76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan teori klasik hukum kontrak mulai ditinggalkan dan beralih ke teori modern hukum kontrak, dimana cakupan itikad baiknya tidak hanya diletakkan pada pelaksanaan perjanjiannya saja tetapi sebelum pelaksanaan perjanjiannya pada saat negosiasi juga diletakkan (itikad baik subyektif). Teori inilah yang digunakan oleh hakim di pengadilan negeri Depok pada putusan nomor: 62/Pdt.G/2011/PN.Dpk, karena pihak pengembang (developer) telah menjanjikan beberapa hal yang mengundang ketertarikan pihak konsumen sehingga ingin membeli rumah tersebut tetapi dalam perjalanannya pihak pengembang (developer) merugikan pihak konsumen. Majelis Hakim menghukum pihak pengembang (developer) untuk mengganti kerugian yang nyata (reliance damages) pihak konsumen dan mengharuskan pihak pengembang untuk memperbaiki atau melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab sebagai pengembang (developer). Penggunaan teori modern hukum kontrak mengakibatkan adanya akibat hukum terhadap tidak terlaksananya janji pra kontrak. 77 2. Perlindungan Hukum yang dapat dilakukan terhadap konsumen dapat dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan hukum secara preventif dan represif. Perlindungan hukum secara preventif tersebut yaitu konsumen seharusnya lebih mencermati sendiri atau berkonsultasi kepada lembaga konsumen mengenai apakah janji pra kontrak tersebut telah termuat di dalam perjanjian pendahuluan ataukah tidak, selain itu pihak pengembang (developer) juga melihat ketentuan yang berlaku sehingga tidak terjadi hal-hal tidak diinginkan. Perlindungan hukum preventif lainnya dapat dilakukan dengan cara membuat aturan baru dimana aturan tersebut mengatur secara jelas perlindungan hukum kepada konsumen dan pelaku usaha dengan mengadakan pertemuan untuk membahas secara bersama-sama dan mencapai kesepahaman untuk menghindari adanya hak-hak yang dilanggar oleh salah satu pihak. Perlindungan hukum secara represif dapat dilakukan jika sengketa terjadi pada saat dan/atau setelah berjalannya kegiatan yang dilakukan oleh pengembang (developer), yaitu memberikan somasi kepada pihak pengembang (developer), jika pengembang (developer) mengindahkan somasi tersebut maka, upaya hukum yang dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu, yang pertama dengan cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) atau dapat dikatakan penyelesaian secara damai, yaitu penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku seperti contoh melalui LKY ataupun BPSK, dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase. Cara kedua 78 yaitu dengan cara litigasi ini tertuang pada Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 46 serta Pasal 48 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan ketentuan tersebut setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Terhadap konsumen : a. Pihak konsumen harus memperhatikan dan mencermati janji pra kontrak yang termuat di dalam brosur penawaran dari pihak pengembang (developer) agar terhindar dari kelalaian atau kecurangan yang akan dibuat pihak pengembang (developer) ke tahap selanjutnya, kemudian pihak konsumen perlu lebih aktif untuk menanyakan kepada pihak pengembang (developer) secara detail mengenai hal-hal apa yang tercantum pada brosur penawaran harus dimasukkan kedalam perjanjian jual beli ataupun perjanjian pendahuluan agar pihak konsumen lebih terlindungi. b. Pihak konsumen harus membaca dan memahami aturan-aturan yang mengikat, seperti hak dan kewajiban konsumen yang termuat didalam 79 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor. 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli, sehingga konsumen mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum jika terjadi sengketa diantara para pihak. 2. Terhadap pengembang (developer) : a. Pihak pengembang (developer) harus konsisten terhadap apa-apa yang telah dijanjikannya pada saat memasarkan perumahannya sampai disaat penyusunan kontraknya, jika terdapat perubahan dari brosur penawaran diawal, pihak pengembang (developer) memberitahukan dan meminta persetujuan kepada pihak konsumen sehingga konsumen tidak merasa dirugikan dengan perubahan tersebut. b. Pihak pengembang (developer) harus berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor. 09/KPTS/M/1995 dalam membuat perjanjian pengikatan jual beli rumah dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 80 3. Terhadap Pemerintah : a. Pihak pemerintah harus mengajak pihak konsumen dan pihak pengembang (developer) untuk duduk bersama dan membuat aturan yang jelas tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya sengketa. b. Pihak pemerintah harus menjadi penengah ketika terjadi sengketa diantara kedua belah pihak (BPSK) dan lebih tegas dalam mengambil keputusan yang tepat.