bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Generator Sinkron
2.1.1
Umum
Generator sinkron atau sering disebut altenator adalah mesin listrik yang
berfungsi untuk menghasilkan tegangan bolak – balik dengan cara mengubah
energi mekanik menjadi energi listrik. Energi mekanik dihasilkan dari putaran
rotor yang digerakkan oleh penggerak pemula (prime mover) sedangkan energi
listrik diperoleh dari proses induksi elektromagnetik yang terjadi pada kumparan
stator dan rotornya.
Generator sinkron dengan definisi sinkronnya, mempunyai makna bahwa
frekuensi listrik yang dihasilkannya sinkron dengan putaran mekanis generator
tersebut. Generator sinkron mempunyai rotor yang berputar yang konstan
terhadap frekuensi dari tegangan atau arus yang mengalir pada kumparan stator.
Rotor generator sinkron yang terdiri dari belitan medan dengan suplai arus searah
akan menghasilkan medan magnet yang diputar dengan kecepatan yang sama
dengan kecepatan putar rotor.
Generator sinkron dibagi menjadi dua bagian besar yaitu stator dan rotor.
Stator merupakan bagian yang diam, sedangkan rotor merupakan bagian yang
berputar.
Gambar 2. 1 Konstruksi Generator Sinkron
4
5
Stator atau armatur merupakan bagian generator yang berfungsi sebagai
tempat untuk menerima induksi magnet dari rotor. Arus AC yang menuju ke
beban disalurkan melalui armatur, komponen ini berbentuk sebuah
rangka
silinder dengan
lilitan kawat konduktor yang sangat banyak dan tidak bergerak.
Lilitan armatur
generator dalam Y dan titik netral dihubungkan ke tanah. Alasan
lilitan dalam stator menggunakan hubungan Y untuk :
a. Meningkatkan daya output.
b. Menghindarkan tegangan harmonik, sehingga tegangan line
tetap sinusoidal dalm kondisi beban apapun.
Stator
terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
a. Rangka Stator
Rangka stator merupakan rumah yang menyangga inti jangkar
generator yang biasa terbuat dari besi tuang berbentuk silinder.
Di bagian belakang rangka stator memiliki sirip – sirip untuk
proses pendinginan.
b. Inti Stator
Inti stator berbentuk seperti cincin laminasi – laminasi yang
diikat dengan rapat untuk menghidari rugi – rugi arus eddy
(eddy current losses). Di inti stator juga terdapat slot – slot
untuk menempatkan konduktor dan mengatur arah medan
magnet. Inti stator ini terpasang ke rangka stator.
Gambar 2. 2 Konstruksi inti stator
6
c. Alur (slot) dan Gigi
Alur dan gigi adalah bagian dimana belitan stator ditempatkan.
Terdapat tiga bentuk alur yaitu terbuka, setengah terbuka, dan
tertutup.
Gambar 2. 3 Gambar Bentuk Alur
d. Belitan Stator (Belitan Jangkar)
Bagian stator yang terdiri dari beberapa batang konduktor
tembaga yang terdapat di dalam slot-slot dan ujung-ujung
kumparan.
Masing-masing
slot
dihubungkan
untuk
mendapatkan tegangan induksi.
Rotor merupakan bagian generator yang berputar. Antara rotor dan stator
dipisahkan oleh celah udara. Rotor tediri dari tiga bagian besar yaitu :
a. Slip ring
Slip ring merupakan cincin logam yang melingkari poros rotor
tetapi dipisahkan oleh isolasi tertentu. Terminal kumparan rotor
dipasang ke slip ring ini kemudian dihubungkan ke sumber
arus searah melalui sikat (brush) yang letaknya menempel pada
slip ring.
b. Kumparan medan
Kumparan medan merupakan unsur yang memegang peranan
utama dalam menghasilkan medan magnet. Kumparan ini
mendapat arus searah dari sumber eksitasi tertentu.
c. Poros rotor
Poros rotor merupakan tempat meletakkan kumparan medan,
dimana pada poros rotor tersebut telah dibentuk slot-slot secara
paralel terhadap poros rotor.
7
Rotor pada generator sinkron pada dasarnya adalah sebuah elektromagnet
yang besar. Kutub medan
magnet rotor dapat berupa salient pole (kutub
menonjol) dan cylinderica pole (kutub silinder).
Untuk
putaran generator yang relatif rendah atau sedang (kurang dari 1000
rpm), dipakai
konstruksi rotor dengan kutub menonjol atau salient pole dengan
jumlah kutub-kutub yang relatif banyak.
Gambar 2. 4 Konstruksi Rotor Kutub Menonjol
Rotor kutub menonjol baik digunakan untuk putaran rendah dan sedang
karena:
1. Kutub menonjol akan mengalami rugi-rugi angin yang besar dan
bersuara bising jika diputar dengan kecepatan tinggi.
2. Konstruksi kutub menonjol tidak cukup kuat untuk menahan tekanan
mekanis apabila diputar dengan kecepatan tinggi.
Konstruksi rotor kutub silinder ini dirancang tahan terhadap gaya-gaya
yang lebih besar akibat putaran yang tinggi.
Gambar 2. 5 Konstruksi Rotor Kutub Silinder
Rotor silinder umumnya digunakan pada generator sinkron dengan
kecepatan putar tinggi (1500 atau 3000 rpm) seperti yang terdapat pada
8
pembangkit listrik tenaga uap. Rotor silinder baik digunakan pada kecepatan putar
tinggi karena:
1. Konstruksinya memiliki kekuatan mekanik yang baik pada kecepatan
putar tinggi
2. Distribusi di sekeliling rotor mendekati bentuk gelombang sinus
sehingga lebih baik dari kutub menonjol.
2.1.2
Prinsip Kerja Generator Sinkron
Generator serempak (sinkron) adalah suatu penghasil tenaga listrik dengan
landasan hukum Faraday. Jika pada sekeliling penghantar terjadi perubahan
medan magnet, maka pada penghantar tersebut akan dibangkitkan suatu gaya
gerak listrik (GGL) yang sifatnya menentang perubahan medan tersebut. Gerak
gaya listrik (GGL) memerlukan bebrapa masukan antara lain :
1. Masukan tenaga mekanis yang akan dihasilkan oleh penggerak
mula (primer mover). Penggerak mula (Prime Mover) yang sudah
terkopel dengan rotor segera dioperasikan sehingga rotor akan
berputar pada kecepatan nominalnya.
n=
120 .f
p
.................................................................................... (2.1)
Dimana :
n
= kecepatan putar rotor (rpm)
p
= jumlah kutub rotor
f
= frekuensi (Hz)
2. Arus masukan (If) yang berupa arus yang akan menghasilkan
medan magnet yang dapat diatur dengan mudah. Medan putar yang
dihasilkan pada rotor akan diinduksikan pada kumparan jangkar
sehingga pada kumparan jangkar yang terletak di stator akan
menghasilkan fluks magnetik yang berubah-ubah besarnya
terhadap waktu.
