Peningkatan Interaksi Sosial Teman Sebaya melalui Bimbingan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Interaksi Sosial
2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial
Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial
yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu,
kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu
satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya
hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan
indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang
lainnya, atau sebaliknya.
Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap
kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus
menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga
mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya
dan dituntut untuk dipatuhi.
10
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah
suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan
antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan
timbal balik.
2.1.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Kontak Sosial
Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu
pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak
sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi
terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat
negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif
mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu
interaksi sosial.
2. Komunikasi
Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian
memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama
antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja
sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak
mempunyai arti.
2.1.3. Aspek-aspek Interaksi Sosial
Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok
teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu:
1. Kontak sosial.
Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan
penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya.
2. Aktifitas Bersama.
11
Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan
ide bagi kemajuan kelompoknya.
3. Frekuensi hubungan dalam kelompok.
Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota
kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat.
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
adalah sebagai berikut:
1. Faktor Imitasi
Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa
dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara
orang banyak.
2. Faktor Sugesti
Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh
orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain
sebagai berikut:
a. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya
memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti
dari orang lain.
b. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila
kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah
menerima sugesti dari orang lain.
c. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima
pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap
tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada
bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.
d. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu
pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh
mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau
masyarakatnya.
e. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih
lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu
kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang
sebenarnya sudah terdapat padanya.
3. Faktor Identifikasi
Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain.
4. Faktor Simpati
12
Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas
dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan.
2.1.5. Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa:
1. Kerja Sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan
bersama.
2. Persaingan
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau
kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.
3. Pertentangan
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok
berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman/kekerasan.
2.2. Kelompok Teman Sebaya
2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima
teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila
diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh
kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu
yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi).
Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu
yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan
tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau
remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya
adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja
13
Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers)
adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki
kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia.
Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global
yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan,
kelompok sahabat dan teman.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya
adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan
memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang
individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri mereka.
2.2.2 Hubungan dengan Teman Sebaya
Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan
saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan
lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat
menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam
Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan
sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi
individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan
sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama
mengalami suatu permasalahan.
14
Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi
kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung
pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman
sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang
nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan
remaja.
Kartono (dalam http://infomakalahkuliah.blogspot.com/2012/10/pengaruh-
hubungan-dengan-teman-sebaya.html).
Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui
hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia
diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari
kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih
baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja
akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota.
Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk
mencari teman:
1. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
2. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan
aktivitas favorit.
3. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama.
4. Menghargai diri sendiri dan orang lain.
5. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada
dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan
pujian.
Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya
yaitu:
15
1. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang
tidak disukai oleh kawan-kawannya.
2. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara
positif maupun negatif oleh kawan-kawannya.
3. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik
namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya.
4. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang
dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya.
5. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan
terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya.
2.3. Bimbingan Kelompok
2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan
dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel
(2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu
orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan
optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan
kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai
masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok
adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu.
16
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok
adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta
memecahkan masalah individu dalam kelompok.
2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh
kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika
kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari
tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki.
2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu:
1) Tahap I Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya
para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun
harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh
anggota.
2) Tahap II Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota
kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan
kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para
17
anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu
tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya
kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan
selamat.
3) Tahap III Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu
mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus
dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang
sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan
penguatan serta penuh empati.
4) Tahap IV Pengakhiran
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah
pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh
kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya
mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai
secara penuh.
2.4. Teknik Sosiodrama
2.4.1 Pengertian Sosiodrama
Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan
yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar
18
manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari
situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar
anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih
atau mengubah sikap-sikap tertentu
Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam
bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.Sosiodrama
merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan
dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut
Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang
mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu
situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu
tersebut.
2.4.2.Tujuan Sosiodrama
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah
merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang
sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik–konflik dalam pergaulan antar
manusia (Winkel, 2004).
Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai
berikut:
1. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta
didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka
memecahkan masalah sosial tersebut.
19
2. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis
terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu.
3. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati
tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial
tertentu.
4. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi
sosial dari berbagai sudut pandang tertentu.
