pencaharian penduduk pribumi muslim di Filipina selatan adalah sebagai
petani dan nelayan.
Menurut abhoud lingga salah satu tokoh MNLF yang berpengaruh
mengatakan, „sulitnya atau minimnya jalan perdamaian antara penduduk
lokal muslim dan pihak pemerintah marcos‟. Mungkin saja
latarbelakangnya berdirinya MNLF disini untuk menjembatani aspirasi
politik dan hak-hak masyarakat muslim di Filipina selatan. Sebab tanpa
gerakan ini amat sulit untuk pencapaian pemufakatan perdamaian.
Terdiskriminasinya hak berpolitik muslim dan keikutsertaanya dalam
berpartisipasi ke negara. Alasan lainnya adalah kasus politik tanah yang sangat
merugikan kepentingan umat islam dan pergolakan proses asimilasi di Filipina
32
Taufik Abdullah (ed.), ensiklopedi tematis dunia islam asia tenggara, jilid, Jakarta: PT
ichtiar baru van hoeve. Hlm. 480.
39
juga makin meningkatnya kesadaran bangsa moro sebagai umat, sebuah konsep
tentang komunitas religious.
Jadi faktor-faktor latar belakang berdirinya gerakan MNLF dari beberapa
sumber yang telah di rangkum menjadi satu padu adalah pertama faktor agama,
dalam faktor petama ini adalah merupakan salah satu aspek terpenting sebab
langsung ke aqidah umat muslim. Sebab pada rezim marcos sudah melakukan
kebijakan yang menginginkan islam di Filipina tidak boleh berkembang baik
tradisi,
kebudayaan
dan
peradaban
islamnya.
Contoh
lainya
adalah
dihilangkannya hukum syariah. Faktor kedua adalah dari segi aspek politik,
terdiskriminasinya masyarakat muslim atau golongan elite muslim dalam
percaturan politik regional. Apalagi pihak pemerintah tidak perhatian jarang
perhatian dengan masalah yang dihadapi oleh para umat muslim di filipina
selatan. Faktor kesukuan atau ashabiyah dan keagamaan, hal ini sama dengan
yang diungkapkan pada bukunya dale F. Eickelmen dan james piscatori, ekspresi
politik muslim, bahwa MNLF menekankan kewajiban untuk berpartisipasi baik
dalam jihad islam maupun bangsa (identitas yang mengacu pada nenek moyang
asal-usul seseorang).33 Faktor ini jugalah menurut cendikiawan muslim yang
bernama ibnu kaldun dalam bukunya muqqadimah, bahwa faktor kesukuan
amatlah penting dalam menunjukan identitas kebersamaan jati diri serta kuat
ikatanya untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama yakni disini MNLF ingin
mendirikan negara islam.
33
Dale F. Eickelman dkk, ekspresi politik muslim, 1998 cetakan pertama, bandung: mizan,
H. 125
40
MNLF merupakan gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Prof. Nur
Misuari, seorang akademisi dari Universitas Filipina dalam upaya memisahkan
diri dari Filipina semenjak dekade 1970-an sebagai respon terhadap upaya
pemarginalan terhadap bangsa Moro baik oleh etnik Ilaga ataupun pemerintah
Fiipina. Ia merkontruksi sejarah perjuangan bangsa Moro yang prihatin terhadap
nasib kamunya. Nur Misuari meliahat bangsa Moro tertindas selama 300 tahun,
sama seperti halnya dengan penjajahan terhadap Indonesia. Dari perjuangan
melawan spanyol dilanjutka debgan melawan Amerika Serikat dan sampai pada
masa kemerdekaan dibawah pemerintahan Filipina yang didominasi oleh
masyarakat Kristen Katolik. Dalam tulisannya, Nur Misuari menyatakan;
“Meskipun kami telah melancarkan protes, pemimpin-pemimpin Kristen
Filipina terus melangsungkan perlakuan yang tidak baik terhadap rakyat, tanah
air, dan Islam, serta meneanamkan cengkramannya kepada kita. Karena itu, tidak
ada pilihan lain kecuali berjuang dengan menggunakan metode klasik yang
dipakai oelh para pejuang anti colonial diseluruh dunia.”
Dalam perkembangannya, MNLF kemudian menjadi organisasi yang
secara resmi menjadi perwakilan masyarakat Mindanao dalam proses negosiasi
dengan pemerintah Filipina di dalam beberapa Accord ataupun Agreement di
1976 dan 1996. Dalam dinamika hubungan dengan pemerintah, MNLF cenderung
melakukan politik yang dinamis dibandingkan dengan organisasi perlawanan yang
lain. MNLF sebelumnya menyerukan upaya pemisahan diri masyarakat Mindanao
dari pemerintah Fiipinan, namun kemudian menurunkan tuntutan pembentukan
Negara Mindanao Merdeka menjadi pemerintahan otonom Muslim Mindanao
(Autonomous Region for Mindanano Muslim/ARMM) di dekade 1990an. Namun
berseiring dengan semakin terjepitnya legitimasi MNLF dalam ARMM pada
41
tahun 2001, Nur Misuari kembali menyerukan perlawanan terhadap pemerintah
Filipina yang kemudian berakibat penangkapan terhadapnya. Bahkan dalam situs
resmi MNLF, aspirasi untuk mendirikan Negara Mindanao merdeka kembali
diartikulasikan setelah sebelumnya sempat dipetieskan oleh para elitnya pasca
Final Peace Agreement 1996.34
Dalam konteks idiologisasi
organisasi, MNLF mengidentifikasi diri
dengan idiologisasi nasionalis-sekuler dibandingkan dengan idiologisasi Islam.
Pilihan politik MNLF tidak bisa dilepaskan dari latar belakang Nur Misuari
sebagai aktivis gerakan sosialisme Islam selama masih mahasiswa. Bahkan
Salamat Hashim menuduh bahwa Misuari telah berusaha merubah arah gerakan
MNLF menjadi gerakan yang beridiologi komunis.35
Karena alasan inilah kemudian Salamat Hashim memilih memisahkan diri
dari MNLF. Elit politik dan anggota MNLF cenderung berasal dari etnis Tausug,
termasuk di dalamnya adalah Nur Misuari yang merupakan salah satu anak
bangsawan dari Kasultanan Sulu. Faktor inilah yang menyebabkan terjadinya
konflik antara MNLF dengan organisasi perlawanan Mindanao lainnya, seperti
MILF yang lebih didominasi oleh etnis Maguindanao.
Jaringan internasional MNLF cenderung dibangun oleh Misuari melalui
keterdekatan pribadi dengan Muamar Khadafi. Dari Khadafi inilah, Misuari
akhirnya memiliki akses kepada Organisasi Konferensi Islam untuk melakukan
internasionalisasi konflik di Mindanao. Dengan kemampuan akademik yang
tinggi, Misuari mampu untuk mengartikulasikan kepentingan masyarakat
34
Lihat dalam http://mnlf.net/index.html mengupas tentang kronologi peristiwa
perdamaian
35
Cesar Adib Majul Dinamika Islam Filipina 1990,LP3ES press.H. 230
42
Mindanao secara baik dalam forum-forum internasional dan domestik, sehingga
pada akhirnya MNLF menjadi wakil resmi masyarakat Mindanao. Perjuangan
bangsa Moro untuk memperoleh otonom menuju pada kemerdekaan sepenuhnya
juga mengalami pasang surut, sebagai akibatnya terjadi perpecahaan di kubu para
pejuang akibat permasalahan yang berasal dari dalam ataupun dari luar MNLF.
MILF36 merupakan organisasi perlawanan Moro yang didirikan oleh
Salamat Hashim, seorang akademisi lulusan Al-Azhar Mesir yang sebelumnya
menjadi wakil Nur Misuari dalam MNLF. Akibat beragam kekecewaan terhadap
kepemimpinan Nur Misuari dalam memperjuangkan berdirinya Negara Mindanao
merdeka, terutama pasca Tripoli Agreement 1976, maka Salamat Hashim
memproklamasikan berdirinya MILF, sebuah organisasi perlawanan Moro yang
tetap mengusung aspirasi berdiri Negara Mindanao merdeka setelah MNLF
menerima opsi pembentukan pemerintah otonomi. Alasan lain yang menyebabkan
Salamat Hashim memisahkan diri dari MNLF adalah perbedaan idiologisasi
perjuangan. Hashim cenderung menggunakan Islam sebagai common platform
idiologi perlawanan Moro, sedangkan Nur Misuari tetap konsisten untuk
menggunakan idiologi nasionalisme. Bahkan dalam beberapa pertemuan
ICFM( Islamic Conference of Foreign Ministers), Salamat Hashim berusaha
mendelegitimasi kepemimpinan Nur Misuari dengan mengggunakan issue-issue
sensitif seperti tuduhan bahwa Nur Misuaru sedang menjalankan agenda
tersembunyi dengan idiologi dasar komunis.
36
13.00 WIB
Untuk alamat web MILF ada dalam http://luwaran.com diakses 13 Juli 2O14 Pukul
43
Dalam dinamika konflik dengan pemerintah Filipina, MILF cenderung
melakukan politik konfrontatif dibandingkan dengan akomodatif. Pilihan politik
ini menyebabkan pemerintah Filipina cenderung menempatkan MILF sebagai
faksi perlawanan yang tidak mendapatkan kesempatan sebagai perwakilan bangsa
Moro dalam upaya penyelesaian konflik Mindanao. Faksi MILF senantiasa
mengembangkan klaim memiliki jumlah anggota combatant dan simpatisan yang
lebih banyak dibandingkan dengan MNLF, sehingga MILF juga mengklaim lebih
pantas mewakili masyarakat Muslim Mindanao. MILF juga membangun diri
sebagai representasi dari Mindanao, karena didasarkan pandangan bahwa basis
utama MILF berasal dari suku terbesar di Mindanao.37
Basis dukungan internasional MILF cenderung berbeda dengan MNLF.
MILF banyak mendapatkan dukungan dari networking Salamat Hashim di Timur
Tengah. Basis ini dibangun Hashim tatkala menjadi salah seorang mahasiswa
yang berpengaruh di Mesir. Koneksi MILF juga sering dikaitkan dengan jaringan
al-Qaeda, terutama jaringan ini banyak terbangun tatkala MILF menyediakan
camp-camp dan pelatihan bagi kelompok mujahidin Afhanistan yang berasal dari
Asia Tenggara sebelum dikirim ke Afghanistan.38 Jaringan Hashim juga
mendapatkan dukungan cukup signifikan dari Malaysia, sebagaimana diketahui
37
Lihat dalam thesis Asep Chaerudin, Countering Transnational Terrorism in Southeast
Asia With Respect to Terrorism in Indonesia and the Philippines, Naval Postgraduate School,
Monterey California, December 2003
38
Lihat tulisan Rommel C. Banloi “ Radical Muslim Terrorism” in the Philippines dalam
Andrew Tan (ed), Handbook on Terrorism and Insurgency in Southeast Asia, London, Edward
Elgar Publishing, Limited, 2006
44
Malaysia menjadi aktor mediator yang sangat berperan dalam menfasilitasi
negosiasi dengan pemerintah semenjak 2001.39
Dalam dinamika konflik Mindanao telah terjadi pergantian 5 regim besar,
yang ada kecenderungan regim satu dengan regim lainnya mengembangkan
kebijakan yang relatif berbeda. Namun yang tak bisa dihindari bahwa regim di
Filipina senantiasa diidentikkan dengan konsep “Filipino” yang senantiasa dekat
dengan makna Katolik. Sehingga tak bisa dihindari bahwa setiap regim di Filipina
difahami oleh masyarakat Mindanao sebagai cerminan Katolik. Regim Marcos
yang berkuasa semenjak 1970 cenderung menerapkan kebijakan represif kepada
setiap bentuk perlawanan masyarakat Mindanao kepada pemerintah, baik yang
dilakukan oleh kelompok Mindanao muslim ataupun kelompok komunis.
Kebijakan represif ini tercerminkan dalam kebijakan Martial Law, sebuah
kebijakan
yang
memberikan ruang yang besar bagi tentara Filipina dan
penduduk Katolik melakukan tindakan kekerasan kepada komunitas muslim.
Meskipun demikian, pada akhirnya regim Marcos pada tahun 1976 juga mulai
menunjukkan sikap akomodatifnya terhadap gerakan perlawanan Moro. Sikap
akomodatif regim Marcos tidak bisa dilepaskan dari tekanan masyarakat
internasional dan dunia Islam terhadap kebijakan represifnya. Regim Aquino yang
menggantikan regim Marcos di 1992 cenderung mengembangkan kebijakan
akomodatif terhadap kelompok perlawanan Mindanao daripada kebijakan represif.
Pilihan kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari spectrum politik di Filipina dan
39
Solimon M. Santos, Jr, “Evolution of The Armed Conflict on The Moro Front, “ A
Background paper submitted to the Human- Development Network Foundation, Inc for the
Philippine Human Development Report 2005. h. 17-19
45
dukungan internasional untuk menyelesaikan konflik Mindanao di meja
perundingan. Langkah-langkah yang dilakukan Aquino adalah dengan melakukan
pertemuan informal dan formal dengan elit-elit MNLF dan beberapa Negara
Timur tengah sebagai fasilitator negosiasi.
Sedangkan rezim Fidel Ramos sebagai penerus rezim Aquino cenderung
untuk meneruskan gaya kepemimpinan Aquino untuk bersikap akomodatif
terhadap kelompok perlawanan di Mindanao. Sebagai mantan wakil presiden pada
regim Aquino, Ramos telah merintis jalan perdamaian dengan kelompok
perlawanan. Sikap pro peace rezim Ramos, membuat MNLF yang sebelumnya
memilih sikap konfrontatif pasca Tripoli Agreement 1976, mulai menunjukkan
sikap akomodatif dan menerima tawaran negosiasi dalam konteks Final Peace
Agreement 1996. Berbeda dengan regim Aquino dan Ramos yang cenderung
mengembangkan kebijakan akomodatif atau all-out peaces terhadap kelompok
perlawanan Moro, regim Estrada cenderung memilih kebijakan represif (all-out
wars). Kebijakan Estrada keras Estrada melakukan penyerangan langsung dan
menghancurkan camp-camp serta markas MILF, Abu Sayyaf dan MNLF yang
dianggap sebagai kelompok teroris yang harus ditumpas. Sikap represif Estrada
cenderung juga dilanjutkan oleh Arroyo dalam menyelesaikan konflik Mindanao,
untuk mendukung kebijakan tersebut regim Arroyo melakukan mengembangkan
kembali kebijakan kerjasama militer dengan Amerika Serikat terutama kerjasama
perang terhadap jaringan terorisme internasional.
BAB III
HUBUNGAN POLITIK LUAR NEGRI FILIPINA
A. Hubungan Politik Filipina dengan Negara-negara Tetangga di Asia
Tenggara
Meningkatnya kebijakan luar negeri Filipina kepada ASEAN (Association
South East Asian Nantion) pada akhir 1970-an juga merupakan respon terhadap
keinginan untuk orientasi Asia lebih kuat. Memang, jika jumlah wartawan pada
pertemuan puncak ASEAN menunjukkan pentingnya lima organisasi, maka pada
tahun 1976 di Bali. Filipina adalah pelopor ASEAN, juga menyertakan Thailand
dan Malaysia selain Filipina. Ditambah Singapura dan Indonesia pada tahun 1976,
Tidak hanya menyegarkan organisasi tetapi ditambah dengan keuntungan
domestik untuk partisipasi Filipina. Indonesia, sebuah negara mayoritas Muslim
dan merupakan anggota Konferensi Islam, juga eksportir minyak nomer wahid.1
Untuk mendapatkan pemahaman tentang masalah Moro dan memperluas
pasokan minyak, yang keduanya dicapai oleh Marcos, dibuat lebih mudah dengan
dukungan untuk kepemimpinan Indonesia di ASEAN. Lalu Singapura, markas
besar jaringan intelijen antikomunis yang paling canggih di Asia Tenggara, juga
didekati oleh rezim menghadapi oposisi politik dan militer komunis. Presiden
Marcos sendiri menjelaskan dalam ASEAN pada tahun 1980 sebagai organisasi
1
David Wurfel.Filipino Politics “Perkembangan dan Keruntuhan” . Cornell University
Press H.182.
46
47
yang "ada pertukaran yang menunjukkan kepentingan bersama dan saling dalam
keamanan"2
Melalui ASEAN, juga, Filipina bisa membangun kembali hubungan yang
retak dengan Malaysia. Klaim kedaulatan dan kepemilikan Macapagal untuk
wilayah Sabah, hanya BeforeIts dimasukkan dalam baru Federasi Malaysia pada
tahun 1963, Meluncurkan salah satu episode yang paling luar biasa dalam sejarah
hubungan luar negri Filipina.3 Tidak hanya itu berkembang isu penghinaan bagi
kepemimpinan politik Filipina antara Malaysia yang tahu sepenuhnya tetapi, lebih
serius, itu memicu penetralan ampuh oleh Penguasa Sabah, Tun Mustapha, yang
dirinya Tausug (kelompok etnis yang berdomisili semula di Kepulauan Sulu yang
mana dipimpin oleh Nur Misuari, pemimpin MNLF). Dia ditoleransi, bahkan
dibantu, penyediaan perlengkapan militer ke tempat berlindung di pesawat
pejuang Moro. Setelah tahun 1976, ketika Mustapha digantikan sebagai menteri
pertama, pemerintah Sabah mencoba untuk memotong bantuan tersebut, meskipun
ia tidak secara resmi menjatuhkannya. Hubungan baik dengan Malaysia memberi
harapan memotong jalur suplai asing dari Front Pembebasan Nasional Moro.
Pembukaan ke dunia Komunis dan partisipasi yang tumbuh di ASEAN yang
sebagian dirancang untuk memenuhi nasionalists Filipina, baik di dalam dan di
luar lingkaran yang berkuasa.
2
Pidato di Akademi Militer Filipina, dikutip di Manila Journal, 18 Februari 1980
See Lela Garner Noble, Filipina menuju Sabah: Sebuah Klaim untuk Kemerdekaan
(Tucson: University Of Arizona Press, 1977) MO Ariff, Klaim Filipina 'ke Sabah: Sejarah Its,
Hukum dan Politik Implikasi (Singapore: Oxford University Press, 1970); dan Klaim Filipina
Untuk Borneo Utara (Manila: Biro Percetakan, 1964)
3
48
Dimensi ketiga dari kebijakan luar negeri Marcos, meskipun kurang
berhasil, juga memiliki niat ini-usaha untuk memainkan peran kepemimpinan di
negara berkembang. Pertama Pasangan pergi ke Konferensi PBB tentang
Perdagangan pertemuan Pembangunan (UNCTAD) di Nairobi pada bulan
Desember 1976, dengan kesombongan-begitu besar banyak sehingga, pada
kenyataannya, status pengamat pada Konferensi nonblok di Colombo (Srilanka) di
tahun yang sama gagal seluruhnya. Ketika pada tahun 1979 Filipina menjadi
penyelenggara UNCTAD di Manila, Marcos membantu menyusun pernyataan
yang dikeluarkan oleh Kelompok 77 negara-negara berkembang. Pers Filipina
resmi memberi acara penagihan menonjol.
