Pasca dilakukannya amandemen ketiga UUD NRI 1945 secara jelas telah diatur bahwa jika terdapat dugaan adanya pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden yang berupa pengkhiatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, maka lembaga negara yang wajib untuk memeriksa, mengadili dan memutus adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat UUD 1945 bahwa salah satu dari fungsi MK adalah sebagai special legal proceeding atau forum privelegiatum (forum peradilan khusus) yang disediakan oleh konstitusi kita khusus untuk memeriksa dan mengadili serta memutus mengenai dugaan adanya pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ketentuan ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kehormatan dan kedudukan Presiden dan Wakil Presiden sebagai Kepala Negara dan Wakil Kepala negara yang dipilih langsung oleh rakyat. Ketentuan ini sebenarnya merupakan mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebelum dituntut secara pidana oleh para lembaga penegak hukum yang berwenang jika memang terdapat unsur pidana dalam pelanggaran hukum yang dilakukannya. Dalam paraturan perundang-undangan tidak ada yang mengatur mengenai masalah pemberhentian sementara atau pemberhentian secara permanen terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden ketika berstatus sebagai tersangka atau terdakwa. Karena itulah, maka konstitusi kita telah mengaturnya melalui Pasal 7A dan 7B UUD 1945. Keputusan DPR untuk menyerahkan Kasus Bank Century kepada proses hukum dapat dikatakan terdapat unsur inkonstitusional. Seharusnya DPR langsung menggunakan hak selanjutnya, yakni hak menyatakan pendapat. Dalam kesimpulan DPR atas hasil Panitia Angket Bank Century menyebutkan nama-nama yang bertanggung jawab dalam kasus bailout senilai 6,7 triliun kepada Bank Century, di antaranya adalah Boediono yang sekarang sedang menjabat sebagai Wakil Presiden. Hal ini berarti ada kemungkinan Boediono akan diperiksa dan diadili atau bahkan sampai dijatuhi sanksi pidana dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden. Keputusan DPR dan proses hukum yang sedang berjalan ini nantinya akan menjadi preseden ketatanegaraan yang bisa dibilang “lucu”, karena selama proses penyidikan dan bahkan sampai proses pemeriksaan di pengadilan, Wakil Presiden kita tidak dapat diberhentikan sementara atau diberhentikan secara permanen dari jabatannya, karena memang dalam proses itu tidak ada mekanisme pemberhentian Wakil Presiden sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan, kecuali yang diatur dalam konstitusi kita Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945. Selama Wakil Presiden diperiksa dalam proses penyidikan, penuntutan dan dalam proses peradilan, berarti selama itu pula kita akan mempunyai Wakil Presiden yang berstatus sebagai tersangka dan terdakwa. Dan bahkan yang lebih parah dan lucu lagi adalah jika nantinya Wakil Presiden kita dijatuhi pidana penjara atau kurungan, berarti kita akan mempunyai Wakil Presiden yang berada dalam tahanan.