Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan memainkan peranan penting dalam perkembangan
sebuah perusahaan yaitu sebagai salah satu fungsi operasional. Dalam
Penerapannya, manajemen keuangan tidak dapat berdiri sendiri . Manajemen
keuangan selalu berkaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu lain seperti akutansi,
ilmu ekonomi mikro dan makro,manajemen pemasaran, metode kuantitatif, dan
sumber daya manusia .
2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Pengertian keuangan itu sendiri menurut Gitman (2012:4) adalah sebagai
berikut :
“Finance can be defined as the science and art of managing money”.
Yang artinya adalah keuangan dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu
mengelola uang. Dari definisi tersebut maka dapat dikembangkan bahwa
keuangan sebagai seni berarti melibatkan keahlian dan pengalaman, sedangkan
sebagai ilmu berarti melibatkan prinsip-prinsip, konsep, teori, proposi dan model
yang ada dalam ilmu keuangan.
Sedangkan
menurut
Brigham
dan
Houston
(2010:132)
yang
diterjemahakan oleh Yulianto tujuan manajemen keuangan yaitu:
“Memaksimalkan kekayaan pemegang saham dalam jangka panjang,
tetapi bukan untuk memaksimalkan ukuran-ukuran akuntansi
seperti laba bersih atauEPS”.
11
12
Sedangkan menurut Horne dan Wachowicz (2012:2) yang diterjemahkan
oleh Mubarakah menyebutkan bahwa:
“Manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan asset, pendanaan
dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum.
Berdasarkan Uraian diatas dapat ditunjukan bahwa manajemen keuangan
merupakan keseluruhan aktivitas perusahaan berhubungan dengan bagaimana
memperoleh , menggunakan , memperoleh asset sesuai tujuan perusahaan secara
menyeluruh .
2.1.2 Tujuan Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang
digunakan sebagai standart dalam memberikan penilaian koefisien keputusan
keuangan keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang
benar, manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai .Keputusan
yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut.
Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai
perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan
(Pemegang saham).
Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
(Investor) apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai Perusahaan dapat diukur
dengan harga saham perusahaan, maka semakin tinggi nilai perusahaan tersebut
.Nilai perusahaan sangat berkaitan dengan kemakmuran pemilik. Apabila
perusahaan meningkat maka kekayaan pemilik juga meningkat. Dengan demikian
apabila suatu saat perusahaan dijual maka harganya dapat ditetapkan setinggi
mungkin.
Adapun tujuan manajemen keuangan dalam suatu perusahaan secara
menyeluruh yaitu :
1. Mensejahterakan kemakmuran pemegang saham melalui pencapaian laba yang
maksimal.
2. Menjaga kelangsungan hidup Perusahaan
3. Mencapai kesejahteraan rakyat sebagai tanggung jawab social perusahaan.
13
2.1.3 Fungsi Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan merupakan manajemen (pengelolaan) mengenai
bagaimana memperoleh asset untuk mencapai tujuan perusahaan. Dari definisi
tersebut menurut Martono dan Agus (2010:4) ada 3 (tiga) fungsi utama dalam
manajemen keuangan, yaitu :
1.
Keputusan Investasi (Investment Decision)
Keputusan Investasi merupakan keputusanterhadap aktiva apa yang akan
dikelola oleh perusahaan. Keputusan Investasi adalah yang paling penting
diantara ketiga keputusan lainnya . Hal ini dikarenakan keputusan Investasi
berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas Investasi dan
aliran kas perusahaan untuk waktu yang akan datang.
2.
Keputusan Pendanaan (Financing Decision)
Keputusan Pendanaan ini menyangkut beberapa hal. Pertama, keputusan
mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai
investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi
tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan
modal sendiri. Kedua, penetapan perimbangan pembelanjaan yang terbaik
atau sering disebut struktur modal yang optimum. Struktur modal optimum
merupakan perimbangan hutang jangka panjang dan modal sendiri dengan
biaya modal rata-rata minimal .
3.
Keputusan Pengelolaan Aset (Assets Management Decision)
Apabila asset telah diperoleh dengan pendanaan yang tepat, maka asset-aset
tersebut memerlukan pengelolaan secara efisien. Pengalokasian dana yang
digunakan untuk pengadaan dan pemanfaatan asset menjadi tanggung jawab
manajer keuangan. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan
untuk lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancer dari pada aktiva tetap.
14
Menurut Horne dan Wachowicz Jr. (2012:3) terdapat 3 tiga fungsi
manajemen keuangan yaitu :
1.
Keputusan Investasi
Keputusan Investasi adalah fungsi manajemen keuangan yang penting dalam
penunjang pengambilan keputusan untuk berinvestasi karena menyangkut
tentang memperoleh dana investasi yang efisien, komposisi asset yang hars
dipertahankan atau dikurangi.
2.
Keputusan Pendanaan (Pembayaran Deviden)
Kebijakan deviden perusahaan juga harus dipandang sebagai intergral dari
keputusan pendanaan perusahaan. Pada Prinsipnya fungsi manajemen
keuangan sebagai keputusan pendanaan menyangkut tentang keputusan
apakah laba yang diperoleh oleh perusahaan harus dibagikan kepada
pemegang saham atau ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan
dating.
3.
Keputusan Manajemen Aset
Keputusan Manajemen Aset adalah fungsi manajemen keuangan yang
menyangkut tentang keputusan alokasi dana atau asset, komposisi sumber
dana yang harus dipertahankan dan penggunaan modal baik yang berasal
dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan yang baik bagi perusahaan.
Manajemen Keuangan memiliki kesempatan kerja yang luas karena
setiapperusahaan pasti membutuhkan seorang manajer keuangan yang menangani
fungsi-fungsi keuangan. Fungsi manajemen keuangan merupakan salah satu
fungsi utama yang sangat penting di dalam perusahaan.
15
Menurut Sutrisno (2009:5) Fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga
keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai berikut:
1.
Keputusan Investasi
Keputusan Investasi yaitu masalah Bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat
mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang .
2.
Keputusan Pendanaan
Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan
dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis
bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan -kebutuhan investasi serta
kegiatan usahanya.
3.
Keputusan Dividen
Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk
menentukan besarnya dividen, stabilitas dividen yang dibagikan, dividen
saham, pemecahan saham, serta penarikan kembali saham yang beredar,
yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang
saham.
Fungsi manajemen keuangan adalah salah satu fungsi utama yang sangat
