BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mobilisasi Dini 1. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi atau ambulasi dini diartikan sebagai suatu keadaan dimana setelah pasien operasi seyogyanya dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan, paling sedikit dua kali (Cunningham.,dkk, 2006). Mobilisasi dini (early ambulation) juga diartikan sebagai suatu kebijaksanaan untuk membimbing ibu post partum agar bangun dari tempat tidurnya dan membimbing untuk secepat mungkin untuk kembali berjalan (Saleha, 2009). Dalam 6-8 jam tenaga medis yang merawat ibu pasca melahirkan akan menolong untuk duduk ditempat tidur, duduk disamping tempat tidur dan mulai berjalan jarak pendek (Gallagher, 2005). Saat ini ibu pasca operesi seksio sesarea tidak perlu terlentang di tempat tidur terlalu selama 7-14 hari setelah melahirkan. Mobilisasi dini tentu tidak dibenarkan pada ibu pasca melahirkan dengan penyulit, seperti anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Penambahan kegiatan dengan mobilisasi dini harus bertahap jadi bukan maksudnya ibu setelah bangun dibenarkan 12 mencuci, memasak, dan lain sebagainya (Saleha, 2009). Menurut Gallagher (2005), latihannya barangkali tidak mirip dengan yang normalnya dilakukan, tetapi pergerakan kecil sekalipun akan perlahan-lahan memperkuat tubuh dan meningkatkan sirkulasi darah. Tetapi perlu diingat bahwa ibu dalam kondisi baru melahirkan tidak perlu menggerakkan tubuh berlebihan dan harus menjaga kondisi tubuh ibu agar tidak kelelahan. Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini merupakan tindakan yang dilakukan pada klien pasca persalinan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh yang sederhana demi melatih klien ke kondisi normalnya, dilakukan secara bertahap dan tidak perlu berlebihan. 2. Prosedur Tindakan Mobilisasi Dini Menurut Gallegher (2005), langkah-langkah dalam prosedur tindakan mobilisasi dini yaitu sebagai berikut. 1. Hari 1 – 4 a. Membentuk Lingkaran dan Meregangkan Telapak Kaki Ibu dianjurkan untuk membentuk meregangkan telapak kaki saat lingkaran dan berbaring di tempat tidur, sehingga mampu membentuk gerakan melingkar 13 dengan telapak kaki satu demi satu. Gerakan itu diharapkan mampu dilakukan ibu seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan menggunakan jari kaki dari satu arah ke arah lainnya. Ibu dianjurkan pula untuk meregangkan masing – masing telapak kakinya dengan cara menarik jari – jari kaki ke arah betis, lalu membalikkan ujung telapak kaki ke arah sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi. Ibu dapat melakukan gerakan ini sebanyak dua sampai tiga kali dalam sehari. b. Bernafas dalam – dalam 1. Ibu yang sedang dalam posisi berbaring dianjurkan untuk menekukkan kakinya sedikit. Kedua tangan ibu diletakkan di bagian dada atas, lalu menarik nafas. Saat menarik nafas, ibu dianjurkan untuk mengarahkan nafas dengan tangan, lalu menekan dada saat menghembuskan nafas. 2. Ibu dianjurkan menarik nafas sedikit lebih dalam dan menempatkan kedua tangannya diatas tulang rusuk. Ibu dapat merasakan paru–parunya mengembang, lalu menghembuskan nafas seperti sebelumnya. 14 3. Ibu dapat mengulangi cara bernafas yang lebih dalam sehingga mencapai perut. Hal ini mampu merangsang jaringan – jaringan di sekitar bekas luka ibu. Menyangga daerah insisi ibu dengan cara menempatkan kedua tangan secara lembut di atas daerah tersebut. Kemudian ibu dapat menarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi selama beberapa kali. Ibu dapat mengulangi tindakan tersebut sebanyak tiga sampai empat kali. c. Duduk tegak 1. Ibu dianjurkan untuk menekuk lutut dan memiring tubuhnya ke samping. 