BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik statis maupun dinamis tubuh ketika di tempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak. Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis (Abrahamova & Hlavacka, 2008). Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah. Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki, menggunakan papan keseimbangan. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana (COG) selalu berubah, contoh saat berjalan. Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari system somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, Cerebellum, area assosiasi (Batson, 2009). Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi. Statis Equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas balance board. Dinamik Equilibrium adalah kemampuan tubuh untuk 9 10 mempertahankan posis pada waktu bergerak. keseimbangan bukanlah kualitas yang terisolasi, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan yang merupakan kehidupan kegiatan normal sehari-hari (Huxham et al., 2001). 2.2 Fisiologi Keseimbangan Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah proprioception yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al., 2006). Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan keseimbangan pada atlet membantu mereka untuk mencapai kinerja atletik yang unggul (Riemann et al., 2002a). Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor. Meliputi integrasi sensorik, motorik, mempertahankan dan komponen homeostasis bersama pengolahan selama yang tubuh terlibat dalam bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan geometri tulang yang terlibat 11 dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptors sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Riemann et al., 2002b). Mereka yang bertanggung jawab untuk proprioception umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Riemann et al., 2002a). Empat jenis utama dari mechanoreceptors yang membantu dalam proprioception yaitu, termasuk reseptor Ruffini, reseptor Pacinian, Golgi-tendonorgan (GTO), dan muscle spindle. Ruffini dan Pacinian reseptor berhubungan dengan sensasi sentuhan dan tekanan pada umumnya terletak di kulit (Shier et al., 2004). Reseptor Ruffini dianggap sebagai reseptor statis dan dinamis berdasarkan ambang rendahnya, reseptor ini lambat-mengadaptasi karakteristik. Melalui perubahan impuls tekanan terjadi perubahan tarik statis dan dinamis pada kulit dan sangat sensitif terhadap peregangan (Rieman et al., 2002a). Reseptor Pacinian, agak cepat beradaptasi, namun reseptor dengan ambang batas rendah yang dianggap reseptor lebih dinamis (Rieman et al., 2002a). Sementara juga sensor tekanan, reseptor Pacinian mendeteksi tekanan berat dan mengenali perubahan percepatan dan perlambatan gerak (Shier et al., 2004). Golgi tendon Organ dan muscle spindle mempunyai yang lebih besar untuk mengetahui posisi sendi selama gerak. Pertama GTOs berada di persimpangan musculotendinous dan bertanggung jawab untuk memantau kekuatan kontraksi otot untuk mencegah otot dari kelebihan beban (Brown et al., 2006). Terhubung ke satu set serat otot 12 dan diinervasi oleh neuron sensorik, GTOs memiliki ambang batas yang tinggi dan dirangsang oleh ketegangan otot yang meningkat. Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh system indera yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu system mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance), system indera yang mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular, dan somatosensoris (tactile & proprioceptive). Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan (Sumber : Vestibular disorders association, www.vestibular.org page 2 of 5) 2.2.1 Sistem Vestibular Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan gerak bola mata. Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala. Sebuah cairan yang disebut endolymph mengalir melalui tiga kanal telinga bagian dalam sebagai reseptor saat kepala bergerak miring dan bergeser. Gangguan fungsi vestibular dapat 13 menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan. Alergi makanan, Dehidrasi, dan trauma kepala / leher dapat menyebabkan disfungsi vestibular. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. kemudian pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri. Gambar 2.2 Sistem Vestibular (Sumber : Ensiklopedia Britannica, 1997) Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, formasi (gabungan reticular), dan cerebelum. Hasil dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Watson et al., 2008). 14 2.2.2 Sistem Visual Sistem visual (penglihatan) yaitu mata mempunyai tugas penting bagi kehidupan manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya. Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan sehingga system visual langsung memberikan informasi ke otak, kemudian otak memerikan informasi agar system musculoskeletal (otot & tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Pada gambar dibawah ini kita dapat melihat system visualisasi pada tubuh manusia (Prasad et al., 2011). Gambar 2.3 Sistem Visual (Sumber : Prasad And Galleta, 2011) 15 2.2.3 Sistem Somatosensori (Tactile & Proprioceptive). Sistem Somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling berhubungan satu sama lainnya yang mana Sistem Somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu : primer, sekunder dan tersier (Pertama, Kedua, dan Ketiga). a. Primer Neuron (Pertama) memiliki badan sel pada dorsal root ganglion didalam saraf spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher), dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf trigeminal atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya). b. Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di medulla spinalis dan brain stem dan meiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi berlawan di medulla spinalis dan brain stem, (Akson dari banyak neuron berhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior nucleus, VPN), dan yang lainnya pada system retikuler dan cerebellum. c. Third neuron (ketiga) Dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri, neuron ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyrus postcentralis dari lobus parietal. Sistem somatosensori tersebar melalui semua bagian utama tubuh mamalia (dan vertebrata lainnya). Terdiri dari reseptor sensori dan motorik (aferen) neuron di pinggiran (kulit, otot dan organ-organ misalnya), ke neuron yang lebih dalam dari sistem saraf pusat. Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti 16 sentuhan, temperatur, proprioception (posisi tubuh), dan nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ, dan sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus (Willis Jr, 2007). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang. Gambar 2.4 Sistem Somatosensori (Sumber :http://www.pc.rhul.ac.uk) 2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak factor dibawah ini adalah factor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu: 17 2.3.1 Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika center of gravity terletak di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan seimbang, jika berada diluar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae Sacrum 2. (Bishop & Hay, 2009). 2.3.2 Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support (bidang tumpu). 18 Gambar 2.5 : Line Of Gravity (Sumber : http://sielearning.tafensw.edu.au) 2.3.3 Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Wen Chang Yi et al., 2009). 2.3.4 Kekuatan otot (Muscle Strength) Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya. 19 2.3.4.1 Proses terjadinya kontraksi otot. Gambar 2.6 Kontraksi dan Relaksasi Otot (Sumber : Kuntarti, 2006). Mekanisme kerja otot saat berkontraksi : 1. Muscular junction melepas asetilkolin ke motoric dan plate sehingga terjadi potensial aksi pada membrane plasma sel otot. Asetilkoline membuat ion Na+ dapat masuk ke membrane plasma sel otot sehingga terjadi perubahan muatan yaitu depolarisasi. 2. Impuls elektrik disebarkan pada membrane plasma sel otot dan pada serabbut sel otot melalui tubulus transverses.ion Na bersifat impermeable terhadap membrane plasma sel otot sedangkan ion K bersifat permeable terhadap membrane plasma sel otot. Sehingga dalam hal ini asetilkolin diperlukan. 3. Ion Ca++ dilepaskan oleh reticulum sarkoplasma melalui terminal sisterna, Ion Ca++ berikatan dengan troponnin (tnc). Tropomiosin bergeser binding site bergeser membuka kepala myosin dan aktin. 20 4. cross bridge terjadi. 5. energi yang digunakan dari hidrolisis ATP – ADP, digunakan untuk menggerakkan aktin ke pusat sarkomer, sehingga timbul kontraksi. 2.3.4.2 Mekanisme Otot ketika relaksasi Relaksasi terjadi jika ion-ion Ca++ dipompa lagi masuk kedalam reticulum sarkoplasma secara transport aktif dengan bantuan ATP , sehingga binding site aktin kembali tertutupi oleh tropomiosin , cross bridge tidak dapat terjadi.relaksasi terjadi. Kekuatan otot yang lemah dapat menyebabkan terjadinya, contoh otot punggung karena otot punggung adalah salah satu otot penyangga tubuh yang berada di pusat tubuh manusia. Bersamaan dengan otot-otot yang menyelimuti perut, otot punggung termasuk dalam kategori core muscle atau otot pusat tubuh. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh. 2.4 Stabilitas Postural, Dan Keseimbangan Berdiri. 