Tesis Dewi Purwanti

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Tinjauan Teori
Hubungan Harga Minyak dan Inflasi
Mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi
dijelaskan oleh Blanchard (2006). Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia
maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan
naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus (persamaan 2.1).
Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan
biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga.
P = ( 1 + µ ) W ………………………………………………………… (2.1)
W = Pe F(u, z) …………………………………………………………… (2.2)
Keterangan : P =
tingkat harga
µ = markup
W
Pe
u
z
=
=
=
=
upah nominal
ekspektasi harga
tingkat pengangguran
variabel lainnya
Kerangka kerja kurva permintaan dan penawaran agregat sangat penting
dalam memengaruhi keseimbangan tingkat output dan inflasi. Secara khusus,
penggunaan kurva permintaan dan penawaran agregat dapat juga untuk
menjelaskan
pengaruh kebijakan ekonomi dan guncangan eksternal terhadap
keseimbangan tingkat output dan harga. Kurva permintaan agregat adalah kurva
yang mewakili sisi permintaan yang menggambarkan bagaimana pengaruh dari
harga terhadap output. Sementara, kurva penawaran agregat adalah kurva yang
menggambarkan pengaruh dari output terhadap tingkat harga (Blanchard, 2006).
Persamaan untuk penawaran agregat adalah:
 Y 
P = P e (1 + µ ) F 1 − , z  ……………………………………………..… (2.3)
L 

Keterangan : P =
Pe =
W =
µ =
u =
z =
tingkat harga
ekspektasi harga
upah nominal
markup
tingkat pengangguran
variabel lainnya
18
Dari persamaan (2.3) secara eksplisit dapat dilihat bahwa variabel-variabel
yang dapat memengaruhi tingkat harga adalah ekspektasi harga, markup dan
output. Perubahan ekspektasi harga dan pertumbuhan output akan memengaruhi
harga melalui peningkatan upah nominal sehingga tentu saja adanya kenaikan
upah nominal akan mendorong terjadinya kenaikan harga. Disamping upah
nominal, markup juga merupakan variabel yang memengaruhi harga secara
langsung, dengan demikian, jika perusahaan menaikkan markup, maka harga akan
ikut naik.
Kurva permintaan agregat menunjukkan kombinasi dari tingkat harga dan
tingkat output dimana pasar barang dan pasar uang secara simultan dalam
keseimbangan. Dalam perekonomian terbuka, kurva permintaan ditentukan oleh
posisi keseimbangan di pasar barang (IS), keseimbangan di pasar uang (LM), dan
pasar internasional melalui balance of payment (BoP). Dengan adanya variabel
kebijakan moneter dan fiskal maka jika terjadi kenaikan tingkat harga akan
menyebabkan penurunan real money stock yang dapat menurunkan output.
Tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya
akan menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, konsumsi minyak yang tinggi
diperkirakan akan menyebabkan inflasi. Inflasi ini termasuk demand pull inflation
yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat
terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Akibatnya, akan
menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi
excess demand, yang merupakan inflationary gap. Dalam konteks makroekonomi,
kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau
permintaan
total
(agregate
demand)
lebih
besar
dari
pada
kapasitas
perekonomian. Dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang
biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi
bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment.
Pengertian kenaikkan permintaan agregat seringkali ditafsirkan berbeda
oleh para ahli ekonomi. Pergeseran kurva permintaan agregat yang disebabkan
adanya kebijakan moneter dan fiskal adalah berdasarkan model Keynesian.
Sedangkan pergeseran kurva permintaan agregat yang disebabkan oleh faktor
19
moneter yaitu perubahan uang beredar adalah berdasarkan model klasik. Dengan
kata lain, golongan moneterist menganggap permintaan agregat mengalami
kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Sedangkan, menurut golongan Keynesian, kenaikkan permintaan agregat dapat
disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, atau ekspor bersih, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang
beredar.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Sementara itu, faktor ekspektasi
inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam
menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya.
Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward
looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen
dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran,
natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun
ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung
kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya
keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian
halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang
meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong
peningkatan permintaan.
Kenaikan harga minyak dunia dapat memicu terjadinya inflasi. Inflasi
yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri
(di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang
bersangkutan) merupakan salah satu jenis inflasi menurut asalnya yaitu imported
inflation. Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem
perekonomian terbuka (open economy system). Inflasi ini dapat ‘menular’ baik
melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor. Terlepas
dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang
terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang
disebabkan oleh satu jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa
jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-
20
pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang independen dalam
suatu sistem perekonomian negara. Sebagai contoh, imported inflation seringkali
diikuti oleh cost push inflation, domestik inflation diikuti dengan demand pull
inflation, dsb.