2. Membantu ibu memutar kapala dan menggunakan tangan – tangannya untuk membantu dirinya ke posisi duduk. Saat ibu melakukan gerakan yang pertama, maka luka akan tertarik dan ibu merasa sangat tidak nyaman, lalu ibu dapat berhasil duduk dengan bantuan lengan dan mempertahankan posisi selama beberapa saat. 3. Ibu mulai dapat memindahkan berat tubuhnya ke tangan, lalu menggoyangkan pinggulnya ke arah belakang. Ibu juga dapat duduk setegak mungkin dan menarik nafas dalam – dalam beberapa kali hingga mampu meluruskan tulang punggung dengan cara mengangkat tulang – 15 tulang rusuk. Menggunakan tangan ibu untuk menyangga insisi lalu ibu disarankan untuk batuk 2 atau 3 kali. d. Bangkit dari tempat tidur 1. Ibu diharapkan mampu menggerakkan tubuh hingga ke posisi duduk. Dimulai dengan menggerakkan kaki pelan – pelan ke sisi tempat tidur, lalu menggunakan tangan ibu untuk mendorong ke depan. Kemudian, secara perlahan-lahan ibu dapat menurunkan telapak – telapak kakinya ke lantai. 2. Ibu dapat menekan sebuah bantal dengan ketat di atas bekas luka ibu untuk menyangga. Setelah bagian atas tubuh ibu disangga dengan bantal. Ibu dapat meluruskan seluruh tubuh dan meluruskan kaki – kaki. e. Berjalan Saat ibu menggunakan bantal untuk menekan di atas bekas luka dan berjalanlah ke depan, diusahakan agar kepala ibu tetap tegak dan bernafas lewat mulut. Ibu juga dapat terus berjalan selama beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur. 16 f. Berdiri dan meraih Ibu dapat memposisikan diri untuk duduk di bagian tepi mengangkat tempat tidur, tubuh hingga lalu usahakan berdiri. Ibu untuk perlu mempertimbangkan untuk mengkontraksikan otot – otot punggung agar dada mengembang dan meregang. Kemudian, ibu dapat mencoba untuk mengangkat tubuh, mulai dari pinggang secara perlahan – lahan melawan dorongan alamiah untuk membungkuk, lalu melemaskan tubuh ke depan selama satu menit. g. Menarik perut Ibu dianjurkan untuk berbaring di tempat tidur dan mengkontraksikan otot – otot dasar pelvis untuk menarik perut. Untuk melakukan tindakan tersebut dapat dilakukan secara perlahan – lahan dengan meletakkan kedua tangan di atas bekas luka dan berkontraksi untuk menarik perut menjauhi tangan ibu. Ibu dapat melakukan sebanyak 5 kali tarikan dan dapat melakukannya selama 2 kali sehari. 17 h. Saat menyusui Ibu dapat menarik perut semabari menyusui. Mengkontraksikan otot – otot perut selama beberapa detik lalu dilemaskan. Teknik tersebut dapat dilakukan sebanyak 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui. 2. Hari 4 – 7 a. Menekuk pelvis Ibu dapat melakukan kontraksi terhadap abdomen dan menekan punggung bagian bawah ke tempat tidur. Jika ibu melakukannya dengan benar maka pelvis akan menekuk. Ibu dapat melakukan tersebut sebanyak 4 sampai 8 tekukan selama 2 detik. b. Meluncurkan kaki Ibu disarankan untuk berbaring dengan lutut tertekuk dan bernafas secara normal, lalu ibu dapat meluncurkan kaki di atas tempat tidur sehingga menjauhi tubuh. Seraya mendorong tumit ibu dapat mengulurkan kaki sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan di sekitar insisi. Ibu dapat melakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki. 18 c. Sentakan pinggul 1. Ibu dianjurkan untuk berbaring di atas tempat tidur, lalu menekukkan kaki ke atas dan merentangkan kaki yang satu lagi. Gerakan tersebut dilanjutkan dengan menunjuk ke arah jari – jari kaki. 2. Ibu dapat mendorong pinggulnya agar pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah bahu, kemudian dilemaskan. Ibu dianjurkan untuk mendorong kakinya agar menjauhi tubuh dengan lurus. Melakukan gerakan yang sama secara berulang sebanyak 6 hingga 8 kali untuk masing – masing bagian tubuh. d. Menggulingkan lutut 1. Ibu dianjurkan untuk berbaring di tempat tidur, kemudian meletakkan tangannya di samping tubuh untuk menjaga keseimbangan. 