2.4.3. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama
Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam
Romlah, 2001)
1. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan
disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk
memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan
2. Menyiapkan skenario sosiodrama.
3. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan
memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan
dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya.
4. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton
adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton
merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.
5. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan
untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu
dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan
konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan
sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini
20
diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton
dengan peran-peran yang dimainkannya.
6. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk
membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya
sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan
pemain dalam memainkan perannya.
2.5. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas
Negeri Sebelas Maret
menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik
sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan
untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus
pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah
50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga
hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan
berhasil
Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan
kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman
sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan
kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya.
Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk
dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi.
Dalam tindakan
penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori
21
rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi,
masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus
II , 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%)
dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk
meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo
Ngablak Kab. Magelang
2.6.
Kerangka Berpikir
Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa
berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di
lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi
sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat
dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman
sebaya.
Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok
kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).Kelompok eksperiment
dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest.
22
Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya
melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1.
Preetest
Kel. Eksperimen
Tanpa
Treatment
Hasil
dibandingkan
Kel. Kontrol
2.7.
Hasil
Treatment
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan , peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial
teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Interaksi Sosial
2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial
Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial
yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu,
kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)
23
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu
satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya
hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan
indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang
lainnya, atau sebaliknya.
Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap
kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus
menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga
mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya
dan dituntut untuk dipatuhi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah
suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan
antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan
timbal balik.
2.1.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:
3. Kontak Sosial
24
Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu
pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak
sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi
terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat
negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif
mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu
interaksi sosial.
4. Komunikasi
Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian
memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama
antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja
sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak
mempunyai arti.
2.1.3. Aspek-aspek Interaksi Sosial
Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok
teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu:
4. Kontak sosial.
Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan
penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya.
5. Aktifitas Bersama.
Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan
ide bagi kemajuan kelompoknya.
6. Frekuensi hubungan dalam kelompok.
Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota
kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat.
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
25
Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
adalah sebagai berikut:
5. Faktor Imitasi
Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa
dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara
orang banyak.
6. Faktor Sugesti
Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh
orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain
sebagai berikut:
f. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya
memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti
dari orang lain.
g. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila
kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah
menerima sugesti dari orang lain.
h. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima
pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap
tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada
bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.
i. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu
pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh
mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau
masyarakatnya.
j. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih
lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu
kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang
sebenarnya sudah terdapat padanya.
7. Faktor Identifikasi
Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain.
8. Faktor Simpati
Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas
dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan.
2.1.5. Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa:
4. Kerja Sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan
bersama.
5. Persaingan
26
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau
kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.
6. Pertentangan
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok
berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman/kekerasan.
2.2. Kelompok Teman Sebaya
2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima
teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila
diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh
kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu
yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi).
Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu
yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan
tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau
remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya
adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja
Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers)
adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki
kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia.
Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global
yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan,
kelompok sahabat dan teman.
27
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya
adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan
memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang
individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri mereka.
2.2.2 Hubungan dengan Teman Sebaya
Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan
saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan
lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat
menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam
Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan
sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi
individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan
sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama
mengalami suatu permasalahan.
Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi
kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung
pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman
sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang
nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan
remaja.
Kartono (dalam http://infomakalahkuliah.blogspot.com/2012/10/pengaruh-
hubungan-dengan-teman-sebaya.html).
28
Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui
hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia
diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari
kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih
baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja
akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota.
Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk
mencari teman:
6. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
7. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan
aktivitas favorit.
8. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama.
9. Menghargai diri sendiri dan orang lain.
10. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada
dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan
pujian.
Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya
yaitu:
6. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang
tidak disukai oleh kawan-kawannya.
7. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara
positif maupun negatif oleh kawan-kawannya.
8. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik
namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya.
9. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang
dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya.
29
10. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan
terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya.
2.3. Bimbingan Kelompok
2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan
dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel
(2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu
orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan
optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan
kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai
masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok
adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok
adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta
memecahkan masalah individu dalam kelompok.
2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh
kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika
kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari
tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki.