9
Gambar 2. 6 Sistem Pembangkitan Generator Sinkon
Dimana :
If
= arus medan (Ampere)
U–S
= kutub generator
Sumbu putar = poros generator
Ф
= fluks medan (Weber)
Apabila rotor generator diputar pada kecepatan nominalnya, dimana
putaran tersebut diperoleh dari putaran penggerak mulanya (prime mover),
kemudian pada kumparan medan rotor diberikan arus medan sebesar If, maka
garis-garis fluksi yang dihasilkan melalui kutub-kutub inti akan menghasilkan
tegangan induksi pada kumparan jangkar stator sebesar:
En = C. n. Ф ....................................................................................................... (2.2)
Dimana :
En
= tegangan induksi yang dibangkitkan pada jangkar
generator (volt)
C
= konstanta
n
= kecepatan putar (rpm)
Ф
= fluks yang dihasilkan oleh arus medan (Weber)
Apabila generator digunakan untuk melayani beban, pada kumparan
jangkar generator akan mengalir arus. Untuk generator 3 fasa, setiap belitan
jangkar akan memilki beda fasa sebesar 120°.
10
Gambar 2. 7 Kumparan Tiga Fasa
2.1.3
Pengaturan
Tegangan
Tegangan generator sinkron dalam keadaan berbeban akan lebih rendah
nilainya daripada tegangan generator sinkron dalam keadaan tanpa beban. Nilai
relatif, yaitu nilai selisih antara tegangan dalam keadaan berbeban penuh dengan
keadaan tanpa beban biasanya disebut dengan regulasi tegangan atau voltage
regulation (VR).
VR =
VNL − VFL
Dimana :
VFL
× 100% .................................................................................... (2.3)
VR
= Regulasi tegangan (%)
VNL
= Tegangan tanpa beban (volt)
VFL
= Tegangan beban penuh (volt)
Generator-generator sekarang dirancang dan dibuat untuk tegangan yang
bervariasi akibat dari adanya variasi arus jangkar atau variasi beban yang
menimbulkan turunnya tegangan (voltage drop) pada kumparan jangkar yang
bervariasi pula. Jatuhnya tegangan impedansi tersebut tergantung kepada besar
arus dan faktor daya beban. Dengan pengaturan arus eksitasi, tegangan dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk menaikkan tegangan, arus eksitasi dapat
ditambah dan berlaku juga sebaliknya.
Yang dimaksud dengan eksitasi atau biasa disebut sistem penguatan
adalah suatu perangkat yang memberikan arus penguat (If) kepada kumparan
medan generator arus bolak-balik (alternating current) yang dijalankan dengan
cara membangkitkan medan magnetnya dengan bantuan arus searah.
11
Sistem penguatan dapat digolongkan berdasarakan cara penyediaan
tenaganya, yaitu:
1. Sistem penguatan sendiri
2. Sistem penguatan terpisah
Untuk
generator berkapasitas besar umumnya digunakan sistem penguatan
sendiri. Sistem penguatan ini digunakan pada generator tanpa sikat (brushless
alternator). Generator tanpa sikat ini mempunyai exiter yang kumparan
jangkarnya pada rotor dan kumparan medannya pada stator. Arus penguatan
induksi magnet sisa (remanensi) pada stator generator utama yang
didapat dari
diberikan oleh stator generator penguat. Arus tersebut diatur terlebih dahulu oleh
AVR (automatic voltage regulator) yang merupakan alat pengatur tegangan yang
bekerja secara otomatis. AVR dalam hal ini melakukan pengaturan tegangan.
Arus yang dihasilkan oleh rotor generator penguat akan disearahkan dengan
menggunakan dioda putar (rotating diode) yang ikut berputar dengan kedua rotor
generator yang berputar. Sistem penguatan sendiri dipasang pada ujung poros
generator utamanya.
Sebagai salah satu contoh sistem eksitasi penguatan sendiri yang dipakai
adalah sistem eksitasi penguatan sendiri dengan menggunakan magnet permanen
(permanent magnet generator excited-AVR controlled generators). Dalam hal ini,
generator magnet permanen (PMG) berperan memberikan suplai untuk sistem
eksitasi melalui AVR dimana AVR berperan sebagai alat untuk mengontrol
tingkat eksitasi yang disediakan untuk medan exiternya. Dengan mengendalikan
suplai yang rendah dari medan eksitasinya, kontrol untuk suplai yang tinggi yang
diperlukan pada medan exiter dapat terpenuhi melalui keluaran penyearah dari
stator eksitasi. AVR akan merasakan tegangan rata-rata mendekati regulasi
tegangan yang diinginkan. AVR ini juga mampu
mendeteksi perubahan
kecepatan mesin dan dapat mengatasi tegangan turun sebagai akibat turunnya
kecepatan putaran mesin dibawah frekuensi yang telah ditentukan sehingga dapat
menghindari eksitasi berlebih pada saat kecepatan mesin rendah dan memperhalus
dampak dari perubahan beban (load switching) untuk menghindari kerusakan
12
mesin. Sistem ini juga menyediakan proteksi untuk eksitasi berlebih yang bekerja
dengan waktu tunda tertentu ketika terjadi lonjakan tegangan medan eksitasi.
2.1.4
Generator Tanpa Beban
Apabila sebuah mesin sinkron difungsikan sebagai generator dengan
diputar pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If), maka pada
kumparan jangkar stator akan diinduksikan tegangan tanpa beban ( Eo), yaitu
sebesar:
Eo = 4,44. Kd. Kp. f. φm. T volt. ....................................................................... (2.4)
Dalam keadaan tanpa beban arus jangkar tidak mengalir pada stator,
sehingga tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh
arus medan (If). Bila besarnya arus medan dinaikkan, maka tegangan keluaran
juga akan naik sampai titik saturasi (jenuh). Kondisi generator tanpa beban bisa
digambarkan rangkaian ekuivalennya seperti diperlihatkan pada gambar.
Gambar 2. 8 Rangkaian Ekuivalen Generator
13
2.1.5
Generator Berbeban
Bila generator diberi beban yang berubah -ubah maka besarnya tegangan
terminal V akan berubah-ubah pula, hal ini disebabkan adanya kerugian tegangan
pada :
a. Resistansi
Jangkar
Resistansi jangkar/fasa Ra menyebabkan terjadinya kerugian tegangan
jatuh/fasa dan I . Ra yang sefasa dengan arus jangkar.
b. Reaktansi Bocor Jangkar
Saat arus
mengalir melalui penghantar jangkar, sebagian fluks yang terjadi
tidak mengimbas pada jalur yang telah ditentukan, hal seperti ini disebut fluks
bocor.
c. Reaksi Jangkar
Adanya arus yang mengalir pada kumparan jangkar saat generator dibebani
akan menimbulkan fluks jangkar (ФA) yang berintegrasi dengan fluks yang
dihasilkan pada kumparan medan rotor (ФF), sehingga akan dihasilkan suatu
fluks resultan sebesar .
