Pendidikan: Peralihan dari Sekolah Dasar ke Sekolah

advertisement
FACT
SHEET
Pendidikan: Peralihan dari Sekolah
Dasar ke Sekolah Menengah Pertama
Indonesia
menuju
Secara keseluruhan, sebagian kecil anak di beberapa bagian
pencapaian pendidikan dasar umum, dengan lebih dari 98 persen
telah
melakukan
langkah-langkah
besar
Indonesia timur, terutama di Papua, Papua Barat, dan NTT, berhasil
anak Indonesia masuk sekolah dasar dan dengan hampir dari
seluruh anak ini menamatkan pendidikan dasar. Namun, jalan masih
melakukan peralihan tersebut, walaupun beberapa provinsi di Jawa
juga menunjukkan kinerja yang kurang dari rata-rata. Namun
panjang untuk mencapai pendaftaran pendidikan dasar universal.
penelitian memperlihatkan bahwa pertimbangan terbesar adalah
pendapatan rumah tangga individual, dengan biaya yang cukup
Menurut data SUSENAS2 tahun 2009, sekitar 2,5 juta
anak usia 7-15 tahun tidak bersekolah. Angka ini dapat
dipecah atas:
lebih tinggi yang dikaitkan dengan masuk sekolah menengah atas,
• 600.000 anak-anak usia sekolah dasar,
kebanyakan akhirnya akan masuk sekolah
dasar (pendaftaran tertunda);
• 1.900.000 anak usia sekolah menengah
pertama.
Dengan teridentifikasinya titik peralihan sebagai titik dimana
kebanyakan anak di luar sekolah berhenti berpartisipasi dalam
termasuk biaya yang lebih tinggi bagi transportasi, bahan ajar, dan
seragam3.
pendidikan di sekolah, Pemerintah memfokuskan kegiatan-kegiatan
PNPM Generasi secara khusus pada langkah-langkah untuk
meningkatkan angka peralihan ini.
Sementara sebagian besar anak-anak mengikuti dan lulus dari
sekolah dasar, dengan kebanyakan dari mereka yang mendaftar di
sekolah menengah pertama juga tamat sekolah, sebagian signifikan
lainnya gagal melakukan peralihan dari sekolah dasar ke sekolah
menengah pertama. Dalam hal ini, angka putus sekolah lebih tinggi
di daerah-daerah pedesaan dibanding dengan di kota, dengan
probabilitas putus sekolah di daerah pedesaan dua kali daripada di
daerah perkotaan.
Survei Sosial Ekonomi Nasional
Indonesia Country Study On Out Of School Children, 2011.
2
3
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
TUNAS BANGSA
FACT
SHEET
Kesehatan dan Gizi Ibu Hamil & Anak
Indonesia tetap menghadapi tantangan signifikan dalam upayanya
Untuk menanggapi kekurangan gizi secara efektif, pengalaman
menanggapi kekurangan gizi, dengan hampir tidak adanya kemajuan
global telah memperlihatkan dengan jelas bahwa program-program
dalam pengurangan angka kekurangan berat badan atau gagal
tumbuh (stunting) pada anak-anak usia kurang dari lima tahun sejak
yang menggabungkan intervensi khusus mengenai gizi seperti
suplemen mikronutrien dan komunikasi perubahan perilaku dengan
tahun 2007.
intervensi yang peka nutrisi, seperti pengembangan masyarakat,
jaring keamanan sosial dan sanitasi mempunyai efek sinergis
Bahkan angka terjadinya gagal tumbuh (stunting)
sesungguhnya meningkat beberapa tahun ini dari 35,2
persen pada tahun 2010 menjadi 38 persen di tahun
2013. Angka ini serupa dengan yang terdapat di banyak
negara Sub-Sahara. Demikian pula, proporsi anak
dengan berat badan kurang juga meningkat dari 18
persen di tahun 2010 menjadi 20 persen di tahun 2013.
terhadap peningkatan status nutrisi anak.
Angka gizi buruk akut anak di tahun 2013 sebesar 12
persen, yang melampaui ambang batas yg ditentukan
WHO
untuk
menjabarkan
situasi
darurat.
Ketidak-setaraan yang besar juga tetap ada di dalam
negeri, dengan angka gagal tumbuh (stunting) di Nusa
Tenggara Timur (NTT) (51,7 percent) yang hampir dua
kali lipat angka gagal tumbuh (stunting) di Kepulauan
Riau (26,3 persen).
Pemerintah telah berkomitmen menanggapi isu-isu gizi buruk,
dengan fokus khusus pada 1000 hari pertama, dengan tegas
menempatkan nutrisi pada agenda RPJMN 2015-2019. Indonesia
merupakan anggota aktif Scaling-Up Nutrition Movement (Gerakan
Peningkatan Gizi), suatu upaya global untuk menghapus semua
bentuk kekurangan gizi, berdasarkan prinsip bahwa semua orang
berhak atas pangan dan gizi yang baik. Gerakan tersebut
menggalakan penggunakan sarana multi sektoral untuk
menyebarkan kebijakan dan intervensi yang bertujuan meningkatkan
gizi secara keseluruhan. Berdasarkan pengalaman global,
pemerintah juga menekankan pada pendekatan multi-sektoral
terhadap gizi buruk dengan secara jelas mengakui peran sektor yang
tidak berkaitan dengan kesehatan dalam menanggapi gizi buruk.
