BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anjing Anjing merupakan hasil penjinakan Canis lupus familiaris. Anjing pernah diklasifikasikan sebagai Canis familiaris Linnaeus di tahun 1758. Pada tahun 1993 Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli Mamalia Amerika menetapkan anjing sebagai subspesies srigala abu-abu, Canis lupus. Menurut penelitian ilmiah dan bukti lapangan, anjing dianggap mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi. Tingkat kecerdasan anjing tergantung pada ras masing-masing anjing secara individu. Anjing memiliki kelebihan pada indra penciuman, pendengaran, dan penglihatan. Indra terpenting seekor anjing adalah penciuman yang sangat sensitif dibandingkan hewan lainnya. Anjing mampu membedakan 4.000 jenis bau. Telinga anjing sangat peka terhadap bunyi atau suara. Anjing bisa mendengar suara dengan frekuensi rendah yaitu 16 hingga 20 Hz. Frekuensi tinggi yang mampu ditangkap oleh pendengaran anjing yaitu 70 kHz hingga 100 kHz. Daya penglihatan anjing mempunyai sudut penglihatan sebesar 2500-2900 (Dharmawan, 2009). 2.2 Struktur Anatomi dan Histologi Kelenjar Mammae Kelenjar mammae adalah modifikasi kelenjar kulit yang dilengkapi dengan puting susu dan menghasilkan air susu untuk makanan anak. Kelenjar mammae terdiri dari sel-sel yang selalu membelah untuk menghasilkan susu, terutama selama masa laktasi. Parenkim atau sel yang akan mensekresikan susu dari kelenjar mammae berkembang dari sel epithelia berasal dari primary mammary 5 6 cord. Perkembangan kelenjar mammae juga dipengaruhi oleh hormon. Hormon yang berhubungan dengan perkembangan kelenjar mammae adalah hormon estrogen. Hormon ini dihasilkan oleh ovarium dan juga sedikit dihasilkan oleh uterus (Cunningham, 2002). Secara histologi, kelenjar mammae terdiri dari beberapa bagian, antara lain fibroblast, jaringan ikat, lobus, alveolus dan duktus. Sel-sel penyusun lobus adalah sel kuboid selapis (kuboid simplek), terdiri dari saluran pucuk berdinding epithel pipih bersusun yang sama dengan struktur epidermis kulit, dan berwarna putih berkilauan. Dibawah epithel terdapat serabutserabut otot sirkuler dan longitudinal, yang sirkuler membentuk sphincter puting. Cisterne puting dibatasi oleh suatu epithel berlapis dua, lapisan luar terdiri dari sel-sel kolumnar, sedangkan sel-sel cuboidal membentuk lapisan dasar. Epithel ini berwarna kuning dan sangat kontras dengan epithel berwarna putih pada saluran pucuk. Lapisan lain adalah membrana basalis, tunika propria, otot-otot longitudinal dan sirkuler serta jaringan ikat. Penampung tengah dinding puting disebut corpus cavernosum karena banyaknya pembuluh-pembuluh darah dan lymphe (Toelihere, 1985). Struktur saluran mammae sama dengan dinding cisterne kelenjar. Dari lumen keluar ditemukan epithel dua lapis, selapis myoepithel yang longitudinal, dan satu membrana basalis. Arteri dan vena ditemukan di dalam tunica propria dari saluran-saluran besar, akan tetapi tidak banyak ditemukan kapiler-kapiler karena aktivitas sekretoris tidak ada. Makin jauh dari cisterna kelenjar makin sedikit jaringan otot dan makin banyak jaringan ikat. Suatu saluran terminal membesar untuk membentuk alveolus dan kedua-duanya berdinding satu lapis sel- 7 sel epithel. Alveoli merupakan satuan sekretoris mammae dilapisi oleh satu baris tunggal sel-sel epithel. Sel-sel epithel berbentuk kuboidal atau