2. Secara perlahan – lahan ibu dapat menggerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar. Ibu dapat melakukan 3 kali ayunan lutut ke masing – masing sisi. Kemudian, diakhiri dengan meluruskan kaki. 19 e. Posisi jembatan Ibu berbaring di atas tempat tidur dengan kedua lutut tertekuk. Membentangkan kedua tangan ibu ke bagian samping untuk keseimbangan. Lalu menekan telapak kaki ibu ke bawah secara perlahan – lahan dan pinggul kemudian diangkat dari tempat tidur maka ibu akan merasakan tulang tungging terangkat. Gerakangerakan ini dapat dilakukan sebanyak 5 kali dalam sehari. f. Posisi merangkak 1. Secara perlahan – lahan ibu mengangkat tubuh dengan menopang kedua tangan dan kakinya di atas tempat tidur. Ibu dapat mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tak nyaman sedikitpun, ibu dapat menambah beberapa gerakan dalam rangkaian ini. 2. Ibu dapat menekan tangan dan kaki di tempat tidur, dan mencoba untuk melakukan gerakan yang sama dengan sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong ke arah bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa seolah – olah menggoyang- goyangkan ekor. Gerakan ini dapat dilakukan sebanyak 5 kali dalam sehari. 20 3. Ibu dapat menekan bagian tengah punggung ke arah bawah, saat melengkung tubuh ke bawah, ibu bisa merasakan perut meregang. Kemudian, saat meluruskan punggung ibu harus berkonsentrasi untuk menarik abdomen. 3. Manfaat Mobilisasi Dini Menurut Gallagher (2005), operasi dan anastesi dapat menyebabkan akumulasi cairan yang dapat menyebabkan pneumonia sehingga sangat penting bagi ibu post melahirkan untuk bergerak. Mobilitas dapat meningkatkan fungsi paru-paru, semakin dalam napas yang dapat ditarik, semakin meningkat sirkulasi darah. Hal tersebut memperkecil resiko pembentukan gumpalan darah, meningkatkan fungsi pencernaan, dan menolong saluran pencernaan agar mulai bekerja lagi. Menurut Smeltzer & Bare (2001) mobilisasi dini mampu menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Dengan melakukan mobilisasi dini juga maka thrombosis vena dan emboli paru jarang terjadi, selain itu mampu memperlancar sirkulasi darah serta mengeluarkan cairan (lochea) (Cunningham.,dkk, 2006; Purwanti & Kristanti, 2011, http://static.schoolrack.com/files/100398/295422/volume2_no 21 mor_1.pdf#page=59 diunduh 27 September 2011). Bahkan penelitian juga menunjukan nyeri berkurang jika dilakukan mobilisasi dini diperbolehkan. Selain itu, manfaat mobilisasi dini menurut Saleha (2009), yaitu : a. Ibu merasa sehat dan kuat dengan mobilisasi dini b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik. c. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit, misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan. d. Lebih sesuai ekonomis). dengan Menurut keadaan Indonesia peneliti-peneliti yang (sosial seksama, mobilisasi dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus/retrotexto uteri. 22 4. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Dalam sebuah bukunya, Fauzi (2007) yang dikutip oleh Novitasari (2011) menyebutkan bahwa ada beberapa macam kerugian yang ditimbulkan akibat tidak melakukan mobilisasi dini, yaitu sebagai berikut. a. Meningkatnya suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh. b. Menimbulkan perdarahan yang abnormal. Namun, bila melakukan mobilisasi dini maka kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka. c. Jika tidak dilakukannya mobilisasi dini maka involusi uterus yang tidak baik, dapat menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus. 23 5. Faktor-faktor Dalam Melakukan Mobilisasi Dini Beberapa bentuk faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini ialah sebagai berikut. a. Nyeri Menurut Duffett & Smith (1992), besar-kecilnya nyeri yang dirasakan berbeda dari orang yang satu dengan yang lainnya dan juga dari persalinan yang satu dengan yang lainnya. Jika klien baru saja menjalani bedah perut major diperkirakan klien merasa nyeri. Selama 24 jam sampai 48 jam pertama akan diberikan pengobatan yang amat efektif, mungkin dalam bentuk injeksi. Selain itu, klien tidak perlu menahan rasa nyeri karena tidak mendatangkan kebaikan bagi klien itu sendiri dan bayi. Menurut Duffett & Smith (1992), klien juga tidak perlu mengkhawatirkan besar atau kecilnya obat yang diterima bayi lewat ASI pertama (kolestrum). Yang jauh lebih penting klien harus dapat beristirahat dan rileks, lalu perlahan-lahan membangun kekuatan. Nyeri juga bisa menjadi indikator akan apa yang tengah berlangsung di diri klien. Mungkin ada infeksi luka atau memar yang memerlukan perawatan khusus. 