Cost push inflation yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya kurva
penawaran agregat ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva
penawaran agregat bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor
produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar
faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar
komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh
kelesuan usaha. Selain itu, faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat
disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negaranegara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah
(administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan
terganggunya distribusi.
Selain itu, hubungan harga minyak dan inflasi dapat dijelaskan dengan
kurva Phillips. Mankiw (2007) menyatakan bahwa kurva Phillips dalam bentuk
modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan yaitu
inflasi yang diharapkan, pengangguran siklis, dan guncangan penawaran.
Koefisien β menggambarkan efek pengangguran terhadap inflasi dengan asumsi
inflasi yang diharapkan konstan. Ketika pengangguran di atas tingkat alamiahnya
maka inflasi lebih rendah daripada inflasi yang diharapkan. Sebaliknya, ketika
pengangguran di bawah tingkat alamiahnya maka inflasi lebih tinggi daripada
inflasi yang diharapkan.
…………..………………………….….… (2.4)
Dimana:
π
= Inflasi
πe
= Inflasi yang diharapkan
= Pengangguran siklis (penyimpangan pengangguran dari tingkat
alamiah)
ν
= Guncangan Penawaran
21
Guncangan penawaran yang memperburuk seperti kenaikan harga minyak
dunia menunjukkan nilai positif pada v dan menyebabkan kenaikan inflasi. Ini
juga disebut inflasi dorongan biaya (cosh push inflation) karena guncangan
penawaran yang memperburuk adalah peristiwa-peritiwa tipikal yang mendorong
ke atas biaya produksi. Sebaliknya, guncangan penawaran yang bermanfaat,
seperti persediaan minyak yang melimpah yang menyebabkan turunnya harga
minyak, membuat v negatif dan menyebabkan turunnya inflasi.
Menurut Mankiw (2007), guncangan pada penawaran agregat dapat
menyebabkan fluktuasi ekonomi. Guncangan penawaran adalah guncangan pada
perekonomian yang bisa mengubah biaya produksi barang serta jasa yang
memengaruhi harga yang dibebankan perusahaan kepada konsumen. Guncangan
penawaran kadang-kadang disebut guncangan harga karena memiliki dampak
yang langsung terhadap tingkat harga. Contoh dari guncangan harga antara lain
organisasi kartel minyak internasional. Dalam membatasi persaingan, produsen
minyak utama bisa meningkatkan harga minyak dunia. Peristiwa tersebut
merupakan guncangan penawaran yang memperburuk (adverse supply shock)
yang berarti meningkatkan biaya dan harga. Sebaliknya, guncangan penawaran
yang menguntungkan antara lain bubarnya kartel minyak internasional yang
berarti mengurangi biaya dan harga. Peningkatan harga minyak pada jangka
pendek menyebabkan penurunan output dan peningkatan tingkat harga. Sepanjang
waktu, output turun makin jauh dan tingkat harga meningkat lebih tinggi.
Menghadapi
guncangan
penawaran
yang
memperburuk,
pembuat
kebijakan yang mengendalikan permintaan agregat, seperti bank sentral, memiliki
pilihan sulit di antara dua pilihan. Pilihan pertama adalah mempertahankan
permintaan agregat konstan yang menyebabkan output dan kesempatan kerja lebih
rendah dari tingkat alamiah dan terjadi stagflasi (kombinasi dari kenaikan harga
dan penurunan output). Secara bertahap harga akan turun untuk mencapai full
employment pada tingkat harga lama. Tetapi akibat dari proses ini adalah resesi
yang parah. Pilihan kedua adalah memperluas permintaan agregat untuk
membawa perekonomian ke arah tingkat alami secara lebih tepat. Dalam hal ini
Bank Sentral dikatakan mengakomodasi guncangan penawaran. Hal ini
menyebabkan tingkat harga secara permanen lebih tinggi. Dan tidak ada jalan
22
untuk menyesuaikan permintaan agregat baik untuk mempertahankan full
employment maupun mempertahankan tingkat harga yang stabil (Gambar 13).
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 13. Mengakomodasi Guncangan Penawaran yang Memperburuk
2.1.2 Hubungan Harga Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi
Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan
merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik. Peningkatan pada
tingkat harga menyebabkan kurva AS bergeser ke atas. Sepanjang waktu, output
turun makin jauh dan tingkat harga meningkat lebih tinggi. Dalam jangka pendek,
kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan tingkat harga,
harga, sehingga
menurunkan stok uang riil yang mengarah pada penurunan permintaan dan output.
Dalam jangka menengah, kenaikan harga minyak menyebabkan penurunan upah
riil yang dibayar oleh perusahaan sehingga meningkatkan tingkat pengangguran
alamiah dan selanjutnya menurunkan tngkat output alamiahnya.
Peningkatan harga minyak dunia juga akan menyebabkan peningkatan
pada harga barang-barang domestik karena sebagian besar perusahaan di dalam
negeri masih menggunakan minyak sebagai bahan baku untuk produksi.
Peningkatan harga barang domestik ini akan menyebabkan nilai tukar riil
domestik terhadap dolar Amerika mengalami depresiasi (melemah). Nilai mata
uang domestik yang terdepresiasi dapat meningkatkan daya saing barang
domestik karena harga barang domestik menjadi
menjadi lebih murah dibanding dengan
harga barang luar negeri. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap barang
domestik akan mengalami peningkatan. Selain itu, nilai tukar yang terdepresiasi
akan menyebabkan surplus pada neraca perdagangan (trade balance) karena
23
peningkatan ekspor bersih. Pada akhirnya, peningkatan ekspor akan menyebabkan
peningkatan pada output (PDB).
Harga minyak yang tinggi dapat menyebabkan perusahaan mengubah
rencana investasi, membatalkan beberapa proyek investasi, atau mengganti
peralatan dengan penggunaan energi yang lebih sedikit. Peningkatan harga
minyak juga membagi pendapatan dari konsumen minyak ke produsen minyak.
Produsen minyak mungkin membelanjakan lebih sedikit daripada konsumen
minyak yang kemudian menyebabkan penurunan dalam permintaan konsumsi.
Sebaliknya, konsumen minyak mungkin membelanjakan lebih banyak daripada
produsen minyak yang kemudian menyebabkan peningkatan dalam permintaan
konsumsi. Karena beberapa efek menggeser kurva permintaan agregat ke kanan
dan lainnya menggeser kurva permintaan agregat ke kiri maka efeknya saling
meniadakan dan permintaan agregat tidak bergeser (tetap). Dengan permintaan
agregat konstan, dalam jangka pendek, hanya kurva penawaran agregat yang
Tingka Harga (P)
bergeser seperti terlihat pada Gambar 14.
AS”
AS’
AS
P’
A’’
A’
A
P
AD
Y’n
Y’
Yn
Output (Y)
Sumber: Blanchard, 2006
Gambar 14. Efek Dinamis Peningkatan Harga Minyak
Perekonomian bergerak sepanjang kurva AD dari A ke A’ dan output
turun dari Y ke Y’. Kenaikan harga minyak menyebabkan perusahaan
meningkatkan harganya. Peningkatan tingkat harga ini selanjutnya menyebabkan
penurunan permintaan dan output. Meskipun output jatuh, tingkat output alamiah
juga makin jatuh. Di titik A’, output Y’ masih di atas tingkat output alamiah baru
Y’n sehingga kurva penawaran agregat terus bergeser ke atas. Perekonomian
bergerak terus sepanjang kurva AD dari A’ ke A”. Pada titik A”, output sama
24
dengan tingkat output alamiah baru yang lebih rendah Y’n dan tingkat harga lebih
tinggi daripada sebelum terjadi guncangan harga minyak. Pergeseran penawaran
agregat memengaruhi output tidak hanya pada jangka pendek tapi juga pada
jangka menengah.
Jika permintaan agregat tidak konstan, maka seberapa besar penurunan
atau peningkatan output tergantung dari seberapa besar guncangan harga minyak
yang menggeser kurva penawaran agregat dan seberapa jauh kebijakan fiskal dan
moneter menggeser kurva permintaan agregat. Mekanisme transmisi yang
diperlihatkan oleh Gambar 13 juga merupakan salah satu jenis inflasi karena
dorongan biaya (cost push inflation).
2.1.3 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Mankiw (2007) menjelaskan hubungan transaksi dan uang atau
pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam persamaan kuantitas (quantity equation).
Teori kuantitas uang adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi,
tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli
ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum
moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang
beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik
uang kartal maupun giral.
2. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan
oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
mendatang.