ФR = ФF + ФA. .............................................................................................. (2.5)
2.1.6
Sistem Eksitasi pada Generator Sinkron
Penguatan medan atau disebut eksitasi adalah pemberian arus listrik untuk
membuat kutub magnit pada generator. Dengan mengatur besar kecil arus listrik
tersebut, kita dapat mengatur besar tegangan output generator atau dapat juga
mengatur besar daya reaktif yang diinginkan pada generator yang sedang paralel
dengan sistem jaringan besar (infinite bus).
Ada beberapa jenis sistem yaitu :
1. Sistem eksitasi statik.
2. Sistem eksitasi dinamik.
Sistem eksitasi statik adalah sistem eksitasi generator tersebut disuplai dari
eksiter yang bukan mesin bergerak, yaitu dari sistem penyearah yang sumbernya
disuplai dari output generator itu sendiri atau sumber lain dengan melalui
transformator. Secara prinsip dapat digambarkan sebagai berikut.
14
Suplai daya listrik untuk eksitasi mengambil dari output generator melalui
excitation transformer, kemudian disearahkan melalui power rectifier dan
disalurkan ke rotor generator untuk eksitasi atau penguat medan dengan melalui
sikat arang.
Untuk
pengaturan besaran tegangan output generator diatur melalui DC
regulator dan AC regulator, sehingga besarnya arus eksitasi dapat diatur sesuai
kebutuhan. Kemudian apabila generator tersebut pada waktu start awal belum
mengeluarkan tegangan, maka untuk suplai arus eksitasi biasanya diambil dari
baterai. Adapun
yang dimaksud dengan sistem eksitasi dinamik adalah sistem
eksitasi yang sumber suplai arus eksitasi diambil dari mesin yang bergerak, dan
mesin yang bergerak tersebut disebut eksiter. Biasanya eksiter tersebut sebagai
tenaga penggeraknya dipasang satu poros dengan generator.
Seperti kita ketahui bahwa untuk arus eksitasi adalah arus searah, maka
sebagai eksiternya adalah mesin arus searah (generator DC) atau dapat juga
dengan mesin arus bolak-balik (generator AC) kemudian disearahkan dengan
rectifier.
Sistem eksitasi dengan menggunakan eksiter generator DC untuk
menyalurkan arus eksitasi generator utama dengan media sikat arang dan slip ring
serta output arus searah dari generator eksiter melalui sikat arang. Ditinjau dari
segi pemeliharaan sistem ini kurang efektif, sehingga mulai dikembangkan
dengan sistem eksitasi tanpa sikat atau disebut brushless excitation.
2.1.7
Sistem Tiga Fasa
Listrik arus bolak – balik 3 fasa adalah arus bolak – balik yang terdiri dari
tiga keluaran fasa dengan berntuk sinusoidal dimana besar atau nilai tegangan
sama dengan frekuensi tetap.
Pada sistem tenaga listrik 3 fasa, idealnya daya listrik yang dibangkitkan,
disalurkan dan diserap oleh beban semuanya seimbang, Ppembangkitan =
Ppemakain, dan juga pada tegangan yang seimbang. Pada tegangan yang
seimbang terdiri dari tegangan 1 fasa yang mempunyai magnitude dan frekuensi
15
yang sama tetapi antara 1 fasa dengan yang lainnya mempunyai beda fasa sebesar
120° listrik, sedangkan secara fisik mempunyai perbedaan sebesar 60°, dan dapat
dihubungkan secara bintang (Y, wye) atau segitiga (delta, Δ, D).
Gambar 2. 9 Gambar Gelombang Arus Bolak – Balik Tiga Fasa
Hubungan listrik pada sistem 3 fasa terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Hubungan bintang
Gambar 2. 10 Gambar Hubungan Bintang
Pada hubungan bintang (Y, wye), ujung-ujung tiap fasa dihubungkan
menjadi satu dan menjadi titik netral atau titik bintang. Tegangan antara dua
terminal dari tiga terminal a – b – c mempunyai besar magnitude dan beda fasa
yang berbeda dengan tegangan tiap terminal terhadap titik netral. Tegangan Va, Vb
dan Vc disebut tegangan fasa atau Vf. Dengan adanya saluran / titik netral maka
besaran tegangan fasa dihitung terhadap saluran atau titik netralnya, juga
membentuk sistem tegangan 3 fasa yang seimbang dengan magnitude-nya.
16
Van = |V| ∠0° = V ........................................................................................... (2.6)
Vbn = |V| ∠ − 120° ......................................................................................... (2.7)
Vcn = |V| ∠ − 240° ......................................................................................... (2.8)
Tegangan
line – line berbeda dengan tegangan fasa.
3
Vab = Van
− Vbn = √𝑉𝑎𝑛 ∠ + 30° ................................................................ (2.9)
3
Vbc = Vbn − Vcn = √𝑉𝑎𝑛 ∠ − 30° .............................................................. (2.10)
3
Vca = Vcn − Van = √𝑉𝑎𝑛 ∠ + 150° ............................................................ (2.11)
Sedangkan untuk arus yang mengalir pada semua fasa mempunyai nilai
yang sama,
ILine = Ifasa ............................................................................................................................................................(2.12)
Ia = Ib = Ic ......................................................................................................... (2.13)
Maka Daya pada generator dapat dihitung dengan persamaan :
PT = 3. Vf. If. cosθ ........................................................................................... (2.14)
Setelah dilakukan pengukuran dan pengambilan data, dapat dilihat
terdapat perbedaan besar nilai dari masing-masing tegangan dan arus pada setiap
fasa. Sehingga untuk menghitung besar daya dari keluaran generator maka dapat
dihitung dengan menghitung masing-masing fasa terlebih dahulu atau dengan
persamaan :
PT = Vf. If. cosθ .............................................................................................. (2.15)
2. Hubungan delta
Pada hubungan segitiga (delta, Δ, D) ketiga fasa saling dihubungkan
sehingga membentuk hubungan segitiga 3 fasa.
