peringatan - Perpustakaan UNISBA

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP
TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas Psikologi
Universitas Islam Bandung
Disusun oleh:
Poppie Kusmandari
10050000130
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2006
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP
TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 BANDUNG
NAMA : POPPIE KUSMANDARI
NPM : 100.500.00.130
Bandung, 10 Januari 2006
Menyetujui :
Drs. Alfin Ruzhendi, M.Si.
Drs. Hedi Wahyudi, M.Psi.
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui :
Drs. Agus Sofyan Kahfi, M.Si
Dekan
ABSTRAK
POPPIE KUSMANDARI. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Sikap Terhadap
Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
Madrasah Aliyah Negeri 1 adalah salah satu sekolah yang berada dibawah naungan
Departement Agama. Tentunya metode pengajaran dan materi pelajaran yang diberikan
sekolah ini selalu dikaitkan dengan pendekatan keagamaan. Walaupun suasana sekolah
sudah sarat dengan kehidupan agamis, namun dalam pelaksanaannya masih banyak siswa
yang kurang menghayati ajaran agama Islam sebagai wujud religiusitas. Hal ini terlihat
dengan belum teraturnya mereka dalam menjalankan ibadah sehari-hari, dan kerap
munculnya perilaku seksual pranikah yang mereka lakukan di sekolah. Siswa yang
menampilkan perilaku tersebut tentu mempunyai keyakinan atau sikap sebelumnya
mengenai perilaku seksual. Kecenderungan siswa untuk melakukan perilaku seksual
pranikah dan menganggap hal itu adalah wajar adalah sebuah cerminan sikap . Mengingat
salah satu visi sekolah ini yaitu teladan dalam imtaq dan akhlak, tentu permasalahan di
atas terlihat kontradiktif dan mencerminkan religiusitas siswa yang rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mencari kejelasan empiris
mengenai hubungan religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual. Penelitian ini
dilakukan dengan meggunakan metode korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, yang terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, kelas
3 yang berjumlah 443 dimana setiap tingkatnya terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa
antara 36 sampai 37 orang. Menentukan sampel yaitu melihat tabel dengan taraf
kepercayaan 95% (Krejcie & Morgan, 1970 dalam Sugiyono, 2001 : 12). Kemudian dari
taraf kepercayaan tersebut didapat 207 orang.
Hipotesis penelitian yang diajukan adalah semakin rendah religusitas maka semakin
positif sikap terhadap perilaku seksual pranikah.
Alat ukur religiusitas adalah alat ukur yang disusun berdasarkan teori Glock and Stark
yang terdiri dari lima dimensi religiusitas. Sedangkan alat ukur sikap terhadap perilaku
seksual disusun berdasarkan aspek perilaku seksual dari Irawati Imran. Selanjutnya
setiap aspek tersebut dikelompokkan ke dalam komponen sikap yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek konatif.
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data ordinal. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman (rs) dengan taraf signifikansi 0,05.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh angka korelasi sebesar (rs) = 0,478 termasuk
kedalam kriteria sedang. Kemudian dari hasil uji hipotesis didapat thit = - 7,792 d ttab = 1,645 maka H.0 ditolak dan H.1 diterima dan dikatakan terdapat hubungan yang negatif
antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah,artinya semakin
rendah religiusitas maka semakin positif sikap terhadap perilaku seksual pranikah
i
KATA PENGANTAR
Allah Yang Mahaberkat Lagi Mahaluhur, semoga Engkau berkenan menerima ungkapan
syukur hamba-Mu ini. Pertama, karena izin-Mu skripsi ini akhirnya rampung. Kedua, tanpa
keterlibatan-Mu, saya tidak mungkin menyelesaikan skripsi ini, lewat berbagai ide yang datang
dengan cara unik dan tak terduga.
Shalawat dan salam bagi Muhammad sang Utusan Teragung, kekasih dari Mahakasih,
yang telah meretas jalan menghantarkan Islam bagi kita.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat kelulusan
Sarjana Fakultas Psikologi di UNISBA. Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya banyak memperoleh
bimbingan, bantuan dan dukungan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Untuk itu
dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Mamah dan papah, tentu berkat bimbingan dan doa mereka yang tak pernah putus saya bisa
jadi sekarang ini. Semoga ampunan dan rahmat-Nya mengalir terus hingga yaumil hisab.
2. Drs. Alfin Ruzhendi, M.Si, sebagai Pembimbing 1, yang bersedia meluangkan waktunya,
pemikirannya dan bimbingan yang sangat berharga untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Hedi Wahyudi, M.Si, sebagai Pembimbing 2, yang bersedia meluangkan waktunya,
pemikirannya dan bimbingan yang sangat berharga untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Suci Nugraha, selaku dosen wali terima kasih atas waktu dan dukungannya.
5. Drs. Agus Sofya Kahfi, M. Si, sebagai Dekan Fakultas Psikologi UNISBA.
6. Dra. Ia Kurniati, selaku guru BK MAN 1 Bandung atas bantuannya dan waktu yang telah
diberikan dalam memberikan data-data yang diperlukan oleh penulis.
ii
7. Drs. Encu, selaku Kepala Sekolah MAN 1 yang telah memberikan izin untuk mengadakan
penelitian di sekolah tersebut.
8. Untuk semua dosen yang telah membalur saya dengan berbagai ilmu. Semoga Allah
membalas amal ibadah mereka dengan berlimpah.
9. Kaka-kaka tercinta, A’Reza, A’Oki, T’Reny, T’Melly, semoga saya tidak akan pernah lagi
memberikan kekecewaan kepada mereka.
10. Keponakan-keponakan tersayang, Faris dan Keinan hiasan mataku yang memberikan
kecerahan setiap harinya.
11. A’Budi yang sering membuat metamorfosis keceriaan menjadi kemurungan, dan menghadiahi
saya dengan kritik dan masukan yang sangat berharga.
12. Teman-teman kuliah terbaikku, Febby, Ratih, Gina, yang tiada henti memberikan semangat,
dukungannya, dan kelucuan-kelucuan yang kalian buat.
13. Endang Sari, yang dengan kesabaran dan pengertiannya selalu siap mendengarkan keluh
kesah dan kesedihan saya.
14. Teman-teman Psikologi angkatan 2000 : Ocha, Nina, Tria, Ai, Dian, Dinda, Isna, Iyut, Wulan,
Ahmad, Anita, Kania, Eska, terima kasih atas pertemanan yang mengesankan selama ini.
15. Rini, Nina, Tantri, Sofie, Esti, Nova, Minu, terima kasih atas persahabatan yang tidak pernah
terputus dan selalu menambah keceriaan setiap harinya.
16. Keluarga Besar Mahasiswa Psikologi.
17. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Mudah-mudahan skripsi ini memberikan kebaikan, seperti harapan saya saat memulainya.
Bandung, 8 Februari 2006
Poppie Kusmandari
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
1
1.2
Identifikasi Masalah
9
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
11
1.4
Kegunaan Penelitian
11
BAB II
2.1.
TINJAUAN TEORITIS
Agama
12
2.1.1 Pengertian Religiusitas
13
2.1.2 Dimensi Religiusitas
14
2.1.3 Perspektif Islam Tentang Religiusitas
16
2.1.4 Hubungan Antar Dimensi
19
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
20
Seseorang
2.1.6 Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja
iv
23
2.2.
2.3
Pengertian Sikap
26
2.2.1 Karakteristik Sikap
27
2.2.2 Objek Sikap
28
2.2.3 Komponen Sikap
29
Pengertian Perilaku Seksual Pranikah
30
2.3.1 Bentuk Perilaku Seksual Pranikah
30
2.3.2 Dampak Perilaku Seksual Pranikah
31
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah
34
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap
2.4
2.5
Perilaku Seksual Pranikah
35
Pengertian Remaja
36
2.4.1 Batas Usia Remaja
37
2.4.2 Tugas Perkembangan Remaja
38
2.4.3 Perkembangan Seksual Remaja
39
2.4.4 Tugas Perkembangan Remaja
42
Hubungan Faktor Religiusitas dengan Sikap Terhadap
46
Perilaku Seksual Pranikah
2.6
Kerangka Berpikir
47
2.7
Hipotesis
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
52
3.2
Variabel Penelitian
52
v
3.3
Definisi Konseptual
53
3.4
Operasional Variabel
53
3.4.1 Definisi Variabel Religiusitas
53
3.4.2 Definisi Variabel Sikap Terhadap Perilaku Seksual
54
Pranikah
3.5
Alat Ukur
55
3.5.1 Alat Ukur Religiusitas
55
3.5.2 Alat Ukur Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
58
3.6
Uji Coba Alat Ukur
60
3.7
Populasi dan Sampel Penelitian
63
3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel
3.8
3.9
BAB IV
4.1
63
Prosedur Penelitian
64
3.8.1 Tahapan Persiapan
64
3.8.2 Tahapan Pengambilan Data
64
3.8.3 Tahapan Pengolahan Data
64
3.8.4 Tahapan Pembahasan
65
Teknik Analisis Data
65
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Pengolahan Data
71
4.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas dengan
Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
vi
71
4.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Dimensi-dimensi
Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual
Pranikah
73
4.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas
Dimensi Ritualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
73
4.1.4 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas
Dimensi Ideologis dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
75
4.1.5 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas
Dimensi Intelektualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku
76
Seksual Pranikah
4.1.6 Antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
78
4.1.7 Antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan
4.2
Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
79
Pembahasan
81
4.2.1 Hubungan Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku
81
Seksual Pranikah
4.2.2 Hubungan Religiusitas (Ritualitas) dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
82
4.2.3 Hubungan Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
vii
83
4.2.4 Hubungan Religiusitas (Intelektualitas) dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
84
4.2.5 Hubungan Religiusitas (Eksperiensial) dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
84
4.2.6 Hubungan Religiusitas (Konsekuensial) dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
85
KESIMPULAN DAN SARAN
88
5.1
Kesimpulan
88
5.2
Saran
89
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Kisi-kisi Religiusitas
57
Kisi-kisi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
59
Kriteria Angka Korelasi berdasarkan Norma Guilford
63
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas dengan Sikap
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
71
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Dimensi-dimensi Religiusitas
dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
73
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ritualitas
dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
74
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ideologis
dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
75
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi
Intelektualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
77
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi
Eksperiensial dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
78
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi
Konsekuensial dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
ix
80
DAFTAR LAMPIRAN
Uji Validitas Alat Ukur Sikap Religiusitas
Lampiran – 1
Uji Reliabilitas Alat Ukur Religiusitas
Lampiran – 2
Uji Validitas Alat Ukur Sikap Terhadap Perilaku Seksual pranikah
Lampiran – 3
Uji Reliabilitas Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Lampiran – 4
Tabel P : Tabel Harga-harga Kritis rs
Lampiran – 5
Data Mentah Religiusitas serta Dimensinya dengan Sikap Terhadap
Perilaku Seksual
Lampiran - 6
Tabel B : Tabel harga-harga Kritis t
Lampiran - 9
x
DAFTAR BAGAN
Sikap terhadap Waktu Kerja
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
34
Cara-cara mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja
36
Kerangka Berpikir
43
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui remaja adalah generasi penerus bangsa.
Dipundak remajalah tanggung jawab bangsa diletakkan. Namun keadaan remaja
sekarang ini telah mencapai titik nadir yang memprihatinkan. Maraknya pergaulan
bebas pada remaja dewasa ini menyebabkan berbagai macam kerusakan moral.
Segala macam upaya telah dilakukan untuk membimbing para remaja agar
mempunyai kepribadian yang tinggi sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui pendidikan dengan perubahan
kurikulum atau penambahan kurikulum agama, dengan begitu diharapkan mampu
menjawab tantangan dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik, namun
demikian pengaruh eksternal yang negatif sangat kuat seiring dengan globalisasi
yang meniadakan batas-batas negara dan bangsa.
Pendidikan agama adalah bagian paling dasar yang dikenalkan orang tua
untuk pertama kalinya dengan maksud agar remaja dalam menyikapi lingkungan
luar kelak dapat mengatasi pelbagai masalah dengan bijak. Ketika kanak-kanak
orang tua mencontohkan bagaimana akhlak yang baik itu sesuai dengan ajaran
agama. Agama adalah pengendali diri dalam berperilaku. Khususnya bagi remaja
yang sedang dalam masa perubahan akan psikis dan biologis, agama sangat
berperan penting sehingga ketika remaja beranjak dewasa, mereka tidak akan
melakukan tindakan yang akan mencelakakan dan merugikan diri sendiri.
-1-
Berbagai masalah remaja yang sekarang sering terjadi salah satunya
mengenai pergaulan mereka dengan teman sebayanya yang sudah melanggar
batas. Hal ini tentu cukup mengkhawatirkan bagi kita dan para orang tua yang
memiliki anak remaja karena kondisi psikologis remaja dalam usia belasan
tersebut cenderung masih labil sehingga cara bergaulnya pun lebih bebas, ceria,
dan cenderung ceroboh (Daradjat, 1970:68-72). Mereka membutuhkan semacam
penyadaran,
khususnya
penyadaran
moral,
membutuhkan
ruang
untuk
mengemukakan pendapatnya tentang dunia sekitarnya, dunia remaja. Seseorang
yang taat pada agamanya, tentu akan menjadikan agama sebagai panduan dirinya
dalam pergaulannya sehari-hari.
Begitu perhatiannya terhadap masalah ini dan menyadari bahwa tidak
hanya berbekal intelektualitas saja yang dibutuhkan oleh para lulusannya, maka
Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN) Bandung dalam kegiatan belajarnya
memadukan antara kebiasaan berpikir ilmiah dan kritis dengan melibatkan nilainilai agama pada para siswanya. Pendidikan, pengenalan, pemahaman, dan
pengajaran agama tidak hanya diberikan oleh orang tua tetapi juga dijadikan
kurikulum pelajaran sekolah. Kebutuhan tersebut seharusnya dapat dipenuhi oleh
para guru di sekolah karena sebagian waktu mereka ada di sekolah dan
memadukannya dengan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas.
Diharapkan dengan dipadukannya nilai-nilai intelektualitas dan agama, pola pikir
dan perilaku para siswa MAN akan mencerminkan hal tersebut.
Para siswa MAN 1 yang terbiasa berinteraksi dengan ilmu-ilmu yang
banyak mengkaji permasalahan agama, memiliki sejumlah pengetahuan yang
diharapkan dapat diresapi, diimplementasikan dalam berperilaku dan memiliki
-2-
sikap dalam menjalankan pergaulannya. Sekolah ini memiliki aturan-aturan yang
wajib ditegakkan oleh seluruh siswa. Hal tersebut tidak untuk mengikat atau
memberikan tekanan pada siswa, tetapi untuk mengajarkan kedisiplinan,
pengendalian diri, dan kebaikan lainnya agar siswa terbiasa dengan kehidupan
sehari-hari yang syarat dengan nuansa keagamaan. Contohnya semua siswi
diwajibkan untuk menggunakan jilbab. Hubungan antar teman lawan jenis pun
dibatasi seperti adanya pengaturan duduk di kelas antar lawan jenis. Disamping
itu MAN memiliki sejumlah kegiatan ekstrakulikuler seperti:GARIS (Gabungan
Remaja Islam), OSIS, Pramuka, Paskibraka, KIR, kesenian, PA Mapaya, olah
raga, dan beladiri. Kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan minat siswa
dan mengarahkannya pada kegiatan yang positif. Mereka dapat mengisi waktu
dengan hal-hal yang berguna tanpa melakukan kegiatan yang dapat membuat
khawatir para orang tua, guru, dan masyarakat.
Untuk memperteguh keimanan siswa, maka setiap harinya diadakan
siraman rohani berupa pengajian yang dilakukan setiap hari sebelum waktu
belajar dimulai. Cara pelaksanaannya, surat-surat Juz ‘Amma (seperti Q.S. Al
Balad, Q.S. Al Fajr, Q.S Ath Thoriq, dan lain-lain) dibaca setiap hari secara
bersama-sama sebelum mulai belajar, dan diakhir semester akan diadakan tes
hapalan surat-surat Juz ‘Amma sebagai bahan pertimbangan kenaikan kelas,
penambahan waktu pelajaran agama pun ditambah dari 2 jam menjadi 10 jam
yang terbagi menjadi pelajaran aqidah, akhlak, bahasa arab, dan sejarah
kebudayaan Islam. Kemudian setiap hari jumat, akan diadakan sholat berjamaah,
dan bagi siswa yang belum lancar mengaji akan diadakan les tambahan pada sore
hari. Pada tembok kelas pun banyak ditempel tulisan-tulisan yang senantiasa
-3-
mengingatkan siswanya agar berkelakuan baik, menjaga sikap, selalu mengingat
Allah, seperti: “Jadilah manusia yang selalu menampilkan yang terbaik “ atau “
Berdzikirlah! Allah mencintai orang yang berdzikir kepadaNya.”
MAN 1 selama ini selalu berusaha mengembangkan pola pikir para siswa
secara komprehensif dengan memadukan antara kebiasaan berpikir ilmiah dengan
melibatkan nilai-nilai agama yang diharapkan para siswa dapat berpikir,
merasakan dan bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam sebagai wujud
religiusitasnya. Tetapi kenyataannya walaupun berbagai upaya pendekatan agama
dan suasana sekolah sudah sarat dengan kehidupan agamis namun pada
pelaksanaannnya dan dalam kesehariannya masih belum terwujudkan tujuan yang
dikehendaki itu. Terlihat dari sebagian dari mereka yang masih malas sholat lima
waktu sehingga sering meninggalkannya, jarang melaksanakan puasa senin-kamis,
tidak mengikuti pengajian bersama di kelas, tidak melakukan aktivitas keagamaan
di luar sekolah seperti mengikuti pasantren, tidak mendengarkan ceramah
keagamaan,
memiliki perasaan jauh dari Tuhan dan rendahnya menerapkan
ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari seperti kurang hormat pada guru,
melakukan perbuatan yang undisipliner seperti datang terlambat, kabur pada jamjam sekolah, bermain bola saat KBM.
Sekolah ini selalu berusaha untuk melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik setiap saatnya. Para siswa yang melakukan pelanggaran bukan berarti
tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang, tetapi pada diri mereka
kurang adanya penghayatan terhadap nilai-nilai agama sehingga tidak tercermin
dalam bentuk sikap konkrit sebagai bentuk penghayatan. Kurangnya penghayatan
-4-
pada diri mereka yang terlihat dari berbagai perbuatan seksual yang mereka
lakukan dimana sudah berada dalam batas yang mengkhawatirkan.
Dalam rangka memberikan informasi yang sebenar-benarnya pada siswa
mengenai interaksi dengan lawan jenis, maka setiap sebulan sekali diadakan
bimbingan dan penyuluhan yang diisi oleh guru BP atau pembicara yang
didatangkan dari luar. Isi materi yang disampaikan setiap bulannya berlainan,
tetapi topik yang selalu menarik perhatian siswa adalah mengenai pergaulan
mereka dengan teman sesama jenis atau lawan jenis. Sesi ini sering mereka
gunakan untuk bertanya atau menceritakan pengalaman masing-masing tentang
perilaku pacaran yang telah mereka lakukan.