penting didalam perusahaan, disamping fungsi–fungsi yang lainnya yaitu fungsi
pemasaran,
sumber
daya
manusia,
dan
operasional.
Walaupun
dalam
pelaksanaannya keempat fungsi–fungsi tersebut saling berhubungan dengan yang
lainnya.
16
2.2
Pasar Modal
Pasar modal menyediakan fasilitas untuk menyalurkan dana dari pihak
yang mempunyai dana (investor) kepada pihak yang membutuhkan dana (emiten)
dan pasar modal memungkinkan investor melakukan berbagai pilihan investasi.
Pengertian pasar modal menurut Gumanti (2011:67) Pasar modal merupakan
tempat jual beli sekuritas . Di Indonesia, pasar modalnya adalah Bursa Efek
Indonesia (BEI), yang merupakan penggabungan antara dua bursa saham yaitu
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Hal tersebut dilakukan
agar nilai kapitalisasi pasar meningkat .
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal terdapat definisi mengenai pasarmodal:
“Pasar
Modal
adalah
kegiatan
yang
bersangkutan
dengan
penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek”.
Menurut fahmi (2012:52) pasar modal adalah:
Pasar modal adalah tempat berbagai pihak, khususnya perusahaan menjual
saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut
nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk memperkuat
modal perusahaan
2.2.1 Fungsi Ekonomi Pasar Modal
Pasar modal memiliki peranan yang penting dalam perekonomian suatu
negara karena memiliki 4 fungsi yaitu: (Martalena dan Malinda, 2011:3)
1. Fungsi Saving,
Pasar modal dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin
menghindari penurunan mata uang karena inflasi.
2. Fungsi Kekayaan ,
Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi
dalam
beberapa instrumen pasar modal yang tidak akan mengalami
17
penyusutan nilai sebagaimana yang terjadi pada investasi nyata.
3.Fungsi Likuiditas
Instrumen pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan Sehingga
memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan
rumah dan tanah.
4. Fungsi Pinjaman
Pasar modal merupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun
perusahaan membiayai kegiatannya.
2.2.2 Jenis-Jenis Pasar Modal
Menurut Tandelilin (2010:1) pasar modal di Indonesia terbagi dalam dua
jenis, yaitu:
1. Pasar Perdana
Dalam pasar perdana inilah untuk pertama kali perusahaan menjual
sekuritasnya,dan proses itu disebut dengan istilah Initial Public Offering
(IPO) atau penawaran umum, atau dapat juga dikatakan pasar perdana
terjadi pada perusahaan emiten menjual sekuritasnya kepada investor
umum untuk pertama kalinya.
2. Pasar Sekunder
Setelah sekuritas emiten dijual di pasar perdana, selanjutnya sekurita
semiten tersebut kemudian bisa diperjualbelikan oleh dan antara investor
dipasar sekunder. Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat
melakukan perdagangan sekuritas untuk mendapatkan keuntungan. Oleh
karena itu, pasar sekunder memberikan likuiditas kepada investor, bukan
kepada perusahaan. Perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan di dua
jenis pasar, yaitu:
a) Pasar Lelang (auction market)
Pasar sekunder yang merupakan pasar lelang adalah pasar sekuritas
yang melibatkan proses pelelangan (penawaran) pada sebuah lokasi
fisik. Transaksi antara pembeli dan penjual menggunakan perantara
18
(broker) yang mewakili masing-masing pihak pembeli dan penjual.
b) Pasar Negosiasi (negosiasi market)
Pasar
negosiasi
terdiri
dari
jaringan
berbagai
dealer
yang
menciptakan pasar tersendiri di luar lantai bursa bagi sekuritas
dengan cara membeli dari investor dan menjual ke investor
2.2.3 Instrumen Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument
keuangan jangka panjang yang bias diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang
maupun modal sendiri. Bentuk dari instrument keuanagn tersebut dinamakan
dengan surat berharga. Surat berharga atau sering juga disebut sekuritas
merupakan secarik kertas yang menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang
memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan
organisai yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang
memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.
Menurut Jogiyanto (2008:98) mendefnisiskan instrumen pasar modal
adalah sebagai berikut :
“Instrumen pasar modal pada prisipnya adalah semua surat-surat berharga
(efek) yang umum diperjualbelikan pasar modal diantaranya adalah saham
biasa, saham preferent, obligasi, obligasi konversi, right insue, dan
waran”.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dijelakan instrument pasar modal
sebagai berikut:
1.
Saham Biasa dianatara surat-surat berharga yang diperdagangkan
Dipasar modal, saham biasa(Common stock) adalah yang paling
dikenal masyarakat. Diantara emiten yang menerbitkan surat
berharga, saham biasa juga merupakan sekuritas yang paling banyak
digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Secara sederhana,
saham biasa adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan.
Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan
kertas tersebut. Devidend yang diterima dalam pemilikan saham
19
biasa ini jumlahnya tidak tetap, dan pemilik saham biasa mempunyai
hak memilih (vote) dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
2.
Saham preferen merupakan saham yang akan menerima dividend
dalam jumlah yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak mempunyai
hak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
3.
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak
antara pemberi pinjaman (dalam hal ini pemodal) dengan yang
diberi pinjaman (emiten). Jadi surat obligasi adalah selembar kertas
yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan
pinjaman sebagai kreditor kepada perusahaan yang menerbitkan
surat obligasi.
4.
Obligasi Konversi (convertible Bonds) adalah obligasi yang dapat
dikonversikan (ditukar) menjadi saham biasa pada waktu tertentu
atau sesudahnya.
5.
Right Issue adalah Alat investasi ini merupakan produk turunan dari
saham. Right issue merupakan pemberian hak kepada para
pemegang saham untuk membeli saham baru dari perusahaan
dengan harga tertentu dan dalam batas waktu tertentu. Kebijakan
Right issue ini merupakan upaya emiten untuk menambah saham
yang beredar, guna menambah modal perusahaan.
6.
Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga
yang sudah ditentukan. Biasanya waran dijual bersamaan dengan
surat berharga lain, misalnya obligasi atau saham
2.3
Indeks
Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan
harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan
indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif
atau lesu. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga
saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan
nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat
20
mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar
20%. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk
menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau
beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan
menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki 15 jenis indeks harga saham
yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik,
sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal.
Adapun ke lima belas jenis indeks tersebut adalah :Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG), Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen
perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar,
BEI berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa
Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain,
jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free
float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga
perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi
kewajaran pergerakan IHSG.
1.
Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang ada pada masingmasing sektor.
A. Sektor-sektor Primer (Ekstraktif)
i.
Pertanian
ii.
Pertambangan
B. Sektor-sektor Sekunder (Industri Pengolahan / Manufaktur)
i.
Industri Dasar dan Kimia
ii.
Aneka Industri
iii.
Industri Barang Konsumsi
iv.
Manufaktur
C. Sektor-sektor Tersier (Industri Jasa / Non-manufaktur)
21
2. Indeks
i.
Properti dan Real Estate
ii.
Transportasi dan Infrastruktur
iii.
Keuangan
iv.
Perdagangan, Jasa dan Investasi
LQ45,
menggunakan
45
emiten
yang
dipilih
berdasarkan
pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang
telah ditentukan.
3. Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam
kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbikan oleh Bapepam-LK) dan
termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi.
4. Indeks Kompas100, menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan
pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang
telah ditentukan.
5. Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria
tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan
Harian Bisnis Indonesia
6. Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan
kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia
dengan lembaga rating PEFINDO
7. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan
kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia
dengan Yayasan KEHATI.
8. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), menggunakan emiten yang masuk
dalan Daftar Efek Syariah (DES) yang di keluarkan oleh BAPEPAM-LK.
9. Indeks IDX30, menggunakan 30 emiten yang emitennya dipilih dari Indeks
LQ-45.
10. Indeks Infobank15, mengukur performa harga dari 15 emiten unggulan
bank-bank dan merupakan kerja sama antara BEI dengan PT Infoarta Pratama
(penerbit Majalah Infobank)
22
11. Indeks SMinfra18, mengukur performa harga dari 18 emiten yang bergerak
dalam bidang infrastruktur dan penunjangnya dan merupakan kerja saham
antara BEI dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI).
12. Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria
papan utama.
13. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam
kriteria papan pengembangan.
14. Indeks Individual, yaitu indeks harga saham masing-masing emiten.
2.4
Risiko
Investor selalu mengharapkan keuntungan dari investasinya namun tentu
saja tidak dapat dipisahkan dari risiko yang ada. Saham memungkinkan investor
untuk mendapatkan return atau keuntungan ( capital gain ) dalam waktu singkat
namun dengan berfluktuasinya harga saham maka saham juga dapat membuat
investor dapat mengalami kerugian dalam waktu singkat. Sudah sewajarnya jika
investor mengharapkan return setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukan
namun harus mempertimbangkan risiko yang harus ditanggung dari investasi
tersebut .Tingkat risiko yang tinggi dari suatu investasi mencerminkan tingginya
tingkat return yang diharapkan. Saham dikenal dengan karakteristik high risk –
high return, artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang
keuntungan yang tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi, sehingga dapat
dikatakan hubungan antara return dan risiko tinggi, sehingga dapat dikatakan
hubungan return dan risiko berbanding lurus. Sedangkan menurut Horne dan
Wachocicz (2012:167) risiko didefinisikan sebagai perbedaan pengembalian dari
yang diharapkan.
Menurut Tandelilin(2010:102) risiko merupakan kemungkinan perbedaan
antara return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar
kemungkinan perbedaannya, maka semakin besar risiko investasinya. Dalam
berinvestasi risiko merupakan salah satu faktor yang penting yang perlu
diperhatikan oleh para investor, karena risiko berkaitan dengan ketidakpastian
23
mengenai tingkat return atau kemungkinan perbedaan antara return yang
sesungguhnya dengan return yang diharapkan.
Menurut Tandelilin (2010:104) terdapat dua jenis risiko, yaitu :
1.
Risiko Sistematis
risiko sistematis adalah risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi
di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi
variabelitas return suatu investasi. Risiko sistematis merupakan risiko yang
tidak dapat didiversifikasikasi. Menurut Halim (2005, p.43-44) risiko
sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi. Hal tersebut dikarenakan fluktuasi risiko ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar
secara keseluruhan. Risiko sistematis merupakan risiko yang berasal dari
faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan secara langsung, seperti
ketidakpastian ekonomi dan ketidakpastian politik (Herth dan Zaima, 1995).
2.
Risiko Tidak Sistematis
Risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan
atau industry tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antar satu
saham dengan saham lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing
saham memiliki tingkat sensivitas yang berbeda terhadap perubahan setiap
pasar, misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas,
tingkat keuntungan, dan lain sebagainya .
Investor dalam melakukan
investasi secara rasional ingin meminimalkan risiko yang ditanggungnya
(risk averse), maka investor tersebut akan melakukan diversifikasi melalui
pembentukan portofolio. Namun jenis risiko tersebut menjadi tidak relevan
lagi dalam pengukuran risiko pada investasi surat berharga (risiko tidak
sistematis). Jadi, satu-satunya risiko yang relevan dalam pengukuran risiko
dalam investasi tersebut adalah risiko yang tidak bisa hilang didiversifikasi
yaitu risiko sistematis yang dilambangkan dengan beta (β) (Elly dan Leng,
2002). Menurut Horne and Machowisz (2012:155) beta dapat mengukur
sensivitas pengembalian saham terhadap perubahan dalam pengembalian
24
portofolio pasar. Sedangkan beta menunjukkan hubungan (gerakan) antara
saham dan pasarnya (Fahmi, 2012). Dalam pembahasan Model Indeks
