PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 BANDUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Disusun oleh: Poppie Kusmandari 10050000130 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2006 LEMBAR PENGESAHAN HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 BANDUNG NAMA : POPPIE KUSMANDARI NPM : 100.500.00.130 Bandung, 10 Januari 2006 Menyetujui : Drs. Alfin Ruzhendi, M.Si. Drs. Hedi Wahyudi, M.Psi. Pembimbing I Pembimbing II Mengetahui : Drs. Agus Sofyan Kahfi, M.Si Dekan ABSTRAK POPPIE KUSMANDARI. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Madrasah Aliyah Negeri 1 adalah salah satu sekolah yang berada dibawah naungan Departement Agama. Tentunya metode pengajaran dan materi pelajaran yang diberikan sekolah ini selalu dikaitkan dengan pendekatan keagamaan. Walaupun suasana sekolah sudah sarat dengan kehidupan agamis, namun dalam pelaksanaannya masih banyak siswa yang kurang menghayati ajaran agama Islam sebagai wujud religiusitas. Hal ini terlihat dengan belum teraturnya mereka dalam menjalankan ibadah sehari-hari, dan kerap munculnya perilaku seksual pranikah yang mereka lakukan di sekolah. Siswa yang menampilkan perilaku tersebut tentu mempunyai keyakinan atau sikap sebelumnya mengenai perilaku seksual. Kecenderungan siswa untuk melakukan perilaku seksual pranikah dan menganggap hal itu adalah wajar adalah sebuah cerminan sikap . Mengingat salah satu visi sekolah ini yaitu teladan dalam imtaq dan akhlak, tentu permasalahan di atas terlihat kontradiktif dan mencerminkan religiusitas siswa yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mencari kejelasan empiris mengenai hubungan religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual. Penelitian ini dilakukan dengan meggunakan metode korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, yang terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, kelas 3 yang berjumlah 443 dimana setiap tingkatnya terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa antara 36 sampai 37 orang. Menentukan sampel yaitu melihat tabel dengan taraf kepercayaan 95% (Krejcie & Morgan, 1970 dalam Sugiyono, 2001 : 12). Kemudian dari taraf kepercayaan tersebut didapat 207 orang. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah semakin rendah religusitas maka semakin positif sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Alat ukur religiusitas adalah alat ukur yang disusun berdasarkan teori Glock and Stark yang terdiri dari lima dimensi religiusitas. Sedangkan alat ukur sikap terhadap perilaku seksual disusun berdasarkan aspek perilaku seksual dari Irawati Imran. Selanjutnya setiap aspek tersebut dikelompokkan ke dalam komponen sikap yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data ordinal. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman (rs) dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh angka korelasi sebesar (rs) = 0,478 termasuk kedalam kriteria sedang. Kemudian dari hasil uji hipotesis didapat thit = - 7,792 d ttab = 1,645 maka H.0 ditolak dan H.1 diterima dan dikatakan terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah,artinya semakin rendah religiusitas maka semakin positif sikap terhadap perilaku seksual pranikah i KATA PENGANTAR Allah Yang Mahaberkat Lagi Mahaluhur, semoga Engkau berkenan menerima ungkapan syukur hamba-Mu ini. Pertama, karena izin-Mu skripsi ini akhirnya rampung. Kedua, tanpa keterlibatan-Mu, saya tidak mungkin menyelesaikan skripsi ini, lewat berbagai ide yang datang dengan cara unik dan tak terduga. Shalawat dan salam bagi Muhammad sang Utusan Teragung, kekasih dari Mahakasih, yang telah meretas jalan menghantarkan Islam bagi kita. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat kelulusan Sarjana Fakultas Psikologi di UNISBA. Dalam menyelesaikan skripsi ini, saya banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan dukungan baik moral maupun material dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Mamah dan papah, tentu berkat bimbingan dan doa mereka yang tak pernah putus saya bisa jadi sekarang ini. Semoga ampunan dan rahmat-Nya mengalir terus hingga yaumil hisab. 2. Drs. Alfin Ruzhendi, M.Si, sebagai Pembimbing 1, yang bersedia meluangkan waktunya, pemikirannya dan bimbingan yang sangat berharga untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini. 3. Drs. Hedi Wahyudi, M.Si, sebagai Pembimbing 2, yang bersedia meluangkan waktunya, pemikirannya dan bimbingan yang sangat berharga untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini. 4. Dra. Suci Nugraha, selaku dosen wali terima kasih atas waktu dan dukungannya. 5. Drs. Agus Sofya Kahfi, M. Si, sebagai Dekan Fakultas Psikologi UNISBA. 6. Dra. Ia Kurniati, selaku guru BK MAN 1 Bandung atas bantuannya dan waktu yang telah diberikan dalam memberikan data-data yang diperlukan oleh penulis. ii 7. Drs. Encu, selaku Kepala Sekolah MAN 1 yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. 8. Untuk semua dosen yang telah membalur saya dengan berbagai ilmu. Semoga Allah membalas amal ibadah mereka dengan berlimpah. 9. Kaka-kaka tercinta, A’Reza, A’Oki, T’Reny, T’Melly, semoga saya tidak akan pernah lagi memberikan kekecewaan kepada mereka. 10. Keponakan-keponakan tersayang, Faris dan Keinan hiasan mataku yang memberikan kecerahan setiap harinya. 11. A’Budi yang sering membuat metamorfosis keceriaan menjadi kemurungan, dan menghadiahi saya dengan kritik dan masukan yang sangat berharga. 12. Teman-teman kuliah terbaikku, Febby, Ratih, Gina, yang tiada henti memberikan semangat, dukungannya, dan kelucuan-kelucuan yang kalian buat. 13. Endang Sari, yang dengan kesabaran dan pengertiannya selalu siap mendengarkan keluh kesah dan kesedihan saya. 14. Teman-teman Psikologi angkatan 2000 : Ocha, Nina, Tria, Ai, Dian, Dinda, Isna, Iyut, Wulan, Ahmad, Anita, Kania, Eska, terima kasih atas pertemanan yang mengesankan selama ini. 15. Rini, Nina, Tantri, Sofie, Esti, Nova, Minu, terima kasih atas persahabatan yang tidak pernah terputus dan selalu menambah keceriaan setiap harinya. 16. Keluarga Besar Mahasiswa Psikologi. 17. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan skripsi ini memberikan kebaikan, seperti harapan saya saat memulainya. Bandung, 8 Februari 2006 Poppie Kusmandari iii DAFTAR ISI ABSTRAKSI i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL ix DAFTAR LAMPIRAN x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.2 Identifikasi Masalah 9 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 11 1.4 Kegunaan Penelitian 11 BAB II 2.1. TINJAUAN TEORITIS Agama 12 2.1.1 Pengertian Religiusitas 13 2.1.2 Dimensi Religiusitas 14 2.1.3 Perspektif Islam Tentang Religiusitas 16 2.1.4 Hubungan Antar Dimensi 19 2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas 20 Seseorang 2.1.6 Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja iv 23 2.2. 2.3 Pengertian Sikap 26 2.2.1 Karakteristik Sikap 27 2.2.2 Objek Sikap 28 2.2.3 Komponen Sikap 29 Pengertian Perilaku Seksual Pranikah 30 2.3.1 Bentuk Perilaku Seksual Pranikah 30 2.3.2 Dampak Perilaku Seksual Pranikah 31 2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah 34 2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap 2.4 2.5 Perilaku Seksual Pranikah 35 Pengertian Remaja 36 2.4.1 Batas Usia Remaja 37 2.4.2 Tugas Perkembangan Remaja 38 2.4.3 Perkembangan Seksual Remaja 39 2.4.4 Tugas Perkembangan Remaja 42 Hubungan Faktor Religiusitas dengan Sikap Terhadap 46 Perilaku Seksual Pranikah 2.6 Kerangka Berpikir 47 2.7 Hipotesis 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian 52 3.2 Variabel Penelitian 52 v 3.3 Definisi Konseptual 53 3.4 Operasional Variabel 53 3.4.1 Definisi Variabel Religiusitas 53 3.4.2 Definisi Variabel Sikap Terhadap Perilaku Seksual 54 Pranikah 3.5 Alat Ukur 55 3.5.1 Alat Ukur Religiusitas 55 3.5.2 Alat Ukur Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 58 3.6 Uji Coba Alat Ukur 60 3.7 Populasi dan Sampel Penelitian 63 3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel 3.8 3.9 BAB IV 4.1 63 Prosedur Penelitian 64 3.8.1 Tahapan Persiapan 64 3.8.2 Tahapan Pengambilan Data 64 3.8.3 Tahapan Pengolahan Data 64 3.8.4 Tahapan Pembahasan 65 Teknik Analisis Data 65 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan Pengolahan Data 71 4.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah vi 71 4.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Dimensi-dimensi Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 73 4.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 73 4.1.4 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ideologis dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 75 4.1.5 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku 76 Seksual Pranikah 4.1.6 Antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 78 4.1.7 Antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan 4.2 Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 79 Pembahasan 81 4.2.1 Hubungan Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku 81 Seksual Pranikah 4.2.2 Hubungan Religiusitas (Ritualitas) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 82 4.2.3 Hubungan Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah vii 83 4.2.4 Hubungan Religiusitas (Intelektualitas) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 84 4.2.5 Hubungan Religiusitas (Eksperiensial) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 84 4.2.6 Hubungan Religiusitas (Konsekuensial) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 85 KESIMPULAN DAN SARAN 88 5.1 Kesimpulan 88 5.2 Saran 89 BAB V DAFTAR PUSTAKA viii DAFTAR TABEL Kisi-kisi Religiusitas 57 Kisi-kisi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 59 Kriteria Angka Korelasi berdasarkan Norma Guilford 63 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 71 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Dimensi-dimensi Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 73 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 74 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ideologis dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 75 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 77 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah 78 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ix 80 DAFTAR LAMPIRAN Uji Validitas Alat Ukur Sikap Religiusitas Lampiran – 1 Uji Reliabilitas Alat Ukur Religiusitas Lampiran – 2 Uji Validitas Alat Ukur Sikap Terhadap Perilaku Seksual pranikah Lampiran – 3 Uji Reliabilitas Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Lampiran – 4 Tabel P : Tabel Harga-harga Kritis rs Lampiran – 5 Data Mentah Religiusitas serta Dimensinya dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Lampiran - 6 Tabel B : Tabel harga-harga Kritis t Lampiran - 9 x DAFTAR BAGAN Sikap terhadap Waktu Kerja 25 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja 34 Cara-cara mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja 36 Kerangka Berpikir 43 xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui remaja adalah generasi penerus bangsa. Dipundak remajalah tanggung jawab bangsa diletakkan. Namun keadaan remaja sekarang ini telah mencapai titik nadir yang memprihatinkan. Maraknya pergaulan bebas pada remaja dewasa ini menyebabkan berbagai macam kerusakan moral. Segala macam upaya telah dilakukan untuk membimbing para remaja agar mempunyai kepribadian yang tinggi sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui pendidikan dengan perubahan kurikulum atau penambahan kurikulum agama, dengan begitu diharapkan mampu menjawab tantangan dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik, namun demikian pengaruh eksternal yang negatif sangat kuat seiring dengan globalisasi yang meniadakan batas-batas negara dan bangsa. Pendidikan agama adalah bagian paling dasar yang dikenalkan orang tua untuk pertama kalinya dengan maksud agar remaja dalam menyikapi lingkungan luar kelak dapat mengatasi pelbagai masalah dengan bijak. Ketika kanak-kanak orang tua mencontohkan bagaimana akhlak yang baik itu sesuai dengan ajaran agama. Agama adalah pengendali diri dalam berperilaku. Khususnya bagi remaja yang sedang dalam masa perubahan akan psikis dan biologis, agama sangat berperan penting sehingga ketika remaja beranjak dewasa, mereka tidak akan melakukan tindakan yang akan mencelakakan dan merugikan diri sendiri. -1- Berbagai masalah remaja yang sekarang sering terjadi salah satunya mengenai pergaulan mereka dengan teman sebayanya yang sudah melanggar batas. Hal ini tentu cukup mengkhawatirkan bagi kita dan para orang tua yang memiliki anak remaja karena kondisi psikologis remaja dalam usia belasan tersebut cenderung masih labil sehingga cara bergaulnya pun lebih bebas, ceria, dan cenderung ceroboh (Daradjat, 1970:68-72). Mereka membutuhkan semacam penyadaran, khususnya penyadaran moral, membutuhkan ruang untuk mengemukakan pendapatnya tentang dunia sekitarnya, dunia remaja. Seseorang yang taat pada agamanya, tentu akan menjadikan agama sebagai panduan dirinya dalam pergaulannya sehari-hari. Begitu perhatiannya terhadap masalah ini dan menyadari bahwa tidak hanya berbekal intelektualitas saja yang dibutuhkan oleh para lulusannya, maka Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN) Bandung dalam kegiatan belajarnya memadukan antara kebiasaan berpikir ilmiah dan kritis dengan melibatkan nilainilai agama pada para siswanya. Pendidikan, pengenalan, pemahaman, dan pengajaran agama tidak hanya diberikan oleh orang tua tetapi juga dijadikan kurikulum pelajaran sekolah. Kebutuhan tersebut seharusnya dapat dipenuhi oleh para guru di sekolah karena sebagian waktu mereka ada di sekolah dan memadukannya dengan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Diharapkan dengan dipadukannya nilai-nilai intelektualitas dan agama, pola pikir dan perilaku para siswa MAN akan mencerminkan hal tersebut. Para siswa MAN 1 yang terbiasa berinteraksi dengan ilmu-ilmu yang banyak mengkaji permasalahan agama, memiliki sejumlah pengetahuan yang diharapkan dapat diresapi, diimplementasikan dalam berperilaku dan memiliki -2- sikap dalam menjalankan pergaulannya. Sekolah ini memiliki aturan-aturan yang wajib ditegakkan oleh seluruh siswa. Hal tersebut tidak untuk mengikat atau memberikan tekanan pada siswa, tetapi untuk mengajarkan kedisiplinan, pengendalian diri, dan kebaikan lainnya agar siswa terbiasa dengan kehidupan sehari-hari yang syarat dengan nuansa keagamaan. Contohnya semua siswi diwajibkan untuk menggunakan jilbab. Hubungan antar teman lawan jenis pun dibatasi seperti adanya pengaturan duduk di kelas antar lawan jenis. Disamping itu MAN memiliki sejumlah kegiatan ekstrakulikuler seperti:GARIS (Gabungan Remaja Islam), OSIS, Pramuka, Paskibraka, KIR, kesenian, PA Mapaya, olah raga, dan beladiri. Kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan minat siswa dan mengarahkannya pada kegiatan yang positif. Mereka dapat mengisi waktu dengan hal-hal yang berguna tanpa melakukan kegiatan yang dapat membuat khawatir para orang tua, guru, dan masyarakat. Untuk memperteguh keimanan siswa, maka setiap harinya diadakan siraman rohani berupa pengajian yang dilakukan setiap hari sebelum waktu belajar dimulai. Cara pelaksanaannya, surat-surat Juz ‘Amma (seperti Q.S. Al Balad, Q.S. Al Fajr, Q.S Ath Thoriq, dan lain-lain) dibaca setiap hari secara bersama-sama sebelum mulai belajar, dan diakhir semester akan diadakan tes hapalan surat-surat Juz ‘Amma sebagai bahan pertimbangan kenaikan kelas, penambahan waktu pelajaran agama pun ditambah dari 2 jam menjadi 10 jam yang terbagi menjadi pelajaran aqidah, akhlak, bahasa arab, dan sejarah kebudayaan Islam. Kemudian setiap hari jumat, akan diadakan sholat berjamaah, dan bagi siswa yang belum lancar mengaji akan