Teori kuantitas uang (quantity theory of money) menunjukkan hubungan
antara transaksi dan uang melalui persamaan kuantitas (quantity equation):
MV = PT …………………………….…………………………….…. (2.5)
Keterangan:
M
= Jumlah Uang Beredar (money supply)
V
= Perputaran uang transaksi (transaction velocity of money)
P
= Tingkat harga dari suatu transaksi
T
= total transaksi selama periode waktu tertentu
25
Persamaan ini berguna karena menunjukkan bahwa jika satu dari variabelvariabel itu berubah maka satu atau lebih variabel lainnya juga harus berubah
untuk menjaga kesamaan. Misalnya jika jumlah uang beredar (M) meningkat dan
perputaran uang (V) tidak berubah maka baik harga atau jumlah transaksi harus
meningkat.
Dalam kenyataannya, persamaan di atas mengandung masalah yaitu
karena jumlah transaksi sulit diukur. Untuk memecahkan masalah ini maka
jumlah transaksi (T) diganti dengan output total dalam perekonomian (Y).
transaksi dan output sangat berkaitan karena semakin banyak perekonomian
berproduksi maka semakin banyak barang dibeli dan dijual. Namun demikian
kedua variabel tersebut tidak sama. Tetapi nilai uang dari transaksi proporsional
terhadap nilai uang dari output. Jika Y menyatakan jumlah output dan P
menyatakan harga satu unit output maka nilai uang dari output adalah PY.
Sehingga persamaan kuantitas menjadi:
MV = PY …………………………...……….………………..……… (2.6)
Karena Y juga merupakan pendapatan total maka V dalam persamaan
kuantitas ini disebut perputaran pendapatan uang (income velocity of money).
Perputaran pendapatan uang menyatakan berapa kali uang masuk ke dalam
pendapatan seseorang dalam periode waktu tertentu.
Teori uang, harga dan inflasi menjelaskan apa yang menentukan seluruh
tingkat harga perekonomian. Teori tersebut memiliki tiga unsur yaitu:
1. Faktor-faktor produksi dan fungsi produksi menentukan tingkat output Y
2. Jumlah Uang beredar (M) menentukan nilai output nominal (PY). Hal ini
berdasarkan persamaan kuantitas dengan asumsi perputaran uang adalah tetap.
3. Tingkat harga P adalah rasio dari nilai output nominal (PY) terhadap tingkat
output (Y).
Karena tingkat inflasi adalah perubahan persentase dalam tingkat harga,
teori tingkat harga ini juga merupakan teori tingkat inflasi. Sehingga persamaan
kuantitas ditulis dalam bentuk perubahan persentase, yaitu:
∆%M + ∆%V = ∆%P + ∆%Y …………………………………….….. (2.7)
26
Perubahan persentase dalam kuantitas uang M berada di bawah
pengawasan
bank
sentral.
Perubahan
persentase
dalam
perputaran
V
mencerminkan pergeseran dalam permintaan uang dan jika perputaran
diasumsikan konstan maka perubahan persentase dalam perputaran adalah nol.
Perubahan persentase dalam tingkat harga P adalah tingkat inflasi. Perubahan
persentase dalam output Y bergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi
dan kemajuan teknologi (given). Pada akhirnya analisis ini menyatakan bahwa
pertumbuhan jumlah uang beredar menentukan tingkat inflasi. Jadi, teori kuantitas
uang menyatakan bahwa bank sentral (yang mengawasi jumlah uang beredar)
memiliki kendali tertinggi atas inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah
uang beredar tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral
meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat, tingkat harga akan meningkat
dengan cepat (Mankiw, 2007).
M juga bisa disebut agregat moneter, V adalah kecepatan dari agregat
moneter, P adalah tingkat harga agregat, dan Y adalah PDB riil. Kecepatan
agregat moneter biasanya direpresentasikan sebagai fungsi dari suku bunga karena
permintaan uang sensitif terhadap opportunity cost terhadap biaya memegang
uang. Harga energi merupakan salah satu komponen dalam perhitungan tingkat
harga agregat sehingga perubahan harga energi dapat memengaruhi tingkat harga
agregat secara langsung. Namun demikian, cara langsung ini tidak dapat
menghasilkan perubahan yang permanen pada tingkat harga agregat. Dalam
persamaan kuantitas uang, perubahan harga energi tidak bisa berdampak secara
permanen terhadap tingkat harga kecuali PDB, monetery agregat atau
kecepatannya diubah.
Perubahan harga energi dapat berdampak permanen terhadap tingkat harga
agregat
dengan
cara
mengubah
PDB
riil.