Tunggal, CAPM, APT, dan berbagai model yang diterapkan beta selalu saja
dipergunakan. Beta (? ) diartikan sebagai risiko sistematis (Fahmi, 2012).
Menurut Jones (2004) beta merupakan koefisien statistik yang menunjukkan
ukuran risiko relatif suatu saham terhadap portofolio pasar. Menurut
Jogiyanto (2011), beta merupakan pengukur volatilitas (volatility) return
suatu sekuritas atau portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i
mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan return pasar. Beta
portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar.
Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematis (systematic
risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar.
2.5
Beta (B) Sebagai Alat Ukur Risiko Sistematis
Dalam investasi, ada sebagian risiko yang bisa dihilangkan dengan
diversifikasi (risiko tidak sistematis), oleh karena itu hanya risiko yang tidak bisa
hilang karena diversifikasilah yang menjadi relevan dalam perhitungan risiko,
yaitu dapat dihitung dengan beta (risiko sistematis).
menurut Gitman (2009:250) adalah sebagai berikut:
“Beta is a relative measure of nondisversifiable risk a index of the
degree of movement of an asset’s return in response to change in the
market return. An asset’s historical return an used in finding the asset’s
beta coefficient”.
Sedangkan menurut Jogianto (2008 : 266) beta merupakan pengukur
risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatip terhadap risiko pasar
beta.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa beta merupakan
ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham
dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan
faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut. Adapun faktor-
25
faktor yang diidentifikasikan yang mempengaruhi nilai beta menurut Husnan
(2009 : 112) adalah :
1. Cyclicality.
Faktor ini menunjukkan seberapa jauh perusahaan dipengaruhi oleh
konjungtur perekonomian. Kita tahu bahwa pada saat kondisi
perekonomian membaik, semua perusahaan akan merasakan dampak
positifnya. Demikian pula pada saat resesi semua perusahaan akan
terkena dampak negatifnya. Yang membedakan adalah intensitasnya.
Ada perusahaan yang segera membaik (memburuk) pada saat kondisi
perekonomian membaik (memburuk), tetapi ada pula yang hanya sedikit
terpengaruh. Perusahaan yang sangat peka terhadap perubahan kondisi
perekonomian merupakan perusahaan yang mempunyai beta yang tinggi
dan sebaliknya
2. Operating leverage
menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap.
Semakin besar proporsi ini semakin besar operating leverage-nya.
Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan
cenderung mempunyai beta yang tinggi dan sebaliknya.
3. Financial leverage.
Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang
mempunyai finacial leverage. Semakin besar proporsi hutang yang
dipergunakan, semakin besar financial leverage-nya. Kalau kita menaksir
beta saham, maka kita menaksir beta equity. Semakin besar proporsi
hutang yang dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan
menanggung risiko yang makin besar. Karena itu semakin tinggi
financial leverage, semakin tinggi beta equity.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa kondisi keuangan
perusahaan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya nilai beta.
26
2.5.1 Keuntungan dan Kelemahan Beta
Bagi pengikut CAPM beta adalah pengukur yang berguna dan variabilitas
harga saham sangat penting dalam mempertimbangkan penaksiran risiko. Jika ada
yang menganggap bahwa risiko sebagai kemungkinan suatu saham kehilangan
nilainya, beta telah dianggap suatu metode penilaian risiko. Beta menawarkan
suatu pengukuran yang jelas dan bisa dihitung sehingga mudah untuk dimengerti.
Perhitungan beta didasarkan pada data historis sehingga informasi yang dihasilkan
bersifat kurang relevan, dalam menyediakan informasi bagi pengambilan
keputusan dimasa yang akan datang Beta kurang bisa memenuhi kebutuhan
investor yang ingin berinvestasi dalam investasi jangka panjang, sebab dalam
jangka waktu yang cukup panjang pergerakan harga saham selalu mengalami
perubahan harga saham yang biasanya cukup besar. Traders yang hanya
bermaksud melakukan aksi jual beli dalam jangka waktu yang singkat, beta
merupakan pengukuran risiko yang baik.
2.5.2 Perhitungan Beta
Rumus yang digunakan untuk mencari beta menurut Jogianto (2010 :
383) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
βi
: koefisien untuk sekuritas
σim
: kovarian dari return
σ2 m
: varian dari return indeks saham
atau dapat diuraikan sebagai berikut:
27
Keterangan :
( Rit – Rit )
= Hasil pengembalian dari saham i dikurangi hasil
yang diharapkan dari saham i
( RMt – RMt ) = Hasil pengembalian pasar dikurangi dengan hasil
pengembalian pasar yang diharapkan, dan n
adalah jumlah hasil penelitian.
Beta sebagai alat ukur risiko sistematis berpengaruh terhadap tingkat
pengembalian portofolio karena yang diharapkan atas setiap investasi tergantung
atas besarnya beta yang mengukur varians return dalam hubungan dengan return
pasar.
2.5.3 Hubungan Beta dengan Return Saham
Pengukuran risiko dalam CAPM digunakan beta sebagai pengukur risiko.
Investor yang efisien adalah dengan cara melakukan penanaman modal pada
investasi yang memberikan risiko tertentu dengan tingkat keuntungan sama, tetapi
mempunyai risiko yang berbeda, maka investor yang rasional akan memilih risiko
yang lebih kecil. Semakin besar beta semakin besar pula tingkat keuntungan yang
diharapkan dari investasi tersebut karena beta dengan return memiliki arah yang
positif.
2.6
Likuiditas Saham
Likuiditas saham penting untuk diperhatikan emiten, karena likuiditas
saham menunjukkan baik-buruknya kinerja perusahaan. Tidak likuidnya saham
dapat disebabkan oleh factor informasi. Keaktifan emiten dalam memberikan
informasi bisa menjadi pemikat bagi investor untuk bertransaksi. Meski jumlah
sahamnya sedikit, jika mengenai prospek dan fundamentalnya jelas, maka akan
banyak orang tertarik untuk membeli saham tersebut.
28
2.6.1 Pengertian Likuiditas Saham
Likuditas saham yang dimaksud disini adalah likuiditas saham menurut
Bursa Efek Indonesia (Informasi Umum Pasar Modal, Stock Exchenge)
dalam mulyana (2011) likuiditas adalah kelancaran yang menunjukan tingkat
mudahan dalam mencairkan modal investasi. Secara umum, Alexander, Sharpe
dan Bailey (1999) mendefinisikan likuiditas sebagai kemampuan investor untuk
menjual harta atau asset yang dimilikinya tanpa harus melakukan konsesi atau
kelonggaran harta. Likuiditas juga dapat dipandang dari beberapa aspek seperti
tingkat volume perdagangan dan frekuensi perdagangan
Walaupun kata likuiditas saham telah begitu dikenal namun pemahaman
para pelaku pasar akan definisi dan ukuran likuiditas tidaklah sama. Ada yang
mengidentifikasikan likuiditas saham dengan kemudahan dan kecepatan