Gambar 2. 11 Gambar Hubungan Delta
17
Dengan tidak adanya titik netral, maka besarnya tegangan saluran dihitung
antar fasa, karena tegangan saluran dan tegangan fasa mempunyai besar
magnitude yang sama, maka:
Vline = Vfasa
....................................................................................................... (2.16)
Tetapi
arus line dan arus fasa tidak sama dan hubungan antara kedua arus
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan hukum kirchoff, sehingga:
Ia = Iab − Ica ................................................................................................. (2.17)
Ib = Ibc − Iab ................................................................................................. (2.18)
Ibc .................................................................................................. (2.19)
Ic = Ica −
Maka
pada beban seimbang didapat :
Iline = 1,73. Ifasa ∠ − 30° .......................................................................... (2.20)
Dari kedua hubungan di atas didapat :
Tabel 2. 1 Tegangan dan Arus Line pada Sistem Tiga Fasa
Hubungan
Tegangan / arus fasa
Tegangan / arus line
Y–Y
Van = Vp ∠0°
Vab = 3�Vp ∠30°
Vbn = Vp ∠ − 120°
Vbc = 3�Vp ∠ − 120°
Sama dengan arus line
Ia = Van /Zy
Vcn = Vp ∠120°
Vca = 3�Vp ∠120°
Ib = Ia ∠ − 120°
Y–Δ
Van = Vp ∠0°
Vbc = VBC = 3�Vp ∠ − 120°
IAB = VAB ∠ZΔ
Ia = IAB √3∠ − 30°
IBC = VBC ∠ZΔ
Vab = VAB = 3�Vp ∠30°
Van = Vp ∠ − 120°
Van = Vp ∠120°
Δ–Δ
Ic = Ia ∠120°
ICA = VCA ∠ZΔ
VAB = VP ∠0°
Vca = VCA = 3�Vp ∠120°
Ib = Ia∠ − 120°
Ic = Ia∠120°
Sama dengan tegangan fasa
18
2.1.8
Daya Sistem Tiga Fasa Beban Seimbang
Jumlah daya yang diberikan oleh suatu generator 3 fasa atau daya yang
diserap oleh beban 3 fasa, diperoleh dengan menjumlahkan daya dari tiap-tiap
fasa. Pada sistem yang seimbang, daya total tersebut sama dengan tiga kali daya
fasa, karena
daya pada tiap-tiap fasanya sama.
Gambar 2. 12 Gambar Sistem Tiga Fasa Beban Seimbang
Jika sudut antara arus dan tegangan adalah sebesar θ, maka besarnya daya
perfasa adalah :
Pfasa = Vfasa . Ifasa . cosθ ............................................................................. (2.21)
sedangkan besarnya total daya adalah penjumlahan dari besarnya daya tiap fasa,
dan dapat dituliskan dengan,
PT = 3 . Vf . If . cosθ ........................................................................................ (2.22)
Pada hubungan bintang, karena besarnya tegangan saluran adalah
1,73xVfasa maka tegangan perfasanya menjadi Vline/1,73, dengan nilai arus
saluran sama dengan arus fasa, IL = If, maka daya total (PTotal) pada rangkaian
hubung bintang (Y) adalah:
PT = 3. IL�1,73 . IL. cos θ = 1,73 . VL . IL. cos 𝜃 ........................................... (2.23)
dengan,
Vfasa = VLN ................................................................................................... (2.24)
Ifasa = IL ....................................................................................................... (2.25)
3
VLL = √VLN ................................................................................................... (2.26)
19
Sedangkan hubungan delta,
PT = 3. IL�1,73 . IL. cos θ = 1,73 . VL . IL. cos 𝜃 ........................................... (2.27)
dengan,
VLL = Vfasa
.................................................................................................. (2.28)
3
IL = √Ifasa
.................................................................................................... (2.29)
Dari persamaan total daya pada kedua jenis hubungan terlihat bahwa
besarnya daya pada kedua jenis hubungan adalah sama, yang membedakan hanya
pada tegangan kerja dan arus yang mengalirinya saja, dan berlaku pada kondisi
beban yang seimbang.
2.2 Motor DC
Motor DC adalah alat yang mengubah energi listrik menjadi gerak,
mempunyai prinsip dasar yang sama dengan motor stepper namun gerakannya
bersifat kontinyu atau berkelanjutan. Motor DC dibagi menjadi 2 jenis yaitu ;
motor DC dengan sikat (mekanis komutasi), yaitu motor yang memiliki sikat
karbon berfungsi sebagai pengubah arus pada kumparan sedemikian rupa arah
tenaga putaran motor akan selalu sama
Dalam kehidupan kita sehari – hari motor DC dapat kita lihat pada motor
starter mobil, pada tape recorder, pada mainan anak–anak, dan pada pabrik–
pabrik motor DC digunakan untuk traksi, elevator, conveyor, dan sebagainya.
Bilamana arus listrik yang mengalir dalam kawat arahnya menjauhi kita
(maju) maka medan – medan magnet yang terbentuk di sekitar kawat arahnya
searah dengan putaran jarum jam. Sebaliknya bilamana arus listrik mengalir
dalam kawat arahnya mendekati kita (mundur) maka medan – medan magnet yang
terbentuk di sekitar kawat arahnya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam
(percobaan Maxwel).
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan dalam karakteristik kerja
motor arus searah adalah sebagai berikut :
20
Ia
Ra
V
M
Gambar 2. 13 Rangkaian Pengganti Motor DC
Dimana :
𝑛=
𝑛=
𝐸𝑎
............................................................................................................. (2.30)
𝐶.∅ 𝑉−𝐼𝑎.𝑅𝑎
𝐶.∅
...............................................................................................................(2.31)
V
= Sumber tegangan DC (Volt)
n
= Putaran motor (rpm)
Ia
= Arus jangkar (A)
Ra
= Tahanan jangkar (Ω)
φ
= Fluks magnet (Wb)
C
= Konstanta
Jika tegangan diperbesar, maka putaran akan cepat. Untuk menjadikan
putaran lebih lambat yaitu dengan menurunkan tegangan.
2.3 Automatic Voltage Regulator (AVR)
AVR atau Automatic Voltage Regulator merupakan alat yang berfungsi
untuk menjaga kestabilan tegangan kerja pada terminal generator yang tidak
dipengaruhi oleh kondisi luar generator. Tegangan yang diatur adalah ketika
tegangan pada beban nol sampai tegangan pada beban penuh dimana untuk
menjaga eksitasi dan putarannya tetap. Pengaturan dilakukan dengan cara
membandingkan tegangan dari generator dan tegangan dari sistem.
Prinsip kerja dari AVR adalah mengatur arus penguatan (excitacy) pada
exciter. Apabila tegangan output generator di bawah tegangan nominal tegangan
generator, maka AVR akan memperbesar arus penguatan (excitacy) pada exciter.
Dan juga sebaliknya apabila tegangan outputgenerator melebihi tegangan nominal
generator maka AVR akan mengurangi arus penguatan (excitacy) pada exciter.