Sudah sejak lama diketahui bahwa gizi buruk pada anak
Dalam konteks ini, dengan fokus yang kuat pada kesehatan ibu dan
anak serta pemberdayaan masyarakat, PNPM Generasi merupakan
sarana penyampaian yang sesuai untuk peningkatan intervensi gizi
mengakibatkan peningkatan angka kematian dan kerentanan secara
keseluruhan terhadap penyakit. Terdapat bukti kuat bahwa
kekurangan gizi dalam kandungan dan dalam dua tahun pertama
dalam kehidupan anak berdampak hampir negatif yang tidak dapat
multi-sektoral. PNPM Generasi kini merupakan bagian dari inisiatif
multi-sektoral terpadu yang mencakup baik permintaan dan
intervensi yang difokuskan pada penyediaan. Upaya PNPM
Generasi untuk menstimulasi permintaan masyarakat akan layanan
diubah atas kesehatan fisik dan mental anak, perkembangan
pendidikan dan produktifitas sepanjang hidupnya.
kesehatan ibu dan anak akan dilengkapi dengan serangkaian
perbaikan-perbaikan yang difokuskan pada sisi penyediaan yang
diterapkan oleh Kementerian Kesehatan dan Millennium Challenge
Account Indonesia.
Periode ini, yang sudah dijabarkan sebagai “seribu hari pertama,”
dengan demikian merupakan suatu peluang penting bagi penerapan
mendesak bagi intervensi untuk mengurangi terjadinya beban
kematian dan penyakit yang tinggi, dan mempertajam
konsekuensinya.
POSYANDU
ANGGREK
Intervensi Sisi Penyediaan
Perluasan Pelatihan Bagi Penyedia Layanan Kesehatan
Perluasan Akses pada Sanitasi Yang Lebih Baik
Pelatihan The Infant Young Child Feeding (IYCF)/Pemberian Makan
Pelatihan tambahan akan diberikan pada pekerja sanitasi di tingkat
Bayi dan Anak (PMBA) akan diberikan bagi staf dinas kesehatan
kecamatan untuk melengkapi rencana meningkatkan intervensi
provinsi dan kabupaten, puskesmas, bidan dan kader posyandu
untuk memperkuat ketrampilan mereka di bidang kesehatan ibu dan
Community-Led Total Sanitation (CLTS)/Sanitasi Menyeluruh Berbasis
Masyarakat. Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberdayakan
gizi ibu hamil, penggunaan mikronutrien, pemberian ASI dan teknik
pemberian makanan pendamping ASI, serta konseling. Pelatihan ini
pekerja sanitasi menjalankan acara-acara pemicu dan memonitor
kegiatan-kegiatan pemeriksaan bebas buang air besar sembarangan
akan meningkatkan kualitas kelas nutrisi bagi ibu hamil dan ibu
balita, yang akan mengarah pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi
akan peran ibu dan pengadopsian praktek pemberian makan yang
Memobilisasi fasilitator Kesehatan Tambahan
tepat secara lebih meluas..
kesehatan ibu dan anak akan direkrut oleh Kementerian Kesehatan
Seorang fasilitator teknis dengan keahlian dengan di bidang
untuk memberikan dukungan bagi masyarakat PNPM Generasi.
Penyediaan Peralatan Antropometris
Saat ini, pengukuran panjang tidak dilakukan di semua Posyandu,
walaupun faktanya hal tersebut telah terbukti merupakan
mekanisme penting untuk membangkitkan kesadaran orangtua akan
isu-isu yang berkaitan dengan gagal tumbuh (stunting) dini. Untuk
mendukung penggunaan pengukuran ini secara lebih meluas,
Posyandu akan diberikan peralatan antropometrik dan dengan
pelatihan tambahan mengenai penggunaan peralatan ini untuk
dapat melakukan pengukuran.
Peran utama fasilitator seperti ini adalah untuk (i) menghubungkan
PNPM
Generasi
dengan
para
penyedia
layanan
dan
menyelenggarakan kegiatan bersama di tingkat masyarakat dan, (ii)
memberikan pengetahuan teknis, bantuan, dan bimbingan bagi
PNPM Generasi dan fasilitator desa mengenai intervensi dan kegiatan
yang efektif yang dapat meningkatkan hasil gizi dan perkembangan
anak.
Penyediaan Multi Mikronutrien bagi Anak Usia 6 hingga
24 bulan
Kantong-kantong multi micronutrien disediakan bagi para ibu hamil
dan anak usia 6 hingga 24 bulan. Penyediaan suplemen berisi
beragam vitamin dan mineral telah terbukti mengurangi kekurangan
mikronutrien pada ibu dan anak; untuk meningkatkan berat lahir
rata-rata; untuk mengurangi kejadian kelahiran dengan berat lahir
rendah dan kecil untuk usia kehamilan/small-for-gestational-age
(SGA); dan untuk mengurangi terjadinya gagal tumbuh (stunting).
