BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Generator Sinkron 2.1.1 Umum Generator sinkron atau sering disebut altenator adalah mesin listrik yang berfungsi untuk menghasilkan tegangan bolak – balik dengan cara mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Energi mekanik dihasilkan dari putaran rotor yang digerakkan oleh penggerak pemula (prime mover) sedangkan energi listrik diperoleh dari proses induksi elektromagnetik yang terjadi pada kumparan stator dan rotornya. Generator sinkron dengan definisi sinkronnya, mempunyai makna bahwa frekuensi listrik yang dihasilkannya sinkron dengan putaran mekanis generator tersebut. Generator sinkron mempunyai rotor yang berputar yang konstan terhadap frekuensi dari tegangan atau arus yang mengalir pada kumparan stator. Rotor generator sinkron yang terdiri dari belitan medan dengan suplai arus searah akan menghasilkan medan magnet yang diputar dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan putar rotor. Generator sinkron dibagi menjadi dua bagian besar yaitu stator dan rotor. Stator merupakan bagian yang diam, sedangkan rotor merupakan bagian yang berputar. Gambar 2. 1 Konstruksi Generator Sinkron 4 5 Stator atau armatur merupakan bagian generator yang berfungsi sebagai tempat untuk menerima induksi magnet dari rotor. Arus AC yang menuju ke beban disalurkan melalui armatur, komponen ini berbentuk sebuah rangka silinder dengan lilitan kawat konduktor yang sangat banyak dan tidak bergerak. Lilitan armatur generator dalam Y dan titik netral dihubungkan ke tanah. Alasan lilitan dalam stator menggunakan hubungan Y untuk : a. Meningkatkan daya output. b. Menghindarkan tegangan harmonik, sehingga tegangan line tetap sinusoidal dalm kondisi beban apapun. Stator terdiri dari beberapa bagian, yaitu : a. Rangka Stator Rangka stator merupakan rumah yang menyangga inti jangkar generator yang biasa terbuat dari besi tuang berbentuk silinder. Di bagian belakang rangka stator memiliki sirip – sirip untuk proses pendinginan. b. Inti Stator Inti stator berbentuk seperti cincin laminasi – laminasi yang diikat dengan rapat untuk menghidari rugi – rugi arus eddy (eddy current losses). Di inti stator juga terdapat slot – slot untuk menempatkan konduktor dan mengatur arah medan magnet. Inti stator ini terpasang ke rangka stator. Gambar 2. 2 Konstruksi inti stator 6 c. Alur (slot) dan Gigi Alur dan gigi adalah bagian dimana belitan stator ditempatkan. Terdapat tiga bentuk alur yaitu terbuka, setengah terbuka, dan tertutup. Gambar 2. 3 Gambar Bentuk Alur d. Belitan Stator (Belitan Jangkar) Bagian stator yang terdiri dari beberapa batang konduktor tembaga yang terdapat di dalam slot-slot dan ujung-ujung kumparan. Masing-masing slot dihubungkan untuk mendapatkan tegangan induksi. Rotor merupakan bagian generator yang berputar. Antara rotor dan stator dipisahkan oleh celah udara. Rotor tediri dari tiga bagian besar yaitu : a. Slip ring Slip ring merupakan cincin logam yang melingkari poros rotor tetapi dipisahkan oleh isolasi tertentu. Terminal kumparan rotor dipasang ke slip ring ini kemudian dihubungkan ke sumber arus searah melalui sikat (brush) yang letaknya menempel pada slip ring. b. Kumparan medan Kumparan medan merupakan unsur yang memegang peranan utama dalam menghasilkan medan magnet. Kumparan ini mendapat arus searah dari sumber eksitasi tertentu. c. Poros rotor Poros rotor merupakan tempat meletakkan kumparan medan, dimana pada poros rotor tersebut telah dibentuk slot-slot secara paralel terhadap poros rotor. 7 Rotor pada generator sinkron pada dasarnya adalah sebuah elektromagnet yang besar. Kutub medan magnet rotor dapat berupa salient pole (kutub menonjol) dan cylinderica pole (kutub silinder). Untuk putaran generator yang relatif rendah atau sedang (kurang dari 1000 rpm), dipakai konstruksi rotor dengan kutub menonjol atau salient pole dengan jumlah kutub-kutub yang relatif banyak. Gambar 2. 4 Konstruksi Rotor Kutub Menonjol Rotor kutub menonjol baik digunakan untuk putaran rendah dan sedang karena: 1. Kutub menonjol akan mengalami rugi-rugi angin yang besar dan bersuara bising jika diputar dengan kecepatan tinggi. 2. Konstruksi kutub menonjol tidak cukup kuat untuk menahan tekanan mekanis apabila diputar dengan kecepatan tinggi. Konstruksi rotor kutub silinder ini dirancang tahan terhadap gaya-gaya yang lebih besar akibat putaran yang tinggi. Gambar 2. 5 Konstruksi Rotor Kutub Silinder Rotor silinder umumnya digunakan pada generator sinkron dengan kecepatan putar tinggi (1500 atau 3000 rpm) seperti yang terdapat pada 8 pembangkit listrik tenaga uap. Rotor silinder baik digunakan pada kecepatan putar tinggi karena: 1. Konstruksinya memiliki kekuatan mekanik yang baik pada kecepatan putar tinggi 2. Distribusi di sekeliling rotor mendekati bentuk gelombang sinus sehingga lebih baik dari kutub menonjol. 2.1.2 Prinsip Kerja Generator Sinkron Generator serempak (sinkron) adalah suatu penghasil tenaga listrik dengan landasan hukum Faraday. Jika pada sekeliling penghantar terjadi perubahan medan magnet, maka pada penghantar tersebut akan dibangkitkan suatu gaya gerak listrik (GGL) yang sifatnya menentang perubahan medan tersebut. Gerak gaya listrik (GGL) memerlukan bebrapa masukan antara lain : 1. Masukan tenaga mekanis yang akan dihasilkan oleh penggerak mula (primer mover). Penggerak mula (Prime Mover) yang sudah terkopel dengan rotor segera dioperasikan sehingga rotor akan berputar pada kecepatan nominalnya. n= 120 .f p .................................................................................... (2.1) Dimana : n = kecepatan putar rotor (rpm) p = jumlah kutub rotor f = frekuensi (Hz) 2. Arus masukan (If) yang berupa arus yang akan menghasilkan medan magnet yang dapat diatur dengan mudah. Medan putar yang dihasilkan pada rotor akan diinduksikan pada kumparan jangkar sehingga pada kumparan jangkar yang terletak di stator akan menghasilkan fluks magnetik yang berubah-ubah besarnya terhadap waktu. 9 Gambar 2. 