30
2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu:
5) Tahap I Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya
para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun
harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh
anggota.
6) Tahap II Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota
kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan
kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para
anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu
tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya
kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan
selamat.
7) Tahap III Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu
mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus
31
dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang
sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan
penguatan serta penuh empati.
8) Tahap IV Pengakhiran
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah
pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh
kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya
mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai
secara penuh.
2.4. Teknik Sosiodrama
2.4.1 Pengertian Sosiodrama
Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan
yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar
manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari
situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar
anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih
atau mengubah sikap-sikap tertentu
Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam
bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.Sosiodrama
merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan
dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut
Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang
32
mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu
situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu
tersebut.
2.4.2.Tujuan Sosiodrama
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah
merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang
sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik–konflik dalam pergaulan antar
manusia (Winkel, 2004).
Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai
berikut:
5. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta
didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka
memecahkan masalah sosial tersebut.
6. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis
terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu.
7. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati
tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial
tertentu.
8. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi
sosial dari berbagai sudut pandang tertentu.
2.4.3. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama
Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam
Romlah, 2001)
33
7. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan
disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk
memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan
8. Menyiapkan skenario sosiodrama.
9. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan
memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan
dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya.
10. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton
adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton
merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.
11. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan
untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu
dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan
konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan
sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini
diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton
dengan peran-peran yang dimainkannya.
12. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk
membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya
sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan
pemain dalam memainkan perannya.
2.5. Penelitian yang Relevan
34
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas
Negeri Sebelas Maret
menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik
sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan
untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus
pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah
50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga
hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan
berhasil
Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan
kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman
sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan
kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya.
Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk
dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi.
Dalam tindakan
penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori
rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi,
masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus
II , 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%)
dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk
meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo
Ngablak Kab. Magelang
35
2.6.
Kerangka Berpikir
Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa
berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di
lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi
sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat
dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman
sebaya.
Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok
kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).Kelompok eksperiment
dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest.
Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya
melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1.
Preetest
Kel. Eksperimen
2.7.
Tanpa
Treatment
Hasil
dibandingkan
Kel. Kontrol
Hasil
Treatment
Hipotesis
36
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan , peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial
teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Interaksi Sosial
2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial
Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial
yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis, apakah relasi itu terbentuk antar individu,
kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu
satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau sebaliknya, jadi terdapat adanya
hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan
indivdu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Menurut H.Borner (dalam Gerungan, 2004) menyatakan bahwa interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang
lainnya, atau sebaliknya.
37
Hurlock (1998) interaksi sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat. Setiap
kelompok masyarakat mempunyai standar perilaku yang dapat diterima, dan remaja harus
menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Kelompok sosial juga
mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya
dan dituntut untuk dipatuhi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial adalah
suatu hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok dan
antar kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dan memiliki hubungan
timbal balik.
2.1.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Soekanto (1990) mengatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:
5. Kontak Sosial
Kontak sosial diartikan sebagai kesiapan untuk mengadakan interaksi sosial,disatu
pihak mengadakan aksi, dilain pihak memberikan reaksi. Kontak sosial tidak sematamata ditujukan untuk mengadakan tindakan, tetapi juga dapat berupa tanggapan. Kontak
sosial dapat terjadi dalam memahami perilaku orang lain kemudian memberikan reaksi
terhadap tingkah laku tersebut. Kontak sosial dapat bersifat positif dan dapat bersifat
negatif. Bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang negatif
mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu
interaksi sosial.
6. Komunikasi
Komunikasi terjadi apabila seseorang memahami perilaku orang lain kemudian
memberikan reaksi terhadap perilaku tersebut. Komunikasi memungkinkan kerjasama
antara perorangan atau antar kelompok, dan merupakan salah satu syarat terjadinya kerja
sama. Jika dihubungkan dengan interaksi sosial, kontak sosial tanpa komunikasi tidak
mempunyai arti.
2.1.3. Aspek-aspek Interaksi Sosial
38
Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) aspek-aspek interaksi kelompok
teman sebaya dirumuskan menjadi 3 aspek yaitu:
7. Kontak sosial.
Individu akan menunjukkan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan
penerimaan kehadiran individual dalam kelompoknya.