kolumner, tergantung pada jumlah produk sekretoris yang berakumulasi. Sel-sel myoepithel, sel-sel dengan penonjolan-penonjolan bercabang dan tidak teratur, mengelilingi lapisan epithel alveoli, dan mempunyai daya kontraksi. Di sekeliling alveoli terdapat jaringan penunjang (stroma) halus, longgar dan kaya akan kapiler-kapiler (Toelihere, 1985). Sekelompok alveoli dan saluran-salurannya membentuk satu lobulus. Saluran-saluran terminal bersatu membentuk ductus intralobuler yang bermuara ke suatu ruangan penampung intralobuler. Setiap lobulus diselubungi oleh selapis jaringan ikat (septum), dimana ruangan penampung air susu intralobuler bersatu dengan septum, menyempit dan berjalan terus untuk menjadi suatu ductus interlobuler. Sekelompok lobuli dikelilingi oleh suatu septum yang lebih lebar untuk membentuk satu lobus. Saluran-saluran interlobuler bermuara ke dalam suatu ruangan penampungan susu interlobuler yang bersambung sebagai saluran intralobuler (saluran di dalam satu lobus) sewaktu melewati septum. Saluran ini bersambung ke septa interlober jaringan ikat dan disebut saluran interlober. Sejumlah saluran interlober bersatu membentuk suatu ruangan penampungan susu, saluran-saluran dari ruangan ini membentuk galactophore yang bermuara ke cisterne kelenjar. Jaringan ikat mammae disebut stroma dan berwarna putih, sedangkan jaringan sekretoris berwarna oranye dan disebut parenkim (Toelihere, 1985). 8 Gambar 2.1. Histologi Kelenjar Mammae pada Anjing. Sumber : The University of Nottingham (2012). 2.3 Tumor Mammae pada Anjing Secara harfiah neoplasia berarti pertumbuhan baru, abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel neoplasia berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal. Namun, ketika sel-sel yang normal mengalami perubahan neoplastik, sel-sel tersebut memperoleh derajat otonomi tertentu untuk tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinasi (Wilson, 2006). Sel-sel yang membentuk sebuah neoplasma berasal dari sel-sel yang telah ada dalam tubuh dan biasanya sel-sel ini serupa. Tetapi sering juga sel neoplasma tidak sama dengan sel dewasa yang normal dari mana mereka berasal, walaupun dari sel-selnya sendiri tetapi biasanya akan mengambil bentuk menyerupai jaringan asalnya (Berata et al, 2011). Proses dasar yang sering terdapat pada semua neoplasia adalah perubahan gen yang disebabkan oleh mutasi pada sel somatik. Perubahan ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi DNA dalam sel. Sel akan 9 menjadi normal kembali apabila kerusakan pada susunan DNA di dalam sel dapat diperbaiki, akan tetapi apabila kerusakan susunan DNA tersebut tidak dapat diperbaiki maka sel tersebut akan mengalami perubahan yang pada akhirnya akan membentuk neoplasma. Karsinogen merupakan salah satu agen yang mengandung mutagenik (agen yang mampu menyebabkan mutasi gen) sehingga karsinogen dapat menginduksi pertumbuhan neoplasia (Wilson, 2006). Neoplasma tidak mempunyai ukuran, bentuk, warna atau konsistensi tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi variasi neoplasma adalah lokasi, jenis neoplasma, suplai darah, kecepatan pertumbuhan dan lamanya neoplasma. Variasinya secara makroskopis bisa bundar, elips, atau multi lobuler. Neoplasma yang lambat tumbuhnya biasanya bundar dan batasnya tampak jelas dengan jaringan sekitar. Sedangkan neoplasma yang tumbuhnya cepat mempunyai bentuk tidak teratur dan multi