Berdasarkan survey awal berupa angket yang disebarkan terhadap tiga
kelas siswa kelas dua sebanyak 104 siswa diketahui bahwa lima puluh persen
telah melakukan perilaku seksual pranikah seperti belai, cium, dan lain-lain.
Seharusnya semua yang mereka lakukan hanya dapat dilakukan dalam bingkai
pernikahan. Kenyataan ini menyebabkan sebagian besar mereka mencoba
menggantikan hubungan pernikahan dengan hubungan pacaran yang tetap
melibatkan seks. Sesuai hasil wawancara, mereka akan melakukan hal tersebut
untuk memenuhi dorongan seksualnya. Mereka tidak keberatan untuk melakukan
perilaku seksual pranikah bila menghendakinya, mereka juga meyakini bahwa hal
tersebut wajar untuk zaman sekarang dan bahkan tidak akan menyesali seandainya
perilaku tersebut dilakukan. Asalkan didasari suka sama suka, tidak akan menjadi
masalah untuk melakukannya. Sikap permisif yang remaja tampilkan saat ini
biasanya didahului oleh informasi tentang seks yang tidak benar dan penghayatan
mereka terhadap nilai-nilai agama yang kurang. Kemudian faktor situasional yang
-5-
diduga berperan penting dalam memunculkan sikap terhadap perilaku seksual
pranikah. Longgarnya sangsi moral di masyarakat, menjadikan perubahan
pandangan dan semakin bertambahnya kecenderungan remaja yang ingin
melakukan perilaku seksual pranikah.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan guru pembimbing,
ditemukan setiap per lima tahun sepuluh siswi hamil di luar nikah. Resikonya
tentu mereka akan dikeluarkan oleh pihak sekolah atau mengundurkan diri. Selain
itu setiap dua bulan sekali sekolah ini biasa mengadakan razia yang dilakukan
oleh siswa OSIS. Pada razia ini kerap ditemukan benda-benda yang tidak
seharusnya dimiliki dan dilihat yaitu VCD porno. Apabila terlihat pelanggaranpelanggaran, sekolah akan memberikan sangsi berupa pemanggilan orang tua,
diskors dua sampai tiga hari, sampai yang terberat yaitu dikeluarkan.
Ginekolog dan konsultan seks Dr.Boyke Dian Nugraha SpOG remaja yang
melakukan perilaku seksual pranikah tidak bisa dibeda-bedakan antara kota besar
dan kota kecil. Adapun berawal dari interaksi dengan lawan jenis yang kemudian
dilanjutkan dengan berpacaran. Proses tersebut bagi sebagian kalangan merupakan
hal yang wajar dan penting bagi pengembangan aspek kematangan emosional
remaja itu sendiri. Seperti yang dikemukakan Havigrust (Hurlock, 1994:10)
bahwa pada remaja adanya pencapaian hubungan baru yang lebih matang dengan
teman sebaya baik pria maupun wanita dengan tujuan untuk mengetahui hal
ikhwal lawan jenis dan bagaimana harus bergaul dengan mereka. Sayangnya,
dalam proses tersebut terjadi pelanggaran rambu-rambu hingga berlebihan,
apalagi remaja yang sedang dalam tahap perkembangan psikologis dan biologis,
bila dorongan-dorongan dalam diri tidak dikontrol maka remaja akan mudah
-6-
terjerebab pada perbuatan amoral. Agar perilaku remaja tidak keluar batas
sehingga hanya penyesalan yang dirasakan para remaja, Boyke yang sehari-hari
bertugas di RS Dharmais Jakarta ini mengingatkan para remaja untuk memiliki
‘rem’ berupa keimanan. Iman merupakan rem yang paling pakem dalam
berpacaran. Penilaian terhadap kepribadian pasangan dapat dinilai saat
berpacaran. “ Mereka yang menuntut hal-hal yang melanggar norma yang dianut,
tentunya tidak dapat diharapkan menjadi pasangan yang baik,” begitu
penuturannya.
Sesuai dengan visi sekolah yaitu unggul dalam berprestasi, mampu
mengikuti perkembangan IPTEK, teladan dalam imtaq dan akhlak, pelopor dalam
mewujudkan masyarakat madani yang Islami, tentu permasalahan diatas terlihat
kontradiktif. Kemudian hal ini tentu menarik untuk diketahui bagaimana sikap
dan pandangan siswa-siswi MAN 1 mengenai perilaku seksual yang marak terjadi
di kalangan teman-teman sebayanya mengingat selama ini mereka dihadapkan
pada metode pendidikan dan suasana sekolah yang sarat dengan perbaikan budi
pekerti dan menjunjung tinggi kemuliaan akhlak. Walaupun tidak bisa dijadikan
generalisasi bahwa kebanyakan siswa memiliki pandangan dan kecenderungan
untuk berperilaku yang sama, namun untuk mengetahui sejauhmana toleransi dan
kecenderungan mereka untuk melakukannya, dapat dilihat melalui sikap mereka
terhadap menggejalanya perilaku seksual tersebut.
Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian
dengan judul, ”Hubungan Antara Religiusitas Dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
-7-
1.2.
Identifikasi Masalah
Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja memiliki
karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik
remaja mengalami pertumbuhan yang pesat, dan sudah menyamai fisik orang
dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara
oleh perkembangan psikologisnya. Kondisi ini menyebabkan remaja mengalami
kelabilan.
Melihat kondisi yang seperti itu maka diperlukan berbagai upaya
pendekatan, pengarahan, dan pendidikan pada remaja. Salah satunya melalui
pendekatan keagamaan. Melalui pemetaan nilai-nilai ajaran agama yang lengkap
dan utuh, setidaknya akan memberikan kesadaran bagi remaja untuk tidak
melakukan hal-hal yang dilarang agama. Remaja MAN 1 yang mengikuti berbagai
kegiatan keagamaan di sekolah disinyalir mencerminkan adanya bentuk awal
penghayatan terhadap agamanya. Ditambah lagi remaja MAN 1 mendapatkan
situasi kondusif yang akan memfasilitasi mereka untuk memiliki religiusitas yang
baik.
Religiusitas adalah tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan
tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Yang dimaksud tingkat
konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, dan
tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh
sehingga tersedia berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius, sesuai
dengan dimensi-dimensi yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualitas, dimensi
intelektualitas, dimensi eksperiansial, dan dimensi konsekuensial (Glock &
Stark, 1971:19). Kelima dimensi ini saling berhubungan satu sama lain. Apabila
-8-
hanya berlaku sebagian maka dapat dikatakan seseorang memiliki religiusitas
yang rendah, artinya individu belum mampu menginternalisasikan nilai-nilai
keagamaan dalam sikap dan perilakunya.
Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang semakin matang, maka muncul
pula dorongan biologis yang dirasakan oleh remaja. Keadaan ini harus disikapi
dengan sikap yang bijak dan pengendalian, karena bila tidak, maka akan
menimbulkan suatu perilaku yang melanggar norma agama yaitu perilaku seksual
pranikah, seperti: pegangan tangan, pelukan, berciuman, perabaan, petting, oral
seks, sampai intercourse (Irawati Imran, 2000:40). Sikap permisif yang remaja
tampilkan ini biasanya dikarenakan faktor personal dan situasional. Sebelum
seseorang menampilkan tingkah laku, tentu ada unsur sikap yang menyertainya,
dengan demikian, timbulnya perasaan yang menyenangkan serta keinginan untuk
melakukan, nantinya akan memunculkan bagaimana kecenderungan siswa
tersebut dalam melakukan perilaku seksual pranikah. Jadi yang dimaksud sikap
terhadap perilaku seksual pranikah adalah bagaimana siswa mempunyai
kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual pranikah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah sejauh mana hubungan antara religiusitas dengan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1
Bandung.
1.2.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana hubungan
antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
-9-
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mencari data
empiris mengenai hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku
seksual pranikah.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi yang dapat
dipertanggungjawabkan bagi ilmu psikologi dan merangsang penelitian
selanjutnya mengenai hubungan religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual
pranikah dalam lingkup yang lebih luas.
Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian diharapkan akan memberikan informasi bagi pihak
MAN 1 tentang sejauh mana tingkat religiusitas dan sikap siswa terhadap perilaku
seksual pranikah. Gambaran serta informasi mengenai sikap terhadap perilaku
seksual ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak sekolah
untuk dapat mengevaluasi mengenai efektifitas pendidikan agama dalam rangka
membangun akhlak siswa.
- 10 -
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.
Pengertian Religi/Agama
Emile Durkheim (Glock and Stark,1965;2) mengemukakan:
A relegion is a unified system of beliefs and practices relative to sacred
things, that is to say, things set apart and forbidden – beliefs and practices which
unite into one single moral community called a church, all who those adhere to
them.
Religi/agama merupakan kesatuan sistem yang terdiri dari keyakinankeyakinan dan praktek-praktek yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral,
yang dapat dikatakan, sebagai suatu yang diletakkan terpisah dan terlarang –
keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang disatukan dalam sebuah
komunitas moral tunggal yang disebut gereja, dimana mereka setia berpegang
kepadanya.
Harun Nasution (1973;10) mengemukakan pengertian agama sebagai
berikut:
Intisari pengertian religi/agama menurut asal katanya Religare/Religere, adalah
ikatan, karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebiah tinggi
dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca
indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan
manusia sehari-hari.
- 11 -
Menurut Glock dan Stark (1965), religi/agama adalah sistem simbol,
sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang
semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai paling
maknawi (ultimate meaning).
Jadi yang dimaksud dengan agama adalah ikatan yang dirasakan oleh
seseorang sebagai sesuatu yang berasal dari Tuhan, yang berisi keyakinankeyakinan dan praktek-praktek ritual yang harus dipatuhi oleh penganutnya, dan
mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam kehidupan penganutnya.
2.1.1
Pengertian Religiusitas
Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah umat manusia
adalah fenomena religiusitas (keberagamaan). Religiusitas diwujudkan dalam
berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika
seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan
aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya berkaitan dengan
aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tetapi juga aktivitas yang tak tampak
dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu religiusitas seseorang akan meliputi
berbagai macam sisi dan dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem
yang berdimensi banyak.
Religiusitas adalah tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan
tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya (Glock & Stark,1971:19). Yang
dimaksud tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap
agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu
hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga tersedia berbagai cara bagi
- 12 -
individu untuk menjadi religius. Agar religiusitas dipahami secara menyeluruh
maka menurut Glock & Stark (Robertson,1988) ada lima macam dimensi
religiusitas, yaitu dimensi ritualitas, dimensi ideologis, dimensi intelektualitas,
dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial.
2.1.2
Dimensi-dimensi Religiusitas
Menurut Glock dan Stark (Robertson,1988;27) ada lima macam dimensi
religiusitas, yaitu dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi
keyakinan (ideologis), dimensi pengetahuan agama (intelektual), dimensi
pengalaman (eksperiensial).
1. Dimensi ritualitas, mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal
yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu:
a.Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan
praktek-praktek suci, dimana semua agama mengharapkan para pemeluknya
melaksanakannya.
b.Ketaatan, ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan
penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik,
semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan
dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi.
2. Dimensi Ideologis berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran
doktrin-doktrin
tersebut.
Setiap
agama
mempertahankan
seperangkat
kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian,
- 13 -
isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agamaagama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.
3. Dimensi Intelektual, mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang
beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai
dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
4. Dimensi Eksperiensial, dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan,
perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami
seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu
masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil dengan suatu esensi
ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dan otoritas transendental.
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu
akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan
terakhir (pertemuan/mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural).
5. Dimensi Konsekuensial,
konsekuensi komitmen agama berbeda dengan
keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu pada
identifikasi akibat0akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah ‘kerja’ dalam pengertian
teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana
pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari,
tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama
merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari
agama.
- 14 -
Dimensi-dimensi tersebut harus saling berkaitan satu sama lain untuk
membentuk religiusitas. Apabila hanya berlaku sebagian maka dapat dikatakan
seseorang memiliki religiusitas yang rendah, artinya individu belum mampu
menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan dalam sikap dan perilakunya.
2.1.3. Perspektif Islam tentang Religiusitas
Islam menyuruh umatnya untuk beragama (berislam) secara menyeluruh,
seperti yang tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Setiap muslim, baik dalam berpikir, bersikap meupun bertindak,
diperintahkan untuk berislam. Dalam melakukan aktivitas ekonomi, sosial, politik,
atau aktivitas apapun, seorang muslim diperintahkan untuk melakukannya dalam
rangka beribadah kepada Allah. Di mana pun dan dalam keadan apa pun, setiap
muslim hendaknya berislam.
Esensi Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tinadakan yang
menegaskan Allah sebagai Yang Esa, Pencipta yang Mutlak dan Transenden,
Penguasa segala yang Ada. Tauhid adalah intisari Islam dan suatu tindakan tak
dapat disebut sebgai bernilai Islam tanpa dilandasi oleh kepercayaan kepada
Allah.
Di samping tauhid atau akidah, dalam Islam juga ada syariah dan akhlak.
Endang Saifuddin Anshari (1980) mengungkapkan bahwa pada dasarnya Islam
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, di mana tiga bagian
- 15 -
tadi satu sama lain saling berhubungan. Akidah adalah sistem kepercayaan dan
dasar bagi syariah dan akhlak. Tidak ada syariah dan akhlak Islam tanpa akidah
Islam.
Sesuaikah pembagian dimensi ritualistas Glock & Stark dengan Islam?
Konsep religiusitas versi Glock & Stark mencoba melihat religiusitas
seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tapi mencoba memperhatikan
segala dimensi. Keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam
bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai suatu
sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara
menyeluruh pula. Karena itu, hanya konsep yang mampu memberi penjelasan
tentang kemenyuluruhan yang mampu memahami ritualitas umat Islam.
Untuk memahami Islam dan umat Islam, konsep yang tepat adalah konsep
yang mampu memahami adanya beragam dimensi dalam berislam. Rumusan
Glock & Stark yang membagi ritualitas menjadi lima dimensi dalam tingkat
tertentu mempunyai kesesuaian dengan Islam, seperti diterangkan di bawah ini:
1. Dimensi Ritualitas dapat disejajarkan dengan Syariah.
Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan
oleh agamanya. Dalam keberislaman, dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa, dzikir, qurban,
i’tikaf di mesjid pada bulan puasa, dan lain sebagainya.
2. Dimensi Ideologis dapat disejajarkan dengan Akidah Islam.
Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap
kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang
- 16 -
bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam keberislaman, isi dimensi
keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para Malaikat, Nabi/Rasul,
kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar.
3. Dimensi Intelektual atau Ilmu
Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman Muslim
terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari
agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya. Dalam keberislaman,
dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok
ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Islam dan rukun iman),
hukum-hukum Islam, sejarah Islam dan lain sebagainya.
4. Dimensi Eksperiensial dapat disejajarkan dengan Ihsan.
Hal ini menunjuk pada seberapa jauh tingkat Muslim dalam merasakan dan
mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam
keberislaman, dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat/akrab dengan Allah,
perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan bertawakal (pasrah diri secara
positif) kepada Allah, perasaan khusuk ketika melaksanakan shalat atau
berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an,
perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau
pertolongan dari Allah.
5. Dimensi Konsekuensial dapat disejajarkan dengan Akhlak.
Hal ini menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dimotivasi oleh
ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya,
terutama dengan manusia lain. Dalam berislam, dimensi ini meliputi perilaku
- 17 -
suka menolong, jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, mematuhi
norma-norma Islam dalam perilaku seksual.
2.1.4.
Hubungan Antar Dimensi
Akidah sendiri pada dasarnya sudah tertanam sejak manusia ada dalam
alam azali (pra-kelahiran). Akidah akan terpelihara dengan baik apabila
perjalanan hidup seseorang diwarnai dengan penanaman tauhid secara memadai.
Sebaliknya, bila perjalanan hidup seseorang diwarnai pengingkaran terhadap apa
yang telah Allah ajarkan pada zaman azali, maka ketauhidan seseorang bisa rusak.
Oleh karena itu, agar akidah seseorang terpelihara, maka ia harus mendapatkan
penjelasan tentang akidah itu dari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi). Dengan informasi yang benar tentang akidah, maka janji manusia
untuk mengakui kekuasaan Tuhan akan tetap terpelihara. Dalam hal ini agar
ketauhidan terjaga, maka orang harus melengkapinya dengan pengetahuan
(dimensi intelektual) tentang akidah.
Agak berbeda dengan tauhid yang telah ada sejak zaman azali, maka
syariah (dimensi ritualitas) dan akhlak (dimensi konsekuensial) harus dipelajari
dengan sadar dan sengaja oleh manusia. Manusia harus berusaha untuk
mengumpulkan ilmu tentang bagaimana sesungguhnya syariah Islam dan akhlak
Islam. Karena itu, sebelum seseorang mewujudkan dimensi ritual agama (syariah)
dan konsekuensial (akhlak), maka ia harus mendahulukan dimensi intelektual
(ilmu). Dimensi intelektual adalah prasyarat terlaksananya dimensi ritualitas dan
dimensi konsekuensial. Ilmu adalah prayarat syariah dan akhlak.
- 18 -
2.1.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas Seseorang
Perkembangan religiusitas seseorang selain ditentukan oleh faktor ekstern
juga ditentukan oleh faktor intern. Secara garis besar faktor-faktor tersebut terdiri
dari keluarga, tingkat usia, institusi pendidikan dan masyarakat luas (Mc
Guire,1981;24).
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan
manusia. Bagi setiap orang, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang
dikenalnya. Dengan demikian kehidupan keluarga merupakan dan menjadi fase
sosialisasi awal bagi pembentukan konsep religiusitas seseorang.
Sigmund Freud dengan konsep father Image menyatakan bahwa
perkembangan religiusitas seseorang dipengaruhi oleh citra orang tersebut
terhadap ayahnya. Jika seorang ayah menunjukkan sikap dan tingkah laku yang
baik, maka anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku
sang ayah pada dirinya. Demikian pula sebaliknya jika ayah menampilkan sikap
buruk, juga akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan religiusitas seseorang.
Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan religiusitas seseorang
dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi
terhadap perkembangan konsep religiusitas tersebut, orang tua diberikan beban
tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada
orang tua yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, seperti
mengazankan ketika bayi baru saja lahir, menyelenggarakan akikah, memberi
nama yang baik dan membiasakannya untuk shalat pada usia 7 tahun serta
memberikannya hukuman yang mendidik ketika pada usia 10 tahun ia tidak
- 19 -
mengerjakan shalat (Jalaluddin,1996;221). Keluarga dinilai sebagai faktor yang
paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan religiusitas
seseorang.
