II. 2.1 LANDASAN TEORI Layanan Data Center Outsourcing Definisi data center (Gartner (2013), IT Glossary, [electronic version]. Available: http:// www.gartner.com/it-glossary/data-center [2013, Jan 26]) : ‘The data center is the department in an enterprise that houses and maintains back-end information technology (IT) systems and data stores-its mainframes, servers and databases. In the days of large, centralized IT operations, this department and all the systems resided in one physical place, hence the name data center.’ Definisi data center menurut Gartner dapat diperjelas dengan lebih menekankan kepada data center facility untuk men-support operasional data center, sehingga definisinya Data center adalah sebuah lokasi yang digunakan untuk menempatkan sistem komputer yaitu server, storage dan network yang digunakan untuk menjalankan aplikasi komputer, dimana lokasi ini dilengkapi dengan fasilitas kelistrikan, air conditioner, fire suppresion serta keamanan fisik dan non fisik. Data center sebagai lokasi diletakannya sistem komputer yang menjalankan operasional information system sebuah perusahaan, merupakan lokasi yang vital dan membutuhkan keamanan fisik dan non fisik, sistem kelistrikan, sistem pendinginan dan sistem penjagaan terhadap kebakaran yang handal dan berkinerja tinggi, sehingga operasional information system perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Layanan data center sebagai lokasi untuk menempatkan layanan sistem komputer dari suatu perusahaan dinamakan layanan data center co-location, 6 7 dimana layanan ini memberikan jaminan availability terhadap data center facility yang dituangkan dalam SLA – Services Level Agreement antara pemberi jasa layanan dengan pelanggannya. Biaya investasi dan biaya operasional data center berbanding lurus dengan tingkat availability data center tersebut, semakin tinggi tingkat availability data center maka semakin tinggi pula biaya investasi pembangunan data center dan biaya operasional data center tersebut. Perusahaan yang mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap Information System seperti perbankan, akan menempatkan pusat operasional information system-nya pada lokasi data center yang memiliki tingkat availability yang tinggi. Peningkatan tingkat availability terhadap layanan data center dilakukan dengan membangun backup site data center operational, yang dinamakan Disaster Recovery Center (DRC), dimana DRC dapat digunakan sebagai pusat operasional information system pada saat data center production mengalami masalah, seperti bencana alam (banjir dan gempa), kebakaran, masalah ketersediaan listrik, serta gangguan keamanan. Perusahaan di Indonesia memiliki dan menyelenggarakan data center-nya sendiri sebelum tahun 2000, namun pada awal tahun 2000 perusahaan mulai melakukan outsourcing data center services. Hal ini terkait dengan krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, dimana banyak perusahaan yang mengalami masalah keuangan sampai dengan mengalami kebangkrutan. Bagi perusahaan yang dapat bertahan hidup, mereka berusaha untuk melakukan efisiensi pengeluaran biaya, dimana salah satunya adalah melakukan outsourcing data center services-nya. 8 Outsourcing data center di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang pesat, dimana hal ini didukung oleh: 1) Berkembangnya layanan komunikasi data (internet dan intranet) di Indonesia baik dalam bentuk peningkatan bandwidth maupun luasan cakupan area di Indonesia. Internet user di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau sekitar 24,23 persen dari jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil survey APJI (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan diprediksi akan meningkat menjadi 82 juta orang pada tahun 2013, 107 juta orang pada tahun 2014 dan 139 juta orang pada tahun 2015. (Parlindungan Marius (2012), Pengguna Internet Indonesia 2012 capai 63 juta orang. [electronic version], available: http://www.antaranews.com/berita/348186/pengguna-internet-indonesia2012-capai-63-juta-orang [2013, June 6]). 2) Berkembangnya ekonomi Indonesia dan dunia yang menyebabkan berkembangnya kebutuhan information system sebagai pendukung bisnis. 3) Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, pasal 17 ayat 2 : “Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya” . Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini, maka akan meningkatkan kebutuhan layanan data center dari perusahaan yang berbisnis di Indonesia 9 dan menyelenggarakan data center dan disaster recovery center-nya masih berlokasi di luar wilayah Indonesia. 4) Investasi yang besar dalam pembangunan data center, kebutuhan akan tenaga ahli yang khusus dan spesifik dan biaya operasional yang relatif tinggi menyebabkan perusahaan lebih memilih layanan data center outsourcing dibandingkan data center in house (menyelenggarakan sendiri). Perusahaan-perusahaan pada umumnya akan memilih layanan outsourcing untuk aktifitas-aktifitas yang tidak strategis agar fokus terhadap aktifitas inti dari perusahaan. Tujuan perusahaan memilih layanan outsourcing adalah meningkatkan efisiensi biaya dan waktu serta meningkatkan kualitas layanan, dimana hal ini akan meningkatkan competitive advantage perusahaan, yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan akan tetap hidup (sustain). Perusahaan memilih layanan outsourcing untuk mendapatkan layanan tenaga ahli profesional yang lebih murah dibandingkan biaya untuk mempekerjakan tenaga ahli tersebut (Gupta and Seshasai, 2007). Gambar 2.1 memperlihatkan perkembangan bisnis IT Managed Services di Indonesia, merupakan hasil market research yang dilakukan oleh Frost Research, dari gambar ini didapatkan informasi bahwa perkembangan bisnis IT Managed Services di Indonesia mencapai pertumbuhan rata-rata sebesar 27% per tahun. 10 Gambar 2.1, Perkembangan bisnis IT Managed Services di Indonesia (Frost Research, 2011) 2.1.1 Spesifikasi Data Center Facility Tingkat availability layanan data center co-location ditentukan redundancy dari komponen-komponen di dalam oleh data center facility (mechanical & electrical), semakin banyak komponen yang memiliki redundancy maka tingkat kegagalan sistem mechanical & electrical untuk menjalankan fungsi data center menjadi semakin kecil. Standarisasi data center facility yang digunakan dalam pembangunan data center oleh PT. Sigma Cipta Caraka adalah standarisasi dari Uptime Institute. Uptime Institute merupakan organisasi yang didirikan sejak tahun 1993 dengan kantor pusat di New York, USA, yang bertujuan untuk meningkatkan reliability dan uninterruptible availabiliy untuk data center facility dan organisasi IT (http://www.uptimeinstitute.com/about-us, 7 Juni 2013, 02:55pm). Uptime 11 Institute memberikan panduan dalam melakukan pemilihan lokasi data center, design bangunan data center serta design mechanical dan electrical data center. Berdasarkan tingkat avalability data center facility, uptime institute mengelompokan data center ke dalam 4 kelas klasifikasi (4 tier classification), yaitu: 1. Tier 1, single source listrik dengan komponen mechanical & electrical sebanyak N. 2. Tier 2, single source listrik dengan komponen mechanical & electrical sebanyak N + 1. 3. Tier 3, double source listrik, 1 source listrik aktif dan 1 source listrik standby, dengan komponen mechanical & electrical sebanyak N + 1. klasifikasi tier 3 dinamakan juga data center maintenance free. 4. Tier 4, double source listrik, keduanya aktif, dengan komponen mechanical & electrical sebanyak 2 (N + 1) atau S + S, klasifikasi tier 4 dinamakan juga data center fault tolerance. Dimana N adalah banyaknya perangkat mechanical & electrical yang dibutuhkan untuk menjalankan operasional data center dan S adalah system mechanical & electrical. N+1 berarti terdapat perangkat mechanical & electrical sebanyak N dimana N adalah jumlah perangkat yang dibutuhan untuk menjalankan operasional data center, dengan masing-masing perangkat mempunyai backup sebanyak 1 perangkat. Perangkat data center facility (mechanical & electrical) yang digunakan untuk menjalankan operasional data center, terdiri dari: 12 1. Electrical supply : Listrik PLN, Genset, Panel listrik, UPS (Uninterruptible Power Supply). 2. Cooling system (Precision air conditioner, chilled water / air cooled system). 3. Security system (CCTV dan Access Control). 4. Fire suppression system (Smoke detector dan gas fire fighting). Gambar 2.2 memperlihatkan klasifikasi data center facility berdasarkan standar uptime institute yang dapat menjadi panduan dalam pembuatan design data center. Uptime institute memberikan pula estimasi site availability dan biaya investasi yang dibutuhkan dalam pembangunan data center. Gambar 2.2. Tier classification of Mechanical & Electrical Data Center (Uptime Institute, 2001) 13 2.1.2 Efisiensi Operasional Data Center Facility Biaya operasional data center facility yang terbesar adalah penggunaan tenaga listrik, dimana biaya penggunaan tenaga listrik dapat mencapai 40% dari total biaya operasional data center (sumber: cost structure data center co-location PT. Sigma Cipta Caraka). Efisiensi pemakaian tenaga listrik dapat meningkatkan efisiensi biaya yang akan menyebabkan penurunan biaya sewa data center colocation yang dikenakan kepada nasabah. Harga sewa yang lebih rendah dari harga pasar akan menyebabkan meningkatnya daya saing perusahaan yang pada akhirnya meningkatkan competitive advantage perusahaan. Kebutuhan tenaga listrik yang semakin meningkat di data center, menyebabkan design data center harus dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga listrik yang digunakan untuk operasional perangkat IT dan sistem pendinginan, yaitu dengan menerapkan “green computing” (Raghavendra, R., Ranganathan, P., Talwar, V., Wang, Z., and Zhu, X. 2008). Cooling system merupakan komponen operasional data center yang pemakaian tenaga listriknya paling tinggi setelah perangkat IT. Efisiensi penggunaan sumber daya listrik dapat dilakukan dengan pemilihan penggunaan cooling system yang efisien. Cooling system dengan teknologi chilled water cooled menempatkan urutan pertama dalam hal efisiensi biaya operasional untuk penggunaan tenaga listrik. Efisiensi pemakaian tenaga listrik dapat pula dilakukan dengan pemilihan perangkat sistem kelistrikan seperti transformer dan UPS (Uninterruptible Power 14 Supply) yang mempunyai koefisien penggunaan listrik yang tinggi, sehingga daya listrik yang terbuang (lost) dapat dikurangi. Komponen biaya IT dunia, diperlihatkan pada gambar 2.3, dimana biaya sumber tenaga listrik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan bertambah kecilnya ukuran perangkat IT dengan kinerja yang bertambah tinggi dan konsumsi tenaga listrik yang semakin tinggi pula. Hal lain yang menunjang bertambah tingginya biaya tenaga listrik adalah bertambah besarnya peran serta Information System di dalam mendukung pencapaian bisnis strategis perusahaan. Gambar 2.3. Worldwide IT Spending on Servers, Power and Cooling, and Management / Administration (IDC, 2008) Kemajuan teknologi komputer khususnya teknologi chip processor dari Intel, dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya listrik dalam operasional data center, dimana dengan teknologi ini, perangkat 15 komputer dapat beroperasi di dalam ruang data center dengan suhu ruangan yang relatif tinggi (gambar 2.4, High Ambient Temperature - Benefits). Design penempatan komponen server (CPU, Power Supply, Memory dan I/O Card) di dalam casing-nya, memungkinkan air flow yang baik dan tidak mengalami halangan, merupakan salah satu penyebab peningkatan batas suhu operasional normal untuk server generasi ini. Gambar 2.4, High ambient temperature – benefits (Intel-datacenterknowledge, 2008) Intel dengan teknologi terbarunya, mengeluarkan produk Data Center Manager (DCM – Intel) dimana DCM dapat melakukan pengawasan (monitor), pengendalian (control) dan menganalisa kecenderungan (trend) dari penggunaan sumber daya listrik oleh perangkat komputer dan sistem pendinginan. DCM dapat mengatur suhu yang dibutuhkan untuk mendinginkan perangkat komputer, dengan meningkatkan air flow dan menurunkan suhu PAC (Precision Air Conditioner) di 16 lokasi server yang membutuhkan pendinginan lebih dan sebaliknya, yaitu dengan menurunkan air flow dan meningkatkan suhu PAC di lokasi server yang tidak membutuhkan pendinginan lebih. Efisiensi lainnya dari DCM adalah mengatur load pekerjaan processor yang disesuaikan dengan window time, sebagai contoh: jika window time proses End of Day adalah delapan jam maka DCM