Memperluas hubungan dengan dunia Muslim dimensi keempat kebijakan
Marcos, yang dirancang untuk membantu dukungan inderdict bagi pasukan
pemberontak Moro. Imelda Marcos mengunjungi Mesir Anwar sadat dan Raja
Arab Saudi Khalid sebelum pertemuan 1975 Konferensi Islam, di mana Filipina
menawarkan otonomi Muslim di Mindanao dan Sulu. Presiden menerima Raja
Hussein dari Yordania di Manila Maret 1976 dan agrred untuk bertukar duta besar
dengan Amman karena ia sudah punya dengan Algiers.4Pada tahun 1976 Filipina
menandatangani perjanjian pertahanan perbatasan dengan Indonesia dan pada
tahun 1978 menegosiasikan kesepakatan tripartit, termasuk Malaysia, " untuk
melawan pemberontakan dan masalah keamanan lainnya di wilayah ini."5
kebijakan Filipina terhadap Israel didinginkan.
4
Filipina Times, 16 Maret 1976. Lihat juga TJS George Pemberontakan di Mindanao
(Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1980)., Pp 252ff
5
Manila Journal, November 5, 1978
49
Nur Misuari pemimpin Moro, yang bermarkas di Tripoli, yang juga
merupakan sumber dari bantuan yang paling militer untuk pemberontak, dan
negosiator pemerintah Filipina percaya ia berada di bawah pengaruh Libya
Muamar Khaddafi. Dalam sikap Filipina perhotelan Marcos meminta Khaddafi
untuk mengunjungi Filipina, tetapi pemimpin Libya membalas dengan undangan
sendiri, di pada awal Desember 1976 wanita pertama diutus sebagai utusan
presiden. Setelah Lima Hari pertemuan dengan Kolonel Khaddafi dan Menteri
Luar Negeri Ali Treki, dia mengaku dalam sebuah wawancara bahwa "Libya telah
menjadi salah satu dari empat sekutu teguh."6 negosiasi serius antara Misuari dan
tim pemerintah Filipina mulai diplomasi beberapa hari kemudian.7 Imelda dari
pesona tidak memecahkan masalah-in Mindanao Bahkan, Tripoli Agreeent tidak
dilaksanakan-tetapi telah berkurang kekerasan di sana dan menumpuk beberapa
kredit internasional. memang, Imelda Marcos mungkin telah membujuk Khaddafi
untuk memotong bantuan militer ke Moro Tentara Bangsa.
B.Kerja Sama Politik:Filipina dengan Indonesia
1.Hubungan Politik Indonesia dengan Filipina
Hubungan antara Indonesia dan Filipina pada awalnya dapat dilihat dari
adanya organisasi Maphilindo. Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa organisasi tersebut berumur pendek, dikarenakan terdapat masalah antar
tiga negara yang terlibat, yakni perselisihan antara Manila dan Kuala Lumpur atas
6
Ibid, 2 Januari 1977. Lihat juga Peter Gowing, Muslim Filipina:. Hertage dan Horizon
(Kota Quezon: New Day, 1979), p. 220
7
Lihat Michael Leifer di Manila Journal, Januari 9,1977.
50
Sabah, serta terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Setelah
Soeharto berkuasa, hubungan Indonesia dengan Filipina kembali normal.8 Namun
Manila dan Kuala Lumpur masih tetap dalam perselisihan atas Sabah.
Permasalahan Kuala Lumpur dan Manila diperburuk dengan adanya dukungan
Malaysia atas pemberontakan Islam (Moro) di bagian selatan Filipina.
Pemberontakan Islam (Moro) tersebut menjadi permasalahan yang sangat penting
bagi Filipina.
Sehingga untuk mengatasinya Marcos, presiden Filipina pada saat itu
meminta bantuan kepada Soeharto9. Di sini kemudian terlihat bagaimana
hubungan
antara
Indonesia-Filiphina mulai
terjalin.
Soeharto kemudian
mengajukan empat usulan untuk memecahkan masalah Moro, yakni: pertama, ada
jaminan kemerdekaan beragama dan masyarakat Islam di bagian selatan Filipina
diberikan perlindungan; kedua, tradisi dan budaya Islam dihargai; ketiga, tanahtanah milik nenek moyang Moro dikembalikan; dan keempat, masyarakat Islam
diberi kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan nasional10.
Tapi kemudian Marcos menolak satu usulan Soeharto yang menyatakan
bahwa tanah-tanah milik nenek moyang Moro harus dikembalikan. Penolakan
tersebut dilandasi bahwa tanah Moro tidak mungkin dikembalikan ke masyarakat
Islam dikarenakan kebanyakan dari tanah tersebut berada di tangan masyarakat
Kristen yang membentuk mayoritas masyarkatan di selatan. Ini lah yang
kemudian menjadi masalah Marcos, dan membuat Presiden Soeharto sedikit
8
Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):
Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta,
LP3ES, h. 103.
9
Yoga Sugama, 1990: 209 dalam Suryadinata, 1998 h. 103.
10
Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru” 1998 h. 104.
51
kecewa. Indonesia selanjutnya semakin kecewa dan tidak lagi mau membantu
Filipina mengenai isu Moro dikarenakan Marcos yang pada akhirnya tidak
mengikuti usulan Soeharto. Marcos mengesampingkan Indonesia dan berupaya
untuk mendekati negara-negara Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam
untuk menyelesaikan permasalahan Moro11
Selain isu Moro, Indonesia juga membantu menyelesaikan isu Sabah yang
menyangkut Filipina dengan Malaysia. Usaha dalam menyelesaikan isu Sabah
oleh Indonesia dibuktikan dengan upaya Soeharto untuk meyakinkan Marcos agar
melepaskan tuntutan Manila atas Sabah dalam rangka untuk mendorong
solidaritas ASEAN12. Filipina di bawah kepemimpinan Marcos kemudian
menganggap Indonesia terlalu mencampuri urusan dalam negeri Filipina. Di sini
lah kemudian menyebabkan friksi dalam hubungan Indonesia-Filipina, serta juga
terlihat hubungan antara Soeharto dan Marcos yang tidak akrab. Namun tidak
berarti tidak ada hubungan baik antara Indonesia-Filipina. Hubungan militer
Indonesia dengan rezim Marcos dekat secara khusus. Bantuan militer diberikan
kepada Pemerintah Marcos. Sebagai contoh, tanggal 9 Januari 1986, Jenderal
Benny Moerdani mengirim pesawat CN-212 Casa buatan Indonesia kepada
Jenderal Filipina Fabian Ver13.
Setelah insiden pembunuhan Ninoy Aquino di Filipina, Marcos
menghadapi krisis legitimasi, dan kemudian mencari bantuan ASEAN untuk
11
Suryadinata, Leo “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer” h. 104-105.
12
Suryadinata, Leo “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer”h. 105.
13
Suryadinata, Leo“Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer” h. 107.
52
melegitimasi kedudukannya dengan mengusulkan adanya pertemuan ASEAN di
Manila. Namun usulan tersebut dengan tegas ditolak oleh Soeharto, dan pada
akhirnya tidak terselenggara. Marcos pun akhirnya digulingkan dan digantikan
oleh Corazon Aquino. Sikap Indonesia pun kemudian berubah terhadap Filipina.
Soeharto percaya bahwa stabilitas Filipina penting bagi wilayah ASEAN. Atas
alasan tersebut, Soeharto mendukung usulan bahwa pertemuan ASEAN akan
dilaksanakan di Manila pada bulan Desember 198714. Hubungan Jakarta-Manila
selama pemerintahan Aquino membaik, dibuktikan dengan adanya kunjungan
Aquino ke Indonesia. Dalam kunjungan tersebut banyak isu yang dibahas dengan
Soeharto, termasuk masalah komunisme, isu Moro, dan pembangunan ekonomi.
Hubungan baik antara Indonesia-Filipina juga terus berjalan dengan baik hingga
pada pemerintahan setelah Aquino, yakni Fidel Ramos. Ditunjukkan dengan
Indonesia tetap melanjutkan bantuan yang sebelumnya telah ada15.
Isu Timor-Timur juga kemudian menjadi salah satu penanda hubungan
yang terjalin antara Indonesia dan Filipina. Filipina sebenarnya tidak begitu
mendukung atas adanya intervensi Indonesia ke Timor-Timur. Kemudian pada
tahun 1994 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Filipina menjadwalkan adanya
konferensi internasional mengenai Timor-Timur. Hal tersebut otomastis membuat
Indonesia bertindak untuk mencegah terselenggaranya konferensi tersebut.
Namun pada kenyataannya konferensi tetap berjalan dengan memberi pengertian
terhadap Indonesia, serta adanya larangan masuk terhadap delegasi non-Filipina
14
15
Suryadinata, Leo hlm 107
Suryadinata, Leo hlm 108
53
pada konferensi tersebut16. Solusi tersebut kemudian setidaknya dapat melegakan
Indonesia.
2.Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Filipina (ASEAN)
Berakhirnya pemerintahan Soekarno yang diwarnai hal-hal kontroversial
seperti Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) pada akhirnya tetap membawa
Soeharto ke kursi pemimpin tertinggi pemerintahan dan negara Indonesia.
Pergantian kepemimpinan ini turut pula memberikan dinamika baru pada struktur
dan sistem politik maupun proses pengambilan keputusan pada masa itu.
Perbedaan keyakinan, interpretasi dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin
akan berpengaruh pada arah dan tujuan politik suatu negara, baik itu dalam negeri
maupun luar negeri. Soeharto tidak dapat dipungkiri telah menjadi tokoh dan
aktor politik yang sepak terjangnya dalam pemerintahan telah memberikan sejarah
bagi tumbuh dan kembangnya Indonesia.
Sebagai tokoh atau aktor utama pada era Orde Baru yang menghadirkan
perubahan dan perbedaan pada jalannya pemerintahan, latar belakang Soeharto
merupakan hal yang perlu diketahui. Soeharto yang merupakan anak dari pegawai
rendahan di Jawa tengah dan beristrikan seorang wanita yang merupakan anak
dari seorang pejabat Mangkunegaraan membuat Soeharto hidup dengan jenis
budaya abanganatau priyayi.17 Dapat dipahami bahwa pola pikir Soeharto dalam
mengambil keputusan lebih dominan bersumber dari adat-istiadat klasik Jawa dan
bahkan
kebatinan
16
Jawa
dibandingkan
dengan
sumber-sumber
Islam.
Leo Suryadinata“Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer” h. 109.
17
Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):
Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta,
LP3ES, hlm 46
54
Kepercayaannya adalah suatu persenyawaan antara ide-ide pra-Islam dan Islam,
namun unsur pra-Islam lebih dominan. Latar belakang Jawanisme yang kuat ini
berpengaruh pada sikapnya pada politik luar negeri Indonesia. Banyak hal yang
menunjukkan bahwa kebudayaan Jawa tercermin dalam gaya kepemimpinan
Soeharto. Selain keputusan dan kebijakan yang tidak terlalu didasari oleh
pertimbangan-pertimbangan Islami, Jawanisme Soeharto membawanya pada suatu
nasionalisme Jawa atau nasionalisme pribumi dimana Jawa dan Indonesia
merupakan pusat dunia dan dapat berperan dominan dalam dunia internasional.
Atas dasar Jawanisme itu pula akhirnya pemerintahan Soeharto tidak terlalu
membuka celah yang lebar bagi rakyat yang berada di bawahnya untuk
menyuarakan pendapat18.
Pada awal kepemimpinannya, Soeharto bersikap pasif terhadap masalah
politik luar negeri Indonesia. Soeharto mempunyai dewan penasihatnya sendiri
untuk membantunya dalam pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa
ia tidak terlibat secara penuh pada perumusan kebijakan terutama berkaitan
dengan politik luar negeri Indonesia. Menurut Roeder19 , alasan keterlibatan
Soeharto yang tidak penuh dalam perumusan politik luar negeri adalah karena
Soeharto tidak memiliki banyak pengalaman terkait dengan masalah-masalah
internasional sehingga Soeharto tidak terlalu tertarik pada politik luar negeri. Pada
awal Orde Baru ini terdapat sedikitnya dua pembantu perumus politik luar negeri
Indonesia yakni militer (Departemen Pertahanan dan Keamanan, Lembaga
Pertahanan Nasional dan Badan Koordinasi Intelijen Negara) dan Departemen
18
19
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998: 48
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998.hlm,48
55
Luar Negeri. Dalam pemerintahan Soeharto ini terdapat pembagian kerja yakni
Deplu menangani politik luar negeri pada bidang politik, militer berurusan dengan
politik luar negeri kaitannya dengan masalah keamanan dan Bappenas
berhubungan dengan masalah ekonomi20. Walaupun pada kenyataannya, militer,
apalagi setelah kudeta 1965, lebih sering mengintervensi urusan politik luar negeri
ini di berbagai bidang.
Perbedaan arah politik luar negeri Indonesia dari orde Lama ke Orde Baru
dapat dilihat dari orientasi kebijakan luar negeri Indonesia yang tidak
lagi berdikari atau berorientasi ke dalam dan menutup diri dari bantuan asing,
namun juga berorientasi ke luar yakni berusaha membangun hubungan
persahabatan dengan pihak asing terutama negara-negara Barat. Orientasi ke
dalam berupa pembangunan didukung oleh adanya hubungan dengan pihak asing
bertujuan untuk melancarkan pembangunan itu sendiri. Kebijakan yang digunakan
pun kebijakan pintu terbuka, dengan meningkatkan investasi asing dan mencari
bantuan dana untuk merehabilitasi ekonomi Indonesia21. Soeharto mengupayakan
agar Indonesia mampu berperan dominan dalam permasalahan baik regional
maupun internasional. Konfrontasi yang ada pun dikesampingkan terlebih dahulu
dan mengedepankan perdamaian, karena menurutnya stabilitas regional
diperlukan untuk menjamin keberhasilan rencana pembangunan22. Fokus dan
perhatian Indonesia pada faktor stabilitas keamanan ini menunjukkan bahwa
Soeharto mulai tertarik dengan politik luar negeri. Hal ini diimplementasikan
dalam Deklarasi Bangkok dimana Indonesia meminta pangkalan militer asing di
20
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 h.55.
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998.h.44.
22
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 hlm.45
21
56
kawasan Asia Tenggara harus bersifat sementara dan juga masalah intervensi
Indonesia di Timor Timur. Pemerintahan Orde Baru ini juga menunjukkan
penyimpangan dari arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Pada era
ini terlihat bahwa Indonesia memiliki kecenderungan untuk mendekati negaranegara Barat dan menjauhi negara-negara komunis23. Sikap ini dapat dilihat dari
hubungan beku antara Indonesia dengan RRC.
Presiden Soeharto mulai menampakkan ketertarikannya pada urusan
politik luar negeri pada tahun 1980-an, khususnya setelah pemilu tahun 1982.
Soeharto menjadi lebih aktif dalam perumusan politik luar negeri Indonesia
dengan menjalankan politik luar negeri tingkat tinggi bagi Indonesia24. Soeharto
menjadi semakin percaya diri dengan kemenangan mutlak yang diraihnya dan
partainya dalam pemilu 1982. Politik luar negeri Indonesia pun semakin
berorientasi keluar. Indonesia semakin berkeinginan untuk memainkan peran
dominan dalam masalah regional maupun ekstra-regional25. Hal ini dapat dilihat
dengan upayanya memunculkan citra Non-Blok dan menjadi pemimpin Gerakan
Non-Blok.
Meningkatnya peran aktif Soeharto dalam politik dalam maupun luar
negeri apat dilihat dari masalah Timor Timur. Pada tahun 1980-an, Timor Timur
telah berada di bawah kendali Indonesia dan Soeharto merasa bahwa saat itu
adalah saat yang tepat bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam masalah-
23
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 hlm.46
Koentjaraningrat dalam Suryadinata, 1998 hlm.63
25
Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):
Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta,
LP3ES, h. 48
24
57
masalah internasional.26 Soeharto mulai mengemukakan inisiatif-inisiatifnya
berkaitan dengan masalah internasional dan politik luar negeri Indonesia
diantaranya tanggapannya terhadap peristiwa Dili dimana ia berada dalam kendali
penuh, proses normalisasi hubungan dengan RRC walaupun ditentang oleh pihak
militer dan masalah pengambilalihan Timor Timur. Indonesia mulai aktif
menunjukkan peran kepemimpinannya kepada kawasan regional maupun dunia
internasional. Indonesia mulai antusias mendukung APEC, terlibat sebagai Ketua
Gerakan Non Blok, menjadi penengah antara Singapura dan Malaysia dan
berupaya membantu memecahkan masalah Kamboja dimana hal ini dinilai oleh
banyak pengamat sebagai cara Indonesia menunjukkan kepemimpinan regional.27
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kasus Timor Timur juga menjadi isu
paling penting dalam politik luar negeri Soeharto yang pada saat itu menaruh
perhatian pada isu keamanan. Salah satu alasan yang dianggap mempengaruhi
kebijakan utnuk mengintegrasikan Timor Timur dengan Indonesia adalah adanya
keyakinan bahwa masyarakat Timor Timur adalah saudara bangsa Indonesia.
Walaupun terdapat kritik atas tindakan Indonesia yang dianggap berambisi
kewilayahan, namun hal ini dianggap sebagai hal yang sangat nasionalistik. Isu
Timor Timur ini penting karena isu ini memunculkan dinamika baru politik dan
hubungan luar negeri Indonesia diantaranya merasakan rasanya dikecam dunia
internasional atas tindakan intervensinya di Timor Timur hingga berujung pada
ditariknya bantuan dari negara-negara Barat. Selain itu, faktor penting berkaitan
26
Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer”, 1998, .h.64
27
Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer”, 1998, h.65-66.
58
dengan isu Timor Timur, khususnya dalam Tragedi Dili, adalah peran aktif yang
dimainkan Presiden Soeharto dimana ia dapat melakukan inisiatif untuk
menentramkan kritik internasional dan memperlihatkan kepiawaian luar biasa
dalam menangani masalah politik dalam negeri maupun luar negeri28. Soeharto
memang menjadi figur utama dalam proses perumusan kebijakan politik luar
negeri Indonesia sehingga setiap kebijakan yang penting membutuhkan
persetujuannya 29.
Dalam masa kepemimpinan Soeharto, sangat terlihat dengan jelas bahwa
pengaruh militer sangat besar dalam pengambilan keputusannya. Hal tersebut
tercermin melalui ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang
anggotanya memegang posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Dimana
anggota-anggota ABRI tersebut berasal dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut
(AL) dan Angkatan Udara (AU)30. Bahkan, pada saat itu Jenderal A.H. Nasution
mengungkapkan bahwa militer tidak akan mengambil alih pemerinthan, namun
juga tidak akan nonaktif secara politik. Ungkapan A.H. Nasution tersebut
tercermin melalui jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan dikuasai oleh
militer, seperti yang telah dijelaskan di atas.
Pada masa Soeharto, pengaruh militer dalam keputusan politik luar negeri
dibagi menjadi dua periode. Pertama adalah Departemen Pertahanan dan
Keamanan, LEMHAMNAS(Lembaga Ketahanan Nasional), dan BAKIN(Badan
28
Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer”, 1998.h.82.
29
Leo Suryadinata “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1): Munculnya
Militer”, 1998 h.58.