24 b. Efek Samping Anastesi Anastesi adalah obat untuk menghilangkan nyeri (Duffett & Smith, 1992). Menurut Gallegher (2005), ada 2 jenis anastesi yang umum digunakan yaitu anastesi lokal (epidural atau spinal block) dan anastesi total. Efek samping anastesi spinal atau epidural adalah turunnya tekanan darah. Beberapa klien akan merasakan sakit kepala yang parah setelah melakukan operasi sesarea dengan anastesi lokal, sementara ada yang ada pula yang merasakan sakit pada daerah punggung. Gallegher (2005), juga mengungkapkan bahwa anastesi total mungkin membuat klien merasa pening, kerongkongan terasa kering dan sakit. Selain itu, klien mungkin merasa mual yang hebat dan muntah. Jika obat bius diberikan mengandung morfin maka klien juga mungkin merasa gatal disekujur tubuh. Efek-efek samping itu dapat dihilangkan dalam jangka waktu 24 sampai 48 jam setelah persalinan. c. Kontraksi Uterus Menurut Duffett & Smith (1992), kontraksi uterus dapat menimbulkan nyeri susulan yang amat kuat dan bisa terasa seperti nyeri persalinan. Mungkin klien akan 25 merasakan nyeri paling kuat di saat menyusui karena pada saat itu klien melepaskan oksitosin yaitu hormon yang membuat rahim berkontraksi. d. Kateterisasi dan Selang Infus Menurut Gallegher (2005), kateter yang disisipkan sebelum operasi sesarea biasanya akan dilepaskan begitu klien dapat berjalan ke kamar mandi. Selain itu, selang infus yang dipasangkan akan dibiarkan tetap terpasang sampai saluran pencernaan mulai bekerja kembali. Pemberian cairan perinfus dihentikan setelah penderita flatus, lalu mulai diberikan makanan dan cairan peroral (Mochtar, 1998). e. Suasana Hati dan Depresi Menurut mengalami Gallegher baby blues (2005), dan banyak klien kecenderungan yang untuk meluapkan emosi dengan perasaan yang tidak sanggup, panik dan ketakutan. Pada tahapan ini, sebagian klien didiagnosis mengalami depresi pasca persalinan. 1. Baby Blues Sebagian ibu melahirkan untuk pertama kalinya mengalami baby blues. Baby blues yaitu merasa ingin 26 menangis tanpa alasan, merasakan kesedihan yang tidak jelas, kekecewaan dan ketidakpuasan emosional. Perasaan-perasaan ini akan hilang secara alamiah karena beberapa hal salah satunya dukungan yang baik dari keluarga. 2. Depresi Pasca Persalinan Sekitar satu dari sepuluh wanita yang bersalin menunjukkan gejala-gejala depresi yang tidak hilang bahkan semakin memburuk. Terkadang, gejala itu mulai tampak dalam waktu beberapa minggu atau bahkan bulan setelah persalinan. Depresi pasca persalinan bisa sangat parah dan memiliki pengaruh-pengaruh yang meluas sehingga itu harus ditangani secepat mungkin. 3. Trauma Operasi Sesarea Menjalani operasi Sesarea bukanlah sekedar intervensi operasi besar, tetapi juga pengalaman emosional yang memiliki pengaruh-pengaruh psikologis kuat pada kemampuan seorang wanita untuk beradaptasi dengan kehidupan sebagai ibu. Persepsi seorang klien mengenai pengalaman persalinannya setelah operasi sesarea dapat dipengaruhi banyak 27 faktor yaitu nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, harapan-harapannya, alasan menjalani operasi sesarea dan kesehatannya pada masa pasca persalinan. Sejumlah penelitian telah menunjukan bahwa wanita-wanita yang mengalami operasi sesarea darurat, yang tidak mempertimbangkan keinginan sang ibu dapat menimbulkan rasa rendah diri, kecewa dan gagal. Bagi mereka yang merasa operasi Sesarea yang begitu berat, mereka dapat menderita kelainan stres pasca trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD). Adapula gangguan mental parah yang dikenal sebagai psikosis puerperal. Klien tersebut dapat kehilangan hubungan dengan realitas dan merasa manik, depresif, atau keduanya sekaligus. 