2. Tingkat Usia
Dalam buku The Development of Religious on Children, Ernest Ham
(Jalaluddin,1996;215)
mengungkapkan
bahwa
perkembangan
religiusitas
seseorang berjalan sesuai dengan tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut
dipengaruhi pula oleh berbagai aspek kejiwaan termasuk perkembangan berpikir.
Seorang anak yang menginjak usia berpikir kritis, akan lebih kritis pula dalam
memahami ajaran agama. Seorang remaja yang sudah berkembang aspek-aspek
seksualnya, religiusitasnya akan dipengaruhi oleh perkembangan seksualnya.
Seorang dewasa yang mulai mencari dan memahami ajaran agama berdasarkan
kebutuhannya akan nilai hidup yang hakiki, akan dipengaruhi pula religiusitasnya.
Menurut Starbuck (Thouless,1992;203) usia dewasa merupakan rentang usia
terjadinya koversi agama, seperti yang terjadi pada Sidharta Gautama, Martin
Luther bahkan Imam Al-Ghazali.
Hubungan antara perkembangan usia dengan perkembangan religiusitas
tampaknya tak dapat dihilangkan begitu saja. Berbagai penelitian psikologi agama
menunjukkan adanya hubungan tersebut, meskipun usia bukan satu-satunya faktor
yang menentukan perkembangan religiusitas seseorang. Yang jelas kenyataan ini
dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada tingkat usia yang
berbeda.
- 20 -
3. Institusi Pendidikan
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam
membantu perkembangan religiusitas seseorang. Menurut Singgih Gunarsa
(1989;96) pengaruh pendidikan formal terhadap religiusitas dapat dibangun
melalui tiga kelompok, yaitu kurikulum dan siswa, hubungan guru dan siswa dan
hubungan antar siswa. Pada prinsipnya pendidikan tak dapat dilepaskan dari
upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Dalam ketiga kelompok itu
secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang bagi terbentuknya religiusitas
yang baik.
Kurikulum yang mengikutsertakan pendidikan agama, moral dan normanorma perilaku akan membiasakan siswa untuk bertingkah laku sesuai dengan
standar yang telah dipelajarinya di sekolah. Hubungan guru dan siswa, serta siswa
dengan siswa yang harmonis disertai keteladanan guru sebagai unsur yang penting
bagi pembiasaan perilaku siswa untuk selalu menghormati orang lain, akan
berdampak dan sangat berperan dalam usaha menanamkan kebiasaan yang baik.
Pembiasaan yang baik merupakan bagian dalam pembentukan moral yang erat
kaitannya dengan perkembangan religiusitas seseorang.
4. Lingkungan Masyarakat
Setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu seseorang
dihabiskan di luar rumah. Berbeda dengan situasi di rumah dan sekolah,
umumnya pergaulan di masyarakat kurang menekankan pada disiplin atau aturan
yang dipatui secara ketat.
Meskipun tampaknya longgar namun kehidupan bermasyarakat dibatasi
oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya. Karena itu setiap
- 21 -
warga berusaha untuk menyelesaikan sikap dan tingkah lakunya sesuai norma dan
nilai-nilai yang ada. Dengan demikian kehidupan bermasyarakat memiliki suatu
tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama.
Sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang
mengandung umsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh
belaka (Barnadib,1987;117), tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang
pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan religiusitas, baik dalam bentuk
positif maupun negatif. Misalnya lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi
keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan religiusitas
seseorang, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun
institusi keagamaan. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan berpengaruh dalam
pembentukan religiusitas warganya. Sebaliknya dalam lingkungan masyarakat
yang lebih cair bahkan cenderung sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai.
Kehidupan warganya lebih longgar, sehingga diperkirakan turut mempengaruhi
kondisi kehidupan keagamaan warganya.
2.1.6.
Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa Juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada
para remaja turut dipengaruhi perkembangannya itu. Maksudnya penghayatan
para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para
remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
- 22 -
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut
W.Starbuck (Jalaluddin,2004) adalah:
a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanakkanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran
agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada
masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Penelitian yang
dilakukan
oleh Allport, Gillesphy,
dan
Young
menunjukkan bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih
banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya, agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal
akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja, sehingga
mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan
mereka.
b. Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial,
etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa
dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya
lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang
mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi
dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong
- 23 -
oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke
arah tindakan seksual yang negatif.
c. Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja ditandai oleh adanya pertimbangan soaial.
Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral
dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan
duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih
cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
d. Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga
mencakupi:
1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan
pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.
e. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat
kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama
yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
f. Ibadah
- 24 -
Pandangan remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa
sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan sekitar
17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan
Tuhan, sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah
merupakan media untuk bermeditasi.
2.2. Pengertian Sikap
Joe Kelly (1974;212) mengemukakan:
“Attitude may defined asa a predisposition or tendency of a person to
evaluate some symbol, person, place or thing in a favorable or
unfavorable manner.”
Sikap didefinisikan sebagai predisposisi atau kecenderungan seseorang
untuk mengevaluasi atau menilai sejumlah simbol, orang, tempat atau sesuatu
yang lain sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Louis Thurstone dan Charles Osgood (Azwar,1988;3) mengatakan
bahwa sikap adalah sesuatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun
Perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut.
Jadi yang dimaksud dengan sikap adalah objek, orang, konsep, dan
sebagainya, dengan cara mendukung atau tidak mendukung objek, orang dan
konsep tersebut.
2.2.1. Karakteristik Sikap
Sax (Azwar,1988;9) menunjukkan beberapa karakteristik sikap, meliputi
arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitasnya. Sikap mempunyai arah
- 25 -
yang berarti bahwa sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui atau
tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak
atau tidak memihak terhadap suatu objek sikap. Seseorang yang mempunyai sikap
mendukung terhadap suatu objek sikap berarti mempunyai sikap yang berarah
positif terhadap objek tersebut, seseorang yang tidak mendukung sesuatu objek
sikap berarti mempunyai sikap yang berarah negatif terhadap objek tersebut.
Karakteristik sikap yang kedua adalah intensitas atau kekuatan sikap pada
setiap orang belum tentu sama. Dua orang yang sama-sama mempunyai sikap
positif terhadap sesuatu, mungkin tidak sama intensitasnya, dalam arti tingkat
kepositifan sikap mereka berbeda. Dimana satu bersikap positif dan yang lainnya
bersikap lebih positif. Begitu juga dengan sikap negatif, terdapat tingkatan yang
berbeda-bada kenegatifannya.
Keluasan adalah karakteristik sikap berikutnya. Keluasan menunjuk
kepada luas tidaknya cakupan objek sikap yang disetujui atau tidak disetujui oleh
seseorang. Seseorang dapat mempunyai sikap mendukung terhadap suatu objek
secara menyeluruh, yaitu terhadap semua aspek yang ada pada objek sikap
tersebut atau hanya pada sebagian saja. Demikian juga pada sikap negatif, dapat
meliputi sebagian besar atau semua objek sikap tersebut dan dapat pula hanya
terbatas pada satu atau dua aspek dari objek tersebut.
Karakteristik sikap yang keempat adalah konsistensi. Konsistensi sikap
ditunjukkan oleh kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan oleh
subjek dengan responnya terhadap objek sikap. Konsistensi sikap juga
ditunjukkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Seseorang dapat saja
- 26 -
mempunyai sikap yang tidak konsisten apabila ia menyatakan setuju pada sesuatu
tetapi sekaligus juga mengatakan tidak mendukung objek tersebut.
Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu sejauh mana
kesiapan subjek untuk mengatakan sikapnya secara spontan. Suatu sikap
dikatakan mempunyai spontanitas yang tinggi apabila sikap dinyatakan tanpa
perlu mengadakan pengungkapan atau desakan agar subjek menyatakan sikapnya.
2.2.2. Objek Sikap
Sikap seseorang akan muncul dan tertangkap oleh orang lain apabila
dihadapkan pada suatu objek. Jadi adanya sikap karena adanya objek yang
dihadapkan pada diri seseorang.
Objek sikap dapat terdiri dari hal-hal yang abstrak seperti ide, loyalitas,
moralitas, filosofi, religi, dan sebagainya. Selain itu dapat pula terdiri dari hal
yang nyata seperti manusia, peristiwa di sekeliling kita, kelompok sosial, institusi,
karya seni dan sebagainya.
2.2.3.
Komponen Sikap
Sikap merupakan suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen, yaitu
kognitif, afektif, dan konatif. Setiap komponen berhubungan antara satu dengan
yang lainnya. Perubahan pada satu komponen akan mempengaruhi komponen
yang lain. Misalnya, perubahan pengetahuan mengenai suatu objek akan
mempengaruhi perasaan dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek sikap
tersebut.
- 27 -
a. Kognitif
Merupakan pikiran, keyakinan, dan ide-ide individu tentang suatu objek.
Termasuk dalam hal ini adalah baik dan buruk, penting dan tidak penting, sesuai
dan tidak sesuai mengenai suatu objek. Kognisi merupakan persepsi mengenai
hubungan dua objek yang berarti.
b. Afektif
Menyangkut unsur perasaan terhadap suatu objek, misalnya perasaan suka
atau tidak suka terhadap suatu objek. Pada umumnya sesuatu yang diyakini akan
lebih disukai daripada sesuatu yang tidak diyakini.
c. Konatif
Merupakan kecenderungan untuk bertindak yang diarahkan pada suatu
tujuan. Dalam menentukan respon terhadap suatu objek, individu sampai pada
kecenderungan bertindak serta mengarahkan tindakannya. Individu yang
mempunyai sikap positif pada suatu objek, tingkah lakunya diarahkan kepada
objek tersebut, sedangkan jika sikapnya terhadap suatu objek negatif, maka ia
akan menghindarinya.
Setiap komponen sikap memiliki valensi dan tingkatan multipleksitas yang
berbeda-beda.
Valensi
merupakan
karakteristik
setiap
komponen
sikap.
Komponen kognitif berkisar antara sesuai dan tidak sesuai, komponen afektif
berkisar antara positif dan negatif, sedangkan kompone konatif merupakan
kecenderungan untuk mendekati atau menjauhi suatu objek. Multipleksitas
menunjukkan perbedaan tingkat valensi dari setiap komponen. Pada setiap
individu, tingkat multipleksitas dan valensinya berbeda untuk setiap komponen
- 28 -
2.2.4
Interaksi Komponen-Komponen Sikap
Shaver (dalam Mar’at, 1981) menjelaskan mengenai interaksi antara
komponen-komponen sikap, yaitu bahwa predisposisi untuk bertindak senang
maupun tidak senang terhadap objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi
dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan
atau dipersepsikan objek. Komponen afeksi akan menjawab pertanyaan tentang
apa yang dirasakan (senang atau tidak senang) terhadap objek. Komponen Konasi
akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan untuk bertindak
terhadap objek. Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi
menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem kognitif, yang berarti
bahwa apa yang dipirkan manusia tidak akan terlepas dari perasaannya.
Lebih lanjur Shaver menerangkan interaksi yang terjadi antara komponenkomponen sikap, yaitu sebagai berikut; di dalam komponen kognisi terdapat
persepsi yang merupakan proses pengamatan individu terhadap suatu objek
psikologik. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar,
cakrawala dan pengetahuannya mengenai objek psikologik. Faktor pengalaman
dan proses belajar memberikan bentuk dan struktur mengenai objek, sedangkan
cakrawala dan pengetahuan memberikan arti terhadap objek psikologik tersebut.
Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide dan kemudian menjadi konsep
mengenai objek, setelah itu berdasarkan norma dan nilai yang dimiliki individu
akan terbentuk kepercayaan (belief) terhadap objek tersebut. Selanjutnya setelah
terbentuk kepercayaan maka komponen afeksi akan memberikan evaluasi
emosional (senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju) terhadap objek
psikologik tersebut. Setelah komponen afektif memberikan penilaian, maka tahap
- 29 -
selanjutnya berperan komponen konasi yang menentukan kesediaan atau kesiapan
individu untuk melakukan tindakan terhadap objek psikologik.
Apabila salah satu dari komponen tersebut tidak konsisten dengan yang
lainya, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya
mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi tersebut dapat
tercapai kembali. Contohnya daging kuda, informasi mengenai bahaya memakan
daging kuda (misalnya saja) disertai dengan sugersti bahwa rasa daging kuda tidak
enak, akan memperkuat sikap negatif individu terhadap daging kuda sehingga ia
tidak ingin memakannya. Ini berarti terdapat keseimbangan antara komponen
kognitif, komponen afektif dan komponen konatifnya. Akan tetapi bila tanpa
sengaja individu tersebut mencicipi daging kuda yang telah dibuat bistik dan
menemui bistik tersebut sungguh lezat, maka akan terjadi ketidakkonsistenan
dalam interaksi komponen sikapnya yang semuanya negatif. Ketidakkonsistenan
komponen sikap ini terjadi karena setelah mencicipi bistik tersebut maka
komponen kognitif individu yang semula mempersepsi daging kuda tidak enak
berubah persepsi menjadi enak. Adanya perubahan ini diikuti oleh perubahan
komnponen afektif dan komponen konatif sehingga ketidakkonsistenan tercapai
kembali. Dalam hal ini sikap yang semula negati akan berangsur netral dan
kemudian menjadi positif (Syaifuddin, 1988).
Menurut Schuman dan Johnson (dalam Sri Mulyati, 1992) penelitianpenelitian yang diadakan untuk melihat interaksi antara komponen sikap serta
korelasi antara sikap dan perilaku, menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian
memberikan hasil positif. Dikatakan pula bahwa perilaku yang konsisten tidak
akan muncul apabila komponen afeksi dan kognisi dari sikap saling bertentangan.
- 30 -
2.3.
Pengertian Perilaku Seksual Pranikah
Dalam Modul Pendidian Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI (Irawati
Imran,2000:32), perilaku seksual pranikah adalah perilaku yang dilakukan dalam
upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ
seksual melalui berbagai perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan
jenis.
2.3.1. Bentuk Perilaku Seksual Pranikah
Dalam Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI (Irawati
Imran,2000:40), bentuk-bentuk perilaku seksual adalah:
1. Berpegangan Tangan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan
rangsangan seksual berupa sentuhan.
2. Berpelukan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan seksual
berupa rangkulan tangan dengan tubuh.
3. Cium kering, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi
dengan bibir, atau bibir dengn kening.
4. Cium basah, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir.
5. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual.
6. Oral sex, yaitu memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
7. Petting, yaitu bersenggama tanpa memasukkan alat kelamin laki-laki ke
alat kelamin wanita.
8. Sexual intercourse, yaitu aktivitas seksual dengan memasukkan alat
kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita.
- 31 -
2.3.2. Dampak Perlaku Seksual Pranikah
Berdasarkan Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI
(Irawati Imran,2000:38), setiap bentuk perilaku seksual pranikah memiliki
dampak, yaitu:
1) Dampak berpegangan tangan
Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba
aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual individu dapat tercapai).
Umumnya jika individu berpegangan tangan, maka muncul getaran-getaran
romantis atau perasaan-perasaan aman atau nyaman.
2) Dampak berpelukan
Secara psikologis, perilaku seksual ini dapat menimbulkan rangsangan seksual
(terutama jika mengenai daerah erogenous) pada individu.
3) Dampak cium kering
Perilaku sesual ini dapat membuat imajinasi atau fantasi seksual berkembang
serta menimbulkan keinginan untuk melanjutkan bentuk perilaku seksual
lainnya yang lebih dapat “dinikmati”.
4) Dampak cium basah
Perilaku seksual ini dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang
membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. Individu akan
mudah melakukan aktivitas seksual selanjutnya tanpa disadari seperti
cumbuan, petting, bahkan sampai hubungan intim.
5) Dampak meraba
Perilaku seksual ini dapat membuat individu terangsang secara seksual
(sehingga melemahkan kontrol dorongan dan akal sehat) akibatnya bisa
- 32 -
melakukan aktivitas selanjutanya (cumbuan berat dan intercourse) namun bila
dilakukan dengan terpaksa dapat memunculkan perasaan ‘dilecehkan’.
6) Dampak petting
Perilaku seksual ini sangat mendekati dengan perilaku sexual intercourse.
Oleh karena itu individu yang telah melakukan petting dapat berlanjut
melakukan sexual intercourse. Perilaku seksual ini dianggap tabu jika
dilakukan sebeum menikah sehingga dapat menimbulkan perasaan cemas dan
bersalah setelah seseorang melakukannya. Perilaku petting dengan cara-cara
tertentu dapat menyebabkan robeknya selaput dara pada wanita. Selain itu
perilaku ini juga dapat menyebabkan kehamilan walau kemungkinannya
sangat kecil.
7) Dampak oral sex
Secara medis perilaku seksual ini bisa menyebabkan individu terkena penyakit
(radang tenggorokan atau pencernaan) bahkan jika pasangan mengidap PMS
(Penyakit Menular Seksual).
Secara psikologis, perilaku ini dapat menimbulkan perasaan cemas dan
bersalah karena perilaku ini dianggap tabu jika dilakukan sebelum menikah.
Seperti halnya petting, perilaku seksual ini juga dapat membuat individu
berlanjut ke sexual intercourse. Dampak yang paling berat dari perilaku ini
adalah dapat menyebabkan penyimpangan seksual jika oral sex lebih
memenuhi kebutuhan seksual seseorang dibandingkan sexual intercourse.
8) Dampak sexual intercourse
Secara medis sexual intercourse dapat menyebabkan kehamilan, terkena PMS
dan HIV/AIDS, infeksi saluran reproduksi dan berbagai penyakit seksual
- 33 -
lainnya. Selain itu perilaku ini dapat menyebabkan robeknya selaput dara yang
masih dianggap sangat penting bagi masyarakat Indonesia.
Secara psikologis, perilaku seksual ini dapat menimbulkan perasaan takut,
berdosa, dan menyesal terutama pada saat melakukan pertama kali. Perasaanperasaan ini bahkan terbawa hingga individu menikah kemudian menimbulkan
konflik dalam diri individu tersebut (misalnya merasa terpaksa menikah,
merasa tidak utuh lagi karena keperawanannya sudah hilang, dll). Pada wanita
yang sudah melakukan sexual intercourse dapat menimbulkan perasaan takut
untuk memutuskan hubungan dengan pasangannya sehingga muncul
kecenderungan bergantung pada pasangannya. Sedangkan pada pria
cenderung tidak lagi menghargai pasangannya bahkan memanfaatkan
pasangannya untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Cinta yang semula
menjadi landasan dalam melakukan perilaku ini dpat dikaburkan nafsu. Selain
itu pada waita yang terlanjur hamil di luar nikah sedangkan ia dan
pasangannya belum siap untuk menikah, dapat mendorong terjadinya aborsi
dan merusak masa depan (terpaksa drop-out sekolah, merusak nama baik
pribadi dan keluarga, dll).
