ISBN : 978-602-73060-1-1 PENGGUNAAN AMLODIPIN DAN PROPANOLOL DALAM TERAPI HIPERTENSI Made Pasek Narendra1, Wafa Mufiedah Maulany2, Andi Yusra Riskiani1, Wa Ode Nurdina1 1 Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani 2 Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran Corresponding author email: [email protected] ABSTRAK Hipertensi merupakan suatu kondisi penyakit yang ditandai peningkatan tekanan darah dengan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Amlodipin dan propanolol merupakan beberapa obat yang sering digunakan dalam terapi pengobatan hipertensi. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan amlodipin dan propanolol dalam terapi hipertensi. Tinjauan ini dilakukan dengan cara studi pustaka baik dari pustaka primer (jurnal penelitian), pustaka sekunder (review beberapa jurnal penelitian), maupun dari pustaka tersier (textbook). Hasil tinjauan menunjukkan bahwa amlodipin merupakan antihipertensi long acting golongan calcium channel blocker yang berefek sebagai vasodilator perifer. Amlodipin digunakan pada hipertensi hanya bila obat golongan diuretik, beta-blocker, dan ACE-inhibitor tidak atau kurang efektif, kecuali pada pasien etnik kulit hitam dan pasien lansia. Propanolol merupakan obat antihipertensi golongan beta-blocker non-selektif dan bersifat lipofil, sehingga dapat menyebabkan bronkospasme dan efek samping sentral, namun terdistribusi dengan baik di jaringan untuk mengoptimalkan efek antihipertensinya. Beta-blocker merupakan obat pilihan kedua sebagai monoterapi antihipertensi setelah diuretik. Kata kunci : amlodipin, propanolol, antihipertensi ABSTRACT Hypertension is a disease condition characterized by increase in blood pressure with systolic blood pressure (SBP) ≥140 mmHg and / or diastolic blood pressure (BDP) ≥ 90 mmHg. Amlodipine and propranolol are some medications that are often used in the treatment of hypertension therapy. This review is intended to figure out the use of amlodipine and propranolol in the treatment of hypertension. The review is conducted by means of literature both from the primary literature (research journal), secondary literature (review of some research journals) as well as tertiary literature (textbook). The Results of the review show that amlodipine is a long-acting antihypertensive class of calcium channel blocker that affects a peripheral vasodilator. Amlodipine is used in hypertension only if drugs known as diuretics, beta-blockers, and ACE-inhibitors are not or less effective, except in patients for black ethnic and elderly patients. Propranolol is an antihypertensive drug class of non-selective betablockers which has lipophilic character, that can cause bronchospasm and central side effects, but it is well distributed in the tissue to optimize antihipertensive effect. Beta-blockers are the drugs of second choice as monotherapy antihypertensive after diuretic. Keywords : amlodipine, propanolol, antihypertensive Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 295 Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia ISBN : 978-602-73060-1-1 PENDAHULUAN Menurut Joint National Committee on the Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure VII (JNC7), hipertensi merupakan suatu kondisi penyakit yang ditandai peningkatan tekanan darah secara persisten dengan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg (Martin, 2008). Semakin tinggi tekanan darah maka akan semakin tinggi kemungkinan timbulnya serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Chobanian et al, 2003). Berdasarkan pengamatan Kearney et al., dapat diketahui bahwa pada tahun 2000, penderita hipertensi mencapai lebih dari 25% populasi dunia, atau sekitar 1 miliar orang, dengan dua per tiga dari data tersebut terdapat di negara berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat, diperkirakan pada tahun 2025, jumlah penderita hipertensi dapat mencapai 29% dari populasi dunia, atau sekitar 1,6 miliar orang (Kearney et al., 2005) Di Indonesia kejadian hipertensi pada tahun 2013 mencapai 25,8% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Bangka Belitung yang mencapai 30,9%, diikuti Kalimantan Selatan yang mencapai 30,8%, Kalimantan Timur mencapai 29,6%, dan Jawa Barat mencapai 29,4%. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013) terhadap responden (apakah pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan dan pernah minum obat antihipertensi), terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Beberapa obat yang dapat digunakan sebagai terapi hipertensi diantaranya obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB) dan Beta-blocker. CCB merupakan salah satu obat antihipertensi yang bekerja dengan cara mencegah masuknya ion kalsium ke dalam sel-sel otot polos pembuluh darah dan sel miokardium, sehingga mencegah penyaluran impuls dan kontraksi miokardium dan pembuluh darah, sedangkan beta-blocker merupakan salah satu obat anti hipertensi yang dapat digunakan secara pada pasien hipertensi. Beta-blocker bekerja dengan menurunkan kontraksi dan konduksi jantung sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Tjay dan Rahardja, 2007). Pemilihan terapi amlodipin (CCB) dan propanolol (Beta-blocker) tunggal sebagai bahan pembahasan pada tinjauan pustaka ini dikarenakan golongan obat tersebut merupakan obat-obatan banyak digunakan dalam pengobatan hipertensi di Apotek Kimia Farma 127, khususnya pada bulan Oktober 2015. METODE Tinjauan ini dilakukan dengan cara studi pustaka baik dari pustaka primer (jurnal penelitian), pustaka sekunder (review beberapa jurnal penelitian) maupun dari pustaka tersier (textbook). PEMBAHASAN Amlodipin merupakan obat golongan Calcium Channel Blocker yang menghambat pemasukan ion kalsium (Ca2+) ke dalam selsel otot polos pembuluh darah dan sel miokardium, sehingga mencegah penyaluran impuls dan kontraksi miokardium dan dinding pembuluh darah. (Tjay dan Rahardja, 2007). Amlodipin memberikan efek vasodilatasi perifer dengan menurunkan daya tahan dinding pembuluh dan tekanan darah hingga “afterload” darah berkurang. Amlodipin tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan menyusui karena memicu hipotensi yang menyebabkan hipoksia pada janin, dan dapat masuk ke dalam air susu ibu (Tjay dan Rahardja, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Baharuddin, dkk (2013), sebanyak 102 pasien hipertensi yang mendapat pengobatan Amlodipin 1x5mg perhari dengan rerata tekanan darah sistol sebelum pengobatan sebesar 166.08±15.743 mmHg, setelah 10 hari pengobatan turun menjadi 145.29±15.396 Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 296 Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia ISBN : 978-602-73060-1-1 mmHg dan setelah 30 hari pengobatan turun menjadi 133.14±15.478 mmHg. Sedangkan tekanan darah diastol sebelum pengobatan rata rata sebesar 95.69±13.388 mmHg, setelah 10 hari pengobatan turun menjadi 86.86±9.322 mmHg dan setelah 30 hari pengobatan turun menjadi 79.31±9.148 mmHg. Umumnya dosis awal amlodipin adalah 5 mg per hari. Ini bisa ditingkatkan ke dosis maksimum yaitu 10 mg per hari. Dosis akan disesuaikan dengan keadaan dan respon pasien terhadap obat ini (Baharuddin, 2013). Amlodipin digunakan pada hipertensi hanya bila obat golongan diuretik, betablocker, dan penghambat enzim angiotensin converting enzim (ACE-inhibitor) tidak atau kurang efektif digunakan pada hipertensi. (Tjay dan Rahardja, 2007). Namun terdapat pertimbangan khusus, dimana amlodipin lebih baik digunakan daripada propanolol (betablocker), yaitu pada pasien etnik kulit hitam dan lansia. Amlodipin lebih efektif pada pasien kulit hitam karena memberikan perbaikan tekanan darah yang lebih tinggi pada kejadian serebrovaskular, dan kardiovaskular dibandingkan ACEI (James et al, 2014). Amlodipin merupakan terapi lini pertama untuk pasien lansia, termasuk pada kasus hipertensi sistolik saja pada lansia, jika diuretik tiazid dikontraindikasikan. Amlodipin pun dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan penurunan tekanan darah pada pasien penyakit ginjal (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006). Amlodipin merupakan obat yang bekerja jangka panjang (long acting) dengan bioavailabilitas (BA) 60% dan waktu paruh 35-50 jam, dieksresikan 60% melalui saluran kemih, terutama metabolit inaktifnya (Tjay dan Rahardja, 2007). Propanolol merupakan obat antihipertensi golongan beta-blocker yang bekerja dengan memblok reseptor beta, baik reseptor beta-1 yang terdapat di jantung dan ginjal, maupun reseptor beta-2 yang terdapat di paru-paruparu, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sino atrial dan miokardium dapat meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta-1 pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin dan meningkatkan aktivitas sistem reninangiotensin-aldosteron yang menyebabkan terjadinya hipertensi. Terapi dengan propanolol akan mencegah semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Gromer, 2007). Propanolol bersifat lipofil sehingga dapat didistribusikan ke jaringan dengan baik. Namun, karena sifat lipofil tersebut, propanolol juga dapat mencapai cairan serebrospinal di otak