2.4.1 Stabilitas Postural Informasi yang diperoleh didapat dari visual, vestibular, tactile dan proprioceptive. Di dalam stabilitas postural terdapat yang namanya sistem untuk mengontrol posture yaitu (Postural Kontrol) dimana penting dalam mempengaruhi 21 keseimbangan, beberapa komponen yang mempengaruhi postural control yaitu dijelaskan pada gambar dibawah ini: Gambar 2.7 Sistem Model Kontrol Postural Sumber : (Cheng, 2010) Sistem control postural manusia sangat kompleks dengan interaksi rumit antara sistem sensorik, saraf dan motorik. Analisis terbaru mengenai kontrol postural saat berdiri (Cheng, 2010). Ada dua teori utama dari kontrol postural: 2.4.1.1 Teori Reflex / Hirarkis Menurut teori ini postur dan keseimbangan dihasilkan dari respon refleks hirarki terorganisir yang dipicu oleh input sensorik. Sherrington adalah yang pertama untuk menunjukkan teori ini pada tahun 1910. Dia mengamati bahwa bahkan setelah memotong sumsum tulang belakang di daerah leher - yang mencegah sumsum tulang belakang untuk menerima sinyal dari otak, hewan laboratorium masih bisa berjalan ketika mereka ditempatkan pada treadmill. Observasi ini dijelaskan oleh adanya hipotetis saraf terstruktur disebut generator 22 pola sentral dalam sumsum tulang belakang yang menghasilkan kegiatan otot ritmik berdasarkan sinyal aferen dari proprioceptors (Cheng, 2010). 2.4.1.2 Teori Sistem Berdasarkan Teori ini stabilitas postural tidak hanya dipengaruhi oleh sistem Indra saja, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak sistem antara lain, sistem musculosceletal, sistem neuromuscular, sistem sensory, dan sistem adaptive (Cheng, 2010). 2.4.2 Keseimbangan Berdiri Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor. Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitivity (membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun dinamik 23 Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari unsur lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina. Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu. Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan. 2.4.3 Gangguan keseimbangan Sebuah gangguan yang menyebabkan seseorang merasa pusing, goyang, dan seperti berpindah tempat, dan seakan akan dunia serasa berputar. Sebuah organ telinga bagian dalam yaitu labyrinth merupakan organ yang berperan dalam mengatur keseimbangan dan ini merupakan sistem yang bekerja didalam tubuh 24 yaitu (sistem vestibular) kita. Sistem vestibular berinteraksi dengan sistem tubuh seperti visual, dan skeletal sistem, untuk menjaga keseimbangan posisi tubuh yang mana sistem ini berhubungan dengan otak dan sistem saraf, dapat menjadi masalah keseimbangan (Boese, 2011). 2.4.4 Penyebab Gangguan Keseimbangan Penyebab gangguan keseimbangan adalah disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, kegemukan, trauma kepala (Head Injury), gangguan sirkulasi darah yang mempengaruhi telinga bagian dalam atau otak, factor usia, dan gangguan vestibular pada bagian tepi yaitu gangguan pada labyrinth, gangguan vestibular pada bagian tengah yaitu sebuah problem pada otak dan saraf yang menghubungkannya. 2.4.5 Tanda Dan Gejala 1. Sensasi pusing (dizziness). 2. Vertigo (spinning) Mata berputar-putar. 3. Penglihatan kabur. 4. Disorientasi beberapa penderita mengalami mual, muntah, diare, perubahan denyut jantung (HR) dan tekanan darah (BP). Beberepa reaksi terhadap symptom ini yaitu kelelahan, depresi, dan penurunan konsentrasi. 2.5 Aktivitas Fisik Inaktivitas fisik merupakan faktor resiko penting pada banyak penyebab kematian, morbiditas kronis, dan kecacatan (BRFS, 2001). Aktivitas fisik yang kurang juga merupakan masalah kesehatan dunia yang umum, dan merupakan sebagai prioritas dunia kesehatan internasional. Fakta disertai bukti yang jelas 25 mengenai adanya hubungan inaktivitas terhadap banyak peningkatan resiko penyakit-penyakit kronis, termasuk penyakit jantung, stroke dan juga penyakit kanker (Roux et al., 2008). Diantara hal tersebut ada faktor resiko yang mempengaruhi yaitu seperti obesitas, dyslipidemia, diabetes tipe 2 dan leukemia (Sakuta & Suzuki, 2005). Seseorang yang menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari dibanding dengan orang yang aktif memiliki tingkat METs yang rendah dan memiliki lebih banyak lemak tubuh (Laurien et al., 2008). Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan resting energy expenditure yang bermakna. Aktivitas fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan fisik yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Utari, 2007). Aktivitas fisik juga merupakan parameter tingkat kesehatan seseorang. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi kesehatan mutlak diperlukan agar terlindungi dari dampak negatif penyakit-penyakit non-infeksi di atas. Aktivitas fisik ini dapat dilihat pengaruhnya terhadap faktor-faktor seperti kondisi metabolik, dan tingkat berat badan dan gangguan metabolisme (Vouri, 2004). Menurut Pusat Promosi Kesehatan Indonesia (Promkes, 2009) Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi keseimbangan, postural stability dan lain-lain hal ini ditunjukkan oleh gambar dibawah ini : 26 Gambar 2.8 Pengaruh Aktivitas Fisik Dan Exercise Sumber : (Skelton, 2001) 2.5.1 Kriteria Dan Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik. Ada 3 macam kriteria, dan pengukuran tingkat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh yaitu : 2.5.1.1 Aktivitas Fisik Rendah Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh lebih bertenaga, contohnya : a. Berjalan kaki b. Lari ringan c. Berenang dan senam d. Berkebun dan kerja di taman. 27 2.5.1.2 Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur dan sendi berfungsi dengan baik. Contohnya: a. Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki. b. Senam taichi atau yoga c. Mencuci pakaian dan mobil d. Mengepel lantai. 2.5.1.3 Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis, contohnya : a. Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan b. Naik turun tangga c. Angkat berat/beban d. Membawa belanjaan e. Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) 2.5.1.4 Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik Tingkat aktivitas fisik diukur oleh 2 variabel: frekuensi (berapa kali atau berapa jam seseorang bekerja dalam seminggu), dan durasi (berapa lama 28 seseorang melakukan pekerjaan tiap minggunya). Berdasarkan penelitian yang dilakukan kriteria aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bagian yaitu (IPAQ). a. Aktivitas fisik rendah: Tidak ada aktivitas yang dilaporkan atau beberapa aktivitas dilaporkan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kategori. b. Aktivitas Fisik Sedang. Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut : 1. 3 hari atau lebih intensitas aktivitas setidaknya 20 menit per hari. 2. 5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang dan / atau berjalan setidaknya 30 menit per hari. 3. 5 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang atau kuat intensitas mencapai minimal setidaknya 600 MET-menit/minggu. c. Aktivitas Fisik Berat: Memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut 1. Aktivitas fisik setidaknya 3 hari intensitas kuat dan mengumpulkan minimal 1500 MET-menit/minggu. 2. 7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas sedang atau intensitas berat mengumpulkan setidaknya 3000 MET-menit/minggu. Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan standart dari International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Dimana menggunakan perhitungan akumulasi waktu dalam seminggu dengan kriteria data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan ‘cukup’ apabila kegiatan dilakukan terusmenerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara 29 kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi, dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan aktivitas ‘berat’, ‘sedang’ dan ‘berjalan’. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, di mana aktivitas diberi pembobotan, masing-masing untuk aktivitas ‘berat’ empat kali, aktivitas ‘sedang’ dua kali terhadap aktivitas ‘ringan’ atau jalan santai. 2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang (Vouri, 2004) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor sosiodemografi, psikologi, dan pengetahuan mengenai kesehatan (Loitz et al., 2009). Pola aktivitas fisik dalam suatu kelompok masyarakat sangat tergantung pada pola spesifik dari kehidupan di populasi tersebut yang dipengaruhi oleh sosial, ekonomis, geografis dan segi hidup beragama. Pola aktivitas fisik ini akan berbeda di berbeda daerah dan berbeda di setiap budaya (Bull et al, 2010). Parameter dari faktor-faktor yang mempengaruhi pola aktivitas fisik dapat dilihat dari tabel di bawah ini : 30 Tabel 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Aktivitas Fisik Demografi Kategori Ekonomi Sosioekonomi Geografi Klimatologi Pekerjaan Konsumsi energi/hasil emisi Data statistic Potensi Parameter yang Berhubungan Populasi Negara Populasi Daerah Persentasi Urbanisasi Ciri kepadatan Populasi yang dirasakan oleh individu Pendapatan Perkapita Persentasi edukasi akhir Sub region Luas area yang dimiliki Rata-rata temperature tahunan Persentasi di sektor petanian Persentasi di sektor industri Persentasi di sektor pelayanan Mobil per seribu populasi Emisi karbon dioksida yang dihasilkan Kualitas prevalensi data (Sumber : Bull et al., 2010. www.ihppthaigov.net) Populasi dengan prevalensi tingginya inaktivitas fisik merupakan salah satu tanda keseluruhan kesehatan masyarakat dari gaya hidup kesehatan yang tidak baik. Beberapa studi memasukkan faktor umur, jenis kelamin dan merokok. Faktor tersebut merupakan faktor resiko yang sama dengan pemeriksaan obesitas. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan antara peran aktivitas fisik terhadap berat badan. Studi kepustakaan yang ada terdiri dari studi observasi secara luas menunjukkan bahwa tingkah laku aktivitas fisik selama hidup mengganggu peningkatan berat badan secara normal yang sangat berhubungan dengan peningkatan usia, dan patisipasi dari beberapa kegiatan dapat membawa kepada pengaturan berat badan atau bahkan dapat mengurangi berat badan (Bull et al, 2010). Kelebihan berat badan ditandai dengan naiknya IMT, dimana jika IMT meningkat akan mempengaruhi tingkat keseimbangan tubuh seseorang dan akan menimbulkan resiko terjatuh yang tinggi (Emily et al., 2008). Dari semua 31 pembahasan yang ada ternyata aktivitas fisik dapat mempengaruhi stabilitas postural pada orang dewasa dan orangtua (Hue, 2004). 2.6 Berat Badan Berlebih dan IMT Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui yaitu obesitas, overweight, dan obesitas sentral. Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh (body fat). Cara pengukurannya akan diterangkan kemudian. Overweight adalah peningkatan berat badan relatif apabila dibandingkan terhadap standar. 2.6.1 Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, IMT tidak bias digunakan untuk anak-anak, bayi baru lahir, dan wanita hamil khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut WHO 2003 : IMT Berat Badan (Kg) = ------------------------------------------------------Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) Keterbatasan IMT tidak bisa membedakan berat seseorang yang berasal dari lemak, serta sistem musculosceletal (otot, dan tulang). IMT juga tidak dapat melihat atau mengidentifikasi pendistribusian dari lemak tubuh. Dari beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis (Koski, 2001). 32 Kriteria IMT digunakan standart dari WPRO yaitu bagi orang Asia, dengan nilai normal yaitu 18,5-22,9. Untuk kepentingan di Indonesia, maka karena wilayah indonesia termasuk dalam kategori wilayah ASIA maka digunakan kriteria untuk orang asia adalah sebagai berikut : Table 2.2 Kriteria Indeks Massa Tubuh WPRO 2000 IMT UNTUK REGIONAL ASIA Klasifikasi Berat Tubuh (Kg/m2) Kurus <18.5 Normal 18.5 – 22.9 Kelebihan berat 23 – 24.9 Obesitas I 25 – 29.9 Obesitas II >30 Sumber : (Annuurad Erdembileg et al., 2003) Berdasarkan hasil penelitian ternyata IMT yang tinggi pada kriteria overweight 23-24.9 Kg/m2 mempengaruhi tingkat keseimbangan seseorang. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Greve et al., 2007) didapatkan korelasi yang tinggi antara IMT dengan keseimbangan pada usia 20-40 tahun. 2.7 Standing Stork Test (SST). Standing Stork Test atau yang biasa disebut one leg stand (berdiri dengan satu kaki) adalah alat ukur untuk mentest kemampuan keseimbangan static atlet saat berdiri satu kaki dengan mata tertutup. Untuk tes keseimbangan fungsional Standing Stork Test umumnya dipakai sebagai gold standart dibandingkan test keseimbangan lainnya pada usia 15-30 tahun seseorang mampu berdiri dengan satu kaki dengan rata-rata tertinggi 26-39 detik (Cambridge university fitness test card, 2012). 33 Tabel 2.3 Standing Stork Test Fitness Level Pria & Wanita Excellent >50 detik Good 40-49 detik High Average 26-39 detik Low Average 11-25 detik Poor <10 detik (Sumber : Evaluating Health Related Fitness Workbook (Cambridge University) Hal : 9 Berdasarkan hasil penelitian (Hessari et al., 2012) ternyata core stability dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia, dan juga atlet meningkatkan performa, untuk berdasarkan penelitian (Mc Guine & Keene, 2006) latihan balance board ternyata juga dapat membantu mencegah terjadinya cidera dan mencegah resiko jatuh pada lansia, dan mencegah injury serta meningkatkan performa athlete. 2.8 Balance board Pada awalnya balance board diproduksi untuk pemain ski dan peselancar untuk melatih kemampuan mereka di off season dan pada malam hari, balance board adalah sebuah perangkat papan keseimbangan yang digunakan untuk pelatihan olahraga dan seni bela diri, untuk kebugaran fisik dan non-atletik (Aaltonen et al., 2007). Balance board Exercise adalah alat yang digunakan untuk rekreasi, latihan keseimbangan, pelatihan athletic, perkembangan otak, terapi, dan fungsi lain untuk pengembangan diri. Alat ini sama halnya seperti tuas (pengungkit) dimana kaki kiri dan kanan pengguna berada disamping papan, dan tubuh pengguna harus berdiri tegak dan hindarkan papan atau kaki kita jatuh menyentuh lantai. 