6 Sistem Pembangkitan Generator Sinkon Dimana : If = arus medan (Ampere) U–S = kutub generator Sumbu putar = poros generator Ф = fluks medan (Weber) Apabila rotor generator diputar pada kecepatan nominalnya, dimana putaran tersebut diperoleh dari putaran penggerak mulanya (prime mover), kemudian pada kumparan medan rotor diberikan arus medan sebesar If, maka garis-garis fluksi yang dihasilkan melalui kutub-kutub inti akan menghasilkan tegangan induksi pada kumparan jangkar stator sebesar: En = C. n. Ф ....................................................................................................... (2.2) Dimana : En = tegangan induksi yang dibangkitkan pada jangkar generator (volt) C = konstanta n = kecepatan putar (rpm) Ф = fluks yang dihasilkan oleh arus medan (Weber) Apabila generator digunakan untuk melayani beban, pada kumparan jangkar generator akan mengalir arus. Untuk generator 3 fasa, setiap belitan jangkar akan memilki beda fasa sebesar 120°. 10 Gambar 2. 7 Kumparan Tiga Fasa 2.1.3 Pengaturan Tegangan Tegangan generator sinkron dalam keadaan berbeban akan lebih rendah nilainya daripada tegangan generator sinkron dalam keadaan tanpa beban. Nilai relatif, yaitu nilai selisih antara tegangan dalam keadaan berbeban penuh dengan keadaan tanpa beban biasanya disebut dengan regulasi tegangan atau voltage regulation (VR). VR = VNL − VFL Dimana : VFL × 100% .................................................................................... (2.3) VR = Regulasi tegangan (%) VNL = Tegangan tanpa beban (volt) VFL = Tegangan beban penuh (volt) Generator-generator sekarang dirancang dan dibuat untuk tegangan yang bervariasi akibat dari adanya variasi arus jangkar atau variasi beban yang menimbulkan turunnya tegangan (voltage drop) pada kumparan jangkar yang bervariasi pula. Jatuhnya tegangan impedansi tersebut tergantung kepada besar arus dan faktor daya beban. Dengan pengaturan arus eksitasi, tegangan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk menaikkan tegangan, arus eksitasi dapat ditambah dan berlaku juga sebaliknya. Yang dimaksud dengan eksitasi atau biasa disebut sistem penguatan adalah suatu perangkat yang memberikan arus penguat (If) kepada kumparan medan generator arus bolak-balik (alternating current) yang dijalankan dengan cara membangkitkan medan magnetnya dengan bantuan arus searah. 11 Sistem penguatan dapat digolongkan berdasarakan cara penyediaan tenaganya, yaitu: 1. Sistem penguatan sendiri 2. Sistem penguatan terpisah Untuk generator berkapasitas besar umumnya digunakan sistem penguatan sendiri. Sistem penguatan ini digunakan pada generator tanpa sikat (brushless alternator). Generator tanpa sikat ini mempunyai exiter yang kumparan jangkarnya pada rotor dan kumparan medannya pada stator. Arus penguatan induksi magnet sisa (remanensi) pada stator generator utama yang didapat dari diberikan oleh stator generator penguat. Arus tersebut diatur terlebih dahulu oleh AVR (automatic voltage regulator) yang merupakan alat pengatur tegangan yang bekerja secara otomatis. AVR dalam hal ini melakukan pengaturan tegangan. Arus yang dihasilkan oleh rotor generator penguat akan disearahkan dengan menggunakan dioda putar (rotating diode) yang ikut berputar dengan kedua rotor generator yang berputar. Sistem penguatan sendiri dipasang pada ujung poros generator utamanya. Sebagai salah satu contoh sistem eksitasi penguatan sendiri yang dipakai adalah sistem eksitasi penguatan sendiri dengan menggunakan magnet permanen (permanent magnet generator excited-AVR controlled generators). Dalam hal ini, generator magnet permanen (PMG) berperan memberikan suplai untuk sistem eksitasi melalui AVR dimana AVR berperan sebagai alat untuk mengontrol tingkat eksitasi yang disediakan untuk medan exiternya. Dengan mengendalikan suplai yang rendah dari medan eksitasinya, kontrol untuk suplai yang tinggi yang diperlukan pada medan exiter dapat terpenuhi melalui keluaran penyearah dari stator eksitasi. AVR akan merasakan tegangan rata-rata mendekati regulasi tegangan yang diinginkan. AVR ini juga mampu mendeteksi perubahan kecepatan mesin dan dapat mengatasi tegangan turun sebagai akibat turunnya kecepatan putaran mesin dibawah frekuensi yang telah ditentukan sehingga dapat menghindari eksitasi berlebih pada saat kecepatan mesin rendah dan memperhalus dampak dari perubahan beban (load switching) untuk menghindari kerusakan 12 mesin. Sistem ini juga menyediakan proteksi untuk eksitasi berlebih yang bekerja dengan waktu tunda tertentu ketika terjadi lonjakan tegangan medan eksitasi. 2.1.4 Generator Tanpa Beban Apabila sebuah mesin sinkron difungsikan sebagai generator dengan diputar pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If), maka pada kumparan jangkar stator akan diinduksikan tegangan tanpa beban ( Eo), yaitu sebesar: Eo = 4,44. Kd. Kp. f. φm. T volt. ....................................................................... (2.4) Dalam keadaan tanpa beban arus jangkar tidak mengalir pada stator, sehingga tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh arus medan (If). Bila besarnya arus medan dinaikkan, maka tegangan keluaran juga akan naik sampai titik saturasi (jenuh). Kondisi generator tanpa beban bisa digambarkan rangkaian ekuivalennya seperti diperlihatkan pada gambar. Gambar 2. 8 Rangkaian Ekuivalen Generator 13 2.1.5 Generator Berbeban Bila generator diberi beban yang berubah -ubah maka besarnya tegangan terminal V akan berubah-ubah pula, hal ini disebabkan adanya kerugian tegangan pada : a. Resistansi Jangkar Resistansi jangkar/fasa Ra menyebabkan terjadinya kerugian tegangan jatuh/fasa dan I . Ra yang sefasa dengan arus jangkar. b. Reaktansi Bocor Jangkar Saat arus mengalir melalui penghantar jangkar, sebagian fluks yang terjadi tidak mengimbas pada jalur yang telah ditentukan, hal seperti ini disebut fluks bocor. c. Reaksi Jangkar Adanya arus yang mengalir pada kumparan jangkar saat generator dibebani akan menimbulkan fluks jangkar (ФA) yang berintegrasi dengan fluks yang dihasilkan pada kumparan medan rotor (ФF), sehingga akan dihasilkan suatu fluks resultan sebesar . ФR = ФF + ФA. .............................................................................................. (2.5) 2.1.6 Sistem Eksitasi pada Generator Sinkron Penguatan medan atau disebut eksitasi adalah pemberian arus listrik untuk membuat kutub magnit pada generator. Dengan mengatur besar kecil arus listrik tersebut, kita dapat mengatur besar tegangan output generator atau dapat juga mengatur besar daya reaktif yang diinginkan pada generator yang sedang paralel dengan sistem jaringan besar (infinite bus). Ada beberapa jenis sistem yaitu : 1. Sistem eksitasi statik. 2. Sistem eksitasi dinamik. Sistem eksitasi statik adalah sistem eksitasi generator tersebut disuplai dari eksiter yang bukan mesin bergerak, yaitu dari sistem penyearah yang sumbernya disuplai dari output generator itu sendiri atau sumber lain dengan melalui transformator. Secara prinsip dapat digambarkan sebagai berikut. 14 Suplai daya listrik untuk eksitasi mengambil dari output generator melalui excitation transformer, kemudian disearahkan melalui power rectifier dan disalurkan ke rotor generator untuk eksitasi atau penguat medan dengan melalui sikat arang. Untuk pengaturan besaran tegangan output generator diatur melalui DC regulator dan AC regulator, sehingga besarnya arus eksitasi dapat diatur sesuai kebutuhan. Kemudian apabila generator tersebut pada waktu start awal belum mengeluarkan tegangan, maka untuk suplai arus eksitasi biasanya diambil dari baterai. Adapun yang dimaksud dengan sistem eksitasi dinamik adalah sistem eksitasi yang sumber suplai arus eksitasi diambil dari mesin yang bergerak, dan mesin yang bergerak tersebut disebut eksiter. Biasanya eksiter tersebut sebagai tenaga penggeraknya dipasang satu poros dengan generator. Seperti kita ketahui bahwa untuk arus eksitasi adalah arus searah, maka sebagai eksiternya adalah mesin arus searah (generator DC) atau dapat juga dengan mesin arus bolak-balik (generator AC) kemudian disearahkan dengan rectifier. Sistem eksitasi dengan menggunakan eksiter generator DC untuk menyalurkan arus eksitasi generator utama dengan media sikat arang dan slip ring serta output arus searah dari generator eksiter melalui sikat arang. Ditinjau dari segi pemeliharaan sistem ini kurang efektif, sehingga mulai dikembangkan dengan sistem eksitasi tanpa sikat atau disebut brushless excitation. 2.1.7 Sistem Tiga Fasa Listrik arus bolak – balik 3 fasa adalah arus bolak – balik yang terdiri dari tiga keluaran fasa dengan berntuk sinusoidal dimana besar atau nilai tegangan sama dengan frekuensi tetap. Pada sistem tenaga listrik 3 fasa, idealnya daya listrik yang dibangkitkan, disalurkan dan diserap oleh beban semuanya seimbang, Ppembangkitan = Ppemakain, dan juga pada tegangan yang seimbang. Pada tegangan yang seimbang terdiri dari tegangan 1 fasa yang mempunyai magnitude dan frekuensi 15 yang sama tetapi antara 1 fasa dengan yang lainnya mempunyai beda fasa sebesar 120° listrik, sedangkan secara fisik mempunyai perbedaan sebesar 60°, dan dapat dihubungkan secara bintang (Y, wye) atau segitiga (delta, Δ, D). Gambar 2. 9 Gambar Gelombang Arus Bolak – Balik Tiga Fasa Hubungan listrik pada sistem 3 fasa terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Hubungan bintang Gambar 2. 10 Gambar Hubungan Bintang Pada hubungan bintang (Y, wye), ujung-ujung tiap fasa dihubungkan menjadi satu dan menjadi titik netral atau titik bintang. Tegangan antara dua terminal dari tiga terminal a – b – c mempunyai besar magnitude dan beda fasa yang berbeda dengan tegangan tiap terminal terhadap titik netral. Tegangan Va, Vb dan Vc disebut tegangan fasa atau Vf. Dengan adanya saluran / titik netral maka besaran tegangan fasa dihitung terhadap saluran atau titik netralnya, juga membentuk sistem tegangan 3 fasa yang seimbang dengan magnitude-nya. 16 Van = |V| ∠0° = V ........................................................................................... (2.6) Vbn = |V| ∠ − 120° ......................................................................................... (2.7) Vcn = |V| ∠ − 240° ......................................................................................... (2.8) Tegangan line – line berbeda dengan tegangan fasa. 3 Vab = Van − Vbn = √𝑉𝑎𝑛 ∠ + 30° ................................................................ (2.9) 3 Vbc = Vbn − Vcn = √𝑉𝑎𝑛 ∠ − 30° .............................................................. (2.10) 3 Vca = Vcn − Van = √𝑉𝑎𝑛 ∠ + 150° ............................................................ (2.11) Sedangkan untuk arus yang mengalir pada semua fasa mempunyai nilai yang sama, ILine = Ifasa ............................................................................................................................................................(2.12) Ia = Ib = Ic ......................................................................................................... (2.13) Maka Daya pada generator dapat dihitung dengan persamaan : PT = 3. Vf. If. cosθ ........................................................................................... (2.14) Setelah dilakukan pengukuran dan pengambilan data, dapat dilihat terdapat perbedaan besar nilai dari masing-masing tegangan dan arus pada setiap fasa. Sehingga untuk menghitung besar daya dari keluaran generator maka dapat dihitung dengan menghitung masing-masing fasa terlebih dahulu atau dengan persamaan : PT = Vf. If. cosθ .............................................................................................. (2.15) 2. Hubungan delta Pada hubungan segitiga (delta, Δ, D) ketiga fasa saling dihubungkan sehingga membentuk hubungan segitiga 3 fasa. Gambar 2. 