30
Lihat unggahan di Repository USU Namira, Kiki. 2009. Perbandingan Kekuatan Politik
Militer Era Orde Baru dan Reformasi, Medan : Universitas Sumatera Utara Tersedia
di http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14868 (diunduh pada 22 Oktober 2013)
59
Kordinasi Intelijen Negara) yang merupakan beberapa kelompok perumus
kebijakan luar negeri Indonesia. Pengaruh Departemen Pertahanan dan
Keamanan, LEMHAMNAS, dan BAKIN tersebut terjadi pada awal Orde Baru.
Kedua, yakni Departemen Luar Negeri (Deplu) dan Bappenas31. Namun
sayangnya, Adam Malik, yang merupakan tokoh penting dalam Departemen Luar
Negeri secara perlahan disingkirkan oleh kelompok militer. Sehingga peran
Departemen Luar Negeri semakin berkurang dalam perumusan politik luar negeri
Indonesia pada zaman Soeharto. BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional) pun mengalami hal yang sama dengan Departemen Luar Negeri. Dalam
perumusan kebijakan, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) selalu
melangkahi BAPPENAS. Tidak hanya melangkahi BAPPENAS, ABRI juga
sering mengintervensi BAPPENAS. Intervensi ABRI pada BAPPENAS tersebut
tercermin ketika BAPPENAS mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal
Asing pada tahun 1967 yang dibuat sebagai upaya penarikan dana asing ke dalam
negeri. Namun, Undang-Undang Penanaman Modal Asing tersebut ditolak oleh
beberapa kelompok ABRI seperti Ali Murtopo dan Ibnu Sutowo.
Latar belakang dari adanya intervensi ABRI pada posisi – posisi penting
negara adalah kurangnya pengalaman Soeharto akan isu – isu internasional32.
Namun, sebagai Presiden Indonesia, Soeharto harus terlibat dalam perumusan
politik luar negeri Indonesia. Sehingga terdapat dua kelompok yang merumuskan
31
Suryadinata, Leo, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):
Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta,
LP3ES, h. 48
32
Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):
Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta,
LP3ES, hlm 68
60
politik luar negeri Indonesia di awal orde baru yakni Departemen Pertahanan dan
Keamanan, LEMHAMNAS, dan BAKIN serta Departemen Luar Negeri (Deplu)
dan
BAPPENAS.
Dimana
Departemen
Pertahanan
dan
Keamanan,
LEMHAMNAS, dan BAKIN mengurusi masalah keamanan serta Departemen
Luar Negeri (Deplu) dan BAPPENAS yang menangani masalah politik. Namun,
pemisahan urusan tersebut dirasa tidak dapat dilaksanakan. Sehingga sering
ditemui jalan buntu dalam menangani permasalahan tersebut. Oleh sebab itu,
militer sering melakukan intervensi dan menjadi sangat dominan dalam seluruh
aspek pemerintahan. Namun, intervensi ABRI tehadap perumusan kebijakan luar
negeri Soeharto tidak selalu mulus. Contohnya pada kasus perbaikan hubungan
diplomatik antara Jakarta dan Beijing33. Pada Februari 1989 Soeharto membuat
pernyataan mengejutkan yang menyebutkan bahwa Indonesia akan memulai
proses normalisasi hubungan dengan RRC. Militer terkesan tidak antusias
terhadap normalisasi dini tersebut.34
Orde Lama meninggalkan permasalahan ekonomi yang serius terhadap
pemerintahan Orde Baru. Orde Lama mewariskan kebrobrokan ekonomi yang
serius bagi pemerintah Orde Baru yang ditandai oleh pinjaman negara sebesar
785,6 juta dolar Amerika Serikat , pendapatan negara yang hanya sekitar 485 juta
dolar Amerika Serikat, dan inflasi yang mencapai 65%35. Keboborokan ekonomi
yang luar biasa ini kemudian mengharuskan Soeharto sebagai pemimpin Orde
33
Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (2): Peran
Tegas Presiden”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES,
hlm.66
34
Leo Suryadinata, 1998 h. 66
35
Tri Nuke Pudjiastuti,. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”, dalam
Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik
Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar
61
Baru untuk melakukan tindakan perbaikan. Sektor ekonomi merupakan pondasi
suatu negara dalam menjalankan pemerintahannya, tanpa adanya kondisi ekonomi
yang stabil maka pemerintahan juga akan tersendat. Hal ini disadari betul oleh
Soeharto. Sebelumnya dalam Orde Lama Soekarno bersikap sangat agresif dan
kurang memberi perhatian pada kondisi domestik. Sementara itu, Soeharto lebih
lunak karena pemerintahannya lebih tertarik dalam membangun ekonomi
Indonesia.36 Rehabiltasi ekonomi kemudian menjadi tujuan utama Soeharto pada
waktu itu.
Pembangunan suatu negara melibatkan berbagai sektor dan setiap sektor
saling berkaitan satu sama lain. Pembanguan sektor ekonomi tidak akan berjalan
dengan baik tanpa adanya dukungan dari sektor keamanan dan sektor politik.
Langkah utama Soeharto dalam melakukan rehabilitasi ekonomi adalah dengan
menjalin hubungan baik dengan negara lain, baik dalam lingkup regional maupun
internasional. Interaksi Indonesia dengan negara lain semakin intens dan
hubungan yang sudah terjalin dibina dengan baik. Hubungan baik yang dijalin
dengan negara lain berimplikasi besar pada batuan yang diterima Indonesia.
Terdapat beberapa tindakan nyata yang dilakukan Soeharto untuk menjalin
hubungan baik dengan negara lain.
Pertama, kembalinya Indonesia menjadi anggota Perserikatan BangsaBangsa pada 28 September 1966 setelah sebelumnya pada 31 Desember 1964
36
Leo Suryadinata, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (2): Peran
Tegas Presiden”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES,
hlm.67
62
Soekarno menyatakan RI keluar dari PBB37. Keikutsetaaan Indonesia dalam PBB
sangat penting karena PBB merupakan wadah poternsial untuk menjalin kerja
sama dengan banyak negara dan sebagai media bagi Indonesia untuk
memperkenalkan diri dalam dunia internasional.
Kedua, langkah Indonesia menuju pentas politik internasional diawali
dengan pembentukan asosiasi negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN yang
mulai dirintis pada awal 1967.
Berikut ini adalah salah satu kutipan dari pernyataan Soeharto mengenai
ASEAN,
“Salah satu bentuk yang paling bermakna dari tugas-tugas yang kita
emban dalam kesejahteraan dunia adalah lahirnya ASEAN yang kita bangun
bersama-sama dengan negara anggota lainnya, itu mencerminkan tekad bangsa
yang menjadi anggotanya untuk menciptakan kemajuan bersama bagi warga di
kawasan itu”.
Dari pernyataan ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa Presiden Soeharto
pada saat itu sudah memiliki visi dan misi untuk memajukan wilayah ASEAN
menjadi wilayah yang semestinya bias bersaing sebagaimana kala Negara-negara
maju Asia lainnya. Anggapan ini jelas bahwa potensi yang ada pada Negaranegara ASEAN saat ini sangat memiliki prospek yang sangat cerah dan bagus.
Dengan dukungan dari anggota-anggota pendahulunya, Terlintas kemajuan
bersama dalam bunyi pernyataan diatas adalah tujuan daripada wadah ini
terbentuk. Asalkan semua itu dibarengi dengan tekad yang bulat dan kuat dari
Negara tersebut.
37
Lihat dalam berita sore Online dalam ulasan kebijakan luar negeri era Soeharto Anon,
2008.” Soeharto dan Kebijkaan Luar Negeri RI”
[Online].dalamhttp://beritasore.com/2008/01/12/soeharto-dan-kebijakan-luar-negeri-ri/ [diakses
pada 22 Oktober 2013]
63
Hubungan baik antar anggota ASEAN mampu menciptakan kondisi
stabilitas regional yang pada akhirnya berimplikasi terhadap stabilitas keamanan
Indonesia dan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, Indonesia mulai memperbaiki hubungan dengan negara-negara
barat. Berbeda dengan Soekarno yang lebih condong ke negara komunis, Soeharto
justru lebih dekat dengan Barat karena hanya pihak Barat yang bisa memenuhi
ekonomi Indonesia pada saat itu38.
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa latar belakang Jawa
yang kental berpengaruh besar terhadap gaya kepemimpinan Soeharto. Ekonomi
dan militer menjadi sorotan utama pada masa Orde Batu. Ciri khas dari
kepemimpinan Soeharto adalah ekonomi sebagai panglima karena yang menjadi
fokus utama adalah bagaimana memperbaiki kondisi ekonomi dalam negeri.
Indonesia menjadi begitu terbuka terhadap bantuan-bantuan asing.
C.Peran Indonesia dalam Politik Perdamainan antara MNLF dan
Pemerintah Filipina
Proses upaya perdamaian di Filipina Selatan telah berjalan lama dan tidak
mengalami kemajuan seiring juga dengan berkembangnya konflik separatis di
wilayah tersebut. Dalam konflik yang terjadi sejak tahun 1970-an ini telah
membuat ribuan nyawa melayang39. Untuk pertama kalinya tujuan dari
Pemberontakan
38
Moro ini adalah mencari pengakuan internasional khususnya
Pudjiastuti, Tri Nuke. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”, dalam
Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik
Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar. hlm. 112
39
Korban yang meninggal sejak tahun 2010 berkisar 180.000 jiwa, korban pengungsi
sekitar 30.000 jiwa, diakses dari http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/southeastasia/philippines/Bahasa/80___southern_philippines_backgrounder_bahasa.pdf
64
pengakuan dan bantuan dari negara Islam lainnya dan juga tujuan paling utama
dari pemberontakan ini adalah memisahkan diri dari Pemerintahan Filipina.
Namun, Internasional telah mengkaji ulang dan difasilitasi oleh OIC
(Organization Internatioanl Conference) atau OKI (Organisasi Konferensi Islam)
bahwa pemberontakan ini bisa diredam dengan adanya kebijakan otonomi khusus
yang diberikan untuk wilayah Filipina Selatan khususnya untuk Bangsa Moro
yang dipimpin oleh Libya pada tahun 1974-1975 dengan perjanjian perdamaian
bernama Tripoli Agreement.
Namun upaya yang dipimpin oleh Libya yang masih dalam kerangka OKI
ini mengalami kesulitan dalam proses perdamaiannya, yang tadinya pergerakan
BangsaMoro hanya memiliki satu ideologi, diakibatkan kepentingan yang berbeda
pecah menjadi dua kubu terbesar yaitu MNLF dan MILF pada tahun 1976. MNLF
yang memiliki ideologi nasionalis dan MILF memiliki ideologi islam. Kerangka
perdamaian yang telah disetujui dalam Perjanjian Tripoli tidak dapat digunakan
kembali disebabkan oleh pecahnya kembali konflik yang semakin darurat, dengan
pengeriman tentara tentara perang oleh MILF dan MNLF ke negara konflik
seperti Palestina, bentrokan antara Pemerintah Filipina dan masyarakat sipil, serta
perbedaan kepentingan antara MNLF dan MILF.
Keterlibatan Indonesia dimulai akhir 1980an, pada Konferensi Tingkat
Menteri (KTM) OKI ke 20 di Istanbul, Turki Indonesia dan Bangladesh masuk
kedalam Komite Enam. Pertemuan di Bogor, melalui Jakarta Informal Meeting I
65
dan II Indonesia sebagai interlocutor40 berhasil mendekatkan faksi faksi yang
bertikai sehingga tercapailah penyelesaian Kamboja. Keberhasilan ini nampaknya
mendorong negara negara OKI (OIC) untuk meminta Indonesia kembali berperan
dan mengupayakan perdamaian di Filipina Selatan. Sejalan dengan Pembukaan
UUD 1945, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia yang tergolong
dengan Muslim yang moderat dan berada di Asia Tenggara telah memposisikan
diri secara aktif dalam perdamaian perdamaian dunia. Lalu Pada KTM OKI ke 21,
Malaysia dan Brunei masuk ke dalam Komite Enam dan berubah nama menjadi
Komite Delapan, saaat itu hingga kini tahun 2013 Indonesia masih menjabat
sebagai ketua OKI.
Alasan mengapa Indonesia tetap berperan aktif dalam wilayah konflik
Moro dan Mindanao adalah Mindanao merupakan wilayah yang dekat dengan
Indonesia yang berbatasan juga dengan Sulawesi, jadi apabila wilayah yang
bersebrangan dengan Indonesia sedang mengalami dan menghadapi konflik dalam
ekskalasi tinggi maka keamanan di wilayah Indonesia dan juga ASEAN akan
terganggu dengan ketegangan yang sedang berlangsung.
Selain sebagai Ketua OIC PCSP, Indonesia dianggap netral dan tidak
memiliki kepentingan khusus yang mendasari perannya sebagai mediator dan
fasilitator dalam kasus ini. Sejak tahun 1991 Indonesia telah berperan aktif dalam
proses perdamaian di Filipina Selatan dalam kerangka OIC dan tahun 1993
sampai saat ini memimpin komite dengan kerangka OIC PCSP, Indonesia
40
Salah satu peran mediasi/penghubung resmi yang dilakukan Indonesia dalam Konflik
Kamboja paska invasi Vietnam ke Kamboja pada tahun 1985
66
menempatkan stabilitas keamanan di Filipina Selatan sebagai hal yang sangat
penting demi menjaga stabilitas keamanan di Asia Tenggara.
Pada pertengahan 1990-an pemerintah RI pernah berkontribusi penting
mengatasi masalah konflik bangsa Moro di Filipina Selatan. Kala itu, tahun 1995
pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto menawarkan jasa baik
menengahi konflik itu. Tawaran direspons positif oleh Misuari dan pemerintah
Filipina di bawah Presiden Fidel Ramos. Perundingan penjajakan menghasilkan
kesepakatan yang memungkinkan MNLF bisa berdamai dengan pemerintah
Filipina.
Maka, perundingan MNLF dengan penguasa di Manila berlanjut dengan
ditengahi Indonesia. Klimaksnya, pada 16 September 1996 dengan Final Peace
Agreement (FPA) sebagai bentuk perjanjian kedua menggantikan Tripoli
Agreement, dan ditanda tangani oleh kedua pihak yang bertikai. Dokumen
perdamaian tersebut ditandatangani Misuari dan Ramos di Istana Merdeka Jakarta
disaksikan Presiden Soeharto. Salah satu poin terpenting dari perjanjian itu adalah
MNLF bersedia menghentikan perlawanan militer nya. Salah satu keputusan
penting lainnya yang harus dilakukan oleh Pemerintah Filipina adalah
memberikan otonomi khusus kepada masyarakat Moro yang mayoritas beragama
Islam dan mendiami Kepulauan Mindanao beserta gugusannya di Filipina selatan.
Pengimplementasikan dari kesepakatan dama tersebut dijabarkan dalam aturanaturan yang dibuat dan ditetapkan dan dimulai diberlakukan tahun 2000. Alasan
lain mengapa Indonesia menjadi mitra penting dalam perundingan perdamaian ini
adalah Penduduk Indonesia banyak yang melakukan kunjungan untuk berdagang,
67
berkunjung keluarga dan kepentingan lainnya, di beberapa dekade sebelum
konflik ini tercetus, begitupun dengan Penduduk Filipina terhadap wilayah
Indonesia. Pada tahun 2012, jumlah Penduduk Indonesia yang berada di Filipina
berkisar 10.00041 sebagian besar tidak terdokumentasi oleh badan migrasi.
Kepercayaan Filipina memilih Indonesia tetap sebagai ketua Organization
Islam Conference Peace Committee of Southern Philippine (OIC-PCSP) adalah
Indonesia sebagai masyarakat dengan mayoritas muslim, akan tetapi tidak pernah
memberikan simpati berlebih terhadap upaya upaya Moro untuk merdeka.
Indonesia tetap dengan prinsip dan secara konsisten memberi penghormatan
kepada keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional. Kedua, Indonesia juga
merupakan negara dengan konflik separatisme di wilayah wilayahnya. Indonesia
telah banyak belajar dari konflik separatis Timor Timor dan Separatisme Aceh,
dan yang terakhir Indonesia dianggap netral dan fair karena kepeduliannya
terhadap stabilitas ASEAN dan negara anggota yang kembali pulih sebagai
kawasan
aman
dan
damai
sehingga
ASEAN
dan
anggotanya
dapat
memaksimalkan waktu, sumber daya, energi untuk pembangunan politik ekonomi
dan sosial budaya.42
Indonesia menjadi mediator perjanjian damai MNLF-Filipina sejak 1993,
yang kemudian berujung pada disepakatinya perjanjian damai pada 2 September
1996 di Manila, Filipina. Menurut Hassan Wirajuda, mantan Ketua Komite
41
Diakses dari
http://www.academia.edu/840282/Hubungan_Bilateral_Indonesia_dan_Filipina pada 7 November
2013
42
Diakses dari http://id.berita.yahoo.com/indonesia-dipercaya-sebagai-mediator-karenanetral163047199.html pada 7 November 2013.
68
Gabungan Perundingan Damai Filipina-MNLF dan Menteri Luar Negeri RI 20012009, kunci kesuksesan mediasi Indonesia saat itu karena kita netral.
Wirajuda
menjelaskan
soal
awal
keterlibatan
Indonesia
dalam
penyelesaian damai Filipina-MNLF, proses menuju perdamaian, dan tantangan
yang dihadapi setelah perjanjian damai disepekati, awalnya Indonesia terlibat
dalam proses perdamaian MNLF-Pemerintah Filipina Ialah
“Masalah Filipina selatan sudah berlangsung selama berabad-abad, sejak masa
pendudukan Spanyol hingga Filipina merdeka. Krisis minyak tahun 1972
membuat Filipina berhubungan dengan negara Timur Tengah, khususnya Libya.
Filipina pun menerima mediasi Libya, atas nama Organisasi Konferensi Islam
(OKI), untuk mencari solusi konflik di Filipina selatan. Proses itu menghasilkan
Kesepakatan Tripoli, 23 Desember 1976. Isinya, diterimanya sistem otonomi,
tidak lagi ada tuntutan merdeka. Tapi, sejak saat itu sampai 1993, upaya
menerjemahkan kesepakatan tidak pernah ditindaklanjuti”.
Dalam kutipan ini jelas bahwa anggapan Hassan Wirajuda yang
mengutarakan konflik ini sudah terjadi sudah terjadi dalam kurun waktu yang
cukup lama, terhitung sejak jaman colonial Spanyol,Namun mereka mencoba
untuk mengajak Negara lain yang berwilayah kawasan Negara timur tengah yakni
Libya dan Libya menawarkan mediasi dan Filipina pun menerima dengan tangan
terbuka, Dan menghasilkan perjanjian atau Kesepakatan Tripoli namun ini hanya
sebatas formalitas saja tidak ada tindak lanjut dari hasil ini. Sehingga
pengaplikasian dalam isi perjanjianpun cukup terbilang sia-sia.
Selama periode 1976-1993, Situasi yang terjadi di lapangan adalah
“Bentrokan terus terjadi karena tidak ada gencatan senjata. Ketika
pemerintah Filipina minta (Indonesia untuk menjadi mediator), kami tidak sertamerta menerima. Kami tidak mau hanya diminta satu pihak. Dalam pertemuan di
Cipanas, Jawa Barat, 14-16 April 1993, semua pihak memberi mandat kepada
Indonesia.”
