ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP

advertisement
ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA
KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM
(Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor)
OLEH
CAROLIN SINAGA
H14080027
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
Carolin Sinaga. Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana Kenaikan Harga
BBM Jenis Premium ( Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) (dibimbing
oleh M. FIRDAUS).
Sektor transportasi merupakan sektor yang penting dalam siklus kehidupan
manusia. Transportasi dapat menentukan efisiensi mobilitas seseorang. BBM yang
merupakan sumber penggerak utama bagi berbagai alat transportasi diberikan
subsidi oleh pemerintah, salah satunya adalah BBM jenis premium. Terjadi
peningkatan pembiayaan pemerintah dalam menutupi subsidi BBM. Hal ini
memengaruhi kebijakan-kebijakan yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah
untuk mencapai solusi yang baik untuk seluruh masyarakat sebagai pengguna
BBM jenis premium maupun pemerintah sebagai penanggung beban subsidi
tersebut.
Penelitian ini membahas analisis mengenai respon masyarakat terhadap
rencana kenaikan harga BBM jenis premium (kasus: pengendara mobil pribadi di
Bogor). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi
logit yang didukung dengan Uji Crosstabs dan penghitungan Willingness to Pay
(WTP) masyarakat terhadap satu liter BBM jenis premium.
Uji Crosstabs yang mengaji hubungan masing-masing variabel bebas
terhadap variabel tak bebas menghasilkan bahwa variabel-variabel yang memiliki
hubungan terhadap respon pengendara mobil pribadi adalah usia, jumlah
tanggungan responden dan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis
premium. Lalu hasil penghitungan willingness to pay pengendara mobil pribadi
terhadap satu liter BBM jenis premium adalah sebesar Rp 5.425. Sementara itu,
metode regresi logit yang mengaji faktor-faktor pembeda respon pengendara
mobil pribadi yang menggunakan model persamaan matematis tertentu
menghasilkan bahwa variabel jumlah tanggungan responden, tingkat pendapatan
responden, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium dan
tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan berpengaruh nyata terhadap
respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA
KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM
(Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor)
OLEH
CAROLIN SINAGA
H14080027
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama
: Carolin Sinaga
Nomor Registrasi Pokok : H14080027
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana
Kenaikan Harga BBM Jenis Premium
(Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
M. Firdaus, Ph.D
NIP. 19730105 199702 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR
DIGUNAKAN
HASIL
SEBAGAI
KARYA
SKRIPSI
SAYA
ATAU
SENDIRI
KARYA
YANG
ILMIAH
BELUM
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2012
Carolin Sinaga
H14080027
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Carolin Sinaga, lahir pada tanggal 5 Januari 1990 di
Ujung Pandang. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, dari
pasangan Rasman Sinaga S.E dan Meike Anna Mogot. Jenjang pendidikan penulis
dilalui tanpa hambatan, dengan pendidikan penulis diawali di TK Kanisius
Semarang lulus tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SD Kanisius
Semarang hingga tahun 2000 lalu melanjutkan ke SD Mardi Yuana Bogor hingga
lulus tahun 2002, SMPN 2 Bogor lulus tahun 2005 dan SMAN 1 Bogor lulus
tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis
aktif sebagai asisten mata kuliah agama Katolik hingga tahun 2012.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini dengan baik. Penulis berharap melalui skripsi ini agar dapat teruraikan suatu
analisis respon masyarakat terhadap kenaikan harga BBM jenis premium,
khususnya bagi pengendara mobil pribadi di Bogor. Skripsi ini merupakan salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada Bapak M. Firdaus,
Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam
proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan untuk
Bapak Dr. M.P Hutagaol juga Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE atas kritikan,
saran dan bimbingan untuk perbaikan tulisan ini. Penulis juga berterima kasih
kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Rasman Sinaga S.E dan Ibu Meike
Anna Mogot, serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luar, baik dalam
ruang lingkup Institut Pertanian Bogor ataupun dalam skala global.
.
Bogor, Juli 2012
Carolin Sinaga
H14080027
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………................ i
DAFTAR TABEL……………………………………………………............. iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..………….v
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..vi
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………................1
1.2. Permasalahan............……………………………………..............6
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………...……8
1.4. Manfaat Penelitian………………………………………………..9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian……………………………..................9
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1 Teori Kebijakan Publik-Subsidi..........................................10
2.1.1.1 Subsidi dan Elastisitas.......................................11
2.1.2 Pemerintah Sebagai Penyedia Barang Publik.....................12
2.1.3 Willingness to Pay (Kesediaan Membayar)........................15
2.1.4 Regresi Logistik..................................................................16
2.1.5 Analisis Crosstabs-Chi Square...........................................16
2.1.6 Metode Regresi Linier Berganda .......................................17
2.2 Konsep dan Definisi
2.2.1 Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM...........................18
2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga BBM..................19
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu........................................................19
2.4 Kerangka Pemikiran........................................................................20
2.5 Hipotesis Penelitian.........................................................................23
ii
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian.........................................................24
3.2. Sumber dan Jenis Data..................................................................24
3.3. Teknik Pengumpulan Data............................................................24
3.4. Metode Analisis
3.4.1 Analisis WTP Pengendara Mobil Pribadi............................25
3.4.2
Model Regresi Logistik....................................................26
3.4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.....................27
3.4.4 Model Regresi Linier Berganda .........................................29
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden..............................................................31
4.2. WTP terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium...........................46
4.3. Hasil Uji Regresi Logistik Respon Masyarakat terhadap
Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium..........................48
4.4. Rekomendasi Untuk Kebijakan Subsidi BBM
Jenis Premium di Indonesia...........................................................53
V.
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan..................................................................................55
5.2. Saran............................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................57
LAMPIRAN......................................................................................................59
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Produksi, Konsumsi dan Impor BBM di Indonesia Tahun
2005-2010 (Ribu Barel).................................................................... 2
2. Pengeluaran dan Subsidi Pemerintah di Indonesia Tahun
2005-2011 (Triliun Rupiah).............................................................
3
3. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di
Indonesia Tahun 2008-2010 (Unit)..................................................
4
4. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan
di Jawa Barat Tahun 2006-2010 (Unit)...........................................
7
5. Jumlah Tanda No. Kendaraan Bermotor yang Dikeluarkan
SAMSAT Polres Kota Bogor Tahun 2004, 2005 dan 2010 (Unit)..
7
6. Konsumsi BBM Jenis Premium di Indonesia Tahun
2005-2010 (Barel/Orang)...............................................................
8
7. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Respon
Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga
BBM Jenis Premium di Bogor (2012)............................................ 31
8. Deskripsi Respon Berdasarkan Jenis Kelamin di Bogor (2012)....... 32
9. Deskripsi Respon Berdasarkan Usia di Bogor (2012).................... 34
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
di Bogor Tahun (2012)..................................................................... 35
11. Deskripsi Respon Berdasarkan Jumlah Tanggungan
Responden di Bogor (2012)............................................................ 36
12. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Bogor (2012).................................................................................... 37
13. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan di
Bogor (2012)…………………………………………………........ 38
14. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan Anggota
Keluarga Lain di Bogor (2012)....................................................... 40
iv
15. Karakteristik Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar
terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012).............. 40
16. Deskripsi Respon Berdasarkan Kesediaan Membayar di
Bogor (2012)……………………………………………………..... 41
17. Deskripsi Respon Berdasarkan Perilaku Menghemat di
Bogor (2012)................................................................................... 42
18. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Konsumsi BBM Jenis
Premium per Bulan di Bogor (2012)............................................... 44
19. Deskripsi Respon Berdasarkan CC Mobil di Bogor (2012)............. 45
20. Willingness to Pay Pengendara Mobil Pribadi terhadap
Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012)........................... 46
21. Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membaya................. 48
22. Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi
terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium
di Bogor (2012)............................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Pengaruh Konsumsi Bersubsidi....................................................... 11
2. Pengaruh Produksi Bersubsidi........................................................ 12
3. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta........... 14
4. Kurva Permintaan Agregat .............................................................. 15
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Jenis Kelamin di Bogor (2012)....................................................... 32
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Usia (Tahun) di Bogor (2012)......................................................... 33
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Tingkat Pendidikan di Bogor (2012)............................................... 36
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Tingkat Pendapatan (Rupiah) di Bogor (2012)................................ 38
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain (Rupiah)
di Bogor (2012)................................................................................. 39
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Perilaku Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga
BBM Jenis Premium di Bogor (2012).............................................. 42
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
Konsumsi BBM Jenis Premium Per Bulan (Rupiah)
di Bogor (2012)………………………………………………....... 44
12. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi
CC Mobil di Bogor (2012)................................................................ 45
13. Kurva Permintaan Kesediaan Membayar terhadap
Satu Liter BBM Jenis Premium ...................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuisioner Penelitian ...................................................................
60
2. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Respon Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan
Harga BBM Jenis Premium dengan Uji Crosstab........................... 65
3. Hasil Analisis Faktor-Faktor Pembeda Respon
Pengendara Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga
BBM Jenis Premium di Bogor (2012)............................................. 71
4. Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan
Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium ....................... 73
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan
perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan
ekonomi di Indonesia mengandalkan BBM sebagai sumber energi dalam
beraktivitas. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh entitas ekonomi tidak lepas dari
penggunaan BBM, mulai dari kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga hingga
perusahaan yang memproduksi barang dan jasa. Ditinjau dari segi transportasi,
keberadaan BBM sangat penting adanya karena kemajuan suatu bangsa
ditentukan oleh kemudahan dan akses transportasi yang baik. Oleh karena itu,
BBM berkaitan erat dengan sistem transportasi sebagai sumber tenaga penggerak.
Sejak tahun 2002, Indonesia telah melakukan impor minyak mentah terkait
dengan penurunan produksi minyak dalam negeri. Di samping itu, Indonesia juga
menerapkan kebijakan subsidi BBM untuk menekan beban masyarakat akan
tingginya harga minyak dunia. Besarnya jumlah pemberian subsidi ini akan
mengalami fluktuasi selaras dengan perubahan harga minyak dunia. Secara
tentatif dan tertuang dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025,
Indonesia memberikan subsidi BBM dalam beberapa jenis, yakni subsidi untuk
minyak tanah, premium dan solar. Subsidi yang paling besar memakan dana
adalah subsidi BBM jenis premium.1
Subsidi BBM jenis premium diberikan pada angkutan pribadi, angkutan
umum, angkutan khusus, TNI/Polri. Hingga kini pemerintah masih mempelajari
dan mempertimbangkan dampak kebijakan harga BBM terutama terhadap
kelompok masyarakat menengah ke bawah. Hal ini memperlihatkan bahwa
kebijakan di sektor energi masih sangat responsif.
Suparmoko (2002) menjelaskan bahwa rendahnya harga BBM merupakan
salah satu sumber defisit APBN yang sangat dominan. Ia mengemukakan bahwa
hal ini memaksa pemerintah menaikkan harga BBM dengan rata-rata 30 persen
pada tahun 2001. Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM sebesar 30 persen,
subsidi BBM akan melonjak menjadi Rp 66 triliun pada tahun tersebut. BBM
merupakan bahan dasar untuk melakukan kegiatan di segala sektor dan
1
Blueprint BPH Migas 2005-2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia, 2005
2
kehidupan, maka kenaikan harga BBM yang sangat drastis akan menaikkan harga
barang dan jasa termasuk harga kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat walaupun
pada kenyataannya biaya BBM hanya mencakup sekitar 6 persen dari rata-rata
biaya produksi industri pengolahan. Sementara itu bagi rumah tangga,
pengeluaran untuk BBM hanya meliputi sekitar 1,07 persen untuk kelompok
miskin dan 0,15 persen untuk rumah tangga kelompok tidak miskin, atau total
0,21 persen dari anggaran belanja keluarga. Namun untuk pengeluaran
transportasi rata-rata rumah tangga miskin dan tidak miskin mengeluarkan sekitar
2,60 persen dari seluruh anggaran belanja rumah tangga. Oleh karena itu,
kelompok rumah tangga miskinlah yang paling terbebani oleh kenaikan harga
BBM, karena di samping kebutuhan bahan bakar dan transportasi, kebutuhankebutuhan lainnya pasti naik juga harganya, sedangkan penghasilan mereka relatif
kecil.
Tabel 1. Produksi, Konsumsi dan Impor BBM di Indonesia Tahun 2005-2010
(Ribu Barel)
Tahun
Produksi BBM Konsumsi BBM Impor BBM Rasio Impor/Produksi (%)
2005
268.529
397.802
164.842
61
2006
257.821
374.691
131.765
51
2007
244.396
383.453
149.479
61
2008
251.531
388.107
153.105
61
2009
246.289
379.142
137.817
56
2010
241.156
388.241
146.997
61
Sumber: BPS (2010), diolah
Dari data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi BBM Indonesia
berada di bawah jumlah kebutuhan untuk konsumsi nasional. Hal ini
menyebabkan pemerintah harus mengimpor BBM dari luar negeri untuk menutupi
defisit kebutuhan nasional tersebut. Produksi BBM dalam negeri menurun dari
tahun ke tahun, pada tahun 2005 Indonesia memproduksi 268.529.000 barel BBM
dan menurun hingga 241.156.000 barel BBM pada tahun 2010. Dilihat dari rasio
antara jumlah impor BBM dengan produksi nasional, jumlah impor BBM selalu di
atas 50 persen. Berarti Indonesia tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan
BBM nasional. Impor BBM yang semakin banyak dengan harga minyak dunia
yang berfluktuatif menyebabkan ketidakpastian dalam jumlah subsidi yang harus
dikeluarkan pemerintah.
3
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang mengiringi
pertumbuhan ekonomi, eksploitasi sumber energi fosil akan terjadi, terutama
eksploitasi minyak. Hal ini merupakan lampu kuning bagi Indonesia yang
diprediksi akan menjadi negeri pengimpor minyak secara menyeluruh pada tahun
2030, di mana akan terjadi defisit hingga 650 juta barel (Kementerian Komunikasi
dan informasi Republik Indonesia, 2011). Hal ini membuat pemerintah harus lebih
menggalakkan program-program penghematan BBM di dalam negeri agar
Indonesia tidak semakin terpuruk dalam konsumsi BBM berlebih.
Tabel 2.