2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah
Dalam
Modul
Pendidikan
Reproduksi
Remaja-PKBI
(Irawati
Imran,2000:33), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah
remaja, antara lain:
1. Pengalaman Seksual
Makin banyak pengalaman mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual
makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual.
- 34 -
Misalnya: media massa, obrolan dari teman sebaya tentang pengalaman seks,
melihat orang-orang yang tengah pacaran.
2. Faktor kepribadian
Harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, tolerance for stress, coping stress,
kemampuan membuat keputusan, nilai-nilai yang dimilikinya.
Remaja yang memiliki harga diri positif, mampu mengelola dorongan dan
kebutuhannya secra adekuat, memiliki penghargaan yang kuat terhadap diri
dan orang lain, mampu mempertimbangkan resiko perilaku sebelum
mengambil keputusan, mampu mengikatkan diri pada teman sebaya secara
sehat proporsional, cenderung dapat mencari penyaluran dorongan seksualnya
secara sehat dan bertanggung jawab.
3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan
Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat tentang niai-nilai keagamaan,
integrasi yang baik (konsisten antara nilai, sikap, perilaku) juga cenderung
mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang
diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.
4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol afeksi/kehangatan,
penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi
Keluarga yang mampu berfungsi secara optimal mambantu remaja untuk
menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara selaras dengan norma dan nilai
yang berlaku serta menyalurkan enegi psikis secara produktif.
5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif
- 35 -
cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat
dan bertanggung jawab.
2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Perilaku Seksual
Pranikah
Selain agama, faktor lain yang turut menentukan terhadap sikap perilaku
seksual pranikah adalah pendidikan dan jenis kelamin (Bell,1965:66). Hurlock
(1973:278) menambahkan faktor lainnya yaitu jenis-jenis informasi mengenai
seksual dan sikap dari orang-orang yang dianggap penting.
Reiss (Bell,1965:30) mereka
yang
menerima
informasi
mengenai
seksualitas dengan baik dan proporsional dari orang tua, guru, atau mereka yang
diangap berwenang, memiliki sikap terhadap perilaku seksual yang favorable.
Sikap yang menutu-nutupi atau mentabukan informasi mengenai seksual justru
akan menyebabkan seseorang memiliki sikap yang unfavorable. Begitu juga
dengan informasi yang didapat melalui cerita-cerita kotor dan pornografi.
Sikap dari orang-orang yang dianggap berpengaruh dalam keluarga, akan
mempengaruhi sikap seksual seseorang. Ketika kontak sosial seseorang menjadi
luas karena perkembangan usianya, pendidikan sikap yang ia terima dari rumah
melalui contoh dari orang tuanya.
2.4. Pengertian Remaja
Istilah ‘adolescence’ atau remaja berasal dari kata latin ‘adolescere’ (kata
bendanya adolescentia yang berarti remaja), yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Bangsa primitif seperti halnya dengan orang-orang zaman
purbakala, memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
- 36 -
periode-periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa
apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.
Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja,
antara lain Puberteit, Adolescentia, dan Youth. Istilah Puberteit dan Adolscentia
berasal dari bahasa latin yang berarti: Puberteit adalah usia kedewasaan (The age
of manhood) atau masa pertumbuhan di daerah tulang ‘pubic’ (di wilayah
kemaluan). Dan Adolescentia adalah tumbuh ke arah kematangan. Kematangan
disini tidak hanya berarti kemangan fisik tetapi terutama kematangan sosialpsikologis.
Istilah ‘adolescence’, seperti yang digunakan saat ini mempunyai arti yang
lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut
Piaget (Hurlock,1994:206) secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana
individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa dibawah tingkat-tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak integritas
dengan masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih
berhubungan masalah puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang
mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial dewasa.
Yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan
ini. Menurut Hurlock (1994;206) lazimnya masa remaja dianggap mulai pada
saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat seseorang mencapai
usia matang secara hukum.
- 37 -
2.4.1. Batas Usia Remaja
Mengenai batasan usia sendiri, para ahli memasukkannya ke dalam
beberapa periode. Hurlock (1994:108), membagi masa kehidupan menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Anak
a. Masa awal, yaitu antara usia 2-6 tahun
b. Masa akhir, yaitu antara usia 6-13 tahun (putri) dan usia 6-16 tahun (putra)
2. Remaja
a. Remaja awal (early adolesence), yaitu antara usia 13-16/17 tahun
b. Remaja akhir (late adolesence), yaitu mulai usia 16/17-18 tahun
3. Dewasa
a. Dewasa dini, yaitu antara usia 18-40 tahun
b. Dewasa madya, yaitu antara usia 40-60 tahun
c. Dewasa lanjut, yaitu antara usia 60 tahun sampai dengan kematian
Menurut Hurlock (1994:207), masa remaja ini disebut pula sebagai masa
transisi, dimana akan terjadi suatu perubahan individu, dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Dalam periode masa transisi ini, remaja mulai meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku dan sikap kekanak-kanakan menuju tingkah
laku dan sikap yang matang. Hal ini disebabkan karena pada masa ini banyak
sekali perubahan, dimana setiap perubahan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan fisik dan psikisnya, maka dalam masa remaja ini perlu adanya usaha
atau kesiapan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Artinya
- 38 -
diperlukan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan tersebut dan kesiapan
dalam mengahadap reaksi atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya.
2.4.2. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan adalah hal yang harus dipelajari oleh
seseorang dalam suatu periode tertentu dalam proses kehidupannya, agar
hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Lebih lanjut lagi dapat
diartikan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan petunjuk-petunjuk yang
memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau
dituntut oleh masyarakat, terhadap dirinya pada usia tertentu. Menurut Hurlock
(1973:6) tugas-tugas perkembangan adalah sebagai berikut:
a.
Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita
b.
Mencapai peran sosial pria dan wanita
c.
Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d.
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya
e.
Mencapai kemandirian dalam suatu perekonomian
f.
Memilih dan menyiapkan diri dalam suatu pekerjaan
g.
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h.
Mengembangkan kemampuan intelektual dan konsep yang
diperlukan
untuk bersaing dengan warga negara lain
i.
Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial
j.
Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi
- 39 -
Dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan yang berhubungan dengan
perilaku seksual dan sesuai dengan penelitian adalah pada nomor 1,2,7,9 dan 10.
Dimana tugas perkembangan tersebut diperlukan agar remaja tidak bertingkah
laku yang hanya didorong oleh dorongan seksualnya saja, tetapi dapat berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat.
2.4.3. Perkembangan Seksual Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan
hanya dalam artia psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik
yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja,
sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari
perubahan-perubahan fisik.
Diantara perubahan-perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin
panjang dan tinggi), mulai berproduksinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan
haid pada wanita dan mimpi basah pada pria) dan tanda-tanda seksual sekunder
yang
tumbuh.
Karakteristik
seks
sekunder
adalah
sebagai
berikut
(Hurlock,1973:30):
Pada anak perempuan
1. Pelebaran bahu yang diikuti dengan melebar dan membulatnya bentuk pinggul
2. Bentuk khas dari lengan dan kaki karena adanya lemak
3. Pertumbuhan payudara
4. Rambut kemaluan
5. Rambut wajah (tipis) di atas bibir, di atas pipi dan di ujung dagu
6. Rambut di lengan
- 40 -
7. Perubahan suara dari titian nada tinggi ke nada rendah
8. Perubahan warna dan tekstur kulit
Pada anak laki-laki
1. Pelebaran bahu karena bertambahnya berat otot, menjadikan tubuh (bagian
atas) berbentuk segitiga
2. Bentuk khas dari lengan dan kaki karena perkembangan otot
3. Tonjolan kecil (puting) di sekitar kelenjar menyusui laki-laki
4. Rambut kemaluan menyebar sampai ke paha
5. Rambut wajah di sekitar atas bibir (kumis), di samping pipi (jambang) dan di
dagu (jenggit) dan rambut di tenggorokan
6. Bulu-bulu tubuh di sekitar lengan, dada, dan bahu
7. Perubahan suara
8. Perubahan warna dan tekstur kulit
Perubahan secara fisiologik ini erat kaitannya dengan perubahan terhadap
kehidupan seksual remaja, dimana remaja mulai merasakan dorongan-dorongan
atau hasrat terhadap seksual yang tidak ditemui pada masa kanak-kanak. Seiring
dengan perubahan ini, menurut Hurlock (1973:207) remaja memiliki ciri
karakteristik sebagai berikut:
1.
Remaja mulai memiliki minat terhadap kehidupan terhadap kehidupan
seksual. Mulai saat ini remaja mulai mencari informasi tentang seksual
tetapi kebanyakan remaja merasa malu bertanya kepada orang tua ataupun
guru sebaliknya orang tua atau guru merasa canggung dan kesulitan
memberikan pengarahan tentang seks dari sumber-sumber yang terkadang
kurang dapat dipertanggungjawabkan.
- 41 -
2.
Remaja mulai tertarik dengan lawan jenis. Dalam hal ini remaja selalu
berusaha agar dapat menarik perhatian lawan jenis, ini berarti bahwa faktor
penampilan adalah faktor utama bagi mereka.
3.
Remaja mulai mengenal arti cinta dan mencoba mengekspresikan perasaan
cintanya. Dalam mengekspresikan perasaan cintanya dapat bersifat nonfisikal seperti memberikan tanda mata, menjalin hubungan yang bersifat
konstan, memberi kepercayaan ekspresi-ekspresi yang bersifat kencan dan
perasaan cemburu. Perasaan cinta dapat pula diekspresikan secara fisikal
seperti kissing, petting, dan sexual intercourse pranikah.
Sejaln dengan meningkatnya minat terhadap kehidupan seksual, remaja
selalu berusaha untuk mencari informasi objektif mengenai seks
(Hurlock,1994:226). Oleh karena itu hal yang paling membahayakan adalah
bila informasi yang diterima remaja berasal dari sumber yang kurang tepat
yang merupakan akibat dari kekurangpahaman remaja terhadap masalah
seputar seksual.
2.4.4. Tugas Perkembangan Remaja
Sehubungan dengan terjadinya perubahan terhadap kehidupan seksual dan
minat remaja untuk mengekspresikan dorongan seks remaja melakukan tugastugas perkembangan yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai kehidupan
seksual dewasa di bawah ini terdapat beberapa tugas perkembangan remaja dalam
kehidupan seksual yang dikemukakan oleh Hurlock (1973:209):
1.
Remaja harus mendapatkan pengetahuan tentang seks dan bagaimana cara
berperan sesuai dengan jenis kelamin secara baik, jelas dan benar.
- 42 -
Dimilikinya pengetahuan ini akan mendorong remaja untuk bertingkah laku
seksual sesuai dengan norma-norma susila. Pengetahuan tentang seks itu
meliputi banyak hal diantaranya harus mengetahui:
a. Perubahan fisiologis
Remaja harus menyadari bahwa diusianya sekarang ini akan terjadi
perubahan fisiologis pada dirinya. Yang dimaksud perubahan fisiologis
disini misalnya terjadi perubahan ciri-ciri kelamin sekunder dan primer
seperti pembesaran buah dada, pinggul, perubahan tekstur kulit, suara
dan tumbuhnya bulu-bulu di kemaluan.
b. Mengetahui makna cinta
Setelah melewati masa puber, remaja harus mengetahui apa itu makna
cinta. Cinta itu melibatkan aspek emosional dan sosial sejalan dengan
perkembangan fisik yang terjadi.
c. Bentuk ekspresi cinta
Dengan munculnya minat dengan lawan jenis, remaja juga harus tahu
bagaimana mengekspresikan cintanya dengan cara yang dapat diterima
oleh lingkungan.
d. Mengetahui arti perkawinan dan peran sebagai orang tua
Pengetahuan mengenai makna perkawinan, tidak hanya mencakup aspek
fisik tetapi juga aspek ekonomi dan hukum. Artinya remaja secara
hukum sudah dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang
dilakukannya, selain itu juga remaja secara ekonomi tidak bergantung
lagi pada orang tua, dalam arti ia sudah dapat menghidupi dirinya
sendiri.
- 43 -
e. Peran jenis kelamin remaja mengetahui peran sesuai jenis kelamin yang
diterima oleh lingkungan yang mencakup peran sesuai dengan jenis
kelamin dalam berkencan, berpacaran, perkawian, dan pada akhirnya
peran sebagai orang tua.
2.
Remaja harus memiliki siakp yang positif terhadap seks dan memiliki nilainilai yang dapat diterima oleh masyarakat untuk membimbing dan
menentukan teman hidup atau membina keluarga kelak.
Sikap yang positif terhadap seks dapat dipengaruhi oleh:
a. Jenis informasi
Sumber informasi tentang seks biasanya didapat oleh remaja dari orang
tua, teman sebaya, buku-buku, dan saudara sekandungnya bahkan ada
yang mendapatkannya dari buku-buku porno. Ketika remaja tidak
memperoleh informasi yang benar tentang seks, mereka akan mencoba
memuaskan rasa keingintahuannya dengan cara berekspresi melalui
manipulasi objek cintanya, melakukan observasi langsung dengan lawan
jenis, berusaha untung berhubungan intim dan oral contact.
b. Sikap orang-orang yang berada di sekitarnya
Sikap-sikap
yang
berkembang
pada
usia
pembentukan
akan
mencerminkan sikap orang tua dan orang di sekitarnya mengenai
masalah seksual meskipun dengan bertambahnya umur, lingkungan
sosial akan bertambah luas tetapi sikap dasar yang telah terbentuk di
lingkungan keluarga akan cenderung menonjol sepanjang hidupnya.
- 44 -
c. Pengalaman terdahulu
Remaja akan selalu mempunyai pengalaman masa lau, sikap yang tidak
menyenangkan dapat pula terbentuk apabila mereka ditekan untuk
menghindari lawan jenisnya. Kejadian-kejadian traumatik dapat pula
menyebabkan terbentuknya sikap tidak menyenangkan terhadap masalah
seksual.
Remaja harus lebih realistik dalam menentukan apa yang penting dan apa
yang relatif tidak penting sehubungan dengan relasi dirinya dengan lawan
jenisnya. Nilai ini akan berlaku seumur hidup dan tidak hanya sesaat. Nilai-nilai
ini didapat dari hasil dating dan going steady. Kualitas nilai yang didapatkan itu
bergantung pula pada jenis informasi yang ia peroleh, sikap orang-orang yang ada
di sekitarnya dan pengalaman yang ia alami sebelumnya.
Nilai-nilai dalam menentukan pasangan hidup disini adalah menyangkut:
x
Fisik yang menarik sesuai dengan standar kelompok
x
Berpenampilan rapi dan bergaya sesuai dengan standar kelompok
x
Memperlihatkan tingkah laku heteroseksual yang dapat diterima
x
Dapat bergaul diantara dua jenis kelamin
x
Memiliki tingkat pendidikan dan tingkat intelektual yang sama
x
Memiliki kepribadian yang matang
x
Berminat mambina keluarga dan melanjutkan keturunan
x
Memiliki minat yang sama
x
Memiliki kemampuan dalam mengelola keuangan
- 45 -
Hambatan yang mempersulit dalam tugas perkembangan antara lawan
jenis muncul dari orang-orang yang berada di sekitarnya dalam hal pandangan
mengenai perbedaan tingkat sosio ekonomi, agama, dan keinginan orang tua
lainnya.
3. Remaja harus belajar untu mengekspresiakn cinta sesuai dengan norma-norma
lingkungan dimana remaja tinggal
Dalam masa transisi menuju heteroseksual dewasa remaja harus mengubah
self bound menjadi outer bound artinya remaja tidak hanya mengharapkan
mendapat perhatian/kasih sayang dari orang lain tetapi juga mereka dapat
memberikan perhatian/kasih sayang pada orang lain (teman wanita/pria) atau
menunjukkan bahwa ia menghargai pacarnya, kasih sayang teman lawan jenis
kepadanya.
Dua hal penting yang harus diperhatikan remaja dalam melakukan tugas
perkembangannya, yaitu:
1. Remaja harus berusaha mengungkapkan rasa sayangnya dengan caracara yang sesuai dengan usianya dan melalui cara-cara penyampaian
yang diakui/diperkenankan oleh lingkungan masyarakat sekitarnya.
2. Remaja
harus
memilih
memahami
sampai
sejauhmana
cara
pengekspresian rasa cinta itu dapat diterima oleh lingkungan masyarakat
sekitarnya.
2.5.
Hubungan Faktor Religiusitas Dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Keterbatasan utama dalam meneliti hubungan antara peilaku seksual
dengan latar belakang agama adalah bahwa signifikansi dari pengaruh agama
- 46 -
terhadap tingkah laku individu, sangat sulit ditentukan. Yang berarti bahwa
tingkat dari intensitas agama itu sendiri dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai dan
tingkah laku individu sangat bervariasi.
Penelitian yang dilakukan Jean Deadman (Bell,1965:127) mengarah pada
satu kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara satu hal penting yang melekat
pada tingkah laku religius dengan sikap yang mengarah pada perilaku seksual
pranikah. Hubungan tersebut tidak dapat disandarkan pada apapun latar belakang
faktor yang diteliti. Kinsey (Bell,1965:127) menulis bahwa “tidak tampak faktor
lain yang berpengaruh terhadap pola perilaku seksual dari seorang wanita, selain
masa dimana ia dilahirkan dan latar belakang agamanya.” Kinsey (Bell,1965:128)
menemukan bahwa dari tiga kelompok agama yaitu yahudi, katolik, dan protestan,
tingkat terjadinya perilaku seksual lebih tinggi pada orang yang tidak aktif
menjalankan agamanya daripada meraka yang taat menjalankan kehidupan
agamanya. Penelitian yang dilakukan oleh Kanin dan Howard (Bell,1965:129)
juga menemukan bukti adanya hubungan antara sikap perilaku seksual dengan
kehidupan beragama seseorang.
Burgess dan Walin (Bell,1965:129) menemukan bahwa pasangan yang
tidak aktif kehidupan agamanya memiliki kecenderungan terlibat dalam perilaku
seksual lebih besar daripada pasangan yang taat dalam menjalankan agamanya.
Secara umum dari hasil penelitian yang ada, tampak bahwa intensitas kehidupan
agama mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada perbedaan agama
seseorang dalam mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku seksual. Intensitas religi
menjadi sesuatu yang khusus dan penting dalam kehidupan seksual seseorang.
- 47 -
2.6.
Kerangka Berpikir
Dalam Islam upaya untuk mengatasi kegiatan seksual di luar nikah
dilakukan dengan pendekatan preventif, yakni dengan menanamkan nilai-nilai
agama. Pesan-pesan ajaran Islam tentang kesucian sebuah perkawinan hendaknya
hal yang selalu perlu dihayati dan diamalkan. Dalam Al-Quran banyak sekali
ayat-ayat tentang masalah reproduksi manusia, seperti: An-Nahl:4, AlQiyamah:37-38. Ayat-ayat tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberikan
pengetahuan tentang masalah seksual. Tentu saja diharapkan dalam kondisi
dikaitkan dengan agama, tidak menimbulkan keberanian untuk melanggar aturan
agama.