Peningkatan
harga
energi
mengindikasikan peningkatan kelangkaan input produksi ini dan mengurangi PDB
riil. Netralitas uang menyatakan jika salah satu di antara M, V, atau PDB
dianggap konstan, perubahan PDB riil akan memengaruhi tingkat harga agregat.
Penurunan PDB riil akan meningkatkan tingkat harga agregat dengan persentase
yang sama.
27
Dalam kasus kenaikan harga minyak, maka dalam jangka pendek,
kenaikan harga minyak akan mendorong kenaikan pada tingkat harga. Selanjutnya
kenaikan tingkat harga akan menurunkan stok uang riil yang menyebabkan
penurunan permintaan dan output. Hubungan antara stok uang riil dan output
dapat dijelaskan melalui persamaan permintaan agregat, dengan mengabaikan
faktor-faktor lainnya. Permintaan barang dalam hal ini output proporsional
terhadap stok uang riil. Mekanisme dalam model IS-LM yaitu penurunan stok
uang riil menyebabkan peningkatan suku bunga, peningkatan suku bunga
menyebabkan penurunan pada permintaan barang dan selanjutnya menurunkan
output.
……………………………………..……………….……… (2.8)
2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu
Dampak kenaikan harga minyak terhadap inflasi dan pertumbuhan
ekonomi pada awal tahun 2000-an berbeda dengan yang terjadi pada tahun 1970an. Pada tahun 1970-an, kenaikan harga minyak menyebabkan inflasi tinggi,
resesi, produktivitas rendah, dan tingkat pertumbuhan rendah atau negatif.
Kenaikan harga minyak pada awal tahun 2000-an menyebabkan peningkatan
infasi namun relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1970-an dan
pertumbuhan ekonomi dunia tetap kuat. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
Unalmis et al. (2009).
Mulai tahun 1970-an, guncangan harga minyak dunia telah memberi
kontribusi terhadap resesi global selama tiga puluh tahun terakhir. Hamilton
(1983) menyimpulkan bahwa hampir semua resesi di Amerika Serikat sejak akhir
perang dunia kedua diawali dengan kenaikan harga minyak dunia yang tinggi.
Secara historis, gangguan di pasar minyak mengakibatkan distorsi ekonomi baik
di negara industri maupun negara-negara berkembang. Sejak tahun 1972, akibat
dari harga minyak yang tinggi telah terkait dengan resesi, inflasi tinggi,
pertumbuhan ekonomi rendah dan produktivitas rendah. Peningkatan harga
minyak mendorong resesi di Amerika Serikat. Penelitian lain menunjukkan bahwa
harga minyak yang tinggi terkait dengan tingkat inflasi yang tinggi di Amerika
Serikat, Jepang dan Eropa (Leblanc and Chinn, 2004). Pada tahun 2000-an,
28
dampak kenaikan harga minyak menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian
Limin et al. (2010) dan Apriani (2007) menyimpulkan bahwa kenaikan harga
minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China dan Indonesia.
2.2.1 Harga Minyak dan Inflasi
Penelitian yang dilakukan Aisen dan Veiga (2003 dan 2005) menunjukkan
bahwa perubahan tahunan harga minyak mempunyai tanda yang positif seperti
yang diharapkan dan secara statistik signifikan memengaruhi inflasi. Selain itu,
perdagangan luar negeri yang merupakan persentase PDB mempunyai koefisien
yang positif yang menunjukkan bahwa semakin besar derajat keterbukaan
terhadap perdagangan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi. Sehubungan dengan
kinerja ekonomi, hasilnya seperti yang diharapkan: pertumbuhan PDB riil, nilai
tukar efektif riil mempunyai tanda yang negatif. Hal ini sesuai dengan intuisi
bahwa inflasi berhubungan dengan pertumbuhan yang rendah dan undervalued
nilai mata uang. Overvaluation riil dari mata uang menurunkan inflasi. Efek
marjinal dari pertumbuhan PDB riil per kapita dan tingkat U.S. Treasury Bill lebih
tinggi: bila tingkat U.S. Treasury Bill naik satu persen, tingkat inflasi meningkat
sekitar tiga persen, dan ketika tingkat pertumbuhan PDB per kapita riil naik satu
titik lebih tinggi, inflasi turun minimal dua persen.
Apriani (2007) melakukan penelitian mengenai dampak guncangan harga
minyak dunia terhadap inflasi dan output di Indonesia. Hasil analisis dengan
menggunakan metode VAR selama periode 1990-2006 menunjukkan hasil bahwa
dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi, output, nilai tukar riil,
dan jumlah uang beredar adalah positif.