Pengeluaran dan Subsidi Pemerintah di Indonesia Tahun
2005-2011 (Triliun Rupiah)
Sektor
2005
2006
2007
2008
Pengeluaran Total
361
440
505
693
Total Subsidi
121
108
150
275
Subsidi Bahan bakar
96
64
84
139
Subsidi Listrik
9
31
33
84
Penanaman Modal
33
55
64
73
Pertahanan
22
24
31
9
Pendidikan
29
45
51
55
Kesehatan
6
12
16
14
Jaminan Sosial
2
2
3
3
Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2012)
2009
629
138
45
50
76
13
85
16
3
2010
782
201
89
55
95
21
97
20
4
2011
837
188
96
41
136
47
92
14
5
Dari data pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa subsidi bahan bakar
berfluktuatif dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
terutama oleh harga minyak dunia. Subsidi paling tinggi terjadi pada tahun 2008,
sebesar Rp 139 triliun. Pada tahun 2011 subsidi untuk bahan bakar dalam APBN
sebesar Rp 96 triliun. Pada tahun 2012, APBN yang dianggarkan pemerintah
untuk membiayai subsidi BBM sebesar Rp 137,4 triliun. Tetapi seiring dengan
peningkatan konsumsi BBM di Indonesia, diperkirakan anggaran tersebut akan
melonjak hingga Rp 234,2 triliun. Jika subsidi terhadap bahan bakar dapat ditekan
maka anggaran pemerintah dapat dialokasikan untuk subsidi di bidang lain seperti
pendidikan, pertahanan, kesehatan dan untuk jaminan sosial.
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia, eksplorasi minyak
mentah di Indonesia merupakan kerjasama antara pemerintah dengan kontraktor
asing. Jumlah minyak mentah yang merupakan hak pemerintah adalah 80 persen
dan 20 persen untuk kontraktor asing. Pemakai terbesar BBM nasional adalah
4
sektor transportasi. Bagi sektor transportasi sendiri, BBM adalah bahan bakar
utama (nyaris 100 persen) yang sulit digantikan dengan bahan bakar lain.
Penggunaan BBM yang tidak efisien dapat kita lihat akibatnya pada kemacetan,
terutama di kota-kota besar. Mobil-mobil tua dengan mesin yang boros
penggunaan BBM kerap ditemukan di jalan raya. Laju pertumbuhan kendaraan
yang sangat cepat belum didukung oleh pertambahan infrastrukturnya.
Tabel 3. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di
Indonesia Tahun 2008-2010 (Unit)
2008
2009
2010
Unit
%
Unit
%
Unit
%
Mobil Penumpang
7.695.500 12,39 8.111.508 12,04 8.828.114 11.45
Bus
2.138.439
3,44 2.238.790
3,32 2.351.297
3.05
Truk
4.569.519
7,36 4.610.400
6,84 4.818.280
6.25
Sepeda Motor
47.683.681 76,80 57.433.132 77,80 61.133.032 79.26
Total
62.087.139 100,00 67.393.139 100,00 77.130.723 100,00
Sumber: Statistik Indonesia (BPS, 2011), diolah
Jenis Kendaraan
Dari data pada Tabel 3, mobil penumpang yang di dalamnya termasuk
mobil pribadi dari tiga tahun terakhir menempati posisi kedua yang mendominasi
keberadaan kendaraan bermotor di Indonesia. Jumlah kendaraan mobil
penumpang selalu memiliki penambahan jumlah dari tahun ke tahun walaupun
persentasenya menurun sedikit demi sedikit.
Dari data pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa sepeda motor memiliki
persentase terbesar dari jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Dengan mobil
penumpang di urutan kedua, diprediksi bahwa pengguna BBM jenis premium
mayoritas adalah masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraankendaraan tersebut.
Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia, sektor transportasi menguras dana yang cukup banyak, yakni
Rp 113 triliun rupiah dari anggaran total APBN 2005. Perubahan jumlah
kendaraan pribadi yang meningkat drastis tidak lepas dari akibat kebijakan
pemerintah yang tidak memprioritaskan pengembangan angkutan umum massal,
padahal kendaraan pribadi yang menyumbang 88 persen dari total populasi
kendaraan hanya menyumbang 44 persen pengguna jalan sementara 53 persen
sisanya diangkut oleh kendaraan umum yang hanya menyumbang 4,5 persen dari
5
populasi kendaraan. Hal ini menunjukkan secara langsung bahwa subsidi BBM
justru dinikmati oleh pengendara privat baik mobil maupun motor pribadi dan
bukan angkutan umum. Kebijakan subsidi BBM yang diberlakukan oleh
pemerintah ini menjadi tidak tepat sasaran.
Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan
sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh ketiadaan pengawasan dalam
pendistribusian, baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya
pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kurang efektifnya komunikasi ini
menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Jika
masalah ini terus berlanjut maka masalah-masalah di sektor BBM dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi lintas sektoral.
Peranan pemerintah dalam bidang alokasi adalah untuk menjamin
tercapainya penggunaan sumber ekonomi yang efisien, yang tidak dapat dicapai
melalui mekanisme pasar bebas. Ekonom membedakan efisiensi menjadi dua,
yaitu efisiensi alokasi dan x-efficiency. Efisiensi alokasi adalah alokasi sumbersumber ekonomi sesuai dengan kendala anggaran konsumen barang dan jasa. Xefficiency menunjukkan kondisi pada sisi penawaran, yaitu apakah penyediaan
suatu barang dan jasa sudah dilaksanakan dengan biaya minimum. Selain
berperan dalam bidang alokasi sumber daya, pemerintah juga berperan dalam
distribusi. Pemerintah dapat memengaruhi distribusi pendapatan secara tidak
langsung dengan kebijaksanaan pengeluaran pemerintah misalnya dengan subsidi
BBM jenis premium (Mangkoesoebroto, 2000).
Besarnya subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah bergantung pada
harga minyak dunia yang sering tidak stabil. Semakin tinggi harga minyak dunia
maka pemerintah akan menganggarkan dana yang makin banyak untuk dana
subsidi. Alternatif untuk menekan pengeluaran pemerintah adalah dengan
menaikkan harga BBM, khususnya jenis premium yang merupakan konsumsi
energi tertinggi.
Jika pemerintah menaikkan harga dasar BBM jenis premium, hal ini akan
berimbas pada konsumen, yakni masyarakat Indonesia. Menurut Walter
Nicholson (1995), akan terjadi dua perubahan jika terjadi kenaikan harga BBM
6
jenis premium. Perubahan pertama terjadi pada efek substitusi, meskipun
konsumen mempertahankan tingkat kepuasan yang sama, pola konsumsi akan
dialokasikan ulang untuk menyamakan MRS dengan rasio harga yang baru.
Pengaruh yang kedua adalah efek pendapatan yang timbul karena perubahan
harga pasti mengubah pendapatan “riil” seseorang.
Secara implisit dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan harga
(pengurangan subsidi) BBM akan berdampak negatif terhadap tingkat
kesejahteraan pengendara mobil. Dalam penelitian ini, akan dilihat bagaimana
respon pengendara mobil pribadi jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium
dan kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Penting
juga untuk dikemukakan bahwa konsumsi BBM dapat dipengaruhi oleh beberapa
variabel seperti jenis kelamin, usia, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan responden, tingkat pendapatan anggota keluarga lainnya,
kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium, perilaku menghemat
jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, CC mobil dan tingkat konsumsi
BBM jenis premium per bulan.
1.2
Permasalahan
Dapat diprediksi bahwa sektor transportasi akan mendapatkan pengaruh
yang nyata jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Tetapi, tidak hanya
sektor transportasi yang akan berdampak. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012
tentang Harga Jual Eceran dari Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu
menyebutkan bahwa ada beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain
untuk sektor transportasi, antara lain: usaha perikanan yang terdiri dari nelayan
dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas maksimal
dua hektar; usaha mikro; dan berbagai pelayanan umum lainnya. Semua pihak
yang berada dalam sektor tersebut akan terkena dampak dari kenaikan harga BBM
jenis premium.
Untuk mengendalikan konsumsi BBM, pemerintah memaparkan dan
mencanangkan lima program. Program-program tersebut adalah konversi BBM
ke bahan bakar gas; melarang kendaraan pelat merah, pertambangan dan
perkebunan menggunakan BBM bersubsidi; melarang Perusahaan Listrik Negara
7
(PLN) membangun pembangkit listrik berbahan bakar BBM; melakukan
penghematan di semua kantor pemerintah dan badan usaha milik negara.
Tabel 4. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Jawa
Barat Tahun 2006-2010 (Unit)
Tahun
Mobil Penumpang
Bus
2006
466.117
129.547
2007
495.295
150.242
2008
507.552
162.705
2009
526.508
171.000
2010
548.641
177.578
Sumber: Statistik Indonesia (BPS, 2011)
Truk
373.703
451.372
451.495
451.987
451.372
Sepeda Motor
1.481.789
1.991.862
2.126.612
2.378.188
2.615.527
Total
2.451.156
3.088.771
3.248.364
3.248.364
3.811.158
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari tahun 2006 sampai tahun 2010
jumlah mobil penumpang di Jawa Barat memiliki tren yang selalu meningkat.
Peningkatan jumlah mobil penumpang di Jawa Barat berimplikasi kepada
peningkatan volume konsumsi BBM jenis premium di Indonesia. Tingginya
jumlah kendaraan di Jawa Barat menyebabkan kepadatan jalan yang jika tidak
diantisipasi oleh pemerintah dapat mengakibatkan kemacetan dan masalah lainnya
di masa yang akan datang.
Tabel 5. Jumlah Tanda No. Kendaraan Bermotor yang Dikeluarkan
SAMSAT Polres Kota Bogor Tahun 2004, 2005 dan 2010 (Unit)
Tahun
Mobil Penumpang Mobil Barang
2004
195.657
113.969
2005
200.218
123.352
2010
12.957
2.283
Sumber: Kota Bogor dalam Angka (BPS, 2011)
Bus
188.790
212.500
158
Motor
719.276
970.572
53.113
Total
1.217.692
1.506.642
68.511
Data pada Tabel 5 menunjukkan data tahun 2004, 2005 dan 2010
mengenaik jumlah tanda nomor kendaraan yang dikeluarkan aparat negara yang
berwenang. Volume kendaraan di atas menunjukkan bahwa setiap tahun Polres
Kota Bogor mengeluarkan surat kendaraan bermotor yang berarti penambahan
jumlah kendaraan bermotor secara agregat di Kota Bogor. Jumlah kendaraan
bermotor yang diurus tanda nomor kendaraannya oleh Polres Kota Bogor
memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
8
dapat terjadi mungkin karena kuantitas dan kualitas jalan yang sudah cukup padat
dan tidak memadai jika terjadi penambahan kendaraan yang lebih tinggi.
Tabel 6. Konsumsi BBM Jenis Premium di Indonesia Tahun 2005-2010
(Barel/Orang)
Tahun
Jumlah Konsumsi BBM Jenis
Premium (Ribu Barel)
2005
344.780
2006
323.526
2007
333.060
2008
336.780
2009
330.721
2010
341.337
Sumber: Kementerian ESDM (2011), diolah
Jumlah
Penduduk
(Orang)
227.303.175
229.918.547
232.461.746
234.951.154
237.414.495
239.870.937
BBM Jenis Premium per
Orang (Barel/Orang)
1.52
1.41
1.43
1.43
1.39
1.42
Dari data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing orang
mengkonsumsi lebih dari satu barel BBM jenis premium per tahunnya. Tingginya
konsumsi ini mengindikasikan tingginya mobilitas masyarakat Indonesia yang
berhubungan dengan produktivitas masyarakat Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Berapakah nilai willingness to pay (kesediaan membayar) pengendara mobil
pribadi terhadap BBM jenis premium per liter?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi respon masyarakat terutama
pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM
jenis premium ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah:
1.
Menghitung nilai willingness to pay (kesediaan membayar) pengguna mobil
pribadi terhadap BBM jenis premium per liter.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon masyarakat terutama
pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM
jenis premium.
9
1.4
1.
Manfaat Penelitian
Bagi akademisi dan peneliti khususnya di dalam pengembangan Model
Regresi Logistik dan Crosstabs dengan SPSS yang terkait dengan respon
masyarakat.
2.
Bagi pemerintah, agar turut memperhatikan respon masyarakat tentang harga
BBM jenis premium dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan untuk
menentukan harga BBM jenis premium yang sampai saat ini masih disubsidi
oleh pemerintah.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) Wilayah penelitian dibatasi pada
daerah Bogor; (2) Objek penelitian adalah pengendara mobil pribadi yang tinggal
di sekitar wilayah penelitian sebagai responden; (3) Responden adalah mereka
yang memiliki dan menggunakan mobil pribadi dengan BBM jenis premium
sebagai bahan bakarnya.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Teori Kebijakan Publik-Subsidi
Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti
pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling optimal dalam
perekonomian dengan efisiensi penggunaan sumber daya juga terciptanya harga
dan kuantitas produksi dalam keseimbangan sehingga intervensi pemerintah tidak
diperlukan. Namun kenyataannya hal tersebut tidak terjadi. Perekonomian di
negara manapun tidak selalu dalam kondisi keseimbangan yang mengakibatkan
terjadinya kegagalan pasar. Maka diperlukan intervensi dari pemerintah dalam
menanggulangi kegagalan pasar tersebut.
Salah satu cara untuk menanggulangi kegagalan pasar tersebut adalah
dengan keberadaan subsidi. Subsidi adalah salah satu kebijakan pemerintah dalam
rangka membantu suatu usaha atau untuk menjaga stabilitas harga bagi
kepentingan masyarakat. Menurut Suparmoko (2003), subsidi dapat bersifat
langsung (dalam bentuk tunai, pinjaman bebas bunga, dan lain-lain) atau tidak
langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa, dan lain-lain). Subsidi
diantaranya dapat berupa: subsidi produksi, pemerintah menutup sebagian biaya
produksi untuk mendorong peningkatan output produk tertentu dan untuk
menekan harga; subsidi pendapatan, diberikan pemerintah melalui transfer
pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok
tertentu. Menurut Kamaludin (2003), meskipun subsidi ini memiliki kebaikan
bagi usaha-usaha dan kepentingan masyarakat, tetapi subsidi juga memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Subsidi dapat mengakibatkan hubungan persaingan yang tidak adil antara
berbagai kegiatan usaha, karena pendistribusiannya tidak dapat dilakukan
secara adil dan merata.
b. Subsidi dapat menyebabkan pemborosan baik dalam investasi modal
maupun fasilitas yang berlebihan.
c. Subsidi dapat menyebabkan ketidakadilan antara pemakai jasa dan
pembayar pajak yang tidak langsung merasakan manfaatnya.
11
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, pemerintah harus bisa
melihat usaha atau kegiatan mana yang pantas untuk mendapatkan subsidi yang
lebih besar dan usaha atau kegiatan mana yang harus dikurangi subsidinya.
Contoh pemberian subsidi di Indonesia adalah subsidi pupuk bagi petani, subsidi
pendidikan dan kesehatan, serta subsidi bahan bakar minyak bagi nelayan dan
masyarakat.
2.1.1.1 Subsidi dan Elastisitas
Subsidi akan menggeser kurva permintaan ke atas untuk konsumsi
bersubsidi (subsidized consumption) atau kurva penawaran ke bawah untuk
produksi bersubsidi (subsidized production) Pengaruh kedua jenis subsidi ini pada
kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
P
S
D
D’
Sumber: Spencer dan Amos (1993)
Gambar 1.