Kampanye Kesadaran Gagal Tumbuh (Stunting)
Kampanye kesadaran nasional akan dilaksanakan untuk
menyebarkan informasi bagi dan meningkatkan kesadaran
orangtua, anggota keluarga besar, dan masyarakat luas mengenai
ciri-ciri gagal tumbuh (stunting) pada masa kanak-kanak dan
cara-cara dengan mana orang tua dan praktisi dapat mengetahui
dan mengurangi dampaknya melalui intervensi selama kehamilan
dan selama dua tahun pertama dari kehidupan anak.
Training
Maternal Health
Pre-Natal Nutrition
Micronutrients
Breastfeeding
FACT
SHEET
Anak Berkebutuhan Khusus
Pemerintah Indonesia telah meraih keberhasilan yang berarti dalam
PNPM Generasi menyadari bahwa keberhasilan proyek yang
upayanya memastikan bahwa seluruh anak Indonesia setidaknya
terbatas dalam memfasilitasi penyertaan anak-anak penyadang
mendapatkan pendidikan dasar, dengan lebih dari 98 persen anak
Indonesia usia sekolah dasar bersekolah. Sementara hal ini memang
disabilitas sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat
kesadaran para pelaku seluruh program, termasuk para anggota
merupakan pencapaian yang signifikan, Pemerintah menyadari
masyarakat, pihak yang berwenang di tingkat desa, dan para
semakin sulit untuk mencapai peningkatan lebih lanjut dengan
pendekatan yang sebelumnya telah digunakan, karena sebagian
fasilitator program mengenai hak-hak penyandang disabilitas,
termasuk anak-anak, hingga tingkat akses kepada layanan dasar
besar dari mereka yang masih berada di luar sistem sekolah memiliki
kebutuhan khusus yang seringkali merupakan akibat dari disabilitas
yang setara sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Sebagian
besar hal ini disebabkan oleh kekurangan-pahaman umum
fisik, mental dan/atau psikologis.
mengenai
Secara khusus, berdasarkan survey rumahtangga
SUSENAS, diperkirakan kira-kira 0,5 persen anak
Indonesia menyandang tuna netra, tuna rungu, tuna
wicara, disabilitas fisik atau mental. Dari anak-anak
penyandang disabilitas berusia antara enam hingga
sebelas tahun, diperkirakan 71 persen tidak
bersekolah. Karenanya, anak-anak penyandang cacat
membentuk sebagian besar dari kelompok anak luar
sekolah yang berusia sekolah dasar.
Bulan Oktober 2011, Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi PBB
mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas, yang tujuannya adalah
“memajukan, melindungi dan memastikan pemenuhan semua hak-hak
manusia dan kebebasan mendasar secara utuh dan setara oleh
penyandang disabilitas, dan memajukan respek bagi martabat
mereka.” Sejak diratifikasinya Konvensi tersebut, Pemerintah telah
•
Seluruh anak usia sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama yang belum terdaftar di
sekolah atau putus sekolah, termasuk anak-anak
penyandang disabilitas, mendaftar sekolah.
•
Seluruh anak yang tamat sekolah dasar, termasuk
anak-anak penyandang disabilitas, mendaftar di
sekolah menengah pertama.
disabilitas,
dengan
banyak
pihak
yang
berperan serta dan memberikan kontribusi pada beragam proses di
tingkat masyarakat.
Untuk menanggapi kekurang pahaman ini, PNPM Generasi
mengambil sejumlah langkah, termasuk yang berikut dibawah ini:
•
•
•
meningkattkan prioritasnya dengan memasukkan penyandang
disabilitas dalam program-program penurunan kemiskinan Indonesia.
Dalam program PNPM Generasi program, penentuan prioritas akan
kebutuhan anak penyandang disabilitas diwujudkan melalui sejumlah
cara, termasuk merevisi indikator proyek untuk menyertakan acuan
khusus atas kebutuhan-kebutuhan ini, sebagai berikut:
isu-isu
berkepentingan berpegang pada keyakinan yang tertanam dalam
bahwa tidaklah mungkin orang-orang penyandang disabilitas untuk
•
Mengembangkan materi dan alat untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat mengenai hak-hak anak-anak
penyandang disabilitas hingga ke tingkat akses terhadap
kesehatan, pendidikan dan perlindungan yang setara dengan
seluruh anak-anak lainnya
Mengembangkan materi dan kegiatan pelatihan yang
memungkinkan fasilitator pada tingkat kecamatan dan desa
serta tim pelaksana desa mengidentifikasi anak-anak
berkebutuhan khusus dan memutuskan cara untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.;
Menyertakan modul-modul mengenai pengidentifikasian
disabilitas dan kebutuhan-kebutuhan khusus dan pengelolaan
kebutuhan-kebutuhan ini dalam pelatihan dasar dan pelatihan
penyegar yang diberikan pada para fasilitator, termasuk
dengan melibatkan organisasi-organisasi para penyandang
disabilitas dan organisasi masyarakat lainnya dengan
ketrampilan dan pengetahuan khusus mengenai disabilitas dan
kebutuhan khusus;
Memberikan pelatihan bagi anggota organisasi penyandang
disabilitas untuk selanjutnya memungkinkan mereka
memberikan pelatihan, masukan dan saran mengenai
pengelolaan kebutuhan khusus pada para fasilitator dan pelaku
proyek lainnya.