21
Dengan demikian apabila terjadi perubahan tegangan output Generator akan dapat
distabilkan oleh AVR secara otomatis dikarenakan dilengkapi dengan peralatan
seperti alat yang digunakan untuk pembatasan penguat minimum ataupun
maximum yang bekerja secara otomatis.
Fungsi
dari AVR adalah :
1. Menjaga tegangan yang dihasilkan generator tetap konstan.
2. Menjaga eksitasi tetap dan putaran tetap.
3. Pengaturan dilakukan dengan membandingkan tegangan dari
generator dan tegangan sistem.
AVR
terdiri dari 3 bagian utama, yaitu:
1. Komponen untuk memonitor tegangan output dari generator.
2. Komponen untuk menentukan tegangan set point.
3. Komponen untuk membandingkan tegangan output generator &set
point sehingga menghasilkan error signal.
Tiga keadaan AVR, yaitu:
1. Jika tegangan output tinggi maka error signal (+) AVR akan
memberian perintah untuk mengurangi arus eksitasi.
2. Jika tegangan cocok dengan harga set point (0) maka AVR tidak
akan memberikan perintah apapun.
3. Jika tegangan output rendah maka error signal akan (-) maka AVR
akan memberi perintah agar menambahkan arus eksitasi.
22
Gambar 2. 14 Contoh Aplikasi AVR
2.4 Sistem Kendali
2.4.1
Pengertian Sistem Kendali
Sistem kendali adalah sistem yang terdiri dari masukan dengan tujuan
untuk mengontrol keluarannya untuk nilai tertentu, dengan memberikan urutan
kejadian dan memunculkannya saat kondisi sudah terpenuhi. Menurut Pakpahan,
1988 istilah lain sistem kontrol atau teknik kendali adalah teknik pengaturan,
sistem pengendalian, atau sistem pengontrolan. Sistem kontrol berdasarkan
prinsip kerjanya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem kendali loop
terbuka, dan sistem loop tertutup.
2.4.2
Sistem Kendali Loop Terbuka
Sistem kendali loop terbuka adalah sistem kendali yang setiap perubahan
kondisi yang ada tidak mempengaruhi aksi kontrolnya dan tidak terdapat umpan
balik pada hasil keluarannya. Pada sistem ini tidak dilakukan perbandingan antara
input dengan hasil output-nya, sehingga sistem ini sangat bergantung dengan
kalibrasi sistem. Sistem kendali loop terbuka tidak tahan terhadap gangguan dari
luar, dan saat terjadi gangguan harus dilakukan pengkalibrasian ulang.
Kekurangan sistem ini adalah kurang efektifnya sistem ini karena tidak adanya
koreksi yang dilakukan. Contoh pengendalian loop terbuka adalah mesin cuci.
23
2.4.3
Gambar 2. 15 Sistem Loop Terbuka
Sistem Kendali Loop Tertutup
Sistem kendali loop tertutup disebut juga sistem kendali umpan balik
(feedback). Pada sistem kendali loop tertutup dilakukan perbandingan antara input
dan output. Dalam sistem ini proses umpan balik adalah hasil yang diperoleh
diumpankan
kembali dari output sistem dan memodifikasi masukannya. Pada
sistem ini, input untuk sebuah proses bergantung pada besarnya deviasi antara
nilai yang sebenarnya yang diumpanbalikkan dengan nilai yang dikehendaki atau
disebut error. Contoh pengendalian dengan sistem loop tertutup adalah pemanas
listrik.
Set point – feedback = error
Gambar 2. 16 Sistem Loop Tertutup
2.4.4
Bentuk Pengendalian
Dalam sistem kendali terdapat beberapa bentuk pengendalian, yaitu :
1. Pengendalian P (Proporsional)
2. Pengendalian I (Integral)
3. Pengendalian D (Derivatif)
2.4.5
Pengendalian P (Proporsional)
Pengendali proporsional adalah pengendalian yang memiliki keluaran
uang sebanding dengan besarnya error yang diperoleh dari selisih antara set point
uang diinginkan dengan output ataupun nilai yang terukur.
24
Gambar 2. 17 Diagram Blok Pengendali P
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
5
10
Time (second)
15
20
Gambar 2. 18 Tanggapan Penguat Proporsional
Pengendali porporsional memiliki hubungan antara output dengan error
dengan rumusan :
m(t) = Kp . e(t)................................................................................................. (2.32)
Vo(t) = Kp . Vi(t).............................................................................................. (2.33)
Dimana :
m(t)
= output signal
Kp
= konstanta penguatan dari kontrol proporsional
e(t)
= error signal
Vo(t)
= nilai keluaran pada sistem
Vi(t)
= nilai masukan pada sistem
Dalam bentuk transformasi laplace adalah sebagai berikut :
M(s)
E(s)
V0 (s)
V1 (s)
= Kp ......................................................................................................... (2.34)
= Kp ........................................................................................................ (2.35)
Dimana :
M(s)
= output signal dalam laplace
E(s)
= error signal
Vo(t)
= nilai keluaran pada sistem
Vi(t)
= nilai masukan pada sistem
25
Pengendali
proporsional
memiliki
2
parameter,
pita
proporsional
(proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif
dicerminkan
oleh
pita
proporsional,
sedangkan
konstanta
proporsional
menunjukkan
nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan (Kp).
Hubungan
antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional
(Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut:
1
𝑃𝐵 = 𝐾 × 100% ............................................................................................ (2.36)
𝑝
Gambar ini menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler
dan kesalahan yang merupakan masukan kontroler. Ketika konstanta proporsional
bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan penurunan yang
semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.
U (% )
K p1 < K p
100
K p2
K p1
0
0
100
E (% )
Gambar 2. 19 Proportional Band dari Kontroler Proporsional
Tergantung Pada Penguatan
Kp adalah Konstanta Proporsional dan berlaku sebagai Gain (penguat)
tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Jika penguatan (nilai
Kp) yang diberikan besar maka akan memberikan sinyal kontrol keluaran yang
besar sebanding dengan besarnya nilai error akan tetapi nilai Kp yang terlalu
besar akan menyebabkan sistem tidak stabil. Sedangkan jika penguat Kp terlalu
kecil, aksi sinyal kontrol akan terlalu kecilketika terjadi gangguan / terjadi error
yang cukup besar. Metode kontrol P saja tidak akan mampu untuk menyelesaikan
/ mempertahankan output sesuai dengan set point yang diinginkan tetapi mampu
mencapai steady state error.
26
Karakteristik Pengendali P :
1. Semakin besar Kp, maka error semakin kecil, waktu naik (Tr) semakin
kecil, waktu puncak (Tp) semakin kecil, persentase overshoot (MP)
semakin
besar serta respon makin cepat.
2. Selalu
terjadi offset, tetapi dapat dikoreksi dengan manual reset.
3. Memadai untuk proses dengan kapasitansi yang kecil.
4. Jika beban berubah akan timbul offset.
5. Jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan (orde
terlampau
tinggi), akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau
respon
sistem akan berosilasi.
2.4.6
Pengendalian I (Integral)
Pengendali integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
error steady state nol. Keluaran pengontrol berbanding lurus dengan integral
error terhadap waktu. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ),
kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan
kesalahan keadaan mantabnya nol. Dengan kontroler integral, respon sistem dapat
diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol.
Gambar 2. 20 Diagram Blok Pengendali I
Gambar 2. 21 Tanggapan Pengendali Integral
27
Dari gambar 2.20 kita bisa lihat dengan bertambahnya t, maka luas area
dibawah kurva akan semakin besar. Dalam gambar luas area berbanding lurus
dengan t, oleh karena itu keluaran pengontrol juga berbanding lurus dengan t dan
bertambah dengan laju konstan. Laju kenaikan keluaran alat kendali, disamping
ditentukan oleh error juga ditentukan oleh penguatan integrasinya. Semakin tinggi
penguatan integrasinya akan semakin tinggi pula laju kenaikan sinyal keluaran
kontrolnya.
Ki =
1
R.C
........................................................................................................... (2.37)
m(t) = Ki ∫ e(t) dt ......................................................................................... (2.38)
∫ Vi(t) dt ..................................................................................... (2.39)
Vo(t) = Ki
Bentuk transformasi laplace :
m(s) = Ki
E(s)
Vo(s) = Ki
Dimana :
s
.................................................................................................. (2.40)
Vi(s)
s
............................................................................................... (2.41)
m(t)
= sinyal keluaran
Ki
= 1/Ti = konstanta penguatan pengendali integral
e(t)
= error signal
Vo(t) = Nilai keluaran pada sistem (Time Domain)
Vi(t)
= Nilai masukan pada sistem (Time Domain)
Vo(s) = Nilai keluaran pada sistem (Frequency Domain)
Vi(s) = Nilai masukan pada sistem (Frequency Domain)
Karakteristik Pengendali I :
1. Memperbaiki Error, semakin besar Ki maka Error semakin kecil.
2. Dapat menghilangkan offset.
3. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
kontroler integral cenderung memperlambat respon.
4. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan
pada nilai sebelumnya.
28
5. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ti .
6. Semakin
kecil Ti akan mengakibatkan sistem tidak stabil
7. Konstanta
integral Ti yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ti (terlampau tinggi) akan
mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler.
2.4.7
Pengendalian P I (Proporsional Integral)
Alat pengendalian proporsional–integral (PI) adalah alat pengendalian
hasil kombinasi dari alat pengendalian proporsional (P) dan alat pengendalian
integral (I).
Bentuk matematis alat pengendalian ini merupakan kombinasi penambahan
persamaan pengendalian dari alat pengendalian P dan alat pengendalian I.
Upi(t) = KpE(s) +
1
TI
t
∫0 e(t)dt ...................................................................... (2.42)
Jika harga awal dianggap nol, maka transformasi Laplace persamaan di
atas adalah:
Upi(s) = KpE(s) +
Kp
TI s
E(s) .......................................................................... (2.43)
Maka fungsi alih alat pengenalian dapat dituliskan :
U(s)
E(s)
= Kp �1 +
1
TI s
� ........................................................................................ (2.44)
Kp adalah penguatan proporsional, dan T1 adalah waktu integral. Kedua
parameter ini dapat diset harganya. Waktu integral mengatur aksi pengendalian
integral namun pengubahan penguatan proporsional mempengaruhi kedua bagian
aksi pengendalian, yakni bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat
pengendalian integral, parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan
laju reset (reset rate) atau KI yang merupakan kebalikan dari waktu integral TI.
Laju reset ini adalah berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional
menjadi dua kali lipat.
29
Gambar 2. 22 Diagram Blok Pengendali PI
2.4.8
Pengendalian PD (Proporsional Derivatif)
Mode pengontrolan ini adalah gabungan antara mode Proporsional (P)
dengan mode
Derivatif (D). Fungsi alih kontrol PD ini merupakan kombinasi
penambahan kontrol P dengan kontrol D.
Gambar 2. 23 Diagram Blok Pengendali PD
2.4.9
Pengendalian PID (Proporsional Integral Derivatif)
Untuk menutupi semua kekurangan pada Pengendali PI dan PD, ketiga
mode yang ada digabung menjadi Pengendali PID. Unsur P, I dan D masingmasing berguna untuk mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset, dan
mendapatkan energi ekstra di saat-saat awal perubahan load. Fungsi alih
Pengendali PID ini merupakan kombinasi penambahan persamaan P, I, dan D
yaitu:
𝑈(𝑠)
= 𝐾𝑝 +
𝐸(𝑠)
𝑈(𝑠)
𝐸(𝑠)
𝐾𝑖
𝑠
+ 𝐾𝑝𝑆 ................................................................................... (2.45)
1
= 𝐾𝑝 �1 + 𝑇𝑖 𝑠 + 𝑇𝑝𝑠� ............................................................................. (2.46)
Dimana Kp, Ti, dan TD adalah penguatan, integral time dan derivative
time. Semua parameter itu dapat diset harganya. Bila pada input Pengendali PID
diberi sinyal mendadak (fungsi step), outputnya akan merupakan jumlah dari
30
output step Pengendali P, output ramp Pengendali I, dan output pulsa Pengendali
D.
Gambar 2. 24 Diagram Blok Pengendali PID
Berikut
tabel pengaruh tuning parameter PID secara independen terhadap
respon proses.
Tabel 2. 2 Pengaruh Tuning PID
Waktu
Tanjakan
Overshoot
Waktu
Penetapan
Error
Tunak
Kestabilan
Pembesaran
Kp
Berkurang
Bertambah
Sedikit
Bertambah
Berkurang
Menurun
Pembesaran
Ki
Sedikit
Berkurang
Bertambah
Bertambah
Banyak
Berkurang
Menurun
Pembesaran
Kd
Sedikit
Berkurang
Berkurang
Berkurang
Tidak
Berpengaruh
Meningkat
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari pengendalian PID adalah
sebagai berikut, Efek P yang dapat mempercepat respons dan terjadi offset, efek I
yang dapat menghilangkan offset dan responnya lambat serta efek D yang dapat
meningkatkan kestabilan dan redaman membesar, sehingga efek PID adalah
respon yang cukup cepat, overshoot kecil dan nilai offset nol.
2.4.10 Tanggapan Sistem Kendali Umum
Ketelitian adalah menunjukkan deviasi keluaran sebenarnya terhadap nilai
yang diinginkan. Umumnya ketelitian sistem pengaturan diperbaiki dengan
menggunakan mode pengontrol seperti integrasi atau integrasi proporsional.