Q
Pengaruh Konsumsi Bersubsidi
Pada Gambar 1 konsumsi bersubsidi menggeser kurva permintaan D ke
atas menjadi kurva permintaan D’. Di mana semakin banyak barang atau jasa
dijual dengan harga subsidi akan semakin banyak jumlah permintaan konsumen
terhadap barang atau jasa tersebut. Permintaan akan barang bersubsidi bergeser ke
kanan atas karena daya beli masyarakat akan barang tersebut menjadi menguat.
Harga barang tersebut menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan harga tanpa
disubsidi. Kecenderungan masyarakat untuk membeli barang tersebut juga
meningkat karena harganya yang lebih terjangkau dan ketersediaan barang
tersebut di masyarakat.
12
P
S
S’
D
Q
Sumber: Spencer dan Amos (1993)
Gambar 2.
di mana:
Pengaruh Produksi Bersubsidi
P
= harga
Q
= permintaan untuk produk tertentu
S
= kurva penawaran awal
S’ = kurva penawaran akhir
D
= kurva permintaan awal
D’ = kurva permintaan akhir
Pada Gambar 2, produksi bersubsidi menggeser kurva penawaran S ke
bawah menjadi kurva penawaran S’. Di mana semakin banyak barang atau jasa
bersubsidi semakin banyak jumlah barang atau jasa tersebut yang ditawarkan.
Jika kedua Gambar tersebut digabung menjadi kurva baru, akan
menghasilkan ekuilibrium baru yang lebih besar.
2.1.2
Pemerintah Sebagai Penyedia Barang Publik
Menurut Stiglitz (1999), suatu barang dikategorikan sebagai barang publik
jika memenuhi salah satu atau kedua karakteristik sebagai berikut:
a. Non rival consumption, yaitu barang yang dapat dikonsumsi oleh individu
tanpa mengurangi kesempatan bagi individu lain untuk mengonsumsinya,
atau dapat dikonsumsi secara bersama-sama.
b. Non exclusion, yaitu tidak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk
mengonsumsi barang tersebut.
Jika kedua karakteristik tersebut ada pada sebuah barang, maka barang
tersebut merupakan barang publik murni (pure public goods). Sedangkan barang
yang hanya memiliki salah satu karakteristik dari kedua karakteristik tersebut,
13
atau properti lain (dapat dikonsumsi bersama atau tidak dapat dikecualikan) pada
tingkat tertentu, maka barang tersebut merupakan barang publik tidak murni
(impure public goods).
Secara faktual pemerintah menyediakan sarana dan prasarana di sektor
pendidikan dan di sektor kesehatan, karena kedua sektor ini memenuhi kriteria
barang swasta yang disediakan secara publik (Stiglitz, 1999). Kekurangan
penyediaan saran dan prasarana di sektor pendidikan dan di sektor kesehatan
biasanya dipenuhi oleh pihak swasta. Namun untuk menghindari adanya free rider
yang dapat menyebabkan tidak efisiennya penyediaan barang di sektor tersebut,
maka penyediaan sarana dan prasarana oleh pihak swasta tidak lagi menganut
prinsip barang publik, tetapi menganut prinsip barang swasta.
Penyediaan barang publik dapat dilakukan secara publik maupun oleh
pemerintah. Namun penyediaan barang publik yang dilakukan secara pribadi akan
menimbulkan free rider, yang dapat menyebabkan penyediaan barang tersebut
menjadi tidak efisien. Timbulnya free rider disebabkan karena sifat dari barang
publik yang memberikan eksternalitas positif bagi orang lain, namun mereka
enggan untuk berpartisipasi dalam penyediaan barang publik tersebut. Oleh sebab
itu, pemerintah dianggap pihak yang paling tepat untuk menyediakan barang
publik bagi masyarakat.
Manusia akan berupaya untuk memenuhi tingkat tertinggi dari utilitasnya,
sehingga akan memilih barang publik atau barang swasta berdasarkan marginal
rate of substitution (MRS) yang merupakan slope dari kurva indiferennya. Namun
setiap individu memiliki keterbatasan anggaran, yang besarnya adalah:
Y= C + PG
Di mana T adalah pendapatan, C adalah konsumsi barang swasta dan P adalah
harga yang harus dibayarkan untuk mengonsumsi setiap unit barang publik. G
adalah jumlah barang publik yang disediakan.
14
Sumber: Stiglitz (1999)
Gambar 3. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta
Gambar 3 adalah ilustrasi kurva indiferen barang publik dan barang
swasta. Secara grafis, utilitas maksimum yang dapat dicapai dari setiap individu
adalah di titik E pada gambar yang atas, yaitu titik perpotongan antara kurva
indiferen dengan batas anggaran. Tetapi ketika harga (P) turun, sementara batas
anggaran tetap, makajumlah barang publik (G) yang diminta bertambah, sehingga
perpotongan antara kurva indiferen dengan batas anggaran di titik E’. Kurva ini
juga menunjukkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk membelanjakan
pendapatannya untuk membeli barang publik maupun barang swasta.
15
Secara makro, kita dapat melihat kurva permintaan agregat sebagai
berikut:
Sumber: Mankiw (2007)
Gambar 4. Kurva Permintaan Agregat
Kurva permintaan agregat dapat naik atau turun mengikuti fakta di
lapangan. Permintaan agregat dapat naik (kurva AD bergeser ke kanan) antara lain
jika terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan gaji pegawai negeri,
turunnya pajak perseorangan, panen raya, dan lain-lain.
2.1.3
Willingness to Pay (Kesediaan Membayar)
Menurut Smith dan Nagle (2002), Willingness to Pay (WTP) adalah
kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya.
Pendekatan yang digunakan dalam analisis willingness to pay didasarkan pada
persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan dan kebutuhan mereka
terhadap BBM jenis premium. Permasalahan-permasalahan transportasi yang
terjadi sering berhubungan dengan tingkat willingness to pay, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain (Dardela, 2009):
a. Produk yang ditawarkan oleh operator jasa pelayanan transportasi
b. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan
c. Utilitas pengguna terhadapa produk tersebut
d. Selera pengguna
WTP i dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP
responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP yang benar
adalah berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP
berikutnya (batas atas kelas WTP). Pada tahap ini, biasanya diabaikan penawaran
sanggahan atau respon dari responden yang tidak dapat menentukan jumlah yang
16
ingin mereka bayarkan karena mereka tidak ingin mengikuti program pemerintah
untuk membenahi masalah kemacetan (Nursusandhari dalam Agustya, 2011).
2.1.4
Regresi Logistik
Regresi Logistik atau yang lebih dikenal dengan metode logit merupakan
bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengaji hubungan pengaruh peubahpeubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan
matematis tertentu. Secara umum, apabila peubah respon dalam analisis regresi
adalah peubah kategorik, maka analisis regresi yang dapat digunakan antara lain
analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi regresi
logistik biner, regresi logistik nominal dan regresi logistik ordinal.
Secara umum, analisis regresi logistik menggunakan peubah penjelasnya,
yang dapat berupa peubah kategorik ataupun peubah numerik, untuk menduga
besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Dalam analisis
regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon
dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Formulasi transformasi
logit tersebut adalah:
𝑃𝑖
Logit(pi) = log ϱ �1−𝑃𝑖� .......................................................................................(2.1)
P i adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk
orang ke-i dan log ϱ adalah logaritma dengan basis bilangan 𝜚. Kategori sukses
secara umum menjadi perhatian dalam penelitian.
Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi
logistik adalah odd ratio. Nilai odd ratio yang didapat dapat mengindikasikan
seberapa lebih mungkin (dalam kaitannya dengan odd ratio) munculnya kejadian
sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya.
2.1.5
Analisis Crosstabs – Chi Square
Menurut Trihendradi (2009), analisis crosstabs merupakan analisis dasar
untuk hubungan antar variabel kategori (nominal-ordinal). Penambahan variabel
kontrol untuk mempertajam analisis sangat mungkin terjadi. Crosstabs data
digunakan untuk mengetahui hubungan atau distribusi respons antara variabel
data dalam bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis crosstabs – chi square
adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal (Yamin, 2009).
17
2.1.6
Metode Regresi Linier Berganda
Analisis regresi merupakan suatu alat analisis untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang dinyatakan dalam koefisien
regresi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya dapat ditentukan dan bersifat
menerangkan variabel tak bebas yang nilainya tergantung kepada variabel bebas.
Menurut Gujarati (2006), dalam analisis regresi diketahui dua bentuk model yaitu
model persamaan tunggal dan model persamaan simultan. Pada model persamaan
tunggal ada satu variabel tak bebas (Y) yang diterangkan oleh satu atau beberapa
variabel X. Sementara dalam persamaan simultan, suatu variabel Y tidak hanya
ditentukan oleh variabel X tetapi beberapa variabel X juga ditentukan oleh
variabel Y atau ada dua variabel Y 1 dan Y 2 yang dipengaruhi secara bersamasama oleh suatu variabel x. Adapun penelitian ini menggunakan analisis regresi
dengan model persamaan tunggal yaitu analisis regresi linier berganda.
Ordinary Least Square (OLS) merupakan salah satu metode yang sering
digunakan karena kemudahannya dalam mengolah data. Gujarati (1993)
menyebutkan bahwa ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model ini,
antara lain:
a. Semua penaksir tak bias linier atau penaksir OLS memiliki varians
minimum.
b. Varians tiap unsur disturbance e 1 tergantung (conditional) pada nilai yang
dipilih dari variabel yang menjelaskan adalah suatu angka konstan yang
sama dengan σ2 yang merupakan asumsi homoskedastisitas yaitu varians
yang sama.
c. Tidak ada autokorelasi artinya tidak ada korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau seperti dalam
data cross sectional.
d. Variabel yang menjelaskan adalah non stokastik yaitu terdiri dari angkaangka yang tetap dan e1 didistribusikan secara normal.
e. Tidak ada multikolinearitas antara variabel yang menjelaskan X.
18
2.2
Konsep dan Definisi
2.2.1
Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam yang
dimiliki oleh Indonesia, pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. Hal
ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui, yang berasal
dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung minyak. BBM
merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses transformasi minyak
bumi. Menurut pasal 3 Undang-Undang No.4 tahun 1960, bahan galian minyak
dan gas bumi adalah kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, sementara
usaha pertambangan dilaksanakan oleh perusahaan negara. Pasal tersebut
menjelaskan bahwa pengolahan minyak mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya
oleh negara yang penguasaannya diwakili oleh pemerintah. Menurut UndangUndang No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dinyatakan bahwa migas
merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan pemerintah yang
ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan.
Menurut naskah RAPBN dan Nota Keuangan setiap tahun, subsidi BBM
adalah pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada PT.
Pertamina (pemegang monopoli pendistribusian BBM di Indonesia) dalam situasi
di mana pendapatan yang diperoleh PT. Pertamina dari kewajiban untuk
menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah jika dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan BBM tersebut.
Subsidi BBM merupakan salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk
meringankan beban konsumen, terutama untuk masyarakat menengah ke bawah.
Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu masyarakat menengah ke
bawah ternyata kurang tepat sasaran. Pada kenyataannya penikmat terbesar
subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah kelompok orang mampu karena
pemberian subsidi BBM tidak membeda-bedakan golongan masyarakat. Alasan
keadilan terhadap masyarakat miskin dan defisit anggaran membuat pemerintah
mulai mengurangi anggaran untuk subsidi BBM dan mengalokasikannya untuk
19
subsidi bidang lain (bantuan langsung tunai, beras miskin, kartu sehat, beasiswa,
dan lain-lain).
2.2.2
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Premium
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 tahun 2005 telah diatur bahwa
harga ekonomis BBM didasarkan pada Mean of Platts Singapore (MOPS) atau
harga rata-rata yang digunakan oleh negara Singapura. Selain itu, ada
penambahan biaya distribusi dan margin yang akan diterima PT. Pertamina, yang
disebut dengan faktor alpha. Selain kedua faktor tersebut, dalam perhitungan
BBM ditambahkan pula pajak.
2.3
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Subsidi BBM merupakan salah satu yang menarik perhatian masyarakat
luas karena berhubungan dengan pengeluaran riil mereka. Subari pada tahun 2008
menganalisis tentang dampak kebijakan penurunan subsidi BBM terhadap
indikator makroekonomi. Penelitian ini difokuskan pada indikator-indikator
makroekonomi seperti inflasi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, nilai
tukar rupiah dan neraca pembayaran. Hasilnya, jika pemerintah menurunkan
jumlah subsidi BBM atau menaikkan harga BBM akan berdampak pada terjadinya
inflasi (namum tidak terlalu signifikan), terjadinya penurunan pertumbuhan
nasional, terjadinya peningkatan pengangguran, menurunnya nilai tukar rupiah
relatif terhadap mata uang asing dan terjadinya defisit neraca pembayaran.
Pada tahun 1998, terjadi guncangan ekonomi politik di dalam negeri. Hal
ini memengaruhi kebijakan pemerintah pada tahun 2000 untuk mengurangi
jumlah subsidi BBM. Nikensari dan Trianoso pada tahun 2003 menganalisis
dampak penurunan subsidi BBM terhadap perekonomian Indonesia dengan model
analisa komputasi keseimbangan umum. Data yang digunakan adalah data yang
dibangun pada tahun 2000 dengan menggunakan tahun dasar data tahun 1998.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah
menyebabkan harga beberapa komoditas meningkat. Tetapi untuk jangka pendek,
kenaikan harga BBM masih berdampak positif pada variabel PDB dan variabel
ekonomi lainnya, sedangkan untuk jangka panjang apabila kondisi perekonomian
20
tidak lebih baik dari kondisi perekonomian pada tahun 1998, maka akan
menyebabkan penurunan persentase PDB dan variabel ekonomi lainnya.
Subsidi non-BBM memiliki peran yang penting juga dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Patriadi dan Handoko pada tahun 2005 melakukan
analisis evaluasi kebijakan subsidi non BBM (subsidi pupuk, beras, suku bunga,
kredit, obligasi publik, raskin). Analisis ini menggunakan penghitungan beban
fiskal subsidi non-BBM terhadap APBN dan membandingkannya selama
beberapa tahun dengan anggaran yang berbeda di Indonesia. Mereka menemukan
bahwa beban subsidi non-BBM terhadap APBN ternyata relatif lebih ringan
daripada beban subsidi BBM. Meskipun subsidi BBM memiliki porsi yang besar
dalam APBN, subsidi non-BBM perlu dipertahankan untuk membantu masyarakat
yang memiliki daya beli rendah.
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, memiliki
kebijakan subsidi BBM yang responsif dengan tingkat konsumsi BBM. Granado,
Coady dan Gillingham (2010) menganalisis ketidakseimbangan manfaat dari
subsidi BBM terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Penelitian
mereka memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara yang mereka observasi.
Mereka menganalisis dampak langsungnya berdasarkan data pengeluaran BBM
untuk memasak, listrik dan transportasi. Hasilnya, peningkatan harga BBM pada
tahun 2003 hingga tahun 2008 memiliki dampak yang signifikan pada tingkat
kesejahteraan rumah tangga. Beberapa negara dengan kebijakan harga jual BBM
yang cukup tinggi mencerminkan tingkat pendapatan negara tersebut yang cukup
tinggi juga. Hal ini membuat subsidi BBM menjadi salah satu instrumen
kebijakan yang sangat penting dalam melindungi rumah tangga miskin dalam
menghadapi tingginya harga minyak dunia. Transparansi dalam memberikan
informasi tentang subsidi BBM kepada publik dapat mendukung reformasi dalam
subsidi BBM.
2.4
Kerangka Pemikiran
Transportasi merupakan faktor yang penting dalam memengaruhi tingkat
produktivitas seseorang. Transportasi berperan penting dalam pencapaian efisiensi
seseorang dalam mobilitasnya. Mobilitas seseorang yang didorong untuk semakin
21
efisien menyebabkan masyarakat cenderung untuk menggunakan kendaraan mobil
pribadi (pada kondisi tertentu). Maraknya kendaraan pribadi dewasa ini
menyebabkan
melonjaknya
penggunaan
BBM
terutama
jenis
premium.
Keterbatasan produksi minyak dalam negeri dari tahun ke tahun menyebabkan
pemerintah melakukan impor minyak mentah dan memberikan subsidi terhadap
harga jual BBM jenis premium yang disesuaikan dengan harga dunia dan
kemampuan masyarakat dalam negeri.
Dengan pembengkakan dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
untuk membayar subsidi BBM jenis premium, pemerintah berencana untuk
menaikkan harga jual BBM jenis premium untuk masyarakat dan mengurangi
jumlah subsidi. Subsidi diproyeksikan untuk dialihkan kepada subsidi lainnya,
seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, pupuk, dll.
Pertimbangan-pertimbangan yang sedang dipikirkan oleh pemerintah
untuk menaikkan harga jual BBM jenis premium menjadi polemik bagi
masyarakat karena akan mempengaruhi pengeluaran riil total. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon masyarakat jika terjadi
kenaikan harga BBM jenis premium terutama bagi pengendara mobil pribadi.
22
Subsidi BBM
Tingginya Harga
Minyak Dunia
Pengeluaran
Pemerintah
Tingginya
Konsumsi BBM
Kebijakan Kenaikan
Harga BBM
Logit
Crosstabs
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Respon
Setuju
Respon
Tidak Setuju
WTP
Subsidi BBM jenis premium merupakan cara pemerintah untuk membantu
masyarakat agar dapat mengakses ketersediaan BBM jenis premium dengan lebih
mudah. Tingginya harga minyak dunia dewasa ini dan tingkat konsumsi
masyarakat akan BBM jenis premium yang juga meningkat menyebabkan
peningkatan pengeluaran pemerintah secara agregat. Karena pemerintah mulai
merasa terbebani dengan subsidi BBM jenis premium, pemerintah berencana
untuk meningkatkan harga jual BBM jenis premium di masyarakat. Penelitian ini
menganalisis bagaimana respon masyarakat, terutama pengendara mobil pribadi
di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dan menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi respon asyarakat tersebut. Pada akhirnya, akan
diketahui berapa kesediaan membayar masyarakat terhadap satu liter BBM jenis
premium.
23
2.5
Hipotesis Penelitian
a. Jenis kelamin tidak memengaruhi respon masyarakat terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium.
b. Usia seseorang memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan
harga BBM jenis premium.
c. Jumlah tanggungan responden berpengaruh negatif terhadap rencana respon
masyarakat terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
d. Tingkat pendidikan memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium
e. Tingkat pendapatan responden memengaruhi respon masyarakat rencana
terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
f. Tingkat pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi respon masyarakat
rencana terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
g. Kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium memengaruhi
respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga satu liter BBM jenis
premium.
h. Perilaku menghemat memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium.
i. Tingkat konsumsi BBM jenis premium memengaruhi respon masyarakat
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
j. CC mobil memengaruhi respon masyarakat terhadap rencana kenaikan harga
BBM jenis premium.
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian yang berjudul Analisis Respon Masyarakat terhadap Rencana
Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di
Bogor) ini dilakukan selama bulan Maret sampai dengan Juli 2012. Dalam jangka
waktu tersebut dilakukan pengambilan informasi dan data dari pengguna mobil
pribadi yang mengonsumsi BBM jenis premium. Lokasi yang menjadi tempat
pengambilan data tersebut adalah di beberapa tempat aksidental di Bogor.
3.2
Sumber dan Jenis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan menggunakan kuisioner
terhadap minimal 60 responden yang ada. Sementara data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber, antara lain dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga dari Badan Pusat Statistik.
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan angket (kuisioner). Menurut Soeratno (1995), angket
adalah daftar pertanyaan yang diberikan untuk diisi oleh responden. Tujuan
penggunaan angket adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan
penelitian juga untuk memperoleh kesahihan yang cukup tinggi. Pertanyaan dalam
angket ini mencakup tentang fakta (data diri responden), sikap dan pendapat,
informasi (sejauh mana responden mengethaui sesuatu), dan respon diri (penilaian
responden atas perilakunya sendiri).
Pemilihan responden dalam penelitian ini adalah dengan memakai metode
non-probability sampling. Non-probability sampling merupakan teknik penarikan
sampel yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Metode yang dipilih adalah
accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, pada
waktu tertentu yang cocok sebagai sumber data.
25
3.4
Metode Analisis
3.4.1
Analisis Nilai WTP Pengendara Mobil Pribadi terhadap Satu Liter
BBM Jenis Premium
Tahap-tahap dalam melakukan penelitian untuk menentukan WTP ini
meliputi (Hanley dan Spash, 1993):
1. Membangun Pasar Hipotesis
Pasa hipotetis dibentuk atas dasar tingginya pengeluaran pemerintah yang
dikeluarkan untuk membiayai subsidi BBM jenis premium. Dengan harga
jual BBM jenis premium yang relatif rendah, terjadi peningkatan konsumsi
BBM jenis premium dan masalah-masalah baru muncul sebagai akibatnya,
seperti kemacetan, polusi udara yang makin tinggi, dll. Selanjutnya pasar
hipotetis dibentuk dalam skenario sebagai berikut:
“Jika pemerintah Indonesia memberlakukan harga jual baru terhadap satu
liter BBM jenis premium untuk menekan pengeluaran pemerintah dan
untuk meningkatkan efektivitas mobilitas dengan mengurangi frekuensi
penggunaan mobil pribadi dan meningkatkan frekuensi penggunaan
kendaraan umum massal.”
Pertanyaan yang menyangkut skenario adalah:
“ Setujukah bapak/ibu/saudara/saudari dengan kebijakan rencana kenaikan
harga BBM jenis premium? Berapa besarnya biaya yang mampu
bapak/ibu/saudara/saudari untuk satu liter BBM jenis premium?
2. WTP i dapat diduga dengan nilai tengah dari kelas atau interval WTP
responden ke-i. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui WTP
yang benar adalah berada di antara jawaban yang dipilih (batas bawah
kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP). Perhitungan
dari dugaan nilai WTP pengendara mobil pribadi ditentukan dengan
rumus:
WTP = ∑𝑛𝑖=0W i , Pf i ....................................................................................... (3.1)
Di mana:
WTP = dugaan WTP (Rp)
Wi
= batas bawah WTP pada kelas ke-i
26
Pf i
= frekuensi relatif kelas ke-i
n
= jumlah kelas
i
= sampel (1,2,3,...,n)
3.4.2
Model Regresi Logistik
Metode analisis data yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
memengaruhi persepsi individu adalah logistic regression model. Regresi logistik
merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas
(X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu.
Analisis regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang
kejadian tertentu dari kategori peubah respon (Firdaus, 2008). Model regresi
logistik ini dianggap sebagai alat yang tepat untuk menganalisis data dalam
penelitian ini karena variabel dependen dalam penelitian ini yaitu respon terhadap
kenaikan harga BBM jenis premium yang bersifat dikotomi. Model regresi
logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik dengan
dua pilihan (binnary logistic regression) yaitu regresi logistik dengan dua kategori
atau binomial pada variabel dependennya “1” jika setuju terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium, “0” jika tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis
premium
Kelebihan model regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik
lainnya, antara lain (Ghozali, 2006):
a. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang
digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki
distribusi normal linier maupun memiliki varian yang sama setiap grup.
b. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa merupakan campuran dari
variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis.
Regresi logistik digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat
diharapkan non linier dengan satu atau lebih variabel bebas.
3.4.2.1 Spesifikasi Model Logit untuk Respon terhadap Rencana Kenaikan
Harga BBM Jenis Premium
Perumusan model secara lengkap dapat dinotasikan dalam persamaan
matematis sebagai berikut:
27
= Y = β 0 + β 1 JK+ β 2 U + β 3 JT + β 4 P + β 5 I + β 6 IL + β 7 W+ β 8 H+ β 9 KP+
β 10 CC+µi..........(3.2)
di mana:
Y
= respon terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium
JK
= jenis kelamin
U
= usia (tahun)
JT
= jumlah tanggungan responden (orang)
P
= tingkat pendidikan
I
= tingkat pendapatan responden (juta rupiah)
IL
= tingkat pendapatan anggota keluarga lain (juta rupiah)
W
= kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium (rupiah)
H
= perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium
KP
= konsumsi BBM jenis premium per bulan ( ratus ribu rupiah)
CC
= CC mobil
β
= parameter
µ
= error terms
3.4.3
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian
Variabel tak bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium (PP), sementara variabel
bebas yang digunakan adalah jenis kelamin (JK), usia (U), tingkat pendidikan (P),
jumlah tanggungan responden(JT), tingkat pendapatan responden (I), tingkat
pendapatan anggota keluarga lain (IL), kesediaan membayar terhadap satu liter
BBM jenis premium (W), perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM
jenis premium (H), tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan (KP), CC
mobil (CC). Variabel-variabel ini didapat dari hasil data primer dengan
menggunakan kuisioner. Berikut adalah definisi operasional pada penelitian ini:
a. Respon terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium (Y)
Variabel ini adalah respon yang dipilih oleh responden tentang kenaikan
harga BBM jenis premium. Pengukuran variabel ini menggunakan ukuran
nominal, di mana:
28
• 1 = jika responden setuju terhadap kenaikan BBM jenis premium
• 0 = jika responden tidak setuju terhadap kenaikan BBM jenis
premium
b. Jenis Kelamin (JK)
Variabel ini mencerminkan jenis kelamin responden. Variabel ini terdiri
dari dua kategori, yaitu jenis kelamin pria dan jenis kelamin perempuan.
Pengukuran variabel ini menggunakan ukuran nomial, di mana:
• 1 = pria
• 0 = wanita
c. Usia (U)
Variabel ini adalah variabel yang mencerminkan usia responden. Variabel
ini berupa data metrik dan diukur dengan ukuran rasio dengan satuan
tahun.
d. Jumlah Tanggungan Responden (JT)
Variabel ini mencerminkan jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh
responden. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan
satuan orang.
e. Tingkat Pendidikan (P)
Variabel ini merepresentasikan latar belakang pendidikan responden.
Variabel ini berupa variabel politom yang terdiri dari empat kategori.
Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran ordinal, di mana:
• 1 = Sekolah Dasar (SD)
• 2 = Sekolah Menengah Pertama (SMP)
• 3 = Sekolah Menengah Atas (SMA)
• 4 = Perguruan Tinggi (Diploma, S1, S2, S3)
f. Tingkat Pendapatan Responden (I)
Variabel ini mencerminkan pendapatan yang diterima responden. Variabel
ini diukur dengan menggunakan ukuran rasio dengan satuan juta rupiah.
g. Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain (IL)
Variabel ini mencerminkan pendapatan yang diterima oleh anggota
keluarga lain dari masing-masing responden. Variabel ini diukur dengan
menggunakan ukuran rasio dengan satuan juta rupiah.
29
h. Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium (W)
Kesediaan
Membayar
(WTP)
yang
diberikan
oleh
responden
menggunakan ukuran rasio dengan satuan rupiah.
i. Perilaku Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis Premium
(H)
Variabel ini merupakan pilihan yang diberikan kepada konsumen apabila
terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini menggunakan
ukuran ordinal di mana:
•
1 = menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi
kenaikan harga
•
0 = tidak menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi
kenaikan harga
j. Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan (KP)
Variabel ini mencerminkan jumlah premium yang dikonsumsi oleh
responden tiap bulan. Variabel ini diukur dengan menggunakan ukuran
rasio dengan satuan ribu rupiah.
k. CC Mobil (CC)
Variabel ini merupakan CC mobil yang dimiliki oleh responden dan
menggunakan ukuran nominal.
3.4.4
Model Analisis Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi kesediaan membayar pengendara mobil pribadi
terhadap satu liter BBM jenis premium adalah jenis kelamin, usia, jumlah
tanggungan responden, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan responden, tingkat
pendapatan anggota keluarga lain, perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga
BBM jenis premium, tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan dan CC
mobil. Berikut model persamaannya:
Y = β 0 + β 1 JK+ β 2 U + β 3 JT + β 4 P + β 5 I + β 6 IL + β 7 H+ β 8 KP+
β 9 CC+µi..........(3.3)
di mana:
Y
= kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium
JK
= jenis kelamin
30
U
= usia (tahun)
JT
= jumlah tanggungan responden (orang)
P
= tingkat pendidikan
I
= tingkat pendapatan responden (juta rupiah)
IL
= tingkat pendapatan anggota keluarga lain (juta rupiah)
H
= perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium
KP
= konsumsi BBM jenis premium per bulan ( ratus ribu rupiah)
CC
= CC mobil
β
= parameter
µ
= error terms
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Responden
Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara
mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta
(perumahan di Bogor Utara) dan di pusat perbelanjaan (Botani Square) yang
berada di Jalan Pajajaran. Karakteristik umum responden ini berdasarkan mobil
pribadi yang dimiliki sejak tahun 2000 ke atas. Selain itu, responden dinilai dari
berbagai variabel, antara lain: jenis kelamin (JK), usia (U), jumlah tanggungan
responden (JT), tingkat pendidikan (P), tingkat pendapatan responden (I), tingkat
pendapatan anggota keluarga lain (IL), kesediaan membayar terhadap satu liter
BBM jenis premium (W), perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM
jenis premium (H), tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan (KP) dan CC
mobil (CC). Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon pengendara mobil
pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Respon Pengendara
Mobil Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis
Premium di Bogor (2012)
Df
Chi Square
Hitung
Chi Square
Tabel
Korelasi
Rank
Spearman
0,233
0,041
0,000
1
26
6
1,425
39,777
33,975
3,841
38,885
12,592
-0,154
-0,382
-0,434
P
0,991
2
0,018
5,991
0,000
I
0,050
25
37,634
37,652
0,099
IL
W
0,054
0,009
18
3
28,536
11,662
28,869
7,815
0,162
0,410
H
0,391
2
1,880
5,991
0,048
KP
0,198
21
26,218
32,671
0,250
CC
0,857
8
3,999
15,507
0,031
Fakt
or
Signifi
kan
JK
U
JT
Keterangan
Tidak berhubungan
nyata
Berhubungan nyata
Berhubungan nyata
Tidak berhubungan
nyata
Tidak berhubungan
nyata
Tidak berhubungan
nyata
Berhubungan nyata
Tidak berhubungan
nyata
Tidak berhubungan
nyata
Tidak berhubungan
nyata
32
4.1.1
Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor pembeda dasar dari responden yang
ditemui. Dari 60 responden yang ditemui, terdapat perbedaan rasio jenis kelamin
yang telah diolah dalam Gambar 5
35%
W
P
65%
Gambar 5.
