RISIKO LIKUIDITAS DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA

advertisement
RISIKO LIKUIDITAS DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KINERJA PERBANKAN DI INDONESIA
A. Khoirul Anam
Program Studi Manajemen, STIE Nahdlatul Ulama Jepara
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to examine the bank's liquidity risk and evaluate its effect on
bank profitability; analyze the revenue increase would raise bank deposits; analyze
cash reserves hike will reduce bank earnings; analyze gaps increase bank liquidity led
to a decline in income, as well as analyze the high NPLs provisions will cause a
decrease in earnings bank.
Design/ methodology/ approach of research using data drawn from company
financial statements from banks (balance sheet, profit/ loss, cash flow, and capital
changes) the financial statements and notes of the 26 banks listed on the Indonesia
Stock Exchange during 2006-2011. Samples were taken by using purposive sampling
and sample selection criteria. Multiple regression is used to assess the impact of
liquidity risk on bank profitability.
The results showed that the liquidity risk affect bank profitability significantly,
with the liquidity gap and NPLs as two factors exacerbating liquidity risk. Each has a
negative relationship with profitability. There is a positive relationship between cash
and profitability of the banking system, while the factor of bank deposits will grow, it
will help the bank to increase their profits.
Keywords: Risk of liquidity, profitability of banks, banking performance
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji risiko likuiditas bank dan mengevaluasi
pengaruhnya terhadap profitabilitas bank; menganalisis peningkatan deposito akan
menaikkan pendapatan bank; menganalisis kenaikan cadangan kas akan menurunkan
pendapatan bank; menganalisis peningkatan kesenjangan likuiditas menyebabkan
penurunan pendapatan bank; serta menganalisis tingginya ketentuan NPLs akan
menyebabkan penurunan laba bank.
Desain/ metodologi/ pendekatan penelitian menggunakan data yang diambil dari
laporan keuangan perusahaan perbankan (berupa neraca, laporan laba/rugi, arus kas,
dan perubahan modal) dan catatan laporan keuangan dari 26 bank yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama 2006-2011. Sampel diambil dengan menggunakan
purposive sampling dan memenuhi kriteria pemilihan sampel. Regresi berganda
digunakan untuk menilai dampak dari risiko likuiditas terhadap profitabilitas bank.
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko likuiditas mempengaruhi
profitabilitas bank secara signifikan, dengan kesenjangan likuiditas dan NPLs sebagai
dua faktor memperburuk risiko likuiditas. Masing-masing memiliki hubungan negatif
dengan profitabilitas. Kenaikan cadangan kas akan menurunkan pendapatan bank
menunjukkan hasil berlawanan dengan yang dihipotesiskan. Hasil ini menunjukkan
profitabilitas bank mengalami peningkatan dengan adanya kenaikan kas dan
sebaliknya. Terdapat hubungan positif antara kas dan profitabilitas dari sistem
perbankan.
Kata kunci: Risiko likuiditas, profitabilitas bank, kinerja perbankan
Pendahuluan
Kekuatan sistem perbankan merupakan persyaratan penting untuk memastikan
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling & Hayden, 2006). Bank merupakan bagian
utama dari sektor keuangan dalam perekonomian, melakukan kegiatan yang berharga
pada kedua sisi neraca. Di sisi aset, meningkatkan aliran dana pinjaman kepada nasabah
yang kekurangan dana, sebaliknya menyediakan likuiditas di sisi kewajiban (Diamond &
Rajan, 2001).
Bank juga memfasilitasi pembayaran dan mendukung kelancaran transfer barang
dan jasa. Memastikan investasi modal produktif untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi. Membantu mengembangkan industri-industri baru, sehingga meningkatkan
lapangan kerja dan memfasilitasi pertumbuhan. Sifat beragam fungsi yang dilakukan
oleh bank mengekspos bank pada risiko likuiditas, yaitu risiko dimana bank mungkin
tidak memenuhi kewajibannya (Jenkinson, 2008), deposan dapat menarik dananya
sewaktu-waktu, menyebabkan penjualan besar-besaran atas aset (Diamond & Rajan,
2001), berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank (Chaplin, Emblow, & Michael,
2000).
Risiko likuiditas tidak hanya mempengaruhi kinerja bank tapi juga reputasinya
(Jenkinson, 2008). Sebuah bank mungkin kehilangan kepercayaan deposan apabila dana
tidak diberikan secara tepat waktu. Dalam situasi ini reputasi bank dapat dipertaruhkan.
Selain itu, posisi likuiditas yang buruk dapat menyebabkan sanksi dari regulator. Oleh
karena itu, menjadi keharusan bagi bank untuk memelihara posisi likuiditas yang sehat.
Risiko likuiditas telah menjadi perhatian yang serius dan tantangan bagi bank di
era modern. Kompetisi yang tinggi pada dana nasabah, beragam produk pendanaan
ditawarkan dengan kemajuan teknologi telah mengubah dana dan struktur manajemen
risiko (Akhtar, 2007). Sebuah bank memiliki kualitas aset yang baik, pendapatan yang
kuat dan modal yang cukup, mungkin gagal jika tidak mempertahankan likuiditas yang
memadai (Crowe, 2009).