Kestabilan adalah suatu sistem dikatakan stabil jika keluarannya tetap
pada nilai tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah diberi masukan.
31
Keluaran suatu sistem tak stabil akan terus naik atau dan turun hingga kondisi
breakdown.
Kecepatan respon (response) adalah mengukur kecepatan keluaran dalam
menanggapi
perubahan nilai masukan.
Pada
sistem orde dua, tanggapan sistem kendali terbagi menjadi tiga
berdasarkan konstanta peredamannya, yaitu sistem kurang teredam/under damped
(ζ < 1), teredam kritis/critical damped (ζ = 1) dan teredam lebih/over damped (ζ >
1).
Gambar 2. 25 Kurva Peredaman (Damped Curve)
2.4.11 Tanggapan Transien
Tanggapan transien adalah tanggapan sistem yang berlangsung dari awal
dikenai perubahan masukan atau gangguan sampai keadaan akhir atau kondisi
tunak (steady state).
Secara umum bentuk respons output sistem orde 2, untuk input unit step
sebagai berikut :
Gambar 2. 26 Tanggapan Transien
32
Parameter-parameter transien :
1. td = delay time = waktu yang dibutuhkan utuk mencapai
amplitudes sebesar 50% amplitudo input.
2. tr =
kenaikan
3. tp =
rise time
= waktu yang dibutuhkan sistem untuk
respons dari (10% - 90%) amplitudo input.
peak time
= waktu yang dibutuhkan sistem untuk
mencapai respons sampai amplitudo maximum/ maximum
overshoot pertama.
4. ts =
setting time
= waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
simpangan amplitudo tidak lebih dari 5% pertama kali.
5. Mp = maximum persent over shoot = perbandingan diantara
simpangan tertinggi yang tercapai dengan amplitudo steady state
(amplitudo input).
Mp =
𝑚𝑝 −𝑐(𝑡)𝑠𝑠
Mp =
𝑐(𝑡)𝑠𝑠
100%...................................................................................... (2.47)
Cmax −Css
Css
100% .................................................................................... (2.48)
2.5 Programmable Logic Controller
Programmable Logic Controller (PLC) adalah alat kendali elektronika yang
dapat mengerjakan berbagai fungsi pengendalian. Menurut National Electrical
Manufacture Association (NEMA), PLC adalah suatu alat elektronika digital yang
menggunakan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi –
instruksi dari suatu fungsi tertentu seperti logika, sekuensial, pewaktu dan
aritmatika untuk mengendalikan suatu proses.
Sebelum dikenalnya PLC, setiap pengendalian alat umumnya dilakukan
oleh para pekerja yang akhirnya berkembang menjadi sistem kendali
konvensional yang masih memiliki kekurangan dalam hal pelacakan gangguan
maupun kegagalan sistem. Oleh sebab itulah dikembangkan sistem kendali
berbasis logika relay yang disebut PLC.
33
Dalam sebuah sistem kendali terdapat beberapa fungsi PLC antara lain:
a. Kontrol Sekuensial
1.Pengganti relay control logic konvesional
2.Sebagai timer
3.Sebagai counter
4.Pengganti pengontrol PCB card.
5.Mesin kontrol
b. Kontrol Cerdas (canggih)
1. Operasi perhitungan (aritmatika)
2. Penanganan informasi
3. Control analog
4. Pengendali PID
5. Fungsi logic
c. Kontrol Pengawasan
1. Proses monitoring dan alert system
2. Jaringan kerja otomatis proses industri
3. Monitor dan diagnosa kesalahan
4. User interface
Dengan kemajuan dan fungsi PLC terdapat kehandalan yang dimiliki PLC
dibandingkan dengan alat pengendali lainnya, yaitu :
1. Fleksibilitas yang tinggi
2. Perubahan implementasi dan koreksi error
3. Harga rendah
4. Pengujian dapat dilakukan tanpa pengginstalasian
5. Pengoperasian dapat dilihat
6. Kecepatan operasi tinggi
7. Metode diagram ladder dapat dimengerti
8. Lebih tahan lama
9. Keamanan tinggi
10. Perubahan dapat lebih mudah dilakukan
34
Disamping kehandalan yang dimiliki, pada PLC juga terdapat beberapa
kekurangan antara lain :
1. Merupakan teknologi baru
2. Terpengaruh oleh kondisi lingkungan
3. dll.
PLC memiliki konfigurasi yang terdiri dari 6 bagian utama, yaitu :
1. Unit Power Supply adalah bagian yang memberikan tegangan pada
PLC. Selain menyediakan tegangan listrik, power supply juga dapat
memonitor dan memberikan sinyal kepada CPU apabila terjadi suatu
kesalahan. Dengan kata lain, power supply selain sebagai pemberi
daya berfungsi juga sebagai proteksi komponen sistem. Perlu
diperhatikan bahwa kemampuan power supply jangan dihubungkan
dengan sumber arus yang melebihi kapasitasnya karena akan
mengakibatkan operasi PLC yang tidak stabil.
2. Central Processing Unit merupakan otak dari PLC dimana program
akan diolah. Proses yang dilakukan oleh CPU ini antara lain adalah
mengontrol semua operasi, mengolah program yang ada dalam
memori, serta mengatur komunikasi antara input-output, memori dan
CPU melalui sistem BUS. CPU juga berfungsi menjalankan dan
mengolah fungsi-fungsi yang diinginkan berdasarkan program yang
telah ditentukan.
3. Memori Unit terdiri dari RAM (Random Access Memory), EPROM
(Eraseble Programmable Read Only Memory), EEPROM (Electrical
Eraseble Read Only Memory). Setiap program harus disimpan dengan
cara tertentu agar PLC dapat mengakses perintah-perintah sesuai yang
diinstruksikan. Disamping itu juga diperlukan untuk menyimpan data
sementara selama pelaksanaan program.
4. Input Unit terdiri dari input digital dan analog.
5. Output Unit terdiri dari output digital dan output analog.
6. Peripheral.
35
Gambar 2. 27 Contoh Pemrograman PLC
2.6 Analog To Digital Converter (ADC)
Pengubah Analog ke Digital(A/D) berfungsi untuk mengkonversikan
besaran analog menjadi besaran digital. Tegangan analogyang tak diketahui
dimasukkan ke dalam pengubah A/D, dan akan muncul keluaran bineryang
bersangkutan. Keluaran biner tersebut akan berbanding lurus dengan masukan
analog. Parameter yang penting dari suatu ADC disamping waktu konversinya,
yaitu resolusi. Resolusi adalah besaran analogterkecil yang masih dapat
dikonversikan menjadi sinyaldigital. Besar resolusi ini tergantung dari jumlah bit
dari ADC. Semakin banyak bit ADC, resolusi semakin kecil, dan proses konversi
semakin teliti. Salah satu car mengubah sinya analog menjadi digital adalah
dengan menggunakan counter.