Olomola dan Adejumo (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh
guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi, output, nilai tukar riil, dan jumlah
uang beredar di Nigeria dengan menggunakan metode vector autoregression
(VAR). Penelitian ini menggunakan data kuartalan dari tahun 1970 sampai
dengan 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan harga minyak
dunia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar riil namun tidak
memengaruhi output dan inflasi di Nigeria. Selain itu, ditemukan bahwa kenaikan
harga minyak dunia meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan
29
karena nilai tukar riil di Nigeria mengalami apresiasi yang berdampak pada sektor
perdagangan.
Dengan menggunakan periode waktu yang lebih panjang dan Negara yang
berbeda, Al-Salman et al. (2008) menganalisis dampak jangka pendek dari
perubahan harga minyak terhadap siklus bisnis dari Negara G-7 dengan hanya
menggunakan analisis uji kointegrasi dan uji Granger Causality. Data yang
digunakan adalah data kuartalan meliputi periode 1970:1–2006:4. Dalam studi ini
ditemukan beberapa fakta sebagai berikut terdapat netralitas jangka pendek GDP
riil terhadap perubahan harga minyak di Italia, Jepang, dan Inggris. Namun
demikian, minyak berdampak nyata terhadap perekonomian Negara G-7 lainnya,
khususnya Jerman dan Perancis. Di lain pihak, perubahan kebijakan pemerintah
telah memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh tingginya harga
minyak di Jepang, Italia, dan Perancis. Selain itu, karakteristik perekonomian AS,
Inggris, Jerman dan Kanada telah membentuk peran pengaruh minyak pada siklus
bisnis mereka. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa ada pengaruh waktu
perubahan harga minyak pada siklus bisnis di beberapa perekonomian G-7.
Sato et al. (2009) melakukan studi “Identifying Shocks in Regionally
Integrated East Asian Economies with Structural VAR and Block Exogeneity”.
Dalam studi ini ditemukan bahwa guncangan harga minyak dunia semakin
penting dalam memengaruhi stabilitas pertumbuhan output riil di Asia Timur,
terutama dalam perekonomian Cina, Hong Kong, Singapura dan Thailand. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan ketergantungan pada pasokan minyak dunia
yang terkait dengan terjadinya industrialisasi di negara-negara tersebut. Hasil dari
dekomposisi varian dari inflasi menunjukkan bahwa guncangan harga minyak
dunia merupakan sumber penting dari fluktuasi harga di sebagian besar
perekonomian, diikuti oleh shock Amerika Serikat. Pengaruh Cina pada tingkat
harga dalam negeri adalah persisten, dan sebagian besar dicatat di Hong Kong,
yang merupakan cerminan dari tingkat integrasi ekonomi yang tinggi di antara
kedua perekonomian.
30
2.2.2 Harga Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi
Penelitian Limin et al. (2010) menyimpulkan bahwa kenaikan harga
minyak berhubungan positif dengan output dan inflasi di China sementara
penelitian Apriani (2007) juga menghasilkan kesimpulan yang sama hanya beda
objek penelitian yaitu di Indonesia.
2.2.3 Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Hasil penelitian Fisher et al. (2002)menyimpulkan bahwa: (i) inflasi yang
lebih tinggi cenderung lebih tidak stabil, (ii) di negara-negara dengan inflasi
tinggi, terdapat hubungan yang kuat antara keseimbangan fiskal dan seigniorage
baik
dalam
jangka
pendek
dan
jangka
panjang;
(iii)
inflasi inersia
menurun seiring dengan meningkatnya rata-rata inflasi; (iv) inflasi tinggi terkait
dengan kinerja makroekonomi yang buruk. Hasil penelitian Edison (2002)
menyimpulkan bahwa inflasi yang tinggi berhubungan negatif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian Arai et al. (2002) menunjukkan bahwa tidak ada bukti
yang mendukung pandangan bahwa inflasi pada umumnya berbahaya terhadap
pertumbuhan PDB. Di sisi lain, ada korelasi negatif antara inflasi intra-negara dan
pertumbuhan selama periode yang diteliti yang disebabkan oleh guncangan harga
minyak yang positif. Sedangkan Aisen dan Veiga (2010) menganalisis dampak
ketidakstabilan politik terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
System-GMM estimator untuk model data panel dinamis. Hasilnya menunjukkan
bahwa inflasi yang tinggi menghasilkan efek pertumbuhan yang negatif dan
secara statistik signifikan.