diadakan les tambahan pada sore hari. Pada tembok kelas pun banyak ditempel tulisan-tulisan yang senantiasa -3- mengingatkan siswanya agar berkelakuan baik, menjaga sikap, selalu mengingat Allah, seperti: “Jadilah manusia yang selalu menampilkan yang terbaik “ atau “ Berdzikirlah! Allah mencintai orang yang berdzikir kepadaNya.” MAN 1 selama ini selalu berusaha mengembangkan pola pikir para siswa secara komprehensif dengan memadukan antara kebiasaan berpikir ilmiah dengan melibatkan nilai-nilai agama yang diharapkan para siswa dapat berpikir, merasakan dan bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam sebagai wujud religiusitasnya. Tetapi kenyataannya walaupun berbagai upaya pendekatan agama dan suasana sekolah sudah sarat dengan kehidupan agamis namun pada pelaksanaannnya dan dalam kesehariannya masih belum terwujudkan tujuan yang dikehendaki itu. Terlihat dari sebagian dari mereka yang masih malas sholat lima waktu sehingga sering meninggalkannya, jarang melaksanakan puasa senin-kamis, tidak mengikuti pengajian bersama di kelas, tidak melakukan aktivitas keagamaan di luar sekolah seperti mengikuti pasantren, tidak mendengarkan ceramah keagamaan, memiliki perasaan jauh dari Tuhan dan rendahnya menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari seperti kurang hormat pada guru, melakukan perbuatan yang undisipliner seperti datang terlambat, kabur pada jamjam sekolah, bermain bola saat KBM. Sekolah ini selalu berusaha untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik setiap saatnya. Para siswa yang melakukan pelanggaran bukan berarti tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang, tetapi pada diri mereka kurang adanya penghayatan terhadap nilai-nilai agama sehingga tidak tercermin dalam bentuk sikap konkrit sebagai bentuk penghayatan. Kurangnya penghayatan -4- pada diri mereka yang terlihat dari berbagai perbuatan seksual yang mereka lakukan dimana sudah berada dalam batas yang mengkhawatirkan. Dalam rangka memberikan informasi yang sebenar-benarnya pada siswa mengenai interaksi dengan lawan jenis, maka setiap sebulan sekali diadakan bimbingan dan penyuluhan yang diisi oleh guru BP atau pembicara yang didatangkan dari luar. Isi materi yang disampaikan setiap bulannya berlainan, tetapi topik yang selalu menarik perhatian siswa adalah mengenai pergaulan mereka dengan teman sesama jenis atau lawan jenis. Sesi ini sering mereka gunakan untuk bertanya atau menceritakan pengalaman masing-masing tentang perilaku pacaran yang telah mereka lakukan. Berdasarkan survey awal berupa angket yang disebarkan terhadap tiga kelas siswa kelas dua sebanyak 104 siswa diketahui bahwa lima puluh persen telah melakukan perilaku seksual pranikah seperti belai, cium, dan lain-lain. Seharusnya semua yang mereka lakukan hanya dapat dilakukan dalam bingkai pernikahan. Kenyataan ini menyebabkan sebagian besar mereka mencoba menggantikan hubungan pernikahan dengan hubungan pacaran yang tetap melibatkan seks. Sesuai hasil wawancara, mereka akan melakukan hal tersebut untuk memenuhi dorongan seksualnya. Mereka tidak keberatan untuk melakukan perilaku seksual pranikah bila menghendakinya, mereka juga meyakini bahwa hal tersebut wajar untuk zaman sekarang dan bahkan tidak akan menyesali seandainya perilaku tersebut dilakukan. Asalkan didasari suka sama suka, tidak akan menjadi masalah untuk melakukannya. Sikap permisif yang remaja tampilkan saat ini biasanya didahului oleh informasi tentang seks yang tidak benar dan penghayatan mereka terhadap nilai-nilai agama yang kurang. Kemudian faktor situasional yang -5- diduga berperan penting dalam memunculkan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Longgarnya sangsi moral di masyarakat, menjadikan perubahan pandangan dan semakin bertambahnya kecenderungan remaja yang ingin melakukan perilaku seksual pranikah. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan guru pembimbing, ditemukan setiap per lima tahun sepuluh siswi hamil di luar nikah. Resikonya tentu mereka akan dikeluarkan oleh pihak sekolah atau mengundurkan diri. Selain itu setiap dua bulan sekali sekolah ini biasa mengadakan razia yang dilakukan oleh siswa OSIS. Pada razia ini kerap ditemukan benda-benda yang tidak seharusnya dimiliki dan dilihat yaitu VCD porno. Apabila terlihat pelanggaranpelanggaran, sekolah akan memberikan sangsi berupa pemanggilan orang tua, diskors dua sampai tiga hari, sampai yang terberat yaitu dikeluarkan. Ginekolog dan konsultan seks Dr.Boyke Dian Nugraha SpOG remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah tidak bisa dibeda-bedakan antara kota besar dan kota kecil. Adapun berawal dari interaksi dengan lawan jenis yang kemudian dilanjutkan dengan berpacaran. Proses tersebut bagi sebagian kalangan merupakan hal yang wajar dan penting bagi pengembangan aspek kematangan emosional remaja itu sendiri. Seperti yang dikemukakan Havigrust (Hurlock, 1994:10) bahwa pada remaja adanya pencapaian hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita dengan tujuan untuk mengetahui hal ikhwal lawan jenis dan bagaimana harus bergaul dengan mereka. Sayangnya, dalam proses tersebut terjadi pelanggaran rambu-rambu hingga berlebihan, apalagi remaja yang sedang dalam tahap perkembangan psikologis dan biologis, bila dorongan-dorongan dalam diri tidak dikontrol maka remaja akan mudah -6- terjerebab pada perbuatan amoral. Agar perilaku remaja tidak keluar batas sehingga hanya penyesalan yang dirasakan para remaja, Boyke yang sehari-hari bertugas di RS Dharmais Jakarta ini mengingatkan para remaja untuk memiliki ‘rem’ berupa keimanan. Iman merupakan rem yang paling pakem dalam berpacaran. Penilaian terhadap kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. “ Mereka yang menuntut hal-hal yang melanggar norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi pasangan yang baik,” begitu penuturannya. Sesuai dengan visi sekolah yaitu unggul dalam berprestasi, mampu mengikuti perkembangan IPTEK, teladan dalam imtaq dan akhlak, pelopor dalam mewujudkan masyarakat madani yang Islami, tentu permasalahan diatas terlihat kontradiktif. Kemudian hal ini tentu menarik untuk diketahui bagaimana sikap dan pandangan siswa-siswi MAN 1 mengenai perilaku seksual yang marak terjadi di kalangan teman-teman sebayanya mengingat selama ini mereka dihadapkan pada metode pendidikan dan suasana sekolah yang sarat dengan perbaikan budi pekerti dan menjunjung tinggi kemuliaan akhlak. Walaupun tidak bisa dijadikan generalisasi bahwa kebanyakan siswa memiliki pandangan dan kecenderungan untuk berperilaku yang sama, namun untuk mengetahui sejauhmana toleransi dan kecenderungan mereka untuk melakukannya, dapat dilihat melalui sikap mereka terhadap menggejalanya perilaku seksual tersebut. Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul, ”Hubungan Antara Religiusitas Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. -7- 1.2. Identifikasi Masalah Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik remaja mengalami pertumbuhan yang pesat, dan sudah menyamai fisik orang dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara oleh perkembangan psikologisnya. Kondisi ini menyebabkan remaja mengalami kelabilan. Melihat kondisi yang seperti itu maka diperlukan berbagai upaya pendekatan, pengarahan, dan pendidikan pada remaja. Salah satunya melalui pendekatan keagamaan. Melalui pemetaan nilai-nilai ajaran agama yang lengkap dan utuh, setidaknya akan memberikan kesadaran bagi remaja untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Remaja MAN 1 yang mengikuti berbagai kegiatan keagamaan di sekolah disinyalir mencerminkan adanya bentuk awal penghayatan terhadap agamanya. Ditambah lagi remaja MAN 1 mendapatkan situasi kondusif yang akan memfasilitasi mereka untuk memiliki religiusitas yang baik. Religiusitas adalah tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Yang dimaksud tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, dan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh sehingga tersedia berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius, sesuai dengan dimensi-dimensi yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualitas, dimensi intelektualitas, dimensi eksperiansial, dan dimensi konsekuensial (Glock & Stark, 1971:19). Kelima dimensi ini saling berhubungan satu sama lain. Apabila -8- hanya berlaku sebagian maka dapat dikatakan seseorang memiliki religiusitas yang rendah, artinya individu belum mampu menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan dalam sikap dan perilakunya. Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang semakin matang, maka muncul pula dorongan biologis yang dirasakan oleh remaja. Keadaan ini harus disikapi dengan sikap yang bijak dan pengendalian, karena bila tidak, maka akan menimbulkan suatu perilaku yang melanggar norma agama yaitu perilaku seksual pranikah, seperti: pegangan tangan, pelukan, berciuman, perabaan, petting, oral seks, sampai intercourse (Irawati Imran, 2000:40). Sikap permisif yang remaja tampilkan ini biasanya dikarenakan faktor personal dan situasional. Sebelum seseorang menampilkan tingkah laku, tentu ada unsur sikap yang menyertainya, dengan demikian, timbulnya perasaan yang menyenangkan serta keinginan untuk melakukan, nantinya akan memunculkan bagaimana kecenderungan siswa tersebut dalam melakukan perilaku seksual pranikah. Jadi yang dimaksud sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah bagaimana siswa mempunyai kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sejauh mana hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. 1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. -9- Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mencari data empiris mengenai hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi yang dapat dipertanggungjawabkan bagi ilmu psikologi dan merangsang penelitian selanjutnya mengenai hubungan religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah dalam lingkup yang lebih luas. Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian diharapkan akan memberikan informasi bagi pihak MAN 1 tentang sejauh mana tingkat religiusitas dan sikap siswa terhadap perilaku seksual pranikah. Gambaran serta informasi mengenai sikap terhadap perilaku seksual ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak sekolah untuk dapat mengevaluasi mengenai efektifitas pendidikan agama dalam rangka membangun akhlak siswa. - 10 - BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Religi/Agama Emile Durkheim (Glock and Stark,1965;2) mengemukakan: A relegion is a unified system of beliefs and practices relative to sacred things, that is to say, things set apart and forbidden – beliefs and practices which unite into one single moral community called a church, all who those adhere to them. Religi/agama merupakan kesatuan sistem yang terdiri dari keyakinankeyakinan dan praktek-praktek yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral, yang dapat dikatakan, sebagai suatu yang diletakkan terpisah dan terlarang – keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang disatukan dalam sebuah komunitas moral tunggal yang disebut gereja, dimana mereka setia berpegang kepadanya. Harun Nasution (1973;10) mengemukakan pengertian agama sebagai berikut: Intisari pengertian religi/agama menurut asal katanya Religare/Religere, adalah ikatan, karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebiah tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. - 11 - Menurut Glock dan Stark (1965), religi/agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai paling maknawi (ultimate meaning). Jadi yang dimaksud dengan agama adalah ikatan yang dirasakan oleh seseorang sebagai sesuatu yang berasal dari Tuhan, yang berisi keyakinankeyakinan dan praktek-praktek ritual yang harus dipatuhi oleh penganutnya, dan mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam kehidupan penganutnya. 2.1.1 Pengertian Religiusitas Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah umat manusia adalah fenomena religiusitas (keberagamaan). Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tetapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu religiusitas seseorang akan meliputi berbagai macam sisi dan dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Religiusitas adalah tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya (Glock & Stark,1971:19). Yang dimaksud tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga tersedia berbagai cara bagi - 12 - individu untuk menjadi religius. Agar religiusitas dipahami secara menyeluruh maka menurut Glock & Stark (Robertson,1988) ada lima macam dimensi religiusitas, yaitu dimensi ritualitas, dimensi ideologis, dimensi intelektualitas, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial. 2.1.2 Dimensi-dimensi Religiusitas Menurut Glock dan Stark (Robertson,1988;27) ada lima macam dimensi religiusitas, yaitu dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi keyakinan (ideologis), dimensi pengetahuan agama (intelektual), dimensi pengalaman (eksperiensial). 1. Dimensi ritualitas, mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu: a.Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci, dimana semua agama mengharapkan para pemeluknya melaksanakannya. b.Ketaatan, ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi. 2. Dimensi Ideologis berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, - 13 - isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agamaagama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. 3. Dimensi Intelektual, mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. 4. Dimensi Eksperiensial, dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil dengan suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dan otoritas transendental. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (pertemuan/mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). 5. Dimensi Konsekuensial, konsekuensi komitmen agama berbeda dengan keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat0akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah ‘kerja’ dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama. - 14 - Dimensi-dimensi tersebut harus saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk religiusitas. Apabila hanya berlaku sebagian maka dapat dikatakan seseorang memiliki religiusitas yang rendah, artinya individu belum mampu menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan dalam sikap dan perilakunya. 2.1.3. Perspektif Islam tentang Religiusitas Islam menyuruh umatnya untuk beragama (berislam) secara menyeluruh, seperti yang tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Setiap muslim, baik dalam berpikir, bersikap meupun bertindak, diperintahkan untuk berislam. Dalam melakukan aktivitas ekonomi, sosial, politik, atau aktivitas apapun, seorang muslim diperintahkan untuk melakukannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Di mana pun dan dalam keadan apa pun, setiap muslim hendaknya berislam. Esensi Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tinadakan yang menegaskan Allah sebagai Yang Esa, Pencipta yang Mutlak dan Transenden, Penguasa segala yang Ada. Tauhid adalah intisari Islam dan suatu tindakan tak dapat disebut sebgai bernilai Islam tanpa dilandasi oleh kepercayaan kepada Allah. Di samping tauhid atau akidah, dalam Islam juga ada syariah dan akhlak. Endang Saifuddin Anshari (1980) mengungkapkan bahwa pada dasarnya Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, di mana tiga bagian - 15 - tadi satu sama lain saling berhubungan. Akidah adalah sistem kepercayaan dan dasar bagi syariah dan akhlak. Tidak ada syariah dan akhlak Islam tanpa akidah Islam. Sesuaikah pembagian dimensi ritualistas Glock & Stark dengan Islam? Konsep religiusitas versi Glock & Stark mencoba melihat religiusitas seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tapi mencoba memperhatikan segala dimensi. Keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula. Karena itu, hanya konsep yang mampu memberi penjelasan tentang kemenyuluruhan yang mampu memahami ritualitas umat Islam. Untuk memahami Islam dan umat Islam, konsep yang tepat adalah konsep yang mampu memahami adanya beragam dimensi dalam berislam. Rumusan Glock & Stark yang membagi ritualitas menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu mempunyai kesesuaian dengan Islam, seperti diterangkan di bawah ini: 1. Dimensi Ritualitas dapat disejajarkan dengan Syariah. Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam keberislaman, dimensi peribadatan menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa, dzikir, qurban, i’tikaf di mesjid pada bulan puasa, dan lain sebagainya. 2. Dimensi Ideologis dapat disejajarkan dengan Akidah Islam. Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang - 16 - bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam keberislaman, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para Malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha dan qadar. 3. Dimensi Intelektual atau Ilmu Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman Muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya. Dalam keberislaman, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Islam dan rukun iman), hukum-hukum Islam, sejarah Islam dan lain sebagainya. 4. Dimensi Eksperiensial dapat disejajarkan dengan Ihsan. Hal ini menunjuk pada seberapa jauh tingkat Muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam keberislaman, dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat/akrab dengan Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan bertawakal (pasrah diri secara positif) kepada Allah, perasaan khusuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah. 5. Dimensi Konsekuensial dapat disejajarkan dengan Akhlak. Hal ini menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dalam berislam, dimensi ini meliputi perilaku - 17 - suka menolong, jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual. 2.1.4. Hubungan Antar Dimensi Akidah sendiri pada dasarnya sudah tertanam sejak manusia ada dalam alam azali (pra-kelahiran). Akidah akan terpelihara dengan baik apabila perjalanan hidup seseorang diwarnai dengan penanaman tauhid secara memadai. Sebaliknya, bila perjalanan hidup seseorang diwarnai pengingkaran terhadap apa yang telah Allah ajarkan pada zaman azali, maka ketauhidan seseorang bisa rusak. Oleh karena itu, agar akidah seseorang terpelihara, maka ia harus mendapatkan penjelasan tentang akidah itu dari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi). Dengan informasi yang benar tentang akidah, maka janji manusia untuk mengakui kekuasaan Tuhan akan tetap terpelihara. Dalam hal ini agar ketauhidan terjaga, maka orang harus melengkapinya dengan pengetahuan (dimensi intelektual) tentang akidah. Agak berbeda dengan tauhid yang telah ada sejak zaman azali, maka syariah (dimensi ritualitas) dan akhlak (dimensi konsekuensial) harus dipelajari dengan sadar dan sengaja oleh manusia. Manusia harus berusaha untuk mengumpulkan ilmu tentang bagaimana sesungguhnya syariah Islam dan akhlak Islam. Karena itu, sebelum seseorang mewujudkan dimensi ritual agama (syariah) dan konsekuensial (akhlak), maka ia harus mendahulukan dimensi intelektual (ilmu). Dimensi intelektual adalah prasyarat terlaksananya dimensi ritualitas dan dimensi konsekuensial. Ilmu adalah prayarat syariah dan akhlak. - 18 - 2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas Seseorang Perkembangan religiusitas seseorang selain ditentukan oleh faktor ekstern juga ditentukan oleh faktor intern. Secara garis besar faktor-faktor tersebut terdiri dari keluarga, tingkat usia, institusi pendidikan dan masyarakat luas (Mc Guire,1981;24). 1. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Bagi setiap orang, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. Dengan demikian kehidupan keluarga merupakan dan menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan konsep religiusitas seseorang. Sigmund Freud dengan konsep father Image menyatakan bahwa perkembangan religiusitas seseorang dipengaruhi oleh citra orang tersebut terhadap ayahnya. Jika seorang ayah menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik, maka anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku sang ayah pada dirinya. Demikian pula sebaliknya jika ayah menampilkan sikap buruk, juga akan ikut berpengaruh terhadap pembentukan religiusitas seseorang. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan religiusitas seseorang dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan konsep religiusitas tersebut, orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, seperti mengazankan ketika bayi baru saja lahir, menyelenggarakan akikah, memberi nama yang baik dan membiasakannya untuk shalat pada usia 7 tahun serta memberikannya hukuman yang mendidik ketika pada usia 10 tahun ia tidak - 19 - mengerjakan shalat (Jalaluddin,1996;221). Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan religiusitas seseorang. 2. Tingkat Usia Dalam buku The Development of Religious on Children, Ernest Ham (Jalaluddin,1996;215) mengungkapkan bahwa perkembangan religiusitas seseorang berjalan sesuai dengan tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh berbagai aspek kejiwaan termasuk perkembangan berpikir. Seorang anak yang menginjak usia berpikir kritis, akan lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Seorang remaja yang sudah berkembang aspek-aspek seksualnya, religiusitasnya akan dipengaruhi oleh perkembangan seksualnya. Seorang dewasa yang mulai mencari dan memahami ajaran agama berdasarkan kebutuhannya akan nilai hidup yang hakiki, akan dipengaruhi pula religiusitasnya. Menurut Starbuck (Thouless,1992;203) usia dewasa merupakan rentang usia terjadinya koversi agama, seperti yang terjadi pada Sidharta Gautama, Martin Luther bahkan Imam Al-Ghazali. Hubungan antara perkembangan usia dengan perkembangan religiusitas tampaknya tak dapat dihilangkan begitu saja. Berbagai penelitian psikologi agama menunjukkan adanya hubungan tersebut, meskipun usia bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan religiusitas seseorang. Yang jelas kenyataan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pemahaman agama pada tingkat usia yang berbeda. - 20 - 3. Institusi Pendidikan Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam membantu perkembangan religiusitas seseorang. Menurut Singgih Gunarsa (1989;96) pengaruh pendidikan formal terhadap religiusitas dapat dibangun melalui tiga kelompok, yaitu kurikulum dan siswa, hubungan guru dan siswa dan hubungan antar siswa. Pada prinsipnya pendidikan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Dalam ketiga kelompok itu secara umum tersirat unsur-unsur yang menopang bagi terbentuknya religiusitas yang baik. Kurikulum yang mengikutsertakan pendidikan agama, moral dan normanorma perilaku akan membiasakan siswa untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang telah dipelajarinya di sekolah. Hubungan guru dan siswa, serta siswa dengan siswa yang harmonis disertai keteladanan guru sebagai unsur yang penting bagi pembiasaan perilaku siswa untuk selalu menghormati orang lain, akan berdampak dan sangat berperan dalam usaha menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dalam pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan religiusitas seseorang. 4. Lingkungan Masyarakat Setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu seseorang dihabiskan di luar rumah. Berbeda dengan situasi di rumah dan sekolah, umumnya pergaulan di masyarakat kurang menekankan pada disiplin atau aturan yang dipatui secara ketat. Meskipun tampaknya longgar namun kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya. Karena itu setiap - 21 - warga berusaha untuk menyelesaikan sikap dan tingkah lakunya sesuai norma dan nilai-nilai yang ada. Dengan demikian kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama. Sepintas lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung umsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka (Barnadib,1987;117), tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan religiusitas, baik dalam bentuk positif maupun negatif. Misalnya lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan religiusitas seseorang, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaan. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan berpengaruh dalam pembentukan religiusitas warganya. Sebaliknya dalam lingkungan masyarakat yang lebih cair bahkan cenderung sekuler, kondisi seperti itu jarang dijumpai. Kehidupan warganya lebih longgar, sehingga diperkirakan turut mempengaruhi kondisi kehidupan keagamaan warganya. 2.1.6. Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa Juvenilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangannya itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut. - 22 - Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck (Jalaluddin,2004) adalah: a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanakkanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Allport, Gillesphy, dan Young menunjukkan bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya, agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan mereka. b. Perkembangan Perasaan Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong - 23 - oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif. c. Pertimbangan Sosial Corak keagamaan para remaja ditandai oleh adanya pertimbangan soaial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis. d. Perkembangan Moral Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi: 1. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi. 2. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik. 3. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama. 4. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral. 5. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat. e. Sikap dan Minat Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya). f. Ibadah - 24 - Pandangan remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan sekitar 17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi. 2.2. Pengertian Sikap Joe Kelly (1974;212) mengemukakan: “Attitude may defined asa a predisposition or tendency of a person to evaluate some symbol, person, place or thing in a favorable or unfavorable manner.” Sikap didefinisikan sebagai predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk mengevaluasi atau menilai sejumlah simbol, orang, tempat atau sesuatu yang lain sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Louis Thurstone dan Charles Osgood (Azwar,1988;3) mengatakan bahwa sikap adalah sesuatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun Perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut. Jadi yang dimaksud dengan sikap adalah objek, orang, konsep, dan sebagainya, dengan cara mendukung atau tidak mendukung objek, orang dan konsep tersebut. 2.2.1. Karakteristik Sikap Sax (Azwar,1988;9) menunjukkan beberapa karakteristik sikap, meliputi arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitasnya. Sikap mempunyai arah - 25 - yang berarti bahwa sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui atau tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap suatu objek sikap. Seseorang yang mempunyai sikap mendukung terhadap suatu objek sikap berarti mempunyai sikap yang berarah positif terhadap objek tersebut, seseorang yang tidak mendukung sesuatu objek sikap berarti mempunyai sikap yang berarah negatif terhadap objek tersebut. Karakteristik sikap yang kedua adalah intensitas atau kekuatan sikap pada setiap orang belum tentu sama. Dua orang yang sama-sama mempunyai sikap positif terhadap sesuatu, mungkin tidak sama intensitasnya, dalam arti tingkat kepositifan sikap mereka berbeda. Dimana satu bersikap positif dan yang lainnya bersikap lebih positif. Begitu juga dengan sikap negatif, terdapat tingkatan yang berbeda-bada kenegatifannya. Keluasan adalah karakteristik sikap berikutnya. Keluasan menunjuk kepada luas tidaknya cakupan objek sikap yang disetujui atau tidak disetujui oleh seseorang. Seseorang dapat mempunyai sikap mendukung terhadap suatu objek secara menyeluruh, yaitu terhadap semua aspek yang ada pada objek sikap tersebut atau hanya pada sebagian saja. Demikian juga pada sikap negatif, dapat meliputi sebagian besar atau semua objek sikap tersebut dan dapat pula hanya terbatas pada satu atau dua aspek dari objek tersebut. Karakteristik sikap yang keempat adalah konsistensi. Konsistensi sikap ditunjukkan oleh kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan oleh subjek dengan responnya terhadap objek sikap. Konsistensi sikap juga ditunjukkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. Seseorang dapat saja - 26 - mempunyai sikap yang tidak konsisten apabila ia menyatakan setuju pada sesuatu tetapi sekaligus juga mengatakan tidak mendukung objek tersebut. Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu sejauh mana kesiapan subjek untuk mengatakan sikapnya secara spontan. Suatu sikap dikatakan mempunyai spontanitas yang tinggi apabila sikap dinyatakan tanpa perlu mengadakan pengungkapan atau desakan agar subjek menyatakan sikapnya. 2.2.2. Objek Sikap Sikap seseorang akan muncul dan tertangkap oleh orang lain apabila dihadapkan pada suatu objek. Jadi adanya sikap karena adanya objek yang dihadapkan pada diri seseorang. Objek sikap dapat terdiri dari hal-hal yang abstrak seperti ide, loyalitas, moralitas, filosofi, religi, dan sebagainya. Selain itu dapat pula terdiri dari hal yang nyata seperti manusia, peristiwa di sekeliling kita, kelompok sosial, institusi, karya seni dan sebagainya. 2.2.3. Komponen Sikap Sikap merupakan suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Setiap komponen berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Perubahan pada satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lain. Misalnya, perubahan pengetahuan mengenai suatu objek akan mempengaruhi perasaan dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek sikap tersebut. - 27 - a. Kognitif Merupakan pikiran, keyakinan, dan ide-ide individu tentang suatu objek. Termasuk dalam hal ini adalah baik dan buruk, penting dan tidak penting, sesuai dan tidak sesuai mengenai suatu objek. Kognisi merupakan persepsi mengenai hubungan dua objek yang berarti. b. Afektif Menyangkut unsur perasaan terhadap suatu objek, misalnya perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Pada umumnya sesuatu yang diyakini akan lebih disukai daripada sesuatu yang tidak diyakini. c. Konatif Merupakan kecenderungan untuk bertindak yang diarahkan pada suatu tujuan. Dalam menentukan respon terhadap suatu objek, individu sampai pada kecenderungan bertindak serta mengarahkan tindakannya. Individu yang mempunyai sikap positif pada suatu objek, tingkah lakunya diarahkan kepada objek tersebut, sedangkan jika sikapnya terhadap suatu objek negatif, maka ia akan menghindarinya. Setiap komponen sikap memiliki valensi dan tingkatan multipleksitas yang berbeda-beda. Valensi merupakan karakteristik setiap komponen sikap. Komponen kognitif berkisar antara sesuai dan tidak sesuai, komponen afektif berkisar antara positif dan negatif, sedangkan kompone konatif merupakan kecenderungan untuk mendekati atau menjauhi suatu objek. Multipleksitas menunjukkan perbedaan tingkat valensi dari setiap komponen. Pada setiap individu, tingkat multipleksitas dan valensinya berbeda untuk setiap komponen - 28 - 2.2.4 Interaksi Komponen-Komponen Sikap Shaver (dalam Mar’at, 1981) menjelaskan mengenai interaksi antara komponen-komponen sikap, yaitu bahwa predisposisi untuk bertindak senang maupun tidak senang terhadap objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan objek. Komponen afeksi akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan (senang atau tidak senang) terhadap objek. Komponen Konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem kognitif, yang berarti bahwa apa yang dipirkan manusia tidak akan terlepas dari perasaannya. Lebih lanjur Shaver menerangkan interaksi yang terjadi antara komponenkomponen sikap, yaitu sebagai berikut; di dalam komponen kognisi terdapat persepsi yang merupakan proses pengamatan individu terhadap suatu objek psikologik. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya mengenai objek psikologik. Faktor pengalaman dan proses belajar memberikan bentuk dan struktur mengenai objek, sedangkan cakrawala dan pengetahuan memberikan arti terhadap objek psikologik tersebut. Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide dan kemudian menjadi konsep mengenai objek, setelah itu berdasarkan norma dan nilai yang dimiliki individu akan terbentuk kepercayaan (belief) terhadap objek tersebut. Selanjutnya setelah terbentuk kepercayaan maka komponen afeksi akan memberikan evaluasi emosional (senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju) terhadap objek psikologik tersebut. Setelah komponen afektif memberikan penilaian, maka tahap - 29 - selanjutnya berperan komponen konasi yang menentukan kesediaan atau kesiapan individu untuk melakukan tindakan terhadap objek psikologik. Apabila salah satu dari komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lainya, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi tersebut dapat tercapai kembali. Contohnya daging kuda, informasi mengenai bahaya memakan daging kuda (misalnya saja) disertai dengan sugersti bahwa rasa daging kuda tidak enak, akan memperkuat sikap negatif individu terhadap daging kuda sehingga ia tidak ingin memakannya. Ini berarti terdapat keseimbangan antara komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatifnya. Akan tetapi bila tanpa sengaja individu tersebut mencicipi daging kuda yang telah dibuat bistik dan menemui bistik tersebut sungguh lezat, maka akan terjadi ketidakkonsistenan dalam interaksi komponen sikapnya yang semuanya negatif. Ketidakkonsistenan komponen sikap ini terjadi karena setelah mencicipi bistik tersebut maka komponen kognitif individu yang semula mempersepsi daging kuda tidak enak berubah persepsi menjadi enak. Adanya perubahan ini diikuti oleh perubahan komnponen afektif dan komponen konatif sehingga ketidakkonsistenan tercapai kembali. Dalam hal ini sikap yang semula negati akan berangsur netral dan kemudian menjadi positif (Syaifuddin, 1988). Menurut Schuman dan Johnson (dalam Sri Mulyati, 1992) penelitianpenelitian yang diadakan untuk melihat interaksi antara komponen sikap serta korelasi antara sikap dan perilaku, menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian memberikan hasil positif. Dikatakan pula bahwa perilaku yang konsisten tidak akan muncul apabila komponen afeksi dan kognisi dari sikap saling bertentangan. - 30 - 2.3. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Dalam Modul Pendidian Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI (Irawati Imran,2000:32), perilaku seksual pranikah adalah perilaku yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. 2.3.1. Bentuk Perilaku Seksual Pranikah Dalam Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI (Irawati Imran,2000:40), bentuk-bentuk perilaku seksual adalah: 1. Berpegangan Tangan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan seksual berupa sentuhan. 2. Berpelukan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan seksual berupa rangkulan tangan dengan tubuh. 3. Cium kering, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi dengan bibir, atau bibir dengn kening. 4. Cium basah, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir. 5. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual. 6. Oral sex, yaitu memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. 7. Petting, yaitu bersenggama tanpa memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita. 8. Sexual intercourse, yaitu aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita. - 31 - 2.3.2. Dampak Perlaku Seksual Pranikah Berdasarkan Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI (Irawati Imran,2000:38), setiap bentuk perilaku seksual pranikah memiliki dampak, yaitu: 1) Dampak berpegangan tangan Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual individu dapat tercapai). Umumnya jika individu berpegangan tangan, maka muncul getaran-getaran romantis atau perasaan-perasaan aman atau nyaman. 2) Dampak berpelukan Secara psikologis, perilaku seksual ini dapat menimbulkan rangsangan seksual (terutama jika mengenai daerah erogenous) pada individu. 3) Dampak cium kering Perilaku sesual ini dapat membuat imajinasi atau fantasi seksual berkembang serta menimbulkan keinginan untuk melanjutkan bentuk perilaku seksual lainnya yang lebih dapat “dinikmati”. 4) Dampak cium basah Perilaku seksual ini dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. Individu akan mudah melakukan aktivitas seksual selanjutnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting, bahkan sampai hubungan intim. 5) Dampak meraba Perilaku seksual ini dapat membuat individu terangsang secara seksual (sehingga melemahkan kontrol dorongan dan akal sehat) akibatnya bisa - 32 - melakukan aktivitas selanjutanya (cumbuan berat dan intercourse) namun bila dilakukan dengan terpaksa dapat memunculkan perasaan ‘dilecehkan’. 6) Dampak petting Perilaku seksual ini sangat mendekati dengan perilaku sexual intercourse. Oleh karena itu individu yang telah melakukan petting dapat berlanjut melakukan sexual intercourse. Perilaku seksual ini dianggap tabu jika dilakukan sebeum menikah sehingga dapat menimbulkan perasaan cemas dan bersalah setelah seseorang melakukannya. Perilaku petting dengan cara-cara tertentu dapat menyebabkan robeknya selaput dara pada wanita. Selain itu perilaku ini juga dapat menyebabkan kehamilan walau kemungkinannya sangat kecil. 7) Dampak oral sex Secara medis perilaku seksual ini bisa menyebabkan individu terkena penyakit (radang tenggorokan atau pencernaan) bahkan jika pasangan mengidap PMS (Penyakit Menular Seksual). Secara psikologis, perilaku ini dapat menimbulkan perasaan cemas dan bersalah karena perilaku ini dianggap tabu jika dilakukan sebelum menikah. Seperti halnya petting, perilaku seksual ini juga dapat membuat individu berlanjut ke sexual intercourse. Dampak yang paling berat dari perilaku ini adalah dapat menyebabkan penyimpangan seksual jika oral sex lebih memenuhi kebutuhan seksual seseorang dibandingkan sexual intercourse. 8) Dampak sexual intercourse Secara medis sexual intercourse dapat menyebabkan kehamilan, terkena PMS dan HIV/AIDS, infeksi saluran reproduksi dan berbagai penyakit seksual - 33 - lainnya. Selain itu perilaku ini dapat menyebabkan robeknya selaput dara yang masih dianggap sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Secara psikologis, perilaku seksual ini dapat menimbulkan perasaan takut, berdosa, dan menyesal terutama pada saat melakukan pertama kali. Perasaanperasaan ini bahkan terbawa hingga individu menikah kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu tersebut (misalnya merasa terpaksa menikah, merasa tidak utuh lagi karena keperawanannya sudah hilang, dll). Pada wanita yang sudah melakukan sexual intercourse dapat menimbulkan perasaan takut untuk memutuskan hubungan dengan pasangannya sehingga muncul kecenderungan bergantung pada pasangannya. Sedangkan pada pria cenderung tidak lagi menghargai pasangannya bahkan memanfaatkan pasangannya untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Cinta yang semula menjadi landasan dalam melakukan perilaku ini dpat dikaburkan nafsu. Selain itu pada waita yang terlanjur hamil di luar nikah sedangkan ia dan pasangannya belum siap untuk menikah, dapat mendorong terjadinya aborsi dan merusak masa depan (terpaksa drop-out sekolah, merusak nama baik pribadi dan keluarga, dll). 2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah Dalam Modul Pendidikan Reproduksi Remaja-PKBI (Irawati Imran,2000:33), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja, antara lain: 1. Pengalaman Seksual Makin banyak pengalaman mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual. - 34 - Misalnya: media massa, obrolan dari teman sebaya tentang pengalaman seks, melihat orang-orang yang tengah pacaran. 2. Faktor kepribadian Harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, tolerance for stress, coping stress, kemampuan membuat keputusan, nilai-nilai yang dimilikinya. Remaja yang memiliki harga diri positif, mampu mengelola dorongan dan kebutuhannya secra adekuat, memiliki penghargaan yang kuat terhadap diri dan orang lain, mampu mempertimbangkan resiko perilaku sebelum mengambil keputusan, mampu mengikatkan diri pada teman sebaya secara sehat proporsional, cenderung dapat mencari penyaluran dorongan seksualnya secara sehat dan bertanggung jawab. 3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat tentang niai-nilai keagamaan, integrasi yang baik (konsisten antara nilai, sikap, perilaku) juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. 4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol afeksi/kehangatan, penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi Keluarga yang mampu berfungsi secara optimal mambantu remaja untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan cara selaras dengan norma dan nilai yang berlaku serta menyalurkan enegi psikis secara produktif. 5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif - 35 - cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab. 2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Selain agama, faktor lain yang turut menentukan terhadap sikap perilaku seksual pranikah adalah pendidikan dan jenis kelamin (Bell,1965:66). Hurlock (1973:278) menambahkan faktor lainnya yaitu jenis-jenis informasi mengenai seksual dan sikap dari orang-orang yang dianggap penting. Reiss (Bell,1965:30) mereka yang menerima informasi mengenai seksualitas dengan baik dan proporsional dari orang tua, guru, atau mereka yang diangap berwenang, memiliki sikap terhadap perilaku seksual yang favorable. Sikap yang menutu-nutupi atau mentabukan informasi mengenai seksual justru akan menyebabkan seseorang memiliki sikap yang unfavorable. Begitu juga dengan informasi yang didapat melalui cerita-cerita kotor dan pornografi. Sikap dari orang-orang yang dianggap berpengaruh dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap seksual seseorang. Ketika kontak sosial seseorang menjadi luas karena perkembangan usianya, pendidikan sikap yang ia terima dari rumah melalui contoh dari orang tuanya. 2.4. Pengertian Remaja Istilah ‘adolescence’ atau remaja berasal dari kata latin ‘adolescere’ (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja), yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif seperti halnya dengan orang-orang zaman purbakala, memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan - 36 - periode-periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja, antara lain Puberteit, Adolescentia, dan Youth. Istilah Puberteit dan Adolscentia berasal dari bahasa latin yang berarti: Puberteit adalah usia kedewasaan (The age of manhood) atau masa pertumbuhan di daerah tulang ‘pubic’ (di wilayah kemaluan). Dan Adolescentia adalah tumbuh ke arah kematangan. Kematangan disini tidak hanya berarti kemangan fisik tetapi terutama kematangan sosialpsikologis. Istilah ‘adolescence’, seperti yang digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget (Hurlock,1994:206) secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat-tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak integritas dengan masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan masalah puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial dewasa. Yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Menurut Hurlock (1994;206) lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat seseorang mencapai usia matang secara hukum. - 37 - 2.4.1. Batas Usia Remaja Mengenai batasan usia sendiri, para ahli memasukkannya ke dalam beberapa periode. Hurlock (1994:108), membagi masa kehidupan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Anak a. Masa awal, yaitu antara usia 2-6 tahun b. Masa akhir, yaitu antara usia 6-13 tahun (putri) dan usia 6-16 tahun (putra) 2. Remaja a. Remaja awal (early adolesence), yaitu antara usia 13-16/17 tahun b. Remaja akhir (late adolesence), yaitu mulai usia 16/17-18 tahun 3. Dewasa a. Dewasa dini, yaitu antara usia 18-40 tahun b. Dewasa madya, yaitu antara usia 40-60 tahun c. Dewasa lanjut, yaitu antara usia 60 tahun sampai dengan kematian Menurut Hurlock (1994:207), masa remaja ini disebut pula sebagai masa transisi, dimana akan terjadi suatu perubahan individu, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam periode masa transisi ini, remaja mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan bertingkah laku dan sikap kekanak-kanakan menuju tingkah laku dan sikap yang matang. Hal ini disebabkan karena pada masa ini banyak sekali perubahan, dimana setiap perubahan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan fisik dan psikisnya, maka dalam masa remaja ini perlu adanya usaha atau kesiapan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut. Artinya - 38 - diperlukan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan tersebut dan kesiapan dalam mengahadap reaksi atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya. 2.4.2. Tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan adalah hal yang harus dipelajari oleh seseorang dalam suatu periode tertentu dalam proses kehidupannya, agar hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Lebih lanjut lagi dapat diartikan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat, terhadap dirinya pada usia tertentu. Menurut Hurlock (1973:6) tugas-tugas perkembangan adalah sebagai berikut: a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya e. Mencapai kemandirian dalam suatu perekonomian f. Memilih dan menyiapkan diri dalam suatu pekerjaan g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Mengembangkan kemampuan intelektual dan konsep yang diperlukan untuk bersaing dengan warga negara lain i. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial j. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi - 39 - Dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan yang berhubungan dengan perilaku seksual dan sesuai dengan penelitian adalah pada nomor 1,2,7,9 dan 10. Dimana tugas perkembangan tersebut diperlukan agar remaja tidak bertingkah laku yang hanya didorong oleh dorongan seksualnya saja, tetapi dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat. 2.4.3. Perkembangan Seksual Remaja Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artia psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik. Diantara perubahan-perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berproduksinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada pria) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh. Karakteristik seks sekunder adalah sebagai berikut (Hurlock,1973:30): Pada anak perempuan 1. Pelebaran bahu yang diikuti dengan melebar dan membulatnya bentuk pinggul 2. Bentuk khas dari lengan dan kaki karena adanya lemak 3. Pertumbuhan payudara 4. Rambut kemaluan 5. Rambut wajah (tipis) di atas bibir, di atas pipi dan di ujung dagu 6. Rambut di lengan - 40 - 7. Perubahan suara dari titian nada tinggi ke nada rendah 8. Perubahan warna dan tekstur kulit Pada anak laki-laki 1. Pelebaran bahu karena bertambahnya berat otot, menjadikan tubuh (bagian atas) berbentuk segitiga 2. Bentuk khas dari lengan dan kaki karena perkembangan otot 3. Tonjolan kecil (puting) di sekitar kelenjar menyusui laki-laki 4. Rambut kemaluan menyebar sampai ke paha 5. Rambut wajah di sekitar atas bibir (kumis), di samping pipi (jambang) dan di dagu (jenggit) dan rambut di tenggorokan 6. Bulu-bulu tubuh di sekitar lengan, dada, dan bahu 7. Perubahan suara 8. Perubahan warna dan tekstur kulit Perubahan secara fisiologik ini erat kaitannya dengan perubahan terhadap kehidupan seksual remaja, dimana remaja mulai merasakan dorongan-dorongan atau hasrat terhadap seksual yang tidak ditemui pada masa kanak-kanak. Seiring dengan perubahan ini, menurut Hurlock (1973:207) remaja memiliki ciri karakteristik sebagai berikut: 1. Remaja mulai memiliki minat terhadap kehidupan terhadap kehidupan seksual. Mulai saat ini remaja mulai mencari informasi tentang seksual tetapi kebanyakan remaja merasa malu bertanya kepada orang tua ataupun guru sebaliknya orang tua atau guru merasa canggung dan kesulitan memberikan pengarahan tentang seks dari sumber-sumber yang terkadang kurang dapat dipertanggungjawabkan. - 41 - 2. Remaja mulai tertarik dengan lawan jenis. Dalam hal ini remaja selalu berusaha agar dapat menarik perhatian lawan jenis, ini berarti bahwa faktor penampilan adalah faktor utama bagi mereka. 3. Remaja mulai mengenal arti cinta dan mencoba mengekspresikan perasaan cintanya. Dalam mengekspresikan perasaan cintanya dapat bersifat nonfisikal seperti memberikan tanda mata, menjalin hubungan yang bersifat konstan, memberi kepercayaan ekspresi-ekspresi yang bersifat kencan dan perasaan cemburu. Perasaan cinta dapat pula diekspresikan secara fisikal seperti kissing, petting, dan sexual intercourse pranikah. Sejaln dengan meningkatnya minat terhadap kehidupan seksual, remaja selalu berusaha untuk mencari informasi objektif mengenai seks (Hurlock,1994:226). Oleh karena itu hal yang paling membahayakan adalah bila informasi yang diterima remaja berasal dari sumber yang kurang tepat yang merupakan akibat dari kekurangpahaman remaja terhadap masalah seputar seksual. 2.4.4. Tugas Perkembangan Remaja Sehubungan dengan terjadinya perubahan terhadap kehidupan seksual dan minat remaja untuk mengekspresikan dorongan seks remaja melakukan tugastugas perkembangan yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai kehidupan seksual dewasa di bawah ini terdapat beberapa tugas perkembangan remaja dalam kehidupan seksual yang dikemukakan oleh Hurlock (1973:209): 1. Remaja harus mendapatkan pengetahuan tentang seks dan bagaimana cara berperan sesuai dengan jenis kelamin secara baik, jelas dan benar. - 42 - Dimilikinya pengetahuan ini akan mendorong remaja untuk bertingkah laku seksual sesuai dengan norma-norma susila. Pengetahuan tentang seks itu meliputi banyak hal diantaranya harus mengetahui: a. Perubahan fisiologis Remaja harus menyadari bahwa diusianya sekarang ini akan terjadi perubahan fisiologis pada dirinya. Yang dimaksud perubahan fisiologis disini misalnya terjadi perubahan ciri-ciri kelamin sekunder dan primer seperti pembesaran buah dada, pinggul, perubahan tekstur kulit, suara dan tumbuhnya bulu-bulu di kemaluan. b. Mengetahui makna cinta Setelah melewati masa puber, remaja harus mengetahui apa itu makna cinta. Cinta itu melibatkan aspek emosional dan sosial sejalan dengan perkembangan fisik yang terjadi. c. Bentuk ekspresi cinta Dengan munculnya minat dengan lawan jenis, remaja juga harus tahu bagaimana mengekspresikan cintanya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan. d. Mengetahui arti perkawinan dan peran sebagai orang tua Pengetahuan mengenai makna perkawinan, tidak hanya mencakup aspek fisik tetapi juga aspek ekonomi dan hukum. Artinya remaja secara hukum sudah dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang dilakukannya, selain itu juga remaja secara ekonomi tidak bergantung lagi pada orang tua, dalam arti ia sudah dapat menghidupi dirinya sendiri. - 43 - e. Peran jenis kelamin remaja mengetahui peran sesuai jenis kelamin yang diterima oleh lingkungan yang mencakup peran sesuai dengan jenis kelamin dalam berkencan, berpacaran, perkawian, dan pada akhirnya peran sebagai orang tua. 2. Remaja harus memiliki siakp yang positif terhadap seks dan memiliki nilainilai yang dapat diterima oleh masyarakat untuk membimbing dan menentukan teman hidup atau membina keluarga kelak. Sikap yang positif terhadap seks dapat dipengaruhi oleh: a. Jenis informasi Sumber informasi tentang seks biasanya didapat oleh remaja dari orang tua, teman sebaya, buku-buku, dan saudara sekandungnya bahkan ada yang mendapatkannya dari buku-buku porno. Ketika remaja tidak memperoleh informasi yang benar tentang seks, mereka akan mencoba memuaskan rasa keingintahuannya dengan cara berekspresi melalui manipulasi objek cintanya, melakukan observasi langsung dengan lawan jenis, berusaha untung berhubungan intim dan oral contact. b. Sikap orang-orang yang berada di sekitarnya Sikap-sikap yang berkembang pada usia pembentukan akan mencerminkan sikap orang tua dan orang di sekitarnya mengenai masalah seksual meskipun dengan bertambahnya umur, lingkungan sosial akan bertambah luas tetapi sikap dasar yang telah terbentuk di lingkungan keluarga akan cenderung menonjol sepanjang hidupnya. - 44 - c. Pengalaman terdahulu Remaja akan selalu mempunyai pengalaman masa lau, sikap yang tidak menyenangkan dapat pula terbentuk apabila mereka ditekan untuk menghindari lawan jenisnya. Kejadian-kejadian traumatik dapat pula menyebabkan terbentuknya sikap tidak menyenangkan terhadap masalah seksual. Remaja harus lebih realistik dalam menentukan apa yang penting dan apa yang relatif tidak penting sehubungan dengan relasi dirinya dengan lawan jenisnya. Nilai ini akan berlaku seumur hidup dan tidak hanya sesaat. Nilai-nilai ini didapat dari hasil dating dan going steady. Kualitas nilai yang didapatkan itu bergantung pula pada jenis informasi yang ia peroleh, sikap orang-orang yang ada di sekitarnya dan pengalaman yang ia alami sebelumnya. Nilai-nilai dalam menentukan pasangan hidup disini adalah menyangkut: x Fisik yang menarik sesuai dengan standar kelompok x Berpenampilan rapi dan bergaya sesuai dengan standar kelompok x Memperlihatkan tingkah laku heteroseksual yang dapat diterima x Dapat bergaul diantara dua jenis kelamin x Memiliki tingkat pendidikan dan tingkat intelektual yang sama x Memiliki kepribadian yang matang x Berminat mambina keluarga dan melanjutkan keturunan x Memiliki minat yang sama x Memiliki kemampuan dalam mengelola keuangan - 45 - Hambatan yang mempersulit dalam tugas perkembangan antara lawan jenis muncul dari orang-orang yang berada di sekitarnya dalam hal pandangan mengenai perbedaan tingkat sosio ekonomi, agama, dan keinginan orang tua lainnya. 3. Remaja harus belajar untu mengekspresiakn cinta sesuai dengan norma-norma lingkungan dimana remaja tinggal Dalam masa transisi menuju heteroseksual dewasa remaja harus mengubah self bound menjadi outer bound artinya remaja tidak hanya mengharapkan mendapat perhatian/kasih sayang dari orang lain tetapi juga mereka dapat memberikan perhatian/kasih sayang pada orang lain (teman wanita/pria) atau menunjukkan bahwa ia menghargai pacarnya, kasih sayang teman lawan jenis kepadanya. Dua hal penting yang harus diperhatikan remaja dalam melakukan tugas perkembangannya, yaitu: 1. Remaja harus berusaha mengungkapkan rasa sayangnya dengan caracara yang sesuai dengan usianya dan melalui cara-cara penyampaian yang diakui/diperkenankan oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. 2. Remaja harus memilih memahami sampai sejauhmana cara pengekspresian rasa cinta itu dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. 2.5. Hubungan Faktor Religiusitas Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Keterbatasan utama dalam meneliti hubungan antara peilaku seksual dengan latar belakang agama adalah bahwa signifikansi dari pengaruh agama - 46 - terhadap tingkah laku individu, sangat sulit ditentukan. Yang berarti bahwa tingkat dari intensitas agama itu sendiri dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai dan tingkah laku individu sangat bervariasi. Penelitian yang dilakukan Jean Deadman (Bell,1965:127) mengarah pada satu kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara satu hal penting yang melekat pada tingkah laku religius dengan sikap yang mengarah pada perilaku seksual pranikah. Hubungan tersebut tidak dapat disandarkan pada apapun latar belakang faktor yang diteliti. Kinsey (Bell,1965:127) menulis bahwa “tidak tampak faktor lain yang berpengaruh terhadap pola perilaku seksual dari seorang wanita, selain masa dimana ia dilahirkan dan latar belakang agamanya.” Kinsey (Bell,1965:128) menemukan bahwa dari tiga kelompok agama yaitu yahudi, katolik, dan protestan, tingkat terjadinya perilaku seksual lebih tinggi pada orang yang tidak aktif menjalankan agamanya daripada meraka yang taat menjalankan kehidupan agamanya. Penelitian yang dilakukan oleh Kanin dan Howard (Bell,1965:129) juga menemukan bukti adanya hubungan antara sikap perilaku seksual dengan kehidupan beragama seseorang. Burgess dan Walin (Bell,1965:129) menemukan bahwa pasangan yang tidak aktif kehidupan agamanya memiliki kecenderungan terlibat dalam perilaku seksual lebih besar daripada pasangan yang taat dalam menjalankan agamanya. Secara umum dari hasil penelitian yang ada, tampak bahwa intensitas kehidupan agama mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada perbedaan agama seseorang dalam mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku seksual. Intensitas religi menjadi sesuatu yang khusus dan penting dalam kehidupan seksual seseorang. - 47 - 2.6. Kerangka Berpikir Dalam Islam upaya untuk mengatasi kegiatan seksual di luar nikah dilakukan dengan pendekatan preventif, yakni dengan menanamkan nilai-nilai agama. Pesan-pesan ajaran Islam tentang kesucian sebuah perkawinan hendaknya hal yang selalu perlu dihayati dan diamalkan. Dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat tentang masalah reproduksi manusia, seperti: An-Nahl:4, AlQiyamah:37-38. Ayat-ayat tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberikan pengetahuan tentang masalah seksual. Tentu saja diharapkan dalam kondisi dikaitkan dengan agama, tidak menimbulkan keberanian untuk melanggar aturan agama. Menurut Rasulullah SAW, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi religiusitas. Religiusitas adalah tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya (Glock & Stark,1971:19). Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga tersedia berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius. Agar religiusitas dipahami secara menyeluruh maka menurut Glock & Stark (Robertson,1988) ada lima macam dimensi religiusitas. Pertama, dimensi ritualitas yang menggambarkan kepatuhan seseorang dalam menjalankan ibadah agamanya seperti: sholat, puasa, dan membaca Al-Quran. Kedua, dimensi ideologis yang menyatakan penerimaan seseorang terhadap hal-hal yang dogmatis dalam agamanya, seperti: percaya pada Allah, percaya kepada kitab Allah, percaya kepada Malaikat, dan lain-lain. Ketiga, dimensi intelektualitas mengenai pemahaman seseorang tentang agamanya, - 48 - seperti: Pengetahuan tentang pokok-pokok ajaran Islam. Keempat, dimensi eksperiensial yang menggambarkan pengalaman spiritual seseorang, seperti: merasakan kedekatan dan teguran dari Allah. Kelima, dimensi konsekuensial mengenai perilaku seseorang yang dimotivasi oleh ajaran agamanya. Dimensi eksperiensial dan konsekuensial menunjukkan bahwa religiusitas seseorang akan tampak setidaknya pada tingkah lakunya. Pengalaman seseorang akan agamanya, akan berkaitan dengan pengalaman-pengalaman, perasaan-perasaan, persepsipersepsi, dan sensasi-sensasi yang dialaminya, sehingga dalam dimensi pengamalan, perasaan-perasaan dan persepsi seseorang dalam beragama akan memberikan identifikasi yang mengacu pada akibat dari keyakinan keagamaan, praktek dan pengalamannya. Seseorang dengan penghayatan yang baik terhadap nilai dan norma agama yang dianutnya dapat dikatakan memiliki religiusitas yang baik. Nilai dan norma agama ini tidak diperoleh individu secara langsung, tetapi dipelajari dan diperoleh dari lingkungannya, yang dalam hal ini adalah keluarga dan lembaga pendidikan. Nilai dan norma inilah yang pada akhirnya digunakan individu sebagai kerangka acuan dalam memaknai, menilai, dan kecenderungannya dalam bertingkah laku ketika ia menghadapi suatu hal atau peristiwa tertentu. Untuk dapat menjadi kerangka acuan individu, maka nilai dan norma yang ada tersebut harus diinternalisasikan ke dalam dirinya, sehingga nilai dan norma menjadi bagian dari dirinya. Jika nilai dan norma telah menjadi bagian dari dirinya dan menjadi bagian dari keyakinannya (belief), maka nilai dan norma tersebut dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam memaknai, menilai, dan kecenderungannya dalam bertingkah laku ketika ia menghadapi suatu hal atau - 49 - peristiwa tertentu. Dengan demikian, maka keyakinan ini akan menentukan sikap seseorang dalam menghadapi suatu hal atau peristiwa. Seseorang dengan tingkat religiusitas yang tinggi ia akan cenderung untuk menggunakan keyakinannya tersebut dalam menghadapi suatu peristiwa. Dalam penelitian ini peristiwa yang dimaksud adalah perilaku seksual pranikah, dimana ada kecenderungan siswa untuk bersikap menerima perilaku seksual pranikah sebagai suatu hal yang diperbolehkan, tidak tabu, dan menyenangkan. Hal ini menyatakan pandangan yang cenderung mendukung terhadap perilaku seksual pranikah. Siswa yang mendukung perilaku seksual pranikah memiliki pandangan bahwa perilaku seksual pranikah tersebut adalah wajar, sehingga adanya perasaan senang untuk melakukannya, sehingga peluang untuk melakukannyapun besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi perilaku seksual pranikah, siswa kurang menggunakan keyakinan agamanya sebagai kerangka acuan, karena seseorang yang memiliki keyakinan agama yang kuat, maka ia akan menganggap perilaku seksual pranikah sebagai hal yang tidak wajar, tidak diperbolehkan, tabu, dilarang, tidak menyukai, dan akan menghindari perilaku tersebut karena bertentangan dengan nilai dan norma agama yang dianutnya dan dianggap sebagai suatu dosa. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki sikap menerima terhadap perilaku seksual pranikah dapat dikatakan memiliki tingkat religiusitas rendah yang dimiliki oleh siswa. Melihat hal ini, setiap siswa harus diberikan pemahaman mengenai pandangan masalah seksual, bagaimana bila dilihat dari kaca mata agama, dan - 50 - bagaimana dampak-dampaknya, yang kemudian diharapkan siswa dapat memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah ini. Sikap menerima yang ditampilkan siswa selain oleh karena faktor lingkungan juga siswa tidak ada menginternalisasi nilai-nilai agama, sehingga religiusitas yang ditanamkan selama ini tidak bisa menjadi pengendali. Selain itu, norma masyarakat yang mulai longgar yang diduga sangat berperan dalam memunculkan perilaku seksual. Untuk menerangkan mengenai hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual, lebih jelasnya akan digambarkan dalam skema berikut ini: Bagan Kerangka Pikir : Dimensi Religiusitas Rendah () Sikap Positif Ritualitas Belief Ideologis Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Intelektualitas Eksperiensial Konsekuensial 2.7. Hipotesis Hipotesis yang diajukan disini adalah: Semakin rendah religiusitas maka semakin positif sikap terhadap perilaku seksual pada siswa di MAN 1 Bandung - 51 - BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional karena bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel. Apabila ada, seberapa erat hubungannya serta berarti atau tidaknya hubungan itu (Arikunto,1995:326). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ™ Metode pendekatan deduktif Dalam metode pendekatan deduktif ini, dilakukan untuk mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi pendekatan ini. ™ Metode pendekatan induktif Suatu metode pendekatan yang baru dilakukan setelah data berhasil terkumpul melalui seperangkat alat ukur. Data mentah yang diperoleh kemudian dikuantitatifkan dengan menggunakan metode statistik, diinterpretasikan dan dianalisis untuk membuat suatu kesimpulan. 3.2. Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: Variabel 1 : Religiusitas Variabel 2 : Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah - 52 - 3.3. Definisi Konseptual 1. Religiusitas yaitu tingkat konseptualisasi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap agamanya. Yang dimaksud tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agamanya, dan tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh sehingga tersedia berbagai cara bagi individu untuk menjadi religius. Terdapat lima dimensi dalam religiusitas, yaitu: ritualitas, ideologis, intelektualitas, eksperiensial, dan konsekuensial (Glock and Stark, 1971:20). 2. Sikap terhadap perilaku seksual pranikah menurut Louis Thurstone dan Charles Osgood (Azwar, 1988:3) adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek (dalam hal ini perilaku seksual pranikah). 3.4. Operasional Variabel 3.4.1. Definisi Variabel Religiusitas Religiusitas adalah penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang ditandai tidak hanya melalui ketaatan dalam menjalankan ibadah tetapi juga adanya keyakinan, pengalaman, pengamalan dan pengetahuan mengenai agama yang dianutnya. Untuk mengukur religiusitas, digunakan definisi operasional dari Glock dan Stark. Menurut mereka religiusitas memiliki dimensi sebagai berikut: 1) Ritualitas, yaitu tingkatan siswa dalam mengerjakan ibadah dalam agama mereka. - 53 - 2) Ideologis, yaitu tingkatan siswa dalam meyakini kebenaran ajaran-ajaran agamanya. 3) Intelektualitas, yaitu tingkatan siswa dalam mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya. 4) Eksperiensial, yaitu tingkatan siswa dalam merasakan dan mengalami perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. 5) Konsekuensial, yaitu tingkatan siswa dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran Islam. 3.4.2. Definisi Variabel Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Sikap terhadap perilaku seksual pranikah adalah bagaimana pengetahuan (unsur kognisi), perasaan (unsur afektif) dan kesediaan untuk bertingkah laku (unsur konatif )siswa terhadap perilaku seksual pranikah. Sikap positif terhadap perilaku seksual pranikah adalah seberapa jauh pengetahuan siswa tentang perilaku seksual sehingga menimbulkan perasaan yang mendukung, menyenangi, menerima pada suatu objek (dalam hal ini perilaku seksual pranikah) sehingga adanya kesediaan siswa untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Sedangkan sikap negatif terhadap perilaku seksual pranikah adalah perasaan tidak mendukung, tidak menerima, menolak, sehingga menimbulkan ketidaksediaan siswa untuk melakukan perilaku seksual pranikah.Menurut Irianti Imran (2000:32) dalam Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja-PKBI (2000:40), perilaku seksual pranikah yang dimaksud adalah: 1. Berpegangan tangan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan seksual berupa sentuhan tangan dengan tangan - 54 - 2. Berpelukan, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan berupa rangkulan tangan dengan tubuh 3. Cium kering, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi dengan bibir, bibir dengan kening 4. Cium basah, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan bibr dengan bibir 5. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual 6. Oral sex, yaitu memasukkan alat kelamin ke dalam mulaut lawan jenis 7. Petting, yaitu aktivitas seksual yang menimbulkan rangsang seksual dengan menempelkan alat kelamin tanpa membuka pakaian 8. Sexual intecourse, yaitu aktivitas dengan dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita 3.5. Alat Ukur 3.5.1 Alat Ukur Religiusitas Untuk mengukur religiusitas digunakan skala mengenai religiusitas yang disusun berdasarkan teori dari Glock dan Stark. Penyusunan item-item pada skala tersebut diturunkan melalui definisi dari masing-masing dimensi yang dioperasionalkan berdasarkan indikator-indikator yang dibuat oleh peneliti untuk kepentingan penelitian penelitian ini. Skala religiusitas berisi pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan pernyataan unfavorable (negatif). Pernyataan favorable berupa pernyataan positif mengenai suatu objek, sedangkan pernyataan unfavorable sebaliknya. Pernyataanpernyataan ini diberikan kepada responden yang diinstruksikan untuk memberi tanggapan terhadap pernyataan yang diberikan dengan cara memilih salah satu - 55 - alternatif jawaban yang tersedia. Lima alternatif jawaban yang tersedia adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Masing-masing jawaban memiliki nilai sendiri-sendiri yang disesuaikan dengan alternatif jawaban pilihan yang bergerak antara 1 sampai 5. Untuk memudahkan menghitung data statistik, data yang diperoleh ditentukan dalam bentuk ordinal yaitu: Jawaban Skor Item Favorable Skor Item Unfavorable SS 5 1 S 4 2 R 3 3 TS 2 4 STS 1 5 Semakin tinggi skor diasumsikan semakin positif sikap responden terhadap pernyataan yang diberikan. Sedangkan semakin rendah skor diasumsikan semakin negatif responden terhadap pernyataan tersebut. Adapun proses penyusunan angket religiusitas adalah sebagai berikut: 1. Menurunkan religiusitas ke dalam dimensi-dimensi religiusitas berdasarkan definisi dari Glock dan Stark. 2. Menyusun indikator masing-masing dimensi berdasarkan definisinya. 3. Menyusun pernyataan-pernyataan yang diturunkan berdasarkan indikator yang telah disusun. 4. Uji coba alat ukur. 5. Penilaian masing-masing item pernyataan melalui uji validitas dan reliabilitas. - 56 - Angket religiusitas berisi 60 pernyataan yang diturunkan dari masingmasing indikator setiap dimensi. Pernyataan-pernyataan tersebut bersifat positif dan negatif. Kisi-kisi Religiusitas Dimensi Religiusitas Ritualitas Deskripsi Indikator Sejauhmana kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan ritual yang dianjurkan agamanya No.Item Mengerjakan sholat (+) 13, 15 (-) 14 Mengerjakan puasa (+) 16, 18 (-) 22 Membaca Al Quran (+) 21 (-) 17, 23 (+) 20 (-) 19, 24 Berdoa Ideologis Sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agamanya Percaya kepada Allah (+) 6 (-) 3 Percaya kepada Kitab Allah (+) 1 (-) 5 Percaya kepada Malaikat (+) 4 (-) 2 Percaya kepada Nabi dan Rasul (+) 9 (-) 11 Percaya kepada Hari Akhir (+) 10 (-) 12 Percaya kepada Qadha dan Qadhar Intelektual Eksperiensial Konsekuensial Sejauhmana pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang agamanya Sejauhmana seseorang merasakan dan mengalami pengalaman yang sifatnya religius Sejauhmana seseorang berperilaku dimotivasi oleh ajaran agama - 57 - (+) 7 (-) 8 Pengetahuan tentang pokokpokok ajaran Islam (+) 48, 54 (-) 57, 60 Aktivitas dalam menambah pengetahuan keagamaan (+) 49, 50, 55 (-) 51 Pengetahuan tentang hukumhukum shalat (+) 52, 56 (-) 53, 59 Pengalaman tentang doa yang dikabulkan (+) 36, 39 (-) 41, 45 Pengalaman merasakan peringatan Allah karena perbuatan yang dilakukan (+) 37, 43 (-) 38, 47 Pengalaman mendapatkan kemudahan dalam situasi sulit (+) 40, 44 (-) 42, 46 Penerapan ajaran agama dalam kehidupan sosial (+) 25, 31, 35 (-) 26, 33 Pertimbangan (+) 27, 32 yang didasarkan pada agama dalam bertingkah laku Agama sebagai sumber yang melandasi kehidupan (-) 28, 30 (+) 29 (-) 34 3.5.2. Alat Ukur Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Untuk mengukur sikap terhadap perilaku seksual digunakan kuisioner yang dibuat berdasarkan skala yang sama dengan alat ukur yang digunakan untuk konsep religiusitas, yaitu dengan menggunakan skala Likert. Pada skala sikap terhadap perilaku seksual, lima alternatif jawaban yang disediakan adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah ini berdasarkan dari konsep perilaku seksual yang diturunkan ke dalam bentuk pernyataan atau item-item berdasarkan aspek-aspek perilaku seksual pranikah yang disusun oleh Irawati Imran (2000:40) dan kemudian dikelompokkan berdasarkan komponen sikap. Pernyataan-pernyataan dalam alat ukur ini dikembangkan dari aspek perilaku seksual pranikah yaitu berpegangan tangan, berpelukan, cium kering, cium basah, meraba, petting, oral sex, dan sexual intercourse. Selanjutnya setiap aspek tersebut dikelompokkan ke dalam komponen sikap yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Skala sikap terhadap perilaku seksual pranikah terdiri dari 36 pernyataan. Dalam setiap pernyataan tersebut akan terdiri dari masing-masing pernyataan yang mengandung aspek kognitif, pernyataan yang mengandung aspek afektif, dan pernyataan mengandung aspek konatif. Pernyataan-pernyataan yang diajukan akan bersifat positif dan negatif. - 58 - Lima alternatif jawaban yang tersedia adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Masingmasing jawaban memiliki nilai sendiri-sendiri yang disesuaikan dengan alternatif jawaban pilihan yang bergerak antara 1 sampai 5. Untuk memudahkan menghitung data statistik, data yang diperoleh ditentukan dalam bentuk ordinal yaitu: Jawaban Skor Item Favorable Skor Item Unfavorable SS 4 0 S 3 1 R 2 2 TS 1 3 STS 0 4 Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan skor jawaban responden per aspek dalam setiap sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Makin tinggi skornya menunjukkan semakin positif sikap terhadap perilaku seksualnya pranikah. Kisi-kisi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Perilaku Seksual Pranikah Pegangan Tangan Pelukan Deskripsi Komponen Sikap Aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan seksual berupa sentuhan tangan dengan tangan Aktivitas seksual yang menimbulkan rangsangan berupa rangkulan tangan dengan tubuh - 59 - No.Item Kognitif (+) 2 (-) 1 Afektif (+) 5 Konatif (-) 13 Kognitif (+) 3 Afektif (-) 6 Cium Kering Aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi dengan bibir, bibir dengan kening Konatif (-) 4 Kognitif (+) 9, 30 Afektif (+) 17 (-) 7 Konatif (-) 11 Cium Basah Perabaan Petting Oral Seks Aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir Aktivitas seksual berupa perabaan tubuh atau bagian-bagian sensitif dari tubuh Aktifitas seksual yang menimbulkan rangsangan dengan menempelkan alat kelamin tanpa membuka pakaian Memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis Kognitif (+) 8 (-) 18 Afektif (-) 10 Konatif (+) 12 (-) 14 Kognitif (+) 16 (-) 25 Afektif (-) 19 Konatif (-) 15 Kognitif (+) 22, 30 (-) 26 Afektif (+) 23 Konatif (+) 20 (-) 27 Kognitif (+) 21 (-) 29 Afektif (-) 28 (+) 24 Konatif Intercourse Aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin wanita - 60 - Kognitif (+) 33 (-) 32, 35 Afektif (+) 31 (-) 36 Konatif (-) 34 3.6. Uji Coba Alat Ukur Uji coba alat ukur religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah dilakukan untuk memperoleh item-item yang benar-benar mengukur hal yang ingin diukur dari penelitian ini. Uji coba ini dilakukan pada 30 orang subjek yang terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 yang dipilih secara random (acak). Uji Validitas Untuk mengetahui apakah alat ukur yang dibuat telah mengukur apa yang hendak diukur, maka dilakukan analisis item dengan koefisien korelasi item yang diolah melalui pengujian statistik Rank Spearman, yaitu untuk mengetahui validitas dari alat ukur yang digunakan. Langkah-langkah dalam menentukan validitas alat ukur adalah sebagai berikut: 1. Menghitung total skor dari setiap responden 2. Mencatat skor item yang akan diuji 3. Mencari koefisien korelasi antar skor masing-masing item dengan skor total berdasarkan rumus sebagai berikut (Ancok,1989:19): rs ¦X 2 2 ¦ Y 2 ¦ di 2 ¦ X .¦Y 2 2 dimana : X = item no.1 sampai no.N Y = skor total seluruh item d = N (jumlah keseluruhan sampel) - 61 - Kriteria penolakan H0 jika rs tab < rs hit dengan taraf signifikansi = 0,05 dengan d = N – 2. Untuk melihat rs tab dipergunakan tabel p. Dari hasil uji validitas alat ukur Religiusitas terdapat 4 item yang ditolak, kemudian item tersebut tidak digunakan lagi dengan koefisien validitas = 0,538, sedangkan untuk alat ukur Sikap terhadap Perilaku seksual pranikah didapat 2 item yang ditolak, kemudian item tersebut tidak digunakan lagi dengan koefisien validitas = 0,557. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana alat ukur yang digunakan tersebut memiliki taraf ketelitian, kepercayaan, dan kestabilan sehingga alat ukur tersebut dapat dinyatakan reliabel. Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik Split Half (belah dua), langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Dari hasil validitas akan diperoleh item yang valid dan item yang tidak valid. 2. Item yang valid dibagi menjadi dua kelompok, yaitu item bernomer genap sebagai belahan pertama, dan item bernomer ganjil sebagai belahan kedua. 3. Skor untuk item-item belahan pertama dan belahan kedua dijumlahkan, sehingga akan menghasilkan dua skor total. 4. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor belahan kedua. - 62 - Dari langkah-langkah perhitungan di atas akan menghasilkan korelasi antar belahan, untuk mencari reliabilitas keseluruhan item adalah dengan mengkorelasikan angka korelasi dengan menggunakan rumus: rtot 2rtt 1 rtt dimana : rtot = angka reliabilitas keseluruhan item rtt = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua Setelah dilakukan uji reliabilitas, maka dihitung harga korelasinya. Pola ukur untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien korelasinya, digunakan kriteria Guilford (Al Rasyid, 1994;46) sebagai berikut: SKOR 0,00 - < 0,20 KLASIFIKASI Derajat reliabilitas hampir tidak ada, korelasi lemah sekali 0,20 - < 0,40 Derajat reliabilitas hampir rendah, korelasi rendah 0,41 - < 0,70 Derajat reliabilitas sedang, korelasi cukup berarti 0,71 - < 0,90 Derajat reliabilitas tinggi, korelasi tinggi 0,91 - < 1,00 Derajat reliabilitas tinggi sekali, korelasi sangat tinggi Semakin tinggi nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini mempunyai tingkat keterandalan dalam taraf yang tinggi. Berdasarkan uji coba alat ukur Religiusitas didapat nilai reliabilitas=0,945 berarti alat ukur ini mempunyai tingkat reliabilitas yang sangat tinggi, sedangkan pada alat ukur Sikap terhadap perilaku seksual didapat nilai reliabilitas = 0,963 berarti alat ukur ini juga mempunyai tingkat reliabilitas yang sangat tinggi. - 63 - 3.7. Populasi dan Sampel Penelitian 3.7.1. Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, yang terdiri dari siswa kelas 1, kelas 2, kelas 3 yang berjumlah 443 dimana setiap tingkatnya terdiri dari 4 kelas dengan jumlah siswa antara 36 sampai 37 orang. Teknik sampling secara random, dan penentuan jumlah sampel yaitu menggunakan tabel dari Krejcie & Morgan, 1970 (dalam Sugiyono, 2001:12) dengan taraf kepercayaan 95%, yang kemudian di dapat sampel sebanyak 207 orang. 3.8. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini tahapan-tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 3.8.1.Tahapan Persiapan 1. Menentukan ruang lingkup permasalahan 2. Melakukan studi kepustakaan 3. Memilih topik penelitian. 4. Menyusun rancangan penelitian. 