BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya, atau sebaliknya. Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. 10 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik. 2.1.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 1. Kontak Sosial Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. 2. Komunikasi Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti. 2.1.3. Aspek-aspek Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu: 1. Kontak sosial. Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya. 2. Aktifitas Bersama. 11 Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. 3. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat. 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 1. Faktor Imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. 2. Faktor Sugesti Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain sebagai berikut: a. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti dari orang lain. b. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah menerima sugesti dari orang lain. c. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. d. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya. e. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya. 3. Faktor Identifikasi Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. 4. Faktor Simpati 12 Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan. 2.1.5. Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa: 1. Kerja Sama Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama. 2. Persaingan Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. 3. Pertentangan Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman/kekerasan. 2.2. Kelompok Teman Sebaya 2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi). Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja 13 Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers) adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia. Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, kelompok sahabat dan teman. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri mereka. 2.2.2 Hubungan dengan Teman Sebaya Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. 14 Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan remaja. Kartono (dalam http://infomakalahkuliah.blogspot.com/2012/10/pengaruh- hubungan-dengan-teman-sebaya.html). Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman: 1. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian. 2. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan aktivitas favorit. 3. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama. 4. Menghargai diri sendiri dan orang lain. 5. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian. Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya yaitu: 15 1. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. 2. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negatif oleh kawan-kawannya. 3. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya. 4. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya. 5. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya. 2.3. Bimbingan Kelompok 2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel (2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu. 16 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta memecahkan masalah individu dalam kelompok. 2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki. 2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu: 1) Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. 2) Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para 17 anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. 3) Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. 4) Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. 2.4. Teknik Sosiodrama 2.4.1 Pengertian Sosiodrama Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar 18 manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.Sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu tersebut. 2.4.2.Tujuan Sosiodrama Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik–konflik dalam pergaulan antar manusia (Winkel, 2004). Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai berikut: 1. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka memecahkan masalah sosial tersebut. 19 2. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu. 3. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial tertentu. 4. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu. 2.4.3. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) 1. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan 2. Menyiapkan skenario sosiodrama. 3. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya. 4. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. 5. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini 20 diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. 6. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya. 2.5. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah 50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan berhasil Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi. Dalam tindakan penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori 21 rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi, masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus II , 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%) dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo Ngablak Kab. Magelang 2.6. Kerangka Berpikir Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman sebaya. Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).Kelompok eksperiment dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest. 22 Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1. Preetest Kel. Eksperimen Tanpa Treatment Hasil dibandingkan Kel. Kontrol 2.7. Hasil Treatment Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan , peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) 23 Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya, atau sebaliknya. Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik. 2.1.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 3. Kontak Sosial 24 Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. 4. Komunikasi Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti. 2.1.3. Aspek-aspek Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu: 4. Kontak sosial. Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya. 5. Aktifitas Bersama. Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. 6. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat. 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial 25 Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 5. Faktor Imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. 6. Faktor Sugesti Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain sebagai berikut: f. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti dari orang lain. g. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah menerima sugesti dari orang lain. h. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. i. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya. j. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya. 7. Faktor Identifikasi Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. 8. Faktor Simpati Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan. 2.1.5. Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa: 4. Kerja Sama Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama. 5. Persaingan 26 Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. 6. Pertentangan Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman/kekerasan. 2.2. Kelompok Teman Sebaya 2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi). Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers) adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia. Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, kelompok sahabat dan teman. 27 Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri mereka. 2.2.2 Hubungan dengan Teman Sebaya Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan remaja. Kartono (dalam http://infomakalahkuliah.blogspot.com/2012/10/pengaruh- hubungan-dengan-teman-sebaya.html). 28 Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman: 6. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian. 7. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan aktivitas favorit. 8. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama. 9. Menghargai diri sendiri dan orang lain. 10. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian. Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya yaitu: 6. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. 7. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negatif oleh kawan-kawannya. 8. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya. 9. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya. 29 10. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya. 2.3. Bimbingan Kelompok 2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel (2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta memecahkan masalah individu dalam kelompok. 2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki. 30 2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu: 5) Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. 6) Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. 7) Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus 31 dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. 8) Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. 2.4. Teknik Sosiodrama 2.4.1 Pengertian Sosiodrama Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.Sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang 32 mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu tersebut. 2.4.2.Tujuan Sosiodrama Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik–konflik dalam pergaulan antar manusia (Winkel, 2004). Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai berikut: 5. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka memecahkan masalah sosial tersebut. 6. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu. 7. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial tertentu. 8. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu. 2.4.3. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) 33 7. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan 8. Menyiapkan skenario sosiodrama. 9. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya. 10. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. 11. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. 12. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya. 2.5. Penelitian yang Relevan 34 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah 50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan berhasil Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi. Dalam tindakan penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi, masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus II , 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%) dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo Ngablak Kab. Magelang 35 2.6. Kerangka Berpikir Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman sebaya. Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).Kelompok eksperiment dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest. Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1. Preetest Kel. Eksperimen 2.7. Tanpa Treatment Hasil dibandingkan Kel. Kontrol Hasil Treatment Hipotesis 36 Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan , peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu, kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000) Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya, atau sebaliknya. 37 Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik. 2.1.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: 5. Kontak Sosial Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. 6. Komunikasi Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti. 2.1.3. Aspek-aspek Interaksi Sosial 38 Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu: 7. Kontak sosial. Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya. 8. Aktifitas Bersama. Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. 9. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat. 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai berikut: 9. Faktor Imitasi Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak. 10. Faktor Sugesti Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain sebagai berikut: k. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti dari orang lain. l. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah menerima sugesti dari orang lain. m. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap 39 tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. n. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau masyarakatnya. o. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya. 11. Faktor Identifikasi Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. 12. Faktor Simpati Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan. 2.1.5. Bentuk Interaksi Sosial Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa: 7. Kerja Sama Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan bersama. 8. Persaingan Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. 9. Pertentangan Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman/kekerasan. 2.2. Kelompok Teman Sebaya 2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi). 40 Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers) adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia. Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, kelompok sahabat dan teman. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri mereka. 2.2.2 Hubungan dengan Teman Sebaya Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan 41 sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan remaja. Kartono (dalam http://infomakalahkuliah.blogspot.com/2012/10/pengaruh- hubungan-dengan-teman-sebaya.html). Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman: 11. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian. 12. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan aktivitas favorit. 13. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama. 14. Menghargai diri sendiri dan orang lain. 42 15. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian. Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya yaitu: 11. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak disukai oleh kawan-kawannya. 12. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara positif maupun negatif oleh kawan-kawannya. 13. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya. 14. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya. 15. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya. 2.3. Bimbingan Kelompok 2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel (2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan 43 kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta memecahkan masalah individu dalam kelompok. 2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki. 2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu: 44 9) Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. 10) Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. 11) Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang 45 sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. 12) Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. 2.4. Teknik Sosiodrama 2.4.1 Pengertian Sosiodrama Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih atau mengubah sikap-sikap tertentu Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.Sosiodrama merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu 46 situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu tersebut. 2.4.2.Tujuan Sosiodrama Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik–konflik dalam pergaulan antar manusia (Winkel, 2004). Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai berikut: 9. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka memecahkan masalah sosial tersebut. 10. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu. 11. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial tertentu. 12. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu. 2.4.3. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) 13. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan 47 14. Menyiapkan skenario sosiodrama. 15. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya. 16. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai. 17. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. 18. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya. 2.5. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan 48 untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah 50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan berhasil Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi. Dalam tindakan penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi, masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus II , 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%) dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo Ngablak Kab. Magelang 2.6. Kerangka Berpikir Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa 49 berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman sebaya. Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).Kelompok eksperiment dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest. Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1. Preetest Kel. Eksperimen 2.7. Tanpa Treatment Hasil dibandingkan Kel. Kontrol Hasil Treatment Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan , peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang. 50