akan mengatur processor untuk bekerja menyelesaikan proses End of Day dengan kapasitas load 20% selama delapan jam dibandingkan tanpa adanya DCM, processor akan bekerja dengan kapasitas load 100% selama dua jam. Dimana pemakaian tenaga listrik secara total untuk processor dan sistem pendinginan akan lebih efisien untuk pekerjaan kapasitas load 20% dalam jangka waktu delapan jam. Gambar 2.5, memperlihatkan ruang lingkup dari DCM – Data Center Manager dari Intel. Gambar 2.5, Data Center Manager – Data Center power and thermal Management (Intel, 2011) 17 2.2 Layanan Information Technology Managed Services Layanan IT outsourcing merupakan salah satu topik managerial yang sangat penting pada abad ini, karena layanan IT outsourcing memberikan keuntungan dalam menurunkan biaya IT (Ozgur Dogerlioglu, 2012). IT Outsourcing memberikan competitive advantage dengan adanya penurunan biaya IT, sehingga menjadikan IT Outsourcing ini merupakan bagian penting dalam era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Terminologi dari outsourcing adalah memindahkan aktifitas yang awalnya dilakukan di dalam perusahaan ke perusahaan outsourcing, dimana perusahaan tersebut menjadi nasabah dari perusahaan outsourcing (Varadarajan, 2009) Perusahaan outsourcing mempunyai 2 tipe layanan (Rouse and Corbitt, 2004), yaitu : 1. Perusahaan yang memberikan layanan outsourcing sederhana seperti cleaning service, catering, yang tidak membutuhkan dukungan information technology. 2. Perusahaan yang memberikan layanan outsourcing information technology yang kompleks seperti layanan pemeliharaan jaringan komunikasi (network). Layanan Information Technology Managed Services merupakan layanan outsourcing information technology yang kompleks, yaitu meliputi layanan data center co-location beserta layanan operasional data center, yang terdiri dari layanan monitoring terhadap perangkat ICT (Information and Communication Technology) yang berada di dalam Data Center serta problem and incident 18 handling terhadap permasalahan yang terjadi. Layanan IT Managed Services, meliputi pula layanan untuk menjalankan operasional data center sehari-hari, yaitu end of day processing termasuk backup data dan aplikasi, serta Change Control Management terhadap perubahan aset ICT dalam data center serta perubahan aplikasi yang akan diimplementasikan ke dalam environment data center. Monitoring perangkat ICT meliputi monitoring terhadap penggunaan kapasitas (utilization) perangkat ICT (hardware, network) dan healthy check terhadap perangkat keras dan program aplikasi yang dijalankan. Layanan terhadap problem and incident handling dilakukan sebatas first layer support, yaitu menganalisa permasalahan dan memberikan solusi kepada user. Jika solusi tidak dapat diberikan maka permasalahan akan dieskalasi kepada second layer dan third layer support. Melakukan follow up dan pencatatan terhadap penanganan permasalahan sampai dengan solusi diberikan oleh pihak terkait dengan permasalahan tersebut. Second layer dan third layer support dapat berasal dari PT. Sigma Cipta Caraka ataupun perusahaan rekanan dari nasabah yang menggunakan layanan IT Managed Services. Edward k. Hong, (2009). IT Strategic Planning - IT Pro, menyatakan bahwa : ‘The IT organization must justify all expenditures, showing a realistic ROI in IT infrastructure and business solutions. IT must also improve its own productivity by minimizing labor-intensive activities and eliminating errors in its delivery process’. Dengan adanya strategi perusahaan untuk memperkecil biaya pembangunan IT termasuk biaya tenaga kerja IT yang bertujuan meningkatkan 19 competitive advantage perusahaan, maka kebutuhan perusahaan terhadap layanan IT managed services akan terus meningkat. 2.3 Metode Evaluasi Kelayakan Pengembangan Bisnis Evaluasi kelayakan pengembangan bisnis IT Managed Services dilakukan melalui aspek finansial dan aspek non finansial, dimana evaluasi aspek finansial memberikan gambaran kelayakan pengembangan bisnis dari sisi keuntungan-keuntungan finansial yang didapatkan dari sejumlah investasi keuangan yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan. Evaluasi aspek non finansial memberikan gambaran keuntungan-keuntungan yang bersifat intangible dari pengembangan bisnis perusahaan, seperti meningkatkan reputasi perusahaan, meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan kualitas kerja dan kualitas hidup karyawan perusahaan. 2.3.1 Metode Evaluasi Finansial Evaluasi finansial pengembangan bisnis IT Managed Services menggunakan metode Cost Benefit Analysis, dimana metode ini awalnya diajukan oleh Jules Dupuit (1844), meskipun teknis formalnya mengalami perubahan yang disesuaikan dengan proses perencanaan dan budget. Cost benefit analysis saat ini digunakan untuk memberikan financial justification untuk sebuah keputusan dengan memberikan informasi detil mengenai keuntungan-keuntungan finansial terhadap biaya yang dikeluarkan untuk sebuah proyek (H.Frank Cervone, 2010). 20 Secara umum keuntungan metode cost benefit analysis adalah secara langsung memberikan gambaran biaya dari suatu proyek (Prest and Turvey, 1965). Metode ini tidak secara keseluruhan bersifat obyektif tetapi dapat memberikan formulasi yang sederhana untuk menghitung biaya dari suatu proyek (H.Frank Cervone, 2010). Biaya dari suatu proyek terdiri atas biaya investasi awal dan biaya yang bersifat rutin (recurring cost) seperti biaya pemeliharaan perangkat (maintenance), biaya tenaga kerja, biaya depresiasi dan cost of money. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek akan dibandingkan dengan pendapatan (keuntungan) yang dihasilkan, untuk mengetahui apakah pembiayaan proyek ini relatif menguntungkan (layak) dilihat dari aspek finansial. Cost benefit analysis yang akan dilakukan untuk menganalisa kelayakan bisnis IT Managed Services di PT. Sigma Cipta Caraka, menggunakan metode Net Present Value (NPV), I n t e r n a l Rate of Return (IRR) dan Payback Period. NPV didefinisikan sebagai nilai saat ini (present value) dari cash flow tahunan sebuah investasi dikurangi dengan pengeluaran di awal investasi tersebut, (Keown, Martin, Petty, 2011). Cash flow tahunan merupakan keuntungan bersih (pendapatan dikurangi biaya) yang dihasilkan oleh investasi, selama produksi dari investasi tersebut berlangsung. Perhitungan NPV terdiri dari 3 elemen, yaitu time of cash flow, discount rate dan net cash flow, rumus perhitungan NPV adalah sebagai berikut: 1 1 1 21 dimana: NPV = Net Present Value FCFt = cash flow tahunan pada periode t (dapat berupa angka positif/negatif) k = rate of return yang diminta oleh perusahaan atau biaya modal IO = jumlah uang yang dikeluarkan pada awal investasi n = masa yang diharapkan dari investasi tersebut NPV merupakan salah satu metode finansial yang sering digunakan untuk menghitung nilai dari sebuah investasi, dimana dengan NPV dapat diketahui apakah investasi yang dilakukan akan memberikan imbal balik yang layak atau tidak dari aspek ekonomi. Jika hasil perhitungan NPV memberikan nilai positif maka investasi tersebut menguntungkan dan layak. Semakin besar nilai NPV, maka semakin besar pula nilai keuntungan dari investasi tersebut. Berdasarkan formulasi dari NPV, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Bagaimana melakukan perkiraan cash flow yang akan datang. 2) Bagaimana memitigasi resiko inflasi. 3) Bagaimana menentukan discount rate. (Arthur Sund and Jørgen K. Walquist, 2007), apabila ketiga hal tersebut dapat ditangani maka hasil perhitungan NPV akan benar dan akan membantu sebagai dasar pengambilan keputusan investasi yang baik. 22 Internal Rate of Return (IRR) didefinisikan sebagai rate of return dari suatu investasi. Untuk keperluan perhitungan, IRR dapat didefinisikan sebagai discount rate yang membuat present value dari cash flow suatu investasi menjadi sama dengan pengeluaran pada awal investasi (Keown, Martin, Petty 2011). Perhitungan IRR menggunakan rumus sebagai berikut: 1 % 1 % 1 % dimana: FCFt = cash flow tahunan pada periode t (dapat berupa angka positif/negatif) IO = jumlah uang yang dikeluarkan pada awal investasi n = masa yang diharapkan dari investasi tersebut IRR = Internal Rate of Return Untuk menentukan kelayakan suatu investasi, nilai IRR akan dibandingkan dengan rate yang diharapkan (Keown, Martin, Petty 2011), dengan model pengambilan keputusan sebagai berikut: : : Payback Periode didefinisikan sebagai jumlah tahun yang diperlukan untuk mengembalikan nilai investasi awal (Keown, Martin, Petty 2011). Semakin 23 kecil nilai payback periode berarti semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi awal, yang berarti semakin layak investasi tersebut. Perhitungan NPV, IRR dan Payback period menggunakan WACC (Weighted Average Cost of Capital) yang disesuaikan dengan rata-rata biaya riil yang dikeluarkan untuk pengadaan asset. 