Karakteristik Responden
Kelamin di Bogor (2012)
Berdasarkan
Distribusi
Jenis
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa rasio pria lebih besar dibandingkan
dengan rasio wanita. 65 persen responden berjenis kelamin pria dan sisanya
sebesar 35 persen berjenis kelamin wanita. Dari hasil di atas dapat disimpulkan
bahwa pria cenderung memiliki dan mengendarai mobil pribadi daripada wanita.
Tabel 8. Deskripsi Respon Berdasarkan Jenis Kelamin di Bogor (2012)
Respon (Jumlah)
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Setuju
16
12
Rasio Setuju/Tidak Setuju
Tidak Setuju
23
9
0,69
1,33
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa ada variasi respon antara pria dan wanita.
Rasio respon wanita untuk setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis
premium adalah dua kali lebih besar dibandingkan rasio respon pria untuk setuju
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Sebanyak 14 pria setuju
jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 25 pria lainnya tidak
setuju. Lalu, sebanyak 11 wanita setuju jika terjadi kenaikan harga BBM jenis
premium, sementara 10 wanita lainnya tidak setuju.
Pengujian dua variabel dilakukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh
atau terdapat hubungan nyata antara faktor pribadi dengan respon masyarakat
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium (Tabel 7).
33
Hubungan antara jenis kelamin dengan respon yang diperoleh dari Chi
Square Test menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin
dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM
jenis premium. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Asymp. Sig (2-sided) Pearson Chi
Square adalah 0,233 yang nilainya lebih besar daripada alpha (α=0,05) dan nilai
Chi Squarehitung sebesar 1,425 (df=1) atau lebih kecil dari Chi-Squaretabel sebesar
3,841. Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut
adalah jenis kelamin tidak berhubungan terhadap respon pengendara mobil
pribadi pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dengan kata lain jenis kelamin seseorang tidak memiliki hubungan nyata
terhadap respon, hal ini mungkin terjadi karena pengendara mobil pribadi dengan
jenis kelamin apapun tetap peduli dengan rencana kenaikan harga BBM jenis
premium dan respon mereka tidak dibatasi oleh jenis kelamin.
4.1.2
Usia
Tingkat umur responden cukup bervariasi, mulai dari 20 tahun ke bawah
sampai dengan di atas 50 tahun. Distribusi tingkat umur responden tersebut dapat
dilihat pada Gambar 6.
2%
≤20
15%
35%
21-30
31-40
41-50
33%
15%
Gambar 6.
>50
Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Usia (Tahun)
di Bogor (2012)
Dari Gambar 6 terlihat bahwa responden terbanyak berada pada rentang
umur 21-30 tahun yaitu sejumlah 21 orang atau 35 persen dari keseluruhan
responden, dan pada rentang umur 41-50 tahun sebanyak 20 orang atau 33 persen
dari keseluruhan responden. Responden yang berada pada rentang umur 31-40
tahun berjumlah sembilan orang dengan persentasi 15 persen dari keseluruhan
responden, responden yang berusia lebih dari 50 tahun juga memiliki persentasi
34
sebesar 15 persen atau sembilan orang. Responden yang berusia kurang dari 20
tahun yaitu satu orang atau dua persen dari keseluruhan responden. Kesimpulan
dari data di atas adalah pengendara mobil pribadi pada usia dewasa (di atas 20
tahun) hingga usia 50 tahun merupakan mayoritas pemilik dan pengguna mobil
pribadi.
Tabel 9. Deskripsi Respon Berdasarkan Usia di Bogor (2012)
Usia
≤ 20
21-30
31-40
41-50
>50
Respon (Jumlah)
Setuju
Tidak Setuju
1
15
2
8
2
Rasio Setuju/Tidak Setuju
0
6
7
12
7
2,50
0,29
0,67
0,29
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa responden pada rentang usia antara 20
tahun hingga 30 tahun memiliki nilai rasio (setuju/tidak setuju terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium) yang paling besar. Pada rentang usia 31-40
tahun nilai rasionya paling kecil, berarti pada rentang usia ini responden paling
tidak setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan alat analisis Chi Square
Test pada Tabel 7, terlihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara respon
pengendara mobil pribadi dengan usia mereka. Chi Square Test yang dilakukan
menghasilkan nilai signifikan 0,041 lebih kecil dari alpha (α=0,05) dan nilai Chi
Squarehitung sebesar 39,777 (df=26) lebih besar dari nilai Chi Squaretabel sebesar
38,885. Nilai korelasi Rank Spearman yang diperoleh adalah -0,382 yang lebih
besar daripada alpha (α=0,05). Artinya, variabel usia memiliki hubungan dengan
respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis
premium, tetapi tidak ada pengaruh di antara keduanya.
4.1.3 Jumlah Tanggungan Responden
Jumlah tanggungan responden merupakan jumlah anak yang dimiliki oleh
responden.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa sebesar 30 persen dari total responden
tidak memiliki anak atau sebanyak 18 responden dari total 60 responden.
Responden lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut: responden yang memiliki
35
dua anak berjumlah 12 responden atau 20 persen dari keseluruhan responden,
responden yang memiliki tiga anak berjumlah 11 responden dengan persentasi 18
persen dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki satu anak
berjumlah delapan responden atau 13 persen dari keseluruhan responden. Lalu
responden yang memiliki empat anak berjumlah enam responden atau 10 persen
dari keseluruhan responden. Responden yang memiliki lima anak berjumlah
empat responden atau dengan persentasi sebesar tujuh persen dari keseluruhan
responden. Terakhir, responden yang memiliki enam anak berjumlah satu
responden dengan persentasi dua persen dari total keseluruhan responden.
Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan di
Bogor (2012)
Jumlah Tanggungan (Orang)
Frekuensi
Rasio (%)
0
18
60
1
8
13
2
12
20
3
11
18
4
6
10
5
4
7
6
1
2
Respon dari responden terhadap rasio setuju atau tidak setuju terhadap
kenaikan harga BBM memiliki nilai yang berbeda-beda. Tetapi dapat dilihat pada
Tabel 11, untuk responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu orang
memiliki nilai rasio sebesar nol yang berarti responden yang memiliki jumlah
tanggungan sebanyak satu orang tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis
premium. Hal tersebut juga terjadi untuk responden yang memiliki jumlah
tanggungan sebanyak enam orang.
36
Tabel 11. Deskripsi Respon Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Bogor
(2012)
Jumlah Tanggungan (Orang)
0
1
2
3
4
5
6
Setuju
18
0
2
5
2
1
0
Respon
Tidak Setuju
0
8
10
6
4
3
1
Rasio Setuju/Tidak Setuju
0,00
0,20
0,83
0,50
0,33
0,00
Terlihat pada Tabel 7, responden yang berada di Bogor memiliki nilai ChiSquarehitung 33,975 yang lebih besar dari nilai Chi-Squaretabel 12,592 dengan df=6.
Signifikansi dari uji ini adalah 0,000 yang lebih kecil dari alpha (α=0,05). Dengan
demikian, jumlah tanggungan yang dimiliki responden berhubungan nyata dengan
respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis
premium pada tingkat kepercayaan 95 persen. Koefisien korelasi Rank Spearman
menunjukkan nilai -0,434 lebih besar dari alpha(α=0,05) sehingga ada hubungan
antara jumlah tanggungan responden dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap
rencana kenaikan harga BBM jenis premium, akan tetapi tidak ada pengaruh antara
keduanya.
4.1.4
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masing-masing responden bervariasi. Sebaran tingkat
pendidikan masing-masing responden dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.
3% 0%
SD
40%
57%
SMP
SMA
PT
Gambar 7.
Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat
Pendidikan di Bogor (2012)
37
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden
umumnya merupakan lulusan perguruan tinggi. Sebanyak 57 persen responden
atau sebanyak 34 responden dari total keseluruhan responden merupakan lulusan
dari perguruan tinggi. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA atau
sederajat sejumlah 24 orang atau sebesar 40 persen dari keseluruhan responden.
Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SD sejumlah dua responden atau
tiga persen dari total responden. Kesimpulan dari data di atas adalah, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka kecenderungan mereka untuk memiliki dan
menggunakan mobil pribadi menjadi semakin besar pula.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa mayoritas dari responden adalah lulusan
perguruan tinggi. Sebanyak dua orang yang pendidikan terakhirnya SD, tidak
setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Sebanyak 15 orang lulusan
SMA setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 11 orang
lainnya tidak setuju. Lalu sebanyak 10 orang lulusan perguruan tinggi setuju
terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, sementara 22 orang lainnya tidak.
Tabel 12. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Bogor
(2012)
Tingkat Pendidikan
SD
SMA
PT
Respon (Jumlah)
Setuju
Tidak Setuju
1
11
16
Rasio Setuju/Tidak Setuju
1
13
18
1,00
0,85
0,89
Sebagian besar responden telah menyadari pentingnya manfaat dari BBM
jenis premium sehingga mereka peduli terhadap rencana tentang kenaikan BBM
jenis premium. Berdasarkan uji dua variabel (respon dengan tingkat pendidikan)
pada Tabel 7, terlihat bahwa nilai Chi-Squarehitung sebesar 0,018 (df=2) lebih kecil
dari Chi-Squaretabel sebesar 5,991 dan memiliki signifikansi sebesar 0,991 yang
lebih besar dari nilai selang kepercayaan sebesar 95 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara respon
pengendara mobil pribadi dengan tingkat pendidikan.
4.1.5
Tingkat Pendapatan Responden
Tingkat pendapatan responden bervariasi mulai dari kurang dari Rp
1.000.000 hingga lebih dari Rp 10.000.000. Hal ini dikarenakan karena ada yang
38
masih merupakan mahasiswa dan ada yang berwirausaha. Variasi tingkat
pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 8.
22%
40%
≤1jt-5jt
5,1jt-10jt
>10jt
38%
Gambar 8.
Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat
Pendapatan (Rupiah) di Bogor (2012)
Responden yang memiliki pendapatan masing-masing (per bulan) sebesar
kurang dari Rp 1.000.000 hingga Rp 5.000.000 berjumlah 24 responden dan
memiliki persentasi terbesar yakni 40 persen dari keseluruhan responden. Lalu
responden yang memiliki pendapatan dengan rentang antara Rp 5.100.000 – Rp
10.000.000 berjumlah 23 responden atau 38 persen dari keseluruhan responden.
Terakhir, responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 10.000.000
berjumlah 13 responden atau 22 persen dari keseluruhan responden. Dari data di
atas dapat disimpulkan bahwa walaupun pendapatan mereka termasuk rendah dari
kategori di atas, tapi itu tidak menjadi alasan untuk tidak menggunakan mobil
pribadi. Berarti, menggunakan kendaraan pribadi merupakan salah satu kebutuhan
(dengan jenis dan merk mobil yang berbeda-beda).
Tabel 13. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Bogor
(2012)
Tingkat Pendapatan
≤1juta-5juta
5,1juta-10juta
>10juta
Respon
Setuju
Tidak Setuju
13
11
10
16
8
5
Rasio Setuju/Tidak Setuju
1.18
0.63
1.60
Pengendara mobil pribadi dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp
10.000.000 memiliki rasio respon setuju/tidak setuju terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium yang paling besar, yakni 1,60. Berarti pengendara mobil
39
pribadi dengan tingkat pendapatan yang lebih dari Rp 10.000.000 cenderung
setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan analisis Chi Square Test
pada Tabel 7, terlihat bahwa pada pendapatan berapapun, responden memiliki
respon masing-masing terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Chi Square
Test yang dilakukan menghasilkan nilai Chi-Squarehitung sebesar 37,634 (df=25)
yang lebih kecil dari nilai Chi-Squaretabel sebesar 37,652. Uji ini juga
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan respon pengendara
mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium pada tingkat
kepercayaan 95 persen.
4.1.6
Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain
Besarnya pendapatan anggota keluarga lain memengaruhi besarnya jumlah
pendapatan keluarga secara total. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa mayoritas
anggota keluarga lain memiliki pendapatan total (per bulan) sebesar Rp 1.000.000
hingga Rp5.000.000 dengan persentasi sebesar 62 persen atau 37 responden dari
keseluruhan responden.
13%
0-5jt
5,1jt-10jt
25%
62%
Gambar 9.
>10jt
Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Tingkat
Pendapatan Anggota Keluarga Lain (Rupiah) di Bogor (2012)
Lalu sebanyak 15 responden atau 25 persen dari keseluruhan responden
memiliki pendapatan anggota keluarga lain total (per bulan) sebesar Rp 5.100.000
hingga Rp 10.000.000. Selanjutnya, 13 persen atau sebanyak delapan responden
mengatakan bahwa pendapatan anggota keluarga lainnya sebesar lebih dari
Rp 10.000.000.
40
Tabel 14. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Pendapatan Anggota
Keluarga Lain di Bogor (2012)
Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga
Lain
0-5juta
5,1juta-10juta
>10juta
Setuj
u
10
13
7
Respon
Tidak
Setuju
Rasio Setuju/Tidak
Setuju
27
5
1
0,37
2,60
7,00
Responden dengan tingkat pendapatan anggota keluarga lain di atas
Rp 10.000.000 memiliki nilai rasio setuju/tidak setuju yang paling besar dengan
nilai 7,00. Hal ini membuktikan bahwa seseorang yang anggota keluarga lainnya
memiliki pendapatan lebih dari Rp 10.000.000 cenderung setuju terhadap
kenaikan harga BBM jenis premium.
Berdasarkan hasil wawancara maupun dengan menggunakan penyebaran
kuisioner, sebagian besar responden memiliki anggota keluarga lainnya yang
memiliki pendapatannya sendiri. Selain itu, secara statistik melalui alat analisis
Chi Square Test pada Tabel 7, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,054 yang
lebih besar dari taraf nyata 0,05. Dengan derajat bebas sebesar 18, diperoleh nilai
Chi-Squarehitung sebesar 28,536 yang lebih kecil dari nilai Chi-Squaretabel sebesar
28,869. Artinya, tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendapatan anggota
keluarga lain dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan
harga BBM jenis premium pada tingkat kepercayaan 95 persen.