4. Sebab-sebab Lain Belum ada penyebab tunggal yang berhasil didefinisikan dari bermacam-macam jenis depresi pasca persalinan. Ada berbagai teori dan faktor yang diajukan sebagai penyebab depresi tersebut, antara lain: 28 a. Adanya masalah fisik yang sulit dipulihkan atau kembalinya ingatan-ingatan tentang pengalaman buruk di masa kecil. b. Perubahan hormonal di pengujung masa kehamilan yang mempengaruhi kondisi kimiawi otak. c. Bayi yang rewel dan susah tidur d. Kurangnya dukungan dari pasangan dan keluarga e. Penderita merupakan seseorang yang perfeksionis atau memiliki rasa percaya diri yang rendah. f. Perasaan tak bahagia berkenaan dengan proses persalinan g. Depresi pasca persalinan sebelumnya. Selain dari faktor-faktor di atas, pengambilan keputusan untuk melakukan mobilisasi dini juga tidak terlepas dari penilaian dan koping seseorang dalam meningkatkan kesehatan. Menurut Smeltzer & Bare (2001), koping sendiri dipengaruhi oleh karakter internal dan eksternal seseorang, yaitu : a. Karakter Internal Karakter internal tersebut terdiri dari kesehatan, energi, sistem kepercayaan (iman dan kepercayaan agama), komitmen atau tujuan hidup (properti motivasional), dan perasaan seseorang seperti harga 29 diri, kontrol dan kemahiran. Meliputi juga pengetahuan, keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilan sosial (kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain). b. Karakter Eksternal Karakter eksternalnya ialah dengan adanya dukungan sosial. Dukungan sosial adalah sumber daya eksternal utama. Di dalam dukungan sosial menurut Cobb (1976) terdapat 3 kategori yaitu dukungan emosional, dukungan harga diri dan jaringan komunikasi dan saling ketergantungan, serta bentuk dukungan sosial lainnya yaitu sumber material. B. Seksio Sesarea 1. Definisi Seksio Sesarea Menurut Cunningham (2006), kata caesarean berasal dari kata kerja Latin sekitar Abad Pertengahan, caedere, “Memotong”. Turunan kata yang jelas adalah kata caesura, suatu potongan atau jeda dalam bait sajak. Sedangkan menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan dengan cara ini, karena itu prosedur itu dikenal dengan nama operasi Sesarea. Sedangkan ada anggapan yang 30 telah meluas bahwa nama operasi ini berasal dari sebuah hukum Romawi, diperkirakan dibuat oleh Numa Pompilius (abad ke-8 SM) memerintahkkan bahwa wanita yang sekarat dapat diselamatkan. Kemudian hukum ini disebut dengan lex caesaria dan operasinya disebut dengan operasi caesarean. Ketiga penjelasan asal kata caesarean itu masih belum jelas, namun penjelasan pertama tampaknya paling logis, karena “seksio” berasal dari verba Latin seco, yang berarti memotong tanpa menambah kejelasan kata lainnya. Cunningham (2006), juga menjelaskan bahwa Seksio Sesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. Seksio Sesarea dapat pula didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Intact) (Saifuddin.,dkk 2002). Sedangkan, menurut Bobak (2004) Seksio Sesarea adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Seksio Sesarea merupakan suatu tindakan operatif untuk membantu persalinan yang 31 beresiko dengan berat bayi diatas 500 gr dan dilakukan dengan insisi dinding perut dan uterus sebagai jalan lahir. 2. Definisi Mobilisasi Dini Pada Ibu Pasca Operasi Seksio Sesarea Mobilisasi dini pada ibu pasca operasi Seksio Sesarea adalah tindakan yang dilakukan oleh ibu post partus Seksio Sesarea agar segera menormalkan kembali fungsi organ tubuh dengan cara menggerakan jari-jari kaki, bernapas dalam, duduk tegak, bangkit dari tempat tidur, berjalan, berdiri dan meraih, menarik perut, menarik perut saat menyusui, menarik pelvis, meluncurkan kaki, sentakan pinggul, menggulingkan lutut, posisi merangkak dan posisi jembatan (Gallagher, 2005). Mobilisasi dini umumnya dilakukan untuk memulihkan mobilitas dengan dibebani balutan, bebat, dan drainase karena pasien sering kali tidak mampu mengubah posisi (Smeltzer & Bare, 2001). Menurut Gallagher (2005), wanita dengan mobilitas terbatas pasca melahirkan Seksio Sesarea dapat melakukan mobilisasi dini setiap 2 