31
Tabel 3. Rekapitulasi Penelitian-penelitian Terdahulu Lainnya
No.
1.
2.
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
Variabel
Crude Oil and Stock
Markets: Stability,
Instability, and
Bubbles
J. Isaac
Millera and
Ronald A.
Ratti (2009)
Department of
Economics,
University of
Missouri
a cointegrated
vector error
correction
model with
additional
regressors
•
The Effect of Oil
Price Shocks on the
Czech Economy
Kamil
Dybczak,
David Voňka,
Nico van der
Windt (2008)
CNB Working
Paper Series
CGE
Table IO
•
Harga minyak
mentah dunia
Pasar saham
internasional
Hasil
Indeks pasar saham saham merespon negatif
terhadap kenaikan harga minyak dalam jangka
panjang
o Kenaikan harga minyak CzechK 20 persen
menyebabkan:
o Penurunan tingkat GDP 1,5 persen (jangka
pendek) dan 0,8 persen (jangka panjang)
o Penurunan pertumbuhan GDP tahunan jangka
pendek sebesar 0,3 pp
o Inflasi sekitar 0,4 pp per tahun (jangka
pendek)
3.
On The Influence Of
Oil Prices On Stock
Markets: Evidence
From Panel Analysis
In GCC Countries
Mohamed El
Hedi Arouri
and
Christophe
Rault (2010)
Economic
Research
Forum (ERF)
Teknik
kointegrasi
panel
bootstrap dan
metode
seemingly
unrelated
regression
(SUR)
•
•
Harga minyak
Pasar saham Negaranegara Teluk/Gulf
Corporation
Countries (GCC)
o Terdapat bukti adanya kointegrasi antara
harga minyak dan pasar saham
di negara-negara GCC
o Hasil SUR menunjukkan bahwa kenaikan
harga minyak memiliki dampak positif pada
harga saham, kecuali di Arab Saudi
32
No.
4.
5.
Judul
Peneliti
Penerbit
Metode
The Macroeconomic
Effects Of Oil Price
Shocks:
Why Are The 2000s
So Different From
The 1970s?
Olivier J.
Blanchard and
Jordi Galí
(2007)
Center for
Energy and
Environmental
Policy
Research
VAR
The Effects of
Uncertainty about Oil
Prices in G-7
Don Bredin,
John Elder,
Stilianos
Fountas
UCD Geary
Institute
Discussion
Paper Series
a structural
VAR modified
to
accommodate
multivariate
GARCH in
mean
Variabel
•
•
•
•
•
•
Harga minyak
nominal (dollars)
Inflasi (IHK, PDB
deflator, upah)
Kuantitas (PDB dan
tenaga kerja)
Hasil
o Efek guncangan harga minyak telah berubah
dari waktu ke waktu, dengan efek yang makin
kecil terhadap harga dan upah, serta pada
output dan kesempatan kerja.
o Respon dari inflasi yang diharapkan terhadap
guncangan minyak telah menurun secara
substansial seiring waktu.
o Ketidakpastian harga minyak telah
CPI, Industrial
memberikan pengaruh negatif dan signifikan
Production, harga
terhadap produksi industri di empat dari
minyak (dalam mata
negara-negara G-7 (Kanada, Perancis, Inggris
uang domestik)
dan Amerika Serikat)
Suku bunga domestik
o Analisis Impulse-respons menunjukkan bahwa
jangka pendek
dalam jangka-pendek baik guncangan minyak
Urutan: Inflasi,
positif dan negatif dapat berkontraksi. Hasil ini
tingkat pertumbuhan
membantu menjelaskan mengapa jatuhnya
produksi industri,
harga minyak secara mendadak pada
tingkat pertumbuhan
pertengahan tahun 1980-an gagal
harga minyak dan
menghasilkan ekspansi yang cepat di G-7, dan
suku bunga
mengapa harga minyak terus meningkat dari
tahun 2003-2007 tidak menginduksi resesi.
33
No.
6.