FACT
SHEET
Pendidikan dan Pertumbuhan
Kanak-kanak Usia Dini
Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa program Pertumbuhan
Anak Usia Dini bermanfaat bagi anak, keluarga dan masyarakat dengan
mengurangi angka putus sekolah dan pengulangan sekolah, dan
melalui peningkatan pencapaian sekolah, produktifitas orang dewasa,
dan tingkat fungsi sosial dan emosional.
Manfaat-manfaat intervensi Pendidikan Anak-anak Usia Dini (PAUD)
dapat dijumpai dalam bidang-bidang berikut ini:
•
•
•
•
•
•
•
•
Angka kecerdasan yang lebih tinggi
Ketepatan pendaftaran sekolah yang lebih tinggi
Kurangnya angka tinggal kelas dan putus sekolah
Angka tamat sekolah yang lebih tinggi
Peningkatan status gizi dan kesehatan
Peningkatan perilaku sosial dan emosional
Peningkatan hubungan orangtua-anak
Peningkatan potensi pendapatan dan kemandirian
ekonomi sebagai seorang dewasa
• Peningkatan peran serta tenaga kerja perempuan
Manfaat-manfaat ini menjadikan program PAUD cara yang sangat
efektif untuk memperkuat masyarakat secara keseluruhan,
memungkinkan mereka yang turut serta dalam program-program ini
untuk hidup sesuai potensi utuh mereka. Selama dekade terakhir,
Pemerintah telah semakin menyadari baik pentingnya meningkatkan
tingkat akses terhadap fasilitas PAUD maupun memastikan bahwa
fasilitas-fasilitas ini menyediakan pendidikan berkualitas tinggi.
Karenanya dalam rencana strategis 2010-2014 untuk bidang
pendidikan, Pemerintah menetapkan target-target berikut ini:
• Meningkatkan angka pendaftaran di fasilitas PAUD hingga 72,9
persen, dengan setidaknya 75 persen dari provinsi-provinsi
tersebut mencapai angka pendaftaran sebesar 60 persen;
setidaknya 75 persen dari kota-kota (wilayah perkotaan)
mencapai angka pendaftaran minimal sebesar 75 persen; dan
setidaknya 75 persen dari kabupaten-kabupaten mencapai
angka pendaftaran minimal sebanyak 50 persen;
• Memastikan setidaknya 85 persen dari para pengajar di fasilitas
PAUD formal mempunyai gelar sarjana (gelar perguruan tinggi
dengan masa pendidikan 4 tahun) dan setidaknya 85 persen
bersertifikat, dan setidaknya 55 persen dari guru-guru PAUD
non-formal telah mendapatkan sertifikat dasar
Terlepas dari komitmen dari pihak Pemerintah ini, sebagian besar
anak-anak Indonesia dibawah usia sekolah dasar tetap tidak pernah
masuk pendidikan prasekolah, dengan hanya 28 persen dari seluruh
anak usia 3-6 tahun mengikuti semacam program prasekolah formal di
tahun 2013.
Angka kehadiran terutama rendah di darah pedesaan dan diantara
rumah tangga miskin. Hal ini sebagian dikarenakan kendala sisi
persediaan, terutama berkaitan dengan kurangnya program
prasekolah yang mudah dicapai oleh masyarakat pedesaan. Selain itu,
sejumlah kendala sisi pemintaan mempengaruhi kehadiran, termasuk
biaya yang relatif tinggi bagi kaum miskin untuk mengakses layanan
PAUD swasta, migrasi temporer keluarga, termasuk anak-anak
mereka, ke situs pertanian atau perkebunan selama musim panen,
biaya peluang bagi para orangtua untuk mengantar anak-anak mereka
ke layanan PAUD, atau semata-mata karena rendahnya kesadaran
orangtua akan pentingnya dan manfaatnya PAUD bagi perkembangan
anak mereka.
Untuk menanggapi kendala-kendala yang mempengaruhi partisipasi
kaum miskin pedesaan dalam PAUD, Pemerintah menggunakan
PNPM Generasi untuk mencontohkan penyediaan insentif dalam 3
kabupaten yang berpartisipasi untuk meningkatkan partisipasi dalam
meningkatkan layanan PAUD. Melalui percontohan ini, PNPM
Generasi:
(a) memberikan
dana
operasional
untuk
mendukung
kegiatan-kegiatan pemetaan masyarakat akan layanan PAUD yang
ada;
(b) mengembangkan materi pelatihan yang difokuskan pada layanan
PAUD bagi fasilitator PNPM Generasi;
(c) mencetak dan mendistribusikan pedoman fasilitasi yang berkaitan
dengan PAUD bagi fasilitator PNPM;
(d) merekrut seorang fasilitator PAUD;
(e) memfasilitasi diskusi di tingkat dukuh mengenai pentingnya
layanan PAUD, kendala-kendala terhadap akses, dan sub-proyek
untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Percontohan tersebut terbukti sangat popular diantara penduduk desa
yang turut serta, pemerintah desa, dan pejabat pemerintah setempat.