69
Lalu menyinggung kutipan diatas bahwasannya Indonesia diminta sebagai
mediator untuk juri damai antara kedua belak pihak tetapi Indonesia bersikap
Objektif karena tidak mau dianggap memilih salah satu blok atau dalam kata lain
memihak kepada satu kubu Akhirnya Pada April 1993 semua pihak bertemu dan
memberi mandap kepada Indonesia,Filipina meminta Indonesia untuk menjadi
mediator karena
“Filipina tahu, dalam OKI, sebagai sesama negara ASEAN, kami netral
dan fair. Dalam perundingan, ada tiga tingkatan. Tingkatan pertama, pertemuan
resmi yang diketuai Menteri Luar Negeri Ali Alatas, berlangsung empat kali.
Tingkatan kedua, komite gabungan. Tingkatan ketiga, komite teknis. Ada 10 kali
pertemuan yang saya ketuai di Komite Gabungan. Di tingkat teknis, selama 19931996, terdapat 77 kali pertemuan.”
Kemudian dalam konferensi OKI yang mana Indonesia terlibat
didalamnya ada regulasi yang mengatas namakan sesame Negara ASEAN
membuat suatu putusan yang mengatakan bahwa Indonesia itu netral dan fair,
maka dibuatlah 3 tingkatan perundingan yang tiap tingkatan ini menghasilkan
beberapa petemuan ditiapnya dan jika diakumulasikan total dari rentan waktu
1993-96 sudah terdapat total 77 pertemuan. Usaha ini patut diacungi jempol
karena usaha dan proses menuju kedamaian hanya tinggal menunggu waktu dekat
saja. Angka 77 bukanlah angka yang kecil untuk menghitung suatu pertemuan
yang pada akhirnya nanti akan membuahkan sebuah hasil baik untuk kedua buah
kubu. negosiasi berjalan menarik ketika
“Pada pertemuan Komite Gabungan Pertama, Desember 1993, di Kota
Jolo, Pulau Sulu. Kampong halaman Nur Misuari. Filipina mengerahkan 6.000
marinir. Di bandara, turun dari pesawat, kami dipersilakan naik truk bak
terbuka. Di samping saya, Jenderal Pieter Damanik. Di belakang saya laskar
Moro dan marinir Filipina. Pak Pieter bilang kepada beliau begini, "Kalau ada
apa-apa, kamu tahu ke mana harus meloncat." Karena dia militer, dia khawatir
sesuatu terjadi tiba-tiba. Karena daerah ini medan perang. Saat konferensi pers
70
di Jolo, tampak dalam foto, di belakang beliau moncong-moncong senapan M16.43”
Bisa dibayangkan kisah yang diutarakan oleh Wirajuda yang harus
berjuang demi misi damai di medan perang.Senapan yang selalu siap menembak
bidikannya, Meskipun ini semua dilindungi oleh aparat-aparat terkait namun
suasana mencekam terus saja mengancam bagaimana tidak jikalau di perjalan
rombongan konvoi ini diserang maka semakin rumitlah masalah misi perdamaian
antara kedua kubu ini.
Hasil pertemuan pertama Menegaskan kembali untuk gencatan senjata,
dan pengiriman pasukan perdamaian dari Indonesia. Indonesia mengirim 16
orang, meliputi wilayah selatan yang luas, tapi efektif.Efektif Karena kepercayaan
kedua belah pihak kepada kita.
“-Pertama, kita adalah negara mayoritas muslim, tapi tidak pernah memberi
simpati, apalagi dukungan, kepada upaya-upaya Moro atau MNLF untuk
merdeka. Indonesia adalah negara yang sangat konsisten memelihara posisi
prinsip penghormatan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional.
-Kedua, Indonesia juga negara yang memiliki persoalan separatisme.
-Ketiga, Indonesia juga punya kepentingan yang lebih besar. Sebagai sesama
ASEAN, Indonesia ingin Filipina dan negara ASEAN lainnya mampu
menyelesaikan konflik bersenjata di negara masing-masing supaya ASEAN pulih
sebagai kawasan yang aman dan damai sehingga kita bisa mengalokasikan
waktu, energi, dan sumber daya untuk pembangunan ekonomi.”
Mengacu kepada tiga putusan yang dikeluarkan terlihat sikap serta
pandangan Indonesia yang menyambut upaya-upaya yang dilakukan oleh Filipina,
Dalam pernyataan butir ketiga menegaskan Indonesia bahwa sesame Negara
43
Lihat dalam ulasan tempo dalam wawancara bersama Hasan Wirajudha
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/Indonesia-Dipercaya-Sebagai-Mediatorkarena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00
71
ASEAN ingin konflik-konflik seperti ini mampu diselesaikan dengan cara
diplomasi yang baik sehingga kedepannya masyarakat ASEAN bisa membangun
ekonomi yang sehat dengan dibarengi sumber daya yang berkualitas.
Selama negosiasi 1993-1996, masalah yang sulit mencapai kata sepakati
adalah
“Pembagian sumber daya. Ini dikarenakan, kelompok pembebasan itu
mengklaim kaya sumber daya, padahal tidak riset yang mengatakan demikian.
Mereka mengklaim di sini adalah lumbung emas, di sana ada biji besi. Namun,
Kita juga tidak tahu. Yang kedua, soal integrasi laskar MNLF ke dalam polisi dan
tentara Filipina. Awalnya Filipina Bersikeras tidak mau menerima. Tetapi Hasan
Wirajuda membujuk mereka, demi kompromi, mengapa tidak ada pengecualian?
Soal integrasi laskar ini, beliau belajar dari kasus pemberontakan Daud Bereuh
di Aceh.44Integrasi laskar itu disebut sebagai tahap pertama. Itu berlangsung
dengan baik. Yang kedua, masa transisi supaya dalam proses plebisit daerahdaerah di kawasan itu setuju untuk bergabung dalam Autonomous Region in
Muslim Mindanao (ARMM). Presiden Filipina ketika itu, Fidel Ramos, melalui
partainya mendorong pendukungnya di daerah Filipina Selatan itu untuk setuju.
Lalu terbentuklah ARMM, dengan Nur Missuari sebagai gubernurnya.Tahap
berikutnya setelah integrasi adalah pembangunan ekonomi. Tahapan ini lebih
pada upaya mensejahterakan rakyat. Di sinilah mulai ada sengketa. Satu problem
dari tim-nya Misuari. Klaim Misuari, dana yang disediakan pemerintah Filipina
tidak cukup untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi sebagai gubernur, Misuari bisa
tinggal empat bulan di Manila di hotel bintang lima dengan 40-50 pengikutnya.
Menurut beliau, di banyak kasus, banyak pemimpin faksi pembebasan gagal
bertransformasi menjadi administrator yang baik, karena memang tidak punya
pengalaman dalam pemerintahan. Jadi kalau beliau mencoba berpikir netral,
Pemerintah Filipina tentu juga tidak mau melepaskan uang begitu saja (kepada
orang yang kurang berpengalaman menangani masalah pemerintahan).
Terlihat sekali sikap Oportunis Pemerintah Pusat Filipina yang ingin sekali
memonopoli apa-apa yang menjadi otonomi dalam daerah ini, Namun lagi-lagi
peran Wirajuda yang mengatas namakan Indonesia kembali kepada tujuan awal
yang bertujuan ingin memediasi konflik ini maka dengan cara mengintegrasi para
lascar MNLF di konversi kedalam bagian Polisi maupun Tentara Filipina.Namun
44Lihat ulasan dan wawancara lengkap Hasan Wirajudha terkait kronologis keterlibatan
Indonesia dalam misi damai di Filipina http://www.antaranews.com/berita/103761/hassanwirajuda-peroleh-bintang-jasa-dari-filipina diakses 10 juli 2015 pukul 10.00 WIB
72
prokontra perdamaian ini tidak lantas berjalan sebagaimana mestinya terkuak
konflik yang kurang setuju dengan beberapa delegasi yang ditunjuk beliau
berkilah karena dia tidak ada sepak terjang menangangi konflik pemerintahan oleh
sebab itu kubu mereka ragu akan kinerja dan reputasi diplomatnya. Sikap ini bisa
dibilang keputusan yang adil mengingat kasus ini bukan kasus sembarangan tetapi
perlu di garis bawahi bahwa upaya serta tindakan yang diilakukan mediator
seharusnya menghormati segala keputusan mediator.
Perjanjian Jakarta
Secara resmi disebut "Perjanjian Akhir Pelaksanaan Perjanjian Tripoli
1976 antara pemerintah Republik Filipina dan moro pembebasan nasional depan
dengan partisipasi dari Organisasi komite menteri konferensi Islam enam dan
sekretaris jenderal organisasi konferensi Islam, "atau lebih sederhana" Perjanjian
Jakarta, "secara resmi ditandatangani oleh Presiden Ramos dan MNLF pemimpin
Misuari di istana kepresidenan Malacanang di manila pada tanggal 2 September
1996.45
Antara
lain,
meskipun
1989
plebisit
telah
mengakibatkan
int
pengelompokan hanya empat provinsi muslim ke dalam ARMM, perjanjian baru
diakui 14 provinsi (13 ditambah provinsi yang baru dibuat dari Saranggani) dan
sembilan kota sebagai bagian dari daerah otonom. Meskipun plebisit lain harus
diadakan untuk mengkonfirmasi hal ini bagian dari perjanjian tersebut, bahasa
berbasis seperti bukan bagian dari perjanjian tersebut, dan ramos tidak berusaha
45
McAmis,Malay Muslims,99
73
untuk memegang salah satu selama pemerintahannya. ketentuan lain dari
perjanjian itu untuk Fighters MNLF untuk diintegrasikan ke dalam kepolisian
Filipina dan angkatan bersenjata, dengan tanggung jawab utama untuk
menegakkan
hukum
dan
ketertiban
di
ARMM46.
Dalam
seminggu
penandatanganan perjanjian tersebut, pada September 9,1996, pemilu baru
menghasilkan Nur Misuari, dengan dukungan penuh dari pemerintahan ramos,
terpilih sebagai gubernur baru dari ARMM serta ketua dewan Filipina angin
selatan yang baru terbentuk untuk perdamaian dan pembangunan (SPCPD) Itu
juga diciptakan oleh Perjanjian Jakarta. Namun ketentuan lain dari perjanjian itu
pembentukan kantor urusan muslim, sebuah badan pemerintah Filipina tengah
bertugas menilai dan menanggapi kebutuhan masyarakat muslim Filipina.
Menurut laporan media, Presiden Benigno Aquino pernah menyebut hasil
perjanjian damai tahun 1996 itu sebagai "Eksperimen yang gagal" Wirajuda
Berkilah tidak tahu tentang benar atau tidak ucapan Aquino itu. Tetapi seiring
bergantinya pemerintahan, komitmen terhadap kesepakatan juga bisa berkurang.Dalam konteks hubungan internasional, mengatasi krisis di Zamboanga. Itu
masalah internal, soal ketertiban umum, dan penegakan hukum. Ini harus
dibiarkan sebagai masalah internal dari Filipina, entah dengan dialog, negosiasi,
atau gencatan senjata.
Nur Missuari terpilih dua kali sebagai gubernur ARMM (Autonomus
Region in Muslim Mindanao). Namun setelah itu dia dilaporkan bersengketa
46
Sebagai hasil dari Perjanjian Jakarta 5.070 Fighters MNLF meletakkan senjata mereka,
dan 2.200 diintegrasikan ke dalam Angkatan Darat Filipina atau Polisi. Lain, Namun, rally ke
MILF atau ASG atau Simply tetap outlaws.Abuza, militan Islam di Asia Tenggara h, 42
74
dengan Komite Eksekutif ARMM yang beranggotakan 10 orang. Setelah tak lagi
menjadi gubernur, Missuari kembali ke Pulau Sulu. Saat Filipina masih terikat
perjanjian dengan MNLF(Moro National Liberation Front), Aquino memulai
pembicaraan damai dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF), organisasi
yang menyempal dari MNLF, dan menandatangani kesepakatan awal pada akhir
2012. Kesepakatan baru ini nantinya akan menggantikan ARMM.
Menurut ketentuan Perjanjian Jakarta, dan mengikuti pemilihannya
sebagai Gubernur ARMM, Nur Misuari berperan sebagai broker perdamaian
utama di Filipina selatan atas nama pemerintah, dengan tanggung jawab utama
untuk menangani dan menetralisir oposisi terus MILF dan ASG. Dengan dana
yang tersedia untuk dia sebagai Ketua SPCPD dan tetap mempertahankan otoritas
moral yang signifikan atas pejuang MNLF yang terintegrasi ke dalam Tentara dan
polisi, Misuari akhirnya sedang dipegang dengan kekuatan yang signifikan untuk
menyelesaikan masalah lama bernanah dari Filipina selatan. Satu-satunya harga
adalah penerimaan otonomi dan bukan kemerdekaan bagi rakyat Bangsamoro,
yang Misuari sekarang tampaknya berkomitmen untuk melakukan.
Untuk Presiden Ramos, yang terpenting dari kebijakannya adalah SPCPD,
palung yang ia mengusulkan untuk menyalurkan dana pemerintah sangat
dibutuhkan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi terutama dari sumber
daya yang kaya, tapi yang dilanda perang, pulau Mindanao.47Selain itu, palung
Jakarta perjanjian, ia telah mendapatkan janji OKI dukungan untuk pembangunan
47
Untuk daftar proyek ekonomi yang diusulkan untuk ARMM setelah Perjanjian Jakarta,
lihat situs web ARMM. URL: http://park.org/Philippines/government/armm.htm. Diakses
Septemberr 5, 2005.
75
ekonomi ARMM, Malaysia dan Indonesia menjadi sangat antusias untuk
memainkan peran positif dalam mempromosikan investasinya dan daerah.
Selama tahun-tahun Ramos, setidaknya sampai krisis keuangan Asia yang
melanda semua tenggara Asia pada bulan Juli 1997, ekonomi Filipina yang telah
mendekam selama yeaars Marcos terakhir dan tetap sandera ketidakstabilan
politik yang menandai tahun pemerintahan Aquino akhirnya mulai untuk
mengalami "keajaiban Asia" pertumbuhan ekonomi yang cepat yang ditandai
seluruh wilayah Asia tenggara selama tahun 1980 dan 1990-an sampai 1997
keruntuhan. Pada bagian, hal ini disebabkan karena tangan yang kuat Presiden
sendiri dalam melaksanakan reformasi yang dirancang untuk membuka
perekonomian nasional sekaligus menutup, untuk mendorong investasi swasta,
dan untuk mengurangi korupsi.48 Selain itu, pertumbuhan ekonomi ini sedang
dirasakan di selatan. Meskipun pendapatan per kapita di Filipina selatan
diperkirakan hanya dua pertiga dari yang di seluruh negeri, itu tumbuh pada
tingkat yang lebih cepat daripada di tempat lain di negara ini selama masa-masa
Ramos.49
48
"Presiden Fidel Ramos."
Lihat "The Region otonom di Mindanao." URL:
http://www.mindanao.org/mindano/overview/muslim1.htm. Diakses September 5, 2005
49
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesungguhnya Islam dan bangsa Filipina merupakan dua kubu yang
memiliki sudut pandang yang berbeda, Mengapa demikian karena Islam di
Kawasan Selatan Filipina merupakan kawasan kesultanan Islam terdahulu, Kesan
yang digambarkan bahwa Islam di Filipina itu kejam sungguh sebuah kamuflase
yang dibuat oleh kaum barat atau Amerika Serikat. Penandasan ini terbukti bahwa
pada zaman peralihan penjajahan Spanyol ke Amerika Serikat mereka Bangsa
Amerika Serikat yang merubah Pola pikir mereka tentang umat Islam di Filipina
dianggap sebagai suatu kaum yang kejam sering menindas tanpa pandang
buluh.Pernyataan ini dibuat sendiri oleh Orang Amerika terhadap kesan yang
buruk untuk umat Islam di Filipina Bagian Selatan, yang mana kita tahu dahulu
adalah Kesultanan Islam bernama kesultanan Sulu.
Amerika Serikat membuat “Kegaduhan” guna memayoritaskan seluruh
kawasan di Filipina selatan menjadi habis dengan cara mengadu domba antara
kedua belah pihak dengan gencatan senjata dan membuat organisasi-organisasi
radikal baru lahir dengan ideology tidak sesuai. Tanda-tanda itu sudah mulai
terlihat ketika munculnya beberepa gerakan-gerakan separatis yang mengatas
namakan Islam dan mulai membuat isu-isu semakin panas terhadap respon
Pemerintah Filipina,beberapa gerakan yang muncul adalah MIM (Muslim
Independent Movement),Anshar el Islam, MNLF (Moro National Liberation
69
70
Front), MILF (Moro Islamic Liberation Front) ,MNLF Reformis (Moro National
Liberation Front), BMIF (Bangsa Moro Islamic Freedom Fighter) atau sering
disebut dengan Petarung Kemerdekaan Islam Bangsa Moro.
Kelima Organisasi tersebut adalah cikal bakal dari perdamaian yang akan
direngkuh antara umat minoritas muslim dengan umat Mayoritas Kristen dalam
konteks ini adalah pemerintah Filipina,Segala proses panjang yang melibatkan
Indonesia sebagai mediator antara kedua belah kubu ini.Terpilihnya Indonesia
bukan tanpa sebab oleh kedua belah pihak, Keterlibatan dalam OKI membuat
Indonesia ikut andil dalam perjanjian damai ini. Filipina tahu, dalam OKI, sebagai
sesama negara ASEAN,Indonesia dianggap netral dan fair. Dalam perundingan,
ada tiga tingkatan. Tingkatan pertama, pertemuan resmi yang diketuai Menteri
Luar Negeri Ali Alatas, berlangsung empat kali. Tingkatan kedua, komite
gabungan. Tingkatan ketiga, komite teknis. Ada 10 kali pertemuan yang diketuai
Hassan Wirajudha di Komite Gabungan. Di tingkat teknis, selama 1993-1996,
terdapat 77 kali pertemuan.Bukti banyaknya Frekuensi pertemuan kedua buah
kubu merupakan suatu pencapaipan yang patut di apresiasi guna menyokong
sebuah perdamaian.Perjalanan yang dilakukan bukan perkara mudah Indonesia
yang notabene sebagai mediator juga harus dibuat agak sedikit Strength dengan
usaha-usaha seperti pengawalan terhadap pejabat Negara yang begitu ketat
sehingga membuat tensi atau suasana semakin tegang. Pernyataan ini
diungkapkan oleh Hassan Wirajudha sebagai pelaku Sejarah Perdamaian ini:
1.Indonesia adalah negara mayoritas muslim, tapi tidak pernah memberi simpati,
apalagi dukungan, kepada upaya-upaya Moro atau MNLF untuk merdeka.
71
Indonesia adalah negara yang sangat konsisten memelihara posisi prinsip
penghormatan terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional.
2.Indonesia juga negara yang memiliki persoalan separatisme.
3.Indonesia juga punya kepentingan yang lebih besar. Sebagai sesama ASEAN,
Indonesia ingin Filipina dan negara ASEAN lainnya mampu menyelesaikan
konflik bersenjata di negara masing-masing supaya ASEAN pulih sebagai
kawasan yang aman dan damai sehingga kita bisa mengalokasikan waktu, energi,
dan sumber daya untuk pembangunan ekonomi.
