BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Manajemen keuangan memainkan peranan penting dalam perkembangan sebuah perusahaan yaitu sebagai salah satu fungsi operasional. Dalam Penerapannya, manajemen keuangan tidak dapat berdiri sendiri . Manajemen keuangan selalu berkaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu lain seperti akutansi, ilmu ekonomi mikro dan makro,manajemen pemasaran, metode kuantitatif, dan sumber daya manusia . 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Pengertian keuangan itu sendiri menurut Gitman (2012:4) adalah sebagai berikut : “Finance can be defined as the science and art of managing money”. Yang artinya adalah keuangan dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola uang. Dari definisi tersebut maka dapat dikembangkan bahwa keuangan sebagai seni berarti melibatkan keahlian dan pengalaman, sedangkan sebagai ilmu berarti melibatkan prinsip-prinsip, konsep, teori, proposi dan model yang ada dalam ilmu keuangan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2010:132) yang diterjemahakan oleh Yulianto tujuan manajemen keuangan yaitu: “Memaksimalkan kekayaan pemegang saham dalam jangka panjang, tetapi bukan untuk memaksimalkan ukuran-ukuran akuntansi seperti laba bersih atauEPS”. 11 12 Sedangkan menurut Horne dan Wachowicz (2012:2) yang diterjemahkan oleh Mubarakah menyebutkan bahwa: “Manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan asset, pendanaan dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum. Berdasarkan Uraian diatas dapat ditunjukan bahwa manajemen keuangan merupakan keseluruhan aktivitas perusahaan berhubungan dengan bagaimana memperoleh , menggunakan , memperoleh asset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh . 2.1.2 Tujuan Manajemen Keuangan Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai standart dalam memberikan penilaian koefisien keputusan keuangan keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai .Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan (Pemegang saham). Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli (Investor) apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai Perusahaan dapat diukur dengan harga saham perusahaan, maka semakin tinggi nilai perusahaan tersebut .Nilai perusahaan sangat berkaitan dengan kemakmuran pemilik. Apabila perusahaan meningkat maka kekayaan pemilik juga meningkat. Dengan demikian apabila suatu saat perusahaan dijual maka harganya dapat ditetapkan setinggi mungkin. Adapun tujuan manajemen keuangan dalam suatu perusahaan secara menyeluruh yaitu : 1. Mensejahterakan kemakmuran pemegang saham melalui pencapaian laba yang maksimal. 2. Menjaga kelangsungan hidup Perusahaan 3. Mencapai kesejahteraan rakyat sebagai tanggung jawab social perusahaan. 13 2.1.3 Fungsi Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan manajemen (pengelolaan) mengenai bagaimana memperoleh asset untuk mencapai tujuan perusahaan. Dari definisi tersebut menurut Martono dan Agus (2010:4) ada 3 (tiga) fungsi utama dalam manajemen keuangan, yaitu : 1. Keputusan Investasi (Investment Decision) Keputusan Investasi merupakan keputusanterhadap aktiva apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan Investasi adalah yang paling penting diantara ketiga keputusan lainnya . Hal ini dikarenakan keputusan Investasi berpengaruh secara langsung terhadap besarnya rentabilitas Investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu yang akan datang. 2. Keputusan Pendanaan (Financing Decision) Keputusan Pendanaan ini menyangkut beberapa hal. Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal sendiri. Kedua, penetapan perimbangan pembelanjaan yang terbaik atau sering disebut struktur modal yang optimum. Struktur modal optimum merupakan perimbangan hutang jangka panjang dan modal sendiri dengan biaya modal rata-rata minimal . 3. Keputusan Pengelolaan Aset (Assets Management Decision) Apabila asset telah diperoleh dengan pendanaan yang tepat, maka asset-aset tersebut memerlukan pengelolaan secara efisien. Pengalokasian dana yang digunakan untuk pengadaan dan pemanfaatan asset menjadi tanggung jawab manajer keuangan. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan untuk lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancer dari pada aktiva tetap. 14 Menurut Horne dan Wachowicz Jr. (2012:3) terdapat 3 tiga fungsi manajemen keuangan yaitu : 1. Keputusan Investasi Keputusan Investasi adalah fungsi manajemen keuangan yang penting dalam penunjang pengambilan keputusan untuk berinvestasi karena menyangkut tentang memperoleh dana investasi yang efisien, komposisi asset yang hars dipertahankan atau dikurangi. 2. Keputusan Pendanaan (Pembayaran Deviden) Kebijakan deviden perusahaan juga harus dipandang sebagai intergral dari keputusan pendanaan perusahaan. Pada Prinsipnya fungsi manajemen keuangan sebagai keputusan pendanaan menyangkut tentang keputusan apakah laba yang diperoleh oleh perusahaan harus dibagikan kepada pemegang saham atau ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan dating. 3. Keputusan Manajemen Aset Keputusan Manajemen Aset adalah fungsi manajemen keuangan yang menyangkut tentang keputusan alokasi dana atau asset, komposisi sumber dana yang harus dipertahankan dan penggunaan modal baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan yang baik bagi perusahaan. Manajemen Keuangan memiliki kesempatan kerja yang luas karena setiapperusahaan pasti membutuhkan seorang manajer keuangan yang menangani fungsi-fungsi keuangan. Fungsi manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi utama yang sangat penting di dalam perusahaan. 15 Menurut Sutrisno (2009:5) Fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai berikut: 1. Keputusan Investasi Keputusan Investasi yaitu masalah Bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang . 2. Keputusan Pendanaan Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan -kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Keputusan Dividen Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan besarnya dividen, stabilitas dividen yang dibagikan, dividen saham, pemecahan saham, serta penarikan kembali saham yang beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Fungsi manajemen keuangan adalah salah satu fungsi utama yang sangat penting didalam perusahaan, disamping fungsi–fungsi yang lainnya yaitu fungsi pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional. Walaupun dalam pelaksanaannya keempat fungsi–fungsi tersebut saling berhubungan dengan yang lainnya. 16 2.2 Pasar Modal Pasar modal menyediakan fasilitas untuk menyalurkan dana dari pihak yang mempunyai dana (investor) kepada pihak yang membutuhkan dana (emiten) dan pasar modal memungkinkan investor melakukan berbagai pilihan investasi. Pengertian pasar modal menurut Gumanti (2011:67) Pasar modal merupakan tempat jual beli sekuritas . Di Indonesia, pasar modalnya adalah Bursa Efek Indonesia (BEI), yang merupakan penggabungan antara dua bursa saham yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Hal tersebut dilakukan agar nilai kapitalisasi pasar meningkat . Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal terdapat definisi mengenai pasarmodal: “Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Menurut fahmi (2012:52) pasar modal adalah: Pasar modal adalah tempat berbagai pihak, khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk memperkuat modal perusahaan 2.2.1 Fungsi Ekonomi Pasar Modal Pasar modal memiliki peranan yang penting dalam perekonomian suatu negara karena memiliki 4 fungsi yaitu: (Martalena dan Malinda, 2011:3) 1. Fungsi Saving, Pasar modal dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin menghindari penurunan mata uang karena inflasi. 2. Fungsi Kekayaan , Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi dalam beberapa instrumen pasar modal yang tidak akan mengalami 17 penyusutan nilai sebagaimana yang terjadi pada investasi nyata. 3.Fungsi Likuiditas Instrumen pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan Sehingga memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan rumah dan tanah. 4. Fungsi Pinjaman Pasar modal merupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun perusahaan membiayai kegiatannya. 2.2.2 Jenis-Jenis Pasar Modal Menurut Tandelilin (2010:1) pasar modal di Indonesia terbagi dalam dua jenis, yaitu: 1. Pasar Perdana Dalam pasar perdana inilah untuk pertama kali perusahaan menjual sekuritasnya,dan proses itu disebut dengan istilah Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum, atau dapat juga dikatakan pasar perdana terjadi pada perusahaan emiten menjual sekuritasnya kepada investor umum untuk pertama kalinya. 2. Pasar Sekunder Setelah sekuritas emiten dijual di pasar perdana, selanjutnya sekurita semiten tersebut kemudian bisa diperjualbelikan oleh dan antara investor dipasar sekunder. Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat melakukan perdagangan sekuritas untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, pasar sekunder memberikan likuiditas kepada investor, bukan kepada perusahaan. Perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan di dua jenis pasar, yaitu: a) Pasar Lelang (auction market) Pasar sekunder yang merupakan pasar lelang adalah pasar sekuritas yang melibatkan proses pelelangan (penawaran) pada sebuah lokasi fisik. Transaksi antara pembeli dan penjual menggunakan perantara 18 (broker) yang mewakili masing-masing pihak pembeli dan penjual. b) Pasar Negosiasi (negosiasi market) Pasar negosiasi terdiri dari jaringan berbagai dealer yang menciptakan pasar tersendiri di luar lantai bursa bagi sekuritas dengan cara membeli dari investor dan menjual ke investor 2.2.3 Instrumen Pasar Modal Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bias diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Bentuk dari instrument keuanagn tersebut dinamakan dengan surat berharga. Surat berharga atau sering juga disebut sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisai yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya. Menurut Jogiyanto (2008:98) mendefnisiskan instrumen pasar modal adalah sebagai berikut : “Instrumen pasar modal pada prisipnya adalah semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjualbelikan pasar modal diantaranya adalah saham biasa, saham preferent, obligasi, obligasi konversi, right insue, dan waran”. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dijelakan instrument pasar modal sebagai berikut: 1. Saham Biasa dianatara surat-surat berharga yang diperdagangkan Dipasar modal, saham biasa(Common stock) adalah yang paling dikenal masyarakat. Diantara emiten yang menerbitkan surat berharga, saham biasa juga merupakan sekuritas yang paling banyak digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Secara sederhana, saham biasa adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Devidend yang diterima dalam pemilikan saham 19 biasa ini jumlahnya tidak tetap, dan pemilik saham biasa mempunyai hak memilih (vote) dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). 2. Saham preferen merupakan saham yang akan menerima dividend dalam jumlah yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak mempunyai hak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). 3. Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman (dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi pinjaman (emiten). Jadi surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman sebagai kreditor kepada perusahaan yang menerbitkan surat obligasi. 4. Obligasi Konversi (convertible Bonds) adalah obligasi yang dapat dikonversikan (ditukar) menjadi saham biasa pada waktu tertentu atau sesudahnya. 5. Right Issue adalah Alat investasi ini merupakan produk turunan dari saham. Right issue merupakan pemberian hak kepada para pemegang saham untuk membeli saham baru dari perusahaan dengan harga tertentu dan dalam batas waktu tertentu. Kebijakan Right issue ini merupakan upaya emiten untuk menambah saham yang beredar, guna menambah modal perusahaan. 