34 Balance board digunakan untuk melatih keseimbangan tidak hanya pada usia muda tetapi pada usia tua agar terhindar dari terjatuh, untuk koordinasi keterampilan motorik, weight distribution, core strength, mencegah cedera olahraga, terutama pergelangan kaki dan lutut, rehabilitasi setelah cedera pada beberapa bagian tubuh (Reynolds, 2010). Penggunaan papan keseimbangan yang jauh dari tujuan atletik awalnya perlahan lahan digunakan secara umum, untuk memperluas jaringan saraf yang memungkinkan belahan otak kiri dan kanan saling berkomunikasi satu sama lain, sehingga meningkatkan efisiensi, untuk mengembangkan sensori integrasi dan keterampilan kognitif pada anak-anak dengan gangguan perkembangan, untuk membuat penari lebih lincah pada kaki mereka saat menari, pada penyanyi postur yang optimal untuk mengontrol aliran udara, Musisi cara memegang instrumen mereka, sebagai aksesori untuk yoga dan sebagai bentuk yoga, kesehatan holistik, kesadaran dan ketenangan diri (Mc Guine & Keene, 2006). 2.8.1 Tipe Balance board Ada lebih dari seratus model balance board di pasar Amerika Serikat. Masing-masing adalah versi dari salah satu dari sekitar lima belas jenis balance board. Masing-masing model dan jenis dapat diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat jenis dasar balance board menurut dua parameter biner yaitu apakah titik tumpu melekat pada papan dan apakah papan miring hanya dalam dua arah yang berlawanan (kiri dan kanan atau ke depan dan belakang ) atau di setiap arah 360 derajat (Maisel, 2008). 35 Tabel 2.4 Tipe Balance board Terpasang Tidak terpasang Bipolar Rocker 360 derajat Wobble Rocker-roller Sphere dan Ring (Sumber : Maisel, 2008) Fungsi Static Balance Dynamic Balance 2.8.1.1 Rocker Board Rocker board merupakan papan keseimbangan yang paling dasar, dimana titik tumpu (fulcrum) melekat pada bagian bawah papan. Dalam beberapa model titik tumpu tegak lurus terhadap panjang papan dan model-model lain titik tumpu adalah dua rocker yang sejajar satu sama lain dan sejajar dengan panjang papan, satu di depan orang yang berdiri di papan dan satu di belakang. Rocker board hanya menawarkan satu derajat gerakan: rotasi bagian sumbu longitudinal yaitu (miring kiri dan kanan). Papan rocker kebanyakan dibuat oleh produsen mainan atau peralatan olahraga. 2.8.1.2 Rocker Roller Board Rocker roller board sama dengan rocker board hanya saja titik tumpu tidak melekat dengan papan, dan titik tumpu berupa roda yang dapat berputar kiri dan kanan papan, rocker roller board lebih sulit digunakan dan lebih menantang keseimbangan seseorang dibandingkan dengan rocker board (Reynolds, 2010). Gambar 2.9 : Rocker Roller Board (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Balanceboard) 36 2.8.1.3 Sphere and Ring Board Sphere and ring board merupakan balance board dimana titik tumpu (fulcrum) menggunakan bola, dan dibagian bawah papan terdapat ring agar bola tidak keluar jauh dari papan. Sphere and Ring board memberikan kebebasan terbesar dari setiap jenis papan keseimbangan, dan jenis ini merupakan yang paling sulit digunakan. 2.8.1.4 Wobble Board Titik tumpu dari semua wobble board berbentuk setengah lingkaran atau semi bola, hal ini dapat memungkinkan papan dapat bergerak ke segala arah, maju-mundur, kiri dan kanan berputar 3600. Wobble board banyak digunakan untuk perkembangan anak, gymnasium, latihan olahraga, mencegah terjadinya cidera pada ankle dan knee, proses rehabilitasi setelah cidera ankle, knee, dan hip, serta digunakan sebagai alat physiotherapy (Waddington et al., 2004). Latihan penggunaan wobble board adalah letakkan kedua kaki diatas papan kemudian miringkan ke kiri dan kekakan, putar, dan usahakan agar tetap seimbang agar pinggir papan, dan kaki tidak jatuh menyentuh tanah. Wobble board banyak digunakan oleh gym, olahraga, dan fisioterapi untuk melatih keseimbangan pasien. 37 Gambar 2.10 : Wobble Board (Sumber : www.technogym.com/media/immagini/1323_wobble_board.jpg) Pada penelitian ini digunakan balance board jenis wobble board dikarenakan balance board jenis ini lebih efektif untuk melatih keseimbangan, dan biasanya jenis papan ini lebih banyak digunakan oleh fisioterapi, dan instruktur olahraga untuk melatih keseimbangan atlet agar terhindar dari cidera ankle. Latihan wobble board selama 5 minggu dapat meningkatkan keseimbangan dan juga cidera ankle pada atlet (Waddington et al., 2004). 2.8.2 Tujuan, dan Manfaat Latihan Balance board Balance board dapat menyebabkan patah tulang, sparin joints, merusak tendon, ligament dan cartilage (tulang rawan sendi). Pada saat latihan resiko dapat dicegah dan diminimalisir dengan meniapkan space yang besar, mengenakan alat pelindung, dan mengikuti instruksi penggunaan balance board. Resiko dapat diminimalisir dengan membersihkan dari area balance board benda-benda yang dapat membahayakan, dan dipastikan permukaan yang digunakan lembut. Berdiri atau latihan di atas papan keseimbangan sangat berbahaya bagi orang yang rentan terhadap pusing atau keseimbangan yang terganggu, misalnya sedang di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. 