2.3.2 Metode Evaluasi - Balanced Scorecard Balanced Scorecard dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992 untuk menambahkan penilaian tradisional finansial dengan penilaian operasional yaitu berdasarkan perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan proses pembelajaran dan pertumbuhan (Banker, Chang and Pizzini, 2004). Penilaian finansial seperti Return of Investment dan Return of Sales digunakan untuk menilai apakah strategi perusahaan yang diimplementasikan dan dilaksanakan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan bottom line (laba bersih). Penilaian pelanggan, seperti kepuasan pelanggan (customer satisfaction), banyak digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dilihat dari perspektif pelanggan. Penilaian proses bisnis internal, seperti lamanya waktu yang dibutuhkan sejak pelanggan memberikan purchase order sampai dengan produk dapat diterima oleh pelanggan tersebut. Proses bisnis internal harus ditingkatkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan melakukan review terhadap proses bisnis yang ada, menemukan bagian proses bisnis yang harus ditingkatkan 24 kinerja dan efisiensinya. Peranan information technology sangat besar dalam mendukung inovasi terhadap peningkatan proses bisnis internal serta menghasilkan produk baru. Penilaian pembelajaran dan pertumbuhan, seperti peningkatan keahlian sumber daya manusia melalui pendidikan formal dan non formal yang fokus terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung peningkatan yang berkesinambungan. Penilaian dari keempat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, digambarkan pada gambar 2.6. Dimana masing-masing perspektif ditentukan tujuan yang akan dicapai (goals) dan alat ukur pencapaian tujuan tersebut (measures). Gambar 2.6. Empat Perspektif Balanced Scorecard. (Kaplan & Norton, 1992) 25 Annie and Ryan (2005), Patton (2007) and Bose and Thomas (2007) memberikan rekomendasi terhadap Balanced Scorecard (Kaplan and Norton, 1992, 2004) dengan penilaian terhadap keempat perspektif sebagai framework yang terbaik untuk mengukur kinerja. Gambar 2.7. Memberikan penjelasan mengenai stategy map melakukan konversi aset-aset yang sifatnya intangible diolah dan dioperasikan untuk menghasilkan produk dan jasa yang dapat dinilai (tangible). Diawali dengan pencapaian nilai pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyebabkan meningkatnya kualitas dari sumber daya manusia dalam perusahaan, didukung oleh IT dan kultur organisasi akan mendukung terlaksananya internal proses yang baik (operasional management processes, customer management processes, inovasi dan regulatory). Dengan internal proses yang baik ini, maka ekspektasi nasabah untuk mendapatkan produk dan layanan yang prima akan terpenuhi dan akan menyebabkan brand image yang baik bagi perusahaan. Dengan terpenuhinya ekspektasi nasabah, maka target dari perspektif finansial akan tercapai yaitu improve cost structure, increase asset utilization, expand revenue opportunities dan enhance customer value. 26 Gambar 2.7. Strategy map, konversi intangible asset menjadi hasil yang tangible. (Robert S. Kaplan, David P. Norton, 2004). 2.3.2.1 Perspektif Keuangan Perspektif keuangan pada Balanced Scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan seperti revenue, biaya operasional, laba bersih, Return of Investment (ROI) dan Return of Sales (ROS), yang digunakan untuk menilai strategi perusahaan yang diterapkan apakah dapat mendukung peningkatan laba bersih perusahaan. Penilaian kinerja keuangan tergantung atas tahapan dari siklus bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan dan Norton, 2000). Dimana dalam setiap siklus bisnis mempunyai strategi yang berbeda-beda, yaitu : 27 1. Berkembang (Growth) Pada tahap berkembang (Growth), suatu perusahaan diharapkan memiliki produk unggulan untuk menjalankan bisnis usahanya, sehingga diperlukan sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan. Penilaian kinerja keuangan pada tahap berkembang (growth) ini adalah peningkatan persentase pertumbuhan pendapatan dan penjualan. 