Sejumlah kabupaten yang tidak turut serta telah mengajukan
permintaan untuk menyertakan target kinerja PAUD secara lebih luas
dalam PNPM Generasi.
Dengan komitmen Pemerintah yang tersurat untuk memperluas akses
terhadap PAUD dan meningkatkan kualitas PAUD, telah disepakati
untuk melanjutkan intervensi percontohan di ketiga kabupaten yang
menggunakan PNPM Generasi untuk menginsentifkan keikutsertaan di
kalangan kaum miskin. Selain itu, ada pertimbangan unutk
menyertakan indikator berkaitan dengan partisipasi dalam PAUD
dalam indikator proyek PNPM Generasi.
FACT
SHEET
Gender & Pengamanan
PENGAMANAN
Bagaimanapun juga, terlepas dari pentingnya peran perempuan yang
Dalam konteks program PNPM Generasi, penerapan pengamanan
mengacu pada dua prinsip dasar yang menjadi persyaratan bahwa
program tersebut menjawab kebutuhan anggota kelompok-kelompok
yang terpinggirkan, dengan seluruh penerima manfaat mendapat
perlakuan yang sejajar, dan program tersebut menghargai budaya
tidak dapat disanggah dalam perkembangan anak, fokus khusus pada
pelaku rawat perempuan tidak dapat melihat pentingnya peran para
pria di rumah tangga. Dalam isu-isu yang terkait dengan kesehatan
perempuan, telah lama disadari bahwa keputusan apakah akan
mencari perawatan atau mengalokasikan sumber daya untuk mencari
setempat.
perawatab seringkali tidak diputuskan oleh perempuan yang
melahirkan, tetapi oleh pria kepala rumahtangga. Dengan demikian,
Kedua prinsip tersebut memiliki sejumlah implikasi khusus bagi cara
intervensi telah dirancang untuk memastikan bahwa para pria tersebut
penerapan intervensi PNPM Generasi. Secara khusus, kajian “Peluang
dan Pendekatan bagi Hasil Gizi yang Lebih Baik dalam PNPM
Generasi”/“Opportunities
and
Approaches
for
Better
Nutrition
Outcomes in PNPM Generasi” mendapatkan bahwa:
• Banyak ibu, terutama para perempuan yang lebih miskin dan
terpinggirkan di daerah-daerah terpencil yang tinggal jauh dari klinik
masih menggunakan layanan bidan tradisonal selama masa pra dan
pasca kelahiran dalam siklus kelahiran anak. Kajian ini
merekomendasikan alih-alih dihina dan dianggap buruk para bidan
tradisional harus dipandang sebagai sumber daya manusia yang
belum dimanfaatkan untuk kegiatan edukasi dan advokasi di masa
depan dengan para ibu, dengan koordinasi yang lebih tinggi antara
para bidan tradisional ini dan bidan desa..
• Kajian tersebut juga mendapatkan bahwa sistem pengadaan dan
distribusi makanan tambahan PNPM Generasi tidak tampak terkait
dengan hasil gizi yang membaik. Untuk meningkatkan sistem ini,
kajian tersebut merekomendasikan PNPM Generasi menggalakan
kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat secara mandiri melalui
pendirian kebun gizi yang dikelola masyarakat untuk mendukung
kegiatan pemberian makanan tambahan yang dilakukan oleh
posyandu, serta melalui peningkatan koordinasi antara kader
posyandu
dan bidan-bidan desa dalam pengelolaan menu
makanan tambahan yang dirancang sevara baik yang
mengutamakan penggunaan bahan-bahan lokal.
Peningkatan Penekanan atas Peran Perawat Pria
Di seluruh dunia, dalam intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan
status kesehatan dan gizi anak, penekanan diberikan pada peran para ibu,
yang dipandang sebagai satu-satunya pelaku rawat yang terpenting dalam
kehidupan anak. Ada banyak pembenaran yang kuat untuk pandangan
tersebut, mengingat bahwa kaum perempuanlah yang melahirkan anak dan
kaum perempuanlah yang dapat memberikan ASI yang merupakan
makanan terbaik bagi perkembangan anak. Karenanya, kebanyakan
intervensi di seluruh dunia difokuskan pada peningkatan kesadaran ibu
pada ketrampilan mengenai gizi dan pengasuhan.
menyadari akan isu-isu kesehatan ibu sehingga mereka dapat
bertindak dengan tepat untuk memberikan dukungan yang diperlukan.
Demikian pula, dalam perawatan anak, para pria dapat
berperan utama dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi anak-anak untuk mendapatkan makanan,
obat-obatan, makanan tambahan dan vaksinasi, serta
perawatan lain yang diperlkan. Misalnya, para pria mungkin
berada dalam posisi untuk memperbolehkan atau melarang
istrinya untuk membawa anak-anaknya ke klinik dan memperbolehkan mereka menerima perawatan di sana. Mereka
mungkin bersikeras untuk menemani istrinya pergi ke
klinik-klinik tersebut, atau mereka memiliki control atau
sumber daya finansial yang memungkinkan seorang anak
diberi makan dengan sepatutnya. Bila diberikan pedoman dan
konseling yang tepat untuk meningkatkan kesadaran para
pelaku rawat pria, mereka dapat mengambil pilihan yang tepat
untuk meningkatkan kesehatan anak-anak mereka.