bertransaksi. Ada juga yang mengkaitkannya dengan volume transaksi. Sebagian
investor lainnya lebih suka untuk menggunakan biaya transaksi yang rendah
sebagai ukuran likuiditas saham. Terakhir, masih ada investor yang melihat
likuiditas dari sering terjadinya transaksi atau frekuensi perdagangan. Otoritas
BEI menggunakan volume, nilai, frekuensi, dan jumlah hari transaksi sebagai
ukuran-ukuran likuiditas saham, semakin besar volume, nilai, frekuensi, dan
jumlah hari transaksi dari sebuah saham semakin tinggi likuiditas saham tersebut
(Frensidy,2008).
Likuiditas saham merupakan ukuran jumlah transaksi suatu saham di
pasar modal dalam suatu periode tertentu. Jadi semakin likuid saham maka
frekuensi transaksi saham semakin tinggi (Mulyana, 2011). Frekuensi
perdagangan sangat mempengaruhi jumlah lembar saham yang beredar dan secara
tidak langsung berpengaruh terhadap volume perdagangan saham hal ini
dikarenakan tingginya
minat investor terhadap saham tersebut. Saham yang
mempunyai tingkat volume perdagangan yang tinggi dimungkinkan memiliki
tingkat likuiditas tinggi serta meberikan kemungkinan lebih tinggi untuk
mendapatkan tingkat pengembalian
Semakin besar volume transaksi maka semakin cepat dan semakin mudah
sebuah saham diperjual belikan sehingga perubahan saham menjadi kas semakin
29
cepat. Pengukuran likuiditas saham dilakukan dengan melihat Trading Volume
Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu instrumen yang
dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui
parameter
pergerakan
aktivitas
volume
perdagangan
di
pasar
modal
(Mulyana,2011).
2.6.2 Trading Volume Activity (TVA) sebagai Alat Ukur Likuiditas Saham
Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu instrumen yang dapat
digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui parameter
pergerakan aktivitas volume perdagangan di pasar modal, dikarenakan nilai
Trading Volume Activity berbanding lurus dengan likuiditas saham semakin tinggi
nilai Trading Volume Activity sebuah saham mempunyai makna bahwa suatu
saham dapat dijual dengan mudah karena banyak yang bersedia membeli saham
sehingga saham mudah dikonversikan menjadi uang kas. Perhitungan Trading
Volume Activity dilakukan dengan membandingkan jumlah saham yang
diperdagangkan dalam satu periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham
beredar di perusahaan tersebut pada kurun waktu yang sama (Fernando,2010).
Rumus yang digunakan untuk mengukur TVA menurut Lo dan Wang
(2000) adalah sebagai Berikut :
Dengan demikian Trading Volume Acitivity merupakan indikator yang
perlu diteliti guna mengetahui aktivitas di pasar modal. Volume perdagangan
saham yang diperdagangkan di pasar dalam norma umum merupakan cerminan
dari pertemuan harapan investor dan emiten. Harapan investor ini berkaitan
dengan keputusan investasinya, sedangkan harapan emiten adalah memberikan
informasi terbaik kepada investor sehingga investor tertarik untuk membeli
sahamnya. Harapan akan masa depan yang positif dari investor akan
meningkatkan harga-harga saham yang ada. Sebaliknya, bila harga akan masa
30
depan dilihat secara negatif oleh para investor, maka akan terlihat pula volume
saham yang diperdagangkan pun cenderung menurun.
2.7
Saham
2.7.1 Pengertian Saham
Salah satusurat berharga yang dierdagangkan di Pasar Modal adalah
saham. Saham adalah surat Berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan
yang terbentuk Perseroan Terbatan(PT) atau biasa yang disebut emiten. Saham
menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari
perusahaan itu .Dengan demikian jika seorang investor membeli saham,maka ia
pun menjadi pemilik atau pemegang saham Perusahaan .
Pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:5) mendefinisikan
saham sebagai berikut:
“Saham (stock) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau
kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas”.
Kemudian menurut Fahmi (2012:81) saham adalah :
“Tanda Bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu
perusahaan,kertas yang tercantum dengan jelas ilai nominal, nama
perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan
kepada setiap pemegangnya, dan persediaan yang siap untuk
dijual.”
Definisi lain mengenai Saham menurut Gitman dan Zutter (2012:36)
“Stock are Units of Ownership or Equity in a Corporation “
Jadi, Saham adalah surat berharga yang diperdagangkan dipasar modal
yang
dikeluarkan
oleh
sebuah
perusahaan
yang
berbentuk
Perseroan
Terbatas(PT), dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik saham tersebut
adalah juga pemilik sebagiandari perusahaan tersebut .
31
2.8
Return Saham
Harapan keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu
dan risiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Dalam konteks investasi,
harapan
keuntungan
tersebut
sering juga
disebut
return atau
tingkat
pengembalian. Return saham adalah suatu tingkat pengembalian saham yang
diharapkan atau investasi yang dilakukan dalam saham atau beberapa kelompok
saham melalui suatu portofolio.
2.8.1 Pengertian Return saham
Pada umumnya pengembalian saham diartikan sebagai suatu hasil
pengembalian yang diperoleh dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada
suatu investasi baik itu berupa asset rill (real asset) maupun asset keuangan
(financial asset). Pengertian pengembalian saham menurut Gitman (2009:228)
dijelaskan melalui pernyataan di bawahini:
“The return is the total gain or loss experienced on an investment over a
given period of time. It is commonly measured as cash distributions
during the period plus the change in value, expressed as a percentage of
the beginning-of-period investmentvalue.”
Tingkat pengembalian saham yang dimaksud oleh definisi di atas adalah
tingkat pengembalian saham biasa merupakan total keuntungan atau kerugian
yang dialami suatu investasi selama periode waktu tertentu. Hal ini umumnya
diukur sebagai distribusi kas selama periode ditambah perubahan nilai, dinyatakan
sebagai persentase dari nilai investasi awal dari periode. Hasil pengembalian
(return) ini sendiri dari dua komponen Pertama. yield yaitu cash flow atau
pendapatan periodik yang diterima dari investasi tersebut, seperti misalnya bunga
ataupun dividen, dan kedua adalah capital gain (loss) yaitu perubahan harga dari
surat berharga tersebut selama beberapaperiode.
32
Menurut Jogianto (2010: 205) Return merupakan hasil yang diperoleh
dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return
ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa
mendatang. Perihal mengenai return ini sendiri perlu dibedakan sebelumnya
antara realized return dan expected return.
Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi.
Return realisasi dihitung berdasarkan data (historis). Return realisasi penting
karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return
histori ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected
return) dan risiko di masa datang. Return ekspektasi (expected return) adalah
return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda
dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya
belum terjadi.
Fahmi dan Yovi (2009:151) mengatakan return saham adalah
keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil
kebijakan investasi yang dilakukannya. Semakin tinggi return saham maka
semakin baik investasi yang dilakukan karena dapat menghasilkan keuntungan,
sebaliknya semakin return saham atau bahkan negatif maka semakin buruk hasil
investasi yang dilakukan.
2.8.2 Perhitungan Return Saham
Dari pengertian return saham menurut Jogiyanto (2010:416), dapat
diformulasikan sebagai berikut :
Keterangan :
Rt = Actual, expected, atau required rate of return selama periode t
Pt = harga saham (closing price) pada periode ke t
Pt-1 = harga saham (closing price) pada periode t-1 (periode sebelumnya)
33
Return saham yang tinggi mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan
yang baik. Sehingga tingkat pengembalian atas investasi yang ditanamkan
investor akan semakin besar pula, hal ini akan menarik perhatian investor dan
meningkatkan permintaan atas saham.
2.9
Hubungan Resiko Sistematis dan Likuiditas Saham terhadap Return
Saham
2.9.1 Hubungan Resiko Sistematis terhadap Return saham
Pada umumnya para investor dipasar modal adalah rasional sehingga
dalam memutuskan untuk membeli, menahan dan menjual sahamnya akan
mempertimbangkan risiko dan keuntungan. Risiko secara umum diartikan sebagai
kemungkinan adanya kerugian dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada
suatu investasi sebagai pengaruh dari ketidakpastian. Risiko sistematis atau risiko
pasar merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar
secara keseluruhan. Menurut Jogiyanto (2010) beta portofolio mengukur
volatilitas return portofolio dengan return pasar. Dengan demikian, beta
merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau
portofolio relatif terhadap risiko pasar. Menurut Suad (2005) hubungan antara
risiko sistematis dengan return adalah linear positif yang artinya semakin besar
risiko suatu aset, maka semakin besar pula return saham yang diharapkan atas aset
tersebut. Apabila risiko sistematis tidak saling berkorelasi, maka risiko sistematis
setiap perusahaan akan saling berkorelasi sebagai akibatnya maka tingkat
keuntungan antara saham juga saling berkorelasi. Dalam konsep capital asset
pricing model (CAPM) hubungan antara tingkat keuntungan (return) dan risiko
bersifat linear. Dengan demikian harga saham akan ditentukan oleh risiko
sistematis dan risiko ini tercermin dalam beta saham. Hal ini berarti semakin besar
beta, maka investor akan menentukan tingkat keuntungan (return) yang semakin
besar dan sebaliknya bila beta kecil, maka tingkat keuntungan (return) juga
semakin kecil (Cenk Yurtsever dan Talib Zahor, (2007) dalam Eddy (2008).
Penelitian yang dilakukan Novia (2009) meneliti tentang pengaruh risiko
sistematis terhadap tingkat pengembalian saham di BEI. Hasil penelitian
34
menyatakan bahwa risiko sistematis berpengaruh signifikan positif terhadap return
saham yang artinya semakin meningkat risiko sistematis suatu perusahaan maka
return saham yang akan diterima oleh perusahaan juga akan meningkat. Hasil
serupa juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Davesta (2010).
2.9.2 Hubungan Likuiidtas Saham terhadap Return saham
Dalam suatu pasar modal pemilihan investasi merupakan salah satu
kegiatan yang tinggi tingkat ketidakpastiannya (level of uncertainty). Oleh karena
itu seorang investor sebelum memutuskan ke saham perusahaan mana ia akan
berinvestasi investor membutuhkan jaminan keamanan dari investasinya. Jaminan
keamanan memastikan bahwa pilihan investasinya tidak akan mendatangkan
kerugian baginya di masa yang akan datang. Bahkan sebaliknya setiap investor
pasti mengharapkan
return dari saham yang diinvestasikannya. Untuk
mengetahui saham-saham mana saja yang tingkat keamanannya tinggi investor
dapat melihat tingkat likuiditas saham suatu perusahaan. Karena tingkat likuiditas
suatu saham mencerminkan tingkat keaktifan suatu saham diperdagangkan
dengan volume atau nilai perdagangan di bursa efek. Semakin aktif suatu
saham diperdagangkan hal ini menandakan bahwa tingkat permintaan (demand)
saham tersebut tinggi di bursaefek.
Hubungan antara likuiditas yang diukur dengan Trading Volume Activity
(TVA) dengan tingkat pengembalian saham adalah semakin besar Trading
Volume Activity (TVA) maka semakin cepat dan semakin mudah sebuah saham
diperjual belikan sehingga perubahan saham menjadi kas semakin cepat. Selain
itu makin likuid suatu saham maka saham tersebut makin cepat dijual sehingga
biaya-biaya likuidasi yang dibutuhkan kecil. Likuiditas saham juga merupakan
karakteristik dari suatu saham yang jumlahnya cukup banyak dalam suatu
peredaran. sehingga memungkinkan seorang investor untuk melakukan transaksi
dalam jumlah besar tanpa menyebabkan turunnya harga saham. Jadi suatu saham
yang likuid akan memiliki harga jual yang tinggi, seperti yang dikemukakan oleh
Reilly dan Brown (2009):
35
“....Therefore, it is reasoned that positive excess liquidity should
lead to higher securityprices.”
Jadi apabila harga suatu saham tetap tinggi maka bila dijual kembali akan
memberikan tingkat pengembalian yang tinggipula.
Selain alasan tersebut alasan lain mengapa investor memperhatikan tingkat
likuiditas saham adalah bila saham itu likuid maka akan selalu ada calon pembeli
kapan pun saham tersebut dijual. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Reilly dan Brown(2009):
“AT&T and IBM are examples of liquid common stock because you
can sell them quickly with little price change from the priortrade.”
Dari beberapa teori di atas dapat diasumsikan bagaimana hubungan antara
likuiditas dengan tingkat pengembalian saham. Hubungan itu terlihat dari apabila
suatu saham memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, maka saham tersebut
merupakan saham yang memiliki tingkat permintaan (demand) yang tinggi di
Pasar. Berdasarkan hukum permintaan-penawaran apabila suatu barang (dalam
hal ini adalah saham) memiliki permintaan yang tinggi di pasar maka barang
tersebut akan mengalami kenaikan harga sebesar banyaknya kenaikan tingkat
Permintaannya. Jadi suatu saham yang likuid akan memiliki harga jual yang
tinggi, sehingga apabila harga suatu saham tinggi maka bila dijual kembali akan
memberikan tingkat pengembalian yang tinggi pula.
2.10
Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya,
dengan menggunakan alat ukur yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa
penelitian terdahulu yaitu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
Elly dan
Leng (2002)
Judul
Pengaruh
Risiko
Sistematis dan
Variable Penelitian
Independent