sehingga dapat menimbulkan efek sentral, seperti gangguan tidur, rasa lesu, terkadang depresi dan halusinasi, bahkan dapat menyebabkan pula gangguan seksual dan impotensi (Tjay dan Rahardja, 2007). Antara kadar darah propanolol dan efek hipotensifnya tidak terdapat korelasi yang baik, sehingga sebaiknya diberikan dosis propanolol yang rendah untuk meminimalisir efek samping (Tjay dan Rahardja, 2007). Propanolol (Beta-blocker non-selektif) dapat menyebabkan peningkatan kadar serum trigilserida dan penurunan HDL, sehingga propanolol tidak tepat diberikan pada pasien hipertensi dengan komplikasi hiperkolesterolemia. Pada penggunaan propanolol, terdapat masa laten, yaitu dimana pada permulaan terapi tekanan darah tidak akan segera turun, melainkan akan turun setelah beberapa waktu. Hal ini disebabkan daya tahan perifer (DTP) semula naik karena efek vasokonstriksi yang distimulasi oleh reseptor alfa tidak dilawan oleh efek vasodilatasi yang ditimbulkan oleh stimulasi reseptor beta. Oleh karena itu, pada awal penggunaan tekanan darah tidak berubah. Namun setelah beberapa waktu dapat terjadi adaptasi sehingga DTP berangsur pulih ke keadaan normal dan tekanan darah menurun. Waktu laten yang diberikan propanolol mencapai 2-3 bulan, sehingga efek penurunan tekanan darah dapat terlihat setelah penggunaan propanolol 2-3 bulan (Tjay dan Rahardja, 2007). Propanolol merupakan obat antihipertensi yang bekerja jangka pendek karena memiliki waktu paruh 3-5 jam dengan bioavailabilitas (BA) 25% (Katzung, 2007). Propanolol diresorpsi di usus dengan baik, sebanyak 30% Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 297 Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia ISBN : 978-602-73060-1-1 mengalami first pass effect (FPE). Sebagian besar dosis propanolol yang masuk ke dalam tubuh dimetabolisme di hati menjadi derivathidroksinya yang aktif, sehingga potensi antihipertensinya tinggi. Waktu paruh propanolol yaitu 3-6 jam. Beta-blocker merupakan obat pilihan kedua sebagai monoterapi antihipertensi setelah diuretik pada hipertensi tahap 1 tanpa komplikasi (Martin, 2008). Propanolol (Betablocker) tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat menyebabkan terjadinya fenomena rebound (Tjay dan Rahardja, 2007). KESIMPULAN 1. Amlodipin merupakan antihipertensi long acting golongan calcium channel blocker yang berefek sebagai vasodilator koroner, perifer, dan menekan kerja. Amlodipin digunakan pada hipertensi hanya bila obat golongan diuretik, beta-blocker, dan ACEinhibitor) tidak atau kurang efektif, kecuali pada pasien etnik kulit hitam dan lansia. 2. Propanolol merupakan obat antihipertensi golongan beta-blocker non-selektif dan bersifat lipofil, sehingga dapat menyebabkan bronkospasme dan efek samping sentral, namun terdistribusi dengan baik di jaringan untuk mengoptimalkan efek antihipertensi. Betablocker merupakan obat pilihan kedua sebagai monoterapi antihipertensi setelah diuretik. 2013, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, v, 84, 88. Baharuddin, dkk, 2013: Perbandingan Efektivitas Dan Efek Samping Obat Anti Hipertensi terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Chobanian, AV., et al, 2003: Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003, 2 . Gromer, Beth. 2007. Farmakologi Hipertensi. Penerjemah : Diana Lyrawati, 2-4. James, et al, 2014: Evidence Based Guideline for The Management of High Blood Pressure in Adults: Report from The Panel Member Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). 2013. American Medical Association JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427. Katzung, B, G., 2007 : Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, Penerjemah dr. Aryandhito Nugroho, dr. Leo Rendy, dan dr Linda Dwijayanthi, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 166. Kearney, et al, 2005: Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet, vol 365, 217-223. Martin, J, 2008 : Hypertension Guidelines: Revisiting the JNC 7 Recommendations. The Journal of Lancaster General Hospital, Vol 3, 91. National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006: Hypertension. Management of hypertension in adults in primary care. London: NICE. Tjay, T. H. dan Kirana, R., 2007: Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Gramedia. 546-552. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013: Riset Kesehatan Dasar Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI 298 Peran Apoteker dalam Menjamin Mutu, Efektifitas, Keamanan pada Obat, Makanan dan Kosmetik Sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia