Bab1 Kondisi Makro (1-40)

advertisement
Triwulan IV-2008
Boks I
Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta
Menghadapi Krisis Keuangan Global1
Gambaran Umum
Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang
meningkat seiring masih berlangsungnya krisis keuangan global. Krisis global
telah berimbas terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Imbas
tersebut akhir-akhir ini semakin dirasakan baik melalui pasar barang dan
pasar uang (pasar modal dan perbankan). Di pasar barang, indikasinya terlihat
dari adanya pembatalan kontrak ekspor, penundaan pengiriman barang
dan kelancaran pembayaran yang sebagian terganggu, khususnya dalam
rangka ekspor. Kondisi ini diperparah dengan harga komoditas yang turun,
sehingga mempengaruhi nilai ekspor dan disisi lain menjadi potensi
masuknya barang impor dengan harga yang relatif murah ke pasar domestik.
Di pasar modal, IHSG mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi
awal tahun. Sementara itu, pembiayaan ekspor-impor melalui perbankan
terganggu terkait dengan memburuknya kepercayaan, terutama terhadap
bank-bank internasional yang berskala besar. Namun demikian, untuk
kegiatan pembiayaan domestik masih relatif aman, walaupun kewaspadaan
tetap harus ditingkatkan. Ekspor yang terganggu, harga komoditas yang
turun, sistem pembayaran yang terganggu, dan kinerja di pasar modal yang
terkoreksi menurun akan dapat mengganggu perkembangan di sektor riil.
Di sisi lain, rentetan dari perlambatan tersebut pada gilirannya menurunkan
pula pendapatan pelaku ekonomi yang bermuara pada tekanan daya beli
sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan domestic
demand. Di samping itu, sudah mulai muncul kekhawatiran bahwa PHK,
khususnya pada sektor industri yang berorientasi ekspor, akan meningkat
dalam periode ke depan.
Di sisi daerah, perekonomian daerah akan menghadapi problem yang sama
namun dengan tingkat pengaruh yang bervariasi terhadap ekonomi di
masing-masing daerah. Perbedaan pengaruh dari krisis ekonomi global
1 Catatan Analisis
22
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
terhadap ekonomi daerah tergantung pada struktur dari ekonomi masingmasing daerah. Daerah yang memiliki tingkat ketergantungan ekspor yang
relatif besar diperkirakan akan menghadapi implikasi yang lebih kuat
dibandingkan daerah yang lebih didukung oleh domestik demand .
Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional, perekonomian provinsi di wilayah
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi-Maluku-Papua memiliki tingkat
ketergantungan terhadap ekspor yang relatif besar yaitu antara 22,6% sd.
27,4%, dimana 70,3% s.d 72,2%2 dari ekspor tersebut ditujukan ke luar
negeri. Sementara itu, propinsi yang sektor keuangannya menjadi salah satu
leading ekonomi akan mengalami tekanan yang kuat, khususnya dengan
tergerusnya nilai kapitalisasi di pasar modal dan kemungkinan tekanan di
subsektor perbankan.
Tabel 1
Struktur Ekonomi Daerah ditinjau dari sisi Permintaan
Persentase
Konsumsi
PMTB
Net Ekspor
Porsi di dalam Net
Ekspor
Ekspor
Sumatera
Jakarta
Jabalnustra
Kali-Sulampua
59,6
57,5
73,9
52,7
19,3
33,9
19,0
19,5
22,6
14,8
5,2
27,4
Impor
53,3
69,1
49,5
71,0
46,7
30,9
50,5
29
Sumber : BPS Daerah (diolah)
Struktur Ekonomi DKI Jakarta
Jakarta, sebagai barometer perekonomian nasional, memiliki karakteristik
ekonomi yang relatif berbeda dibandingkan daerah lainnya. Struktur ekonomi
Jakarta dari sisi permintaan lebih didominasi oleh konsumsi dengan porsi
mencapai 57,5% (Tabel 1). Adapun struktur konsumsi di Jakarta lebih
didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 80%. Apabila
dikaitkan dengan jenis barang yang dikonsumsi oleh rumah tangga di Jakarta,
maka sekitar 55% barang yang dikonsumsi merupakan barang non makanan
(durables goods ), sedangkan 45% merupakan barang makanan dan
minuman.
2 Pengertian ekspor daerah adalah merupakan ekspor ke luar negeri, tidak termasuk ekspor antar daerah.
23
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tingginya peran konsumsi di DKI didukung oleh tingginya jumlah penduduk
yang berpenghasilan menengah ke atas. Jumlah masyarakat yang
berpenghasilan di atas Rp. 3 juta mencapai 74% dari total penduduk Jakarta3
(Tabel 2). Dengan jumlah penduduk berpenghasilan strata menengah ke atas
yang besar tersebut, maka kemampuan untuk membeli barang-barang tahan
lama relatif tinggi. Berdasarkan hasil kajian4, terdapat dua jenis barang durables
yang relatif signifikan terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga di
Jakarta, yaitu konsumsi kendaraan bermotor roda empat dan barang
elektronik, serta barang kebutuhan konsumsi lainnya (eceran). Kecenderungan
pertumbuhan konsumsi masyarakat strata atas dan menengah di Jakarta
terefleksi pula dari pertumbuhan konsumsi kendaraan bermotor roda empat,
barang elektronik, dan penjualan eceran barang lainnya. Akibat krisis,
terindikasi bahwa kedua prompt indikator dan hasil survei penjualan eceran5
memasuki triwulan IV 2008 menunjukkan tanda-tanda perlambatan
pertumbuhan.
Tabel 2
Strata Penghasilan di Jakarta
Strata
Pengeluaran
(Rp ribu)
Penghasilan
(Rp ribu)
Jakarta
(%)
A1
A2
B
C1
C2
D
E
> 3.000
2.000 - 3.000
1.500 - 2.000
1.000 - 1.500
700 - 1.000
500 - 700
< 500
> 9.000
6.000 - 9.000
4.500 - 6.000
3.000 - 4.500
2.100 - 3.000
1.500 - 2.100
< 1.500
13
16
20
25
18
4
3
Sumber : AC Nielsen, 2007
Dari sisi penawaran, struktur ekonomi Jakarta dipengaruhi oleh sektor
keuangan, sektor perdagangan/hotel/restoran, dan sektor industri
pengolahan. Porsi sektor keuangan dalam mempengaruhi ekonomi Jakarta
mencapai 29,6%, dimana subsektor perbankan dan subsektor keuangan non
3 Survei AC Nielsen, 2007. Susenas BPS Jakarta juga menyatakan : terdapat kecenderungan bahwa semakin kaya
sebuah rumah tangga, pengeluaran untuk non makanan semakin meningkat
4 Uji korelasi antara pertumbuhan mobil baru dan pertumbuhan penjualan elektronik dengan pertumbuhan konsumsi
menghasilkan korelasi yang positif yaitu masing-masing 0,64 dan 0,69, Bank Indonesia.
5 Bank Indonesia melakukan survei penjualan eceran secara rutin
24
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
bank memiliki porsi relatif besar di dalam sektor keuangan yaitu masingmasing sebesar 56,0% dan 44,0%. Sektor perdagangan/hotel/ restoran
memberikan peranan dalam struktur ekonomi Jakarta sebesar 21,7%, di
mana subsektor perdagangan menjadi penyumbang terbesar dari sektor
tersebut. Sementara itu, sektor industri memberikan peranan sebesar 16,9%
dengan subsektor industri yang terbesar adalah industri alat angkut, mesin
dan peralatannya dan sub sektor industri pupuk dan kimia. Terkait dengan
sektor industri di Jakarta, output yang dihasilkan oleh sektor industri di Jakarta
diperuntukkan bagi ekspor rata-rata sebesar 23,9%, sehingga perlambatan
demand dunia akan berdampak pula bagi sektor industri. Di Sektor keuangan,
koreksi besar di pasar modal dan mulai melambatnya kinerja perbankan akan
berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Tabel 3
Struktur Ekonomi Daerah Jakarta dari sisi Penawaran
Lapangan Usaha
1 Pertanian
2 Pertambangan dan penggalian
3 Industri Pengolahan
Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya
Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
5 Bangunan
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perdagangan
Restoran
7 Pengangkutan dan Komunikasi
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Bank
Jasa Perusahaan
Sewa Bangunan
9 Jasa-jasa
Produk Domestik Regional Bruto
Share (%)
0,09
0,28
16,88
10,09
2,09
0,66
10,09
21,70
16,74
3,92
9,22
29,60
16,57
5,93
4,34
11,49
100,00
Pembiayaan Perbankan untuk Ekonomi Jakarta
Untuk menganalisis dampak krisis keuangan global terhadap ekonomi Jakarta
maka diperlukan analisis peranan pembiayaan perbankan terhadap ekonomi
Jakarta. Fokus dari analisis pembiayaan diarahkan pada peranan perbankan
25
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
terhadap konsumsi rumah tangga dan pembiayaan kredit sektor-sektor yang
berperanan besar terhadap ekonomi Jakarta. Konsumsi rumah tangga di
Jakarta lebih didominasi oleh pembiayaan sendiri (self-financing) yang berasal
dari gaji ataupun pendapatan lainnya (bunga, capital gain, warisan, dll).