8. Aktifitas Bersama.
Individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan
ide bagi kemajuan kelompoknya.
9. Frekuensi hubungan dalam kelompok.
Individu lebih banyak menggunakan waktunya untuk bertemu dengan anggota
kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat.
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Menurut Gerungan (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
adalah sebagai berikut:
9. Faktor Imitasi
Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa
dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku diantara
orang banyak.
10. Faktor Sugesti
Seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh
orang lain diluarnya. Syarat-syarat yang memudahkan terjadinya sugesti antara lain
sebagai berikut:
k. Sugesti karena hambatan berfikir, yaitu semakin kurang daya kemampuannya
memberikan kritikan maka akan semakin mudah orang itu menerima sugesti
dari orang lain.
l. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah (dissosiasi), terjadi apabila
kemampuan berfikirnya terpecah belah maka orang akan dengan mudah
menerima sugesti dari orang lain.
m. Sugesti karena otoritas atau prestise, yaitu orang akan cenderung menerima
pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap
39
tersebut dimiliki oleh para ahli dibidangnya sehingga dianggap otoritas pada
bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.
n. Sugesti karena mayoritas, yaitu orang lebih cenderung menerima suatu
pandangan atau ucapan apabila pandangan atau ucapan itu didukung oleh
mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya, atau
masyarakatnya.
o. Sugesti karena will to believe, sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih
lanjut karena ada pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu
kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang
sebenarnya sudah terdapat padanya.
11. Faktor Identifikasi
Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain.
12. Faktor Simpati
Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Simpati timbul tidak atas
dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan.
2.1.5. Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Soekanto(1990) bentuk interaksi sosial dapat berupa:
7. Kerja Sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial, suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu usaha atau beberapa tujuan
bersama.
8. Persaingan
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau
kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.
9. Pertentangan
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial dimana individu atau kelompok
berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman/kekerasan.
2.2. Kelompok Teman Sebaya
2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Anak-anak atau remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima
teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akanmerasa senang apabila
diterima dan sebaliknya akan merasa cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh
kawan-kawan sebayanya. Menurut Santrock (2003) teman adalah sekumpulan individu
yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban (intimasi).
40
Sedangkan kelompok teman sebaya merupakan sekumpulan anak-anak atau individu
yang berkumpul dan memiliki tingkat usia yang hampir sama serta memiliki kesamaan
tujuan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau
remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya
adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan remaja
Menurut Hetherington & parke (dalam Supriyanto, 2007) Teman sebaya (peers)
adalah sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki
kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia.
Brown (dalam santrock, 2007) menjelaskan bahwa sebaya (peers) adalah konsep global
yang artinya merujuk kepada orang-orang lingkungan tetangga, orang-orang rujukan,
kelompok sahabat dan teman.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa kelompok teman sebaya
adalah suatu kelompok anak-anak yang memiliki tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan
memiliki kesenangan yang sama pula. Dengan adanya kelompok teman sebaya, seorang
individu yang sedang berkembang dari fase kanak-kanak menuju dewasa memiliki
kesempatan untuk mengembangkan diri mereka.
2.2.2 Hubungan dengan Teman Sebaya
Manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan yang tidak sedikit dan
saling membutuhkan. Kebutuhan-kebutuhan ini terpenuhi melalui kontak dengan
lingkungannya, faktor lingkungan dalam hubungan sosial mempunyai peran yang sangat
menetukan kepribadian seseorang. Seperti yang dijelaskan Rasiman, 2010 (dalam
Cahyaningtyas, 2002) bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan penghargaan dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu dukungan
41
sosial juga bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi
individu seperti keluarga, teman dekat, tetanga, dan saudara. Teman dekat merupakan
sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama
mengalami suatu permasalahan.
Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi
kehidupan remaja. Terpengaruh atau tidaknya remaja terhadap teman sebaya tergantung
pada persepsi remaja terhadap teman-temannya, sebab persepsi remaja terhadap teman
sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil oleh remaja itu sendiri, yang
nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan
remaja.