Menurut Rasulullah SAW, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki
potensi religiusitas. Religiusitas adalah tingkat konseptualisasi seseorang terhadap
agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya (Glock &
Stark,1971:19). Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang
terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah
sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga tersedia berbagai
cara bagi individu untuk menjadi religius. Agar religiusitas dipahami secara
menyeluruh maka menurut Glock & Stark (Robertson,1988) ada lima macam
dimensi religiusitas. Pertama, dimensi ritualitas yang menggambarkan kepatuhan
seseorang dalam menjalankan ibadah agamanya seperti: sholat, puasa, dan
membaca Al-Quran.
Kedua, dimensi ideologis yang menyatakan penerimaan
seseorang terhadap hal-hal yang dogmatis dalam agamanya, seperti: percaya pada
Allah, percaya kepada kitab Allah, percaya kepada Malaikat, dan lain-lain. Ketiga,
dimensi intelektualitas mengenai pemahaman seseorang tentang agamanya,
- 48 -
seperti: Pengetahuan tentang pokok-pokok ajaran Islam. Keempat, dimensi
eksperiensial yang menggambarkan pengalaman spiritual seseorang, seperti:
merasakan kedekatan dan teguran dari Allah. Kelima, dimensi konsekuensial
mengenai perilaku seseorang yang dimotivasi oleh ajaran agamanya. Dimensi
eksperiensial dan konsekuensial menunjukkan bahwa religiusitas seseorang akan
tampak setidaknya pada tingkah lakunya. Pengalaman seseorang akan agamanya,
akan berkaitan dengan pengalaman-pengalaman, perasaan-perasaan, persepsipersepsi, dan sensasi-sensasi yang dialaminya, sehingga dalam dimensi
pengamalan, perasaan-perasaan dan persepsi seseorang dalam beragama akan
memberikan identifikasi yang mengacu pada akibat dari keyakinan keagamaan,
praktek dan pengalamannya. Seseorang dengan penghayatan yang baik terhadap
nilai dan norma agama yang dianutnya dapat dikatakan memiliki religiusitas yang
baik. Nilai dan norma agama ini tidak diperoleh individu secara langsung, tetapi
dipelajari dan diperoleh dari lingkungannya, yang dalam hal ini adalah keluarga
dan lembaga pendidikan. Nilai dan norma inilah yang pada akhirnya digunakan
individu
sebagai
kerangka
acuan
dalam
memaknai,
menilai,
dan
kecenderungannya dalam bertingkah laku ketika ia menghadapi suatu hal atau
peristiwa tertentu. Untuk dapat menjadi kerangka acuan individu, maka nilai dan
norma yang ada tersebut harus diinternalisasikan ke dalam dirinya, sehingga nilai
dan norma menjadi bagian dari dirinya. Jika nilai dan norma telah menjadi bagian
dari dirinya dan menjadi bagian dari keyakinannya (belief), maka nilai dan norma
tersebut dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam memaknai, menilai, dan
kecenderungannya dalam bertingkah laku ketika ia menghadapi suatu hal atau
- 49 -
peristiwa tertentu. Dengan demikian, maka keyakinan ini akan menentukan sikap
seseorang dalam menghadapi suatu hal atau peristiwa.
Seseorang dengan tingkat religiusitas yang tinggi ia akan cenderung untuk
menggunakan keyakinannya tersebut dalam menghadapi suatu peristiwa. Dalam
penelitian ini peristiwa yang dimaksud adalah perilaku seksual pranikah, dimana
ada kecenderungan siswa untuk bersikap menerima perilaku seksual pranikah
sebagai suatu hal yang diperbolehkan, tidak tabu, dan menyenangkan. Hal ini
menyatakan pandangan yang cenderung mendukung terhadap perilaku seksual
pranikah. Siswa yang mendukung perilaku seksual pranikah memiliki pandangan
bahwa perilaku seksual pranikah tersebut adalah wajar, sehingga adanya perasaan
senang untuk melakukannya, sehingga peluang untuk melakukannyapun besar.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi perilaku seksual pranikah,
siswa kurang menggunakan keyakinan agamanya sebagai kerangka acuan, karena
seseorang yang memiliki keyakinan agama yang kuat, maka ia akan menganggap
perilaku seksual pranikah sebagai hal yang tidak wajar, tidak diperbolehkan, tabu,
dilarang, tidak menyukai, dan akan menghindari perilaku tersebut karena
bertentangan dengan nilai dan norma agama yang dianutnya dan dianggap sebagai
suatu dosa.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki sikap
menerima terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan memiliki tingkat
religiusitas rendah yang dimiliki oleh siswa.
Melihat hal ini,
setiap siswa harus diberikan pemahaman mengenai
pandangan masalah seksual, bagaimana bila dilihat dari kaca mata agama, dan
- 50 -
bagaimana dampak-dampaknya, yang kemudian diharapkan siswa dapat memiliki
sikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah ini.
Sikap menerima yang ditampilkan siswa selain oleh karena faktor
lingkungan juga siswa tidak ada menginternalisasi nilai-nilai agama, sehingga
religiusitas yang ditanamkan selama ini tidak bisa menjadi pengendali. Selain itu,
norma masyarakat yang mulai longgar yang diduga sangat berperan dalam
memunculkan perilaku seksual.
Untuk menerangkan mengenai hubungan antara religiusitas dengan sikap
terhadap perilaku seksual, lebih jelasnya akan digambarkan dalam skema berikut
ini:
Bagan Kerangka Pikir :
Dimensi Religiusitas
Rendah ()
Sikap Positif
Ritualitas
Belief
Ideologis
Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Intelektualitas
Eksperiensial
Konsekuensial
2.7.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan disini adalah:
Semakin rendah religiusitas maka semakin positif sikap terhadap perilaku
seksual pada siswa di MAN 1 Bandung
- 51 -
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
korelasional karena bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
dua variabel. Apabila ada, seberapa erat hubungannya serta berarti atau tidaknya
hubungan itu (Arikunto,1995:326).
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
™ Metode pendekatan deduktif
Dalam metode pendekatan deduktif ini, dilakukan untuk mencari teori-teori,
konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan
teoritis bagi pendekatan ini.
™ Metode pendekatan induktif
Suatu metode pendekatan yang baru dilakukan setelah data berhasil terkumpul
melalui seperangkat alat ukur. Data mentah yang diperoleh kemudian
dikuantitatifkan dengan menggunakan metode statistik, diinterpretasikan dan
dianalisis untuk membuat suatu kesimpulan.
3.2.
Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
Variabel 1
: Religiusitas
Variabel 2
: Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
- 52 -
3.3.
Definisi Konseptual
1. Religiusitas yaitu tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan
tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Yang dimaksud tingkat
konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya,
dan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara
menyeluruh sehingga tersedia berbagai cara bagi individu untuk menjadi
religius. Terdapat lima dimensi dalam religiusitas, yaitu: ritualitas,
ideologis, intelektualitas, eksperiensial, dan konsekuensial (Glock and
Stark, 1971:20).
2. Sikap terhadap perilaku seksual pranikah menurut Louis Thurstone dan
Charles Osgood (Azwar, 1988:3) adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorable) pada suatu objek (dalam hal ini perilaku seksual
pranikah).
3.4.
Operasional Variabel
3.4.1. Definisi Variabel Religiusitas
Religiusitas adalah penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang ditandai
tidak hanya melalui ketaatan dalam menjalankan ibadah tetapi juga adanya
keyakinan, pengalaman, pengamalan dan pengetahuan mengenai agama yang
dianutnya.
Untuk mengukur religiusitas, digunakan definisi operasional dari Glock
dan Stark. Menurut mereka religiusitas memiliki dimensi sebagai berikut:
1) Ritualitas, yaitu tingkatan siswa dalam mengerjakan ibadah dalam agama
mereka.
- 53 -
2) Ideologis, yaitu tingkatan siswa dalam meyakini kebenaran ajaran-ajaran
agamanya.
3) Intelektualitas, yaitu tingkatan siswa dalam mengetahui dan memahami
ajaran-ajaran agamanya.
4) Eksperiensial, yaitu tingkatan siswa dalam merasakan dan mengalami
perasaan dan pengalaman-pengalaman religius.
5) Konsekuensial, yaitu tingkatan siswa dalam berperilaku yang dimotivasi oleh
ajaran-ajaran Islam.
3.4.2. Definisi Variabel Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah bagaimana pengetahuan
(unsur kognisi), perasaan (unsur afektif) dan kesediaan untuk bertingkah laku
(unsur konatif )siswa terhadap perilaku seksual pranikah.
Sikap positif terhadap perilaku seksual pranikah adalah seberapa jauh
pengetahuan siswa tentang perilaku seksual sehingga menimbulkan perasaan
yang mendukung, menyenangi, menerima pada suatu objek (dalam hal ini
perilaku seksual pranikah) sehingga adanya kesediaan siswa untuk melakukan
perilaku seksual pranikah. Sedangkan sikap negatif terhadap perilaku seksual
pranikah adalah perasaan tidak mendukung, tidak menerima, menolak, sehingga
menimbulkan
ketidaksediaan
siswa
untuk
melakukan
perilaku
seksual
pranikah.Menurut Irianti Imran (2000:32) dalam Modul Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Remaja-PKBI (2000:40), perilaku seksual pranikah yang dimaksud
adalah:
1. Berpegangan tangan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan
seksual berupa sentuhan tangan dengan tangan
- 54 -
2. Berpelukan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan berupa
rangkulan tangan dengan tubuh
3. Cium kering, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi
dengan bibir, bibir dengan kening
4. Cium basah, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan bibr dengan bibir
5. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual
6. Oral sex, yaitu memasukkan alat kelamin ke dalam mulaut lawan jenis
7. Petting, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsang seksual dengan
menempelkan alat kelamin tanpa membuka pakaian
8. Sexual intecourse, yaitu aktivitas dengan dengan memasukkan alat kelamin
laki-laki ke alat kelamin wanita
3.5.
Alat Ukur
3.5.1
Alat Ukur Religiusitas
Untuk mengukur religiusitas digunakan skala mengenai religiusitas yang
disusun berdasarkan teori dari Glock dan Stark. Penyusunan item-item pada
skala tersebut diturunkan melalui definisi dari masing-masing dimensi yang
dioperasionalkan berdasarkan indikator-indikator yang dibuat oleh peneliti untuk
kepentingan penelitian penelitian ini.
Skala religiusitas berisi pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan
skala Likert yang terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan pernyataan
unfavorable (negatif). Pernyataan favorable berupa pernyataan positif mengenai
suatu objek, sedangkan pernyataan unfavorable sebaliknya. Pernyataanpernyataan ini diberikan kepada responden yang diinstruksikan untuk memberi
tanggapan terhadap pernyataan yang diberikan dengan cara memilih salah satu
- 55 -
alternatif jawaban yang tersedia. Lima alternatif jawaban yang tersedia adalah
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Masing-masing jawaban memiliki nilai sendiri-sendiri yang
disesuaikan dengan alternatif jawaban pilihan yang bergerak antara 1 sampai 5.
Untuk memudahkan menghitung data statistik, data yang diperoleh
ditentukan dalam bentuk ordinal yaitu:
Jawaban
Skor Item Favorable
Skor Item Unfavorable
SS
5
1
S
4
2
R
3
3
TS
2
4
STS
1
5
Semakin tinggi skor diasumsikan semakin positif sikap responden
terhadap pernyataan yang diberikan. Sedangkan semakin rendah skor diasumsikan
semakin negatif responden terhadap pernyataan tersebut.
Adapun proses penyusunan angket religiusitas adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan religiusitas ke dalam dimensi-dimensi religiusitas berdasarkan
definisi dari Glock dan Stark.
2. Menyusun indikator masing-masing dimensi berdasarkan definisinya.
3. Menyusun pernyataan-pernyataan yang diturunkan berdasarkan indikator yang
telah disusun.
4. Uji coba alat ukur.
5. Penilaian masing-masing item pernyataan melalui uji validitas dan reliabilitas.
- 56 -
Angket religiusitas berisi 60 pernyataan yang diturunkan dari masingmasing indikator setiap dimensi. Pernyataan-pernyataan tersebut bersifat positif
dan negatif.
Kisi-kisi Religiusitas
Dimensi
Religiusitas
Ritualitas
Deskripsi
Indikator
Sejauhmana
kepatuhan
seseorang dalam mengerjakan
kegiatan ritual yang dianjurkan
agamanya
No.Item
Mengerjakan sholat
(+) 13, 15
(-) 14
Mengerjakan puasa
(+) 16, 18
(-) 22
Membaca Al Quran
(+) 21
(-) 17, 23
(+) 20
(-) 19, 24
Berdoa
Ideologis
Sejauhmana
seseorang
menerima hal-hal yang dogmatis
dalam agamanya
Percaya kepada Allah
(+) 6
(-) 3
Percaya kepada Kitab Allah
(+) 1
(-) 5
Percaya kepada Malaikat
(+) 4
(-) 2
Percaya kepada Nabi dan
Rasul
(+) 9
(-) 11
Percaya kepada Hari Akhir
(+) 10
(-) 12
Percaya kepada Qadha dan
Qadhar
Intelektual
Eksperiensial
Konsekuensial
Sejauhmana pengetahuan dan
pemahaman seseorang tentang
agamanya
Sejauhmana
seseorang
merasakan
dan
mengalami
pengalaman
yang
sifatnya
religius
Sejauhmana
seseorang
berperilaku dimotivasi oleh
ajaran agama
- 57 -
(+) 7
(-) 8
Pengetahuan tentang pokokpokok ajaran Islam
(+) 48, 54
(-) 57, 60
Aktivitas dalam menambah
pengetahuan keagamaan
(+) 49, 50, 55
(-) 51
Pengetahuan tentang hukumhukum shalat
(+) 52, 56
(-) 53, 59
Pengalaman tentang doa yang
dikabulkan
(+) 36, 39
(-) 41, 45
Pengalaman
merasakan
peringatan
Allah
karena
perbuatan yang dilakukan
(+) 37, 43
(-) 38, 47
Pengalaman
mendapatkan
kemudahan dalam situasi sulit
(+) 40, 44
(-) 42, 46
Penerapan ajaran agama
dalam kehidupan sosial
(+) 25, 31, 35
(-) 26, 33
Pertimbangan
(+) 27, 32
yang
didasarkan pada agama dalam
bertingkah laku
Agama sebagai sumber yang
melandasi kehidupan
(-) 28, 30
(+) 29
(-) 34
3.5.2. Alat Ukur Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Untuk mengukur sikap terhadap perilaku seksual digunakan kuisioner
yang dibuat berdasarkan skala yang sama dengan alat ukur yang digunakan untuk
konsep religiusitas, yaitu dengan menggunakan skala Likert. Pada skala sikap
terhadap perilaku seksual, lima alternatif jawaban yang disediakan adalah Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS).
Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah ini berdasarkan dari konsep
perilaku seksual yang diturunkan ke dalam bentuk pernyataan atau item-item
berdasarkan aspek-aspek perilaku seksual pranikah yang disusun oleh Irawati
Imran (2000:40) dan kemudian dikelompokkan berdasarkan komponen sikap.
Pernyataan-pernyataan dalam alat ukur ini dikembangkan dari aspek
perilaku seksual pranikah yaitu berpegangan tangan, berpelukan, cium kering,
cium basah, meraba, petting, oral sex, dan sexual intercourse. Selanjutnya setiap
aspek tersebut dikelompokkan ke dalam komponen sikap yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek konatif.
Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah terdiri dari 36 pernyataan.
Dalam setiap pernyataan tersebut akan terdiri dari masing-masing pernyataan
yang mengandung aspek kognitif, pernyataan yang mengandung aspek afektif,
dan pernyataan mengandung aspek konatif. Pernyataan-pernyataan yang diajukan
akan bersifat positif dan negatif.
- 58 -
Lima alternatif jawaban yang tersedia adalah Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Masingmasing jawaban memiliki nilai sendiri-sendiri yang disesuaikan dengan alternatif
jawaban pilihan yang bergerak antara 1 sampai 5. Untuk memudahkan
menghitung data statistik, data yang diperoleh ditentukan dalam bentuk ordinal
yaitu:
Jawaban
Skor Item Favorable
Skor Item Unfavorable
SS
4
0
S
3
1
R
2
2
TS
1
3
STS
0
4
Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan skor jawaban
responden per aspek dalam setiap sikap terhadap perilaku seksual pranikah.
Makin tinggi skornya menunjukkan semakin positif
sikap terhadap
perilaku seksualnya pranikah.
Kisi-kisi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku Seksual
Pranikah
Pegangan Tangan
Pelukan
Deskripsi
Komponen Sikap
Aktivitas seksual yang menimbulkan
rangsangan seksual berupa sentuhan tangan
dengan tangan
Aktivitas seksual yang menimbulkan
rangsangan berupa rangkulan tangan
dengan tubuh
- 59 -
No.Item
Kognitif
(+) 2
(-) 1
Afektif
(+) 5
Konatif
(-) 13
Kognitif
(+) 3
Afektif
(-) 6
Cium Kering
Aktivitas seksual berupa sentuhan pipi
dengan pipi, pipi dengan bibir, bibir dengan
kening
Konatif
(-) 4
Kognitif
(+) 9, 30
Afektif
(+) 17
(-) 7
Konatif
(-) 11
Cium Basah
Perabaan
Petting
Oral Seks
Aktivitas seksual berupa sentuhan bibir
dengan bibir
Aktivitas seksual berupa perabaan tubuh
atau bagian-bagian sensitif dari tubuh
Aktifitas seksual yang menimbulkan
rangsangan dengan menempelkan alat
kelamin tanpa membuka pakaian
Memasukkan alat kelamin ke dalam mulut
lawan jenis
Kognitif
(+) 8
(-) 18
Afektif
(-) 10
Konatif
(+) 12
(-) 14
Kognitif
(+) 16
(-) 25
Afektif
(-) 19
Konatif
(-) 15
Kognitif
(+) 22, 30
(-) 26
Afektif
(+) 23
Konatif
(+) 20
(-) 27
Kognitif
(+) 21
(-) 29
Afektif
(-) 28
(+) 24
Konatif
Intercourse
Aktivitas seksual dengan memasukkan alat
kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita
- 60 -
Kognitif
(+) 33
(-) 32, 35
Afektif
(+) 31
(-) 36
Konatif
(-) 34
3.6.
Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
dilakukan untuk memperoleh item-item yang benar-benar mengukur hal yang
ingin diukur dari penelitian ini. Uji coba ini dilakukan pada 30 orang subjek yang
terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 yang dipilih secara random (acak).
Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah alat ukur yang dibuat telah mengukur apa yang
hendak diukur, maka dilakukan analisis item dengan koefisien korelasi item yang
diolah melalui pengujian statistik Rank Spearman, yaitu untuk mengetahui
validitas dari alat ukur yang digunakan.
Langkah-langkah dalam menentukan validitas alat ukur adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung total skor dari setiap responden
2. Mencatat skor item yang akan diuji
3. Mencari koefisien korelasi antar skor masing-masing item dengan skor total
berdasarkan rumus sebagai berikut (Ancok,1989:19):
rs
¦X
2
2
¦ Y 2 ¦ di 2
¦ X .¦Y
2
2
dimana : X = item no.1 sampai no.N
Y = skor total seluruh item
d
= N (jumlah keseluruhan sampel)
- 61 -
Kriteria penolakan H0 jika rs tab < rs hit dengan taraf signifikansi = 0,05 dengan
d = N – 2.
Untuk melihat rs tab dipergunakan tabel p.
Dari hasil uji validitas alat ukur Religiusitas terdapat 4 item yang ditolak,
kemudian item tersebut tidak digunakan lagi dengan koefisien validitas = 0,538,
sedangkan untuk alat ukur Sikap terhadap Perilaku seksual pranikah didapat 2
item yang ditolak, kemudian item tersebut tidak digunakan lagi dengan koefisien
validitas = 0,557.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana alat ukur yang
digunakan tersebut memiliki taraf ketelitian, kepercayaan, dan kestabilan sehingga
alat ukur tersebut dapat dinyatakan reliabel.
Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik Split Half (belah dua),
langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil validitas akan diperoleh item yang valid dan item yang tidak valid.
2. Item yang valid dibagi menjadi dua kelompok, yaitu item bernomer genap
sebagai belahan pertama, dan item bernomer ganjil sebagai belahan kedua.
3. Skor untuk item-item belahan pertama dan belahan kedua dijumlahkan,
sehingga akan menghasilkan dua skor total.
4. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor belahan kedua.
- 62 -
Dari langkah-langkah perhitungan di atas akan menghasilkan korelasi
antar belahan, untuk mencari reliabilitas keseluruhan item adalah dengan
mengkorelasikan angka korelasi dengan menggunakan rumus:
rtot
2rtt 1 rtt
dimana : rtot = angka reliabilitas keseluruhan item
rtt
= angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua
Setelah dilakukan uji reliabilitas, maka dihitung harga korelasinya. Pola
ukur untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien korelasinya, digunakan
kriteria Guilford (Al Rasyid, 1994;46) sebagai berikut:
SKOR
0,00 - < 0,20
KLASIFIKASI
Derajat reliabilitas hampir tidak ada, korelasi lemah sekali
0,20 - < 0,40
Derajat reliabilitas hampir rendah, korelasi rendah
0,41 - < 0,70
Derajat reliabilitas sedang, korelasi cukup berarti
0,71 - < 0,90
Derajat reliabilitas tinggi, korelasi tinggi
0,91 - < 1,00
Derajat reliabilitas tinggi sekali, korelasi sangat tinggi
Semakin tinggi nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa alat
ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini mempunyai tingkat keterandalan
dalam taraf yang tinggi.
Berdasarkan uji coba alat ukur Religiusitas didapat nilai reliabilitas=0,945
berarti alat ukur ini mempunyai tingkat reliabilitas yang sangat tinggi, sedangkan
pada alat ukur Sikap terhadap perilaku seksual didapat nilai reliabilitas = 0,963
berarti alat ukur ini juga mempunyai tingkat reliabilitas yang sangat tinggi.
- 63 -
3.7. Populasi dan Sampel Penelitian
3.7.1. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah Negeri 1
Bandung, yang terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, kelas 3 yang berjumlah 443
dimana setiap tingkatnya terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa antara 36
sampai 37 orang. Teknik sampling secara random, dan penentuan jumlah sampel
yaitu menggunakan tabel dari Krejcie & Morgan, 1970 (dalam Sugiyono,
2001:12) dengan taraf kepercayaan 95%, yang kemudian di dapat sampel
sebanyak 207 orang.
3.8. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini tahapan-tahapan pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
3.8.1.Tahapan Persiapan
1. Menentukan ruang lingkup permasalahan
2. Melakukan studi kepustakaan
3. Memilih topik penelitian.
4. Menyusun rancangan penelitian.
5. Menentukan sampel dan lokasi penelitian
6. Mempersiapkan alat ukur
3.8.2. Tahapan Pengumpulan Data
1. Menghubungi siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri 1 yang akan
menjadi subjek penelitian
2. Menentukan besarnya sampel penelitian
- 64 -
3. Menjelaskan secara ringkas tujuan penelitian dan cara pengisian skala
4. Melakukan uji coba (try out) alat ukur dan pengambilan data terhadap
subjek yang memiliki karakteristik sama dengan populasi penelitian
3.8.3. Tahapan Pengolahan Data
1. Melakukan tabulasi data
2. Menghitung skor religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual
3. Melakukan analisis data yang diperoleh dengan menggunakan metode
statistik
3.8.4. Tahapan Pembahasan
1. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan
teori-teori dan kerangka pemikiran yang mendasarinya
2. Merumuskan hasil penelitian
3.9. Teknik Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah order
correlation atau korelasi tata jenjang dari Rank Spearman. Teknik order
correlation ini digunakan untuk menentukan hubungan dua gejala dimana
keduanya merupakan gejala ordinal. Alasan digunakannya teknik korelasi Rank
Spearman ini adalah:
1. Data berskala ordinal
2. Uji korelasi berpasangan dua variabel
3. Sifat hubungannya adalah independent
- 65 -
Dengan metode ini akan diuji apakah terdapat atau tidak korelasi
(hubungan) antara variabel satu dengan variabel yang lain. Langkah-langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Menghitung koefisien korelasi Rank Spearman
a. Seluruh hasil penelitian dari setiap variabel diberi rangking, dari nilai yang
terkecil sampai nilai yang terbesar (RX:RY)
b. Menghitung selisih masing-masing nilai rangking (di), kemudian selisih
tersebut dikuadratkan (di2)
c. Menjumlahkan seluruh selisih kuadrat (di2)
d. Menghitung harga korelasi X (religiusitas) terhadap Y (sikap terhadap
perilaku seksual) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1 6¦ di 2
rs
N3 N
dimana :
rs = koefisien korelasi Rank Spearman
N = jumlah sampel
di = selisih antara rangking Y dengan rangking X
Rumus di atas dapat dipergunakan apabila tidak terdapat rangking
berangka sama dalam data observasi. Untuk data observasi yang berangka sama,
digunakan rumus sebagai berikut :
rs
¦X
2
2
¦ Y 2 ¦ di 2
¦ X .¦Y
2
2
- 66 -
Bila jumlah kuadrat dikoreksi sehubungan dengan angka sama, aka jumlah
kuadrat variabel X dan Y menjadi :
N3 N
¦ Tx
12
¦X2
¦Y 2
N3 N
¦ Ty
12
dimana :
N = jumlah sampel
di2 = jumlah kuadrat selisih rangking X dan Y
Tx = perhitungan data rangking X yang kembar
Ty = perhitungan data rangking Y yang kembar
Untuk mencari faktor koreksi, menggunakan rumus sebagai berikut:
Tx dan Ty
t3 t
12
dimana : t = banyaknya observasi berangka sama pada suatu rangking.
2. Menguji Signifikansi
Untuk menentukan apakah kedua variabel berhubungan dalam sampel
tersebut kita akan menguji keberartian dalam suatu hubungan. Untuk sampel
besar, apabila N 10 signifikansi suatu rs berdistribusi stidents (t).
Perumusannya adalah sebagai berikut :
t
rs
N 2
2
1 rs
dimana :
rs = Koefisien korelasi Rank Spearman
N = Jumlah sampel
T = Banyaknya observasi berangka sama pada suatu rangking
- 67 -
Kriteria penolakan H0 jika thit d ttab, dengan taraf signifikansi = 0,05
dengan dk = N – 2.
Untuk melihat ttab dipergunakan tabel critical value of students distribution
(tabel B) untuk satu sisi. Untuk mengetahui Koefisien Determination (kekuatan
korelasi) digunakan rumus sebagi berikut:
2
d
rs x100%
3. Hipotesis Statistik
Dari hipotesis penelitian yang ada, diturunkan menjadi hipotesis statistik
sebagai berikut
H.0
:
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas dengan
sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bandung.
H.1
:
Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas dengan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah
Negeri 1 Bandung.
dengan sub Hipotesis sebagai berikut :
Dimensi Ritualitas
H.0
:
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Ritualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada
siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
H.1
:
Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Ritualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada
siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
- 68 -
Dimensi Ideologis
H.0
:
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Ideologis) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada
siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
H.1
:
Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Ideologis) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada
siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
Dimensi Intelektualitas
H.0
:
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Intelektualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
H.1
:
Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Intelektualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
Dimensi Experiensial
H.0
:
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Experiensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
H.1
:
Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Experiensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
- 69 -
Dimensi Konsekuensial
H.0
:
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Konsekuensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
H.1
:
Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi
Konsekuensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
- 70 -
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana derajat hubungan
antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual pada siswa Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bandung. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil
pengolahan data dilengkapi dengan pembahasan yang didasari oleh hasil
perhitungan statistik, pengujian hipotesis serta penjelasan-penjelasan teoritis.
Perhitungan statistik yang digunakan adalah Uji Rank Spearman (rs), yaitu
melihat hubungan antara :
1. Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
2. Religiusitas (Ritualitas) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
3. Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
4. Religiusitas (Intelektualitas) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual
Pranikah.
5. Religiusitas (Ekperiensial) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
6. Religiusitas (Konsekuensial) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual
Pranikah.
4.1
HASIL DAN PENGOLAHAN DATA
4.1.1
Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas dengan Sikap
terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
a. Hipotesis Statistik
H0 : rs > 0 :
- 71 -
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas dengan Sikap
terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
H1 : rs d 0 :
Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas dengan Sikap
terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
b. Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima.
H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak.
Dengan taraf signifikansi = 0,05 dan dk = N-2.
c. Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.1
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas
dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
rs
thit
ttab
- 0,478
- 7,792
- 1,645
d
Kesimpulan
22,85% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak,
terdapat hubungan yang signifikan.
d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.1) diperoleh thit < ttab dengan
taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima
H1 dengan rs = - 0,478 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar,
1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari
hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara
Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada
siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah
- 72 -
Religiusitas maka semakin positif Sikap terhadap Perilaku Seksual
Pranikah siswa.
Religiusitas memberikan kontribusi sebesar 22,85% terhadap Sikap
terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
4.1.2
Uji Korelasi Rank Spearman Antara Dimensi-Dimensi Religiusitas
dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
Tabel 4.1.2
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Dimensi-dimensi Religiusitas
dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Variabel
Hubungan antara Ritualitas
dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Hubungan antara Ideologis
dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Hubungan antara Intelektual
dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Hubungan antara Eksperiensia
dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Hubungan antara Konsekuensial
dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Hasil
rs = - 0,447
Kesimpulan
Karena thit < ttab
thit = - 7,155
maka Ho ditolak
ttab = - 1,645
(ada hubungan yang signifikan)
rs = - 0,384
Karena thit < ttab,
thit = - 5,955
maka Ho ditolak
ttab = - 1,645
(ada hubungan yang signifikan)
rs = - 0,400
Karena thit < ttab,
thit = - 6,249
maka Ho ditolak
ttab = - 1,645
(ada hubungan yang signifikan)
rs = - 0,421
Karena thit < ttab,
thit = - 6,645
maka Ho ditolak
ttab = - 1,645
(ada hubungan yang signifikan)
rs = - 0,438
Karena thit < ttab,
thit = - 6,976
maka Ho ditolak
ttab = - 1,645
(ada hubungan yang signifikan)
- 73 -
4.1.3
Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ritualitas
dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual.
a. Hipotesis Statistik
H0 : rs > 0 :
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
H1 : rs d 0 :
Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Ritualitas
dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
b. Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima.
H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak.
c. Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.3
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi
Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
rs
thit
ttab
- 0,447
- 7,155
- 1,645
d
Kesimpulan
19,98% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak,
terdapat hubungan yang signifikan.
d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.3) diperoleh thit < ttab dengan
taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima
H1 dengan rs = - 0,447 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar,
1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari
- 74 -
hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara
Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung,
artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Ritualitas maka semakin
positif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah siswa.
Religiusitas Dimensi Ritualitas memberikan kontribusi sebesar 19,98%
terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
4.1.4
Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ideologis
dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
a. Hipotesis Statistik
H0 : rs > 0 :
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas (Ideologis)
dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
H1 : rs d 0 :
Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas (Ideologis) dengan
Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
b. Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima.
H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak.
c.
Hasil Perhitungan
- 75 -
Tabel 4.1.4
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi
Ideologis dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
rs
thit
ttab
- 0,384
- 5,955
- 1,645
d
Kesimpulan
14,75% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak,
terdapat hubungan yang signifikan.
d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.1) diperoleh thit < ttab dengan
taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima
H1 dengan rs = - 0,384 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar,
1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari
hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara
Religiusitas Dimensi Ideologis dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung,
artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Ideologis maka semakin
positif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah siswa.
Religiusitas Dimensi Ideologis memberikan kontribusi sebesar 14,75%
terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
4.1.5. Uji
Korelasi
Rank
Spearman
Antara
Religiusitas
Dimensi
Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
a. Hipotesis Statistik
H0 : rs > 0 :
- 76 -
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
H1 : rs d 0 :
Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
b. Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima.
H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak.
c. Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.5
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi
Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
rs
thit
ttab
- 0,400
- 6,249
- 1,645
d
Kesimpulan
16,00% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak,
terdapat hubungan yang signifikan.
d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.5) diperoleh thit < ttab dengan
taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima
H1 dengan rs = - 0,400 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar,
1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari
hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara
Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung,
artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Intelektualitas maka
- 77 -
semakin negatif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
Religiusitas Dimensi Intelektualitas memberikan kontribusi sebesar
16% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
4.1.6. Uji
Korelasi
Rank
Spearman
Antara
Religiusitas
Dimensi
Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
a. Hipotesis Statistik
H0 : rs > 0 :
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
H1 : rs d 0 :
Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
b. Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima.
H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak.
c. Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.6
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi
Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
rs
thit
ttab
- 0,421
- 6,645
- 1,645
d
Kesimpulan
17,72% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak,
terdapat hubungan yang signifikan.
- 78 -
d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.6) diperoleh thit < ttab dengan
taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima
H1 dengan rs = - 0,421 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar,
1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari
hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara
Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung,
artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Eksperiensial maka
semakin negatif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
Religiusitas Dimensi Ekperiensial memberikan kontribusi sebesar
17,72% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
4.1.7. Uji
Korelasi
Rank
Spearman
Antara
Religiusitas
Dimensi
Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
a. Hipotesis Statistik
H0 : rs > 0 :
Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
H1 : rs d 0 :
Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi
Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
- 79 -
b. Kriteria Penolakan
H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima.
H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak.
c. Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.6
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi
Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah
rs
thit
ttab
- 0,438
- 6,976
- 1,645
d
Kesimpulan
19,18% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak,
terdapat hubungan yang signifikan.
d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.4) diperoleh thit < ttab dengan
taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima
H1 dengan rs = - 0,438 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar,
1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari
hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara
Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung,
artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Konsekuensial maka
semakin rendah Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung.
Religiusitas Dimensi Konsekuensial memberikan kontribusi sebesar
19,18% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
- 80 -
4.2
PEMBAHASAN
4.2.1
Hubungan Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual
Pranikah
Berdasarkan hasil statistik, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan
negatif antara variabel religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual
pranikah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah thit < ttab (-7,792 < -1,645), kedua
variabel ini memiliki nilai koefisien korelasi atau keeratan sebesar rs = -0,478
dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan kriteria Guilford keeratan hubungan
ini berada pada derajat reliabilitas sedang dengan tingkat korelasi cukup berarti.
Koefisien determinasi d = 22,85%, hal ini menunjukkan bahwa religiusitas
memberikan kontribusi sebesar 22,85% dalam menentukan sikap terhadap
perilaku seksual pranikah pada siswa MAN 1 Bandung, sementara 77,15%
lainnya disumbangkan oleh faktor-faktor yang lain, seperti pengalaman seksual,
faktor kepribadian, fungsi keluarga dan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi.
Adanya hubungan yang negatif antara religiusitas dan sikap terhadap
perilaku seksual, berarti hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki
religiusitas rendah, siswa tersebut kurang patuh dalam melakukan ibadah, kurang
mempunyai ilmu yang cukup tentang keagamaan, pengalaman spiritual yang
kurang dalam hubungannya dengan Allah, dan pengamalan keagamaan yang
kurang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kurang diyakini dalam diri,
sehingga mereka akan memiliki positif terhadap perilaku seksual pranikah yang
menggejala di sekitarnya. Sebaliknya, apabila religiusitas siswa tinggi, maka
pengetahuan, pemahaman, dan perilaku mereka akan sesuai dengan ajaran Islam,
- 81 -
nilai-nilai religiusitas yang sudah terinternalisasi menjadi bagian dalam dirinya
dan menjadikan keyakinannya, mereka akan menyikapi negatif perilaku seksual
pranikah tersebut. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Zakiyah Darajat
(1995:97) bahwa agama berfungsi sebagai pengontrol, pengendali, dan pengarah
tingkah laku, yang berarti bahwa segala bentuk tingkah laku berkaitan dengan
sejauh mana nilai-nilai agama yang telah mereka ketahui, dihayati, dan diamalkan
sehingga perilaku yang muncul tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Termasuk juga perilaku-perilaku yang berkaitan dengan perilaku seksual pranikah
yang merupakan ekspresi sikap sebenarnya. Artinya, potensi reaksi yang sudah
terbentuk dalam diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai
cerminan sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu (Breckler & Wiggins,
1989).
4.2.2
Hubungan Religiusitas (Ritualitas) dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Koefisien korelasi tertinggi berada pada dimensi ritualitas (rs = -0,447)
dengan, hal ini menunjukkan bahwa siswa MAN 1 kurang patuh dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual seperti melaksanakan shalat, puasa,
membaca Al Quran, dan berdzikir. Kelalaian mereka dalam mengerjakan ibadah
menunjukkan komitmen terhadap agamanya yang kurang. Mereka tidak
melakukan ibadah secara penuh dan teratur sehingga tidak berpengaruh terhadap
kehidupan kesehariannya. Hal ini menyebabkan, tingkah laku sehari-hari yang
mereka tampilkan kurang dilandasi oleh nilai agama, termasuk dalam
kecenderungan mereka untuk
melakukan perilaku seksual dan menyetujui
perilaku seksual pranikah ini. Mereka kurang dapat mengendalikan dorongan-
- 82 -
dorongan biologis yang ada pada diri, padahal kepatuhan mereka menjalankan
ibadah-ibadah, tentu akan dapat menjadi pengendalian dan menjadikan agama
sebagai pedoman dan kerangka dalam menyatakan sikap terhadap perilaku
seksual.