Resiko Sistematis
Hasil

Secara bersama-sama faktor risiko
sistematis dan likuiditas yang diukur
dengan besarnya bid-ask spread
36
Jurusan
Ekonomi
Manajemen,
Fakultas
Ekonomi –
Universitas
Kristen Petra
Likuiditas
Terhadap
Tingkat
 Likuiditas Saham
Dependent

Return Saham
Pengembalian
Saham BadanBadan Usaha
yang Go-Public
di Bursa Efek
Jakarta pada
Tahun 1999



Muhardi
(2013)
2
JMK, VOL.
15, NO. 1,
MARET
2013, 33-40
DOI:
10.9744/jmk.1
5.1.33-40
ISSN 14111438
Davesta
(2010)
3
Jurusan
Manajemen
Fakultas
Pengaruh
idiosyncratic
risk dan
likuiditas
saham
terhadap
return saham
Independent :
Pengaruh
Risiko
Sistematis dan
Likuiditas
Saham
Terhadap
Return Saham
Independent

 Idiosyncratic risk
 Likuiditas
Dependent :



Stock return

Resiko Sistematis
Likuiditas Saham
Dependent

mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat pengembalian saham
dari badan-badan usaha yang go
public di Indonesia.
Secara
individu
faktor
risiko
sistematis dan likuiditas yang diukur
dengan besarnya bid-ask spread
masing-masing juga mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat pengembalian saham dari
badan-badan usaha yang go public di
Indonesia.
Risiko
sistematis
lebih
mempengaruhi tingkat pengembalian
suatu saham dibandingkan dengan
likuiditas yang diukur dengan
besarnya bid-ask spread.
Faktor-faktor lain seperti perilaku
pasar, makro ekonomi, situasi sosialpolitik, dan kebijakan pemerintah
juga ikut mempengaruhi tingkat
pengembalian saham.
Dari hasil pengolahan data dapat
disimpulkan
secara
keseluruhan
terdapat pengaruh ketiga variable
yaitu idiosyncratic risk, likuiditas
saham dan ukuran perusahaan
terhadap
nilai
perusahaan.
Idiosyncratic
risk
berpengaruh
negatif, likuiditas saham berpengaruh
positif
dan
ukuran
perusahaan berpengaruh negatif. Hal
ini memberikan implikasi bahwa
investor
yang
tidak
mampu
membentuk portofolio, akan lebih
memfokuskan
pada
perusahaan
dengan risiko individual yang rendah.
Permintaan yang besar terhadap
saham dengan return individual yang
rendah akan mendorong peningkatan
harga saham dan akan berakibat pada
return saham yang besar pula,
sedangkan
perusahaan
dengan
likuiditas tinggi akan lebih disukai
konsumen, sehingga akan mendorong
harga sahamnya naik dan berdampak
pada return yang tinggi pula.
Pengujian statistik secara parsial
menunjukkan bahwa risiko sistematis
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham, sehingga
hipotesis dalam penelitian ini
diterima.
Pengujian statistik secara parsial
menunjukkan bahwa likuiditas saham
37
Ekonomi
pada Industri
Pertambangan
yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia
Periode Tahun
2010-2012

Return Saham



Alfred (2005)
4
Rickson
(2006)
5
6
ferdian(2009)
“Pengaruh
Risiko
Sistematis
(Beta) dan
Likuiditas
Terhadap
Return Saham
Perusahaan
LQ-45 periode
tahun 2001
“Pengaruh
Likuiditas
Saham dan
Risiko
Sistematis
Terhadap
Return Saham
Perusahaan
Property di
Bursa Efek
Jakarta Tahun
2002-2005
“Pengaruh
Likuiditas
Independent :

 Risiko Sistematis
 Likuiditas
Dependent :


Return Saham
Independent :
 Likuiditas
 Risiko Sistematis
Dependent :

Return Saham
Independent :

Likuiditas Saham

berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap return saham,
sehingga hipotesis dalam penelitian
ini ditolak.
Pengujian statistik secara simultan
menunjukkan bahwa variabel risiko
sistematis dan likuiditas saham secara
bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap return saham.
Sehingga hipotesis dalam penelitian
ini diterima.
Berdasarkan
persamaan
regresi
diketahui bahwa risiko sistematis
paling berpengaruh terhadap return
saham.
Hasil
perhitungan
R
Square
menunjukkan bahwa variabel risiko
sistematis dan likuiditas saham
berpengaruh sebesar 42,5% terhadap
return
saham.
Dimana
risiko
sistematis memberikan kontribusi
sebesar 39,5% dan likuiditas saham
memberikan kontribusi hanya sebesar
3%.
secara parsial menunjukkan bahwa
risiko sistematis dan likuiditas
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham.
Secara simultan menunjukkan bahwa
variabel risiko sistematis (beta) dan
likuiditas saham secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
Secara
bersama-sama
likuiditas
saham
dan
risiko
sistematis
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap return saham Secara
individu faktor likuiditas mempunyai
pengaruh yang negatif dan tidak
signifikan terhadap terhadap return.
Sedangkan faktor risiko sistematis
mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap return saham
perusahaan property di Bursa Efek
Jakarta.

Secara Parsial Likuiditas Saham
tidak berpengaruh
terhadap
Return saham.
38
saham dan
Roe terhadap
Return
saham
Independent :
Novia (2009)
pengaruh
likuiditas
dan risiko
sistematis
terhadap
tingkat
pengembalia
n saham di
BEI
7
2.11
ROE
Dependent :
 Tingkat
Pengembalian saham