Penulis Juga melihat adanya beberapa kebijakan Pendidikan serta Agama
yang dibahas pada Bab Dua merupakan sebuah penjelasan eksplisit karena
beberapa poin mendetail yang seharusnya sebagai kaum Minoritas patut untuk
diterapkan dan cukup Bijaksana, Dimulai dari pembahasan yang tentang
Universitas sampai masalah Haji sesungguhnya gerakan-gerakan radikal tidak
perlu bermunculan dengan sangat berani atau Frontal. Oleh sebab itu baiknya
kedua kubu ini tidak perlu larut terus menerus dalam peperangan atau dua sisi
yang saling berseberangan karena nanti pada akhirnya akan menyulitkan Otonomi
serta diplomasi Politik antar dua wilayah ini.
Upaya-upaya serta pendekatan secara politik yang sudah dilakukan
pemerintah Filipina cukup adil mengingat ini merupakan bagian dari penyatuan
bangsa secara nasional. Namun apa yang terjadi justru sebaliknya negosiasi yang
berlangsung secara alot dan terbilang monoton memaksa mengundang Indonesia
sebagai mediator untuk menyelesaikan hal yang kompleks Ini.
72
B.Saran
Pertama; Dari uraian tersebut kita bisa melihat bagaimana perjuangan
revolusioner Bangsa Indonesia yang turut andil dalam perdamaian konflik klasik
antara Muslim militant Filipina dengan Pemerintah Pusat Filipina, Sebagaimana
telah dijelaskan dalam tiga butir poin diatas bahwa memiliki problematika yang
sama yakni memiliki masalah separatisme
Kedua; Kita sebagai umat Islam harus percaya bahwa, Islam telah
memberikan solusi bagi masalah kita yang tentunya sudah dibuktikan oleh para
pendahulu kita. Jangan justru kita malah meninggalkan model perjuangan Islam
dan melakukan tindakan yang tidak mencerminkan tabiat-tabiat sebagai umat
Islam, Unsur-unsur kekerasan sangat tidak diajarkan kepada umat beragama
dalam agamapun dianjurkan untuk bermusyawarah atau mencari mufakat demi
mencari solusi yang solutif. Apalagi sampai skripsi ini rampung terdengar kabar
masih ada tindakan terorisme atau pembajakan yang dilakukan oleh oknum Abu
Sayyaf terhadap beberapa warga Negara Indonesia yang di Ciduk di peraian
Tiongkok Selatan.
Ketiga; Hal ini ditunjukan kepada para pemimpin, pemuka agama, tokoh
masyarakat, dan orang-orang berpengaruh lainnya, turut andil dalam perdamaian
ini. Terlihat dari penandatangan nota kesepakatan damai yang dilakukan di Istana
Negara Jakarta merupakan bukti Pada 2 September 1996 merupakan bukti kuat
totalitas sebagai mediator.
DAFTAR PUSTAKA
I.Sumber Primer
A.Buku-Buku:
Hamka. Sejarah Umat Islam IV, cetakan ketiga. Jakarta: Bulan-Bintang, 1981.
Suminto, H. Aqib. Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche
Zaken. Jakarta: LP3ES, 1985.
__________, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003.
__________, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2008
Abdullah, Taufik & Siddique, Sharon. Tradisi Dan kebangkitan Islam di Asia
Tenggara. Diterjemahkan; Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES 1989.
Ali Kettani. Minoritas muslim di dunia. Jakarta; Grafindo 2005
Azyumardi Azra. Perspektif Islam di Asia Tenggara . Jakarta ; Yayasan Obor
Indonesia 1989
Cesar A Majul. Dinamika Islam Filipina. Jakarta ;LP3ES 1989
David Wurfel . Filipino Politics .New York ;Cornell University Press. 1991
Drs. Asep Ahmad Hidayat dkk. Studi Islam di Asia Tenggara. Bandung ;Pustaka
Setia 2014
Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta; Ar Ruzz
Media 2003
Helmiati. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru; Zanafa Publishing 2008
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Judul Asli : A History of Islamic
Societies, Vol.1; Cambridge: Cambridge University Press, 1988).
Diterjemahkan; Gufron A. Mas’adi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1999.
Jose S. Arcilla SJ. Pengantar Sejarah Filipina . Yogyakarta ;Universitas Sanata
Dharma Press 2001
Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah .Yogyakarta ;Tiara Wacana 2003
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta; Bentang, 1995.
73
74
Louis Gottschalk. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI
Press.1983),
Namira, Kiki. 2009. Perbandingan Kekuatan Politik Militer Era Orde Baru dan
Reformasi, Medan : Universitas Sumatera Utara
Niels Mudler. Wacana Publik Asia Tenggara. Yogyakarta; Kanisius 2005
Pudjiastuti, Tri Nuke. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”,
dalam Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah
Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar
Saiful Muzani. Pembangunan dan kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta
;LP3ES 1993
Saifullah. Sejarah dan kebudayaan islam di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar;
Yogyakarta 2008
Sebagai-Mediator-karena-Netral diakses Selasa 4 November 2014 Pukul 14.00
Suryadinata, Leo, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):
Munculnya Militer”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto,
[terj.], Jakarta, LP3ES
Suryadinata, Leo, 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (2):
Peran Tegas Presiden”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto,
[terj.], Jakarta, LP3ES, hlm. 63-82.
Tim Penyusun CeQDA. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan
Disertasi. Jakarta; CeQDA, April 2007
B.WEBSITE/INTERNET

Anon,
2008.”Soeharto
dan
Kebijkaan
Luar
Negeri
RI”
[Online].dalamhttp://beritasore.com/2008/01/12/soeharto-dan-kebijakanluar-negeri-ri/

http://historia.id/mondial/mimpi-damai-di-filipina-selatan

http://kemlu.go.id/

http://mnlfnet.com/OIC/27_ICFM_SGReport.htm

http://peacebuilding.asia/milf%E3%81%A8mnl

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14868
75

http://uca.edu/politicalscience/dadm-project/asiapacificregion/philippinesmoro-national-liberation-front-1968-present/

http://www.antaranews.com/berita/103761/hassan-wirajuda-perolehbintang-jasa-dari-filipina

http://www.royalsulu.com/index.php?option=com_content&view=article&
id=29&Itemid=29

http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/118516294/IndonesiaDipercaya-

www.gov.ph

http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/southeastasia/philippines/Bahasa/80___southern_philippines_backgrounder_ba
hasa.pdf
http://id.berita.yahoo.com/indonesia-dipercaya-sebagai-mediator-karena-

netral163047199.html
C.SURAT KABAR KONTEMPORER (HARIAN) :
Kompas - Selasa, 3 September 1996, h. 1 “Nur Misuari akan menandatangi
Kesepakatan Damai di Istana Negara.
D.JURNAL
Manila Journal, November 5, 1978
76
1996 Peace Agreement with the Moro National Liberation Front
Dengan Nama Allah, Yang Mahakuasa, lagi Maha Penyayang
Kesepakatan akhir tentang pelaksanaan Perjanjian TripoIi 1976 antara Pemerintah
Republik Filipina (GRP) dan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) dengan
tambahan partisipasi dari Kementerian komite enam organisasi konfrensi islam dan
Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam.
Padahal, Presiden Republik Filipina, Yang Mulia Fidel V. Ramos, telah mencari
penyelesaian damai dari konflik bersenjata di bawah prinsip perdamaian dengan
kehormatan dan melayani ujung tonggak kepentingan persatuan nasional, solidaritas dan
kemajuan bagi semua orang Filipina ;
Padahal, MNLF, yang dipimpin oleh Profesor Nur Misuari, terinspirasi oleh perjuangan
mereka untuk perdamaian dan kemakmuran di masa lalu dan menegaskan hak rakyat
Moro untuk bebas menentukan status politik mereka dan bebas menentukan agama,
mengatur ekonomi dan pengembangan sosial budaya
Padahal, Organisasi Konferensi Islam (OKI), atas permintaan dari GRP telah
memprakarsai Pembicaraan Perdamaian Formal Pertama antara GRP dan MNLF selama
Konferensi kementerian tingkat Ketiga di Jeddah, Kerajaan Arab Saudi, yang
menghasilkan penandatanganan perjanjian Tripoli pada tanggal 23 Desember 1976,
dokumen yang berfungsi sebagai dasar untuk solusi yang adil, abadi, terhormat dan
komprehensif untuk masalah di Filipina Selatan dalam kerangka konstitusi Filipina;
Padahal, dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan karena inisiatif yang berani dan
inovatif dari Pemerintah Filipina, di bawah HE Presiden Fidel V. Ramos, dedikasi dan
ketekunan wakilnya yang terpilih, dipimpin oleh Penasihat Presiden untuk Proses
Perdamaian yaitu Manuel T. Yan, ditambah dengan respon yang sangat positif dan terpuji
dari Ketua pendiri pimpinan MNLF, HE Profesor Nur Misuari, proses perdamaian telah
dilakukan dan berhasil di wujudkan selama empat (4) tahun terakhir, dengan partisipasi
yang paling konstruktif dan bermanfaat dari 6 Menteri Komite OKI , dipimpin oleh
masing-masing Ketuanya, HE Ali Alatas, Menteri Luar Negeri Indonesia, dan empat (4)
mampu asistennya sebagai fasilitator perundingan, yaitu: HE Duta Besar S. Wiryono,
H.E. Dr Hassan Wirajuda, H.E. Duta Pieter Damanik, dan H.E. Duta Abu Hartono, dan
Sekretaris Jenderal OKI, HE Hamid Algabid, dan wakilnya, H.E. Duta Besar Muhammad
Mohsin, dan ucapan khusus untuk Duta Besar Libya, HE Rajab Azzarouq
77
Padahal, kedua pihak mengakui peran penting dari Organisasi Konferensi Islam
(OKI) dalam mempromosikan dan menegakkan hak, dan kesejahteraan umat Islam di
seluruh dunia; Padahal, pihak tersebut juga mengakui peran Menteri Komite OKI yang
terdiri dari enam negara yaitu Indonesia sebagai Ketua, Libya, Arab Saudi, Bangladesh,
Senegal dan Somalia dalam mencari perdamaian yang adil, komprehensif dan tahan lama
di Filipina Selatan;
Sesuai dengan Pernyataan Kesepahaman yang ditandatangani di Tripoli, Libya
pada tanggal 3 Oktober 1992 dan Pernyataan berikutnya tentang Kesepahaman yang
ditandatangani di Cipanas, Jawa Barat pada tanggal 14 April 1993, para pihak setuju,
melalui jasa baik dari Jamahiriyah Arab Libya Besar, terinspirasi dan dipandu oleh
pemimpin yang hebat, HE Kolonel Muammar Gaddafi, Pemerintah Republik Indonesia di
bawah kepemimpinan yang bijaksana HE Bapak Presiden Soeharto, dan H.E. Sekretaris
Jenderal OKI, Dr. Hamid Algabid, untuk mengadakan pembicaraan perdamaian resmi
untuk membahas modalitas untuk implementasi penuh Perjanjian Tripoli 1976 dalam
surat dan semangat; untuk memasukkan bagian-bagian dari Perjanjian tersisa untuk
diskusi lebih lanjut dan menerapkan transisi struktur dan mekanisme;
Sementara itu, pihaknya menegaskan komitmen serius dalam Pernyataan tersebut
Kesepahaman serta Memorandum of Agreement yang ditandatangani pada Putaran
pertama Perundingan Perdamaian Formal yang diselenggarakan di Jakarta, Indonesia
pada 25 Oktober - 7 November, 1993; Perjanjian Interim ditandatangani pada Putaran ke2 Pembicaraan Perdamaian Formal yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1-5,
1994; Perjanjian Interim ditandatangani pada Putaran ketiga Perundingan Perdamaian
Formal yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 27 November-1 Desember 1995;
Perjanjian Interim masuk babak 4 Pembicaraan Perdamaian Formal yang diselenggarakan
di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1996; dan dalam sembilan (9) pertemuan gabungan
Komite diadakan di berbagai tempat dan tanggal di Filipina dan Indonesia;
Padahal, semua kesepakatan tersebut dihasilkan dari titik konsensus yang dicapai oleh
Komite gabungan dan Komite Dukungan (Komite Pendukung No 1 - Pertahanan dan
Keamanan Nasional; Dukungan Komite No 2 - Komite pendiidikan ; Pendukung No 3 Sistem Ekonomi dan Keuangan, Pertambangan dan Mineral; Dukungan Komite No 4 Sistem Administrasi, Hak Perwakilan dan Partisipasi dalam Pemerintahan Nasional, dan
di semua bagian Negara; Komite Pendukung No 5 - Syariah dan Kehakiman, Kelompok
Kerja Ad Hoc dan pada Transisi Struktur Pelaksana dan Mekanisme dalam pertemuan
yang diadakan di berbagai tempat di Filipina dan Indonesia;
Padahal, para pihak telah dirasionalisasi dan dikonsolidasikan terhadap semua
perjanjian dan titik konsensus yang dicapai, dengan bantuan dari Komite gabungan dan
78
berbagai dukungan dukungan didirikan untuk tujuan tersebut, perjanjian perdamaian
tahap akhir;
Padahal, pihaknya menegaskan kedaulatan, integritas teritorial dan Undang-Undang
Dasar Republik Filipina;
Sedangkan, perjanjian damai akhir ini merupakan implementasi penuh Perjanjian Tripoli.
Maka sekarang, Para Pihak dengan ini setuju pada hal-hal berikut:
I. Pelaksanaan Struktur dan Mekanisme Persetujuan ini
1. Tahap I meliputi tiga (3) tahun awal setelah penandatanganan kesepakatan damai
dengan penerbitan Perintah Executive untuk membangun Zona Khusus Perdamaian dan
Pembangunan (SZOPAD), Southern Filipina Dewan Perdamaian dan Pembangunan
(SPCPD) , dan Majelis Permusyawaratan. Selama fase ini, proses bergabung dalam
elemen MNLF dengan Angkatan Bersenjata Filipina akan dimulai.
Bergabung dalam elemen MNLF dengan PNP sebagai bagian dari program perekrutan
polisi reguler juga akan berlangsung pada di fase ini.
2. Tahap II akan melibatkan perubahan atau pencabutan UU Organik (RA 6734) dari
Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) melalui kegiatan Kongres, setelah hukum
amendatory disampaikan kepada orang-orang dari daerah yang bersangkutan dalam
plebisit untuk menentukan pembentukan pemerintahan otonom baru dan daerah tertentu
dari otonomi tersebut.
a. Sementara program perdamaian dan pembangunan sedang dilaksanakan di SZOPAD,
tagihan untuk mengamandemen atau mencabut RA 6734 akan dimulai dalam Tahap I
(1996-1997). RUU harus mencakup ketentuan-ketentuan terkait Perjanjian Perdamaian
final dan perluasan wilayah ARMM saat otonomi. Hukum harus telah disahkan oleh
Kongres dan disetujui oleh Presiden, maka harus diserahkan kepada orang-orang untuk
persetujuan plebisit di daerah bencana, dalam waktu dua (2) tahun sejak berdirinya
SPCPD (1998).
b. Daerah otonomi baru kemudian ditentukan oleh provinsi dan kota-kota yang akan
memilih untuk bergabung dengan otonomi yang telah disahkan (1998). Ini mungkin
disediakan oleh Kongres pada hukum yang kelompok kota yang didominasi Muslim yang
bersebrangan pendapat dalam mendukung otonomi yang akan digabung dan merupakan
menjadi provinsi baru yang akan menjadi bagian dari Daerah Otonom yang baru.
II. Periode Transisi (Tahap I)
Tahap I akan dilaksanakan sebagai berikut:
79
3. Keharusan untuk membentuk Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan di Filipina
Selatan (SZOPAD) meliputi provinsi Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Sur,
Zamboanga del Norte, Cotabato Utara, Maguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte,
Lanao del Sur, Davao del Sur, South Cotabato, Sarangani dan Palawan dan kota-kota
Cotabato, Dapitan, Dipolog, General Santos, Iligan, Marawi, Pagadian, Zamboanga dan
Puerto Princesa. Dalam tiga (3) tahun ke depan, daerah ini akan menjadi fokus intensif
perdamaian dan upaya pengembangan. Investasi publik dan swasta harus disalurkan ke
daerah-daerah untuk memacu kegiatan ekonomi dan mengangkat kondisi masyarakat di
dalamnya.
4. Harus dibentuk suatu Dewan Perdamaian dan Pembangunan Filipina Selatan(SPCPD),
terdiri dari satu (1) Ketua, Wakil Ketua dan satu tiga (3) Deputi (1), masing-masing
mewakili umat Islam, Kristen, dan Komunitas budaya. Mereka diangkat oleh Presiden.
5. SPCPD dibantu oleh Darul Iftah (Dewan penasehat) yang harus dibuat oleh Ketua
SPCPD.
6. Unit pemerintah daerah di daerah termasuk ARMM, akan terus ada dan melaksanakan
fungsi mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
7. lembaga yang tepat dari pemerintah yang terlibat dalam kegiatan perdamaian dan
pembangunan di daerah, namun tidak terbatas pada Filipina Selatan Development
Authority (SPDA), harus ditempatkan di bawah kontrol dan / atau pengawasan Dewan
sebagai pelaksana lembaga untuk memastikan bahwa perdamaian dan pembangunan
proyek-proyek dan program dicapai secara efektif.
Berdasarkan hal di atas, lembaga atau badan berikut akan ditempatkan di bawah kontrol
dan / atau pengawasan SPCPD, yakni:
a. Otoritas pembangunan Filipina Selatan (SPDA) dapat melekat pada SPCPD dan
ditempatkan di bawah pengawasan langsung yang terakhir sejauh kantor SPDA dan
proyek di SZOPAD yang bersangkutan. SPCPD dapat melaksanakan tingkat kontrol
lebih lanjut atas SPDA dengan memungkinkan Dewan untuk menyerahkan
recommendasi kepada Presiden untuk diangkat sebagai pejabat SPDA;
b. Kantor Lapangan Regional dan Kantor Urusan Muslim (OMA) yang berada dan
beroperasi di dalam Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan (SZOPAD), harus
ditempatkan di bawah pengawasan langsung dari SPCPD, asalkan koordinasi, hubungan
dan komplementasi antara OMA pusat dan SPCPD harus ditetapkan oleh penerbitan
Presiden;
80
c. Kantor Lapangan Regional dan Komunitas Budaya Selatan (OSCC) yang berada dan
beroperasi di dalam Zona Khusus Perdamaian dan Pembangunan (SZOPAD), harus
ditempatkan di bawah pengawasan langsung dari SPCPD, asalkan koordinasi, hubungan
dan komplementasi antara OSCC pusat dan SPCPD harus ditetapkan oleh penerbitan
Presiden;
d. Task Force Basilan, yang akan ditata ulang ke dalam Satuan Tugas Pembangunan
Basilan, untuk melakukan kegiatan pembangunan di Basilan harus ditempatkan di bawah
kontrol dan pengawasan SPCPD;
e. Task Force MalMar, harus ditata kembali ke Mindanao Tengah
Pembangunan Task Force, untuk melakukan kegiatan pembangunan di Mindanao Tengah
harus ditempatkan di bawah kontrol dan pengawasan SPCPD;
f. Pembangunan Sulu Task Force - gugus tugas antar yang diselenggarakan untuk
melaksanakan proyek-proyek pembangunan di Sulu harus ditempatkan di bawah kontrol
dan pengawasan SPCPD; dan
g. Group Pengembangan Khusus Perencanaan - ini adalah sebuah badan ad hoc yang
terdiri dari perwira staf dan ahli perencanaan dari Departemen Perdagangan dan Industri
(DTI), Nasional Ekonomi dan otoritas pengembang (NEDA), Departemen Pekerjaan
Umum dan Jalan Raya (DPWH) dan instansi terkait lainnya yang bisa diatur untuk
mendukung langsung kebutuhan perencanaan staf, harus ditempatkan di bawah SPCPD.