Judul
Do oil price shocks
matter? Evidence for
some European
countries
Peneliti
Penerbit
Cuñado,
University of
Juncal &
Navarra
Pérez de
Gracia,
Fernando (Dec
2000)
Metode
Granger
causality,
VAR,
Trivariate
VAR Model
Variabel
•
•
•
Harga minyak
Consumer Price
Indexes (CPI)
Industrial Production
Indexes (IPI)
Hasil
o Harga minyak memiliki efek permanen
terhadap inflasi dan berdampak jangka
pendek tetapi asimetris terhadap tingkat
pertumbuhan produksi
o Perubahan harga minyak berdampak terhadap
tingkat pertumbuhan IPI
o Adanya efek asimetris dalam dampak
kenaikan harga minyak pada kegiatan
ekonomi. Faktanya, jika harga minyak
meningkat memiliki efek negatif dan
signifikan terhadap tingkat pertumbuhan IPI,
namun hasil sebaliknya tidak berlaku untuk
penurunan harga minyak.
o Harga minyak memengaruhi kegiatan
ekonomi bahkan ketika tingkat inflasi
dimasukkan ke dalam regresi.
34
2.3. Kerangka Pemikiran
Harga energi dunia, terutama yang berbasis fosil seperti minyak bumi
terus bergejolak dan cenderung menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan
dalam beberapa tahun terakhir. Gejolak harga energi dunia ini tentunya akan
berimbas pada aktivitas perekonomian hampir di seluruh negara di dunia tak
terkecuali negara-negara ASEAN+3 yang dikaji dalam penelitian ini. Peranan
energi yang cukup besar di wilayah ASEAN+3 membuat perekonomian negaranegara tersebut menjadi cukup sensitif terhadap gejolak harga energi dunia yang
tentunya akan berimbas pada gejolak harga energi dalam negeri dan pada
gilirannya memengaruhi kinerja perekonomian di negara-negara tersebut.
Guncangan harga minyak dunia memberikan dampak besar pada kondisi
makroekonomi khususnya negara-negara ASEAN+3 yang umumnya merupakan
negara pengimpor minyak. Dampak tersebut antara lain pengurangan subsidi
terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pada akhirnya menimbulkan
peningkatan harga-harga komoditi lain. Selain itu, kenaikan harga minyak dunia
berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap
sehingga kesejahteraan masyarakat sulit dicapai. Dalam penelitian ini, kenaikan
harga minyak dunia akan menyebabkan peningkatan inflasi dan penurunan output.
Hubungan antara harga minyak dunia dengan tingkat inflasi adalah positif.
Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon
dengan menaikkan markup. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak
menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk
meningkatkan harga. Kenaikan harga minyak dunia sebagai guncangan
penawaran yang memperburuk (adverse supply shock) akan menyebabkan
kenaikan biaya dan harga umum.
Hubungan antara harga minyak dunia dengan pertumbuhan ekonomi
adalah negatif. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan
merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik. Peningkatan pada
tingkat harga menyebabkan kurva AS bergeser ke atas. Sepanjang waktu, output
turun makin jauh dan tingkat harga meningkat lebih tinggi. Dalam jangka pendek,
kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan tingkat harga, sehingga
35
menurunkan penawaran uang riil yang mengarah pada penurunan permintaan dan
output. Dalam jangka menengah, kenaikan harga minyak menyebabkan
penurunan upah riil yang dibayar oleh perusahaan sehingga meningkatkan tingkat
pengangguran alamiah dan selanjutnya menurunkan tingkat output alamiahnya.
Fluktuasi
Harga
Energi
Dunia
Tingginya
Konsumsi
Energi
Dunia
Permasalahan Energi Dunia
Aktivitas Perekonomian Dunia
ASEAN+3
Aktivitas Perekonomian Negara-negara ASEAN+3
Fluktuasi
Harga
Minyak
Inflasi
Tahun Sebelumnya
Konsumsi
Minyak
ASEAN+3
Pertumbuhan Ekonomi
Tahun Sebelumnya
Suku Bunga
Pendidikan
Keterbukaan
Perdagangan
INFLASI
OUTPUT
Implikasi Kebijakan
Gambar 15. Kerangka Pemikiran
36
Inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap inflasi. Peningkatan pada
tingkat harga menyebabkan kurva AS bergeser ke atas. Jika permintaan agregat
dipertahankan konstan maka peningkatan harga minyak pada jangka pendek
menyebabkan penurunan output. Selain itu, kenaikan tingkat harga akan
menurunkan stok uang riil yang menyebabkan penurunan permintaan dan
output.
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Guncangan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap inflasi dan
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara
ASEAN+3.
2. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif terhadap inflasi di negara-negara ASEAN+3.
3. Inflasi tahun sebelumnya akan berpengaruh positif terhadap inflasi di negaranegara ASEAN+3 serta pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya akan
berpengaruh
ASEAN+3.
positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
negara-negara
Download