lobuler. Warna dari neoplasma biasanya putih keabuabuan, dengan tepi yang dapat berwarna kuning merah, coklat hingga hitam. Bagian nekrosa dalam neoplasma kelihatan putih atau kuning. Tumor yang terdiri atas lemak yang diwarnai dengan lipochrome berwarna kuning, sedangkan neoplasma dengan pendarahan berwarna merah jambu atau merah tergantung dari banyaknya sel darah merah. Adanya melanin akan memberikan jaringan neoplasma berwarna abu-abu kehitaman. Konsistensi dari neoplasma berubahubah menurut jenis jaringan yang mengalami neoplasma (Berata et al, 2011). Tumor ada yang bersifat jinak (benign) dan ada yang bersifat ganas (malignant) (Spector dan Spector, 1993). Tumor jinak hanya bersifat lokal, sel yang berproliferasi cenderung bersifat kohesif sehingga saat massa neoplastik 10 tersebut mengalami perluasan secara sentrifugal akan terlihat batas yang nyata. Tumor jinak memiliki kapsul jaringan ikat yang membatasi tumor dengan jaringan sekitarnya. Pertumbuhan tumor jinak cukup lambat dan bahkan beberapa tumor tidak terlihat berubah ukurannya (Wilson, 2006). Tumor ganas tumbuh lebih cepat dan bersifat progresif jika tidak dibuang. Sel tumor ini juga tidak memiliki sifat kohesif sehingga pola penyebaran sel tumor ini sangat tidak beraturan. Pertumbuhan sel tumor ganas didahului oleh proliferasi sel non neoplastik di dalam epithelium asalnya. Proliferasi ini tidak neoplastik karena pertumbuhannya bersifat reversibel. Bila sel dengan pertumbuhan non neoplastik ini memiliki pertumbuhan tidak teratur, maka proses pertumbuhan ini disebut dengan displasia (Berata et al, 2011). Sel tumor ganas yang berproliferasi dapat melepaskan diri dari tumor induk dan masuk ke sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain (metastase) (Wilson, 2006). Tumor jinak atau tumor ganas dapat dibedakan dengan melihat kemampuan sel tumor dalam menginvasi jaringan normal dan kemampuan bermetastasis. Tumor jinak sama sekali tidak dapat menginvasi jaringan normal dan tidak memiliki kemampuan bermetastasis (Wilson, 2006). Perbedaan tumor jinak dan tumor ganas antara lain tumor jinak memiliki pertumbuhan yang lambat, tidak menginfiltrasi jaringan lain, menyerupai jaringan asal, ukuran dan bentuk sel normal, tidak bermetastase dan hanya membunuh inang jika memasuki organ vital. Tumor ganas memiliki sifat pertumbuhan cepat, menginfiltrasi jaringan lain, berbeda dengan jaringan asal, bermetastase, ukuran dan bentuk sel abnormal dan selalu membunuh inang jika tidak ditangani (Spector dan Spector, 1993). 11 Secara umum untuk membedakan neoplasia jinak dan ganas dapat dilihat dari diferensiasi dan anaplasia, laju pertumbuhan, invasi lokal dan metastase (penyebaran sel tumor ke tempat lain). Diferensiasi menunjukkan perluasan selsel parenkim yang menyerupai sel-sel normal yang ditirunya. Neoplasia jinak biasanya berdiferensiasi baik, sedangkan neoplasia ganas dapat berdiferensiasi baik sampai tidak berdiferensiasi (anaplasia-menyerupai sel-sel embrionik) (Wilson, 2006). Sel-sel neoplasia memiliki karakteristik seperti, sel neoplasia tidak mematuhi batas pertumbuhan sel yang normal, sel neoplasia kurang melekat satu sama lain dan beberapa neoplasia memiliki sifat angiogenik (dapat membentuk pembuluh darah baru) sehingga banyak pembuluh darah baru yang tumbuh ke dalam jaringan neoplasia (Spector dan Spector, 1993). Secara histologi ada dua ciri utama sel