jam sekali. Saat ibu belajar untuk berdiri maka dapat menggunakan tangan, bantal, atau handuk yang digulung dan tempatkan pada abdomen untuk menyangga. Hal tersebut dapat 32 digunakan untuk membantu ibu pasca Seksio Sesarea agar mudah melakukan mobilisasi dini. 3. Indikasi Dilakukannya Seksio Sesarea Menurut Bobak (2004) ada empat kategori diagnostik yang merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran Seksio Sesarea, yakni : distorsia, sesaria ulang, presentasi bokong dan gawat janin. Sedangkan indikasi lain prosedur tersebut mencakup inveksi virus herpes, prolaps tali pusat (prolapsed umbilical cord), komplikasi medis, seperti hipertensi akibat kehamilan (pregnancy-induced hypertention), kelainan plasenta, seperti plasenta previa dan solusio misalnya : presentasi bahu plasenta, malpresentasi, dan anomali janin, misalnya hidrosefalus. a. Indikasi Ibu Menurut Mitayani (2009), indikasi ibu dilakukannya Seksio Sesarea, yaitu: panggul sempit absolute, tumor-tumor jalan lahir menimbulkan obstruksi, stenosis vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvis, ruptur uterus, diabetes (kadang-kadang), riwayat obstruksi buruk, riwayat Seksio Sesarea klasik, serta infeksi hipervirus tipe II (genetik). 33 Namun menurut Wiknjosastro (2005), indikasi Seksio Sesarea pada ibu, yaitu : panggul sempit absolute, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, dan ruptura uteri membakat. b. Indikasi Janin Menurut Mitayani (2009) indikasi janin dilakukannya Seksio Sesarea, yaitu: letak janin tidak stabil tidak bisa dikoreksi, presentasi bokong (kadangkadang), penyakit dan kelainan berat pada janin seperti eritoblastosis atau retardasi pertumbuhan yang nyata, serta gawat janin. Sedangkan indikasi janin pada Seksio Sesarea menurut Wiknjosastro (2005), yaitu : kelainan letak, gawat janin. Namun, umumnya Seksio Sesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok dan anemia berat (sebelum diatasi), serta kelainan kongenital berat (monster). 4. Jenis-Jenis Seksio Sesarea Menurut Wiknjosastro (2005), ada beberapa jenis tindakan Seksio Sesarea yang membedakan teknik-teknik pada Seksio Sesarea, yaitu : 34 a. Seksio saseria Klasik : Pembedahan secara Sanger. b. Seksio saseria transperitoneal profunda (supra cervikalis = lower segmen caesarean section). c. Seksio saserea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio histerektomi). d. Seksio sesarea ekstraperitoneal e. Seksio sesarea vaginal C. Dukungan Sosial 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Smeltzer & Bare (2001), dukungan sosial adalah sumber daya eksternal utama. Dukungan sosial dipelihara melalui kebiasaan keterikatan maternal dan paternal dan berkembang dalam keluarga, teman, dan hubungan komunitas bersama pertumbuhan seseorang. Orang bisa memiliki hubungan yang mendalam dan sering berinteraksi, namun dukungan yang diperlukan hanya benar-benar bisa dirasakan bila ada keterlibatan dan perhatian yang mendalam. Kualitas kritis dalam jaringan akan saling bertukar dalam komunikasi yang intim dan adanya solidaritas dan kepercayaan. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal maupun nonverbal, bantuan nyata, atau bantuan 35 yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran orang yang mendukung serta hal ini mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku penerima (Gottlieb, 1983 dikutip Smet, 1994). Dukungan sosial juga mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan atau kepedulian, atau membantu orang menerima dari orangorang atau kelompok-kelompok lain (Sarafano, 1990 dikutip Smet, 1994). Sedangkan, menurut Cobb (1976) yang dikutip oleh Smeltzer & Bare (2001), dukungan sosial lebih menekankan meningkatnya kepribadian mandiri; sebaliknya tidak meningkatkan ketergantungan. Dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain (Smet ,1994). Menurut Winnubst (1988) yang dikutip oleh Smet (1994) mengemukakan bahwa beberapa penulis meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan. Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal. Selain itu, dukungan sosial harus dianggap sebagai konsep yang berbeda; dukungan sosial hanya menunjuk pada hubungan interpersonal yang 36 melindungi orang-orang terhadap konsekuensi negatif dari stress (Smet, 1994). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan suatu hubungan interpersonal dalam bentuk beberapa kepedulian bentuk penghargaan, yang perhatian informatif baik ataupun diungkapkan secara melalui emosional, instrumental guna mencapai kualitas hubungan sosial yang baik. 2. Jenis-Jenis Dukungan Sosial Cobb (1976) yang dikutip oleh Smeltzer & Bare (2001) mendefinisikan dukungan sosial sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih dengan 3 kategori, yaitu : a. Dukungan Emosional Dukungan emosional adalah kategori informasi pertama membuat orang percaya bahwa dirinya diperhatikan atau dicintai. Hal ini sering muncul dalam hubungan antara dua orang dimana kepercayaan mutual dan keterikatan diekspresikan dengan cara saling menolong untuk memenuhi kebutuhan bersama. Contoh : Dalam hubungan perkawinan. 37 b. Dukungan Harga Diri Dukungan harga diri merupakan kategori informasi kedua menyebabkan seseorang merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai. Paling efektif ialah saat publik mengatakan bahwa kedudukannya di dalam kelompok masih cukup dipandang (dihargai). c. Jaringan Komunikasi dan Saling Ketergantungan Informasi disebarkan oleh anggota jaringan, mereka memahami semua faktor tersebut dan mereka semua menyadari bahwa informasi tersebut telah disebarkan diantara mereka. Informasi tersebut terbagi menjadi 2 tipe, yaitu : 1. Komunikasi yang merupakan “inti dari cerita”, apa yang terjadi, siapa yang terpengaruh dan seterusnya. 2. Komunikasi yang lain adalah pengetahuan bahwa barang-barang dan pelayanan selalu tersedia bagi semua anggota sesuai permintaan. Contoh: seseorang dapat memanggil teman dekat dalam keadaan darurat. Lalu ada bentuk sumber dukungan eksternal lain yang masuk di dalam dukungan sosial menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu : 38 a. Sumber Material Sumber material adalah sumber dukungan eksternal lain dan meliputi barang dan jasa yang dapat dibeli. Mengatasi keterbatasan masalah lingkungan akan lebih mudah bagi individu yang mempunyai sumber finansial yang memadai karena perasaan ketidakberdayaan terhadap ancaman menjadi berkurang. Sedangkan, menurut House ada empat jenis atau dimensi dukungan sosial (Winnububst dkk.,1988; Sarafino, 1990) yang dikutip oleh Smet (1994), yaitu : 1. Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan). 2. Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorong maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, seperti misalnya orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). 39 3. Dukungan Instrumental Mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stres. 4. Dukungan Informatif Mencakup pemberian nasihat, petunjuk- petunjuk, saran-saran, atau umpan balik. D. Keluarga Besar 1. Definisi Keluarga Besar Menurut Friedman (1992) keluarga besar adalah keluarga inti dan individu lain yang mempunyai hubungan darah. Individu ini memiliki hubungan darah. Individu ini dikenal sebagai “sanak saudara” dan mencakup kakeknenek, bibi, paman, dan sepupu (Bobak.,dkk, 2005). Definisi lain keluarga besar (Extended family) ialah keluarga inti ditambah dengan keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (Sudiharto, 2007). 40 Kemudian Wong 2009), menyebutkan bahwa keluarga besar (Extended family) adalah suatu keluarga atau rumah tangga besar paling tidak terdiri atas satu orang tua, dan satu anak atau lebih anggota keluarga (berasal dari keluarga dekat atau bukan kerabat), bukan hanya terdiri atas orangtua atau anak saja. Hubungan orangtua-anak dan saudara kandung mungkin bersifat biologik, tiri, adopsi atau asuh Definisi lainnya keluarga besar (Extended family) ialah keluarga inti ditambah sanak saudara misalnya nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi, dan sebagainya (Mubarak.,dkk, 2006). Dapat disimpulkan bahwa keluarga besar adalah sekumpulan orang yang memiliki ikatan darah dan kasih yang saling berhubungan antara satu individu dengan individu lainnya. 