Gambar 2. 28 Analog To Digital Converter
36
2.7 Digital To Analog Converter (DAC)
Kebalikan dari ADC agar perangkat eksternal analog dapat menerima sinyal
digital dari komputer, perlu dikonversi dahulu menjadi sinyal analog. DAC adalah
penghubung
antara rangkaian digital dengan rangkaian analog. DAC pada
dasarnya mengkonversi masukan (berupa bilangan biner) ke dalam suatu besaran
fisik, biasanya berupa tegangan suatu tegangan listrik. Kebanyakan sistem
menerima suatu kata digital sebagai sinyal masuk dan menterjemahkan atau
mengubahnya menjadi tegangan atau arus analog. Konverter digital ke analog
(DAC, digital
to analog converter)merepresentasikan sejumlah kode masukan
digital diskrit
dengan sejumlah nilai keluaran analog diskrit. Karenanya, fungsi
transfer DAC adalah sederet titik-titik diskrit.
Pada dasarnya, sumber yang digunakan sebuah plant, menggunakan
tegangan analog. Agar komputer dapat mengendalikan plant, data yang sudah
diolah diubah terlebih dahulu menjadi sinyal analog dengan menggunakan
perangkat DAC. Transfer data yang dilakukan pada sistem kendali berbasis
komputer, dapat dilakukan secara paralel maupun serial. Tetapi untuk sistem
kendali dengan jarak pengendali dan yang dikendalikan relatif dekat, pada
umumnya menggunakan transfer data paralel. Perangkat yang menunjang operasi
transfer data dari komputer ke perangkat eksternal dan sebaliknya, disebut dengan
perangkat antar muka (interface). Tegangan keluaran yang dihasilkan DAC
sebanding dengan nilai digital yang masuk ke dalam DAC.
Gambar 2. 29 Konversi Tegangan Ke Desimal
37
2.8 Konverter Satu Fasa Semi Terkendali
Konverter satu fasa semi terkendali adalah penyearah terkontrol yang
merupakan penggabungan antara penyearah terkontrol dan penyearah tak
terkontrol. Penyearah ini juga disebut half control rectifier.
Terdapat
dua alternatif konfigurasi rangkaian konverter satu fasa semi
terkendali, yaitu konfigurasi simetris dan konfigurasi asimetris, seperti
ditunjukkan pada gambar.
Gambar 2. 30 Rangkaian Konverter Satu Fasa Semi Terkendali Konfigurasi Simetris
Gambar 2. 31 Rangkaian Konverter Satu Fasa Semi Terkendali Konfigurasi Asimetris
Apabila diasumsikan induktansi Lc cukup tinggi sehingga arus beban
mengalir kontinyu. Pada konfigurasi simetris, apabila SCR T1 diberi pulsa
penyulut pada sudut α untuk tiap siklus positip tegangan masukan, T1 dan D2 akan
konduksi dari α sampai dengan π. Saat tegangan masukan berada pada negatip,
yaitu pada π<ωt < (π + α) dioda D2 mendapat bias maju, D1 mendapat bias
mundur, T1 masih mengalirkan arus beban sedang T2 belum mendapatkan
penyulutan, sehingga pada interval ini arus beban akan mengalir melalui D1 dan
T1. Pada saat ωt = (π + α) SCR T2 diberi pulsa penyulut, karena T2 mendapat bias
38
maju ia akan konduksi dan pada T1 akan terjadi komutasi, sehingga sekarang arus
beban akan dialirkan melalui D2 dan T2. Bentuk gelombang tegangan dan arus
keluaran, bentuk gelombang tegangan SCR T dan bentuk gelombang tegangan
1
dan arus sumber ditunjukkan pada gambar 2.30. Karena interval konduksi SCR
dan dioda sama, maka konfigurasi rangkaian ini disebut konfigurasi simetris.
VS
VS
Vm
Vm
2π
π
IG1, IG2
α
IG1, IG2
IG3, IG4
IG3, IG4
VO, IO
Vm
VO, IO
Vm
ωt
α
ωt
π
2π
π
ωt
IT
ID
IS
T1
IT
T2
π
D2
D1
ωt
π
2π
ωt
π
ID
T1
2π
T2
π
ωt
D1
π
IS
ωt
ωt
Gambar 2. 32 Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Gambar Rangkaian Konfigurasi Simetris
dan Konfigurasi Asimetris
Diantara kedua konfigurasi konverter tersebut, terdapat perbedaan dalam hal
mekanisme konduksinya, antara lain :
1. Untuk sudut penyulutan yang lebar, pada konverter konfigurasi simetris dapat
terjadi kegagalan plant komutasi pada saat mengalirkan arus beban kontinyu.
Sebagai akibatnya timbul efek setengah gelombang (half-waving effect),
dimana konverter beroperasi sebagai konverter setengah gelombang tak
terkendali. Hal ini akan menyebabkan ketidak stabilan sistem, bila konverter
digunakan untuk mensupplai daya motor arus searah, sistem pengendali motor
mungkin akan berosilasi. Efek setengah gelombang juga akan timbul bila
terjadi kegagalan plant penyulutan untuk mengoperasikan konverter. Pada
konverter konfigurasi asimetris kegagalan plant komutasi tidak akan terjadi
sekalipun
sudut
penyulutan
cukup
lebar,
sehingga
efek
setengah
gelombangpun tidak akan muncul. Hal ini disebabkan karena diode D1 dan D2
memastikan terjadinya komutasi, sekaligus berfungsi sebagai dioda freewheel,
sehingga bila terjadi kegagalan penyulutan arus beban akan menuju nol.
39
Karena pada konfigurasi simetris, thyristor yang digunakan memiliki interval
konduksi yang lebih lama dibandingkan konfigurasi asimetris, maka pada
konfigurasi simetris diperlukan thyristor dengan rating arus rata-rata yang
lebih besar.
2. Kelebihan
konfigurasi simetris dibanding konfigurasi asimetris terletak pada
rangkaian penyulut gate yang lebih sederhana. Karena thyristor yang
digunakan pada konfigurasi simetris dirangkai dengan katoda bersama, maka
terminal gate dapat dijadikan satu, sehingga hanya diperlukan satu pulsa
penyulut
untuk men-trigger thyristornya. Sedang pada konfigurasi asimetris
diperlukan
pulsa penyulut yang terpisah.
Memperhatikan bentuk gelombang tegangan keluaran yang ditunjukkan pada
gambar 2.31, tegangan rata-rata keluaran dapat diperoleh :
VDC =
=
2
2π
∫α V
π
m
Sin ωt dωt
Vm
(1 + Cos α) ...................................................................................... (2.49)
π
Download