Bank harus siap dalam menghadapi perubahan kebijakan moneter yang
membentuk tren likuiditas secara keseluruhan dan persyaratan transaksional perbankan
dan pembayaran kembali pinjaman jangka pendek (Akhtar, 2007). Ada beberapa risiko
lainnya yang dihadapi bank seperti risiko kredit, risiko operasional dan risiko tingkat
2
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
bunga, yang dapat berujung pada bentuk risiko likuiditas (Brunnermeier & Yogo, 2009).
Untuk memperoleh tingkat keuntungan (profitabilitas) sesuai dengan yang
diharapkan, bank dituntut untuk mengelola setiap aset yang dikuasai secara optimal.
Masalah yang sering dihadapi oleh bank dalam pengelolaan aset adalah memecahkan
konflik antara likuiditas dan keamanan di satu sisi dengan kemampuan meningkatkan
laba pada sisi yang lain. Konflik tersebut dikenal sebagai liquidity vs profitability atau
kadang juga disebut sebagai safety vs earning. Manajemen atas aset dan hutang bank
dimaksudkan untuk meminimalkan risiko yang secara umum terdiri dari risiko likuiditas,
risiko kredit, risiko pasar, risiko regulasi, risiko operasional dan risiko faktor manusia
(Nasih, 2010).
Para peneliti sebelumnya telah memfokuskan pada risiko likuiditas yang berasal
dari sisi kewajiban neraca suatu bank. Serta, kurangnya perhatian pada risiko yang
timbul dari sisi aset. Risiko likuiditas mungkin timbul karena kemacetan atau adanya
keterlambatan arus kas dari debitur atau terminasi dini dari proyek (Diamond & Rajan,
2001). Selain itu, risiko likuiditas juga dapat berasal dari sifat dasar perbankan; faktor
makro yang eksogen, pendanaan dan operasional kebijakan yang endogen (Ali, 2004).
Krisis likuiditas yang parah dapat menyebabkan dampak besar berupa kebangkrutan dan
bank runs (Goodhart, 2008), yang mengarah pada krisis keuangan yang drastis (Mishkin,
Stern, & Feldman, 2006).
Berangkat dari pentingnya risiko likuiditas pada perbankan, dapat berdampak
besar berupa kebangkrutan dan bank runs yang mengarah pada krisis keuangan,
sehingga perlunya dilakukan penelitian guna menguji risiko likuiditas perusahaan
perbankan di Indonesia serta mengevaluasi pengaruhnya terhadap profitabilitas bank.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Ahmed Arif dan Ahmed Nauman
Anees (2012), untuk menguji risiko likuiditas dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap
profitabilitas bank.
Telaah Pustaka
Risiko Likuiditas
Bank dalam menjalankan usahanya dihadapkan pada beragam risiko. Secara
umum, risiko perbankan terbagi dalam tiga kategori: risiko keuangan, operasional, dan
lingkungan. Risiko keuangan terdiri atas dua jenis risiko. Risiko perbankan tradisional
termasuk neraca dan struktur laporan pendapatan, kredit dan solvabilitas, dapat
mengakibatkan kerugian bagi bank jika tidak dikelola dengan baik. Risiko kas,
berdasarkan arbitrase keuangan, dapat menghasilkan keuntungan jika arbitrase sudah
benar atau kerugian jika itu salah. Kategori utama risiko kas adalah risiko likuiditas,
risiko tingkat bunga, risiko mata uang dan risiko pasar.
Risiko likuiditas dapat didefinisikan sebagai risiko ketidakmampuan untuk
melikuidasi secara tepat waktu dengan harga yang wajar (Muranaga & Ohsawa, 2002).
Bank menghadapi risiko likuiditas apabila mereka tidak melikuidasi aset mereka pada
harga yang wajar. Aset ditawarkan dengan harga jual murah, sementara kebutuhan
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
3
melikuidasi aset bank mendesak. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian dan penurunan
yang signifikan dalam pendapatan.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/25/2009, pengertian resiko likuiditas
adalah risiko bank akibat ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban bank yang telah
jatuh tempo dari pendanaan arus kas dan atau aset yang likuid tanpa menggangu aktivas
bank sehari-hari. Dari pengertian tersebut berarti bank harus mampu menyediakan dana
cadangan bilamana ada penarikan dana nasabah yang bersifat mendadak dan aktiva
yang diivestasikan bank juga cukup likuid bilamana harus mencairkan untuk menutupi
kebutuhan dana.
Penarikan deposito skala besar dapat membuat perangkap likuiditas bagi bank
(Jeanne & Svensson, 2007), tapi ini mungkin tidak selalu menjadi sumber utama risiko
likuiditas (Diamond & Rajan, 2001) (Holmstrom & Tirole, 2000). Ada faktor lain yang
menciptakan berbagai masalah likuiditas besar-besaran pada bank. Misalnya, komitmen
yang luas berdasarkan pinjaman jangka panjang dapat membuat masalah likuiditas yang
serius (Kashyap, Rajan, & Stein, 2002). Bank memiliki komitmen yang besar saat jatuh
tempo. Selain itu, bank memiliki eksposur pinjaman jangka panjang mungkin
menghadapi masalah likuidasi sama selama masa tekanan likuiditas yang sangat besar.