4.1.7 Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium
Variabel ini merupakan variabel independen kesediaan membayar
responden terhadap satu liter BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga
BBM jenis premium menurut persepsi mereka masing-masing. Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar
terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium di Bogor (2012)
Kesediaan Membayar (Rupiah)
5000
5500
6000
Frekuensi
Rasio (%)
31
7
22
52
11
37
Dari hasil pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa mayoritas responden, yakni
31 responden atau 52 persen dari keseluruhan responden menyatakan bersedia
41
membayar Rp 5.000 untuk satu liter BBM jenis premium jika harus terjadi
kenaikan harga. Lalu sebanyak 22 responden atau 37 persen dari keseluruhan
responden menyatakan bersedia membayar Rp 6.000 untuk satu liter BBM jenis
premium. Sebanyak tujuh responden atau 12 persen responden menyatakan
bersedia membayar sebesar Rp 5.500 untuk satu liter BBM jenis premium. Hal ini
menunjukkan bahwa kesediaan pengendara mobil pribadi untuk membayar jika
terjadi kenaikan harga adalah sebesar harga yang tidak terlalu jauh dari harga jual
BBM jenis premium pada masa sekarang.
Dari deskripsi pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa lebih dari 31 orang
memilih Rp 5.000 sebagai kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM
jenis premium. Sebanyak delapan orang dengan kesediaan membayar terhadap
satu liter BBM jenis premium sebesar Rp 5.000 setuju terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium, sementara 23 lainnya tidak setuju. Lalu sebanyak lima orang
dengan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium sebesar Rp
5.500 setuju dengan kenaikan harga BBM jenis premium, sementara tiga lainnya
tidak setuju. Lalu, sebanyak 15 orang dengan kesediaan membayar Rp 6.000
setuju dengan kenaikan harga BBM jenis premium, sementara tujuh lainnya tidak
setuju.
Tabel 16. Deskripsi Respon Berdasarkan Kesediaan Membayar di Bogor
(2012)
Respon
Kesediaan Membayar (Rupiah)
Setuju
Tidak Setuju
5.000
5.500
8
5
6.000
15
23
3
7
Rasio
Setuju/Tidak
Setuju
0,35
1,67
2,14
Umumnya, kesediaan membayar pengendara mobil pribadi berada pada
tingkat terendah dari pilihan yang ditawarkan. Hal ini dibuktikan oleh jawaban
responden yang memilih Rp 5.000 sebagai kesediaan membayar mereka terhadap
satu liter BBM jenis premium. Chi SquareTest pada Tabel 7 memperlihatkan
Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0,009 (lebih kecil dari selang kepercayaan 95
persen) yang menyatakan bahwa kesediaan membayar masyarakat berhubungan
dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM
42
jenis premium. Dapat dilihat juga pada nilai Chi-Squarehitung yang diperoleh
sebesat 11,662 pada derajat bebas 3 yang lebih besar dari Chi-Squaretabel yang
bernilai 7,815. Hal ini menunjukkan bahwa respon dan kesediaan membayar
memiliki hubungan yang nyata. Koefisien korelasi Rank Spearman menunjukkan
nilai 7,815 yang lebih besar dari alpha (α=0,05) sehingga tidak ada pengaruh
antara keduanya.
4.1.8 Perilaku Menghemat jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis
Premium
Perilaku menghemat yang dimaksud adalah apakah responden akan
menghemat konsumsi BBM jenis premium jika terjadi kenaikan harga BBM jenis
premium. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 10.
12%
Hemat
Tidak Hemat
88%
Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Perilaku
Menghemat Jika Terjadi Kenaikan Harga BBM Jenis
Premium di Bogor (2012)
Pada dasarnya, rencana untuk menaikkan harga BBM jenis premium
dilakukan oleh pemerintah untuk menekan pengeluaran negara akibat tingginya
konsumsi premium oleh masyarakat di Indonesia. Dari hasil kuisioner, ternyata 88
persen responden atau sebanyak 53 responden dari keseluruhan responden
menyatakan bahwa tidak akan menghemat konsumsi BBM jenis premium jika
terjadi kenaikan harga. Sementara hanya tujuh responden atau 12 persen dari
keseluruhan responden yang menyatakan akan menghemat konsumsi BBM jenis
premium jika terjadi kenaikan harga. Hal ini berarti tingkat mobilitas responden
yang menggunakan mobil pribadi cukup tinggi dan ada keengganan dari mereka
untuk menggunakan kendaraan umum.
43
Tabel 17. Deskripsi Respon Berdasarkan Perilaku Menghemat di Bogor
(2012)
Perilaku Menghemat
Hemat
Tidak Hemat
Respon (Jumlah)
Setuju
Tidak Setuju
4
3
24
29
Rasio Setuju/Tidak Setuju
1,33
0,83
Responden yang akan menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis
premium memiliki nilai rasio respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio
respon dari responden yang tidak akan menghemat jika terjadi kenaikan harga
BBM jenis premium.
Mayoritas dari responden yang mewakili pengendara mobil pribadi
memilih akan tetap mengonsumsi BBM jenis premium tanpa melakukan
penghematan jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium tersebut. Hal ini
disebabkan oleh tingkat mobilitas mereka yang rutin. Mereka lebih cenderung
untuk bekerja lebih keras atau melakukan penghematan dalam konsumsi barang
lainnya. Hasil Chi Square Test pada Tabel 7 menunjukkan nilai signifikansi
sebesar 0,391 yang lebih besar dari alpha (α=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan nyata antara respon pengendara mobil pribadi terhadap
rencana kenaikan harga BBM jenis premium dengan perilaku menghemat yang
akan dilakukan masyarakat. Nilai Chi-Squarehitung sebesar 1,880 yang lebih kecil
dari nilai Chi-Squaretabel sebesar 5,991 dengan derajat bebas dua.
Kesimpulan dari uji ini adalah tidak ada hubungan yang nyata antara
respon pengendara mobil pribadi dengan perilaku menghemat.
4.1.9 Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan
Mayoritas responden memiliki jumlah konsumsi BBM jenis premium
kurang dari Rp 1.000.000 per bulan. Sebanyak 47 responden atau 78 persen dari
keseluruhan responden mengonsumsi BBM jenis premium untuk mobilitasnya
dengan jumlah kurang dari Rp 1.000.000 per bulan. Sementara itu, 20 persen
responden atau sebanyak 12 responden mengonsumsi BBM jenis premium
sebesar Rp 1.100.000 – Rp 2.000.000 dan sisanya sebesar dua persen atau satu
responden mengonsumsi BBM jenis premium per bulan lebih dari Rp 2.000.000.
44
2%
20%
≤1jt
1,1jt-2jt
78%
2,1-3jt
Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi Konsumsi
BBM Jenis Premium Per Bulan (Rupiah) di Bogor (2012)
Tingginya konsumsi BBM jenis premium ditentukan oleh tingkat mobilitas
pengendara mobil pribadi masing-masing. Jika tingkat konsumsi BBM jenis
premium tinggi, maka kecenderungan mereka adalah menolak rencana kenaikan
harga BBM jenis premium. Kenaikan harga BBM jenis premium ini akan
meningkatkan tingkat pengeluaran mereka secara signifikan dan mengurangi
utilitas total mereka jika pendapatan mereka tetap.
Dapat dilihat pada Tabel 18, responden dengan tingkat konsumsi BBM
jenis premium per bulan sebesar Rp 1.100.000 hingga Rp 2.000.000 memiliki
rasio respon yang paling besar dengan nilai satu. Berarti, respon yang diberikan
pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium yang
imbang.
Tabel 18. Deskripsi Respon Berdasarkan Tingkat Konsumsi BBM Jenis
Premium per Bulan di Bogor (2012)
Tingkat Konsumsi Premium per
Bulan
≤1juta
1,1juta-2juta
2,1juta-3juta
Respon
Setuj
Tidak
u
Setuju
21
26
6
6
1
0
Rasio Setuju/Tidak
Setuju
0,81
1,00
-
Dapat dilihat dari nilai Chi-Squarehitung yang diperoleh pada Tabel 7
sebesar 26,218 yang lebih kecil dari nilai Chi-Squaretabel sebesar 32,671 pada
derajat bebas 21. Nilai signifikansi yang didapat sebesar 0,198 yang lebih besar
dari alpha (α=0,05).Berarti tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi BBM
jenis premium per bulan dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap
rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
45
4.1.10 CC Mobil
Mobil pribadi yang dimiliki oleh reponden bervariasi jenis dan merknya.
Dengan demikian, CC mobil pun juga berbeda. Berikut sebaran dari CC mobil
yang dimiliki oleh responden.
5% 3%
797cc
7%
2%
10%
1000cc
8%
1100cc
1300cc
1400cc
23%
1500cc
35%
1600cc
1800cc
7%
Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Distribusi CC Mobil di
Bogor (2012)
CC mobil yang bervariasi sesuai dengan merk dan tipe mobil yang mereka
miliki. Dari hasil wawancara dan angket yang telah dikumpulkan, diperoleh hasil
sebaran yang ditunjukkan pada Gambar 12. Sebaran CC mobil tersebut memiliki
nilai CC yang paling tinggi sebesar 2000 CC. Hal ini menunjukkan bahwa mobil
yang ada merupakan mobil-mobil dengan CC rendah dan menengah.
Tabel 19. Deskripsi Respon Berdasarkan CC Mobil di Bogor (2012)
CC Mobil
≤1000
1100-1500
>1500
Setuju
2
21
5
Respon
Tidak Setuju
Rasio Setuju/Tidak Setuju
3
23
6
0,67
0,91
0,83
Dari klasifikasi CC mobil pada Tabel 19, terlihat bahwa rasio respon
tertinggi adalah rasio respon pengendara mobil pribadi dengan CC mobil antara
1100 CC hingga 1500 CC. Sementara responden yang memiliki mobil ber-CC di
bawah atau sama dengan 1000 CC memilik rasio paling rendah, yakni 0,67.
Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7, nilai Chi-Squarehitung yang
diperoleh untuk variabel CC mobil adalah 3,999 yang lebih kecil dari nilai ChiSquaretabel sebesar 15,507 pada derajat bebas 8. Nilai signifikansi yang didapat
46
sebesar 0,857 yang lebih besar dari alpha sebesar 0,05.Berarti tidak ada hubungan
antara CC mobil dengan respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium.
4.2
WTP terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium
Willingness to pay yang tercermin dari tabel di bawah ini merupakan
kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium yang
didasarkan pada respon pengendara mobil pribadi sebagai pengguna BBM jenis
premium terhadap tarif atas jasa pelayanan dan kebutuhan mereka terhadap BBM
jenis premium. Dari data yang dikumpulkan terhadap 60 responden, diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 20. Willingness to Pay Pengendara Mobil Pribadi terhadap Satu Liter
BBM Jenis Premium di Bogor (2012)
Kelas WTP (Rp/Liter)
5000
5500
6000
Total
Frekuensi
31
7
22
60
Pfi
Nilai WTP (Rp)
0,52
0,12
0,37
1,00
2.583
641
2.200
5.425
Pada umumnya, responden cenderung untuk tidak setuju terhadap
kenaikan harga BBM jenis premium. Tetapi ketika ditanyakan kesediaan
membayarnya jika harus terjadi kenaikan harga, jawaban mereka berbeda-beda.
Dari hasil olahan menggunakan konsep WTP, diperoleh nilai WTP (kesediaan
membayar) sebesar Rp 5.425. Hal ini menggambarkan bahwa secara umum
kesediaan membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium lebih
besar daripada harga satu liter BBM jenis premium yang berlaku pada saat
sekarang. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM jenis
premium yang menjadi wacana dapat direalisasikan karena harga jual saat ini
masih berada di bawah kesediaan membayar responden.
47
P (Rp)
6500
6000
5500
5000
Q (responden)
1
7
22
31
Gambar 13. Kurva Permintaan Kesediaan Membayar terhadap Satu
Liter BBM Jenis Premium
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa Rp 5.000, harga terendah dari
rencana harga BBM yang akan dinaikkan, memiliki jumlah responden yang paling
banyak. Sebanyak 31 orang memilih Rp 5.000 sebagai harga jual yang sesuai
untuk satu liter BBM jenis premium. Sebanyak 22 orang memilih Rp 6.000 untuk
satu liter BBM jenis premium dan tujuh orang memilih Rp 5.500 untuk satu liter
BBM jenis premium. Lalu ada satu orang yang memilih Rp 6.500 sebagai
kesediaannya untuk satu liter BBM jenis premium.
Menurut teori, permintaan untuk Rp 5.500 terhadap satu liter BBM jenis
premium seharusnya lebih tinggi daripada Rp 6.000. Hal ini dapat terjadi karena
ada perbedaan tingkat pendapatan, jumlah tanggungan dan tingkat konsumsi BBM
jenis premium per bulan. Seseorang dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi,
jumlah tanggungan yang lebih sedikit dan tingkat konsumsi BBM jenis premium
memiliki kecenderungan untuk memilih Rp 6.000 sebagai kesediaan membayar
terhadap satu liter BBM jenis premium. Dari hasil olahan ini dapat disimpulkan
bahwa masyarakat tidak menolak jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium,
tetapi harus diiringi dengan peningkatan tingkat pendapatan mereka.
48
Tabel 21.
Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membayar
Variabel
IL
KP
JT
JK
C
Koefisien
0,014
0,024
-0,073
0,145
4,932
R-Squared
Adj R-Squared
Durbin Watson Stat
0,224
0,084
1,470
Std. Error
0,006
0,017
0,056
0,146
0,449
t-Hitung
2,284
1,437
-1,299
0,995
10,981
Probabilitas
0,027
0,157
0,200
0,324
0,000
F-Stat
Prob (F-stat)
1,602
0,140
Dengan menggunakan metode OLS diperoleh bahwa tingkat pendapatan
anggota keluarga lain (IL) memengaruhi kesediaan membayar responden terhadap
satu liter BBM jenis premium. Tingkat pendapatan anggota keluarga lain
memengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga secara total, sehingga semakin
tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka kesediaan membayarnya terhadap
satu liter BBM jenis premium juga meningkat.
Tingkat konsumsi premium per bulan (KP) juga memengaruhi kesediaan
membayar responden terhadap satu liter BBM jenis premium. Jika seseorang
memiliki tingkat konsumsi BBM jenis premium yang cukup tinggi, maka
kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium juga meningkat.
Hal ini dapat terjadi karena tingkat konsumsi BBM jenis premium yang tinggi
mencerminkan tingginya mobilitas seseorang dan memengaruhi produktivitasnya,
sehingga kesediaan membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium menjadi
tinggi. BBM jenis premium merupakan komoditas yang penting dalam
kehidupannya.
4.3
Hasil Uji Regresi Logistik Respon Masyarakat terhadap Rencana
Kenaikan Harga BBM Jenis Premium
Uji regresi logistik yang dilakukan adalah uji binomial dengan dua
kategori variabel dependen, yakni setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis
premium dan tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Uji yang
dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dilakukan
dan menggunakan software SPSS 16.0.