Sementara peranan pembiayaan kredit konsumsi terhadap konsumsi rumah
tangga di Jakarta relatif rendah, yaitu sebesar 7,1%. Di sisi sektoral, sektor
perdagangan dan sektor industri pengolahan memiliki ketergantungan yang
relatif besar terhadap pembiayaan dari sektor keuangan (kredit bank, obligasi,
penerbitan saham di pasar modal), dengan tingkat ketergantungan masingmasing sebesar 24,8% dan 55%6. Dengan kondisi ini, maka konsumsi rumah
tangga penduduk Jakarta sangat rentan terhadap perubahan self financing,
sedangkan sektor utama di Jakarta lebih rentan terhadap perkembangan
sektor keuangan.
Tabel 4
Struktur Pembiayaan Sektor Industri dan Perdagangan
Persentase
Pinjaman
Self Financing
Industri Pengolahan
Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya
Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet
53,2
57,7
46,8
42,3
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perdagangan
24,8
75,2
Sumber : Neraca Perusahaan dan Anekdotal info
Implikasi Ke depan
Masih berlanjutnya krisis keuangan global perlu mendapatkan perhatian
mengingat potensi risiko yang dihadapi ekonomi Jakarta relatif masih
signifikan, dimana. Pertama, menurunnya pendapatan pada kelompok
masyarakat atas dan menengah yang diikuti oleh ketatnya penyaluran kredit
konsumsi akan mempengaruhi daya beli sehingga pertumbuhan konsumsi
dapat terhambat. Selain itu, penurunan pendapatan masyarakat
dikhawatirkan dapat mempengaruhi kemampuan pembayaran kredit yang
berdampak pada meningkatnya net performing loan (NPL). Kedua, Krisis di
6 Informasi beberapa Perusahaan yang Go Public, 2008
26
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
pasar keuangan global yang belum jelas titik terangnya akan memunculkan
ketidakpastian di pasar keuangan dan memperlemah kondisi sektor
keuangan. Ketiga, berlanjutnya perlambatan permintaan dunia yang diikuti
dengan penurunan harga komoditas internasional akan dapat mempengaruhi
kinerja sektor industri pengolahan, terutama yang berorientasi ekspor. Kondisi
ini dapat menjadi semakin parah mengingat risk profile sektor industri yang
tinggi dengan Non Performing Loan sebesar 6,5%, tertinggi dibandingkan
sektor lainnya. Keempat, dalam jangka panjang, berlanjutnya pelemahan
ekonomi dunia akan mempengaruhi arus investasi yang masuk ke Jakarta.
Dengan memperhatikan potensi risiko yang dihadapi ekonomi Jakarta,
diharapkan terdapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah DKI
Jakarta guna mereduksi dampak yang dihadapi, melalui :
1. Salah satu faktor yang dapat menghambat perlambatan daya beli adalah
turunnya laju inflasi sehingga upaya pengendalian inflasi daerah semakin
penting.
2. Pemda beserta pengusaha menyusun kenaikan upah pada level yang
memungkinkan perusahaan masih dapat bertahan, namun tetap
membantu daya beli pekerja terhadap tekanan inflasi.
3. Pemda mempercepat dan meningkatkan realisasi belanja, khususnya
belanja modal dalam rangka men-stimulus ekonomi daerah.
4. Kebijakan jangka pendek bagi industri misalnya kebijakan insentif bagi
sektor industri yang berorientasi ekspor dan sektor perdagangan berupa
penundaan/reduksi pajak. Kebijakan jangka menengah melalui pengetatan
masuknya impor ilegal ke Indonesia khususnya barang konsumsi. Kebijakan
jangka panjang adalah mencari alternatif pasar ekspor dan mengurangi
impor barang konsumsi dengan meningkatkan kontain domestik.
5. Pemda dapat mengakselerasi kebijakan iklim investasi yang lebih kondusif.
27
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Download