neoplasia, yaitu abnormalitas arsitektural dan abnormalitas sitologis. Abnormalitas arsitektural menunjukkan penurunan kemampuan membentuk struktur normal, sedangkan abormalitas sitologis yaitu berupa peningkatan nisbah ukuran inti dan sitoplasma (nucleus/sitoplasma rate) dan penambahan jumlah kromatin dalam inti sel serta apabila terwarnai menjadi lebih gelap dibandingkan dengan pewarnaan pada sel normal. Di samping itu, yang menjadi abnormalitas sitologis adalah adanya variasi besar dalam ukuran dan bentuk yang aneh diantara sel-sel tumor malignant, misalnya sel-sel raksasa berinti banyak yang tidak teratur atau berinti tunggal dengan jumlah kromosom yang meningkat (Spector dan Spector, 1993). 12 Ketika sejumlah sel pada jaringan kelenjar mammae tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali, inilah yang disebut dengan tumor mammae. Setiap jenis jaringan pada mammae dapat membentuk tumor, namun tumor mammae biasanya berasal dari sel epithel saluran (ductus) atau alveol (lobus) kelenjar mammae (Madewell dan Theilen, 1987). Tumor mammae sangat sering terjadi pada anjing betina, namun jarang terjadi pada anjing jantan. Menurut Madewell dan Theilen (1987) sekitar 25% sampai 50% dari seluruh kejadian tumor yang terjadi pada anjing betina adalah tumor mammae. Kucing yang diovariektomi sebelum berumur 1 tahun beresiko terserang tumor sebesar 0,6%, sedangkan pada anjing sebesar 0,5%. Pada anjing yang diovariektomi setelah estrus pertama beresiko terserang tumor 8%. Tumor mammae terjadi pada betina yang belum disterilisasi dengan resiko 99%. Penyebab neoplasia kelenjar mammae belum diketahui dengan pasti walaupun banyak yang berkaitan dengan hormon (Fossum, 2002). Penyebab terjadinya kanker sangat kompleks. Resiko terhadap kanker berkaitan dengan paparan karsinogen dan faktor individu. Secara umum, faktor penyebab kanker dibagi menjadi dua, yaitu penyebab ekstrinsik dan intrinsik. Yang termasuk penyebab ekstrinsik, yaitu virus, unsur fisik (lingkungan) dan bahan-bahan kimia tertentu (Madewell dan Theilen, 1987). Menurut Madewell dan Theilen (1987), fisiologi endokrin memiliki peranan penting dalam perkembangan tumor mammae. Pada anjing betina yang telah steril, resiko kejadian tumor mammae hanya 12%. Pada anjing betina yang telah diovariektomi sebelum estrus, persentase kejadian tumor sekitar 0,5%. Nilai 13 ini meningkat menjadi 8% jika ovariektomi dilakukan setelah siklus estrus pertama dan menjadi 26% jika ovariektomi dilakukan setelah siklus estrus kedua. Penyuntikan progesteron berhubungan dengan perkembangan malignant mammary tumor pada kucing dan benign tumor pada anjing (Fossum, 2002). Simeonov dan Stoikov (2006) melaporkan bahwa jumlah kasus tumor mammae, 81% merupakan tumor mammae ganas, dan hanya 19% yang merupakan tumor mammae jinak. Faktor-faktor endokrin memiliki pengaruh besar dalam kejadian tumor karena hormon menyebabkan perubahan struktural dan fungsional pada kelenjar mammae (Noreika et al, 1998). 