49
Dari hasil olahan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 22. Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi
terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor
(2012)
Variabel
B
Jenis Kelamin
-1,508
Usia
-0,061
Jumlah Tanggungan Responden
-0,909
Tingkat Pendidikan
-0,459
Tingkat Pendapatan Responden
0,231
Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain
-0,043
Kesediaan Membayar
2,482
Perilaku Menghemat
0,579
Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan
0,197
CC Mobil
0,001
Konstanta
-11,247
P-value
0,134
0,237
0,051
0,500
0,099
0,208
0,011
0,623
0,049
0,654
0,034
Odd Ratio
0,221
0,941
0,403
0,632
1,260
0,958
11,963
1,784
1,218
1,001
0,000
Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
regresi logistik dengan dua pilihan (Binnary Logistic Regression) yaitu regresi
logistik dengan dua kategori atau binomial pada variabel dependennya (1 = jika
setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium, 0 = jika tidak setuju terhadap
kenaikan harga BBM jenis premium).
Dari Tabel 22 dapat dilihat ada empat variabel yang memengaruhi respon
responden untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Penjelasan
untuk masing-masing variabel (yang memengaruhi respon maupun tidak) adalah
sebagai berikut:
4.3.1
Jenis kelamin
Pada dasarnya, seharusnya tidak ada batasan atau kecenderungan
seseorang untuk mengendarai mobil pribadi dan merespon rencana kenaikan harga
BBM jenis premium. Setelah diuji dengan menggunakan regresi logit, variabel
jenis kelamin tidak nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen karena
memiliki p-value sebesar 0,134. Berarti jenis kelamin tidak memengaruhi respon
pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
4.3.2
Usia
Di Indonesia, seseorang secara legal boleh mengendarai mobil pribadi jika
telah berumur 17 tahun ke atas. Peraturan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
50
pada usia 17 tahun, seseorang telah dianggap dewasa dan mampu mengendarai
mobil dengan bijaksana. Dengan melakukan regresi logit yang menganalisis
faktor-faktor pembeda respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium, diperoleh bahwa variabel usia tidak nyata
pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar
0,237. Berarti usia tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap
kenaikan harga BBM jenis premium.
4.3.3
Jumlah Tanggungan Responden
Jika pemilik/pengendara mobil pribadi menggunakan mobilnya untuk
memfasilitasi mobilitas anggota keluarganya, maka semakin banyak jumlah
tanggungan yang dimiliki akan memengaruhi respon mereka terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis pribadi. Dari hasil regresi logit diperoleh bahwa
variabel jumlah tanggunan nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen
karena memiliki p-value sebesar 0,051. Variabel ini memiliki nilai koefisien 0,909. Artinya, yang lebih berpeluang untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM
jenis premium adalah responden dengan jumlah tanggungan yang lebih sedikit.
Variabel jumlah tanggungan ini memiliki nilai odd ratio 0,403. Artinya, seseorang
yang memiliki jumlah tanggungan satu orang lebih banyak memiliki peluang
untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium 0,403 kalinya
dibandingkan dengan peluangnya untuk tidak setuju. Seseorang yang memiliki
jumlah tanggungan yang lebih banyak cenderung tidak setuju terhadap kenaikan
harga BBM jenis premium.
4.3.4
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang bukan hanya memengaruhi pekerjaan yang
mereka miliki, tetapi juga pola pikir mereka dalam merespon rencana kenaikan
harga BBM jenis premium. Seharusnya dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan seseorang, ia dapat lebih bijaksana dan memikirkan lebih lanjut
tentang kebijakan kenaikan harga BBM jenis premium yang sedang dicanangkan
oleh pemerintah. Dengan menggunakan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini
tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value
sebesar 0,500. Berarti tingkat pendidikan responden tidak memengaruhi respon
pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
51
4.3.5
Tingkat Pendapatan Responden
Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, kecenderungan untuk
melakukan mobilisasi pun juga meningkat. Jika mobilitas mereka meningkat,
pengeluaran untuk membeli BBM jenis premium pun ikut meningkat. Variasi
tingkat pendapatan responden dan respon mereka terhadap rencana kenaikan
harga BBM jenis premium diuji dengan regresi logit. Dari regresi logit, diperoleh
bahwa variabel tingkat pendapatan nyata pada selang kepercayaan sebesar 90
persen karena memiliki p-value sebesar 0,099. Variabel ini memiliki nilai
koefisien sebesar 0,231. Artinya, tingkat pendapatan responden dengan respon
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium memiliki hubungan yang
positif. Variabel ini memiliki nilai odd ratio sebesar 1,260. Nilai ini
mendeksripsikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat pendapatan Rp
1.000.000 lebih tinggi memiliki peluang untuk setuju terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium 1,260 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju
terhadap kenaikan harga BBM jenis premium. Artinya, semakin tinggi tingkat
pendapatan seseorang, kecenderungannya adalah setuju terhadap kenaikan harga
BBM jenis premium. Jadi masyarakat setuju dengan rencana kenaikan harga
BBM jenis premium asal pendapatan mereka juta meningkat.
4.3.6
Tingkat Pendapatan Anggota Keluarga Lain
Seringkali dalam sebuah keluarga, tidak hanya kepala keluarga saja yang
bekerja, tetapi anggota keluarga lain juga bekerja dan memperoleh pendapatan
masing-masing. Semakin banyak anggota keluarga yang bekerja, maka
pendapatan total keluarga itu pun semakin meningkat. Dengan menggunakan
regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan
sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,708. Berarti tingkat
pendapatan anggota keluarga lain tidak memengaruhi respon pengendara mobil
pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
4.3.7
Kesediaan Membayar Responden terhadap Satu Liter BBM Jenis
Premium
Kesediaan membayar responden didasarkan ada kemampuannya untuk
membayar satu liter BBM jenis premium. Semakin tinggi
kesediaan
membayarnya terhadap satu liter BBM jenis premium, maka kemampuannya
52
untuk membayar konsumsi BBM jenis premium yang ia lakukan pun semakin
besar. Jika kesediaan membayarnya besar, kecenderungannya untuk setuju
terhadap kenaikan harga BBM jenis premium juga tinggi. Dengan melakukan
analisis regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini nyata pada selang kepercayaan
sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,011. Nilai koefisien dari
variabel ini adalah 2,482. Artinya, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM
jenis premium memiliki hubungan yang positif dengan respon terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium. Variabel ini nyata dengan nilai odd ratio
11,963. Artinya, setiap kenaikan kesediaan membayar sebesar Rp 1.000 maka
peluangnya untuk setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium adalah
11,963 kalinya dibandingkan peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan
harga BBM jenis premium. Dengan kata lain kecenderungan orang yang lebih
tinggi kesediaan membayarnya lebih setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis
premium.
4.3.8
Perilaku Menghemat
Jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, seseorang bisa
melakukan penghematan dalam konsumsi BBM jenis premium, bisa juga tidak
menghemat dan mencari alternatif lain. Mayoritas dari responden tidak akan
menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Hal ini bisa
dipengaruhi oleh berbagai hal yang subjektif. Dengan menggunakan regresi logit,
diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada selang kepercayaan sebesar 95
persen karena memiliki p-value sebesar 0,623. Berarti perilaku menghemat
responden jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium tidak memengaruhi
responnya terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
4.3.9
Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan
Tinggi atau rendahnya konsumsi BBM jenis premium seseorang
dipengaruhi oleh berbagai macam hal. Hal-hal tersebut juga memengaruhi respon
mereka terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium. Dengan
menggunakan metode regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini nyata pada
selang kepercayaan sebesar 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,049.
Nilai koefisien dari variabel ini adalah 0,197. Artinya, tingkat konsumsi BBM
jenis premium per bulan memiliki hubungan yang positif dengan respon
53
pengendara mobil pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
Variabel ini memiliki nilai odd ratio sebesar 1,218. Artinya, jika tingkat konsumsi
seseorang Rp 100.000 lebih tinggi maka peluangnya untuk setuju terhadap
kenaikan harga BBM jenis premium adalah 1,218 kalinya dibandingkan
peluangnya untuk tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium.
4.3.10 CC Mobil
CC mobil berhubungan dengan kapasitas mesein mobil dan jumlah bahan
bakar yang diperlukan untuk menempuh jarak tertentu. Semakin besar CC mobil,
semakin besar pula bahan bakar yang diperlukan untuk mendukung kinerja mesin
mobilnya. Berdasarkan regresi logit, diperoleh bahwa variabel ini tidak nyata pada
selang kepercayaan 95 persen karena memiliki p-value sebesar 0,654. Artinya, CC
mobil tidak memengaruhi respon pengendara mobil pribadi terhadap kenaikan
harga BBM jenis premium.
Model akhir:
– 11,247 – 1,508 JK – 0,061 U – 0,909 JT – 0,459 P + 0,231 I – 0,043IL
+ 2,482 W + 0,579 H + 0,197 KP + 0,001 CC
Dan dari hasil regresi logit diperoleh nilai overall percentage sebesar 76,7 persen
Y=
yang berarti 76,7 persen respon pengendara mobil pribadi terhadap rencana
kenaikan harga BBM jenis premium dapat dideskripsikan oleh variabel-variabel
penjelas dalam model.
4.4
Rekomendasi untuk Kebijakan Subsidi BBM Jenis Premium di
Indonesia
Dari hasil-hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pengendara mobil pribadi
memiliki willingness to paydi atas harga jual BBM jenis premium per liter pada
masa sekarang. Hasil willingness to pay sebesar Rp 5.425 merupakan 90,42
persen dari harga jual BBM jenis premium yang akan (rencana) dinaikkan oleh
pemerintah. Jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM jenis premium menjadi
Rp 6.000 per liter, maka akan memberatkan dan merugikan para pengendara
mobil pribadi.
Jika pemerintah memang harus menaikkan harga jual BBM jenis premium,
pemerintah harus mempertimbangkan daya beli masyarakat secara nasional,
terutama masyarakat menengah ke bawah. Alternatif lain untuk menekan
54
konsumsi BBM jenis premium adalah dengan merealisasikan konversi bahan
bakar gas atau bahan bakar nabati. Menurut Karna (2011), biofuel atau bahan
bakar nabati pada umumnya lebih ramah lingkungan, terbarukan dan mudah
diproduksi daripada BBM. Jadi, diharapkan dengan kenaikan harga BBM jenis
premium akan membangkitkan produksi dan konsumsi bahan bakar gas maupun
bahan bakar nabati yang akan memiliki dampak positif terhadap revitalisasi
lingkungan.
Faktor-faktor yang membedakan respon pengendara mobil pribadi
terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium adalah jumlah tanggungan
responden, tingkat pendapatan responden, kesediaan membayar terhadap satu liter
BBM jenis premium dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan.
Para pengendara dapat menurunkan konsumsi BBM jenis premium dengan
mengurangi atau lebih mengefektifkan mobilitas mereka yang juga harus diiringi
dengan perbaikan kendaraan umum massal agar keengganan para pengendara
mobil pribadi untuk menggunakan kendaraan umum massal dapat berkurang.
BAB V. KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Dari olahan yang diperoleh, ternyata kesediaan membayar pengendara
mobil pribadi di Bogor terhadap satu liter BBM jenis premium adalah Rp 5.425.
Jumlah ini berada di atas harga jual yang dikeluarkan pemerintah saat ini terhadap
satu liter BBM jenis premium yang berada pada level Rp 4.500. Jadi jika
pemerintah ingin menaikkan harga BBM jenis premium, masih dapat diantisipasi
oleh masyarakat jika harganya di sekitar Rp 5.000 sampai dengan Rp 5.425.
Pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan antar masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen memperoleh hasil bahwa usia,
jumlah tanggungan responden dan kesediaan membayar terhadap satu liter BBM
jenis premium memiliki hubungan yang nyata dengan respon pengendara mobil
pribadi terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa respon masyarakat, setuju atau
tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM jenis premium dipengaruhi oleh
jumlah tanggungan responden, tingkat pendapatan responden, kesediaan
membayar terhadap satu liter BBM jenis premium dan tingkat konsumsi BBM
jenis premium per bulan.
5.2
Saran
Saran dari penelitian ini adalah agar pemerintah lebih memperhatikan
implikasi kebijakan yang diambil, terutama dalam hal kebijakan subsidi BBM
jenis premium. Seiring dengan kelangkaan minyak dan harga yang berfluktuatif
cenderung meningkat, kita harus memikirkan alternatif pengganti BBM jenis
premium untuk masa mendatang.
Dalam mengambil keputusan sehubungan dengan kenaikan harga BBM
jenis premijm, pemerintah harus memperhatikan WTP masyarakat secara umum
agar implikasi kebijakan yang diambil tidak akan merugikan masyarakat dan
merupakan solusi terbaik bagi seluruh pihak.
Tingginya mobilitas dan penggunaan mobil pribadi berhubungan dengan
rendahnya penggunaan kendaraan umum massal yang mereka lakukan. Frekuensi
penggunaan kendaraan umum massal harus ditingkatkan untuk menekan tingkat
konsumsi BBM jenis premium.
56
Penelitian ini memiliki banyak kekurangan. Untuk masa mendatang,
diharapakan penelitian berikutnya melakukan penelitian dengan cakupan wilayah
dan subjek yang lebih luas, lebih detail dan menggunakan metode yang lebih baik
demi tercapainya tujuan penelitian yang ingin dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2011. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
Dardela, 2009. Ability to Pay/ Willingnes to Pay. www.dardela.com [Maret 2012].
Effendy, O.U. 1984. Hubungan Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Karya,
Bandung.
Firdaus, M. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk Manajemen dan
Bisnis. IPB Press, Bogor.
Granado, Coady dan Gillingham. 2010. “The Unequal Benefits of Fuels
Subsidies: A Review of Evidence for Developing Coutries”. IMF Working
Paper WP/10/202.
Gujarati, D. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika: Jilid Satu. Julius dan Yelvi
[penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Hanley dan Spash. 1993. Cost-Benefit Analysis and The Environment. E. Elgar,
Inggris.
Hosmer, L. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley&Son Inc, New York.
Kamaluddin, R. 2003. Ekonomi Transportasi (Karakteristik, Teori dan
Kebijakan). Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025. www.esdm.go.id [Maret 2012].
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Anggaran dan Risiko Fiskal 2011.
www.depkeu.go.id [April 2012].
. Data Pokok APBN 2005-2011. www.depkeu.go.id [April 2012].
Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia. Jurnal Dialog
Kebijakan Publik 2011. April 2011. Kementerian Komunikasi dan
Informasi Republik Indonesia, Jakarta.
Mangkoesoebroto, G. 2000. Ekonomi Publik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Mankiw, G. N. 2007. Makroekonomi, Edisi ke-6. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi (Prinsip dan Perluasan). Binarupa
Aksara, Jakarta.
58
Nikensari dan Triasono. 2003. “Dampak Penurunan Subsidi BBM terhadap
Perekonomian Indonesia: Model Analisa Komputasi Keseimbangan”.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. IV No. 1, Juli, hal 1-15.