38 2.8.2.1 Tujuan Latihan Balance board Tujuan dari balance board exercise adalah untuk melatih secara bertahap anggota gerak bawah seperti, ankle, knee, dan hip agar menjadi lebih kuat dan reaktif. Yang pada saatnya akan meningkatkan fungsi, mengurangi nyeri lutut, memperlambat penuaan sendi, meningkatkan keseimbangan dan membantu mencegah cedera pada akhirnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Reynolds, 2010) Ternyata latihan balance board juga dapat membantu menguatkan otot-otot core, bukan hanya otot core saja tetapi dapat meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah, latihan balance board sangat membantu dalam mencegah terjadinya cidera serta dapat meningkatkan performa atlet, dan menjaga stabilitas postural. 2.8.2.2 Meningkatkan Kemampuan Tactile & Proprioception Tujuan dari latihan balance board adalah untuk meningkatkan proprioception seseorang. Proprioceptive adalah persepsi sendi saat berada di ruang bebas dan terjadi pergerakan. pada saat menutup mata, seseorang masih dapat menyentuh ujung hidung dengan jari telunjuk. Melalui reseptor saraf di dalam sendi tubuh manusia, manusia dapat mengetahui yang sedang dilakukan. Contoh lain dari fungsi proprioceptive adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan tanah pada saat berjalan. Reseptor saraf dalam sendi pergelangan kaki menginformasikan ke otak tentang struktur tanah, gundukan kecil dan lubang, memungkinkan seseorang untuk berjalan dengan cara yang halus. Memiliki sistem proprioseptif yang efisien memungkinkan tubuh untuk beradaptasi dengan cara halus dengan lingkungannya. Kurangnya aktivitas fisik atau cedera sendi dapat 39 mempengaruhi kualitas proprioceptive kita. Untungnya, hal ini dapat dilatih melalui latihan yang tepat (Mc Guine & Keene, 2006). 2.8.2.3 Meningkatkan kemampuan vestibular Tidak hanya meningkatkan proprioceptive saja latihan balance board juga melatih kemampuan vestibular dimana, saat kita berada di atas balance board maka terjadi mekanisme bahwa didalam system vestibular terdapat reseptor berupa cairan bernama endolymph saat kepala bergerak atau berpindah. Reseptor ini yang akan memberikan informasi ke Cerebellum dan basal ganglia sehingga tubuh akan melakukan gerakan kompensasi agar tetap stabil (seimbang). Balance board memiliki tujuan untuk menantang keseimbangan dan memaksa kita untuk melatih proprioceptive & vestibular. Hal yang menarik saat sudah berlatih keseimbangan dengan menggunakan papan keseimbangan adalah akan terus berlatih sampai merasa bahwa kita dapat bertahan diatas papan keseimbangan, sehingga tanpa disadari keseimbangan dapat meningkat dan dapat terhindar dari cidera (Verhagen et al, 2004). 2.9 Core Stability Core stability dinding perut, berhubungan dengan bagian tubuh yang dibatasi oleh pelvis, punggung bagian bawah dan diafragma serta kemampuannya untuk menstabilkan tubuh selama gerakan. Otot-otot utama yang terlibat meliputi transversus abdominis, obliques internal dan eksternal, Quadratus lumborum dan diafragma. Diafragma adalah otot utama untuk menghirup napas pada manusia dan lain sebagainya, sangat penting dalam 40 memberikan kekuatan core stability saat bergerak dan mengangkat beban (Ludmilla et al. 2003). Core stability merupakan salah satu faktor penting dalam postural set. Dalam kenyataanya core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan posisi dan gerakan sentral pada tubuh diantaranya: head and neck alignment, alignment of vertebral column thorax and pelvic stability/mobility, ankle dan strategi hip (Barr et al., 2005). Core stability merupakan komponen penting dalam memberikan kekuatan lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan aktivitas secara efisien (Ahmadi et al., 2012). Latihan core stability akan membatu memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktifasi otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ektremitas dapat dilakukan dengan efisien. Menurut (Kibler, 2006), Peningkatan pola aktivasi core stability juga menghasilkan peningkatan level aktivasi pada ekstremitas atau anggota gerak sehingga mengembangkan kapabilitas untuk mendukung atau menggerakkan ekstremitas. Core stability memerlukan gerakan thrunk control dalam 3 bidang. Dalam mempertahankan stabilitas semua bidang gerak otot-otot teraktifasi dalam pola yang berbeda dari fungsi utamanya. Diantaranya Otot Quadratus Lumborum fungsi utamanya sebagai stabilisator saat aktifasi dari bidang frontal. Aktivasi Otot Quadratus Lumborum terjadi pada gabungan dengan fleksi, ektensi dan 41 lateral fleksi untuk menopang spine dalam bidang gerak, sehingga membuatnya lebih dari sekedar stabilisasi pada bidang frontal.Salah satu sumber dari otot-otot core adalah diafragma, kontraksinya terjadi