6. Waran adalah hak untuk membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah ditentukan. Biasanya waran dijual bersamaan dengan surat berharga lain, misalnya obligasi atau saham 2.3 Indeks Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat 20 mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki 15 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal. Adapun ke lima belas jenis indeks tersebut adalah :Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. Agar IHSG dapat menggambarkan keadaan pasar yang wajar, BEI berwenang mengeluarkan dan atau tidak memasukkan satu atau beberapa Perusahaan Tercatat dari perhitungan IHSG. Dasar pertimbangannya antara lain, jika jumlah saham Perusahaan Tercatat tersebut yang dimiliki oleh publik (free float) relatif kecil sementara kapitalisasi pasarnya cukup besar, sehingga perubahan harga saham Perusahaan Tercatat tersebut berpotensi mempengaruhi kewajaran pergerakan IHSG. 1. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang ada pada masingmasing sektor. A. Sektor-sektor Primer (Ekstraktif) i. Pertanian ii. Pertambangan B. Sektor-sektor Sekunder (Industri Pengolahan / Manufaktur) i. Industri Dasar dan Kimia ii. Aneka Industri iii. Industri Barang Konsumsi iv. Manufaktur C. Sektor-sektor Tersier (Industri Jasa / Non-manufaktur) 21 2. Indeks i. Properti dan Real Estate ii. Transportasi dan Infrastruktur iii. Keuangan iv. Perdagangan, Jasa dan Investasi LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. 3. Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbikan oleh Bapepam-LK) dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi. 4. Indeks Kompas100, menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. 5. Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan Harian Bisnis Indonesia 6. Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO 7. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan KEHATI. 8. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), menggunakan emiten yang masuk dalan Daftar Efek Syariah (DES) yang di keluarkan oleh BAPEPAM-LK. 9. Indeks IDX30, menggunakan 30 emiten yang emitennya dipilih dari Indeks LQ-45. 10. Indeks Infobank15, mengukur performa harga dari 15 emiten unggulan bank-bank dan merupakan kerja sama antara BEI dengan PT Infoarta Pratama (penerbit Majalah Infobank) 22 11. Indeks SMinfra18, mengukur performa harga dari 18 emiten yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan penunjangnya dan merupakan kerja saham antara BEI dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI). 12. Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan utama. 13. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan pengembangan. 14. Indeks Individual, yaitu indeks harga saham masing-masing emiten. 2.4 Risiko Investor selalu mengharapkan keuntungan dari investasinya namun tentu saja tidak dapat dipisahkan dari risiko yang ada. Saham memungkinkan investor untuk mendapatkan return atau keuntungan ( capital gain ) dalam waktu singkat namun dengan berfluktuasinya harga saham maka saham juga dapat membuat investor dapat mengalami kerugian dalam waktu singkat. Sudah sewajarnya jika investor mengharapkan return setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukan namun harus mempertimbangkan risiko yang harus ditanggung dari investasi tersebut .Tingkat risiko yang tinggi dari suatu investasi mencerminkan tingginya tingkat return yang diharapkan. Saham dikenal dengan karakteristik high risk – high return, artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan yang tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi, sehingga dapat dikatakan hubungan antara return dan risiko tinggi, sehingga dapat dikatakan hubungan return dan risiko berbanding lurus. Sedangkan menurut Horne dan Wachocicz (2012:167) risiko didefinisikan sebagai perbedaan pengembalian dari yang diharapkan. Menurut Tandelilin(2010:102) risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, maka semakin besar risiko investasinya. Dalam berinvestasi risiko merupakan salah satu faktor yang penting yang perlu diperhatikan oleh para investor, karena risiko berkaitan dengan ketidakpastian 23 mengenai tingkat return atau kemungkinan perbedaan antara return yang sesungguhnya dengan return yang diharapkan. Menurut Tandelilin (2010:104) terdapat dua jenis risiko, yaitu : 1. Risiko Sistematis risiko sistematis adalah risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabelitas return suatu investasi. Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasikasi. Menurut Halim (2005, p.43-44) risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Hal tersebut dikarenakan fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Risiko sistematis merupakan risiko yang berasal dari faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan secara langsung, seperti ketidakpastian ekonomi dan ketidakpastian politik (Herth dan Zaima, 1995). 2. Risiko Tidak Sistematis Risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industry tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antar satu saham dengan saham lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensivitas yang berbeda terhadap perubahan setiap pasar, misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan lain sebagainya . Investor dalam melakukan investasi secara rasional ingin meminimalkan risiko yang ditanggungnya (risk averse), maka investor tersebut akan melakukan diversifikasi melalui pembentukan portofolio. Namun jenis risiko tersebut menjadi tidak relevan lagi dalam pengukuran risiko pada investasi surat berharga (risiko tidak sistematis). Jadi, satu-satunya risiko yang relevan dalam pengukuran risiko dalam investasi tersebut adalah risiko yang tidak bisa hilang didiversifikasi yaitu risiko sistematis yang dilambangkan dengan beta (β) (Elly dan Leng, 2002). Menurut Horne and Machowisz (2012:155) beta dapat mengukur sensivitas pengembalian saham terhadap perubahan dalam pengembalian 24 portofolio pasar. Sedangkan beta menunjukkan hubungan (gerakan) antara saham dan pasarnya (Fahmi, 2012). Dalam pembahasan Model Indeks Tunggal, CAPM, APT, dan berbagai model yang diterapkan beta selalu saja dipergunakan. Beta (? ) diartikan sebagai risiko sistematis (Fahmi, 2012). Menurut Jones (2004) beta merupakan koefisien statistik yang menunjukkan ukuran risiko relatif suatu saham terhadap portofolio pasar. Menurut Jogiyanto (2011), beta merupakan pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematis (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. 