2.4 Penyebaran Tumor Mammae Tumor kelenjar mammae adalah tumor yang paling sering terjadi pada anjing betina (Kitchell dan Loar, 1997; Morrison, 1998; Misdorp, 2002; Davidson, 2003). Mekanisme penyebaran sel-sel neoplasma ke bagian tubuh yang lain yaitu dengan cara infiltrasi, implantasi, dan metastase. Infiltrasi merupakan mekanisme yang paling umum, dimana sel sel mempunyai kecendrungan tumbuh pada bagian-bagian tubuh yang paling rendah resistensinya diantaranya dalam jaringan ikat longgar dan bercampur dengan bagian parenkim dan jaringan interstitium. Neoplasma juga dapat memasuki saluran limfe dan pembuluh darah, menuju ke predileksinya. Pertumbuhan infiltratif ini merupakan masalah pada pembedahan untuk mengetahui dan memutuskan seberapa banyak jaringan yang harus dikeluarkan. Terkadang sel neoplasma telah masuk cukup jauh ke dalam jaringan di sekitarnya dan sangat sulit untuk mencari bagian sel yang kecil, sehingga seorang ahli bedah harus mengeluarkan banyak jaringan untuk 14 mengeluarkan suatu neoplasma. Implantasi atau transplantasi neoplasma adalah pemindahan sel-sel neoplasma dari satu permukaan serosa atau mukosa ke permukaan serosa atau mukosa yang lain dengan cara kontak langsung, seperti sel-sel neoplasma jenis adenokarsinoma dari ovarium yang berkontak dengan permukaan serosa usus, beberapa sel terlepas dan tertransplantasi ke permukaan usus. Sel-sel yang dipindah ini tumbuh serta memperbanyak diri, dan oleh pergerakan usus sendiri, maka seluruh viscera dan peritoneum parietalis segera akan ditutupi oleh sel-sel neoplasma. Metastase adalah mekanisme penyebaran sel neoplasma dari satu bagian tubuh ke bagian yang lain melalui saluran limfe dan pembuluh darah sebagai embolus. Apabila emboli bentuk neoplasma menyebar ke jaringan atau alat tubuh yang jauh maka mereka dinamakan sebagai neoplasma metastase (Berata et al, 2011). Tumor kelenjar mammae tidak dapat bermetastasis ke kelenjar mammae atau limfonodus yang berdekatan (kontralateral) melalui limfatik, karena tidak ditemukan hubungan interkelenjar limfatik diantaranya. Kemungkinan metastasis kontralateral dapat terjadi karena adanya pembuluh vena yang ada di kedua kelenjar mammae tersebut. Metastasis tumor menuju paru-paru terjadi dalam bentuk difusa atau nodular metastasis. Metastatis dapat juga terjadi pada limfonodus regional, hati, limpa, otak dan tulang (Wypij et al, 2006). Tumor mammae menyebar ke seluruh tubuh melalui pelepasan sel-sel kanker individu dari berbagai tumor ke sistem limfatik termasuk pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Terdapat kelenjar getah bening regional di kedua sisi tubuh yaitu pada bagian kanan dan kiri sisi tubuh yang terletak di bawah kaki 15 depan serta kaki belakang yang disebut aksilaris dan inguinalis. Kelenjar mammae 1, 2, dan 3 meneruskan penyebaran sel-sel tumor ke bagian kelanjar getah bening aksila, sementara kelenjar mammae 3, 4 dan 5 meneruskan penyebaran ke daerah kelenjar getah bening inguinalis. Tumor yang baru terbentuk di daerah kelenjar getah bening tersebut kemudian melepaskan sel-sel tumor lainnya ke organ lain seperti paru-paru, hati atau ginjal (Foster dan Nash, 2013). Sel-sel neoplasma yang memasuki lumen pembuluh darah dibawa oleh aliran darah ke alat-alat tubuh yang lain. Tempat dimana sel-sel neoplasma itu akan tertahan tergantung pada diameter pembuluh darah. Akibatnya kebanyakan sel neoplasma akan tertahan pada kapiler-kapiler. Karena paru-paru mempunyai paling banyak sistem kapiler, maka banyak neoplasma metastase ada dalam paruparu. Sel-sel neoplasma yang masuk pembuluh limfe akan dibawa ke kelenjar limfe regional, dimana sel-sel metastase tersebut akan tersangkut karena sinussinus kelenjar limfe itu bekerja sebagai saringan sarkoma. Kebanyakan sel neoplasma akan mati dan tidak menjadi neoplasma dalam jaringan yang memang bukan tempat predileksinya. Sel-sel yang diletakkan dalam jaringan hanya dapat tumbuh bila mereka berada di lingkungan yang cocok, sesuai dengan karakter sebagai predileksinya, misalnya tendon bukanlah suatu media yang cocok untuk pertumbuhan sel neoplasma. Neoplasma metastase sangat jarang terdapat dalam tendon (urat daging), walaupun tidak jarang ditemukan pada jaringan ini melalui emboli (Berata et al, 2011). Cara penyebaran sel-sel tumor melalui pembuluh darah disebut juga hematogen. Cara penyebaran ini banyak terjadi pada sarkoma, namun dapat juga 16 terjadi pada karsinoma. Pembuluh vena memiliki dinding yang tipis, sehingga mudah ditembus oleh sel-sel tumor. Sel-sel ini sebagai embolus akan diangkut oleh aliran darah vena, kemudian dapat tersangkut pada hati dan paru-paru membentuk metastasis. Dapat pula sel-sel tumor yang berasal dari tumor dalam rongga perut, masuk ke dalam pembuluh darah limfe, kemudian melalui ductus thoracicus, akhirnya masuk ke dalam darah vena (ductus thoracicus bermuara pada vena jugularis sinistra). Arteri memiliki dinding yang lebih tebal, sehingga sulit untuk ditembus oleh sel tumor, jarang terjadi penyebaran melalui cara ini. Hanya pada tumor paru-paru atau metastasis pada paru-paru yang membentuk embolus tumor, penyebaran melalui aliran darah arteri dapat terjadi. Sel-sel tumor sebagai embolus masuk ke dalam jantung bagian kiri, kemudian masuk ke dalam pembuluh-pembuluh arteri dan tersangkut pada organ-organ tubuh yang menerima banyak darah arteri, misalnya ginjal, kelenjar endokrin, terutama anak ginjal dan sumsum tulang. Organ-organ tubuh ini merupakan predileksi untuk terbentuknya metastasis. Penyebaran melalui pembuluh limfe disebut pula sebagai penyebaran secara limfogen. Penyebaran dengan cara ini biasanya terjadi pada karsinoma, namun dapat pula terjadi pada sarkoma. Sel-sel tumor yang telah menembus pembuluh limfe diangkut oleh aliran cairan getah bening sebagai embolus, dan kemudian akan tersangkut pada kelenjar getah bening regional. Pada tempat ini, biasanya pada sinus di bawah kapsul (subcapsularis) sel-sel tumor membentuk metastasis. Metastasis mungkin menyebabkan terbendungnya aliran cairan getah bening, sehingga terjadi aliran retrogad dan dapat menimbulkan penyebaran retrogad (Tamamma, 2012) 17 Menurut Saleh dan Abdeen (2007) pada sistem Tumor Nodes Metastasis (TNM) dinilai tiga faktor utama yaitu T adalah dimensi tumor primer, N adalah node atau kelenjar getah bening regional dan M adalah keberadaan atau ketiadaan metastasis. Ketiga faktor TNM dinilai secara klinis sebelum dilakukan operasi, sesudah operasi dan saat dilakukan pemeriksaan histopatologi. Dalam keadaan tumor, sel-sel tersebut akan mengalami perubahan ukuran, bentuk, dan warna inti sel jika diwarnai. Ambing terdiri dari banyak saluran, pada ujung dari saluran terkecil terdapat alveoli dengan sel-sel pembentuk susu. Sewaktu hewan bunting terjadi perubahan pada kelenjar ini, yaitu parenkim bertambah dan alveoli terdiri dari epitel silindris. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh karsinoma kelenjar mammae kebanyakan ditemukan pada puting ke-4 dan ke-5, adanya edema pada kaki akibat hambatan dari pembuluh limfe afferent, stenosis colon (metastasis ke limfonodus iliaca), pembesaran dan pengerasan pada puting, anoreksia dan penurunan berat badan (Berata et al, 2011).