11 Gambar Hubungan Delta 17 Dengan tidak adanya titik netral, maka besarnya tegangan saluran dihitung antar fasa, karena tegangan saluran dan tegangan fasa mempunyai besar magnitude yang sama, maka: Vline = Vfasa ....................................................................................................... (2.16) Tetapi arus line dan arus fasa tidak sama dan hubungan antara kedua arus tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan hukum kirchoff, sehingga: Ia = Iab − Ica ................................................................................................. (2.17) Ib = Ibc − Iab ................................................................................................. (2.18) Ibc .................................................................................................. (2.19) Ic = Ica − Maka pada beban seimbang didapat : Iline = 1,73. Ifasa ∠ − 30° .......................................................................... (2.20) Dari kedua hubungan di atas didapat : Tabel 2. 1 Tegangan dan Arus Line pada Sistem Tiga Fasa Hubungan Tegangan / arus fasa Tegangan / arus line Y–Y Van = Vp ∠0° Vab = 3�Vp ∠30° Vbn = Vp ∠ − 120° Vbc = 3�Vp ∠ − 120° Sama dengan arus line Ia = Van /Zy Vcn = Vp ∠120° Vca = 3�Vp ∠120° Ib = Ia ∠ − 120° Y–Δ Van = Vp ∠0° Vbc = VBC = 3�Vp ∠ − 120° IAB = VAB ∠ZΔ Ia = IAB √3∠ − 30° IBC = VBC ∠ZΔ Vab = VAB = 3�Vp ∠30° Van = Vp ∠ − 120° Van = Vp ∠120° Δ–Δ Ic = Ia ∠120° ICA = VCA ∠ZΔ VAB = VP ∠0° Vca = VCA = 3�Vp ∠120° Ib = Ia∠ − 120° Ic = Ia∠120° Sama dengan tegangan fasa 18 2.1.8 Daya Sistem Tiga Fasa Beban Seimbang Jumlah daya yang diberikan oleh suatu generator 3 fasa atau daya yang diserap oleh beban 3 fasa, diperoleh dengan menjumlahkan daya dari tiap-tiap fasa. Pada sistem yang seimbang, daya total tersebut sama dengan tiga kali daya fasa, karena daya pada tiap-tiap fasanya sama. Gambar 2. 12 Gambar Sistem Tiga Fasa Beban Seimbang Jika sudut antara arus dan tegangan adalah sebesar θ, maka besarnya daya perfasa adalah : Pfasa = Vfasa . Ifasa . cosθ ............................................................................. (2.21) sedangkan besarnya total daya adalah penjumlahan dari besarnya daya tiap fasa, dan dapat dituliskan dengan, PT = 3 . Vf . If . cosθ ........................................................................................ (2.22) Pada hubungan bintang, karena besarnya tegangan saluran adalah 1,73xVfasa maka tegangan perfasanya menjadi Vline/1,73, dengan nilai arus saluran sama dengan arus fasa, IL = If, maka daya total (PTotal) pada rangkaian hubung bintang (Y) adalah: PT = 3. IL�1,73 . IL. cos θ = 1,73 . VL . IL. cos 𝜃 ........................................... (2.23) dengan, Vfasa = VLN ................................................................................................... (2.24) Ifasa = IL ....................................................................................................... (2.25) 3 VLL = √VLN ................................................................................................... (2.26) 19 Sedangkan hubungan delta, PT = 3. IL�1,73 . IL. cos θ = 1,73 . VL . IL. cos 𝜃 ........................................... (2.27) dengan, VLL = Vfasa .................................................................................................. (2.28) 3 IL = √Ifasa .................................................................................................... (2.29) Dari persamaan total daya pada kedua jenis hubungan terlihat bahwa besarnya daya pada kedua jenis hubungan adalah sama, yang membedakan hanya pada tegangan kerja dan arus yang mengalirinya saja, dan berlaku pada kondisi beban yang seimbang. 2.2 Motor DC Motor DC adalah alat yang mengubah energi listrik menjadi gerak, mempunyai prinsip dasar yang sama dengan motor stepper namun gerakannya bersifat kontinyu atau berkelanjutan. Motor DC dibagi menjadi 2 jenis yaitu ; motor DC dengan sikat (mekanis komutasi), yaitu motor yang memiliki sikat karbon berfungsi sebagai pengubah arus pada kumparan sedemikian rupa arah tenaga putaran motor akan selalu sama Dalam kehidupan kita sehari – hari motor DC dapat kita lihat pada motor starter mobil, pada tape recorder, pada mainan anak–anak, dan pada pabrik– pabrik motor DC digunakan untuk traksi, elevator, conveyor, dan sebagainya. Bilamana arus listrik yang mengalir dalam kawat arahnya menjauhi kita (maju) maka medan – medan magnet yang terbentuk di sekitar kawat arahnya searah dengan putaran jarum jam. Sebaliknya bilamana arus listrik mengalir dalam kawat arahnya mendekati kita (mundur) maka medan – medan magnet yang terbentuk di sekitar kawat arahnya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam (percobaan Maxwel). Adapun persamaan-persamaan yang digunakan dalam karakteristik kerja motor arus searah adalah sebagai berikut : 20 Ia Ra V M Gambar 2. 13 Rangkaian Pengganti Motor DC Dimana : 𝑛= 𝑛= 𝐸𝑎 ............................................................................................................. (2.30) 𝐶.∅ 𝑉−𝐼𝑎.𝑅𝑎 𝐶.∅ ...............................................................................................................(2.31) V = Sumber tegangan DC (Volt) n = Putaran motor (rpm) Ia = Arus jangkar (A) Ra = Tahanan jangkar (Ω) φ = Fluks magnet (Wb) C = Konstanta Jika tegangan diperbesar, maka putaran akan cepat. Untuk menjadikan putaran lebih lambat yaitu dengan menurunkan tegangan. 2.3 Automatic Voltage Regulator (AVR) AVR atau Automatic Voltage Regulator merupakan alat yang berfungsi untuk menjaga kestabilan tegangan kerja pada terminal generator yang tidak dipengaruhi oleh kondisi luar generator. Tegangan yang diatur adalah ketika tegangan pada beban nol sampai tegangan pada beban penuh dimana untuk menjaga eksitasi dan putarannya tetap. Pengaturan dilakukan dengan cara membandingkan tegangan dari generator dan tegangan dari sistem. Prinsip kerja dari AVR adalah mengatur arus penguatan (excitacy) pada exciter. Apabila tegangan output generator di bawah tegangan nominal tegangan generator, maka AVR akan memperbesar arus penguatan (excitacy) pada exciter. Dan juga sebaliknya apabila tegangan outputgenerator melebihi tegangan nominal generator maka AVR akan mengurangi arus penguatan (excitacy) pada exciter. 