4.2.3 Hubungan Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap terhadap Perilaku
Seksual Pranikah
Dimensi
Ideologis
memiliki
koefisien
korelasi
terendah
(rs = -0,384). Dimensi ini menunjukan seberapa jauh siswa meyakini dan
mempercayai hal-hal yang sifatnya dogmatis dalam agama. Menurut Glock dan
Stark (1965) hal yang dogmatis atau bersifat keyakinan adalah merupakan
jantungnya religiusitas seseorang. Mereka mempercayai dan menghayati hal ini
akan sebisa mungkin menghindari untuk melakukan perbuatan yang dilarang
agama. Karena mereka percaya setiap perbuatannya akan dihubungkan dengan
kehidupan alam akhirat yang bersifat abadi. Dalam hubungannya dengan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah, mereka yang meyakini agamanya, akan
memiliki perasaan bersalah dan berdosa apabila melakukan perilaku seksual
pranikah. Oleh karena itu, mereka memiliki sikap menolak terhadap perilaku
seksual pranikah . Mereka yang mengetahui bahwa perbuatan dosa akan
mendapatkan hukuman di hari akhir, akan bersikap negatif terhadap perilaku
seksual. Rendahnya korelasi koefisien ini, menunjukan bahwa dimensi ideologis
kurang signifikan dalam membentuk sikap terhadap perilaku seksual. Keyakinan
yang mereka miliki hanya sebatas di tataran kognitif saja, tidak terinternalisasi
dan tidak menjadi bagian dalam dirinya. Sehingga tidak menjadi kerangka acuan
dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.
- 83 -
4.2.4
Hubungan Religiusitas (Intelektualitas) dengan Sikap terhadap
Perilaku Seksual Pranikah
Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman
siswa terhadap ajaran-ajaran agamanya, aktivitas yang dilakukan untuk
menambah pengetahuan agama. Koefisien korelasi (rs = -0,400) dimensi
intelektualitas ini berada pada derajat korelasi sedang. Selama ini, siswa
melakukan kegiatan belajar keagamaan hanya untuk memenuhi prasyarat
kelulusan. Pendidikan agama yang diberikan kepada siswa hanya bersifat hafalan,
baik teks-teks tentang doktrin tentang agama maupun ayat-ayat. Sementara
substansi yang barkaitan dengan aspek psikomotorik agak diabaikan (Dr. Husni
Rahim,2001:37). Pendidikan agama dan pengaplikasiannya adalah sebuah sinergi
yang harus ditanamkan pada diri setiap siswa. Karena selama pengetahuan agama
yang dimiliki siswa hanya untuk kepentingan mendapatkan nilai, sehingga ilmu
yang didapat tidak berbekas pada diri siswa, hal ini terbukti dengan adanya siswa
yang memiliki penilaian sikap positif siswa terhadap perilaku seksual pranikah
yang terjadi di sekitarnya.
4.2.5
Hubungan Religiusitas (Eksperiensial) dengan Sikap terhadap
Perilaku Seksual Pranikah
Dimensi eksperiensial berada pada derajat korelasi sedang (rs = - 421).
Dimensi ini menyatakan seberapa jauh seseorang dapat merasakan dan mengalami
pengalaman-pengalaman religius, seperti perasaan dekat dengan Allah, perasaan
doa sering terkabul, perasaan khusuk ketika shalat, mendapatkan peringatan dari
Allah ketika melakukan perilaku seksual pranikah, dan merasa berdosa jika
melakukannya. Bila kenyataannya pengalaman dalam kehidupan agamanya
- 84 -
rendah, maka penghayatan siswa tentang keberadaan Allah kurang dan ini
berpengaruh terhadap siswa dalam bersikap terhadap perilaku seksual pranikah.
Hal ini dikarenakan apabila seseorang merasakan kedekatan, merasa diawasi, dan
merasa ditatap oleh Allah, tentu akan menjaga segala sikap yang ditampilkan.
4.2.6
Hubungan Religiusitas (Konsekuensial) dengan Sikap terhadap
Perilaku Seksual Pranikah
Dimensi ini menunjuk pada perilaku yang dimotivasi oleh ajaran agama,
seperti bagaimana individu berelasi dengan lawan jenis, mematuhi norma-norma
Islam dalam berperilaku seksual pranikah dan penerapan ajaran agama dalam
kehidupan sosial. Dimensi Konsekuensial berada pada derajat korelasi sedang (rs
= -0,438), dimana dimensi ini cukup berpengaruh terhadap sikap seseorang
terhadap perilaku seksual pranikah . Bila seseorang berperilaku dengan
pertimbangan agama sebagai sumber landasan kehidupan, tentu akan memilahmilah mana perbuatan benar dan salah. Begitu pula dengan menentukan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah. Bila siswa telah mempertimbangkan ajaran
agama dalam kehidupan sehari-harinya, siswa tidak akan melakukan perilaku
seksual pranikah karena telah memiliki kesadaran bahwa perilaku seksual
pranikah yang dilakukan adalah salah, yang kemudian dapat mengendalikan hawa
nafsunya dan memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual.
Namun demikian, berdasarkan penelitian secara umum, keseluruhan
dimensi religiusitas memiliki korelasi yang signifikan dengan sikap terhadap
perilaku seksual. Hal ini menunjukan bahwa religiusitas mempunyai peranan
penting dalam menentukan sikap seseorang terhadap perilaku seksual. Dapat
- 85 -
dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai religiusitas yang rendah akan
memiliki sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang positif.
Kelima dimensi di dalam religiusitas, yaitu dimensi ritualitas, dimensi
ideologi, dimensi intelektual, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial
saling berkaitan satu sama lain seperti yang diungkapkan oleh Glock and Stark
(1771:20). Dimensi-dimensi tersebut saling berhubungan satu sama lain dan
membentuk religiusitas. Apabila hanya berlaku sebagian saja maka dapat
dikatakan seseorang mempunyai religiusitas rendah, artinya individu belum
mampu menginternalisasikan (memahami, menghayati, dan mengamalkan) nilainilai agama dalam sikap dan perilakunya. Bentuk-bentuk ibadah yang dilakukan
seseorang berkaitan dengan keyakinan yang dimilikinya dan hal-hal lain akan
meningkat pula bila dalam menjalani kehidupan individu tersebut selalu merasa
dekat dengan Allah sehingga segala sikap dan tingkah lakunya akan selalu
termotivasi agar sesuai dengan aturan agamanya. Karena mereka memiliki
keyakinan bahwa agama yang mereka percayai, akan membawa kebaikan pada
kehidupan mereka dan membantu mereka dalam memberikan sikapnya terhadap
berbagai
hal
termasuk
perilaku
seksual
pranikah.
Sedangkan
adanya
kecenderungan untuk menerima perilaku seksual pranikah, menganggap hal
tersebut wajar, dan memiliki perasaan menyenangkan bila melakukan perilaku
seksual pranikah menyatakan pemahaman dan penghayatan yang kurang tentang
nilai-nilai agama, tidak terintegrasi dengan baik antara nilai dan perilaku maka
dapat dipastikan seseorang dapat memiliki sikap yang positif terhadap perilaku
seksual pranikah.
- 86 -
Kemungkinan lain yang dapat menjadi penjelasan dari hasil penelitian di
atas, walaupun masih harus dibuktikan secara empirik, adalah besarnya pengaruh
faktor lain selain religiusitas, seperti informasi dari media, baik massa maupun
elektronik yang disajikan melalui buku, majalah, televisi, internet, film, dan
sebagainya mengenai perilaku seksual yang bebas terutama di negara-negara
barat, yang notabene masih dijadikan barometer kebudayaan modern bagi negara
Indonesia. Faktor personal dan situasional yang diduga menyebabkan remaja lebih
bersikap permisif terhadap perilaku seksual dan kemungkinan besar menjadi
alternatif jawaban terhadap hasil penelitian ini, dimana adanya siswa yang
memiliki sikap positif terhadap perilaku seksual tidaklah sedikit.
- 87 -
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat keeratan hubungan antara
religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa MAN 1
Bandung.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, maka dari penelitian
ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Religiusitas memiliki hubungan negatif dengan sikap terhadap perilaku
seksual pranikah.
2. Semakin rendah religiusitas maka akan semakin positif sikap terhadap
perilaku seksual pranikah.
3. Dimensi ritualitas sebagai dimensi yang memiliki korelasi paling tinggi
dengan sikap terhadap perilaku seksual pada siswa MAN 1 Bandung, artinya
dimensi ini memiliki hubungan yang paling besar pada terbentuknya sikap
terhadap perilaku seksual pranikah.
4. Dimensi ideologi sebagai dimensi yang memiliki korelasi paling rendah
dengan sikap terhadap perilaku seksual pada siswa MAN 1 Bandung, artinya
dimensi ini tidak cukup signifikan untuk terbentuknya sikap terhadap perilaku
seksual pranikah.
Dengan hasil korelasi yang cukup berarti, religiusitas memberikan
kontribusi yang cukup dalam menentukan sikap terhadap perilaku seksual
pranikah seseorang. Namun demikian, tidak dapat diabaikan faktor-faktor lain
- 88 -
yang juga berperan dalam menentukan sikap terhadap perilaku seksual pranikah
selain religiusitas.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, yang menunjukan adanya
siswa yang memiliki religiusitas rendah dan sikap positif terhadap perilaku
seksual pranikah, saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Kepada pihak MAN 1, agar dapat dievaluasi dan dikaji ulang beberapa hal
yang berkaitan variasi pengajaran, sehingga tidak hanya teori yang diberikan,
tetapi dikemas pula dengan praktik atau aplikasi nilai-nilai keagamaan,
misalnya dengan memberikan pendidikan seks dan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi secara memadai dengan melakukan pemberian materi
yang diselipkan pada pelajaran biologi. Selain itu penting juga diadakan kerja
sama dengan sebuah LSM, untuk mengupas masalah seputar dunia remaja.
Kemudia konseling yang dilakukan antara guru dan siswa, hendaknya dapat
menyentuh sisi afektif siswa, dimana konselor membantu siswa membangun
kesadaran untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan kegiatan yang
positif dengan berorganisasi, melakukan keterampilan yang diadakan sekolah.
2. Kepada guru-guru, hendaknya dilakukan kegiatan ritual bersama siswa secara
rutin setiap hari, seperti: shalat berjamaah, membaca qur’an, muhasabah.
Kemudian diberlakukannya absensi agar ketika kegiatan berlangsung dapat
diikuti oleh seluruh siswa.
- 89 -
DAFTAR PUSTAKA
Al Mandari, Syafinuddin. Rumahku Sekolahku. Jakarta: Pustaka Zahra, 2004.
Ancok, Djamaludin & Nashori Suroso, Fuat. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Darajat, Zakiah. “Bila Hamil Di Luar Nikah,” Anggun, 1 Juli 2005.
Dianawati, Ajen. Pendidikan Seks untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka, 2003.
Glock, C & R, Stark. Religion and Society in Tension. USA: Rand McNally and
Company, 1971.
Hamzah, Awaludin. “Reaktualisasi Pendidikan Agama.” Pikiran Rakyat, 13
September 2005.
Hurlock, Elizabeth. Adolescent Development. Kogakusha: McGraw Hill, 1973.
Hurlock, Elizabeth. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (diterjemahkan oleh Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo, M.Sc).
Jakarta: Erlangga, 1994.
Imran, Irawati. Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Bandung: PKBI
Jawa Barat, 2000.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 2004.
Mar’at. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1984.
Santoso, Singgih.. Buku Latihan SPSS Statistik NonParametrik. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2001.
Sholihat, Neni. Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan Sikap terhadap Relasi
Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 1995 di
Universitas Islam Bandung, Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas
Islam Bandung.
Siegel, Sidney. Statistik NonParametrik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Sugiyono. Statistik NonParametris Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2001.
Wirawan, Sarlito. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2003.
Inisial Nama :
Kelas
:
PETUNJUK PENGISIAN
Pada bagian berikut ini, saudara akan menemukan sejumlah
pernyataan yang berkaitan dengan apa yang saudara/i pikirkan, rasakan,
dan kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan
kesadaran beragama. Setiap pernyataan memiliki pilihan jawaban yang
berkisar dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
Setelah
membaca
pernyataan
tersebut,
anda
diminta
untuk
memberikan tanda silang (X) pada salah satu kotak pilihan jawaban yang
sesuai dengan pendapat saudara/i sebagai berikut:
SS
: Sangat Setuju
S
: Setuju
R
: Ragu-ragu
TS
: Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Perlu diperhatikan bahwa tidak ada jawaban yang salah. Jawaban
yang diminta adalah jawaban yang saudara/i anggap paling sesuai dengan
keadaan saudara/i. Oleh karena itu jangan samapai ada yang terlewat atau
diberi tanda silang lebih dari satu jawaban untuk setiap pernyataan.
Selamat Mengisi
Terima Kasih
NO
1
PERNYATAAN
SS
Saya percaya isi kandungan Al Quran
berlaku di segala zaman.
2
Jumlah malaikat hanya sepuluh.
3
Sangat sulit bagi saya untuk memahami
keberadaan Allah.
4
Malaikat adalah makhluk yang lebih rendah
dari manusia.
5
Al Quran adalah produk masa lalu, agak
sulik menerapkannya dengan kondisi saat
ini.
6
Saya sangat percaya akan keberadaan
Allah.
7
Manusia
dapat
berusaha
mengubah
takdirnya. Kalaupun gagal itu urusan Allah.
8
Baik atau jahatnya seseorang adalah takdir
yang tidak bisa diubah.
9
Walaupun terjadi di masa lalu, kisah-kisah
para nabi dan Rasul adalah nyata.
10
Saya
sangat
percaya
akan
adanya
kehidupan setelah mati.
11
Saya belum dapat menghayati, mengapa
harus meneladani kehidupan para Rasul.
12
Tidak ada hubungan antara kehidupan di
dunia dengan kehidupan kita di akherat
kelak.
13
Saya tidak pernah meninggalkan sholat
lima waktu.
14
Kita boleh meninggalkan sholat bila tidak
mampu mengerjakannya.
15
Untuk melengkapi sholat wajib saya juga
sholat sunat.
16
Untuk melengkapi ibadah wajib, saya
S
R
TS
STS
melaksanakan puasa sunat.
17
Saya tidak membiasakan diri membaca Al
Quran setiap hari.
18
Bila saya menginginkan sesuatu, saya
melakukan puasa sebagai nazar.
19
Saya berdoa hanya ketika
menghadiri
suatu kegiatan yang mengharuskan saya
untuk berdoa.
20
Setiap akan memulai aktivitas apapun, saya
tidak pernah lupa membaca Bismillah.
21
Membaca Al Quran adalah bagian dari
aktivitas saya sehari-hari.
22
Saya
karena
melaksanakan
semua
orang
puasa
di
Ramadhan
rumah
saya
mengerjakannya.
23
Dalam kurun waktu satu minggu, saya
jarang meluangkan waktu untuk membaca
Al Quran.
24
Saya sering lupa tidak berdoa sama sekali
dalam sehari semalam.
25
Setiap perbuatan baik yang saya lakukan
selalu
dilatarbelakangi
oleh
keyakinan
keagamaan saya.
26
Saya senang mengikuti mode walaupun ada
yang bertentangan dengan ajaran agama.
27
Agamalah yang saya jadikan rujukan dalam
bertingkah laku.
28
Saya merasa bosan bila semua tingkah laku
harus didasarkan atas agama.
29
Setiap permasalahan yang saya hadapi,
agama
adalah
penyelesaiannya.
rujukan
untuk
30
Perbuatan yang saya lakukan tidak selalu
sesuai dengan nilai agama.
31
Saya tidak pernah mengharapkan balas budi
dari orang-orang yang saya tolong.
32
Usaha
saya
untuk
tidak
melakukan
perbuatan dosa diakibatkan oleh norma
agama yang saya anut.
33
Saya menolong orang lain karena ingin
mendapatkan pujian.
34
Sudah bukan zamannya lagi menjadikan
agama sebagai latar belakang pemikiran
kita.
35
Saya
sering
menegur
teman
yang
melakukan perbuatan melanggar agama.
36
Ketika
doa
saya
dikabulkan,
saya
merasakan kecintaan Allah terhadap saya.
37
Ketika saya lalai menjalankan perintah
agama, Allah memperingatkan saya melalui
cobaan yang datang.
38
Saya tidak pernah merasakan peringatan
Allah
baik
langsung
maupun
tidak
langsung.
39
Setiap kebaikan yang terjadi dalam hidup
saya, adalah bukti dikabulkannya doa-doa
saya.
40
Ketika saya dalam keadaan tertekan, saya
sering mendapatkan petunjuk dari Allah.
41
Saya jarang berdoa karena Allah jarang
mengabulkan doa saya.
42
Saya belum pernah merasakan pertolongan
Allah ketika menghadapi kesulitan.
43
Setiap hal buruk menimpa saya, saya
tersadar bahwa itu adalah peringatan dari
Allah SWT.
44
Saya merasakan Allah membimbing saya
pada saat saya menghadapi keulitan.
45
Saya merasa banyak doa-doa saya tidak
dikabulkan Allah.
46
Berbagai kemudahan yang terjadi dalam
hidup saya adalah suatu kebetulan.
47
Selama ini saya tidak pernah mendapatkan
peringatan Allah atas perbuatan-perbuatan
yang saya lakukan.
48
Inti ajaran Islam adalah Tauhid.
49
Saya
sering
membaca
buku
untuk
menambah pengetahuan agama.
50
Setiap hari saya mengikuti ceramah agama
melalui TV/Radio.
51
Saya tidak memiliki aktivitas apapun untuk
menambah pengetahuan agama saya.
52
Hanya wanita yang boleh meninggalkan
sholat
dengan
alasan
tertentu
yang
dibenarkan agama.
53
Menurut saya, sholat boleh ditinggalkan
bila kita tidak mampu mengerjakannya dan
berada dalam situasi darurat.
54
Tidak seorangpun dapat menolong orang
lain ketika hari perhitungan tiba.
55
Saya mengikuti pengajian di lingkungan
rumah
untuk
menambah
wawasan
keagamaan.
56
Sholat dapat dilakukan dalam situasi dan
kondisi apapun.
57
Allah
menguji
umat-Nya
memperhatikan kemampuan mereka.
tanpa
58
Saya merasa tidak perlu meningkatkan
pengetahuan agama, karena saya rasa sudah
cukup.
59
Menurut saya, kita bisa mengganti sholat di
lain waktu seperti kita mengganti puasa.
60
Ampunan Allah hanya datang setelah
seseorang bertaubat.