Kartono (dalam http://infomakalahkuliah.blogspot.com/2012/10/pengaruh-
hubungan-dengan-teman-sebaya.html).
Menurut Santrock (2003) pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Melalui
hubungan antar teman sebaya remaja akanmemperoleh sumber informasi mengenai dunia
diluar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari
kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih
baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingakan remaja-remaja lainnya. Bahkan remaja
akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota.
Santrock (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang tepat untuk
mencari teman:
11. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
12. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama,usia, dan
aktivitas favorit.
13. Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati, dan mau bekerja sama.
14. Menghargai diri sendiri dan orang lain.
42
15. Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, berada
dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan
pujian.
Wentzel & Asher (dalam Santrock, 2007) membedakan lima status kawan sebaya
yaitu:
11. Remaja popular (popular children) seringkali dipih sebagai kawan terbaik dan jarang
tidak disukai oleh kawan-kawannya.
12. Remaja rata-rata (average children) memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara
positif maupun negatif oleh kawan-kawannya.
13. Remaja yang diabaikan (neglected children) jarang dipilih sebagai kawan terbaik
namun tidak ditolak oleh kawan-kawannya.
14. Remaja yang ditolak (rejected children) jarang dipilih sebagi kawan terbaik seseorang
dan secar aktif tidak disukai oleh teman-temannya.
15. Remaja kontroversional (controversial children) mungkin dipilih sebagi kawan
terbaik seseorang dan mungkin pul tidak disukai oleh kawan-kawannya.
2.3. Bimbingan Kelompok
2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) menyatakan bimbingan kelompok berarti memanfaatkan
dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Menurut Winkel
(2004) bimbingan kelompok dilakukan bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu
orang. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan
optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari
pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Menurut Zainal (2012) bimbingan
43
kelompok dilaksanakan untuk membantu sekelompok individu yang mempunyai
masalah, melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (1997) bimbingan kelompok
adalah bimbingan yang diterapkan terhadap sekelompok individu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa bimbingan kelompok
adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kelompok guna membahas serta
memecahkan masalah individu dalam kelompok.
2.3.2 Tujuan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) bimbingan kelompok memungkinkan siswa memperoleh
kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui dinamika
kelompok. Menurut Sukardi (1997) tujuan bimbingan kelompok tidak jauh beda dari
tujuan bimbingan pada umumnya, yaitu membantu setiap siswa supaya dapat
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki.
2.3.3 Tahap-tahap Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu:
44
9) Tahap I Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya
para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun
harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh
anggota.
10) Tahap II Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota
kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan
kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para
anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu
tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya
kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan
selamat.
11) Tahap III Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu
mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus
dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang
45
sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan
penguatan serta penuh empati.
12) Tahap IV Pengakhiran
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah
pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh
kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya
mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai
secara penuh.
2.4. Teknik Sosiodrama
2.4.1 Pengertian Sosiodrama
Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001), sosiodrama adalah permainan peranan
yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar
manusia. Dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peranan tertentu dari
situasi masalah sosial. Kegiatan sosiodrama dapat dilaksanakan bila sebagian besar
anggota kelompok menghadapi masalah sosial yang hampir sama, atau bila ingin melatih
atau mengubah sikap-sikap tertentu
Menurut Winkel (2004) Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam
bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain peran.Sosiodrama
merupakan dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan
dengan orang lain,tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Menurut
Harahap (dalam Sukardi, 1994) sosiodrama adalah suatu metode pendidikan yang
mempergunakan unsur memainkan peranan tertentu atau suatu teknik drama dalam suatu
46
situasi yang diciptakan, dimana si individu ikut serta tetapi tidak sebagai individu
tersebut.
2.4.2.Tujuan Sosiodrama
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kegiatan sosiodrama adalah
merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan dari kegiatan sosiodrama ialah mengembangkan pemahaman tentang
sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan konflik–konflik dalam pergaulan antar
manusia (Winkel, 2004).
Menurut Sukardi (1994) secara terperinci tujuan sosiodrama adalah sebagai
berikut:
9. Menggambarkan atau melukiskan bagaimana seseorang atau beberapa orang peserta
didik menghadapi suatu situasi sosial tertentu, serta bagaimana caranya mereka
memecahkan masalah sosial tersebut.