21 Dengan demikian apabila terjadi perubahan tegangan output Generator akan dapat distabilkan oleh AVR secara otomatis dikarenakan dilengkapi dengan peralatan seperti alat yang digunakan untuk pembatasan penguat minimum ataupun maximum yang bekerja secara otomatis. Fungsi dari AVR adalah : 1. Menjaga tegangan yang dihasilkan generator tetap konstan. 2. Menjaga eksitasi tetap dan putaran tetap. 3. Pengaturan dilakukan dengan membandingkan tegangan dari generator dan tegangan sistem. AVR terdiri dari 3 bagian utama, yaitu: 1. Komponen untuk memonitor tegangan output dari generator. 2. Komponen untuk menentukan tegangan set point. 3. Komponen untuk membandingkan tegangan output generator &set point sehingga menghasilkan error signal. Tiga keadaan AVR, yaitu: 1. Jika tegangan output tinggi maka error signal (+) AVR akan memberian perintah untuk mengurangi arus eksitasi. 2. Jika tegangan cocok dengan harga set point (0) maka AVR tidak akan memberikan perintah apapun. 3. Jika tegangan output rendah maka error signal akan (-) maka AVR akan memberi perintah agar menambahkan arus eksitasi. 22 Gambar 2. 14 Contoh Aplikasi AVR 2.4 Sistem Kendali 2.4.1 Pengertian Sistem Kendali Sistem kendali adalah sistem yang terdiri dari masukan dengan tujuan untuk mengontrol keluarannya untuk nilai tertentu, dengan memberikan urutan kejadian dan memunculkannya saat kondisi sudah terpenuhi. Menurut Pakpahan, 1988 istilah lain sistem kontrol atau teknik kendali adalah teknik pengaturan, sistem pengendalian, atau sistem pengontrolan. Sistem kontrol berdasarkan prinsip kerjanya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem kendali loop terbuka, dan sistem loop tertutup. 2.4.2 Sistem Kendali Loop Terbuka Sistem kendali loop terbuka adalah sistem kendali yang setiap perubahan kondisi yang ada tidak mempengaruhi aksi kontrolnya dan tidak terdapat umpan balik pada hasil keluarannya. Pada sistem ini tidak dilakukan perbandingan antara input dengan hasil output-nya, sehingga sistem ini sangat bergantung dengan kalibrasi sistem. Sistem kendali loop terbuka tidak tahan terhadap gangguan dari luar, dan saat terjadi gangguan harus dilakukan pengkalibrasian ulang. Kekurangan sistem ini adalah kurang efektifnya sistem ini karena tidak adanya koreksi yang dilakukan. Contoh pengendalian loop terbuka adalah mesin cuci. 23 2.4.3 Gambar 2. 15 Sistem Loop Terbuka Sistem Kendali Loop Tertutup Sistem kendali loop tertutup disebut juga sistem kendali umpan balik (feedback). Pada sistem kendali loop tertutup dilakukan perbandingan antara input dan output. Dalam sistem ini proses umpan balik adalah hasil yang diperoleh diumpankan kembali dari output sistem dan memodifikasi masukannya. Pada sistem ini, input untuk sebuah proses bergantung pada besarnya deviasi antara nilai yang sebenarnya yang diumpanbalikkan dengan nilai yang dikehendaki atau disebut error. Contoh pengendalian dengan sistem loop tertutup adalah pemanas listrik. Set point – feedback = error Gambar 2. 16 Sistem Loop Tertutup 2.4.4 Bentuk Pengendalian Dalam sistem kendali terdapat beberapa bentuk pengendalian, yaitu : 1. Pengendalian P (Proporsional) 2. Pengendalian I (Integral) 3. Pengendalian D (Derivatif) 2.4.5 Pengendalian P (Proporsional) Pengendali proporsional adalah pengendalian yang memiliki keluaran uang sebanding dengan besarnya error yang diperoleh dari selisih antara set point uang diinginkan dengan output ataupun nilai yang terukur. 24 Gambar 2. 17 Diagram Blok Pengendali P 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 5 10 Time (second) 15 20 Gambar 2. 18 Tanggapan Penguat Proporsional Pengendali porporsional memiliki hubungan antara output dengan error dengan rumusan : m(t) = Kp . e(t)................................................................................................. (2.32) Vo(t) = Kp . Vi(t).............................................................................................. (2.33) Dimana : m(t) = output signal Kp = konstanta penguatan dari kontrol proporsional e(t) = error signal Vo(t) = nilai keluaran pada sistem Vi(t) = nilai masukan pada sistem Dalam bentuk transformasi laplace adalah sebagai berikut : M(s) E(s) V0 (s) V1 (s) = Kp ......................................................................................................... (2.34) = Kp ........................................................................................................ (2.35) Dimana : M(s) = output signal dalam laplace E(s) = error signal Vo(t) = nilai keluaran pada sistem Vi(t) = nilai masukan pada sistem 25 Pengendali proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh pita proporsional, sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan (Kp). Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut: 1 𝑃𝐵 = 𝐾 × 100% ............................................................................................ (2.36) 𝑝 Gambar ini menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroler. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit. U (% ) K p1 < K p 100 K p2 K p1 0 0 100 E (% ) Gambar 2. 19 Proportional Band dari Kontroler Proporsional Tergantung Pada Penguatan Kp adalah Konstanta Proporsional dan berlaku sebagai Gain (penguat) tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Jika penguatan (nilai Kp) yang diberikan besar maka akan memberikan sinyal kontrol keluaran yang besar sebanding dengan besarnya nilai error akan tetapi nilai Kp yang terlalu besar akan menyebabkan sistem tidak stabil. Sedangkan jika penguat Kp terlalu kecil, aksi sinyal kontrol akan terlalu kecilketika terjadi gangguan / terjadi error yang cukup besar. Metode kontrol P saja tidak akan mampu untuk menyelesaikan / mempertahankan output sesuai dengan set point yang diinginkan tetapi mampu mencapai steady state error. 26 Karakteristik Pengendali P : 1. Semakin besar Kp, maka error semakin kecil, waktu naik (Tr) semakin kecil, waktu puncak (Tp) semakin kecil, persentase overshoot (MP) semakin besar serta respon makin cepat. 