Hal Tersebut dalam kajian lembaga atau badan yang tidak akan menghalangi Presiden
dari menjalankan kekuasaan atau kewenangan untuk mendelegasikan, sesuai dengan
hukum yang ada, kekuatan tertentu atau fungsi untuk SPCPD, atau untuk menempatkan
lembaga dan badan lain di bawah kontrol atau pengawasan terakhir.
8. SPCPD, dalam konsultasi dengan Majelis Permusyawaratan, memanfaatkan dana dari
Pemerintah Nasional, harus memantau, mempromosikan dan mengkoordinasikan upayaupaya pembangunan di daerah, termasuk daya tarik investasi asing, khususnya dari
negara-negara anggota OKI dan Asosiasi Selatan Negara-negara Asia Tenggara
(ASEAN).
9. Kekuasaan dan fungsi SPCPD serta Majelis Permusyawaratan yang derivatif dan
perluasan kekuasaan Presiden. Kekuasaan dimaksud di sini adalah hanya kekuatan
Presiden yang bisa didelegasikan berdasarkan Konstitusi dan undang-undang yang ada.
10. Harus dibentuk Majelis Permusyawaratan dengan 81 anggota yang terdiri dari:
81
a. Ketua SPCPD akan menjadi kepala dan ketua Majelis;
b. Gubernur dan Wakil Gubernur ARMM, 14 Gubernur provinsi dan 9 Kota Walikota
di SZOPAD;
c. 44 anggota dari MNLF; dan
d. 11 anggota dari berbagai sektor yang direkomendasikan oleh organisasi nonpemerintah (LSM) dan organisasi masyarakat (PO).
11. Majelis Permusyawaratan harus melaksanakan fungsi dan kekuasaan sebagai
berikut:
a. Untuk melayani sebagai forum konsultasi dan pembahasan masalah dan
kekhawatiran
b. Untuk melakukan dengar pendapat publik yang mungkin diperlukan dan
untuk memberikan saran sesuai dengan SPCPD; dan
c. Untuk merumuskan dan merekomendasikan kebijakan kepada Presiden melalui
Ketua SPCPD dan membuat aturan dan peraturan sejauh yang diperlukan untuk
administrasi yang efektif dan efisien bagi urusan daerah.
12. OKI akan diminta untuk terus memberikan bantuan dan kinerja baik dalam
memantau implementasi penuh perjanjian ini selama masa transisi sampai pemerintah
otonom biasa mapan dan untuk tujuan ini, membantu menghasilkan dukungan
internasional yang luas untuk Zona Perdamaian dan Pembangunan.
13. Komite Pemantau Bersama yang terdiri dari anggota yang berasal dari GRP dan
MNLF, dengan bantuan OKI, akan terus bertemu untuk meninjau dan
mengidentifikasi kesepakatan yang dapat segera dilaksanakan, dan memantau
pelaksanaan Perjanjian ini selama Fase I.
14. Ketentuan-ketentuan dalam 1994 dan 1995 Perjanjian Interim dan perjanjian
selanjutnya ditandatangani oleh GRP dan MNLF yang tidak membutuhkan tindakan
legislatif dilaksanakan selama Fase I.
15. Dana untuk operasional Dewan dan Majelis harus awalnya bersumber dari dana
Kantor Presiden. Pendanaan untuk program dan proyek-proyek pembangunan akan
berasal dari alokasi Kongres yang mungkin diambil dari aturan aproriaso umum.
Sebuah anggaran tambahan untuk tahun 1996 akan direkomendasikan kepada
Kongres untuk tujuan tersebut.
16. Jangka waktu SPCPD dan Majelis Permusyawaratan harus untuk jangka
waktu tiga tahun dan dapat diperpanjang oleh Presiden atas rekomendasi
82
Dewan itu sendiri.
17. Masa jabatan dari SPCPD dan Majelis bertepatan dengan jangka waktu tiga
tahun jabatan pejabat Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) terpilih
pada tahun 1996.
18. wewenang dan fungsi Dewan sebagai berikut:
a. Untuk mengambil alih dalam mempromosikan, pemantauan dan koordinasi
peningkatan perdamaian dan ketertiban di daerah;
b.Untuk fokus pada upaya perdamaian dan pembangunan yang lebih
khususnya di bidang yang rentan dan menimbulkan pelaksanaan perdamaian dan
pembangunan proyek;
c. Untuk memberikan dukungan kepada unit pemerintah daerah yang
diperlukan;
d. Untuk melaksanakan kekuasaan lain seperti dan fungsi yang diperlukan untuk
pelaksanaan yang efektif dari mandatnya sebagaimana didelegasikan oleh
Presiden;
e. Untuk membantu dalam persiapan penyelenggaraan pemilu, referendum atau jajak
pendapat dan inisiatif masyarakat di daerah yang mungkin sepatutnya diwakili oleh
Komisi Pemilihan Umum (COMELEC);
f. Untuk mengusulkan penciptaan kantor atau instansi seperti akan diperlukan untuk
administrasi yang efektif dan efisien dari urusan daerah. Harus ada persetujuan dari
Kantor Presiden untuk tujuan anggaran.
19. Bergabungnya elemen MNLF dengan Kepolisian Nasional Filipina (PNP) dan
Penyediaan Perlindungan Keamanan untuk Pejabat tertentu dari Dewan
Perdamaian dan Pembangunan Filipina Selatan
a. Selama fase transisi (Tahap I), akan ada program atau proses untuk
memungkinkan bergabung elemen MNLF ke PNP dan menjadi bagian dari PNP
sesuai dengan pedoman dan prosedur di bawah undang-undang yang ada. Pemerintah
Filipina akan mengalokasikan seribu lima ratus (1.500) lowongan PNP untuk tujuan
ini harus diisi oleh elemen MNLF selama masa transisi, dan 250lainnya untuk
layanan khusus atau tambahan.
b. Pengolahan elemen MNLF akan dimulai pada pembentukan Dewan Perdamaian
dan Pembangunan Filipina Selatan(SPCPD). Program pelatihan polisi yang akan
dilakukan oleh elemen MNLF bergabung harus seperti yang ditentukan oleh undangundang dan peraturan yang berlaku, dan harus dilakukan oleh PNP.
c. Para pejabat Dewan yang bersangkutan (misalnya Ketua dan Deputi nya) harus
diberikan keamanan dan bantuan perlindungan oleh pemerintah pusat, karena situasi
keamanan dan kenyamanan sebagai bagian dari tindakan membangun kepercayaan.
83
Setiap bagian keamanan AFP / PNP harus segera ditugaskan kepada Dewan. Bagian
khusus AFP / PNP bagian keamanan harus terdiri dari mantan tetap MNLF yang akan
telah diberikan AFP atau janji PNP dan telah diintegrasikan ke dalam AFP atau PNP.
Detil keamanan ini harus dari ukuran yang tepat sesuai dengan
kebutuhan situasi, tanpa mengurangi pembesaran dengan teratur AFP atau PNP unit
saat diperlukan dan berkoordinasi dengan komandan AFP dan PNP yang
bersangkutan. Detil keamanan ini yang tidak akan digunakan untuk penegakan
hukum, tetapi semata-mata untuk keamanan dan perlindungan pejabat SPCPD
bersangkutan, harus berperilaku sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang ada
untuk mencegah peringatan yang tidak semestinya kepada penduduk selama gerakan
pejabat bersangkutan.
d. Untuk memiliki koordinasi yang baik antara AFP dan PNP di satu sisi dan SPCPD
di sisi lain, sistem penghubung akan dibentuk terdiri dari pejabat senior AFP, PNP
dan SPCPD.
20. Bergabungnya pasukan MNLF dengan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP):
a. Lima ribu tujuh ratus lima puluh (5.750) anggota MNLF akan diintegrasikan ke
dalam Angkatan Bersenjata Filipina (AFP), 250 di antaranya akan diserap ke dalam
layanan tambahan. Pemerintah akan mengerahkan upaya maksimal untuk membentuk
kondisi yang diperlukan yang akan memastikan integrasi akhir jumlah maksimum
pasukan MNLF yang tersisa ke dalam Angkatan khusus Keamanan daerah (SRSF)
dan lembaga lain dan instansi pemerintah. Harus ada program sosial ekonomi, budaya
dan pendidikan khusus untuk memenuhi pasukan MNLF tidak diserap ke dalam AFP,
PNP dan SRSF untuk mempersiapkan mereka dan keluarga mereka untuk usaha
produktif, menyediakan pendidikan, keterampilan teknis dan pelatihan mata
pencaharian dan mempekerjakan mereka dalam proyek-proyek pembangunan
prioritas.
b. Pada awalnya, pasukan MNLF akan bergabung sebagai unit yang berbeda dari unit
AFP. Mereka akan awalnya disusun dalam unit terpisah dalam masa transisi, hingga
waktu yang dikembangkan sebagai anggota unit-unit yang terpisah dan terpercaya
secara bertahap akan diintegrasikan ke dalam unit AFP biasa digunakan di daerah
otonomi. Sesuai dengan undang-undang, kebijakan, aturan dan peraturan yang ada,
pihak yang berwenang harus mengesampingkan persyaratan dan kualifikasi untuk
masuk pasukan MNLF ke AFP.
84
d. Salah satu dari antara MNLF akan menganggap fungsi dan tanggung jawab dari
Wakil Komandan Komando Selatan, AFP, untuk unit terpisah yang akan
diselenggarakan dari pasukan MNLF bergabung dengan AFP. Wakil Komandan
akan membantu Panglima Komando Selatan, AFP pada perintah, administrasi dan
kontrol unit terpisah seperti selama masa transisi tersebut. Wakil Komandan akan
diberikan janji yang sepadan dengan posisinya dan harus ditangani seperti itu.
d. Pemerintah mengakui keterampilan, kemampuan dan prestasi MNLF serta
kapasitas untuk mengembangkan anggotanya untuk eselon tertinggi kepemimpinan
militer dan sipil. Pangkat dan nilai pasukan MNLF bergabung AFP harus patuh pada
keputusan Presiden dalam kapasitasnya sebagai Komandan-in-Chief dari AFP
sepanjang prinsip-prinsip universalitas, non-diskriminasi, kesetaraan dan
mengutamakan pengobatan bagi masyarakat miskin dan kurang mampu .
e. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah afirmatif untuk terus meningkatkan
kemampuan kekuatan-kekuatan MNLF bergabung dengan AFP untuk meningkatkan
peluang mereka untuk kemajuan profesional dalam dinas militer. Ini harus dilakukan
sebagai inisiatif untuk memberikan pelatihan profesional dan pendidikan militer di
negara-negara asing untuk mantan anggota MNLF diserap ke dalam AFP senada
dengan program pendidikan dan pelatihan dengan AFP.
f. Semua hal-hal lain mengenai bergabungnya pasukan MNLF ke AFP tidak secara
tersurat oleh Perjanjian ini akan ditentukan oleh Presiden dalam kapasitasnya sebagai
Komandan-in-Chief dari AFP.
III. Pemerintah Otonomi Baru Daerah (Tahap II)
Ketentuan-ketentuan berikut dilaksanakan setelah amandemen hukum atau
pembatalan UU Organik ARMM harus sudah ditetapkan oleh Kongres dan disetujui
oleh orang-orang di daerah yang bersangkutan dalam plebisit setelah itu. Dengan
demikian, ketentuan ini harus direkomendasikan oleh GRP kepada Kongres untuk
dimasukkan dalam amendatory atau hukum pembatalan.
A. Lembaga eksekutif, majelis Legislatif, Sistem Administrasi dan Perwakilan di
Pemerintah Nasional
Dewan Eksekutif
21. Kekuasaan eksekutif akan diberikan kepada Kepala Pemerintah Otonomi biasa
yang terpilih pada umumnya melalui pemungutan suara langsung dari rakyat Daerah
Otonom. Ada juga yang akan menjadi Wakil Kepala Pemerintahan Otonomi Daerah
85
juga terpilih dengan cara yang sama. Kepala Pemerintah Otonomi Daerah dapat
menunjuk tiga (3) Deputi. Kepala, Wakil Kepala-dan tiga (3) Deputi terdiri Dewan
Eksekutif daerah Otonomi.
22. Presiden harus melakukan pengawasan umum atas Pemerintah Otonomi Daerah
dan seluruh unit pemerintah daerah di wilayah Otonomi melalui Kepala Pemerintahan
Otonomi Daerah untuk memastikan bahwa undang-undang yang dieksekusi secara
tepat.
Kepala Pemerintah Otonomi melakukan pengawasan umum atas semua unit
pemerintah daerah di wilayah otonomi untuk memastikan bahwa hukum nasional dan
regional dapat dicapai dengan tepat, dan memastikan bahwa mereka bertindak dalam
kekuasaan mereka ditugaskan sesuai fungsi.
Dewan Perwakilan Rakyat
23. Kekuasaan legislatif harus dipegang oleh DPRD.
24. DPRD terdiri atas anggota yang dipilih melalui pemilu, dengan tiga (3) anggota
terpilih dari masing-masing kabupaten Kongres.
25. Harus ada perwakilan sektoral di DPR yang jumlahnya tidak melebihi lima belas
persen (15%) dari jumlah anggota terpilih DPR yang berasal dari tenaga kerja, kaum
disabilitas, industri, komunitas budaya adat, pemuda, perempuan, organisasi nonpemerintah, pertanian, dan sektor lain seperti dapat diberikan oleh Undang-Undang
Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Pemerintah Otonomi dari antara calon dari
kelompok sektoral yang berbeda yang telah disediakan, bagaimanapun, bahwa
perwakilan pemuda tidak boleh kurang dari 18 tahun dan tidak lebih dari 21 tahun
pada saat pengangkatannya.
26. Inisiatif Rakyat, dengan cara plebisit atau referendum, yang diakui.
27. DPRD akan menjalankan kekuasaan legislatif untuk aplikasi di bidang otonomi
kecuali pada hal-hal berikut, yakni:
a. Hubungan Luar Negeri;
b. Pertahanan dan Keamanan Nasional;
c. Layanan Pos;
d. Mata uang, dan Fiskal dan Kebijakan moneter;
e. Administrasi Peradilan kecuali pada hal-hal yang berkaitan dengan syariah;
f. Karantina;
g. Bea dan tarif;
86
h. Kewarganegaraan;
i. Naturalisasi, Imigrasi dan Deportasi;
j. General Audit, Layanan Sipil dan Pemilu;
k. Perdagangan Luar Negeri;
l. Maritim, Transportas darat dan laut, Komunikasi yang mempengaruhi daerah di
luar daerah otonom; dan
m. Paten, Merek Dagang, nama dagang dan Hak Cipta.
28. DPRD dapat membuat, membagi, menggabungkan, menghapus atau secara
substansial mengubah batas-batas unit pemerintah daerah di wilayah otonomi sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan oleh subjek hukum dengan persetujuan mayoritas
suara dalam plebisit yang menyerukan tujuan dalam unit politik yang terkena
dampaknya. Hal ini juga dapat mengubah nama unit pemerintah daerah tersebut,
tempat dan lembaga-lembaga publik.
29. Setiap anggota DPR yang menerima janji dan memenuhi syarat untuk posisi
apapun di Pemerintah, termasuk perusahaan / atau memiliki jabatan di pemerintah
dan atau lembaga dan lembaga turunannya, secara otomatis akan kehilangan kursinya
di DPR.
30. Tidak ada anggota DPR dapat secara pribadi muncul sebagai penasihat sebelum
pengadilan atau badan-badan administratif kuasi-yudisial dan lainnya.Tidak boleh
langsung maupun tidak langsung, tertarik secara finansial dalam setiap kontrak
dengan, atau dalam franchise atau hak istimewa yang diberikan olehmPemerintah
atau subdivisi, badan atau perangkat daripadanya, termasuk / atau dikendalikan
perusahaan atau anak perusahaan milik-pemerintah dan , selama masa jabatannya.
Dia tidak akan campur tangan dalam hal apapun sebelum kantor pemerintah untuk
keuntungan berupa uang atau di mana ia dapat dipanggil untuk bertindak karena
kantornya.
31. Dalam hal kekosongan di DPR terjadi setidaknya satu tahun sebelum berakhirnya
masa jabatan, pemilihan khusus akan dipanggil untuk mengisi kekosongan dengan
cara yang ditentukan oleh hukum; dengan ketentuan bahwa anggota terpilih akan
melayani untuk jangka belum berakhir.
32. Majelis Legislatif memilih pembicara dari antara anggotanya dan pejabat lain
seperti aturan yang telah diberikan DPR.
87
33. kekuatan, fungsi, tanggung jawab dan struktur yang berbeda Departemen,
lembaga, biro, kantor dan perangkatnya dari pemerintah daerah termasuk perusahaan
miliknya dan-dikendalikan pemerintah daerah di bidang otonomi harus ditentukan
dan ditetapkan oleh Regional DPR.
34. Tidak ada orang akan dipilih anggota DPR kecuali dia / dia:
a. Seorang warga alami lahir dari Filipina;
b. Setidaknya 21 tahun pada hari pemilihan;
c. Mampu membaca dan menulis;
d. Sebuah pemilih terdaftar dari distrik di mana ia / dia akan dipilih pada hari ia / data
dirinya/ sertifikat pencalonannya; dan
e. Sebuah daripadanya penduduk untuk jangka waktu tidak kurang dari lima tahun
segera sebelum hari pemilihan.
35. Setiap anggota Majelis Legislatif harus mengambil sumpah setia kepada Republik
Filipina sebelum mengambil jabatannya / kursinya.
36. Majelis Legislatif mengadopsi aturan prosedurnya sendiri dengan suara mayoritas
dari semua anggotanya termasuk pemilihan anggota komite tetap dan suspensi atau
pengusiran anggotanya.
37. Mayoritas semua anggota Majelis mempunyai urusan lain untuk melakukan
bisnis, tetapi sebagian kecil mungkin menunda sebagian waktunya dan dapat
memaksa kehadiran anggota tidak hadir dalam cara tersebut, dan di bawah Majelis
dapat memberikan hukuman.
38. Legislatif Majelis atau komite yang dapat melakukan penyelidikan atau konsultasi
publik dalam bantuan undang-undang sesuai dengan aturan. Hak orang-orang yang
muncul dalam atau dipengaruhi oleh pertanyaan tersebut harus dihormati.
39. Majelis Legislatif membuat jurnal dari proses dan catatan dari rapat anggota
partai dan pertemuan. Catatan dan buku rekening Majelis harus di jaga dan terbuka
untuk pengawasan publik. Komisi Audit akan menerbitkan laporan tahunan daftar
terperinci dari pengeluaran yang dikeluarkan oleh Anggota Majelis dalam waktu
enam puluh (60) hari dari akhir setiap sesi reguler.
40. Ketua Majelis Legislatif harus dalam waktu sepuluh hari kerja dari
persetujuan, menyerahkan kepada Presiden dan kedua dewan Kongres salinan naskah
resmi dari semua hukum dan resolusi yang disetujui oleh Dewan Perwakilan.
88
41. Tidak ada anggota yang dipertanyakan atau dapat dimintai tanggung jawab di
tempat lain untuk pembicaraan atau perdebatan di Majelis atau komite daripadanya.
42. Kepala Eksekutif Pemerintah Otonomi akan menyetujui anggaran Daerah
Otonom. Jika, fiskal setiap akhir tahun, Majelis Legislatif
telah gagal untuk lulus alokasi tagihan daerah untuk tahun fiskal berikutnya, kegiatan
Alokasi daerah untuk fiskal tahun sebelumnya dianggap otomatis kembali berlaku
dan akan tetap berlaku sampai tagihan alokasi regional disahkan oleh DPR.
43. Tidak ada ketentuan atau berlakunya harus memihak dalam RUU alokasi daerah
kecuali berkaitan secara khusus untuk beberapa perampasan tertentu di dalamnya.
berlakunya ketentuan tersebut harus dibatasi dalam operasi untuk pengambilan yang
berkaitan.
44. Prosedur dalam menyetujui alokasi untuk Dewan Perwakilan harus ketat
mengikuti prosedur untuk menyetujui alokasi untuk departemen dan instansi
Pemerintah Daerah lainnya.
45. Sebuah alokasi khusus harus menetapkan tujuan RUU yang dimaksudkan, dan
harus didukung oleh dana yang tersedia sebagai disertifikasi oleh Bendahara
Regional, atau dikeluarkan sesuai didalam proposal pendapatan.
46. Dana Discretionary (kebijaksanaan untuk memilih dengan bebas) disesuaikan
untuk kantor tertentu akan terganggu untuk kepentingan publik harus didukung oleh
voucher dan mengikuti pada pedoman yang tepat sebagaimana ditentukan oleh
hukum regional.
47. Semua uang yang terkumpul dari pajak daerah yang dipungut untuk tujuan khusus
harus diperlakukan sebagai dana khusus dan dibayarkan untuk tujuan khusus seperti
hanya. Jika tujuan yang dana khusus diciptakan telah terpenuhi atau ditinggalkan dan
berkeseimbangan, jika ada, akan bertambah dengan dana umum dari pemerintah
daerah.
48. Dana perwalian hanya akan dibayarkan dari kas daerah pada pencapaian tujuan
tertentu yang mengatakan dana diciptakan atau diterima.
49. Majelis Legislatif akan bertemu di sidang terbuka, kecuali tertera pada aturan.
Sesi reguler akan dimulai pada Senin 4 April dan akan terus berada di sesi nomor
seperti hari yang akan ditentukan oleh Majelis sampai tiga puluh (30) hari sebelum
pembukaan sesi reguler berikutnya.
89
50. Majelis Legislatif akan bertemu dalam sesi khusus atas permintaan sepertiga (1/3)
dari semua anggotanya atau dengan panggilan Chief Executive. Sesi khusus tersebut
harus diselenggarakan dengan agenda tertentu.
51. Tidak ada tagihan yang akan menjadi agenda hukum kecuali telah melalui tiga (3)
pembacaan pada hari yang terpisah dan dicetak salinannya dalam bentuk yang
akhirnya telah didistribusikan kepada Anggota
3 hari sebelum bagian perusahaan, kecuali ketika Chief Executive menyatakan untuk
kebutuhan ditetapkan langsung untuk memenuhi bencana umum atau darurat.
52. Setiap RUU disahkan oleh Dewan Perwakilan, sebelum menjadi undang-undang,
akan disampaikan kepada Chief Executive. Jika ia menyetujuinya, ia akan
menandatanganinya, jika tidak, ia akan memveto itu dan mengembalikannya dengan
keberatan kepada Dewan Perwakilan, yang akan masuk pandangan besar pada
umumnya dalam jurnal dan mempertimbangkannya untuk dilanjutkan. Setelah
peninjauan kembali tersebut, dua pertiga (2/3) dari semua Anggota DPR setuju untuk
meloloskan RUU, itu akan menjadi hukum. Dalam semua kasus tersebut, veto harus
ditentukan oleh jajak pendapat, dan nama-nama anggota suara yang setuju atau
menentang akan masuk dalam jurnal.
Kepala Eksekutif harus berkomunikasi tentang hak nya dari setiap tinjauan ke DPR
dalam waktu tiga puluh (30) hari setelah diterimanya ; jika tidak, itu akan menjadi
alasan hukum seolah-olah ia telah menandatanganinya.
53. Majelis Legislatif dapat meminta kehadiran Chief Executive, wakil Chief
Executive, anggota kabinet atau wakil mereka, sebagai penyedia aturan, untuk
ditanyai tentang hal-hal yang termasuk dalam lingkup kekuasaan mereka ditugaskan
sebagaimana fungsinya.
54. Tunduk pada aturan Majelis Legislatif, kekuasaan legislatif untuk menanyakan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi administrasi oleh
lembaga pemerintah Daerah Otonom dalam bentuk pertanyaan tertulis.
55. Kepala Eksekutif harus menyampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan sebelum awal setiap sesi reguler, sebagai dasar alokasi tagihan daerah,
anggaran belanja dan sumber pembiayaan, termasuk penerimaan dari yang ada dan
Tindakan pendapatan yang diusulkan.
90
56. Tahun fiskal Daerah Otonomi meliputi periode 1 Januari sampai 31 Desember di
tahun yang sama.
57. Majelis Legislatif tidak mungkin meningkatkan alokasi yang direkomendasikan
oleh Chief Executive untuk pengoperasian Pemerintah Otonomi sebagaimana
ditentukan dalam anggaran. Bentuk, isi dan cara penyusunan anggaran akan
ditentukan oleh hukum daerah; disediakan, dan sambil menunggu berlakunya hukum
daerah tersebut, proses penganggaran diatur oleh undang-undang nasional yang ada
dan aturan daerah serta peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Anggaran dan
Manajemen.
58. Kepala Eksekutif harus memiliki kekuatan untuk memveto setiap bagian tertentu
atau point dalam RUU apropriasi atau pendapatan, tetapi veto tidak akan
mempengaruhi beberapa point atau hal yang tidak berkaitan. Veto dapat
dipertimbangkan oleh Majelis dengan suara dua pertiga (2/3) dari semua anggotanya.
59. rekening keuangan pengeluaran dan pendapatan dari Daerah Otonomi harus
diaudit oleh Komisi Audit.
60. Tidak ada uang harus dikeluarkan dari Kas Umum Daerah kecuali menurut
apropriasi yang dibuat oleh hukum regional.
61. Tidak ada hukum regional yang lulus otorisasi alokasi transfer; Namun, Chief
Executive, Ketua Majelis, dan Ketua Kehakiman Syariah Pengadilan tertinggi diberi
wewenang oleh hukum untuk menambah poin dalam UU Pembentukan Umum
Daerah untuk kantor masing-masing dari penghematan barang-barang lainnya dari
masing-masing alokasi.
Sistem Administrasi
62. Pemerintah Otonomi Daerah harus memiliki kekuatan untuk memberlakukan
sendiri Kode regional Administrasi dan kode Wilayah Daerah Pemerintah yang
konsisten dengan hukum nasional dan konstitusi asalkan tidak dengan cara apapun
mengurangi kewenangan dan fungsi yang sudah dinikmati oleh Unit Pemerintah
Daerah.
Hak Perwakilan dan Partisipasi dalam Pemerintahan Nasional dan di semua Organ
Negara
Prinsip Umum:
63. Perwakilan di Pemerintah Nasional oleh penduduk Daerah Otonomi dapat
dilakukan melalui penunjukan atau pemilihan dan harus tunduk pada standar dan
pedoman yang ditetapkan untuk posisi itu. Ketika representasi dilakukan dengan
penunjukan, penduduk Daerah Otonomi akan ditunjuk oleh Presiden Filipina untuk
91
posisi tertentu yang menentukan kebijakan, sangat teknis, tertata rapi dan aman serta
pengawasan atas rekomendasi oleh Kepala Pemerintah Otonomi.
64. Hak representasi tidak akan ditafsirkan sedemikian rupa sehingga pelamar dari
Daerah Otonomi, terutama umat Islam, dan Komunitas Budaya, untuk posisi yang
lebih rendah pada organ di atas pemerintah tidak bisa diangkat lagi dengannya.
Cara Perwakilan dan Partisipasi
Eksekutif
65. Ini akan menjadi kebijakan Pemerintah Nasional yang akan ada setidaknya satu
(1) anggota Kabinet (dengan pangkat Sekretaris Departemen) yang merupakan
penduduk dari Daerah Otonomi untuk direkomendasikan oleh Kepala Pemerintah
Otonomi .
66. Ini akan juga menjadi kebijakan yang akan ada setidaknya satu poin secara resmi
di masing-masing departemen dan badan-badan konstitusional pemerintah nasional
yang akan diangkat di eksekutif, terutama rahasia, sangat teknis kebijakanmenentukan posisi, dari kalangan penduduk Daerah Otonomi atas rekomendasi oleh
Kepala Pemerintah Otonomi. Kepala Pemerintah Otonomi akan berpartisipasi sebagai
anggota ex-officio Dewan Keamanan Nasional pada semua hal-hal mengenai
Otonomi Daerah dan hal-hal lain seperti dapat ditentukan oleh Presiden.
67. Korporasi Pengendali Milik Pemerintah (GOCCs) atau lembaga dan turunannya
di daerah otonomi: di mana Pemerintah - Dimiliki dan Korporasi Pengendali
(GOCCs) beroperasi secara penuh dengan anak perusahaan di daerah otonomi, seperti
kebijakan yang diberikan Pemerintah Otonomi Daerah beberapa representasi dalam
Direksi atau di badan pembuat kebijakan yang mengatakan GOCCs atau anak
perusahaan yang konsisten dengan masing-masing tujuan bidangnya.
Legislatif
68. Ini akan menjadi kebijakan Pemerintah Nasional bahwa Pemerintah Otonomi
Daerah memiliki satu perwakilan di Kongres sebagai Wakil Sektoral. Ini adalah
perwakilan / anggota kongres yang dipilih dari kabupaten kongres yang terletak di
daerah otonom.
Yudisial
69. Ini akan menjadi kebijakan Pemerintah Nasional bahwa setidaknya satu peradilan
di Mahkamah Agung dan setidaknya dua (2) di Pengadilan Banding akan datang dari
Daerah Otonomi. Untuk tujuan ini, Kepala Pemerintah Otonomi dapat mengajukan
nama-nama rekomendasi kepada Dewan Yudisial untuk dipertimbangkan. Hal ini
92
tanpa mengurangi status pengangkatan penduduk yang memenuhi syarat dari Daerah
Otonomi untuk posisi lain di pengadilan sesuai dengan syarat dan kualifikasi mereka.
70. GRP akan berusaha untuk mengadakan pengangkatan sebagai anggota dari
Yudisial dan Bar Council, orang yang memenuhi syarat untuk direkomendasikan oleh
Kepala Pemerintah Otonomi Daerah.
71. GRP akan meminta Mahkamah Agung untuk membuat Kantor Wakil
Administrator Pengadilan Wilayah Otonomi, dan untuk menunjuk hal tersebut orang
yang memenuhi syarat yang direkomendasikan oleh Kepala Pemerintahan Otonomi
Daerah.
Eligibilities Layanan Sipil
72. Layanan persyaratan sipil untuk janji untuk posisi pemerintah berlaku di
Pemerintah Otonomi. Diperlukan, Komisi Pelayanan Sipil akan menggelar ujian
pegawai negeri khusus di wilayah tersebut untuk lebih meningkatkan jumlah eligibles
dalamnya. Untuk jangka waktu tidak lebih dari lima (5) tahun dari pembentukan
Pemerintah Otonomi Daerah, GRP akan berusaha untuk
menyediakan layanan sipil dengan kelayakan yang tepat untuk pelamar di Daerah
Otonomi, yang disediakan, dan kualifikasi pendidikan minimal untuk posisi yang
terpenuhi.
B. Pembentukan Pasukan Keamanan Regional Khusus untuk Daerah Otonomi (Tahap
II Pelaksanaan Perjanjian Tripoli)
Prinsip Umum
73. Ketika Pemerintah Daerah otonomi reguler yang baru telah dibentuk, harus dibuat
suatu Komando Daerah PNP untuk Daerah Otonomi baru, yang akan menjadi
Pasukan Keamanan Regional Khusus (SRSF) sebagaimana dimaksud dalam ayat 8,
Pasal III Perjanjian Tripoli.
74. Dewan Perwakilan Daerah dapat membuat undang-undang yang mengatur
Regional Command PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF konsisten dengan ketentuan
konstitusi yang akan menjadi satu kekuatan polisi di negara dalam ruang lingkup
yang bersifat nasional dan berkarakter sipil.
75. PNP Komando Daerah untuk Daerah Otonomi / SRSF harus terdiri dari unit PNP
yang ada di daerah otonomi, elemen MNLF dan penduduk lain dari daerah yang
kemudian dapat di direkrut ke dalam pasukan.
76. Kekuasaan dan fungsi Komando Daerah PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF,
yang harus dilaksanakan dalam wilayah yang dicakup oleh Pemerintah Otonomi
Daerah (RAG), akan menjadi sebagai berikut:
93
a. Menegakkan semua hukum dan peraturan terhadap perlindungan kehidupan beserta
perangkatnya;
b. Menjaga perdamaian dan ketertiban dan mengambil semua langkah yang
diperlukan untuk menjamin keselamatan masyarakat;
c. Penyelidikan untuk mencegah kejahatan, efek penangkapan pelaku kriminal,
membawa pelaku ke pengadilan dan membantu dalam penuntutan mereka;
d. Peningkatan kekuatan gabungan untuk melakukan penangkapan, pencarian dan
penyitaan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang yang bersangkutan;
e. Menahan dan menangkap seseorang untuk jangka waktu yang sesuai dengan
ketentuan hukum, menginformasikan tersangka yang ditahan menurut Konstitusi dan
mengawasi hak asasi manusia yang melekat pada warga; dan
f. Melakukan tugas lain tersebut dan melaksanakan semua fungsi lainnya yang
mungkin disediakan oleh hukum.
77. PNP Komando Daerah untuk Daerah Otonomi / SRSF dikaitkan untuk
pemeliharaan dan pelestarian perdamaian, hukum dan ketertiban, dan perlindungan
kehidupan, kebebasan dan properti di kawasan ini dalam harmoni dengan Konstitusi.
Organisasi Regional Command PNP untuk Daerah Otonomi / SRSF
78. Ini akan menjadi kegiatan warga sipil dalam lingkup alam atau karakter.
79. Akan menjadi daerah dalam cakupan lingkup operasi.
80. Akan dipimpin oleh seorang Direktur Regional yang dibantu oleh 2 (dua) Deputi,
satu (1) untuk Administrasi dan satu (1) Operasi.
81. Ini harus memiliki daerah, provinsi, dan kota atau kantor kotamadya.
82. Di tingkat provinsi, akan ada kantor provinsi, dipimpin oleh seorang Direktur
Provinsi.
83. Pada kota atau tingkat kota, harus ada kantor / stasiun yang akan dipimpin oleh
seorang Kepala Polisi.
Kekuasaan Kepala Pemerintah Otonomi Daerah selama Regional Command PNP
untuk Daerah Otonomi / SRSF
84. Bertindak sebagai Wakil Komisi Kepolisian Nasional (NAPOLCOM) di wilayah
tersebut dan akan menjadi ex-officio Ketua Komisi Kepolisian Daerah
(REPOLCOM).
85. Latihan pengendalian operasional dan pengawasan umum dan kekuatan disiplin.
86. Mempekerjakan / mengerahkan unsur-unsur dari Komando Daerah melalui
Direktur Regional.
87. Tetapkan / petugas Tugaskan dan personil lainnya melalui Direktur Regional.
88. Kenalkan ke Presiden pengangkatan Direktur Regional dan nya dua (2) Deputi.
89. Mengawasi penyusunan dan pelaksanaan rencana keselamatan publik daerah yang
terintegrasi.
94
90. Pemberlakuan hukum, karena pemberitahuan dan ringkasan sidang keluhan
warga, sanksi administrasi personil dari Komando Daerah kecuali Presiden ditunjuk.
Penciptaan Komisi Kepolisian Daerah
91. Harus ada pembentukan Komisi Kepolisian Daerah (REPOLCOM) oleh Dewan
Perwakilan Daerah sesuai dengan Konstitusi.
92. REPOLCOM akan berada di bawah pengawasan NAPOLCOM.
93. Ketua REPOLCOM akan menjadi Komisaris ex-officio dari NAPOLCOM.
C. Pendidikan
Terpadu Sistem Pendidikan
94. Pemerintah Otonomi Daerah memiliki perangkat pendidikan yang terdiri dari
sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan universitas yang ada di daerah otonomi dan
sekolah lainnya seperti dan lembaga di daerah otonomi akan diperluas di masa depan,
dengan kemungkinan masuknya universitas dan perguruan tinggi negara (SUCs )
akan diputuskan nanti. Hubungan badan pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah
dengan sistem pendidikan nasional harus yang dari sistem dan sub-sistem dengan
penekanan pada otonomi sub-sistem. Dalam hal ini SUCs harus dimasukkan sebagai
bagian dari perangkat pendidikan dari Pemerintah Otonomi Daerah, pemerintah
otonom mengakui otonomi fiskal dan kebebasan akademik SUCs sebagaimana
diamanatkan oleh masing-masing pengguna.
95. sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah wajib, antara lain, mengabadikan
cita-cita dan aspirasi Islam Filipina, nilai-nilai Islam dan orientasi rakyat
Bangsamoro. Ini akan mengembangkan total aspek spiritual, intelektual, sosial,
budaya, ilmiah dan fisik dari orang Bangsamoro untuk membuat mereka yang takut
akan Allah, produktif, warga patriotik, warisan budaya sadar nilai-nilai Filipina dan
Islam dan Islam di bawah naungan masyarakat yang adil.
Struktur Sistem Pendidikan
96. Tingkat SD akan mengikuti struktur dasar nasional dan terutama harus peduli
dengan menyediakan pendidikan dasar tingkat menengah dan sesuai dengan empat
(4) tahun sekolah tinggi, dan tingkat tersebut akan menjadi satu tahun sampai tiga (3)
tahun untuk program non gelar dan empat (4) sampai delapan (8) tahun untuk
program gelar, seperti yang mungkin terjadi sesuai dengan hukum yang ada.
Kurikulum
97. Sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah akan mengadopsi program inti
dasar bagi semua anak Filipina serta diperlukan waktu minimum pembelajaran dan
orientasi yang diberikan oleh pemerintah pusat, termasuk bidang studi dan penjatahan
waktu mereka sehari-hari. Bahan pengajaran dan isi kurikulum harus
95
mempromosikan solidaritas, persatuan dalam keberagaman Filipina dan nilai-nilai
Islam.
98. Penambahan pembelajaran lebih diperlukan dan bahan pembelajaran akan
menjadi hak prerogatif dan tanggung jawab dari Pemerintah Otonomi.