10. Menumbuhkan, mengembangkan, serta memperkaya sikap rasional dan kritis
terhadap sikap yang harus atau tidak diambil dalam situasi sosial tertentu.
11. Menambah serta memperkaya pengalaman peserta didik untuk dapat menghayati
tentang sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan serta situasi sosial
tertentu.
12. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk meninjau situasi
sosial dari berbagai sudut pandang tertentu.
2.4.3. Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama
Tahap-tahap atau Langkah-langkah Sosiodrama menurut Menurut Bennet (dalam
Romlah, 2001)
13. Persiapan. Dalam tahap persiapan fasilitator mengemukakan masalah dan tema yang akan
disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk
memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan
47
14. Menyiapkan skenario sosiodrama.
15. Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan
memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peranan
dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau ramburambu masing-masing peran, usulan dari anggota lain atau berdasarkan kedua-duanya.
16. Menentukan kelompok penonton dan memperjelas tugasnya. Tugas kelompok penonton
adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton
merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.
17. Pelaksanaan sosiodrama. Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan
untuk bergabung beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu
dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Pemain diharapkan dapat memperagakan
konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan
sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan. Dalam permainan ini
diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton
dengan peran-peran yang dimainkannya.
18. Evaluasi dan diskusi. Setelah permainan selesai, diadakan diskusi yang diarahkan untuk
membicarakan: tanggapan mengenai bagaimana cara pemain membawakan perannya
sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan
pemain dalam memainkan perannya.
2.5. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) mahasiswa Universitas
Negeri Sebelas Maret
menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik
sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya dari pra-tindakan
48
untuk tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Kenaikan tersebut terjadi pada siklus
pertama 39,93%, tetapi hasilnya tidak signifikan sebagai indikator keberhasilan di bawah
50%. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siklus II sebesar 56,52%, sehingga
hasilnya dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dinyatakan
berhasil
Pada silus kedua. Berdasarkan data tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan
kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman
sebaya di kelas VII SMP Negeri 8 Surakarta Tahun 2011/2012.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2011) bahwa layanan bimbingan
kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya.
Sebelum dilakukan layanan, 11 sisiwa masuk dalam kategori rendah, 8 siswa masuk
dalam kategori sedang, dan 4 siswa masuk dalam kategori tinggi.
Dalam tindakan
penulis melakukan siklus I dan siklus II. Dalam siklus I ada 4 siswa (17%) berkategori
rendah, ada 10 siswa (43%) berkategori sedang dan 9 siswa (40%) berkategori tinggi,
masih ada siswa yang skornya dibawah 53 yaitu 4 siswa (17%). Setelah dilakukan siklus
II , 100% subyek penelitian dan berkategori sedang hingga tinggi yakni 10 siswa (43%)
dalam kategori tinggi dan 13 siswa (57%) dalam kategori sedang. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpukan bahwa bimbingan klasikal teknik sosiodrama efektif untuk
meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebaya di kelas VIIA di SMP Pendowo
Ngablak Kab. Magelang
2.6.
Kerangka Berpikir
Interaksi sosial siswa dapat terjadi di tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Siswa
49
berinteraksi dengan guru, teman sebaya, dan warga sekolah lainnya ketika berada di
lingkungan sekolah. Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu memiliki interaksi
sosial teman sebaya yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menerapkan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Sesuai dengan namanya sosiodarama dapat
dipergunakan untuk menangani masalah sosial seperti masalah interaksi sosial teman
sebaya.
Siswa yang memiliki masalah dalam interaksi sosial teman sebaya akan dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan (treatment), sedangkan kelompok
kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (treatment).Kelompok eksperiment
dan kelompok kontrol sama-sama diberi pretest dan juga posttest.
Adapun kerangka berpikir mengenai peningkatan interaksi sosial teman sebaya
melalui bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat dilihat gambar 2.1.
Preetest
Kel. Eksperimen
2.7.
Tanpa
Treatment
Hasil
dibandingkan
Kel. Kontrol
Hasil
Treatment
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan , peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan interaksi sosial
teman sebaya kelas VIIIB SMP Negeri 02 Kaliwungu Kabupaten Semarang.
50
Download