Menurut Goodhart (2008), ada dua aspek dasar dari risiko likuiditas: transformasi
jatuh tempo (jatuh tempo kewajiban dan aset bank) dan likuiditas yang melekat pada aset
suatu bank (sejauh mana suatu aset dapat dijual tanpa menimbulkan kehilangan nilai di
bawah kondisi pasar secara signifikan). Bahkan, kedua unsur likuiditas suatu bank
sangat terkait. Bank tidak perlu khawatir tentang transformasi jatuh tempo jika mereka
memiliki aset yang dapat dijual tanpa menanggung kerugian. Sedangkan, bank memiliki
aset yang akan jatuh tempo dalam waktu lebih pendek mungkin tidak perlu untuk
menjaga aset likuid.
Terlepas dari maturity mismatch di atas, risiko likuiditas muncul karena kondisi
resesi ekonomi, menyebabkan kurangya sumber daya. Hal ini meningkatkan permintaan
deposan dalam menciptakan risiko likuiditas. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan
bank tertentu atau bahkan seluruh sistem perbankan karena efek penularan (Diamond &
Rajan, 2001). Likuiditas yang tinggi meningkatkan pengaruh dan tingginya pengaruh
bank dapat berubah dari penyedia menjadi konsumen likuiditas (Clementi, 2001).
Jenis Risiko Likuiditas
Badan Sertifikasi Manajemen Resiko (2008) menyatakan bahwa ada dua macam
risiko likuiditas yang berbeda, yaitu likuiditas endogen (endogenous liquidity) dan
likuiditas eksogen (exogenous liquidity). Likuiditas endogen adalah likuiditas yang
melekat atau inheren pada aset itu sendiri sedangkan likuiditas eksogen yang sering
disebut juga sebagai funding liquidity.
Likuiditas endogen berhubungan dengan kemampuan bank untuk menjual aset di
pasar yang likuid secara cepat dan pada bid/offer spread yang kecil dan tidak terlalu
dipengaruhi oleh besarnya transaksi. Sedangkan likuiditas eksogen merupakan
4
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
likuiditas yang diciptakan melalui struktur kewajiban bank, bank dapat melihat
mismatch pendanaan tersebut dengan menggunakan liquidity ladder.
Pengelolaan Risiko Likuiditas
Manajemen risiko likuiditas merupakan komponen penting dari kerangka
manajemen risiko dari keseluruhan industri jasa keuangan, khususnya lembaga
keuangan (Majid, 2003). Idealnya, sebuah bank yang dikelola dengan baik harus
memiliki mekanisme yang jelas untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan dan mitigasi
risiko likuiditas. Sebuah sistem yang mapan membantu bank dalam mengidentifikasi
secara tepat waktu sumber risiko likuiditas untuk menghindari kerugian.
Neraca bank berkembang dalam kompleksitas dan ketergantungan pada pasar
modal menjadikan manajemen risiko likuiditas lebih menantang (Guglielmo, 2008).
Guglielmo (2008) lebih jauh berpendapat bahwa bank-bank setelah peningkatan
eksposur di pasar modal harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai risiko.
Bank harus mengembangkan mekanisme yang diperlukan untuk pengukuran risiko dan
manajemen yang tepat. Sebuah bank harus memiliki kesadaran terus menerus tentang
pemecahan berbagai sumber pendanaan tingkat individual, pasar dan instrumen
keuangan (Falconer, 2001).
Krisis likuiditas yang parah dapat berkembang menjadi krisis kapitalisasi dalam
waktu singkat. Situasi ini mungkin berkembang karena fire sale risk yang mungkin
timbul karena mengambil posisi besar dalam aset likuid. Fire sale risk mungkin
memiliki efek insidental pada neraca karena lembaga wajib untuk menandai aset mereka
dengan fire sale price. Bank dapat menghindari krisis ini dengan berfokus pada rasio
seperti aktiva lancar terhadap jumlah aktiva dan kewajiban lancar terhadap jumlah
kewajiban (Goddard, Molyneux, & Wilson, 2009).
Di sisi lain, bank dapat meningkatkan transformasi jatuh tempo dengan
memegang aset yang sangat likuid karena aset ini dapat dijual atau digunakan untuk
memenuhi risiko pendanaan dalam waktu singkat (Goodhart, 2008). Sebuah bank
mungkin harus meningkatkan cadangan kas untuk mengurangi risiko likuiditas, tapi
mungkin mahal dalam praktek (Holmstrom & Tirole, 2000). Likuiditas suatu aset harus
didasarkan pada kapasitasnya untuk menghasilkan likuiditas, bukan klasifikasi trading
book atau perlakuan akuntansinya. Sebuah bank selalu berusaha untuk menghindari
suntikan modal dari pemerintah karena ini dapat menempatkan bank yang diberikan
pada belas kasihan pemerintah (Jeanne & Svensson, 2007). Oleh karena itu, bank
memegang saldo kas minimum untuk menghindari masalah likuiditas (Jenkinson, 2008).