Nursusandhari, E. 2009. “Persepsi, Preferensi dan Willingness to Pay Masyarakat
terhadap Lingkungan Pemukiman Sekitar Kawasan Industri (Kasus:
Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat)” [Skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Patriadi dan Handoko. 2010. “Evaluasi Kebijakan Subsidi Non-BBM”. Kajian
Ekonomi dan Keuangan Volume 9 No.4 Tahun 2010.
Porteus, J.D. 1977. Environment and Behaviour. Planning and Everyday. Urban
Life. Addison-Wesley Publishing Co, Massachusets.
Smith, G.E dan Nagle, T.T. 2002. How Much Are Customers Willing to Pay?
Marketing Research, Winter, pages 20-25.
Soeratno dan Lincolin A. 1995. Metodologi Penelitian Untuk ekonomi dan Bisnis.
UPP Akademi Manajemen Perusahaan. YKPN, Yogyakarta.
Stiglitz. 2000. Economics of the Public Sector, Third Edition. W.W
Norton&Company, New York.
Subari, S. 2008. “Analisis Dampak Kebijakan Penurunan Subsidi BBM terhadap
Indikator Makroekonomi”. Jurnal Studi Manajemen Vol. 2 No.1 April
2008.
Suparmoko, M. 2001. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah, Edisi ke-1. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
.
. 2000. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5.
BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Trihendradi, C. 2008. Step by Step SPSS 16: Analisis Data Statistik. Andi,
Yogyakarta.
Wijaya, K. 2011. “Revitalisasi Bahan Bakar Nabati (BBN) Sebagai Upaya
Mengatasi akan Ketergantungan Akan BBM”. Jurnal Dialog Kebijakan
Publik Edisi April 2011.
LAMPIRAN
60
1.
Kuisioner Penelitian
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
KUISIONER PENELITIAN
Dalam rangka Tugas Akhir, kami memohon kesediaan Ibu/Bapak/Saudara/i untuk
berpartisipasi pada penelitian saya, Carolin Sinaga, dengan
judul “Analisis
Respon Masyarakat Kota Bogor terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM
Jenis Premium (Studi Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor)”. Tidak ada
jawaban yang salah atau benar dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner ini
maka dimohon untuk menjawab sejujur-jujurnya. Informasi dan data akan kami
jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas
perhatian dan partisipasi Ibu/Bapak/Saudara/i kami ucapkan terimakasih.
Isilah titik-titik di bawah ini atau lingkari jawaban sesuai dengan pilihan anda
No responden
: ….............................................
Nama responden
: ...................................................
No polisi kendaraan
: ...................................................
Alamat
: ...................................................
No telepon/HP
: ...................................................
Hari/tanggal wawancara
: ...................................................
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin
: L/P (Lingkari)
2. Usia
: ………. (Tahun)
3. Status
: Belum Menikah / Sudah Menikah
4. Jumlah Tanggungan : ……….. (Orang)
5. Tingkat Pendidikan Terakhir :………………………………
61
6. Apakah Pekerjaan anda?…………………
7. Berapakah pendapatan anda per bulan ? ............................
8. Berapa pendapatan total anggota keluarga lain selain anda? .................
9. Berapa besar pengeluaran yang digunakan untuk membeli premium per mobil
untuk 1 minggu?
1. 100ribu-300 ribu rupiah
3. 500 ribu-700ribu rupiah
2. 300 ribu-500 ribu rupiah
4 . >700 ribu rupiah
B. KENDARAAN PRIBADI
10. Tahun produksi kendaraan yang anda gunakan?
1. 1980 – 1990
3. 2000 - 2010
2. 1990 – 2000
4. > 2010
11. Tahun pembelian kendaraan anda? ...................................................
12. Apa merk&tipe kendaraan anda? ...................................................
13. Berapa CC kendaran anda? ...................................................
14. Apakah ada kendaraan pribadi lain (dalam keluarga) selain kendaraan yang anda
gunakan?
a. Ada, jenis&tipe kendaraan:
• ..................................... , konsumsi premium/solar/pertamax/lainnya
per minggu ........... lt. Tahun produksi kendaraan: .....
• ..................................... , konsumsi premium/solar/pertamax/lainnya per
minggu ........... lt. Tahun produksi kendaraan: .....
• ..................................... , konsumsi premium/solar/pertamax/lainnya per
minggu ........... lt. Tahun produksi kendaraan: .....
• ..................................... , konsumsi premium/solar/pertamax/lainnya per
minggu ........... lt. Tahun produksi kendaraan: .....
62
• ..................................... , konsumsi premium/solar/pertamax/lainnya per
minggu ........... lt. Tahun produksi kendaraan: .....
C. PERSEPSI TENTANG PREMIUM
15. Tahukah anda PerPres No. 9 Tahun 2006 tentang penggunaan premium
bersubsidi?
a. Tahu, berisi tentang........
b.
Tidak tahu
16. Mengapa anda menggunakan premium sebagai bahan bakar kendaraan anda?
a. Harga yang murah
b. Mudah diperoleh
c. Lainnya ...................................................
17. Menurut anda, apakah harga premium yang berlaku sekarang merupakan harga
yang sesuai dengan kemampuan beli masyarakat Indonesia?
a. Setuju, karena ...................................................
b. Tidak setuju, karena ...................................................
18. Apakah anda mengetahui bahwa harga premium akan naik per tanggal 1 April
2012?
a. Tahu
b. Tidak tahu
19. Jika anda mengetahui info di atas, dari mana anda mengetahuinya?
a. Media cetak (koran, majalah)
b. Media siaran (TV, radio)
c. Media sosial (website)
d. Teman
e. Lainnya ...................................................
63
20. Tahukah anda bahwa harga premium ditentukan oleh elastisitas harga minyak
dunia?
a. Tahu
b. Tidak tahu
21. Ji8ka harga premium naik menjadi Rp 6000 per liter, apakah anda akan tetap
membeli premium sebagai BBM kendaran anda?
a. Ya
b. Tidak (beralih ke pertamax)
22. . Apakah anda setuju apabila ada kenaikan harga premium?
a.Setuju, karena ...................................................
b. Tidak setuju, karena ...................................................
22. Jika setuju, berapakah kesediaan membayar anda (per 1 liter premium)?
................
23. Apabila harga premium mengalami kenaikan, maka apa yang akan anda
lakukan?
1. Mengurangi frekuensi pembelian premium (mengurangi mobilitas) hingga
................................................... (jumlah yang dihemat/pengurangan)
2. Beralih ke kendaraan umum
3. Mengurangi pengeluaran di sektor lain .... (pariwisata, kebutuhan lain)
hingga ................................................... (jumlah yang dihemat/pengurangan)
4. Lainnya………………………………………
24. (Lanjutan pertanyaan no.23)
* Jika jawaban a, apakah anda akan menambah rekuensi menggunakan
kendaraan umum? ..........................................................
* Jika jawaban b, kendaraan umum apa yang anda pilih? Mudahkah
memperolehnya?
Bagaimana
kualitas
kendaraan
umum
tersebut?
.....................................................................................................................
* Jika jawaban c, apakah kenaikan premium akan menaikkan harga baranag
lain? Jika iya, bagaimana strategi anda mengatasi kenaikan harga barangbarang tersebut ? ..................................................................................
64
25. Menurut anda, apakah kemacetan dewasa ini berpengaruh terhadap kenaikan
konsumsi premium anda? ...................................................
26. Apakah anda akan bertahan menggunakan kendaraan pribadi? Hingga?
.................................................
28. Saran terhadap Subsidi BBM (Premium)
Apakah saran anda untuk peraturan penggunanan BBM Premium untuk kedepannya
TERIMA KASIH ATAS WAKTU DAN INFORMASI YANG ANDA
TERIMA KASIH ATAS KESEDIAAN ANDA MEMBANTU MENGISI
KUISIONER PENELITIAN INI.
65
2. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Pengendara Mobil
Pribadi terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium dengan Uji
Crosstabs
a. Jenis Kelamin dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
df
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided)
sided)
sided)
1.425
1
.233
Continuity Correction
.851
1
.356
Likelihood Ratio
1.426
1
.232
Value
a
Pearson Chi-Square
b
Fisher's Exact Test
.284
Linear-by-Linear
Association
1.401
N of Valid Casesb
60
1
.178
.237
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,80.
b. Computed only for a 2x2 table
b. Usia dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
a
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
39.777
26
.041
Likelihood Ratio
54.680
26
.001
Linear-by-Linear
Association
8.610
1
.003
N of Valid Cases
60
a. 54 cells (100,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
66
c. Jumlah Tanggungan Responden dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
33.975a
6
.000
Likelihood Ratio
44.802
6
.000
Linear-by-Linear
Association
11.134
1
.001
N of Valid Cases
60
a. 8 cells (57,1%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
Symmetric Measures
Value
Interval by
Interval
Pearson's R
Ordinal by
Ordinal
Spearman
Correlation
N of Valid Cases
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb
-.434
.106
-3.673
.001c
-.465
.119
-3.998
.000c
60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Approx.
Sig.
67
d. Tingkat Pendidikan dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
.018a
2
.991
Likelihood Ratio
.018
2
.991
Linear-by-Linear
Association
.000
1
1.000
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,93.
Symmetric Measures
Value
Interval by
Interval
Pearson's R
Ordinal by
Ordinal
Spearman
Correlation
N of Valid Cases
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb
Approx.
Sig.
.000
.129
.000
1.000c
.007
.129
.051
.960c
60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
e. Tingkat Pendapatan Responden dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
37.634
a
25
.050
Likelihood Ratio
50.860
25
.002
Linear-by-Linear
Association
.575
1
.448
68
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
37.634a
25
.050
Likelihood Ratio
50.860
25
.002
Linear-by-Linear
Association
.575
1
.448
N of Valid Cases
60
a. 52 cells (100,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
f. Tingkat Pendapatn Anggota Keluarga Lain dengan Respon Pengendara Mobil
Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
28.536
a
18
.054
Likelihood Ratio
34.969
18
.010
Linear-by-Linear
Association
1.547
1
.214
N of Valid Cases
60
a. 37 cells (97,4%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
g. Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter BBM Jenis Premium dengan Respon
Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
11.662a
3
.009
Likelihood Ratio
12.398
3
.006
Linear-by-Linear
Association
9.902
1
.002
69
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
11.662a
3
.009
Likelihood Ratio
12.398
3
.006
Linear-by-Linear
Association
9.902
1
.002
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
Symmetric Measures
Value
Interval by
Interval
Pearson's R
Ordinal by
Ordinal
Spearman
Correlation
N of Valid Cases
Asymp. Std.
Errora
Approx. Tb
.410
.115
3.420
.001c
.416
.116
3.483
.001c
60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
h. Perilaku Menghemat dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Approx.
Sig.
Pearson Chi-Square
1.880a
2
.391
Likelihood Ratio
2.271
2
.321
Linear-by-Linear
Association
.135
1
.713
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
70
i. Tingkat Konsumsi BBM Jenis Premium per Bulan dengan Respon Pengendara
Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
26.218a
21
.198
Likelihood Ratio
34.650
21
.031
Linear-by-Linear
Association
3.687
1
.055
N of Valid Cases
60
a. 43 cells (97,7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
j. CC Mobil dengan Respon Pengendara Mobil Pribadi
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
3.999a
8
.857
Likelihood Ratio
4.481
8
.811
Linear-by-Linear
Association
.056
1
.814
N of Valid Cases
60
a. 14 cells (77,8%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,47.
71
3. Hasil Analisis Faktor-Faktor Pembeda Respon Pengendara Mobil Pribadi
terhadap Rencana Kenaikan Harga BBM Jenis Premium di Bogor (2012)
Dependent Variable
Encoding
Original
Value
Internal
Value
Tidak setuju
0
Setuju
1
Model Summary
Step
1
-2 Log
likelihood
Cox & Snell Nagelkerke R
R Square
Square
47.561a
.445
.594
a. Estimation terminated at iteration number 6
because parameter estimates changed by less than
,001.
Nilai Cox&Snell R Square kurang dari satu, berarti model sudah baik.
Hosmer and Lemeshow Test
Step
1
Chi-square
5.079
df
Sig.
8
.749
Hipotesis :
H0 : tidak ada perbedaan antara model dengan data yang diamati
H1 : ada perbedaan antara model dengan data yang diamati
Nilai-p(0.670)> alpha 5% maka terima H0 artinya tidak ada perbedaan antara
model dengan data yang diamati
72
Classification Tablea
Predicted
Respon
Observed
Tidak setuju
Step 1 Respon Tidak setuju
Percentage
Correct
Setuju
25
7
78.1
7
21
75.0
Setuju
Overall Percentage
76.7
a. The cut value is ,500
Dari hasil ketepatan klasifikasi, model logit mampu mengklasifikasikan secara
tepat 76,7 persen
Model regresi Logit
Variables in the Equation
B
Step 1a JK
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
-1.508
1.006
2.250
1
.134
.221
U
-.061
.051
1.401
1
.237
.941
JT
-.909
.466
3.811
1
.051
.403
P
-.459
.680
.455
1
.500
.632
I
.231
.140
2.729
1
.099
1.260
IL
-.043
.034
1.589
1
.208
.958
WTP
2.482
.982
6.393
1
.011
11.963
H
.579
1.178
.241
1
.623
1.784
KP
.197
.100
3.869
1
.049
1.218
CC
.001
.002
.201
1
.654
1.001
-11.247
5.313
4.482
1
.034
.000
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: JK, U, JT, P, I, IL, WTP, H, KP, CC.
73
4. Hasil Estimasi Variabel Dependen Kesediaan Membayar terhadap Satu Liter
BBM Jenis Premium
Regression
b
Model Summ ary
Model
1
R
R Square
.473a
.224
Adjust ed
R Square
.084
St d. E rror of
the Es timate
.46172
DurbinW atson
1.470
a. Predic tors: (Constant), CC, U, H, IL, KP , JK , P, JT, I
b. Dependent Variable: W TP
ANOV Ab
Model
1
Regres sion
Residual
Total
Sum of
Squares
3.074
10.659
13.733
df
9
50
59
Mean S quare
.342
.213
F
1.602
Sig.
.140a
a. Predic tors: (Constant), CC, U, H, IL, KP , JK, P, JT, I
b. Dependent Variable: W TP
Coefficients a
Model
1
(Constant)
JK
U
JT
P
I
IL
H
KP
CC
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
4.932
.449
.146
.145
.004
.008
-.073
.056
-.008
.111
-.007
.018
.014
.006
.115
.184
.024
.017
.000
.000
a. Dependent Variable: WTP
Standardized
Coefficients
Beta
.145
.103
-.253
-.012
-.073
.310
.084
.243
.060
t
10.981
.995
.517
-1.299
-.077
-.372
2.284
.622
1.437
.427
Sig.
.000
.324
.608
.200
.939
.711
.027
.537
.157
.671
Collinearity Statistics
VIF
Tolerance
.735
.391
.409
.641
.400
.840
.860
.543
.787
1.361
2.560
2.448
1.559
2.501
1.190
1.163
1.842
1.270
Download