2. Selalu terjadi offset, tetapi dapat dikoreksi dengan manual reset. 3. Memadai untuk proses dengan kapasitansi yang kecil. 4. Jika beban berubah akan timbul offset. 5. Jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan (orde terlampau tinggi), akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi. 2.4.6 Pengendalian I (Integral) Pengendali integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki error steady state nol. Keluaran pengontrol berbanding lurus dengan integral error terhadap waktu. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol. Dengan kontroler integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol. Gambar 2. 20 Diagram Blok Pengendali I Gambar 2. 21 Tanggapan Pengendali Integral 27 Dari gambar 2.20 kita bisa lihat dengan bertambahnya t, maka luas area dibawah kurva akan semakin besar. Dalam gambar luas area berbanding lurus dengan t, oleh karena itu keluaran pengontrol juga berbanding lurus dengan t dan bertambah dengan laju konstan. Laju kenaikan keluaran alat kendali, disamping ditentukan oleh error juga ditentukan oleh penguatan integrasinya. Semakin tinggi penguatan integrasinya akan semakin tinggi pula laju kenaikan sinyal keluaran kontrolnya. Ki = 1 R.C ........................................................................................................... (2.37) m(t) = Ki ∫ e(t) dt ......................................................................................... (2.38) ∫ Vi(t) dt ..................................................................................... (2.39) Vo(t) = Ki Bentuk transformasi laplace : m(s) = Ki E(s) Vo(s) = Ki Dimana : s .................................................................................................. (2.40) Vi(s) s ............................................................................................... (2.41) m(t) = sinyal keluaran Ki = 1/Ti = konstanta penguatan pengendali integral e(t) = error signal Vo(t) = Nilai keluaran pada sistem (Time Domain) Vi(t) = Nilai masukan pada sistem (Time Domain) Vo(s) = Nilai keluaran pada sistem (Frequency Domain) Vi(s) = Nilai masukan pada sistem (Frequency Domain) Karakteristik Pengendali I : 1. Memperbaiki Error, semakin besar Ki maka Error semakin kecil. 2. Dapat menghilangkan offset. 3. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral cenderung memperlambat respon. 4. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai sebelumnya. 28 5. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ti . 6. Semakin kecil Ti akan mengakibatkan sistem tidak stabil 7. Konstanta integral Ti yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ti (terlampau tinggi) akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler. 2.4.7 Pengendalian P I (Proporsional Integral) Alat pengendalian proporsional–integral (PI) adalah alat pengendalian hasil kombinasi dari alat pengendalian proporsional (P) dan alat pengendalian integral (I). Bentuk matematis alat pengendalian ini merupakan kombinasi penambahan persamaan pengendalian dari alat pengendalian P dan alat pengendalian I. Upi(t) = KpE(s) + 1 TI t ∫0 e(t)dt ...................................................................... (2.42) Jika harga awal dianggap nol, maka transformasi Laplace persamaan di atas adalah: Upi(s) = KpE(s) + Kp TI s E(s) .......................................................................... (2.43) Maka fungsi alih alat pengenalian dapat dituliskan : U(s) E(s) = Kp �1 + 1 TI s � ........................................................................................ (2.44) Kp adalah penguatan proporsional, dan T1 adalah waktu integral. Kedua parameter ini dapat diset harganya. Waktu integral mengatur aksi pengendalian integral namun pengubahan penguatan proporsional mempengaruhi kedua bagian aksi pengendalian, yakni bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat pengendalian integral, parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan laju reset (reset rate) atau KI yang merupakan kebalikan dari waktu integral TI. Laju reset ini adalah berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional menjadi dua kali lipat. 29 Gambar 2. 22 Diagram Blok Pengendali PI 2.4.8 Pengendalian PD (Proporsional Derivatif) Mode pengontrolan ini adalah gabungan antara mode Proporsional (P) dengan mode Derivatif (D). Fungsi alih kontrol PD ini merupakan kombinasi penambahan kontrol P dengan kontrol D. Gambar 2. 23 Diagram Blok Pengendali PD 2.4.9 Pengendalian PID (Proporsional Integral Derivatif) Untuk menutupi semua kekurangan pada Pengendali PI dan PD, ketiga mode yang ada digabung menjadi Pengendali PID. Unsur P, I dan D masingmasing berguna untuk mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset, dan mendapatkan energi ekstra di saat-saat awal perubahan load. Fungsi alih Pengendali PID ini merupakan kombinasi penambahan persamaan P, I, dan D yaitu: 𝑈(𝑠) = 𝐾𝑝 + 𝐸(𝑠) 𝑈(𝑠) 𝐸(𝑠) 𝐾𝑖 𝑠 + 𝐾𝑝𝑆 ................................................................................... (2.45) 1 = 𝐾𝑝 �1 + 𝑇𝑖 𝑠 + 𝑇𝑝𝑠� ............................................................................. (2.46) Dimana Kp, Ti, dan TD adalah penguatan, integral time dan derivative time. Semua parameter itu dapat diset harganya. Bila pada input Pengendali PID diberi sinyal mendadak (fungsi step), outputnya akan merupakan jumlah dari 30 output step Pengendali P, output ramp Pengendali I, dan output pulsa Pengendali D. Gambar 2. 24 Diagram Blok Pengendali PID Berikut tabel pengaruh tuning parameter PID secara independen terhadap respon proses. Tabel 2. 