Inisial Nama :
Kelas
:
PETUNJUK PENGISIAN
Pada bagian berikut ini, saudara akan menemukan sejumlah
pernyataan yang berkaitan dengan apa yang saudara/i pikirkan, rasakan,
dan kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan
pacaran. Setiap pernyataan memiliki pilihan jawaban yang berkisar dari
sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
Setelah
membaca
pernyataan
tersebut,
anda
diminta
untuk
memberikan tanda silang (X) pada salah satu kotak pilihan jawaban yang
sesuai dengan pendapat saudara/i sebagai berikut:
SS
: Sangat Setuju
S
: Setuju
R
: Ragu-ragu
TS
: Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Perlu diperhatikan bahwa tidak ada jawaban yang salah. Jawaban
yang diminta adalah jawaban yang saudara/i anggap paling sesuai dengan
keadaan saudara/i. Oleh karena itu jangan sampai ada yang terlewat atau
diberi tanda silang lebih dari satu jawaban untuk setiap pernyataan
Selamat Mengisi
Terima Kasih
NO
PERNYATAAN
SS
1
Menurut saya berpegangan tangan saja
walaupun dengan pacar, tetap tidak perlu
dilakukan.
2
Saya pikir, bergandengan tangan dengan
lawan jenis untuk remaja seusia saya adalah
hal yang wajar.
3
Saya pikir berpelukan dengan orang kita
cintai adalah bukti kemesraan.
4
Saya akan menjaga diri bila dirayu untuk
berpelukan,walaupun
permintaan
pacar
sekalipun.
5
Saya akan merasa dihargai seandainya saya
berpegangan tangan saya di muka umum.
6
Saya akan merasa tidak nyaman berpelukan,
sehingga saya tidak mau melakukannya
7
Saya
akan
merasa
malu
seandainya
seseorang meminta saya mencium pipinya
8
Menurut
saya
berciuman
bibir
akan
membuat merasa semakin dicintai.
9
Menurut
saya
berciuman
pipi
ketika
bertemu adalah hal yang wajar untuk zaman
sekarang.
10
Saya merasa bersalah ketika sudah berani
berciuman bibir.
11
Saya akan menolak untuk mencium pipi
atau kening.
12
Bila ada yang meminta saya mencium
bibirnya, saya akan melakukannya asalkan
di tempat sepi.
S
R
TS
STS
NO
PERNYATAAN
SS
13
Saya akan menghindari jika seseorang mulai
memegang tangan.
14
Walaupun atas dasar saling suka, saya tidak
mau berciuman.
15
Saya akan menolak dengan tegas bila
seseorang menginginkan meraba tubuh
saya..
16
Menurut
saya
saling
meraba
pantas
dilakukan oleh dua insan yang saling
mencintai.
17
Saya akan merasa semakin dicintai jika
orang yang saya cintai sering mencium pipi
saya.
18
Saya pikir berciuman bibir akan menambah
kedekatan saya dengan orang yang saya
cintai.
19
Saya akan merasa bersalah seandainya saya
sudah berani untuk saling meraba.
20
Saya akan bersedia melakukan petting
sebagai variasi seandainya saya berpacaran.
21
Saya pikir melakukan oral seks tidak
mengapa dilakukan asal didasari suka sama
suka.
22
Saya
pikir
ketika
sedang
berduaan,
melakukan petting adalah wujud rasa cinta.
23
Saya
tidak
berani
melakukan
petting
walaupun menghendakinya.
24
Saya akan bersedia melakukan oral seks bila
dilandasi rasa cinta.
S
R
TS
STS
NO
PERNYATAAN
SS
25
Menurut saya apapun bentuk rabaan, harus
dilakukan dengan pasangan yang sah.
26
Menurut saya tidak sepantasnya dua insan
yang belum menikah melakukan petting.
27
Lebih baik saya menghindar daripada
menyetujui ajakan untuk melakukan petting.
28
Saya
merasa
menyesal
seandainya
melakukan oral seks.
29
Menurut saya tidak pantas melakukan oral
seks bukan dengan pasangannya yang sah.
30
Saya pikir mencium kening adalah bukti
kasih sayang.
31
Saya tidak menyesal seandainya melakukan
hubungan intim karena alasan yang tepat.
32
Menurut saya hubungan intim tidak boleh
dilakukan karena resiko besar yang harus
dihadapi.
33
Saya pikir untuk memenuhi kebutuhan
biologis,
seseorang
boleh
melakukan
hubungan intim selama dengan pacarnya
sendiri.
34
Saya
tidak
akan
keperawanan/keperjakaan
menyerahkan
saya
sebelum
pernikahan dilangsungkan.
35
Saya yakin hubungan intim harus dilakukan
dengan komitmen pernikahan.
36
Saya
akan
merasakan
penyesalan
seandainya melakukan hubungan intim.
S
R
TS
STS
Uji Validitas Alat Ukur Religiusitas
(N = 30 dan D = 0,05 didapat rstab = 0,306)
No
Item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
rshit
Keterangan
0,600
0,669
0,544
0,129
0,585
0,507
0,508
0,557
0,585
0,536
0,360
0,624
0,547
0,603
0,428
0,538
0,676
0,558
0,447
0,412
0,622
0,617
0,465
0,455
0,635
0,666
0,603
0,498
0,559
0,587
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
No
Item
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
rshit
Keterangan
0,536
0,545
0,136
0,623
0,581
0,183
0,576
0,488
0,412
0,702
0,543
0,560
0,486
0,594
0,587
0,539
0,753
0,642
0,693
0,582
0,103
0,549
0,570
0,530
0,450
0,633
0,672
0,543
0,664
0,702
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Koefisien Validitas = 0,538
Lampiran - 1
Uji Reliabilitas Split Half Rank Spearman
Alat Ukur Religiusitas
No
Subjek
Item Ganjil
(X)
Item Genap
(Y)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
107
84
55
119
66
75
77
108
118
93
110
90
48
57
90
43
109
92
74
47
95
74
47
97
63
63
91
74
63
71
114
92
50
117
73
72
83
122
107
104
109
97
49
71
79
50
100
83
101
52
78
71
52
97
65
52
81
89
59
53
rstt
0,896
2 (rstt)
1,792
1 + rstt
1,896
Lampiran - 2
rstot
0,945
Uji Validitas Alat Ukur Sikap terhadap Perilaku Seksual
(N = 30 dan D = 0,05 didapat rstab = 0,306)
No
Item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
rshit
Keterangan
0,575
0,723
0,620
0,643
0,535
0,641
0,461
0,624
0,073
0,575
0,524
0,482
0,453
0,622
0,106
0,436
0,610
0,569
0,532
0,595
0,201
0,387
0,578
0,633
0,579
0,529
0,711
0,705
0,726
0,020
0,633
0,792
0,531
0,669
0,619
0,628
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
No
Item
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
rshit
Keterangan
0,113
0,510
0,517
0,412
0,463
0,255
0,711
0,537
0,668
0,602
0,365
0,452
0,672
0,646
0,503
0,553
0,497
0,075
0,652
0,438
0,566
0,413
0,348
0,653
0,328
0,216
0,538
0,618
0,440
0,586
0,436
0,454
0,389
0,580
0,620
0,406
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Koefisien Validitas = 0,508
Lampiran - 3
Uji Reliabilitas Split Half Rank Spearman
Alat Ukur Sikap terhadap Perilaku Seksual
No
Subjek
Item Ganjil
(X)
Item Genap
(Y)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
51
71
96
110
97
105
58
104
87
56
120
83
83
131
110
98
79
74
71
105
72
64
63
45
80
108
66
63
76
102
56
68
102
108
102
104
66
101
86
54
116
99
82
136
118
95
77
69
59
103
70
51
64
52
72
79
53
63
80
124
rstt
0,922
2 (rstt)
1,844
1 + rstt
1,922
Lampiran - 4
rstot
0,956
Tabel P. Tabel Harga-harga Kritis rs
Koefisien Korelasi Ranking Spearman
N
4
5
6
7
8
9
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Tingkat signifikansi (tes satu sisi)
.05
.01
1.000
.900
.829
.714
.643
.600
.564
.506
.456
.425
.399
.377
.359
.343
.329
.317
.306
1.000
.943
.893
.833
.783
.746
.712
.645
.601
.564
.534
.508
.485
.465
.448
.432
Sumber : Hoel, P.G. Elementary Statistics, John Wiley & Son, Inc., New York, 1960
Lampiran - 5
Data Mentah Religiusitas serta Dimensinya dengan
Sikap terhadap Perilaku Seksual (Subjek 1 - 80)
No
X
X.1
X.2
X.3
X.4
X.5
Y
Subjek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
No
X
X.1
X.2
X.3
X.4
X.5
Y
187
142
209
146
196
121
186
137
121
145
143
204
138
216
133
201
155
149
100
159
152
205
149
227
94
194
139
145
152
164
159
161
146
165
152
203
160
227
123
53
22
50
31
35
23
38
26
21
28
32
45
24
42
27
39
37
30
19
29
34
41
30
49
23
40
26
28
28
34
29
33
27
29
30
45
30
55
28
38
29
41
29
38
24
30
29
28
29
27
36
30
44
27
30
33
29
23
34
30
32
29
48
21
42
26
32
31
31
35
30
37
34
32
43
33
49
24
35
29
41
28
37
27
39
28
21
28
27
43
29
41
27
46
28
32
19
33
32
39
30
40
20
41
27
31
33
36
32
36
32
36
32
35
30
22
24
32
28
36
28
37
24
39
28
23
28
25
41
26
41
25
40
25
27
21
29
27
40
27
43
12
32
29
27
28
26
29
32
22
29
24
38
33
47
21
29
34
41
30
49
23
40
26
28
32
32
39
29
48
27
46
32
31
18
34
29
53
33
47
18
39
31
27
32
37
34
30
28
37
34
42
34
54
26
139
175
184
238
196
172
179
214
94
182
273
173
198
105
204
129
196
178
259
200
102
124
122
104
288
128
141
244
146
251
178
104
179
247
159
249
131
74
245
153
30
34
31
25
33
264
Subjek
221
176
105
236
139
147
160
230
225
197
219
187
97
128
169
93
209
175
175
99
173
145
99
194
128
115
172
163
122
124
133
156
208
178
200
132
192
156
163
45
41
20
53
25
39
36
49
43
47
47
42
21
35
33
18
42
34
32
26
37
27
18
41
25
27
39
34
26
35
28
32
42
47
48
26
40
33
35
42
38
22
47
28
33
33
39
47
31
43
38
21
21
36
21
41
31
39
18
38
23
20
40
32
23
25
41
25
23
24
34
37
44
37
25
38
29
30
43
28
20
42
23
25
32
43
42
35
39
33
18
23
28
16
47
35
30
14
31
38
21
43
28
20
28
32
26
26
29
32
42
32
39
27
36
32
39
38
28
15
41
27
27
29
45
38
32
42
38
16
29
32
17
36
36
34
22
31
17
13
36
24
24
28
36
24
19
24
26
42
31
34
27
39
25
29
53
41
28
53
36
23
30
54
55
52
48
36
21
20
40
21
43
39
40
19
36
40
27
34
19
21
52
20
21
21
28
32
45
24
42
27
39
37
30
107
139
198
218
199
209
124
205
173
110
236
182
165
267
228
193
156
143
130
208
142
115
127
97
152
187
119
126
156
226
174
194
180
189
165
192
179
233
186
110
25
25
22
19
19
180
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
Lampiran - 6
Lanjutan Data Mentah (Subjek 81 - 160)
No
X
X.1
X.2
X.3
X.4
X.5
Y
Subjek
No
X
X.1
X.2
X.3
X.4
X.5
Y
Subjek
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
161
208
75
139
156
191
83
161
239
150
173
153
183
195
166
155
222
175
89
111
109
154
161
178
231
161
148
181
167
207
164
165
127
172
95
229
177
165
164
27
47
14
22
32
36
26
31
52
32
32
31
45
39
37
24
48
34
21
25
25
29
34
44
54
42
29
41
40
46
39
35
25
36
15
46
37
42
39
35
43
12
32
33
46
17
35
48
29
38
35
36
41
30
32
45
47
19
22
18
35
24
32
50
28
28
28
26
33
24
31
24
25
14
48
25
31
23
35
38
24
31
33
39
13
32
48
28
37
33
36
37
31
35
43
26
15
21
20
31
36
33
19
27
32
35
25
41
30
31
23
32
39
43
37
29
32
28
36
11
23
27
30
10
28
37
28
30
23
33
39
31
28
40
31
13
18
20
23
31
25
46
25
21
34
34
42
33
28
24
42
12
34
40
23
30
36
44
14
31
31
40
17
35
54
33
36
31
33
39
37
36
46
37
21
25
26
36
36
44
62
39
38
43
42
45
38
40
31
37
15
58
38
40
40
145
169
290
252
114
258
302
262
111
238
242
99
201
126
152
264
104
268
278
120
214
160
201
185
71
116
254
104
266
108
230
154
156
155
304
97
217
144
121
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
101
167
239
134
221
217
221
134
122
111
165
146
172
109
195
86
138
140
109
113
183
196
146
201
208
207
127
108
103
134
144
189
119
210
85
157
145
102
81
17
36
56
23
40
31
40
29
26
24
41
31
43
21
44
17
25
29
24
23
40
51
29
45
45
44
24
26
19
29
25
36
27
40
17
30
30
19
16
21
35
54
27
49
50
49
28
21
27
41
23
44
24
44
18
22
27
27
24
34
39
34
34
39
40
27
22
20
25
29
37
20
40
16
29
30
20
12
24
27
41
27
38
43
45
27
23
25
29
28
32
20
37
16
32
25
20
24
33
40
29
42
40
41
25
20
16
22
29
35
21
39
13
26
27
18
15
14
32
47
25
46
44
44
26
24
16
21
29
14
22
29
17
27
29
17
18
37
31
26
33
36
39
22
17
20
26
25
36
20
41
17
31
28
19
22
25
37
41
32
48
49
43
24
28
19
33
35
39
22
41
18
32
30
21
24
39
35
28
47
48
43
29
23
28
32
36
45
31
50
22
41
30
26
16
177
196
79
188
88
75
92
167
181
194
132
153
123
196
192
222
163
160
196
190
111
97
154
91
84
85
174
199
204
167
156
104
184
80
223
142
154
204
228
120
162
36
28
30
26
42
235
160
166
33
33
32
26
42
130
Lampiran - 7
Lanjutan Data Mentah (Subjek 161 - 207)
No
X
X.1
X.2
X.3
X.4
X.5
Y
Subjek
No
X
X.1
X.2
X.3
X.4
X.5
Y
121
163
177
203
180
170
171
193
70
161
241
163
179
160
166
207
176
177
227
176
86
108
108
27
37
40
44
37
40
42
49
15
36
53
36
37
37
39
44
33
40
46
43
19
22
20
23
37
40
37
40
32
39
44
13
33
50
35
40
37
30
38
36
40
46
34
16
20
19
24
28
32
38
34
31
30
33
11
31
42
30
35
28
36
46
35
32
43
32
14
22
24
22
27
31
38
29
28
25
33
15
29
44
26
28
26
28
32
29
31
37
29
16
22
23
25
34
34
46
40
39
35
34
16
32
52
36
39
32
33
47
43
34
55
38
21
22
22
107
135
135
196
120
215
154
104
302
143
245
190
125
239
106
102
215
152
92
140
299
194
197
Subjek
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
255
163
166
160
158
205
188
175
244
156
96
120
117
185
165
182
170
171
154
184
165
205
170
52
37
36
33
31
48
43
41
53
37
21
21
21
37
35
39
39
35
41
40
37
46
34
49
22
24
24
32
32
26
28
44
26
15
18
18
32
37
40
38
38
37
42
33
39
33
48
35
41
37
31
38
36
32
47
28
21
28
32
36
33
30
32
34
25
32
30
39
39
44
31
28
31
24
41
43
26
43
27
18
28
21
37
27
31
28
25
24
30
28
37
27
62
38
37
35
40
46
40
48
57
38
21
25
25
43
33
42
33
39
27
40
37
44
37
69
133
130
137
140
86
105
120
72
142
210
183
186
109
131
112
126
175
178
230
210
185
266
184
163
35
34
29
32
33
180
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
Lampiran - 8
Tabel B. Tabel Harga-harga Kritis t*)
Tingkat signifikansi untuk tes satu-sisi
df
0.10
0.05
0.03
0.01
0.005
0.0005
0.20
0.10
0.05
0.02
0.01
0.001
Tingkat signifikansi untuk tes dua-sisi
1
3.078
6.314
12.706
31.821
63.657
636.619
2
1.886
2.920
4.303
6.965
9.925
31.598
3
1.638
2.353
3.182
4.541
5.841
12.941
4
1.533
2.132
2.776
3.747
4.604
8.610
5
1.476
2.015
2.571
3.365
4.032
6.859
6
1.440
1.943
2.447
3.143
3.707
5.959
7
1.415
1.895
2.365
2.998
3.499
5.405
8
1.397
1.860
2.306
2.896
3.355
5.041
9
1.383
1.833
2.262
2.821
3.250
4.781
10
1.372
1.812
2.228
2.764
3.169
4.587
11
1.363
1.796
2.201
2.718
3.106
4.437
12
1.356
1.782
2.179
2.681
3.055
4.318
13
1.350
1.771
2.160
2.650
3.012
4.221
14
1.345
1.761
2.145
2.624
2.977
4.140
15
1.341
1.753
2.131
2.602
2.947
4.073
16
1.337
1.746
2.120
2.583
2.921
4.015
17
1.333
1.740
2.110
2.567
2.898
3.965
18
1.330
1.734
2.101
2.552
2.878
3.922
19
1.328
1.729
2.093
2.539
2.861
3.883
20
1.325
1.725
2.086
2.528
2.845
3.850
21
1.323
1.721
2.080
2.518
2.831
3.819
22
1.321
1.717
2.074
2.508
2.819
3.792
23
1.319
1.714
2.069
2.500
2.807
3.767
24
1.318
1.711
2.064
2.492
2.797
3.745
25
1.316
1.708
2.060
2.485
2.787
3.725
26
1.315
1.706
2.056
2.479
2.779
3.707
27
1.314
1.703
2.052
2.473
2.771
3.690
28
1.313
1.701
2.048
2.467
2.763
3.674
29
1.311
1.669
2.045
2.462
2.756
3.659
30
1.310
1.697
2.042
2.457
2.750
3.646
40
1.303
1.684
2.031
2.423
2.704
3.551
60
1.226
1.671
2.000
2.390
2.660
3.460
120
1.289
1.658
1.980
2.358
2.617
3.373
a
1.282
1.645
1.960
2.326
2.576
3.291
*) Tabel B diringkaskan dari tabel III dalam Fisher dan Yates : Statistical tables for biological,
agricultural, and medical research, diterbitklan oleh Oliver and Boyd Ltd. Edinburgh.
Lampiran - 9
Download