Dalam revisi termutakhir program PNPM Generasi, Pemerintah telah
menyadari pentingnya peran yang dimainkan kaum pria dalam
menentukan status kesehatan dan gizi anak dengan diperkenalkannya
suatu indikator yang menentukan sampai dimana para pelaku rawat
berperan serta dalam kelas-kelas kehamilan, pengasuhan dan gizi.
STUDI KASUS
Sebuah Kisah Sukses
CASE
STUDY
Ciroyom
Semakin Sedikit Anak-anak yang Meninggal Setelah
Seorang Bidan ditempatkan di sebuah Desa Terpencil
dengan akses yang terbatas atas air bersih dan listrik; dan kesulitan
bagi seorang bidan yang ditempatkan di desa dalam hal memperoleh
pendapatan tambahan dari praktek pribadi.
Dengan kurangnya akses atas layanan bidan, kebanyak perempuan
melahirkan dibantu hanya oleh seorang paraji, seorang pembantu
kelahiran (bidan) tradisional. Sementara paraji, yang merupakan
sosok yang dikenal para perempuan yang mereka layani,
memberikan layanan mereka dengan biaya rendah dan selalu siap,
mereka tidak memiliki atau kurang memiliki pelatihan formal di bidang
kesehatan dan tidak cocok untuk menangani keadaan darurat medis.
Untuk menghadapi tantangan ini, para fasilitator PNPM Generasi
bekerja sama dengan pejabat dinas kesehatan merekrut seorang
bidan dan membayar bonus signifikan sebesar Rp 3 juta per bulan
karena mau menerima posisi yang sulit, di luar gaji dasarnya
kira-kira sebesar Rp 650 ribu.
Dinas kesehatan berperan penting dalam proses rekrutmen,
mengiklankan posisi tersebut melalui jaringan posyandunya, akhirnya
merekrut Elin Martiana, yang dikontrak selama 12 bulan. Ia mengisi
pos tersebut pada tahun 2013. Bahkan setelah Elin Martiana tiba di
desa, tidaklah mudah untuk memastikan para perempuan desa
memanfaatkan layanannya.
Di kecamatan Cibitung, tahun 2012, para fasilitator
PNPM Generasi dan dinas kesehatan setempat
memperhatikan bahwa selama setidaknya tiga tahun,
jumlah anak yang meninggal di suatu desa terpencil,
Ciroyom, dibanding dengan desa lainnya di kecamatan tersebut.
Pada tahun 2011 sendiri, enam anak meninggal di desa tersebut,
kebanyakan selama kelahiran atau tak lama setelah kelahiran. Di
tahun 2012, tujuh orang meninggal di sana. Kinerja desa tersebut
juga sangat buruk dalam indikator-indikator lainnya yang digunakan
untuk mengukur kesehatan ibu dan anak, termasuk angka gagal
tumbuh (stunting), vaksinasi, jumlah kelahiran dengan bantuan
personel kesehatan berkualifikasi, dan seterusnya.
Alasan utama bagi angka kematian anak yang sangat tinggi di
Ciroyom adalam kesulitan yang dihadapi kaum perempuan di desa
tersebut untuk mengakses perawatan kesehatan yang sesuai,
dengan akses ke pusat kecamatan yang membutuhkan penggunaan
perahu sewaan yang mahal atau perjalan dengan sepeda motor
melalui jalur yang buruk yang seringkali tidak dapat dilalui dalam
musim hujan. Dinas kesehatan telah berusaha berkali-kali
menempatkan seorang bidan di desa tersebut selama
bertahun-tahun, dengan memanfaatkan para pekerja kesehatan yang
baru lulus yang dibutuhkan untuk bekerja di posyandu dengan gaji
rendah selama beberapa waktu sebagai syarat kelengkapan
kualifikasi formal mereka, tetapi entah posisi tersebut tetap kosong,
atau bidannya meninggalkan posnya dalam waktu singkat.
Alasan-alasan yang sering diberikan atas kegagalan mempertahankan
layanan bidan di desa tersebut adalah kesulitan-kesulitan yang hidup
yang umum di lokasi terpencil; kesulitan untuk menjalankan tugas bidan
Awalnya banyak perempuan desa merasa curiga terhadap orang
muda dari luar dan memilih melanjutkan menggunakan layanan
paraji, meskipun ada bahaya yang jelas dalam melahirkan bayi tanpa
bantuan bidan. Untuk mengatasi penolakan ini, Elin Martina bekerja
keras dengan kepala desa, guru-guru sekolah dan orang-orang
berpengaruh di masyarakat untuk menjelaskan mengenai perannya
dan mensosialisasikan pemanfaatan layanannya. Selain itu, ia
mengadakan sukarelawan posyandu (kader) untuk melakukan
kampanye dari rumah ke rumah untuk mencatat keberadaan
perempuan hamil. Pada akhirnya, ia juga bekerja sama dengan paraji,
menawarkan insentif uang tunai pada mereka kalau mereka bila para
paraji tersebut memberitahukannya mengenai kelahiran yang akan
terjadi dan mengambil bagian dalam memberikan dukungan dan
dorongan bagi para perempuan yang dikenal si paraji.