Menurut Gatev dan Strahan (2003), deposito memberikan perlindungan bagi bank
terhadap risiko likuiditas. Dalam kondisi pasar yang tertekan, bank-bank yang dianggap
sebagai surga bagi investor yang tidak berniat untuk mengeluarkan dana terhadap
komitmen pinjaman mereka. Arus kas di bank manapun saling melengkapi. Arus masuk
dana memberikan perlindungan bagi bank untuk arus keluar karena kemajuan pinjaman.
Oleh karena itu, bank menggunakan deposito untuk perlindungan risiko likuiditas.
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
5
Salah satu ukuran untuk mengurangi tekanan likuiditas adalah transformasi aset
tidak likuid menjadi tunai. Pada saat tekanan dana besar, teknik sekuritisasi biasanya
digunakan oleh sistem perbankan untuk likuidasi aset seperti kredit pemilikan rumah
(Jenkinson, 2008). Sebuah bank harus menanggapi kekurangan pendanaan dengan
bertindak pada sisi aktiva dalam neraca jika menghadapi pembatasan pada peningkatan
likuiditas. Ini akan dipaksa untuk menekan kemajuan pinjaman kepada nasabahnya
untuk mengurangi kebutuhan pendanaan.
Meskipun fitur-fiturnya untuk mendukung pendanaan dan peningkatan likuiditas,
Ali (2004) telah meriwayatkan dua kelemahan utama dari kebijakan di atas. Pertama,
strategi ini perlu waktu sedikit lebih lama untuk siap. Banyak keputusan kredit telah
diambil di muka dan sulit untuk dikembalikan langsung, sehingga tidak menghasilkan
likuiditas yang cepat. Kedua, pinjaman yang dikurangi mempengaruhi sebagian besar
perekonomian. Dalam ketersediaan non dana untuk perusahaan dan rumah tangga,
menjadi sulit untuk mendukung investasi jangka panjang dan konsumsi dalam
perekonomian.
Risiko Likuiditas dan Kinerja Bank
Risiko likuiditas dapat menyebabkan fire sale aset bank yang dapat meluas adanya
penurunan modal dasar bank (Diamond & Rajan, 2001) (Falconer, 2001). Jika salah satu
lembaga keuangan menghadapi situasi di mana harus menjual sejumlah besar aset likuid
untuk memenuhi kebutuhan dana (mungkin untuk mengurangi pengaruh sesuai dengan
persyaratan kecukupan modal), risiko fire sale mungkin timbul. Situasi ini akan
memiliki efek di neraca lembaga lain karena mereka juga diwajibkan untuk menandai
aset mereka dengan harga fire sale (Goddard, Molyneux, & Wilson, 2009).
Diamond dan Rajan (2001) menyatakan bahwa bank dapat menolak pinjaman,
bahkan kepada seorang pengusaha potensial, jika dirasakan bahwa kebutuhan likuiditas
bank cukup tinggi. Ini merupakan hilangnya kesempatan bagi bank. Jika bank tidak
mampu memenuhi persyaratan giro, bisa ada bank runs (Diamond & Rajan, 2005).
Tidak ada bank yang menginvestasikan semua sumber daya dalam proyek jangka
panjang. Banyak sumber dana yang diinvestasikan dalam aset likuid jangka panjang. Ini
menyediakan penyangga terhadap guncangan likuiditas (Holmstrom & Tirole, 2000).
Diamond dan Rajan (2005) menekankan bahwa ketidakcocokan dalam permintaan
deposan dan produksi sumber daya memaksa bank untuk menghasilkan sumber daya
dengan biaya yang lebih tinggi.
Likuiditas memiliki dampak lebih besar pada surat berharga dan portofolio yang
dapat diperdagangkan. Secara luas, mengacu pada kerugian yang muncul dari
melikuidasi suatu posisi tertentu (Zheng & Shen, 2008). Hal ini penting bagi bank untuk
menyadari posisi likuiditas dari perspektif pemasaran. Ini membantu untuk melakukan
ekspansi kredit pelanggan dalam hal peluang pasar yang menarik (Falconer, 2001).
6
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
Pengembangan Hipotesis
Risiko likuiditas menarik banyak perhatian peneliti dan profesional, setelah krisis
perbankan terkemuka dalam beberapa kali. Risiko likuiditas mungkin memiliki dampak
menghancurkan pada bank yang juga dapat menyebabkan bank runs (Diamond & Rajan,
2005). Risiko ini berasal dari gambaran operasional perbankan (Chaplin, Emblow, &
Michael, 2000). Hal ini dapat mempengaruhi keseluruhan modal dan laba negatif bank.
Bank dapat menghadapi konsekuensi serius jika tidak dikelola dengan baik. Bank-bank
dan otoritas pengawas menjadi semakin waspada untuk posisi likuiditas lembaga
keuangan.
Deposito adalah jalur kehidupan bisnis perbankan. Sebagian besar operasi
perbankan yang dijalankan melalui deposito. Jika deposan mulai menarik depositonya
dari bank, ia akan membuat perangkap likuiditas untuk bank (Jeanne & Svensson, 2007)
memaksa bank untuk meminjam dana dari bank sentral atau pasar antar bank dengan
biaya yang lebih tinggi (Diamond & Rajan, 2001). Sebaliknya, deposito bank yang
cukup dalam account mereka tidak akan memiliki masalah di atas. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan profitabilitas, sangat penting bagi bank untuk meningkatkan
deposito. Dengan demikian hipotesis pertama penelitian dirumuskan sebagai berikut:
H1: Peningkatan deposito akan menaikkan pendapatan bank
Setiap bank berusaha memelihara kecukupan dana untuk memenuhi kebutuhan
tak terduga dari deposan (Majid, 2003), tetapi menjaga kas sangat mahal (Holmstrom &
Tirole, 2000). Bank-bank mempertahankan cadangan kas besar mungkin tidak hanya
kehilangan sejumlah peluang di pasar tetapi juga harus menanggung biaya tinggi yang
terkait dengan kas. Dengan demikian hipotesis kedua penelitian dirumuskan:
H2: Kenaikan cadangan kas akan menurunkan pendapatan bank
Salah satu penyebab utama dari risiko likuiditas adalah maturity mismatch antara
aktiva dan kewajiban. Dalam bisnis perbankan, sebagian besar aset tersebut didanai
dengan deposito yang kebanyakan kemungkinan untuk dicairkan setiap saat. Situasi ini
dikenal sebagai mismatch antara aktiva dan kewajiban (Brunnermeier & Yogo, 2009).
Ketidakcocokan ini dapat diukur dengan bantuan kesenjangan jatuh tempo antara aktiva
dan kewajiban (Falconer, 2001). Ini juga disebut kesenjangan likuiditas (Plochan, 2007).
Kesenjangan likuiditas yang lebih tinggi akan membuat risiko likuiditas (Plochan, 2007);
(Goodhart, 2008); (Goddard, Molyneux, & Wilson, 2009). Dengan demikian hipotesis
ketiga penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3: Peningkatan kesenjangan likuiditas menurunkan pendapatan bank
Banyak bank fokus pada kredit korporasi atau grosir, yang menimbulkan
tantangan bagi manajemen untuk mempertahankan posisi likuiditas yang diperlukan
(Akhtar, 2007). Pinjaman ini sebagian besar jangka panjang, yang mungkin membuat
masalah likuiditas bagi bank (Kashyap, Rajan, & Stein, 2002). Proses pinjaman yang
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
7
lambat di bank selama periode produksi yang buruk pada sumber daya dalam
perekonomian. Situasi ini menimbulkan kredit bermasalah (non-performing
loans/NPLs). Ketika NPLs mengalami peningkatan pesat, krisis likuiditas menjadi tak
terelakkan. Dengan demikian hipotesis keempat pada penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H4 : Tingginya ketentuan NPL akan menyebabkan penurunan laba bank
Berdasarkan pembahasan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, telaah
pustaka, penelitian rujukan serta pengembangan hipotesis maka dapat dibuat model
empiris, sebagai berikut:
Gambar 1
Model Empiris
Deposits
Cash
H1+
H2H3-
Liquidity Gap
Profitability
H4-
NPLs
Sumber: Dikembangkan dengan justifikasi penelitian terdahulu
Metode Penelitian
Kriteria Pemilihan, Pemilihan Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2011. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria: (1)
Mempublikasikan laporan tahunan (annual report) lengkap selama periode penelitian;
(2) Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian.
Definisi Konsep, Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Deposito (Deposits). Deposito adalah rekening dari nasabah bank. Data untuk
deposito diambil dari sisi kewajiban neraca (Arif & Anees, 2012).
2. Kas (Cash). Data untuk kas yang diambil dari sisi aktiva neraca bank (Arif &
Anees, 2012).
3. Kesenjangan Likuiditas (Liquidity Gap). Data untuk kesenjangan likuiditas
diperoleh dari tabel aset jatuh tempo dan kewajiban (Arif & Anees, 2012).
4. NPLs. NPLs mempengaruhi kinerja negatif pada bank. Provisioning untuk NPLs
diambil dari laporan laba rugi (Arif & Anees, 2012).
8
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
5. Profitabilitas (Profitability). Profitabilitas diambil dari laporan laba rugi (Arif &
Anees, 2012).
Metode Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
model regresi linear berganda, di mana dalam analisis regresi tersebut akan diuji
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan model sebagai
berikut:
Profitability = a + b 1 Dep + b 2 Cash + b 3 Liq_Gap + b 4 NPLs + ε
Keterangan:
Profitability = Profitability,
a
= Konstanta,
Dep
= Deposits,
Cash
= Cash,
Liq_Gap
= Liquidity Gap,
NPLs
= NPLs,
ε
= error
Hasil dan Pembahasan
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan menganalisis matrik kolerasi
variabel-variabel independen, jika antar variabel independen ada kolerasi yang cukup
tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolonieritas. Multikolonieritas juga dilakukan dengan melihat tolerance dan nilai
variance inflation factor (VIF) (Imam Ghozali, 2011).
Tabel 1
Hasil Uji Miltikolinieritas
Model
Collinearity
Statistics
Tolerance
1
VIF
(Constant)
lnDeposit
0,155
6,434
LnCash
0,128
7,837
LnLiquidity_Gab1
0,423
2,366
LnNPLs
0,393
2,544
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Berdasarkan pada tabel 1, tidak ada variabel independen yang memiliki nilai
tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antara variabel independen
yang nilainya lebih dari 95%. Selanjutnya hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
9
yang sama yaitu tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih
besar dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara
variabel independen dalam model regresi.
Uji Autokorelasi
Untuk menguji keberadaan autocorrelation dalam penelitian ini digunakan
metode Durbin-Watson test, dimana angka-angka yang diperlukan dalam metode
tersebut adalah dL, dU, 4 – dL, dan 4 – dU.
Berdasarkan pada hasil perhitungan, Nilai DW sebesar 1,933, nilai ini kemudian
dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan signifikansi 5%, jumlah sampel
129 (n) dan jumlah variabel independen 4 (k=4). Oleh karena nilai DW lebih besar dari
batas atas (Du) 1,758 dan kurang dari 22,42 (4-du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada autokorelasi positif atau negatif, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dilakukan dengan Uji
koefisien korelasi spearman’s pro. Uji ini dilakukan dengan mengkorelasi variabel
independen dengan nilai unstandardized residual. Jika korelasi antara variabel
independen dengan residual didapat signifikansi lebih dari 0,005 maka dapat dikatakan
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi (Duwi, 2013).
Tabel 2
Hasil Uji Heterokedastisitas
Unstandardized
Residual
LnDeposit
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
LnCash
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
LnLiquidity_Gab1 Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
LnNPLs
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
-.102
.254
-.137
.124
.095
.291
-.010
.909
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Berdasarkan pada tabel 2, menunjukkan koefisien parameter untuk variabel
independen probabilitas signifikansinya diatas 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak terdapat Heterokedastisitas.
10
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
Pengujian Model
Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variabel-variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Tabel 3
Koefisien Determinasi
Adjusted R Std. Error of
Model
R
R Square
Square
the Estimate
1
0,919
0,845
0,840
0,48000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
DurbinWatson
1,933
Berdasarkan tabel 3, koefisien determinasi (Adjusted R2) sebesar 0,845, hal ini
berarti 84,5% variasi Profiability dapat dijelaskan oleh variasi Deposit, Cash,
Liquidity_Gab dan NPLs. Sedangkan sisanya sebesar 15,5% dijelaskan oleh sebab-sebab
lain diluar model.
Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Sejauhmana pengaruh antara ketujuh variabel independen tersebut
secara parsial dan simultan dengan variabel dependen dapat diukur dari nilai F hitung.
Pada dasarnya nilai F turunan dari ANOVA (analysis of variance).
Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 166,256 dengan
probabilitas sebesar 0,000, karena probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka variabel
Deposit, Cash, Liquidity_Gab dan NPLs secara bersama-sama berpengaruh terhadap
Profitability.
Uji Statistik t
Nilai t hitung didalam analisis regresi digunakan untuk melihat sejauh mana
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil
pengolahan data disajikan pada tabel 4. Hasil pengujian regresi menunjukkan hasil
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi variabel Deposit sebesar
0,000, variabel Cash 0,003, variabel Liquidity_Gab sebesar 0,000 dan variabel NPLs
sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulkan bahwa Deposit, Cash, Liquidity_Gab dan
NPLs berpengaruh terhadap profitability.
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
11
Tabel 4
Uji Signifikansi Model Parameter Individual (Uji Statistik t)
Unstandardized
Coefficients
Model
t
Sig.
B
Std. Error
1 (Constant)
76,369
8,139 9,383 0,000
LnDeposit
0,408
0,080 5,127 0,000
LnCash
0,187
0,063 2,984 0,003
LnLiquidity_Gab1 -1,892
0,236 -8,026 0,000
LnNPLs
-0,130
0,040 -3,265 0,001
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Berdasarkan pada hasil pengujian sebagaimana disajikan dalam tabel 4, maka
dapat dirumuskan persamaan regresinya, sebagai berikut:
Profitability = 76.369 + 0,408 Deposit + 0,187 Cash -1,892 Liquidity Gab -0,130 NPLs
Pembahasan
Berdasarkan pada hasil pengujian empiris yang telah dilakukan, hasilnya
menunjukkan bahwa dari keempat hipotesis sejumlah tiga hipotesis diterima sedangkan
satu hipotesis ditolak.
Tabel 5
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis
H1
H2
H3
H4
Peningkatan Deposito Akan Menaikkan Pendapatan Bank
Kenaikan Cadangan Kas Akan Menurunkan Pendapatan
Bank
Peningkatan Kesenjangan Likuiditas Menyebabkan
Penurunan Pendapatan Bank
Tingginya Ketentuan NPLs Akan Menyebabkan Penurunan
Laba
Hasil
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Peningkatan Deposito Akan Menaikkan Pendapatan Bank
Koefisien β dari kesenjangan deposito sebesar 0,408. Hal ini menunjukkan
sejumlah 40,8% perubahan positif dalam probabilitas sistem perbankan sebagai akibat
dari satu unit perubahan deposito. Nilai koefisien sebesar 5,127 dengan nilai
signifikansi 0,000 oleh karena itu H1 diterima. Hasil ini mengindikasikan deposito
perbankan akan tumbuh, hal ini akan membantu bank meningkatkan keuntungan
mereka. Hasil signifikansi ini konsisten dengan penelitian Arif & Anees (2012);
12
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
Diamond dan Rajan (2001); Jeanne dan Svensson (2007); Kumar (2008).
Kenaikan Cadangan Kas Akan Menurunkan Pendapatan Bank
Profitabilitas bank menunjukkan peningkatan sejumlah 18,7% dengan adanya
kenaikan kas dan sebaliknya. Ada hubungan positif antara kas dan profitabilitas dari
sistem perbankan. Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien sebesar 2,984 dengan nilai
signifikansi 0,003 lebih kecil dari α = 0,05. H2 ditolak dilihat dari koefisien yang
menunjukkan nilai positif dengan probabilitas. Hasil signifikansi ini konsisten dengan
penelitian Arif & Anees (2012).
Peningkatan Kesenjangan Likuiditas Menyebabkan Penurunan Pendapatan Bank
Koefisien β dari kesenjangan likuiditas sebesar -1,892. Hal ini menunjukkan
bahwa akan ada 189,2 % perubahan negatif dalam probabilitas sistem perbankan yang
disebabkan oleh perubahan mendasar pada kesenjangan likuiditas. Nilai koefisien
sebesar -8,026 dengan nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hasil signifikan.
Kesenjangan likuiditas menunjukkan maturity mismatch antara aktiva dan kewajiban,
kesenjangan likuiditas yang besar akan mempengaruhi kinerja sistem perbankan secara
negatif. Hasil signifikansi ini konsisten dengan penelitian Arif & Anees (2012); Plochan
(2007); Goodhart (2008); Goddard dkk (2009).
Tingginya Ketentuan NPLs Akan Menyebabkan Penurunan Laba
Koefisien β dari NPLs sebesar -0,130. Hal ini menunjukkan bahwa akan ada 13%
perubahan negatif dalam probabilitas sistem perbankan yang disebabkan oleh
perubahan pada NPLs. Nilai koefisien sebesar -3.265 dengan nilai signifikansi 0,001
menunjukkan hasil signifikan. Peningkatan NPLs menyebabkan penurunan
profitabilitas bank. Hasil signifikansi ini konsisten dengan penelitian Arif & Anees
(2012); Kashyap et al. (2002).
Penutup
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko likuiditas mempengaruhi profitabilitas
bank secara signifikan, dengan kesenjangan likuiditas dan NPLs sebagai dua faktor
memperburuk risiko likuiditas. Masing-masing memiliki hubungan negatif dengan
profitabilitas. Terdapat hubungan positif antara kas dan profitabilitas dari sistem
perbankan, sedangkan faktor deposito perbankan akan tumbuh, hal ini akan membantu
bank untuk meningkatkan keuntungan mereka.
Hasil pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa peningkatan deposito
akan menaikkan pendapatan bank diterima. Menunjukkan bahwa akan ada perubahan
positif dalam probabilitas sistem perbankan sebagai akibat dari peningkatan deposito.
Mengindikasikan deposito perbankan akan tumbuh, hal ini akan membantu bank untuk
meningkatkan keuntungan mereka.
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
13
Hipotesis kedua bahwa kenaikan cadangan kas akan menurunkan pendapatan
bank menunjukkan hasil berlawanan dengan yang dihipotesiskan. Hasil ini
menunjukkan profitabilitas bank mengalami peningkatan dengan adanya kenaikan kas
dan sebaliknya. Terdapat hubungan positif antara kas dan profitabilitas dari sistem
perbankan.
Hipotesis ketiga bahwa peningkatan kesenjangan likuiditas menyebabkan
penurunan pendapatan menunjukkan hasil signifikan. Terdapat perubahan negatif dalam
probabilitas sistem perbankan yang disebabkan oleh perubahan mendasar pada
kesenjangan likuiditas. Kesenjangan likuiditas menunjukkan maturity mismatch antara
aktiva dan kewajiban, kesenjangan likuiditas yang besar akan mempengaruhi kinerja
sistem perbankan secara negatif.
Hipotesis ketiga bahwa tingginya ketentuan NPLs akan menyebabkan penurunan
laba diterima. Hasil mengindikasikan adanya perubahan negatif dalam probabilitas
sistem perbankan yang disebabkan oleh perubahan pada NPLs. Peningkatan NPLs
menyebabkan penurunan profitabilitas bank.