2.5 Beta (B) Sebagai Alat Ukur Risiko Sistematis Dalam investasi, ada sebagian risiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi (risiko tidak sistematis), oleh karena itu hanya risiko yang tidak bisa hilang karena diversifikasilah yang menjadi relevan dalam perhitungan risiko, yaitu dapat dihitung dengan beta (risiko sistematis). menurut Gitman (2009:250) adalah sebagai berikut: “Beta is a relative measure of nondisversifiable risk a index of the degree of movement of an asset’s return in response to change in the market return. An asset’s historical return an used in finding the asset’s beta coefficient”. Sedangkan menurut Jogianto (2008 : 266) beta merupakan pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatip terhadap risiko pasar beta. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut. Adapun faktor- 25 faktor yang diidentifikasikan yang mempengaruhi nilai beta menurut Husnan (2009 : 112) adalah : 1. Cyclicality. Faktor ini menunjukkan seberapa jauh perusahaan dipengaruhi oleh konjungtur perekonomian. Kita tahu bahwa pada saat kondisi perekonomian membaik, semua perusahaan akan merasakan dampak positifnya. Demikian pula pada saat resesi semua perusahaan akan terkena dampak negatifnya. Yang membedakan adalah intensitasnya. Ada perusahaan yang segera membaik (memburuk) pada saat kondisi perekonomian membaik (memburuk), tetapi ada pula yang hanya sedikit terpengaruh. Perusahaan yang sangat peka terhadap perubahan kondisi perekonomian merupakan perusahaan yang mempunyai beta yang tinggi dan sebaliknya 2. Operating leverage menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap. Semakin besar proporsi ini semakin besar operating leverage-nya. Perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi akan cenderung mempunyai beta yang tinggi dan sebaliknya. 3. Financial leverage. Perusahaan yang menggunakan hutang adalah perusahaan yang mempunyai finacial leverage. Semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan, semakin besar financial leverage-nya. Kalau kita menaksir beta saham, maka kita menaksir beta equity. Semakin besar proporsi hutang yang dipergunakan oleh perusahaan, pemilik modal sendiri akan menanggung risiko yang makin besar. Karena itu semakin tinggi financial leverage, semakin tinggi beta equity. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa kondisi keuangan perusahaan dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya nilai beta. 26 2.5.1 Keuntungan dan Kelemahan Beta Bagi pengikut CAPM beta adalah pengukur yang berguna dan variabilitas harga saham sangat penting dalam mempertimbangkan penaksiran risiko. Jika ada yang menganggap bahwa risiko sebagai kemungkinan suatu saham kehilangan nilainya, beta telah dianggap suatu metode penilaian risiko. Beta menawarkan suatu pengukuran yang jelas dan bisa dihitung sehingga mudah untuk dimengerti. Perhitungan beta didasarkan pada data historis sehingga informasi yang dihasilkan bersifat kurang relevan, dalam menyediakan informasi bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang Beta kurang bisa memenuhi kebutuhan investor yang ingin berinvestasi dalam investasi jangka panjang, sebab dalam jangka waktu yang cukup panjang pergerakan harga saham selalu mengalami perubahan harga saham yang biasanya cukup besar. Traders yang hanya bermaksud melakukan aksi jual beli dalam jangka waktu yang singkat, beta merupakan pengukuran risiko yang baik. 2.5.2 Perhitungan Beta Rumus yang digunakan untuk mencari beta menurut Jogianto (2010 : 383) adalah sebagai berikut : Keterangan : βi : koefisien untuk sekuritas σim : kovarian dari return σ2 m : varian dari return indeks saham atau dapat diuraikan sebagai berikut: 27 Keterangan : ( Rit – Rit ) = Hasil pengembalian dari saham i dikurangi hasil yang diharapkan dari saham i ( RMt – RMt ) = Hasil pengembalian pasar dikurangi dengan hasil pengembalian pasar yang diharapkan, dan n adalah jumlah hasil penelitian. Beta sebagai alat ukur risiko sistematis berpengaruh terhadap tingkat pengembalian portofolio karena yang diharapkan atas setiap investasi tergantung atas besarnya beta yang mengukur varians return dalam hubungan dengan return pasar. 2.5.3 Hubungan Beta dengan Return Saham Pengukuran risiko dalam CAPM digunakan beta sebagai pengukur risiko. Investor yang efisien adalah dengan cara melakukan penanaman modal pada investasi yang memberikan risiko tertentu dengan tingkat keuntungan sama, tetapi mempunyai risiko yang berbeda, maka investor yang rasional akan memilih risiko yang lebih kecil. Semakin besar beta semakin besar pula tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut karena beta dengan return memiliki arah yang positif. 2.6 Likuiditas Saham Likuiditas saham penting untuk diperhatikan emiten, karena likuiditas saham menunjukkan baik-buruknya kinerja perusahaan. Tidak likuidnya saham dapat disebabkan oleh factor informasi. Keaktifan emiten dalam memberikan informasi bisa menjadi pemikat bagi investor untuk bertransaksi. Meski jumlah sahamnya sedikit, jika mengenai prospek dan fundamentalnya jelas, maka akan banyak orang tertarik untuk membeli saham tersebut. 