2 Pengaruh Tuning PID Waktu Tanjakan Overshoot Waktu Penetapan Error Tunak Kestabilan Pembesaran Kp Berkurang Bertambah Sedikit Bertambah Berkurang Menurun Pembesaran Ki Sedikit Berkurang Bertambah Bertambah Banyak Berkurang Menurun Pembesaran Kd Sedikit Berkurang Berkurang Berkurang Tidak Berpengaruh Meningkat Dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari pengendalian PID adalah sebagai berikut, Efek P yang dapat mempercepat respons dan terjadi offset, efek I yang dapat menghilangkan offset dan responnya lambat serta efek D yang dapat meningkatkan kestabilan dan redaman membesar, sehingga efek PID adalah respon yang cukup cepat, overshoot kecil dan nilai offset nol. 2.4.10 Tanggapan Sistem Kendali Umum Ketelitian adalah menunjukkan deviasi keluaran sebenarnya terhadap nilai yang diinginkan. Umumnya ketelitian sistem pengaturan diperbaiki dengan menggunakan mode pengontrol seperti integrasi atau integrasi proporsional. Kestabilan adalah suatu sistem dikatakan stabil jika keluarannya tetap pada nilai tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah diberi masukan. 31 Keluaran suatu sistem tak stabil akan terus naik atau dan turun hingga kondisi breakdown. Kecepatan respon (response) adalah mengukur kecepatan keluaran dalam menanggapi perubahan nilai masukan. Pada sistem orde dua, tanggapan sistem kendali terbagi menjadi tiga berdasarkan konstanta peredamannya, yaitu sistem kurang teredam/under damped (ζ < 1), teredam kritis/critical damped (ζ = 1) dan teredam lebih/over damped (ζ > 1). Gambar 2. 25 Kurva Peredaman (Damped Curve) 2.4.11 Tanggapan Transien Tanggapan transien adalah tanggapan sistem yang berlangsung dari awal dikenai perubahan masukan atau gangguan sampai keadaan akhir atau kondisi tunak (steady state). Secara umum bentuk respons output sistem orde 2, untuk input unit step sebagai berikut : Gambar 2. 26 Tanggapan Transien 32 Parameter-parameter transien : 1. td = delay time = waktu yang dibutuhkan utuk mencapai amplitudes sebesar 50% amplitudo input. 2. tr = kenaikan 3. tp = rise time = waktu yang dibutuhkan sistem untuk respons dari (10% - 90%) amplitudo input. peak time = waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai respons sampai amplitudo maximum/ maximum overshoot pertama. 4. ts = setting time = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai simpangan amplitudo tidak lebih dari 5% pertama kali. 5. Mp = maximum persent over shoot = perbandingan diantara simpangan tertinggi yang tercapai dengan amplitudo steady state (amplitudo input). Mp = 𝑚𝑝 −𝑐(𝑡)𝑠𝑠 Mp = 𝑐(𝑡)𝑠𝑠 100%...................................................................................... (2.47) Cmax −Css Css 100% .................................................................................... (2.48) 2.5 Programmable Logic Controller Programmable Logic Controller (PLC) adalah alat kendali elektronika yang dapat mengerjakan berbagai fungsi pengendalian. Menurut National Electrical Manufacture Association (NEMA), PLC adalah suatu alat elektronika digital yang menggunakan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi – instruksi dari suatu fungsi tertentu seperti logika, sekuensial, pewaktu dan aritmatika untuk mengendalikan suatu proses. Sebelum dikenalnya PLC, setiap pengendalian alat umumnya dilakukan oleh para pekerja yang akhirnya berkembang menjadi sistem kendali konvensional yang masih memiliki kekurangan dalam hal pelacakan gangguan maupun kegagalan sistem. Oleh sebab itulah dikembangkan sistem kendali berbasis logika relay yang disebut PLC. 33 Dalam sebuah sistem kendali terdapat beberapa fungsi PLC antara lain: a. Kontrol Sekuensial 1.Pengganti relay control logic konvesional 2.Sebagai timer 3.Sebagai counter 4.Pengganti pengontrol PCB card. 5.Mesin kontrol b. Kontrol Cerdas (canggih) 1. Operasi perhitungan (aritmatika) 2. Penanganan informasi 3. Control analog 4. Pengendali PID 5. Fungsi logic c. Kontrol Pengawasan 1. Proses monitoring dan alert system 2. Jaringan kerja otomatis proses industri 3. Monitor dan diagnosa kesalahan 4. User interface Dengan kemajuan dan fungsi PLC terdapat kehandalan yang dimiliki PLC dibandingkan dengan alat pengendali lainnya, yaitu : 1. Fleksibilitas yang tinggi 2. Perubahan implementasi dan koreksi error 3. Harga rendah 4. Pengujian dapat dilakukan tanpa pengginstalasian 5. Pengoperasian dapat dilihat 6. Kecepatan operasi tinggi 7. Metode diagram ladder dapat dimengerti 8. Lebih tahan lama 9. Keamanan tinggi 10. Perubahan dapat lebih mudah dilakukan 34 Disamping kehandalan yang dimiliki, pada PLC juga terdapat beberapa kekurangan antara lain : 1. Merupakan teknologi baru 2. Terpengaruh oleh kondisi lingkungan 3. dll. PLC memiliki konfigurasi yang terdiri dari 6 bagian utama, yaitu : 1. Unit Power Supply adalah bagian yang memberikan tegangan pada PLC. Selain menyediakan tegangan listrik, power supply juga dapat memonitor dan memberikan sinyal kepada CPU apabila terjadi suatu kesalahan. Dengan kata lain, power supply selain sebagai pemberi daya berfungsi juga sebagai proteksi komponen sistem. Perlu diperhatikan bahwa kemampuan power supply jangan dihubungkan dengan sumber arus yang melebihi kapasitasnya karena akan mengakibatkan operasi PLC yang tidak stabil. 2. Central Processing Unit merupakan otak dari PLC dimana program akan diolah. Proses yang dilakukan oleh CPU ini antara lain adalah mengontrol semua operasi, mengolah program yang ada dalam memori, serta mengatur komunikasi antara input-output, memori dan CPU melalui sistem BUS. CPU juga berfungsi menjalankan dan mengolah fungsi-fungsi yang diinginkan berdasarkan program yang telah ditentukan. 3. Memori Unit terdiri dari RAM (Random Access Memory), EPROM (Eraseble Programmable Read Only Memory), EEPROM (Electrical Eraseble Read Only Memory). Setiap program harus disimpan dengan cara tertentu agar PLC dapat mengakses perintah-perintah sesuai yang diinstruksikan. Disamping itu juga diperlukan untuk menyimpan data sementara selama pelaksanaan program. 4. Input Unit terdiri dari input digital dan analog. 5. Output Unit terdiri dari output digital dan output analog. 6. Peripheral. 35 Gambar 2. 