BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tuberkulosis Paru
1. Pengertian Tuberculosis Paru
Tuberkulosis (TBC) termasuk penyakit "sepanjang masa". Tuberkulosis Paru
yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis dan telah ada sejak
ribuan tahun sebelum Masehi (SM). Kuman TB Paru dapat menyerang semua
bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena adalah organ paru (90%)
(Yoannes, 2008). Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisma kompleks
(Innes, 2006).
2. Cara Penularan Tuberkulosis Paru
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).
3. Patogenesis
Terjadinya tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap infeksi primer
dan pasca primer (post primer). Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilia bronkus, dan terus
berjalan sampai di alveolus dan menetap disana (Depkes, 2007). Infeksi dimulai
6
7
saat bakteri M. tuberculosis mengalami fagositosis oleh makrofag alveoli
kemudian berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru-paru.
Makrofag lain dan monosit berperan dalam proses pertahanan melawan infeksi
(Enarson, 2003).
Fokus infeksi yang terdiri dari sel-sel inflamasi yaitu :
a. Fokus primer atau fokus ghon mengakibatkan peradangan dalam paru diikuti
pembesaran kelenjar getah bening di hilus atau limfadenitis regional (Israr,
2009).
b. Kompleks primer yang merupakan gabungan dari fokus primer limfangitis
lokal dan limfadenitis regional. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan uji tuberkulin (Depkes, 2007).
4. Resiko Penularan Tuberkulosis Paru
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih
besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap
tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI)
yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI di
Indonesia bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti
10 (sepuluh) orang di antara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB paru, hanya
sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB (Depkes RI, 2007).
Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB Paru
adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang
terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
8
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB paru akan meningkat,
dengan demikian penularan TB Paru di masyarakat akan meningkat pula
(Depkes RI, 2007).
5. Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Menurut Sudoyo (2006) dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi sebagai
berikut :
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
b. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch pulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi).
1) Minimal tuberculosis.
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua
paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis.
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3) Far advanced tuberculosis.
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis.
Berdasarkan terapi penderita TB dibagi dalam 4 kategori :
1. Kategori 1 ditujukkan terhadap :
a. Kasus baru dengan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2 ditujukan terhadap :
a. Kasus kambuh
9
b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3 ditujukan terhadap :
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang di sebut dalam kategori 1
4. Kategori 4 ditujukan terhadap : TB kronik.
6. Gejala Klinis TB Paru
Menurut Asril (2006), keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat
bermacam-macam atau malah banyak pasien yang ditemukan TB paru tanpa
keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak
yaitu:
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demmam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi dapat timbul kembali. Begitulah seharusnya hilangtimbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang
masuk.
b. Batuk/Batuk Darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin
saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradang bermula. Sifat
untuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa bentuk batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
terpecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
10
c. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik / melepaskan nafasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
7. Tipe Penderita TB Paru
Menurut Depkes RI (2007), ada beberapa tipe penderita TB Paru berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya yaitu :
a. Kasus baru adalah penderita TB Paru yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps) adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default) adalah penderita TB Paru yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih, kemudian kembali berobat
dengan BTA positif.
11
d. Kasus setelah gagal (Failure) adalah penderita TB Paru yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita TB Paru yang dipindahkan
dari UPK yang memiliki register TB ke UPK lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
f. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu penderita TB Paru dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
8. Pengobatan Tuberkulosis Paru
a. Prinsip Pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut (Depkes, 2008) :
1) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) biasanya diberikan dalam bentuk
kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
b. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan antara lain :
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90%
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 10 mg/kg BB.
12
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persisten) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama
untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
3) Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 35 mg/kg BB.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75g/hari, sedangkan untuk
berumur 60 atau lebih diberikan 0,50g/hari.
5) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis 30 mg/kg BB.
9. Prinsip pengobatan Tuberkulosis Paru
Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007), dilakukan dengan prinsipprinsip sebagai berikut :
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
13
minggu. Sebagian besar BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting
untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister (dormant) sehingga mencegah kekambuhan.
B. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Menurut Notosoedirdjo (2005), keluarga merupakan lingkungan sosial yang
sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Sedangkan menurut Suprajitno
(2004), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
2. Tipe Keluarga
Menurut Sudiharto (2007), tipe keluarga dikelompokkan menjadi enam bagian
yaitu:
a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik
karena kelahiran maupun adopsi.
b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga
yang lain misalnya kakek, nenek, paman, bibi, sepupu termasuk keluarga
modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa
anak, serta keluarga
pasangan sejenis.
c. Keluarga Berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali.
d. Keluarga asal (family of origin) merupakan satu unit keluarga tempat asal
seseorang dilahirkan.
e. Keluarga Komposit (composite family) adalah keluarga dari
poligami dan hidup bersama.
perkawinan
14
f. Keluarga
tradisional
dan
nontradisional,
dibedakan
menurut
ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan
keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan.
3. Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Setiadi (2008), Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang
bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, dan
menghargai. Sementara itu menurut Hawari (2009) dukungan sosial merupakan
terapi yang bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar
yang bersangkutan dapat
kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan sosial.
4. Komponen Dukungan Keluarga
Niven (2006), komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut:
a. Dukungan emosional
Dukungan emosional memberikan pasien nyaman, merasa dicintai meskipun
mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa
percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga.
Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan
memberikan semangat pada pasien yang dirawat di rumah atau rumah sakit.
Jenis dukungan bersifat emosional atau
ekspresi. Yang termasuk dukungan
menjaga keadaan emosi atau
emosional ini adalah ekspresi dari
empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu
perasaan yang nyaman, rasa memiliki dan merasa dicintai saat mengalami
masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan
emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan
dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat
menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus
menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri.
15
b. Dukungan Pengharapan
Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi
yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan
yang terjadi bila ada ekspresi penilaian positif terhadap individu. Pasien
mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka,
terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan
keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan
strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspekaspek positif. Dalam dukungan pengharapan kelompok dukungan dapat
mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat
membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi
tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing
dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien.
c. Dukungan Nyata (Instrumental)
Dukungan ini meliputi penyedian dukungan jasmaniah seperti pelayanan,
bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan
material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/Material Support),
suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah
kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang
membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas,
menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan
masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai
tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber
yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian
yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan
lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan
nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan
berhutang, malah akan menambah stres individu.
16
d. Dukungan Informasi
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,
termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien
di rumah atau rumah sakit, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau
umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat
menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang
baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.
Pada dukungan informasi, keluarga sebagai penghimpun informasi dan
pemberi informasi.
Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja kepada pasien skizofrenia paranoid
ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan sosial
merupakan kunci utama. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata yaitu bila ada
seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara
ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut
maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial.
Dukungan sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro,
2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau
tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya.
Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason yang mengatakan bahwa
dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang
dapat diandalkan menghargai dan menyayangi kita. Dalam hal ini pasien
skizofrenia paranoid yang memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa
lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan.
Kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial dapat menimbulkan
konflik atau keguncangan atau kecemasan sehingga mempengaruhi proses
17
penyembuhan pasien dan juga mempengaruhi lamanya pengobatan (Darsana,
2009).
C. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita TB Paru
Berdasarkan penelitian Dewi (2009), tentang hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien di Tiga Puskesmas Kabupaten Sumedang, didapatkan hasil
pengujian didapatkan dengan menggunakan analisa Chi Square untuk analisa
bivariat, dengan menggunakan nilai signifikansi alpha 5% (0 = 0,05). Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan pasien TBC yang menjalani pengobatan OAT. Sedangkan
menurut penelitian Hutapea (2009), tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap
kepatuhan minum obat anti Tuberkulosis di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
didapatkan hasil bahwa uji analisis regresi ordinal menunjukkan adanya pengaruh
dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat antituberkulosis. Hasil analisis
menunjukkan nilai F=5,502 dan p=0,001 (p<0,05) dan koefisien korelasi sebesar
r=0,210. Hasil analisis tersebut menunjukkan semakin tinggi dukungan keluarga,
semakin tinggi pula tingkat kepatuhan penderita minum OAT.
Menurut penelitian Barriyah (2012), tentang Hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kepatuhan menjalani pengobatan tuberkulosis di Puskesmas Se-Kota
Malang didapatkan hasil bahwa dukungan keluarga pada Pasien Tuberkulosis
Kambuh dalam menjalani pengobatan di Puskesmas Se-Kota Malang tergolong
dukungan keluarga baik (83,3%) sedangkan tingkat kepatuhan dalam menjalani
pengobatan tergolong kepatuhan sedang (40%), tidak ada hubungan antara
dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan pada pasien tuberkulosis kambuh
dalam menjalani pengobatan (p=0,349). Sementara itu penelitian Handhayani
(2011), didapatkan hasil Ada hubungan yang bermakna antara dukungan dukungan
sosial keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita Tuberkulosis Paru di
Poli Klinik Paru RSUP .Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011.
18
D. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Skema 2.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Dukungan Sosial Keluarga
Kepatuhan Minum Obat
E. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat
Penderita Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Tentara
Pematangsiantar.
Download