28 2.6.1 Pengertian Likuiditas Saham Likuditas saham yang dimaksud disini adalah likuiditas saham menurut Bursa Efek Indonesia (Informasi Umum Pasar Modal, Stock Exchenge) dalam mulyana (2011) likuiditas adalah kelancaran yang menunjukan tingkat mudahan dalam mencairkan modal investasi. Secara umum, Alexander, Sharpe dan Bailey (1999) mendefinisikan likuiditas sebagai kemampuan investor untuk menjual harta atau asset yang dimilikinya tanpa harus melakukan konsesi atau kelonggaran harta. Likuiditas juga dapat dipandang dari beberapa aspek seperti tingkat volume perdagangan dan frekuensi perdagangan Walaupun kata likuiditas saham telah begitu dikenal namun pemahaman para pelaku pasar akan definisi dan ukuran likuiditas tidaklah sama. Ada yang mengidentifikasikan likuiditas saham dengan kemudahan dan kecepatan bertransaksi. Ada juga yang mengkaitkannya dengan volume transaksi. Sebagian investor lainnya lebih suka untuk menggunakan biaya transaksi yang rendah sebagai ukuran likuiditas saham. Terakhir, masih ada investor yang melihat likuiditas dari sering terjadinya transaksi atau frekuensi perdagangan. Otoritas BEI menggunakan volume, nilai, frekuensi, dan jumlah hari transaksi sebagai ukuran-ukuran likuiditas saham, semakin besar volume, nilai, frekuensi, dan jumlah hari transaksi dari sebuah saham semakin tinggi likuiditas saham tersebut (Frensidy,2008). Likuiditas saham merupakan ukuran jumlah transaksi suatu saham di pasar modal dalam suatu periode tertentu. Jadi semakin likuid saham maka frekuensi transaksi saham semakin tinggi (Mulyana, 2011). Frekuensi perdagangan sangat mempengaruhi jumlah lembar saham yang beredar dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap volume perdagangan saham hal ini dikarenakan tingginya minat investor terhadap saham tersebut. Saham yang mempunyai tingkat volume perdagangan yang tinggi dimungkinkan memiliki tingkat likuiditas tinggi serta meberikan kemungkinan lebih tinggi untuk mendapatkan tingkat pengembalian Semakin besar volume transaksi maka semakin cepat dan semakin mudah sebuah saham diperjual belikan sehingga perubahan saham menjadi kas semakin 29 cepat. Pengukuran likuiditas saham dilakukan dengan melihat Trading Volume Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan di pasar modal (Mulyana,2011). 2.6.2 Trading Volume Activity (TVA) sebagai Alat Ukur Likuiditas Saham Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu informasi melalui parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan di pasar modal, dikarenakan nilai Trading Volume Activity berbanding lurus dengan likuiditas saham semakin tinggi nilai Trading Volume Activity sebuah saham mempunyai makna bahwa suatu saham dapat dijual dengan mudah karena banyak yang bersedia membeli saham sehingga saham mudah dikonversikan menjadi uang kas. Perhitungan Trading Volume Activity dilakukan dengan membandingkan jumlah saham yang diperdagangkan dalam satu periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham beredar di perusahaan tersebut pada kurun waktu yang sama (Fernando,2010). Rumus yang digunakan untuk mengukur TVA menurut Lo dan Wang (2000) adalah sebagai Berikut : Dengan demikian Trading Volume Acitivity merupakan indikator yang perlu diteliti guna mengetahui aktivitas di pasar modal. Volume perdagangan saham yang diperdagangkan di pasar dalam norma umum merupakan cerminan dari pertemuan harapan investor dan emiten. Harapan investor ini berkaitan dengan keputusan investasinya, sedangkan harapan emiten adalah memberikan informasi terbaik kepada investor sehingga investor tertarik untuk membeli sahamnya. Harapan akan masa depan yang positif dari investor akan meningkatkan harga-harga saham yang ada. Sebaliknya, bila harga akan masa 30 depan dilihat secara negatif oleh para investor, maka akan terlihat pula volume saham yang diperdagangkan pun cenderung menurun. 2.7 Saham 2.7.1 Pengertian Saham Salah satusurat berharga yang dierdagangkan di Pasar Modal adalah saham. Saham adalah surat Berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang terbentuk Perseroan Terbatan(PT) atau biasa yang disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu .Dengan demikian jika seorang investor membeli saham,maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham Perusahaan . Pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:5) mendefinisikan saham sebagai berikut: “Saham (stock) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas”. Kemudian menurut Fahmi (2012:81) saham adalah : “Tanda Bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan,kertas yang tercantum dengan jelas ilai nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya, dan persediaan yang siap untuk dijual.” Definisi lain mengenai Saham menurut Gitman dan Zutter (2012:36) “Stock are Units of Ownership or Equity in a Corporation “ Jadi, Saham adalah surat berharga yang diperdagangkan dipasar modal yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas(PT), dimana saham tersebut menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagiandari perusahaan tersebut . 31 2.8 Return Saham Harapan keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Dalam konteks investasi, harapan keuntungan tersebut sering juga disebut return atau tingkat pengembalian. Return saham adalah suatu tingkat pengembalian saham yang diharapkan atau investasi yang dilakukan dalam saham atau beberapa kelompok saham melalui suatu portofolio. 2.8.1 Pengertian Return saham Pada umumnya pengembalian saham diartikan sebagai suatu hasil pengembalian yang diperoleh dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada suatu investasi baik itu berupa asset rill (real asset) maupun asset keuangan (financial asset). Pengertian pengembalian saham menurut Gitman (2009:228) dijelaskan melalui pernyataan di bawahini: “The return is the total gain or loss experienced on an investment over a given period of time. It is commonly measured as cash distributions during the period plus the change in value, expressed as a percentage of the beginning-of-period investmentvalue.” Tingkat pengembalian saham yang dimaksud oleh definisi di atas adalah tingkat pengembalian saham biasa merupakan total keuntungan atau kerugian yang dialami suatu investasi selama periode waktu tertentu. Hal ini umumnya diukur sebagai distribusi kas selama periode ditambah perubahan nilai, dinyatakan sebagai persentase dari nilai investasi awal dari periode. Hasil pengembalian (return) ini sendiri dari dua komponen Pertama. yield yaitu cash flow atau pendapatan periodik yang diterima dari investasi tersebut, seperti misalnya bunga ataupun dividen, dan kedua adalah capital gain (loss) yaitu perubahan harga dari surat berharga tersebut selama beberapaperiode. 