27 Contoh Pemrograman PLC 2.6 Analog To Digital Converter (ADC) Pengubah Analog ke Digital(A/D) berfungsi untuk mengkonversikan besaran analog menjadi besaran digital. Tegangan analogyang tak diketahui dimasukkan ke dalam pengubah A/D, dan akan muncul keluaran bineryang bersangkutan. Keluaran biner tersebut akan berbanding lurus dengan masukan analog. Parameter yang penting dari suatu ADC disamping waktu konversinya, yaitu resolusi. Resolusi adalah besaran analogterkecil yang masih dapat dikonversikan menjadi sinyaldigital. Besar resolusi ini tergantung dari jumlah bit dari ADC. Semakin banyak bit ADC, resolusi semakin kecil, dan proses konversi semakin teliti. Salah satu car mengubah sinya analog menjadi digital adalah dengan menggunakan counter. Gambar 2. 28 Analog To Digital Converter 36 2.7 Digital To Analog Converter (DAC) Kebalikan dari ADC agar perangkat eksternal analog dapat menerima sinyal digital dari komputer, perlu dikonversi dahulu menjadi sinyal analog. DAC adalah penghubung antara rangkaian digital dengan rangkaian analog. DAC pada dasarnya mengkonversi masukan (berupa bilangan biner) ke dalam suatu besaran fisik, biasanya berupa tegangan suatu tegangan listrik. Kebanyakan sistem menerima suatu kata digital sebagai sinyal masuk dan menterjemahkan atau mengubahnya menjadi tegangan atau arus analog. Konverter digital ke analog (DAC, digital to analog converter)merepresentasikan sejumlah kode masukan digital diskrit dengan sejumlah nilai keluaran analog diskrit. Karenanya, fungsi transfer DAC adalah sederet titik-titik diskrit. Pada dasarnya, sumber yang digunakan sebuah plant, menggunakan tegangan analog. Agar komputer dapat mengendalikan plant, data yang sudah diolah diubah terlebih dahulu menjadi sinyal analog dengan menggunakan perangkat DAC. Transfer data yang dilakukan pada sistem kendali berbasis komputer, dapat dilakukan secara paralel maupun serial. Tetapi untuk sistem kendali dengan jarak pengendali dan yang dikendalikan relatif dekat, pada umumnya menggunakan transfer data paralel. Perangkat yang menunjang operasi transfer data dari komputer ke perangkat eksternal dan sebaliknya, disebut dengan perangkat antar muka (interface). Tegangan keluaran yang dihasilkan DAC sebanding dengan nilai digital yang masuk ke dalam DAC. Gambar 2. 29 Konversi Tegangan Ke Desimal 37 2.8 Konverter Satu Fasa Semi Terkendali Konverter satu fasa semi terkendali adalah penyearah terkontrol yang merupakan penggabungan antara penyearah terkontrol dan penyearah tak terkontrol. Penyearah ini juga disebut half control rectifier. Terdapat dua alternatif konfigurasi rangkaian konverter satu fasa semi terkendali, yaitu konfigurasi simetris dan konfigurasi asimetris, seperti ditunjukkan pada gambar. Gambar 2. 30 Rangkaian Konverter Satu Fasa Semi Terkendali Konfigurasi Simetris Gambar 2. 31 Rangkaian Konverter Satu Fasa Semi Terkendali Konfigurasi Asimetris Apabila diasumsikan induktansi Lc cukup tinggi sehingga arus beban mengalir kontinyu. Pada konfigurasi simetris, apabila SCR T1 diberi pulsa penyulut pada sudut α untuk tiap siklus positip tegangan masukan, T1 dan D2 akan konduksi dari α sampai dengan π. Saat tegangan masukan berada pada negatip, yaitu pada π<ωt < (π + α) dioda D2 mendapat bias maju, D1 mendapat bias mundur, T1 masih mengalirkan arus beban sedang T2 belum mendapatkan penyulutan, sehingga pada interval ini arus beban akan mengalir melalui D1 dan T1. Pada saat ωt = (π + α) SCR T2 diberi pulsa penyulut, karena T2 mendapat bias 38 maju ia akan konduksi dan pada T1 akan terjadi komutasi, sehingga sekarang arus beban akan dialirkan melalui D2 dan T2. Bentuk gelombang tegangan dan arus keluaran, bentuk gelombang tegangan SCR T dan bentuk gelombang tegangan 1 dan arus sumber ditunjukkan pada gambar 2.30. Karena interval konduksi SCR dan dioda sama, maka konfigurasi rangkaian ini disebut konfigurasi simetris. VS VS Vm Vm 2π π IG1, IG2 α IG1, IG2 IG3, IG4 IG3, IG4 VO, IO Vm VO, IO Vm ωt α ωt π 2π π ωt IT ID IS T1 IT T2 π D2 D1 ωt π 2π ωt π ID T1 2π T2 π ωt D1 π IS ωt ωt Gambar 2. 32 Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Gambar Rangkaian Konfigurasi Simetris dan Konfigurasi Asimetris Diantara kedua konfigurasi konverter tersebut, terdapat perbedaan dalam hal mekanisme konduksinya, antara lain : 1. Untuk sudut penyulutan yang lebar, pada konverter konfigurasi simetris dapat terjadi kegagalan plant komutasi pada saat mengalirkan arus beban kontinyu. Sebagai akibatnya timbul efek setengah gelombang (half-waving effect), dimana konverter beroperasi sebagai konverter setengah gelombang tak terkendali. Hal ini akan menyebabkan ketidak stabilan sistem, bila konverter digunakan untuk mensupplai daya motor arus searah, sistem pengendali motor mungkin akan berosilasi. Efek setengah gelombang juga akan timbul bila terjadi kegagalan plant penyulutan untuk mengoperasikan konverter. Pada konverter konfigurasi asimetris kegagalan plant komutasi tidak akan terjadi sekalipun sudut penyulutan cukup lebar, sehingga efek setengah gelombangpun tidak akan muncul. Hal ini disebabkan karena diode D1 dan D2 memastikan terjadinya komutasi, sekaligus berfungsi sebagai dioda freewheel, sehingga bila terjadi kegagalan penyulutan arus beban akan menuju nol. 39 Karena pada konfigurasi simetris, thyristor yang digunakan memiliki interval konduksi yang lebih lama dibandingkan konfigurasi asimetris, maka pada konfigurasi simetris diperlukan thyristor dengan rating arus rata-rata yang lebih besar. 2. Kelebihan konfigurasi simetris dibanding konfigurasi asimetris terletak pada rangkaian penyulut gate yang lebih sederhana. Karena thyristor yang digunakan pada konfigurasi simetris dirangkai dengan katoda bersama, maka terminal gate dapat dijadikan satu, sehingga hanya diperlukan satu pulsa penyulut untuk men-trigger thyristornya. Sedang pada konfigurasi asimetris diperlukan pulsa penyulut yang terpisah. Memperhatikan bentuk gelombang tegangan keluaran yang ditunjukkan pada gambar 2.31, tegangan rata-rata keluaran dapat diperoleh : VDC = = 2 2π ∫α V π m Sin ωt dωt Vm (1 + Cos α) ...................................................................................... (2.49) π