Risiko Sistematis
Likuiditas
Dependent :
 Tingkat
Pengembalian

Hasil
penelitian
menyatakan bahwa risiko
sistematis
berpengaruh
signifikan positif terhadap
return saham
Kerangka Pemikiran
Pasar modal pada umumnya merupakan tempat bertemunya penjual dan
pembeli dengan risiko untung dan rugi. Dalam berinvestasi, investor berharap
akan memperoleh return yang optimal. Maka dari itu investor harus mempelajari
dan memahami dengan baik mengenai karakteristik dari instrument investasinya
sehingga tidak terjadi kerugian. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
berinvestasi adalah risiko dan likuiditas saham.Pada umumnya hampir semua
investasi mengandung unsur ketidakpastian atau risiko. Investor sangat menyadari
adanya potensi risiko dari investasi. Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan
terjadinya perbedaan return actual dan return yang diharapkan. Hanya risiko yang
tidak bisa hilang karena diversifikasilah yang menjadi relevan dalam perhitungan
risiko. Risiko ini disebut risiko pasar atau risiko sistematis (Systematic Risk),
yang dinyatakan dalam beta (β). Beta didasari pada perubahan harga saham dan
perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG).
Risiko sistematis yang diukur dengan beta merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi. Beta sebagai ukuran risiko
sistematis suatu sekuritas yang tidak bisa dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi sebagai akibat dari kondisi perekonomian secara umum, seperti
perubahan tingkat suku bunga, inflasi, resesi ekonomi dan lain-lain. Beta
39
menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar.
Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut
terhadap perubahan pasar (Tandelilin, 2001 : 98). Sebagai ukuran return saham,
beta juga dapat digunakan untuk membandingkan risiko sistematis antara satu
saham dengan saham lainnya, sehingga nilai beta sangat berpengaruh terhadap
return yang diharapkan, karena semakin tinggi nilai beta akan semakin tinggi
tingkat return yang diisyaratkan. Tingginya beta (risiko) mempunyai hubungan
positif terhadap return saham.
Selain beta, likuiditas saham juga dijadikan bahan pertimbangan untuk
melakukan investasi. Likuiditas saham diartikan sebagai mudahnya saham atau
asset untuk diperdagangkan tanpa mengalami penurunan harga. Menurut Vinay T.
Datar, Narayan Y. Naik and Radcliff (1998). Likuiditas saham untuk sekuritas
dapat diukur dengan menggunakan indikator turnover rate yang merupakan
perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham
yang beredar. Likuiditas saham dikatakan memiliki pengaruh positif terhadap
return dikarenakan mudahnya saham tersebut dicairkan kembali (E.A Koetin,
2000) maka bagi para investor, saham yang likuid akan lebih menarik daripada
saham yang tidak atau kurang likuid.
Para investor biasanya berusaha
mencadangkan sejumlah asset yang unsur likuiditasnya tinggi guna terjaga
terhadap kemungkinan pengeluaran tidak terduga. Bila asset yang mereka simpan
likuiditasnya rendah, maka pada saat mereka dihadapkan pada pengeluaran tidak
terduga, mereka akan terpaksa menjual asset-aset itu dibawah harga sehingga
mereka rugi. Jadi, selain perkiraan return dan risiko, mereka harus
mempertimbangkan unsur likuiditas sebelum membeli asset.
Pasar modal dikatakan likuid jika penjual dapat menjual dan membeli
surat-surat berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara akurat. Menurut
suad husnan (2005), dalam keadaan pasar modal yang efisien, hubungan yang
positif antara risiko dan keuntungan diharapkan terjadi. Disamping itu investasi
pada sekuritas mempunyai daya tarik, yaitu pada likuiditasnya.
Shope, Alex and Bailey (1999 : 248), menyatakan bahwa return saham
yang diharapkan suatu saham akan dipengaruhi oleh dua faktor dasar, risiko
40
sistematis yang dikenal sebagai beta dan likuiditas tersebut. Return yang
diharapkan dari suatu saham dipengaruhi oleh risiko (beta) dan likuiditas saham
karena secara umum investor mempunyai kecenderungan untuk menghindari
risiko, maka apabila investor berhadapan dengan sekuritas yang mengandung
risiko tinggi pasti berharap akan memperoleh return yang tinggi pula.
Tingkat pengembalian saham merupakan salah satu faktor yang
memotivasi investor untuk berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas
keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Dan
tujuan investor dalam berinvestasi adalah untuk memaksimalkan tingkat
pengembalian. Tinggi rendahnya tingkat pengembalian saham dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik dari kinerja perusahaan maupun kondisi pasar yang sewaktuwaktu dapat merubah harga saham. Investor perlu mengetahui variabel mana yang
paling mempengaruhi tingkat pengembalian saham. Penelitian yang dilakukan
oleh Kumianny A. Saputra, Elly (1999) yang menunjukkan bahwa risiko
sistematis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada
perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta periode 1999,
berbeda dengan penelitian Suharli (2005) menunjukkan bahwa beta saham tidak
mempengaruhi return saham secara signifikan pada saham food and beverage.
Begitu pula beberapa penelitian mengenai likuiditas saham yang diukur
dengan turnover rate. Beberapa penelitian yang saling bertentangan antara lain
adalah yang dilakukan oleh Vinay T. Datar, Narayan Y. Naik and Radcliff (1998)
yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara turnover rate dengan return saham. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Malay K. Dey (2004) menjelaskan hubungan antara likuiditas saham yang
diukur menggunakan turnover rate menunjukkan bahwa secara empiris terdapat
hubungan positif antara turnover rate dengan return saham.
Berdasarkan penjelasan dan teori yang dikemukakan diatas , kerangka
pemikiran Resiko sistematis dan Likuiditas saham berpengaruh terhadap Return
saham dapat dilihat pada Gambar 2.2
41
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
PASAR MODAL
INVESTASI
INDEKS LQ45
LAPORAN
KEUANGAN
ANALISIS LIKUIDITAS
SAHAM (TVA)
RESIKO
TIDAK
SISTEMATIS
SISTEMATIS
LIKUIDITAS SAHAM
HARGA SAHAM
RETURN SAHAM
Keterangan: :
:
Diteliti oleh penulis
Tidak diteliti oleh penulis
42
Bertitik tolak dari keseluruhan kerangka pemikiran di atas maka
dapat dijelaskan model alur Paradigma penelitian yang digunakan dalam
penelitian seperti terlihat pada gambar 2.3
Risiko Sistematis
( X1) Beta (β)

Harga Saham

Indeks Harga Saham
Gabungan
Return Saham
(Y)
 - Harga Saham
Likuiditas Saham
Periode t_1
(X2) TVA
-
Jumlah Saham Yang
 Harga saham
diperdagangkan
-
Periode t
Jumlah saham yang
beredar
Gambar 2.3
Paradigma Penelitian
2.12
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan literatur dan hasil penelitian terdahulu maka dapat
dibuat hipotesis sebagai berikut :
1. Bagaimana risiko sistematis, likuiditas saham dan return saham LQ 45
yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014.
2. Seberapa besar pengaruh risiko sistematis dan likuiditas saham terhadap
return saham LQ45 yang terdaftar di BEI baik secara simultan maupun
parsial.
Download