Keterbatasan dan arah penelitian mendatang
Penelitian ini mengambil sampel kecil yaitu difokuskan hanya pada bank yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta menggunakan metode pengamatan yang relatif
pendek yaitu dari tahun 2006 sampai dengan 2011. Ukuran kinerja yang digunakan
dalam penelitian difokuskan terutama pada pendapatan bank, tidak termasuk faktorfaktor ekonomi yang diduga berkontribusi terhadap ukuran kinerja perbankan. Data
diperoleh hanya dari sumber sekunder yaitu dari laporan tahunan bank, tidak termasuk
dari hasil wawancara dengan manajer risiko bank sebagaimana yang dilakukan oleh
Arif & Anees (2012). Bagi Peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
memperluas model yang diusulkan menggabungkan penyebab lain dari risiko likuiditas,
serta diperlukan pandangan lebih luas terhadap pengukuran kinerja bank mencakup
faktor-faktor ekonomi.
Daftar Pustaka
Akhtar, S. (2007). Pakistan: changing risk management paradigm – perspective of the
regulator. ACCA Conference – CFOs: The Opportunities and Challenges
Ahead, (p. 8). Karachi.
Ali, S. (2004). Islamic modes of finance and associated liquidity risks. Conference on
Monetary Sector in Iran: Structure (p. 20). Tehran: Performance and
Challenging Issues.
Arif, A., & Anees, A. N. (2012). Liquidity risk, and performance of banking system.
Journal of Financial Regulation and, 20(2), 182 - 195.
Brunnermeier, M., & Yogo, M. (2009). A note on liquidity risk management. AEA
Session on Liquidity, Macroeconomics, and Asset Prices, 12.
14
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
Chaplin, G., Emblow, A., & Michael, I. (2000, December). Banking system liquidity:
developments and issues. Financial Stability Review, pp. 93-112.
Clementi, D. (2001). Financial markets: implications for financial stability. Banca
D’Italia Conference on International Banking and Financial Systems Evolution
and Stability (pp. 13-19). MCB University Press, Bradford.
Crowe, K. (2009). Liquidity risk management – more important than ever. Harland
Financial Solutions, 3.
Diamond, D., & Rajan, R. (2001). Liquidity risk, liquidity creation, and financial
fragility: a theory of banking. The Journal of Political Economy, Vol. 109(2),
287-327.
Diamond, D., & Rajan, R. (2005). Liquidity shortages and banking crises. The Journal
of Political Economy, 60(2), 615-47.
Duwi. (2013, Juli 2013). Uji Heteroskedastisitas. Retrieved Juli 30, 2013, from Duwi
Consultant: duwiconsultant.blogspot/2011/11/uji-heteroskedastisitas.html
Falconer, B. (2001). Structural liquidity: the worry beneath the surface. Balance Sheet,
9(3), 13-19.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Goddard, J., Molyneux, P., & Wilson, J. (2009). The financial crisis in Europe:
evolution policy responses and lessons for the future. Journal of Financial
Regulation and Compliance, 17(4), 362-80.
Goodhart, C. (2008). Liquidity Risk Management. Financial Stability Review, 11(6).
Guglielmo, M. (2008). Managing liquidity risk. Bank Accounting & Finance, 8.
Halling, M., & Hayden, E. (2006). Bank failure prediction: a two-step survival time
approach. C.R.E.D.I.T. Conference, Austrian National Bank, Vienna, 31.
Holmstrom, B., & Tirole, J. (2000). Liquidity and risk management. Journal of Money
Credit, 3, 295-319.
Jeanne, O., & Svensson, L. (2007). Credible commitment to optimal escape from a
liquidity. The American Economic Review, 97(1).
Jenkinson, N. (2008). Strengthening regimes for controlling liquidity risk. Euro Money
Conference on Liquidity and Funding Risk Management (p. 9). London: Bank
of England.
Kashyap, A., Rajan, R., & Stein, J. (2002). Banks as liquidity providers: an explanation
for the coexistence of lending and deposit-taking. The Journal of Finance,
57(1), 33-73.
Majid, A. (2003). Development of liquidity management instruments: challenges and
opportunities. International Conference on Islamic Banking: Risk Management
Regulation and Supervision, (p. 24). Jakarta – Indonesia.
Risiko Likuiditas dan Dampaknya terhadap Perekonomian
di Indonesia
A. Khoirul Anam
15
Mishkin, F., Stern, G., & Feldman, R. (2006). How big a problem is too big to fail? A
review of Gary Stern and Ron Feldman’s ‘too big to fail’: the hazards of bank
bailouts. Journal of Economic Literature, 44(4), 988-1004.
Muranaga, J., & Ohsawa, M. (2002). Measurement of liquidity risk in the context of
market risk calculation. Working paper, Institute for Monetary and Economic
Studies, Bank of Japan, Tokyo.
Nasih, M. (2010, October). Model Manajemen Kinerja Perusahaan Perbankan Di
Indonesia. Media Trend, Berkala Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan, 5.
Plochan, P. (2007). Risk management in banking. Master thesis, University of
Economics.
Zheng, H., & Shen, Y. (2008). Jump liquidity risk and its impact on CvaR. The Journal
of Risk, 9(5), 477-91.
16
JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS
Vol. 10 No. 1 Maret 2013
Download