32 Menurut Jogianto (2010: 205) Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Perihal mengenai return ini sendiri perlu dibedakan sebelumnya antara realized return dan expected return. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data (historis). Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return histori ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa datang. Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Fahmi dan Yovi (2009:151) mengatakan return saham adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya. Semakin tinggi return saham maka semakin baik investasi yang dilakukan karena dapat menghasilkan keuntungan, sebaliknya semakin return saham atau bahkan negatif maka semakin buruk hasil investasi yang dilakukan. 2.8.2 Perhitungan Return Saham Dari pengertian return saham menurut Jogiyanto (2010:416), dapat diformulasikan sebagai berikut : Keterangan : Rt = Actual, expected, atau required rate of return selama periode t Pt = harga saham (closing price) pada periode ke t Pt-1 = harga saham (closing price) pada periode t-1 (periode sebelumnya) 33 Return saham yang tinggi mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan yang baik. Sehingga tingkat pengembalian atas investasi yang ditanamkan investor akan semakin besar pula, hal ini akan menarik perhatian investor dan meningkatkan permintaan atas saham. 2.9 Hubungan Resiko Sistematis dan Likuiditas Saham terhadap Return Saham 2.9.1 Hubungan Resiko Sistematis terhadap Return saham Pada umumnya para investor dipasar modal adalah rasional sehingga dalam memutuskan untuk membeli, menahan dan menjual sahamnya akan mempertimbangkan risiko dan keuntungan. Risiko secara umum diartikan sebagai kemungkinan adanya kerugian dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada suatu investasi sebagai pengaruh dari ketidakpastian. Risiko sistematis atau risiko pasar merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar secara keseluruhan. Menurut Jogiyanto (2010) beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar. Dengan demikian, beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Menurut Suad (2005) hubungan antara risiko sistematis dengan return adalah linear positif yang artinya semakin besar risiko suatu aset, maka semakin besar pula return saham yang diharapkan atas aset tersebut. Apabila risiko sistematis tidak saling berkorelasi, maka risiko sistematis setiap perusahaan akan saling berkorelasi sebagai akibatnya maka tingkat keuntungan antara saham juga saling berkorelasi. Dalam konsep capital asset pricing model (CAPM) hubungan antara tingkat keuntungan (return) dan risiko bersifat linear. Dengan demikian harga saham akan ditentukan oleh risiko sistematis dan risiko ini tercermin dalam beta saham. Hal ini berarti semakin besar beta, maka investor akan menentukan tingkat keuntungan (return) yang semakin besar dan sebaliknya bila beta kecil, maka tingkat keuntungan (return) juga semakin kecil (Cenk Yurtsever dan Talib Zahor, (2007) dalam Eddy (2008). Penelitian yang dilakukan Novia (2009) meneliti tentang pengaruh risiko sistematis terhadap tingkat pengembalian saham di BEI. Hasil penelitian 34 menyatakan bahwa risiko sistematis berpengaruh signifikan positif terhadap return saham yang artinya semakin meningkat risiko sistematis suatu perusahaan maka return saham yang akan diterima oleh perusahaan juga akan meningkat. Hasil serupa juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Davesta (2010). 2.9.2 Hubungan Likuiidtas Saham terhadap Return saham Dalam suatu pasar modal pemilihan investasi merupakan salah satu kegiatan yang tinggi tingkat ketidakpastiannya (level of uncertainty). Oleh karena itu seorang investor sebelum memutuskan ke saham perusahaan mana ia akan berinvestasi investor membutuhkan jaminan keamanan dari investasinya. Jaminan keamanan memastikan bahwa pilihan investasinya tidak akan mendatangkan kerugian baginya di masa yang akan datang. Bahkan sebaliknya setiap investor pasti mengharapkan return dari saham yang diinvestasikannya. Untuk mengetahui saham-saham mana saja yang tingkat keamanannya tinggi investor dapat melihat tingkat likuiditas saham suatu perusahaan. Karena tingkat likuiditas suatu saham mencerminkan tingkat keaktifan suatu saham diperdagangkan dengan volume atau nilai perdagangan di bursa efek. Semakin aktif suatu saham diperdagangkan hal ini menandakan bahwa tingkat permintaan (demand) saham tersebut tinggi di bursaefek. Hubungan antara likuiditas yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA) dengan tingkat pengembalian saham adalah semakin besar Trading Volume Activity (TVA) maka semakin cepat dan semakin mudah sebuah saham diperjual belikan sehingga perubahan saham menjadi kas semakin cepat. Selain itu makin likuid suatu saham maka saham tersebut makin cepat dijual sehingga biaya-biaya likuidasi yang dibutuhkan kecil. Likuiditas saham juga merupakan karakteristik dari suatu saham yang jumlahnya cukup banyak dalam suatu peredaran. sehingga memungkinkan seorang investor untuk melakukan transaksi dalam jumlah besar tanpa menyebabkan turunnya harga saham. Jadi suatu saham yang likuid akan memiliki harga jual yang tinggi, seperti yang dikemukakan oleh Reilly dan Brown (2009): 35 “....Therefore, it is reasoned that positive excess liquidity should lead to higher securityprices.” Jadi apabila harga suatu saham tetap tinggi maka bila dijual kembali akan memberikan tingkat pengembalian yang tinggipula. Selain alasan tersebut alasan lain mengapa investor memperhatikan tingkat likuiditas saham adalah bila saham itu likuid maka akan selalu ada calon pembeli kapan pun saham tersebut dijual. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Reilly dan Brown(2009): “AT&T and IBM are examples of liquid common stock because you can sell them quickly with little price change from the priortrade.” Dari beberapa teori di atas dapat diasumsikan bagaimana hubungan antara likuiditas dengan tingkat pengembalian saham. Hubungan itu terlihat dari apabila suatu saham memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, maka saham tersebut merupakan saham yang memiliki tingkat permintaan (demand) yang tinggi di Pasar. Berdasarkan hukum permintaan-penawaran apabila suatu barang (dalam hal ini adalah saham) memiliki permintaan yang tinggi di pasar maka barang tersebut akan mengalami kenaikan harga sebesar banyaknya kenaikan tingkat Permintaannya. Jadi suatu saham yang likuid akan memiliki harga jual yang tinggi, sehingga apabila harga suatu saham tinggi maka bila dijual kembali akan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi pula. 2.10 Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, dengan menggunakan alat ukur yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yaitu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 Peneliti Elly dan Leng (2002) Judul Pengaruh Risiko Sistematis dan Variable Penelitian Independent Resiko Sistematis Hasil Secara bersama-sama faktor risiko sistematis dan likuiditas yang diukur dengan besarnya bid-ask spread 36 Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra Likuiditas Terhadap Tingkat Likuiditas Saham Dependent Return Saham Pengembalian Saham BadanBadan Usaha yang Go-Public di Bursa Efek Jakarta pada Tahun 1999 Muhardi (2013) 2 JMK, VOL. 15, NO. 1, MARET 2013, 33-40 DOI: 10.9744/jmk.1 5.1.33-40 ISSN 14111438 Davesta (2010) 3 Jurusan Manajemen Fakultas Pengaruh idiosyncratic risk dan likuiditas saham terhadap return saham Independent : Pengaruh Risiko Sistematis dan Likuiditas Saham Terhadap Return Saham Independent Idiosyncratic risk Likuiditas Dependent : Stock return Resiko Sistematis Likuiditas Saham Dependent mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham dari badan-badan usaha yang go public di Indonesia. Secara individu faktor risiko sistematis dan likuiditas yang diukur dengan besarnya bid-ask spread masing-masing juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham dari badan-badan usaha yang go public di Indonesia. Risiko sistematis lebih mempengaruhi tingkat pengembalian suatu saham dibandingkan dengan likuiditas yang diukur dengan besarnya bid-ask spread. Faktor-faktor lain seperti perilaku pasar, makro ekonomi, situasi sosialpolitik, dan kebijakan pemerintah juga ikut mempengaruhi tingkat pengembalian saham. Dari hasil pengolahan data dapat disimpulkan secara keseluruhan terdapat pengaruh ketiga variable yaitu idiosyncratic risk, likuiditas saham dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan. Idiosyncratic risk berpengaruh negatif, likuiditas saham berpengaruh positif dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif. Hal ini memberikan implikasi bahwa investor yang tidak mampu membentuk portofolio, akan lebih memfokuskan pada perusahaan dengan risiko individual yang rendah. Permintaan yang besar terhadap saham dengan return individual yang rendah akan mendorong peningkatan harga saham dan akan berakibat pada return saham yang besar pula, sedangkan perusahaan dengan likuiditas tinggi akan lebih disukai konsumen, sehingga akan mendorong harga sahamnya naik dan berdampak pada return yang tinggi pula. Pengujian statistik secara parsial menunjukkan bahwa risiko sistematis berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Pengujian statistik secara parsial menunjukkan bahwa likuiditas saham 37 Ekonomi pada Industri Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2010-2012 Return Saham Alfred (2005) 4 Rickson (2006) 5 6 ferdian(2009) “Pengaruh Risiko Sistematis (Beta) dan Likuiditas Terhadap Return Saham Perusahaan LQ-45 periode tahun 2001 “Pengaruh Likuiditas Saham dan Risiko Sistematis Terhadap Return Saham Perusahaan Property di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2005 “Pengaruh Likuiditas Independent : Risiko Sistematis Likuiditas Dependent : Return Saham Independent : Likuiditas Risiko Sistematis Dependent : Return Saham Independent : Likuiditas Saham berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham, sehingga hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Pengujian statistik secara simultan menunjukkan bahwa variabel risiko sistematis dan likuiditas saham secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Berdasarkan persamaan regresi diketahui bahwa risiko sistematis paling berpengaruh terhadap return saham. Hasil perhitungan R Square menunjukkan bahwa variabel risiko sistematis dan likuiditas saham berpengaruh sebesar 42,5% terhadap return saham. Dimana risiko sistematis memberikan kontribusi sebesar 39,5% dan likuiditas saham memberikan kontribusi hanya sebesar 3%. secara parsial menunjukkan bahwa risiko sistematis dan likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Secara simultan menunjukkan bahwa variabel risiko sistematis (beta) dan likuiditas saham secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap return saham. Secara bersama-sama likuiditas saham dan risiko sistematis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham Secara individu faktor likuiditas mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap terhadap return. Sedangkan faktor risiko sistematis mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham perusahaan property di Bursa Efek Jakarta. Secara Parsial Likuiditas Saham tidak berpengaruh terhadap Return saham. 38 saham dan Roe terhadap Return saham Independent : Novia (2009) pengaruh likuiditas dan risiko sistematis terhadap tingkat pengembalia n saham di BEI 7 2.11 ROE Dependent : Tingkat Pengembalian saham Risiko Sistematis Likuiditas Dependent : Tingkat Pengembalian Hasil penelitian menyatakan bahwa risiko sistematis berpengaruh signifikan positif terhadap return saham Kerangka Pemikiran Pasar modal pada umumnya merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan risiko untung dan rugi. Dalam berinvestasi, investor berharap akan memperoleh return yang optimal. Maka dari itu investor harus mempelajari dan memahami dengan baik mengenai karakteristik dari instrument investasinya sehingga tidak terjadi kerugian. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berinvestasi adalah risiko dan likuiditas saham.Pada umumnya hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian atau risiko. Investor sangat menyadari adanya potensi risiko dari investasi. Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan return actual dan return yang diharapkan. Hanya risiko yang tidak bisa hilang karena diversifikasilah yang menjadi relevan dalam perhitungan risiko. Risiko ini disebut risiko pasar atau risiko sistematis (Systematic Risk), yang dinyatakan dalam beta (β). Beta didasari pada perubahan harga saham dan perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG). Risiko sistematis yang diukur dengan beta merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian investasi. Beta sebagai ukuran risiko sistematis suatu sekuritas yang tidak bisa dihilangkan dengan melakukan diversifikasi sebagai akibat dari kondisi perekonomian secara umum, seperti perubahan tingkat suku bunga, inflasi, resesi ekonomi dan lain-lain. Beta 39 menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar (Tandelilin, 2001 : 98). Sebagai ukuran return saham, beta juga dapat digunakan untuk membandingkan risiko sistematis antara satu saham dengan saham lainnya, sehingga nilai beta sangat berpengaruh terhadap return yang diharapkan, karena semakin tinggi nilai beta akan semakin tinggi tingkat return yang diisyaratkan. Tingginya beta (risiko) mempunyai hubungan positif terhadap return saham. Selain beta, likuiditas saham juga dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan investasi. Likuiditas saham diartikan sebagai mudahnya saham atau asset untuk diperdagangkan tanpa mengalami penurunan harga. Menurut Vinay T. Datar, Narayan Y. Naik and Radcliff (1998). Likuiditas saham untuk sekuritas dapat diukur dengan menggunakan indikator turnover rate yang merupakan perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar. Likuiditas saham dikatakan memiliki pengaruh positif terhadap return dikarenakan mudahnya saham tersebut dicairkan kembali (E.A Koetin, 2000) maka bagi para investor, saham yang likuid akan lebih menarik daripada saham yang tidak atau kurang likuid. Para investor biasanya berusaha mencadangkan sejumlah asset yang unsur likuiditasnya tinggi guna terjaga terhadap kemungkinan pengeluaran tidak terduga. Bila asset yang mereka simpan likuiditasnya rendah, maka pada saat mereka dihadapkan pada pengeluaran tidak terduga, mereka akan terpaksa menjual asset-aset itu dibawah harga sehingga mereka rugi. Jadi, selain perkiraan return dan risiko, mereka harus mempertimbangkan unsur likuiditas sebelum membeli asset. Pasar modal dikatakan likuid jika penjual dapat menjual dan membeli surat-surat berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara akurat. Menurut suad husnan (2005), dalam keadaan pasar modal yang efisien, hubungan yang positif antara risiko dan keuntungan diharapkan terjadi. Disamping itu investasi pada sekuritas mempunyai daya tarik, yaitu pada likuiditasnya. Shope, Alex and Bailey (1999 : 248), menyatakan bahwa return saham yang diharapkan suatu saham akan dipengaruhi oleh dua faktor dasar, risiko 40 sistematis yang dikenal sebagai beta dan likuiditas tersebut. Return yang diharapkan dari suatu saham dipengaruhi oleh risiko (beta) dan likuiditas saham karena secara umum investor mempunyai kecenderungan untuk menghindari risiko, maka apabila investor berhadapan dengan sekuritas yang mengandung risiko tinggi pasti berharap akan memperoleh return yang tinggi pula. Tingkat pengembalian saham merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Dan tujuan investor dalam berinvestasi adalah untuk memaksimalkan tingkat pengembalian. Tinggi rendahnya tingkat pengembalian saham dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari kinerja perusahaan maupun kondisi pasar yang sewaktuwaktu dapat merubah harga saham. Investor perlu mengetahui variabel mana yang paling mempengaruhi tingkat pengembalian saham. Penelitian yang dilakukan oleh Kumianny A. Saputra, Elly (1999) yang menunjukkan bahwa risiko sistematis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta periode 1999, berbeda dengan penelitian Suharli (2005) menunjukkan bahwa beta saham tidak mempengaruhi return saham secara signifikan pada saham food and beverage. Begitu pula beberapa penelitian mengenai likuiditas saham yang diukur dengan turnover rate. Beberapa penelitian yang saling bertentangan antara lain adalah yang dilakukan oleh Vinay T. Datar, Narayan Y. Naik and Radcliff (1998) yang hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara turnover rate dengan return saham. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Malay K. Dey (2004) menjelaskan hubungan antara likuiditas saham yang diukur menggunakan turnover rate menunjukkan bahwa secara empiris terdapat hubungan positif antara turnover rate dengan return saham. Berdasarkan penjelasan dan teori yang dikemukakan diatas , kerangka pemikiran Resiko sistematis dan Likuiditas saham berpengaruh terhadap Return saham dapat dilihat pada Gambar 2.2 41 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran PASAR MODAL INVESTASI INDEKS LQ45 LAPORAN KEUANGAN ANALISIS LIKUIDITAS SAHAM (TVA) RESIKO TIDAK SISTEMATIS SISTEMATIS LIKUIDITAS SAHAM HARGA SAHAM RETURN SAHAM Keterangan: : : Diteliti oleh penulis Tidak diteliti oleh penulis 42 Bertitik tolak dari keseluruhan kerangka pemikiran di atas maka dapat dijelaskan model alur Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian seperti terlihat pada gambar 2.3 Risiko Sistematis ( X1) Beta (β) Harga Saham Indeks Harga Saham Gabungan Return Saham (Y) - Harga Saham Likuiditas Saham Periode t_1 (X2) TVA - Jumlah Saham Yang Harga saham diperdagangkan - Periode t Jumlah saham yang beredar Gambar 2.3 Paradigma Penelitian 2.12 Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan literatur dan hasil penelitian terdahulu maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Bagaimana risiko sistematis, likuiditas saham dan return saham LQ 45 yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014. 2. Seberapa besar pengaruh risiko sistematis dan likuiditas saham terhadap return saham LQ45 yang terdaftar di BEI baik secara simultan maupun parsial.