secara simultan dari diafragma (Kahle, 2009). Otot-otot pelvic floor dan abdominal diperlukan untuk meningkatkan Intra Abdominal Pressure (IAP) dan memberikan rigiditas cylinder untuk menopang thrunk, menurunkan beban pada otot-otot spine dan meningkatkan stabilitas thrunk. Kontribusi diaphragma pada Intra Abdominal Pressure (IAP) penting sebelum menginervasi gerakan-gerakan dari extermitas atau anggota gerak, sehingga thrunk menjadi stabil. Pada akhir komponen yang terpenting pada thrunk terhadap otot core adalah otot pelvic floor karena kesulitan untuk menilai otot ini secara langsung sehingga sering diabaikan. Sedangkan pada otot abdominal yang terdiri dari Otot Tranversus Abdominalis, Internal Obliques, External Obliques dan Rectus Abdominalis. Kontraksi Tranversus Abdominalis meningkatkan Intra Abdominal Pressure (IAP) dan tekanan fascia thorakolumbal. Kontraksi otot abdominal menghasilkan sebuah rigid cylinder yang meningkatkan kekakuan (stiffness) dari lumbar spine. Otot Rectus Abdominalis dan Oblique abdominal mengaktivasi pola yang spesifik dengan berperan penting terhadap gerakan anggota gerak bawah, sekaligus memberikan postural support sebelum anggota gerak bawah bergerak. Oleh karena itu, kontraksi yang meningkatkan tekanan Intra Abdominal terjadi sebelum inisiasi gerakan segmen yang besar pada anggota gerak atas (Hopkins, 2009). 42 Dalam hal ini, spine (core of the body) terjadi stabilisasi sebelum adanya gerakan-gerakan pada anggota gerak yang terjadi untuk membuat angggota gerak menjadi lebih stabil dalam melakukan gerakan dan akfitas otot. Pada sebagian kecil, short muscle seperti Otot Multifidus yang memberikan stabilisasi otot-otot pada single joint maupun multiple joint berfungsi untuk bekerja lebih efisien dalam mengontrol gerakan spine. Secara klinis dapat dilihat bahwa dengan hanya sebuah peningkatan kecil dalam mengaktifkan Otot Multifidus dan Abdominal membuat segmen spinal menjadi stiffness (Maksimal kontraksi volunter pada aktivitas sehari-hari sekitar 5% dan 10% sebagai maksimal kontraksi volunter untuk aktivitas tertentu). Pola aktivasi sinergis yang meliputi otot-otot abdominalis, diaphragma dan pelvic floor memberikan base of support pada seluruh thrunk dan otot spinalis. Dalam membentuk base of support yang baik juga dipengaruhi gabungan struktur hip dan pelvic dari keduanya. Hip dan pelvic terdapat gabungan otot-otot besar pada daerah crosssectional. Seperti halnya Otot Gluteus merupakan stabilisator dari thrunk sampai kedasar kaki dan menyediakan power untuk gerakan melangkah kedepan. Area hip atau thrunk juga mengkontribusi sekitar 50% energi kinetik dan force sepenuhnya untuk gerakan mengayun (Fredericson et al., 2005). Pada latihan core stability dikenal ada yang disebut dengan kinetik chain yang bekerja pada saat: a. Kontrol secara optimal b. Mendistribusikan tekanan yang merata c. Mengefisienkan semua gerakan secara optimal d. Tanpa latihan yang berlebihan 43 e. Tanpa melakukan gerakan yang berlebihan/penekanan f. sendi dalam keadaan stabil g. kontrol neuromuscular Dalam core stability ini selalu melibatkan tiga sistem antara lain: a. Sistem Otot b. Sistem Persendian c. Sistem Saraf Dan bukan hanya itu setiap melakukan gerakan selalu melibatkan 3 bidang gerak artinya apabila melakukan gerak kesalah satu bidang gerak tubuh maka otot yang bekerja tidak hanya pembentukan gerakan tersebut tapi dibantu oleh otot yang berada disekitar bidang gerak tersebut misalnya:gerakan flexi trunk dibentuk oleh rektus abdominis, obliques internus abdominis,obligus externus abdominis, psoas mayor, psoas minor, tapi dibantu juga otot gluteus maximus. Dan bukan itu saja dalam dalam core stabity ini pada prinsipnya menghasilkan penguatan dan penguluran, misalnya flexi trunk otot otot agonisnya akan mengalami penguatan sedangkan antagonis mengalami penguluran begitu juga sebaliknya pada sat extensi trunk otot antagonisnya mengalami penguatan sedangkan agonisnya mengalami penguluran. 2.9.1 Manfaat Latihan Core Stability Melatih otot core juga dapat menkoreksi ketidakseimbangan postur yang mana dapat meningkatkan penampilan saat berjalan dan mencegah terjadinya cidera (Dasmanesh et al., 2012). 44 Core stability memiliki banyak manfaat yaitu : Kemampuan fungsional menjadi lebih baik untuk membantu meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari. Peningkatan kinerja dalam olahraga (berenang, sepeda dan lari). Pengurangan risiko cedera. Latihan core stability yang teratur minimal 3 minggu sudah dapat meningkatkan keseimbangan, dan agar lebih baik dilakukan selama 6 minggu, berdasarkan penelitian sebanyak 15 pria dan wanita yang mengalami gangguan keseimbangan dilatih core stability ternyata setelah 6 minggu latihan terdapat hasil yang signifikan (Kahle, 2009).