2. Bertahan (Sustain) Pada tahap bertahan (sustain), perusahaan berusaha untuk mempertahankan pangsa pasar dari produk yang sudah ada. Penilaian kinerja keuangan pada tahap ini lebih ditekankan kepada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang telah dilakukan. Pengukuran yang digunakan pada tahap ini adalah Return Of Investment (ROI). 3. Panen (Harvest) Pada tahap panen (harvest), perusahaan memasuki tahap kematangan dimana perusahaan melakukan panen terhadap investasi yang telah dilakukan. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimalkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Penilaian kinerja keuangan untuk tahap harvest adalah cash flow maksimum yang dapat dicapai untuk mengembalikan investasi di masa lalu. 2.3.2.2. Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan mengutamakan penilaian terhadap mempertahankan dan mencapai kepuasan pelanggan, termasuk pula ekspektasi pelanggan terhadap produk (Ahmed, Z., Nawaz, M. M., Dost, K. B., & Khan, M. A. 2011). Perspektif 28 pelanggan ini termasuk penilaian dan faktor-faktor yang diharapkan oleh pelanggan dari perusahaan, seperti bagaimana pelanggan melihat perusahaan dalam hal efisiensi, biaya, kualitas produk dan layanan (Chavan, 2009; Kaplan, 2009). Termasuk di dalam perspektif pelanggan adalah market share, kinerja perusahaan terhadap pelanggan, brand reputation dan company image. 2.3.2.3 Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal fokus kepada proses, pengambilan keputusan dan kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam perusahaan untuk mencapai ekspektasi pemegang saham dan pelanggan (Ahmed, Z., Nawaz, M. M., Dost, K. B., & Khan, M. A. 2011; Kaplan & Norton, 1992; Murby & Gould, 2005). Ekspektasi pemegang saham dan pelanggan dapat dicapai dengan menjalankan dan meningkatkan kualitas dari proses bisnis internal, seperti proses menangani keluhan pelanggan dan proses quality assurance untuk mengurangi kegagalan dari produk yang dihasilkan. Penelitian dan pengembangan yang dapat memberikan produk baru dan peningkatan kualitas dari produk yang ada bagi pelanggan, termasuk di dalam perspektif proses bisnis internal. Proses operasional yang sempurna merupakan bagian kritikal untuk menangani logistik internal yang efisien dalam menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan (Chavan, 2009; Murby & Gould, 2005). 29 Peningkatan kualitas proses bisnis internal dilakukan dengan identifikasi dan konsentrasi terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja operasional yang berdampak besar terhadap kepuasan pelanggan dan pemegang saham. 2.3.2.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai dari perkembangan karyawan perusahaan, teknologi dan kultur yang dapat menjawab kebutuhan yang akan datang (Ahmed, Z., Nawaz, M. M., Dost, K. B., & Khan, M. A. 2011; Kaplan, 2009; Kaplan & Norton, 2004; Murby & Gould, 2005). Faktor-faktor yang dapat menunjang penilaian atas perspektif ini antara lain tingkat kepuasan karyawan, banyaknya karyawan yang berhenti dan banyaknya karyawan baru, pelatihan dan pembelajaran yang diberikan kepada karyawan, serta teknologi yang diterapkan dan dikembangkan untuk menunjang pertumbuhan. Kemampuan perusahaan dalam melakukan inovasi dan mencapai tingkat operasional yang sempurna tergantung kepada sebuah pengembangan besar terhadap kompetensi karyawan, kemampuan menggunakan teknologi, kultur perusahaan dan nilai-nilai kepemimpinan (Kaplan, 2009; Murby & Gould, 2005). Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan agar tujuan yang ambisius dalam ketiga perspektif lainnya dapat terwujud. Dalam perspektif ini, terdapat tiga dimensi penting yang harus diperhatikan untuk melakukan penilaian kinerja adalah people, system, dan organizational procedure (Kaplan dan Norton, 2000).