Akhirnya, langkah-langkah ini membuatnya diterima di masyarakat.
Selanjutnya hal ini secara damatis memperbaiki angka kematian anak
dan mengurangi terjadi insiden-insiden tak menyenangkan lainnya di
desa tersebut. Sejak penugasan Elin Martiana di Ciroyom, hanya
tercatat satu kematian bayi yang baru lahir. Selain mengurangi jumlah
kematian anak, bidan tersebut juga memberikan layanan kesehatan
lainnya yang penting. Sejak ia berada disana, jumlah anak-anak yang
menderita gagal tumbuh (stunting) berkurang dan jumlah anak yang
menerima vaksinasi dan makanan tambahan meningkat,
sebagaimana jumlah perempuan yang memberikan ASI secara tepat
dan jumlahh perempuan yang menghadiri sesi-sesi konseling dan
sosialisasi kesehatan.
Sementara PNPM Generasi hanya akan dapat memberikan dana
pembayaran bonus tambahan bagi bidan hingga dua tahun, diharapkan
manfaat inisiatif tersebut akan berlangsung lebih dari masa tersebut.
Para fasilitator berharap bila dapat dipertunjukkan bahwa pendekatan
yang diuji coba di Ciroyom berhasil, pemerintah kecamatan dan
dinas-dinasnya dapat melanjutkan inisiatif ini dan menerapkannya
sebagai bagian inti program mereka. Dengan cara demikian, dampak
proyek jangka pendek yang dibiayai melalui PNPM Generasi dapat
dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih panjang.
CASE
STUDY
Toyidito
Anak-anak di Dukuh Terpencil
Memperoleh Akses ke Sekolah
Toyidito merupakan dukuh terpencil, jauh dari desa
terdekat, di kecamatan Pulubala, Kabupaten
Gorontalo. Dukuh tersebut terletak 7 kilometer dari
sekolah dasar terdekat, tanpa ada transportasi
umum. Akibatnya, sebelum penerapan proyek PNPM
Generasi di desa tersebut, setidaknya 45 anak usia
sekolah dasar di Toyidito gagal berekolah atau putus
sekolah atau terancam mengalaminya. Dari lima anak
yang bersekolah, kebanyakan kehadirannya tidak
teratur, dengan angka kehadiran rata-rata antara
40-50 persen.
Untuk menanggapi isu ini, para fasilitator PNPM Generasi bekerja
sama dengan dinas pendidikan kecamatan mengembangkan
program pendidikan jarak jauh, dengan kelas-kelas yang diadakan di
sebuah rumah sewa. Dana PNPM Generasi juga diadakan untuk
transportasi dua guru honorer yang memfasilitasi kelas-kelas yang
diadakan di rumah sewa. Selain itu, dana tersebut juga digunakan
untuk membeli buku, alat tulis, dan bahan-bahan lain yang
dibutuhkan untuk kegiatan pendidikan.
Selama tahun pertama, dana tambahan juga disediakan untuk
membeli meja lipat dan memberikan sepatu bot pada para murid,
benda yang penting mengingat kondisi cuaca dan keadaan jalan
yang ada, yang seringkali berlumpur.
Penduduk Toyidito sangat menghargai fasilitas yang baru ini, yang
memungkinkah anak-anak mereka untuk pertama kalinya pergi
sekolah secara teratur tanpa kesulitan yang berlebihan. Sedemikian
tinggi penghargaan mereka sehingga mereka bersama-sama
mengumpulkan dana untuk membeli rumah tersebut untuk
menjadikannya tersedia bagi kegiatan-kegiatan sekolah secara
berkelanjutan.
Fasilitas pendidikan di tempat terpencil mengalami sejumlah
tantangan signifikan, termasuk sulitnya menarik minat dan
mempertahankan guru-guru untuk melakukan layanannya di lingkung
terpencil dan sulit. Bahkan pada akhir tahun pertama program
tersebut, kesulitan-kesulitan inilah yang menjadikan hanya ada
seorang guru yang ada untuk melayani masyarakat tersebut. Untuk
menanggapi hal ini, dinas pendidikan kecamatan melakukan langkah
proaktif untuk menyediakan guru-guru tambahan dengan
menawarkan insentif bagi guru-guru yang berkenan mengisi pos
tersebut.
Setelah setahun penuh beroperasi, jelaslah bahwa sekali
kesulitan-kesulitan untuk mengakses sekolah ditanggapi, para siswa
akan bersemangat mengenai pendidikan merekadan mau pergi
sekolah secara teratur. Para anggota masyarakat menyadari manfaat
fasilitas tersebut dan bersama-sama menyediakan lahan untuk
pembangunan bangunan sekolah yang lebih baik, dengan
pendanaan bagi pembangunan bangunan yang penting disediakan
oleh pemerintah kabupaten. Untuk pengerjaan konstruksi bangunan
sekolah, anggota masyarakat dengan senang hati memberikan
tenaga mereka.
Dengan upaya dan kontribusi anggota masyarakat sendiri, bersam
dengan dukungan pihak berwenang di tingkat desa, kecamatan,
dan kabupaten, program PNPM Generasi dapat memastikan
bahwa anak-anak di desa terpencil ini mendapat jaminan hak-hak
mereka atas pendidikan dasar.