2. Definisi Dukungan Sosial Keluarga Besar (Extended family) Menurut Caplan (1976) dalam buku Friedman (1998) menerangkan bahwa keluarga memiliki delapan fungsi suportif, termasuk: 41 a. Dukungan informasional : keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia. b. Dukungan penilaian : keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota . c. Dukungan instrumental : keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit. d. Dukungan emosional : keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Selain itu menurut Kane (1988) dalam buku Friedman (1998), mendefinisikan dukungan sosial keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Ketiga dimensi interaksi dukungan sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik); advis/umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi); dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan dalam buku kepercayaan) dalam hubungan sosial. Namun menurut Milardo (1988), Friedman (1998) menyatakan jaringan kerja sosial keluarga merupakan keluarga yang hidup dalam sebuah system 42 interaksi yang rumit dimana mereka menciptakan ikatan dengan berbagai individu, keluarga dan kelompok yang lebih besar. “Keluarga-keluarga sangat dipengaruhi oleh jaringan ikatan ini dan mereka merupakan pelaku-pelaku aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas hubungan personal untuk mencapai keadaan yang pernah berubah” Dari beberapa teori dan definisi para ahli mengenai dukungan sosial dan keluarga besar (Extended family), masing-masing dapat disimpulkan oleh penulis sebagai berikut. a. Dukungan sosial merupakan suatu hubungan interpersonal yang membentuk jaringan sosial akibat adanya rasa kepedulian yang diungkapkan melalui beberapa bentuk perhatian baik secara emosional, penghargaan, informatif ataupun instrumental guna mencapai kualitas kehidupan bersama yang maksimal. b. Keluarga besar adalah sekumpulan orang yang memiliki ikatan darah dan kasih yang saling berhubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga besar (Extended family) adalah suatu 43 hubungan interpersonal yang membentuk jaringan sosial akibat adanya rasa kepedulian antara satu individu dengan individu lainnya yang ditunjukan secara emosional, penghargaan, informatif dan instrumental dari sekumpulan orang yang memiliki ikatan darah dan kasih. 44 E. Kerangka Konseptual Penelitian Konservasi energi klien Konservasi Struktur Integritas Teori Keperawatan Lavine Konservasi Integritas Personal Konservasi Integritas Sosial Dukungan Sosial : 1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Penghargaan 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Informatif Keluarga Besar (Extended family): 1. Kelarga Inti : Suami dan anak (Adopsi, tiri, atau kandung). 2. Ibu 3. Ayah 4. Kakek 5. Nenek 6. Keponakan 7. Sepupu 8. Paman 9. Bibi INDEPENDENT VARIABLE Mobilisasi Dini Ibu Pasca Operasi Seksio Sesarea DEPENDENT VARIABLE 45 F. Hipotesis Berdasarkan landasan teori diatas maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: Ada hubungan antara dukungan sosial keluarga besar (Extended family) dengan mobilisasi dini ibu pasca operasi Seksio Sesarea. Bila hasil dari uji signifikan di dapatkan p < 0,05 maka H 0 ditolak, akan tetapi bila hasil uji signifikan p > 0,05 maka H 0 diterima, dimana H 0 dan H 1 ialah sebagai berikut. H 0 : r = 0 (Tidak ada hubungan antara dukungan sosial keluarga besar (Extended family) dengan mobilisasi ibu pasca operasi Seksio Sesarea di empat rumah sakit di Semarang- Jawa Tengah). H 1 : r ≠ 0 (Ada hubungan antara dukungan sosial keluarga besar (Extended family) dengan mobilisasi dini ibu pasca operasi Seksio Sesarea di empat rumah sakit di Semarang- Jawa Tengah). 46