99. Persyaratan minimum dan standar yang ditentukan oleh Departemen Kebudayaan
Pendidikan dan Olahraga (DECS), Komisi Pendidikan Tinggi (CHED) dan Otoritas
Pendidikan Teknik Pengembangan Keterampilan (TESDA) akan diikuti oleh Daerah
Otonomi.
100. Buku pelajaran yang sama dari Pemerintah Nasional akan digunakan oleh
sekolah-sekolah di Daerah Otonomi. Perumusan, pembuatan dan revisi buku teks
adalah tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah dan Pemerintah Nasional dan
dalam norma-norma yang disepakati, kebebasan akademik dan batas hukum yang
relevan, perumusan dan revisi akan menekankan nilai-nilai atau orientasi Islam, di
samping nilai-nilai yang meliputi Filipina dan nilai-nilai Kristen serta nilai-nilai
masyarakat adat, ilmu modern dan teknologi serta menyampaikan pendidikan terbaru.
Setelah mengadopsi inti kurikulum dari pemerintah nasional dalam pertimbangan
untuk mencapai kualitas tertinggi pendidikan, mahasiswa dan lulusan dari sistem
pendidikan dari Daerah Otonomi harus terakreditasi penuh ketika mereka transfer ke
daerah non otonom.
101. Integrasi Nilai Islam dalam kurikulum harus dilakukan secara bertahap setelah
penelitian dan studi yang dilakukan.
102. Ajaran Nilai Islam, serta nilai-nilai Filipina, akan dimasukkan dalam Good
Manners dan Perilaku yang benar di tingkatan kelas yang sesuai termasuk tingkat
tersier tunduk norma yang disepakati, kebebasan akademik, dan keterbatasan hukum.
103. Budaya Muslim, adat istiadat, kebiasaan dan tradisi yang terutama didasarkan
pada Islam, serta budaya, adat istiadat, kebiasaan, dan tradisi Kristen dan masyarakat
adat, harus dipertahankan melalui sekolah-sekolah umum dan khusus reguler di
Daerah Otonomi, mengingat bahwa sekolah mengabadikan ajaran khusus dari nilainilai masyarakat.
Administrasi Sistem Pendidikan
104. pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan sistem pendidikan seluruh di
wilayah otonomi akan menjadi perhatian utama dari Pemerintah Otonomi Daerah,
yang harus konsisten dengan pernyataan kebijakan badan pendidikan nasional. Badan
pendidikan nasional harus memantau ketat sistem pendidikan daerah dengan
96
kebijakan pendidikan nasional, standarisasi dan peraturan bekerjasama dengan
otoritas pendidikan daerah otonom. Kepala sistem pendidikan dari Pemerintah
Otonomi Daerah memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengambilan
keputusan dan kebijakan dari badan pendidikan nasional.
105. Pemerintah Otonomi Daerah diwakili di Dewan SUCs di wilayah sebagai cochairman atau setidaknya, co-wakil ketua, yang mungkin disediakan oleh hukum yg
berlaku. Penunjukan untuk Dewan SUC harus dilakukan oleh Presiden Filipina.
106. Pemerintah Otonomi Daerah akan bertanggung jawab untuk administrasi, fungsi
spesifik manajemen dan kekuasaan, pengawasan pendidikan dan administrasi
sekolah, dan peraturan sekolah swasta.
107. Struktur organisasi dari sistem pendidikan di daerah otonom akan mengikuti
struktur dasar dari sistem pendidikan nasional. Majelis Legislatif Daerah dapat
menambahkan struktur khusus jika diperlukan. Ini harus mengikuti organisasi mana
saja dari tahun kurikuler seperti yang ditemukan pada rapat persiapan nasional.
108. program yang didanai organisasi lokal akan menjadi tanggung jawab Pemerintah
Otonomi Daerah.
109. Pemilihan, rekrutmen, pengangkatan dan promosi guru dan karyawan menjadi
tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah sesuai dengan standar kualifikasi umum
yang ditentukan oleh Komisi Pelayanan Sipil (CSC) asalkan Pemerintah Otonomi
Daerah dapat melakukan standar regional didefinisikan yang tidak di bawah standar
nasional.
110. Pemilihan, rekrutmen, pengangkatan dan promosi SD, sekunder dan karyawan
pendidikan setara menjadi tanggung jawab Pemerintah Otonomi Daerah sesuai
dengan standar umum Komisi Sipil Service (CSC) dan badan-badan lain yang diakui.
111. otoritas disiplin Primer lebih pejabat dan karyawan dari Pemerintah Otonomi
Daerah akan menjadi bidang perhatian dari Pemerintah Otonomi Daerah sesuai
dengan (CSC) aturan dan peraturan Komisi Pelayanan Sipil. Sanksi administratif
yang dianggap layak dan wajar yang ditentukan oleh Komisi Pelayanan Sipil akan
menjadi bidang perhatian dari Pemerintah Otonomi Daerah.
Instruksi agama
112. Tata aturam Agama di sekolah umum harus opsional, dengan persetujuan tertulis
dari orang tua / wali, diajarkan oleh otoritas agama untuk mana siswa berada, dan
97
tidak harus terlibat biaya tambahan kepada pemerintah sesuai dengan kebijakan
nasional.
Instruksi Menengah
113. bahasa Filipina dan Inggris akan menjadi media instruksi di bidang Otonomi;
asalkan bahasa Arab akan menjadi media bantu pengajaran.
114. Bahasa Regional dapat digunakan sebagai bahasa resmi tambahan di wilayah
tersebut serta media bantu pengajaran dan komunikasi.
115. Bahasa Arab diakui sebagai bahasa pengantar di Madaris (sekolah) dan lembagalembaga Islam lainnya.
116. Bahasa Arab harus diajarkan sebagai subjek dalam semua tingkatan kelas yang
tepat seperti saat ini diperlukan dalam undang-undang yang ada bagi umat Islam, dan
opsional, untuk non-Muslim.
Madrasah Pendidikan
117. Madaris yang ada, termasuk Madaris Ulya akan berada di bawah sistem
pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah sebagaimana saat diselenggarakan di daerah
otonomi.
118. Guru Madaris akan menerima kompensasi dari dana Pemerintah Otonomi
Daerah asalkan mereka bekerja di sekolah-sekolah umum.
Pendidikan Non-formal dan Pendidikan Khusus
119. Sistem pendidikan Pemerintah Otonomi Daerah harus mengembangkan potensi
penuh sumber daya manusia, merespon positif terhadap perubahan kebutuhan dan
kebutuhan kondisi lingkungan, serta melembagakan pendidikan non-formal.
120. Sistem pendidikan harus merespon positif dan efektif dengan perubahan
kebutuhan dan kondisi zaman serta kebutuhan daerah dan nasional lingkungan
melalui penggunaan yang tepat dari teknologi terbaru pendidikan, pengembangan,
perencanaan, monitoring, evaluasi yang tepat dan Intervensi pendidikan tepat waktu
serta hubungan dengan lembaga-lembaga nasional dan internasional.
121. Regional sistem pendidikan Pemerintah Otonomi akan melembagakan
pendidikan non-formal dalam lingkup tertentu dan metodologi, untuk memasukkan
huruf, angka dan pelatihan keterampilan intensif dari pemuda dan dewasa, untuk
memungkinkan mereka berpartisipasi secara aktif dan produktif dalam arus utama
kehidupan regional dan nasional.
Hibah Beasiswa dan Bantuan
98
122. Perguruan tinggi di daerah otonomi dapat mencari dan menerima donasi luar
negeri untuk tujuan pendidikan.
123. Pemerintah Otonomi Daerah sistem pendidikan akan menangani, dengan
pengaturan administrasi dengan DECS nasional, CHED, dan program beasiswa
TESDA, baik lokal maupun asing, termasuk yang disediakan oleh daerah otonom
sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.
124. Siswa yg kurang mampu tapi layakmendapatkan pendidikan akan diberikan
bantuan keuangan oleh Pemerintah Otonomi Daerah dari dana yang diberikan oleh
pemerintah pusat untuk tujuan dan dari sumber-sumber dana lain.
Dana untuk Pendidikan
125. Dana untuk pendidikan yang merupakan bagian dari Pemerintah Otonomi
Daerah sebagaimana tercantum dalam kegiatan aproriasi umum harus diberikan
langsung kepada Pemerintah Otonomi.
D. Ekonomi dan Keuangan Sistem, Pertambangan dan Mineral
126. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus menetapkan sendiri
Ekonomi regional dan Badan Perencanaan Pembangunan diketuai oleh Kepala
Pemerintahan di daerah otonomi. Dewan akan mempersiapkan rencana pembangunan
ekonomi dan program dari Pemerintah Otonomi.
127. Peran penting dari bank dan lembaga keuangan lainnya untuk pengembangan di
wilayah otonomi harus diakui.
128. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi memiliki kekuatan untuk
mempromosikan pariwisata sebagai instrumen positif bagi perkembangan asalkan
warisan budaya yang beragam, nilai-nilai moral dan spiritual dari orang-orang di
daerah otonomi harus diperkuat dan dihormati.
129. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus memiliki kekuatan untuk
memberikan insentif termasuk tunjangan liburan dalam kekuasaan dan sumber daya
di daerah otonomi.
130. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi pendukung kesempatan yang
sama untuk semua penduduk daerah otonomi terlepas dari etnis asal, budaya, jenis
kelamin, keyakinan dan agama.
131. Dalam memberlakukan langkah-langkah pajak, Majelis Legislatif Daerah
memperhatikan asas keseragaman dan kesetaraan dalam perpajakan dan tidak
mengenakan pajak penyitaan atau biaya apapun.
99
132. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus memiliki kekuatan untuk
menetapkan Kode Pajak Daerah dan Kode Pajak berlaku untuk semua unit
pemerintah daerah di wilayah otonomi.
133. Semua perusahaan, kemitraan atau badan usaha langsung terlibat dalam bisnis di
daerah otonomi harus membayar pajak sesuai biaya, dan biaya di provinsi atau kota di
wilayah otonomi di mana pembentukan melakukan bisnis.
134. Semua perusahaan, kemitraan atau badan usaha yang kepalanya kantor yang
terletak di luar daerah otonomi, tetapi melakukan bisnis dalam teritori yurisdiksi, baik
dengan menggunakan, memanfaatkan, dan memanfaatkan tanah, air dan semua
sumber daya alam di dalamnya, harus membayar pajak pendapatan mereka sesuai
dengan pendapatan mereka dari bisnis mereka yang
beroperasi di daerah otonomi melalui provinsi. Kota di mana kantor cabang mereka
berada. Dalam hal pendirian usaha tidak memiliki cabang di daerah otonomi,
pendirian usaha tersebut harus membayar melalui kota atau kota mana operasinya
berada.
135. Pemerintah Daerah di daerah otonomi sebagai suatu badan hukum,
memungkinkan kontrak pinjaman dalam negeri.
136. Pemerintah Otonomi Daerah mengakui peran penting yang dimainkan oleh bank
dan lembaga keuangan lainnya dalam pengembangan ekonomi daerah otonomi.
Untuk itu, Pemerintah Otonomi harus:
a. Mendorong pembentukan bank dan cabang bank di daerah otonomi;
b. Mendorong masuknya dan pembentukan unit perbankan bank asing di lepas pantai
daerah otonomi.
137. Pemerintah Otonomi Daerah dapat menerima hibah keuangan dan ekonomi
asing untuk pengembangan dan kesejahteraan rakyat di wilayah tersebut.
138. Pemerintah Otonomi Daerah dapat menerbitkan sendiri tagihan harta benda,
obligasi, surat promes, dan surat-surat utang lainnya dalam konsultasi dan koordinasi
dengan Bangko Sentral Pilipinas.
139. Pemerintah Otonomi Daerah dapat kontrak pinjaman luar negeri dalam lingkup
hukum nasional dan kebijakan moneter dan fiskal yang bersangkutan.
140. Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, pembangunan dan
kesejahteraan, pemerintah otonom berhak untuk merumuskan kebijakan ekonomi dan
keuangan dan melaksanakan program-program ekonomi dan keuangan, dengan
hukum nasional tentang rekening dan kebijakan.
141. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus mendorong,
mempromosikan dan mendukung pembentukan zona ekonomi, pusat industri, dan
100
pelabuhan di daerah dan pertumbuhan pusat-pusat strategis untuk menarik investasi
lokal dan perusahaan bisnis asing.
142. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi harus melakukan mendorong,
mempromosikan dan mendukung pembentukan zona ekonomi dan pusat-pusat
industri. Dan, dalam rangka untuk menarik investasi lokal dan asing dalam wilayah
zona dan di luar tetapi dalam wilayah otonomi, pemerintah di daerah otonomi dapat
memberikan insentif kepada investor yang mungkin didefinisikan dalam UndangUndang Otonomi Investasi yang akan dirumuskan oleh Majelis Legislatif Daerah
dalam satu tahun dari organisasinya.
143. Penduduk di daerah otonomi harus memiliki hak istimewa atas eksplorasi,
pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah otonomi
menghormati hak yang ada pada eksploitasi, eksplorasi, pengembangan dan
pemanfaatan sumber daya alam.
144. Pemerintah Otonomi Daerah di daerah otonomi akan menikmati otonomi fiskal
di penganggaran sumber pendapatan dan subsidi blok diberikan kepadanya oleh
Pemerintah Nasional dan donor asing sendiri. Penganggaran meliputi perencanaan,
pemrograman dan menyalurkan dana.
145. Pemerintah Nasional akan yang sesuai untuk daerah otonomi jumlah yang cukup
dan untuk jangka waktu (baik yang akan ditentukan kemudian) untuk proyek-proyek
infrastruktur yang didasarkan pada rencana pembangunan disetujui oleh Pemerintah
Otonomi Daerah dengan mempertimbangkan kebijakan nasional rekening.
147. Dalam regulasi eksplorasi, pemanfaatan, pengembangan, perlindungan sumber
daya alam termasuk pertambangan dan mineral, kecuali mineral strategis yang akan
ditentukan kemudian, pemerintah di daerah otonomi akan memberlakukan aturan dan
peraturan dan akan mengenakan biaya peraturan , dengan kebijakan nasional
rekening.
148. Sebuah Satuan Perbankan Syariah harus ditetapkan dalam Bangko Sentral ng
Pilipinas yang akan dikelola oleh ahli perbankan syariah yang berkualitas dicalonkan
oleh Gubernur Pemerintah Otonomi Daerah. Gubernur Pemerintah Otonomi Daerah
mencalonkan setidaknya tiga (3) orang yang mempunyai keahlian dari daerah
otonomi, dimana nominasi otoritas penunjukan harus menunjuk Kepala Unit.
Prosedur yang sama harus diamati sehubungan dengan sisa posisi di Unit.
149. Bank Sentral Pilipinas harus memiliki Kantor Wilayah dengan layanan
perbankan penuh di ibukota pemerintah Daerah Otonom untuk menanggapi
kebutuhan pertumbuhan masyarakat perbankan di daerah otonomi yang harus
ditetapkan dalam satu (1) tahun dari pembentukan Pemerintah Otonomi. Gubernur
Pemerintah Otonomi harus menyerahkan daftar recommendees berkualitas kepada
otoritas penunjukan dari mana staf kantor regional dapat dipilih; asalkan mereka staf
yang sekarang menduduki dan sudah ditunjuk untuk posisi di kantor regional
dianggap sebagai rekomendasi oleh Gubernur Pemerintah Otonomi Daerah.
101
150. Pemerintah Otonomi Daerah harus menetapkan tubuh di daerah otonomi dengan
kekuatan yang sama dengan Filipina Zona Ekonomi Authority (PEZA) konsisten
dengan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus tahun 1995.
151. Semua penerimaan tahunan yg berjalan dari pajak pendapatan internal dalam
wilayah otonomi harus untuk jangka waktu lima (5) tahun, akan dialokasikan untuk
Pemerintah Otonomi Daerah (RAG) di Alokasi tahunan umum; asalkan:
a. Biro Internal Revenue (BIR) akan terus mengumpulkan pajak tersebut dan BIR
Koleksi Kabupaten / Kantor yang bersangkutan harus mempertahankan penerimaan
tersebut dan
mengirimkan yang sama untuk RAG melalui bank penyimpanan disetujui dalam
waktu tiga puluh (30) hari dari akhir setiap kuartal tahunan yg terlaksana;
b. Dari kata pemungutan pajak pendapatan internal, lima puluh persen (50%) dari
pajak yang dikumpulkan berdasarkan 100 Bagian(pajak Nilai tambah dari penjualan
barang), 102 (Nilai
pajak pertambahan penjualan jasa), 112 (Pajak orang dibebaskan dari pajak
pertambahan nilai), 113 (Hotel, motel dan lain-lain), dan 114 (penyedia) dari Internal
Revenue Code Nasional (NIRC), sebagaimana telah diubah, lebih dari peningkatan
penerimaan untuk tahun berikutnya akan dibagi oleh RAG dan unit pemerintah
daerah (LGU) dalam wilayah otonomi sebagai berikut:
(1) Dua puluh persen (20%) akan bertambah ke kota atau kota di mana pajak tersebut
dikumpulkan; dan
(2) Delapan puluh persen (80%) akan bertambah untuk RAG tersebut.
Dalam semua kasus, RAG harus mengirimkan ke LGU saham masing-masing dalam
waktu enam puluh (60) hari dari akhir setiap kuartal tahun berjalan.
Asalkan, bagaimanapun, bahwa provinsi, kota, kota dan barangay dalam wilayah
otonomi akan terus menerima saham masing-masing dalam Pendapatan Penjatahan
internal (IRA), sebagaimana diatur dalam Pasal 284 dari Kode Pemerintah Daerah
tahun 1991.
Akhirnya, bahwa lima tahun (5) periode disini tersebut di atas dapat diperpanjang atas
kesepakatan bersama dari Pemerintah Nasional dan Daerah Otonom.
E. Syari'ah dan Hukum
152. Daerah Majelis Legislatif daerah otonomi harus menetapkan syari'ah Pengadilan
sesuai dengan hukum yang ada.
F. Klausa Totalitas
153. Perjanjian Perdamaian ini merupakan implementasi penuh Kesepakatan Tripoli
tahun 1976, mewujudkan dan merupakan totalitas semua perjanjian, perjanjian dan
pemahaman antara GRP dan MNLF menghormati semua materi yang terkandung di
sini. Perjanjian ini menggantikan dan memodifikasi semua perjanjian, kesepakatan,
102
perjanjian, dokumen dan komunikasi yg tidak disebut atau terwujud dalam Perjanjian
ini atau syarat dan kondisi yang dinyatakan tidak konsisten dengan ini. Konflik dalam
interpretasi Perjanjian ini akan diselesaikan dalam pembahasan Konstitusi Filipina
dan hukum yang ada.
G. Pasal Efektivitas
154. Perjanjian ini mulai berlaku segera setelah penandatanganan perjanjian para
pihak yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain di sini.
Done in the City of Manila on the 2nd day of September 1996. For the GRP:
H.E. Ambassador Manuel T. Yan Chairman of the GRP Panel
For the MNLF:
H.E. Professor Nur Misuari Chairman of the MNLF Panel
With the participation of the OIC Ministerial Committee of the Six and the SecretaryGeneral of the OIC
H.E. Mr.Ali Alatas
Minister for Foreign Affairs of the Republic of Indonesia/Chairman
of the OIC Ministerial Committee of the Six
H.E. Dr. Hamid Al-Gabid Secretary-General of the OIC
Download