Di tempat lain di seluruh Indonesia, ribuah masyarakat miskin di
lokasi-lokasi terpencil di seluruh Nusantara, bekerja sama dengan
program PNPM Generasi untuk menghasilkan manfaat serupa bagi
anggota-anggota mereka. Upaya semacam ini, yang dirancang dan
dilaksanakan sendiri oleh para anggota masyarakat dengan
dukungan fasilitator terlatih, memainkan perna signifikan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan yang diterima anak Indonesia,
tanpa mempedulikan seberapa sulit atau menantangnya kondisi
dimana mereka hidup.
CASE
STUDY
Jongat
Masyarakat Bekerjasama Dengan Para Tokoh Masyarakat
Sipil dan Pihak Berwenang Regional Menyusun Aturan Desa
Dengan program pengembangan masyarakat atau
pengentasan kemisikinan apapun, termasuk PNPM Generasi,
salah satu tantangan yang paling signifikan adalah
memastikan bahwa dampak program dapat bertahan
melampaui masa dimana program tersebut dilaksanakan.
Dalam hal ini, suatu program dengan jangka waktu yang
terbatas dapat berperan besar dalam memfasilitasi
peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, dan
pemahaman yang lebih baik akan isu-isu tertentu, termasuk
isu-isu terkait dengan anak-anak berkebutuhan khusus,
intervensi gizi, dan isu-isu sejenis lainnya.
Sementara hal ini dengan sendirinya merupakan hasil yang diinginkan,
penting sekali mempertahankan dampak yang mereka timbulkan
melalui pembentukan kerangka kerja yang memberikan mandate dan
meminta penyedia layanan menanggapi isu-isu tersebut. Pada level
masyarakat, kerangka kerja ini dapat dibentuk melalui perumusan
Aturan Desa. Di kecamatan Jongat, di Lombok Tengah,
anggota-anggota masyarakat bersama dengan pihak berwenang di
tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten, pelaku program PNPM
Generasi, dan wakil-wakil LSM merumuskan Aturan Desa untuk
memastikan dampak program yang bermanfaat atas penyediaan
layanan-layanan kesehatan dan pendidikan ibu dan anak berlanjut,
bahkan tanpa dukung berkelanjutan dari program tersebut di masa
yang akan datang.
Secara khusus, dengan dukungan besar dari penduduk ketiga belas
desa di Jongat, suatu konsorsium wakil-wakil organisasi-organisasi
non pemerintah, para pelaku program, dan lainnya dengan
ketrampilan khusus di bidang pengembangan masyarakat dan
bidang-bidang terkait lainnya dibentuk untuk merumuskan Aturan
Desa terkait penyediaan layanan-layanan kesehatan dan pendidikan.
Untuk merumuskan aturan-aturan ini, konsorsium tersebut melakukan
analisa dan investigasi kebutuhan secara cermat untuk menentukan
kondisi kecamatan-kecamatan. Selain itu, konsorsium tersebut juga
melakukan konsultasi dengan DPRD setempat dan bagian urusan
hukum di pemerintah kabupaten, dan juga dengan perwakilan
dinas-dinas kesehatan dan pendidikan kabupaten.
Dengan tingginya antusiasme masyarakat bagi proses ini, banyak dari
mereka yang terlibat rela memberikan waktu dan tenaga mereka
secara sukarela. Akibatnya, tingkat dukungan finansial yang
dibutuhkan dari program PNPM Generasi cukup rendah, mencakup
dana senilai Rp 100.000 untuk tiap pertemuan desa yang diadakan
untuk mendukung proses tersebut. Secara keseluruhan biaya
dukungan yang disediakan program untuk menopang perumusan
masing-masing peraturan hanya Rp 3,5 juta.
Hasil dari proses tersebut, masyarakat Jongat telah
membentuk Peraturan Desa yang mencakup isu-isu
kesehatan, dengan peraturan ini memberikan mandate bagi
penyediaan layanan ibu dan anak secara menyeluruh bagi
seluruh anggota masyarakat.
Salah satu ciri yang paling menonjol dari peraturan ini adalah
peraturan ini memberikan mandate penyediaan layanan dan
perawatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, kelompok yang
seringkali diabaikan oleh dinas-dinas pendidikan dan kesehatan di
tingkat kabupaten dan kecamatan. Dengan meminta pemberi layanan
untuk memenuhi kebutuhan kelompok ini, peraturan ini memainkan
peran signifikan dalam membangkitkan kesadaran akan kebutuhan
kelompok ini.
Dengan keberhasilan perumusan Peraturan Kesehatan Desa,
konsorsium tersebut kini bekerja dengan anggota masyarakat untuk
merumuskan peraturan serupa untuk mencakup penyediaan layanan
pendidikan. Begitu peraturan-peraturan ini diberlakukan dan
dilaksanakan, para anggota masyarakat di kecamatan ini akan
memiliki dasar yang kokoh dan terjamin bagi penyediaan
layanan-layanan kesehatan dan pendidikan berkualitas penuh yang
menyeluruh di masa depan.
Download