5. Menentukan sampel dan lokasi penelitian 6. Mempersiapkan alat ukur 3.8.2. Tahapan Pengumpulan Data 1. Menghubungi siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri 1 yang akan menjadi subjek penelitian 2. Menentukan besarnya sampel penelitian - 64 - 3. Menjelaskan secara ringkas tujuan penelitian dan cara pengisian skala 4. Melakukan uji coba (try out) alat ukur dan pengambilan data terhadap subjek yang memiliki karakteristik sama dengan populasi penelitian 3.8.3. Tahapan Pengolahan Data 1. Melakukan tabulasi data 2. Menghitung skor religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual 3. Melakukan analisis data yang diperoleh dengan menggunakan metode statistik 3.8.4. Tahapan Pembahasan 1. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan teori-teori dan kerangka pemikiran yang mendasarinya 2. Merumuskan hasil penelitian 3.9. Teknik Analisis Data Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah order correlation atau korelasi tata jenjang dari Rank Spearman. Teknik order correlation ini digunakan untuk menentukan hubungan dua gejala dimana keduanya merupakan gejala ordinal. Alasan digunakannya teknik korelasi Rank Spearman ini adalah: 1. Data berskala ordinal 2. Uji korelasi berpasangan dua variabel 3. Sifat hubungannya adalah independent - 65 - Dengan metode ini akan diuji apakah terdapat atau tidak korelasi (hubungan) antara variabel satu dengan variabel yang lain. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Menghitung koefisien korelasi Rank Spearman a. Seluruh hasil penelitian dari setiap variabel diberi rangking, dari nilai yang terkecil sampai nilai yang terbesar (RX:RY) b. Menghitung selisih masing-masing nilai rangking (di), kemudian selisih tersebut dikuadratkan (di2) c. Menjumlahkan seluruh selisih kuadrat (di2) d. Menghitung harga korelasi X (religiusitas) terhadap Y (sikap terhadap perilaku seksual) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1 6¦ di 2 rs N3 N dimana : rs = koefisien korelasi Rank Spearman N = jumlah sampel di = selisih antara rangking Y dengan rangking X Rumus di atas dapat dipergunakan apabila tidak terdapat rangking berangka sama dalam data observasi. Untuk data observasi yang berangka sama, digunakan rumus sebagai berikut : rs ¦X 2 2 ¦ Y 2 ¦ di 2 ¦ X .¦Y 2 2 - 66 - Bila jumlah kuadrat dikoreksi sehubungan dengan angka sama, aka jumlah kuadrat variabel X dan Y menjadi : N3 N ¦ Tx 12 ¦X2 ¦Y 2 N3 N ¦ Ty 12 dimana : N = jumlah sampel di2 = jumlah kuadrat selisih rangking X dan Y Tx = perhitungan data rangking X yang kembar Ty = perhitungan data rangking Y yang kembar Untuk mencari faktor koreksi, menggunakan rumus sebagai berikut: Tx dan Ty t3 t 12 dimana : t = banyaknya observasi berangka sama pada suatu rangking. 2. Menguji Signifikansi Untuk menentukan apakah kedua variabel berhubungan dalam sampel tersebut kita akan menguji keberartian dalam suatu hubungan. Untuk sampel besar, apabila N 10 signifikansi suatu rs berdistribusi stidents (t). Perumusannya adalah sebagai berikut : t rs N 2 2 1 rs dimana : rs = Koefisien korelasi Rank Spearman N = Jumlah sampel T = Banyaknya observasi berangka sama pada suatu rangking - 67 - Kriteria penolakan H0 jika thit d ttab, dengan taraf signifikansi = 0,05 dengan dk = N – 2. Untuk melihat ttab dipergunakan tabel critical value of students distribution (tabel B) untuk satu sisi. Untuk mengetahui Koefisien Determination (kekuatan korelasi) digunakan rumus sebagi berikut: 2 d rs x100% 3. Hipotesis Statistik Dari hipotesis penelitian yang ada, diturunkan menjadi hipotesis statistik sebagai berikut H.0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. H.1 : Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. dengan sub Hipotesis sebagai berikut : Dimensi Ritualitas H.0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Ritualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. H.1 : Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Ritualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. - 68 - Dimensi Ideologis H.0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Ideologis) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. H.1 : Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Ideologis) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Dimensi Intelektualitas H.0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Intelektualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. H.1 : Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Intelektualitas) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Dimensi Experiensial H.0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Experiensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. H.1 : Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Experiensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. - 69 - Dimensi Konsekuensial H.0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Konsekuensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. H.1 : Terdapat hubungan yang negatif antara religiusitas (Dimensi Konsekuensial) dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. - 70 - BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana derajat hubungan antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil pengolahan data dilengkapi dengan pembahasan yang didasari oleh hasil perhitungan statistik, pengujian hipotesis serta penjelasan-penjelasan teoritis. Perhitungan statistik yang digunakan adalah Uji Rank Spearman (rs), yaitu melihat hubungan antara : 1. Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 2. Religiusitas (Ritualitas) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 3. Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4. Religiusitas (Intelektualitas) dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 5. Religiusitas (Ekperiensial) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 6. Religiusitas (Konsekuensial) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4.1 HASIL DAN PENGOLAHAN DATA 4.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. a. Hipotesis Statistik H0 : rs > 0 : - 71 - Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. H1 : rs d 0 : Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. b. Kriteria Penolakan H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima. H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak. Dengan taraf signifikansi = 0,05 dan dk = N-2. c. Hasil Perhitungan Tabel 4.1.1 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah rs thit ttab - 0,478 - 7,792 - 1,645 d Kesimpulan 22,85% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak, terdapat hubungan yang signifikan. d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.1) diperoleh thit < ttab dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima H1 dengan rs = - 0,478 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah - 72 - Religiusitas maka semakin positif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah siswa. Religiusitas memberikan kontribusi sebesar 22,85% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Dimensi-Dimensi Religiusitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah. Tabel 4.1.2 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Dimensi-dimensi Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Variabel Hubungan antara Ritualitas dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Hubungan antara Ideologis dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Hubungan antara Intelektual dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Hubungan antara Eksperiensia dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Hubungan antara Konsekuensial dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Hasil rs = - 0,447 Kesimpulan Karena thit < ttab thit = - 7,155 maka Ho ditolak ttab = - 1,645 (ada hubungan yang signifikan) rs = - 0,384 Karena thit < ttab, thit = - 5,955 maka Ho ditolak ttab = - 1,645 (ada hubungan yang signifikan) rs = - 0,400 Karena thit < ttab, thit = - 6,249 maka Ho ditolak ttab = - 1,645 (ada hubungan yang signifikan) rs = - 0,421 Karena thit < ttab, thit = - 6,645 maka Ho ditolak ttab = - 1,645 (ada hubungan yang signifikan) rs = - 0,438 Karena thit < ttab, thit = - 6,976 maka Ho ditolak ttab = - 1,645 (ada hubungan yang signifikan) - 73 - 4.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual. a. Hipotesis Statistik H0 : rs > 0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. H1 : rs d 0 : Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. b. Kriteria Penolakan H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima. H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak. c. Hasil Perhitungan Tabel 4.1.3 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah rs thit ttab - 0,447 - 7,155 - 1,645 d Kesimpulan 19,98% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak, terdapat hubungan yang signifikan. d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.3) diperoleh thit < ttab dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima H1 dengan rs = - 0,447 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari - 74 - hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara Religiusitas Dimensi Ritualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Ritualitas maka semakin positif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah siswa. Religiusitas Dimensi Ritualitas memberikan kontribusi sebesar 19,98% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4.1.4 Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Ideologis dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. a. Hipotesis Statistik H0 : rs > 0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. H1 : rs d 0 : Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. b. Kriteria Penolakan H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima. H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak. c. Hasil Perhitungan - 75 - Tabel 4.1.4 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi Ideologis dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah rs thit ttab - 0,384 - 5,955 - 1,645 d Kesimpulan 14,75% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak, terdapat hubungan yang signifikan. d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.1) diperoleh thit < ttab dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima H1 dengan rs = - 0,384 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara Religiusitas Dimensi Ideologis dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Ideologis maka semakin positif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah siswa. Religiusitas Dimensi Ideologis memberikan kontribusi sebesar 14,75% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4.1.5. Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. a. Hipotesis Statistik H0 : rs > 0 : - 76 - Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. H1 : rs d 0 : Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. b. Kriteria Penolakan H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima. H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak. c. Hasil Perhitungan Tabel 4.1.5 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah rs thit ttab - 0,400 - 6,249 - 1,645 d Kesimpulan 16,00% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak, terdapat hubungan yang signifikan. d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.5) diperoleh thit < ttab dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima H1 dengan rs = - 0,400 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara Religiusitas Dimensi Intelektualitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Intelektualitas maka - 77 - semakin negatif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Religiusitas Dimensi Intelektualitas memberikan kontribusi sebesar 16% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4.1.6. Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. a. Hipotesis Statistik H0 : rs > 0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. H1 : rs d 0 : Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. b. Kriteria Penolakan H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima. H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak. c. Hasil Perhitungan Tabel 4.1.6 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah rs thit ttab - 0,421 - 6,645 - 1,645 d Kesimpulan 17,72% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak, terdapat hubungan yang signifikan. - 78 - d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.6) diperoleh thit < ttab dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima H1 dengan rs = - 0,421 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara Religiusitas Dimensi Eksperiensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Eksperiensial maka semakin negatif Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Religiusitas Dimensi Ekperiensial memberikan kontribusi sebesar 17,72% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 4.1.7. Uji Korelasi Rank Spearman Antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. a. Hipotesis Statistik H0 : rs > 0 : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. H1 : rs d 0 : Terdapat hubungan yang negatif antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. - 79 - b. Kriteria Penolakan H0 ditolak jika thit d ttab yang berarti H1 diterima. H0 diterima jika thit > ttab yang berarti H1 ditolak. c. Hasil Perhitungan Tabel 4.1.6 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah rs thit ttab - 0,438 - 6,976 - 1,645 d Kesimpulan 19,18% Karena thit < ttab, maka H0 ditolak, terdapat hubungan yang signifikan. d. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik Berdasarkan hasil perhitungan (tabel 4.1.4) diperoleh thit < ttab dengan taraf signifikansi 0,05 dan dk = 205 sehingga H0 ditolak dan menerima H1 dengan rs = - 0,438 yang menurut tabel Guilford (dalam Muchkiar, 1992 : 197) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat hubungan negatif antara Religiusitas Dimensi Konsekuensial dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung, artinya semakin rendah Religiusitas Dimensi Konsekuensial maka semakin rendah Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandung. Religiusitas Dimensi Konsekuensial memberikan kontribusi sebesar 19,18% terhadap Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. - 80 - 4.2 PEMBAHASAN 4.2.1 Hubungan Religiusitas dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Berdasarkan hasil statistik, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara variabel religiusitas dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah thit < ttab (-7,792 < -1,645), kedua variabel ini memiliki nilai koefisien korelasi atau keeratan sebesar rs = -0,478 dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan kriteria Guilford keeratan hubungan ini berada pada derajat reliabilitas sedang dengan tingkat korelasi cukup berarti. Koefisien determinasi d = 22,85%, hal ini menunjukkan bahwa religiusitas memberikan kontribusi sebesar 22,85% dalam menentukan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa MAN 1 Bandung, sementara 77,15% lainnya disumbangkan oleh faktor-faktor yang lain, seperti pengalaman seksual, faktor kepribadian, fungsi keluarga dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Adanya hubungan yang negatif antara religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual, berarti hal ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki religiusitas rendah, siswa tersebut kurang patuh dalam melakukan ibadah, kurang mempunyai ilmu yang cukup tentang keagamaan, pengalaman spiritual yang kurang dalam hubungannya dengan Allah, dan pengamalan keagamaan yang kurang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kurang diyakini dalam diri, sehingga mereka akan memiliki positif terhadap perilaku seksual pranikah yang menggejala di sekitarnya. Sebaliknya, apabila religiusitas siswa tinggi, maka pengetahuan, pemahaman, dan perilaku mereka akan sesuai dengan ajaran Islam, - 81 - nilai-nilai religiusitas yang sudah terinternalisasi menjadi bagian dalam dirinya dan menjadikan keyakinannya, mereka akan menyikapi negatif perilaku seksual pranikah tersebut. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Zakiyah Darajat (1995:97) bahwa agama berfungsi sebagai pengontrol, pengendali, dan pengarah tingkah laku, yang berarti bahwa segala bentuk tingkah laku berkaitan dengan sejauh mana nilai-nilai agama yang telah mereka ketahui, dihayati, dan diamalkan sehingga perilaku yang muncul tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Termasuk juga perilaku-perilaku yang berkaitan dengan perilaku seksual pranikah yang merupakan ekspresi sikap sebenarnya. Artinya, potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu (Breckler & Wiggins, 1989). 4.2.2 Hubungan Religiusitas (Ritualitas) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Koefisien korelasi tertinggi berada pada dimensi ritualitas (rs = -0,447) dengan, hal ini menunjukkan bahwa siswa MAN 1 kurang patuh dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al Quran, dan berdzikir. Kelalaian mereka dalam mengerjakan ibadah menunjukkan komitmen terhadap agamanya yang kurang. Mereka tidak melakukan ibadah secara penuh dan teratur sehingga tidak berpengaruh terhadap kehidupan kesehariannya. Hal ini menyebabkan, tingkah laku sehari-hari yang mereka tampilkan kurang dilandasi oleh nilai agama, termasuk dalam kecenderungan mereka untuk melakukan perilaku seksual dan menyetujui perilaku seksual pranikah ini. Mereka kurang dapat mengendalikan dorongan- - 82 - dorongan biologis yang ada pada diri, padahal kepatuhan mereka menjalankan ibadah-ibadah, tentu akan dapat menjadi pengendalian dan menjadikan agama sebagai pedoman dan kerangka dalam menyatakan sikap terhadap perilaku seksual. 4.2.3 Hubungan Religiusitas (Ideologis) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Dimensi Ideologis memiliki koefisien korelasi terendah (rs = -0,384). Dimensi ini menunjukan seberapa jauh siswa meyakini dan mempercayai hal-hal yang sifatnya dogmatis dalam agama. Menurut Glock dan Stark (1965) hal yang dogmatis atau bersifat keyakinan adalah merupakan jantungnya religiusitas seseorang. Mereka mempercayai dan menghayati hal ini akan sebisa mungkin menghindari untuk melakukan perbuatan yang dilarang agama. Karena mereka percaya setiap perbuatannya akan dihubungkan dengan kehidupan alam akhirat yang bersifat abadi. Dalam hubungannya dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah, mereka yang meyakini agamanya, akan memiliki perasaan bersalah dan berdosa apabila melakukan perilaku seksual pranikah. Oleh karena itu, mereka memiliki sikap menolak terhadap perilaku seksual pranikah . Mereka yang mengetahui bahwa perbuatan dosa akan mendapatkan hukuman di hari akhir, akan bersikap negatif terhadap perilaku seksual. Rendahnya korelasi koefisien ini, menunjukan bahwa dimensi ideologis kurang signifikan dalam membentuk sikap terhadap perilaku seksual. Keyakinan yang mereka miliki hanya sebatas di tataran kognitif saja, tidak terinternalisasi dan tidak menjadi bagian dalam dirinya. Sehingga tidak menjadi kerangka acuan dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. - 83 - 4.2.4 Hubungan Religiusitas (Intelektualitas) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Hal ini menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran-ajaran agamanya, aktivitas yang dilakukan untuk menambah pengetahuan agama. Koefisien korelasi (rs = -0,400) dimensi intelektualitas ini berada pada derajat korelasi sedang. Selama ini, siswa melakukan kegiatan belajar keagamaan hanya untuk memenuhi prasyarat kelulusan. Pendidikan agama yang diberikan kepada siswa hanya bersifat hafalan, baik teks-teks tentang doktrin tentang agama maupun ayat-ayat. Sementara substansi yang barkaitan dengan aspek psikomotorik agak diabaikan (Dr. Husni Rahim,2001:37). Pendidikan agama dan pengaplikasiannya adalah sebuah sinergi yang harus ditanamkan pada diri setiap siswa. Karena selama pengetahuan agama yang dimiliki siswa hanya untuk kepentingan mendapatkan nilai, sehingga ilmu yang didapat tidak berbekas pada diri siswa, hal ini terbukti dengan adanya siswa yang memiliki penilaian sikap positif siswa terhadap perilaku seksual pranikah yang terjadi di sekitarnya. 4.2.5 Hubungan Religiusitas (Eksperiensial) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Dimensi eksperiensial berada pada derajat korelasi sedang (rs = - 421). Dimensi ini menyatakan seberapa jauh seseorang dapat merasakan dan mengalami pengalaman-pengalaman religius, seperti perasaan dekat dengan Allah, perasaan doa sering terkabul, perasaan khusuk ketika shalat, mendapatkan peringatan dari Allah ketika melakukan perilaku seksual pranikah, dan merasa berdosa jika melakukannya. Bila kenyataannya pengalaman dalam kehidupan agamanya - 84 - rendah, maka penghayatan siswa tentang keberadaan Allah kurang dan ini berpengaruh terhadap siswa dalam bersikap terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini dikarenakan apabila seseorang merasakan kedekatan, merasa diawasi, dan merasa ditatap oleh Allah, tentu akan menjaga segala sikap yang ditampilkan. 4.2.6 Hubungan Religiusitas (Konsekuensial) dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah Dimensi ini menunjuk pada perilaku yang dimotivasi oleh ajaran agama, seperti bagaimana individu berelasi dengan lawan jenis, mematuhi norma-norma Islam dalam berperilaku seksual pranikah dan penerapan ajaran agama dalam kehidupan sosial. Dimensi Konsekuensial berada pada derajat korelasi sedang (rs = -0,438), dimana dimensi ini cukup berpengaruh terhadap sikap seseorang terhadap perilaku seksual pranikah . Bila seseorang berperilaku dengan pertimbangan agama sebagai sumber landasan kehidupan, tentu akan memilahmilah mana perbuatan benar dan salah. Begitu pula dengan menentukan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Bila siswa telah mempertimbangkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-harinya, siswa tidak akan melakukan perilaku seksual pranikah karena telah memiliki kesadaran bahwa perilaku seksual pranikah yang dilakukan adalah salah, yang kemudian dapat mengendalikan hawa nafsunya dan memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual. Namun demikian, berdasarkan penelitian secara umum, keseluruhan dimensi religiusitas memiliki korelasi yang signifikan dengan sikap terhadap perilaku seksual. Hal ini menunjukan bahwa religiusitas mempunyai peranan penting dalam menentukan sikap seseorang terhadap perilaku seksual. Dapat - 85 - dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai religiusitas yang rendah akan memiliki sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang positif. Kelima dimensi di dalam religiusitas, yaitu dimensi ritualitas, dimensi ideologi, dimensi intelektual, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial saling berkaitan satu sama lain seperti yang diungkapkan oleh Glock and Stark (1771:20). Dimensi-dimensi tersebut saling berhubungan satu sama lain dan membentuk religiusitas. Apabila hanya berlaku sebagian saja maka dapat dikatakan seseorang mempunyai religiusitas rendah, artinya individu belum mampu menginternalisasikan (memahami, menghayati, dan mengamalkan) nilainilai agama dalam sikap dan perilakunya. Bentuk-bentuk ibadah yang dilakukan seseorang berkaitan dengan keyakinan yang dimilikinya dan hal-hal lain akan meningkat pula bila dalam menjalani kehidupan individu tersebut selalu merasa dekat dengan Allah sehingga segala sikap dan tingkah lakunya akan selalu termotivasi agar sesuai dengan aturan agamanya. Karena mereka memiliki keyakinan bahwa agama yang mereka percayai, akan membawa kebaikan pada kehidupan mereka dan membantu mereka dalam memberikan sikapnya terhadap berbagai hal termasuk perilaku seksual pranikah. Sedangkan adanya kecenderungan untuk menerima perilaku seksual pranikah, menganggap hal tersebut wajar, dan memiliki perasaan menyenangkan bila melakukan perilaku seksual pranikah menyatakan pemahaman dan penghayatan yang kurang tentang nilai-nilai agama, tidak terintegrasi dengan baik antara nilai dan perilaku maka dapat dipastikan seseorang dapat memiliki sikap yang positif terhadap perilaku seksual pranikah. - 86 - Kemungkinan lain yang dapat menjadi penjelasan dari hasil penelitian di atas, walaupun masih harus dibuktikan secara empirik, adalah besarnya pengaruh faktor lain selain religiusitas, seperti informasi dari media, baik massa maupun elektronik yang disajikan melalui buku, majalah, televisi, internet, film, dan sebagainya mengenai perilaku seksual yang bebas terutama di negara-negara barat, yang notabene masih dijadikan barometer kebudayaan modern bagi negara Indonesia. Faktor personal dan situasional yang diduga menyebabkan remaja lebih bersikap permisif terhadap perilaku seksual dan kemungkinan besar menjadi alternatif jawaban terhadap hasil penelitian ini, dimana adanya siswa yang memiliki sikap positif terhadap perilaku seksual tidaklah sedikit. - 87 - BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat keeratan hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa MAN 1 Bandung. Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Religiusitas memiliki hubungan negatif dengan sikap terhadap perilaku seksual pranikah. 2. Semakin rendah religiusitas maka akan semakin positif sikap terhadap perilaku seksual pranikah. 3. Dimensi ritualitas sebagai dimensi yang memiliki korelasi paling tinggi dengan sikap terhadap perilaku seksual pada siswa MAN 1 Bandung, artinya dimensi ini memiliki hubungan yang paling besar pada terbentuknya sikap terhadap perilaku seksual pranikah. 4. Dimensi ideologi sebagai dimensi yang memiliki korelasi paling rendah dengan sikap terhadap perilaku seksual pada siswa MAN 1 Bandung, artinya dimensi ini tidak cukup signifikan untuk terbentuknya sikap terhadap perilaku seksual pranikah. Dengan hasil korelasi yang cukup berarti, religiusitas memberikan kontribusi yang cukup dalam menentukan sikap terhadap perilaku seksual pranikah seseorang. Namun demikian, tidak dapat diabaikan faktor-faktor lain - 88 - yang juga berperan dalam menentukan sikap terhadap perilaku seksual pranikah selain religiusitas. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, yang menunjukan adanya siswa yang memiliki religiusitas rendah dan sikap positif terhadap perilaku seksual pranikah, saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Kepada pihak MAN 1, agar dapat dievaluasi dan dikaji ulang beberapa hal yang berkaitan variasi pengajaran, sehingga tidak hanya teori yang diberikan, tetapi dikemas pula dengan praktik atau aplikasi nilai-nilai keagamaan, misalnya dengan memberikan pendidikan seks dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi secara memadai dengan melakukan pemberian materi yang diselipkan pada pelajaran biologi. Selain itu penting juga diadakan kerja sama dengan sebuah LSM, untuk mengupas masalah seputar dunia remaja. Kemudia konseling yang dilakukan antara guru dan siswa, hendaknya dapat menyentuh sisi afektif siswa, dimana konselor membantu siswa membangun kesadaran untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan kegiatan yang positif dengan berorganisasi, melakukan keterampilan yang diadakan sekolah. 2. Kepada guru-guru, hendaknya dilakukan kegiatan ritual bersama siswa secara rutin setiap hari, seperti: shalat berjamaah, membaca qur’an, muhasabah. Kemudian diberlakukannya absensi agar ketika kegiatan berlangsung dapat diikuti oleh seluruh siswa. - 89 - DAFTAR PUSTAKA Al Mandari, Syafinuddin. Rumahku Sekolahku. Jakarta: Pustaka Zahra, 2004. Ancok, Djamaludin & Nashori Suroso, Fuat. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1995. Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Darajat, Zakiah. “Bila Hamil Di Luar Nikah,” Anggun, 1 Juli 2005. Dianawati, Ajen. Pendidikan Seks untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka, 2003. Glock, C & R, Stark. Religion and Society in Tension. USA: Rand McNally and Company, 1971. Hamzah, Awaludin. “Reaktualisasi Pendidikan Agama.” Pikiran Rakyat, 13 September 2005. Hurlock, Elizabeth. Adolescent Development. Kogakusha: McGraw Hill, 1973. Hurlock, Elizabeth. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (diterjemahkan oleh Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo, M.Sc). Jakarta: Erlangga, 1994. Imran, Irawati. Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Bandung: PKBI Jawa Barat, 2000. Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 2004. Mar’at. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. Santoso, Singgih.. Buku Latihan SPSS Statistik NonParametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001. Sholihat, Neni. Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan Sikap terhadap Relasi Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 1995 di Universitas Islam Bandung, Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Siegel, Sidney. Statistik NonParametrik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997. Sugiyono. Statistik NonParametris Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2001. Wirawan, Sarlito. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2003. Inisial Nama : Kelas : PETUNJUK PENGISIAN Pada bagian berikut ini, saudara akan menemukan sejumlah pernyataan yang berkaitan dengan apa yang saudara/i pikirkan, rasakan, dan kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kesadaran beragama. Setiap pernyataan memiliki pilihan jawaban yang berkisar dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Setelah membaca pernyataan tersebut, anda diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada salah satu kotak pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara/i sebagai berikut: SS : Sangat Setuju S : Setuju R : Ragu-ragu TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju Perlu diperhatikan bahwa tidak ada jawaban yang salah. Jawaban yang diminta adalah jawaban yang saudara/i anggap paling sesuai dengan keadaan saudara/i. Oleh karena itu jangan samapai ada yang terlewat atau diberi tanda silang lebih dari satu jawaban untuk setiap pernyataan. Selamat Mengisi Terima Kasih NO 1 PERNYATAAN SS Saya percaya isi kandungan Al Quran berlaku di segala zaman. 2 Jumlah malaikat hanya sepuluh. 3 Sangat sulit bagi saya untuk memahami keberadaan Allah. 4 Malaikat adalah makhluk yang lebih rendah dari manusia. 5 Al Quran adalah produk masa lalu, agak sulik menerapkannya dengan kondisi saat ini. 6 Saya sangat percaya akan keberadaan Allah. 7 Manusia dapat berusaha mengubah takdirnya. Kalaupun gagal itu urusan Allah. 8 Baik atau jahatnya seseorang adalah takdir yang tidak bisa diubah. 9 Walaupun terjadi di masa lalu, kisah-kisah para nabi dan Rasul adalah nyata. 10 Saya sangat percaya akan adanya kehidupan setelah mati. 11 Saya belum dapat menghayati, mengapa harus meneladani kehidupan para Rasul. 12 Tidak ada hubungan antara kehidupan di dunia dengan kehidupan kita di akherat kelak. 13 Saya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu. 14 Kita boleh meninggalkan sholat bila tidak mampu mengerjakannya. 15 Untuk melengkapi sholat wajib saya juga sholat sunat. 16 Untuk melengkapi ibadah wajib, saya S R TS STS melaksanakan puasa sunat. 17 Saya tidak membiasakan diri membaca Al Quran setiap hari. 18 Bila saya menginginkan sesuatu, saya melakukan puasa sebagai nazar. 19 Saya berdoa hanya ketika menghadiri suatu kegiatan yang mengharuskan saya untuk berdoa. 20 Setiap akan memulai aktivitas apapun, saya tidak pernah lupa membaca Bismillah. 21 Membaca Al Quran adalah bagian dari aktivitas saya sehari-hari. 22 Saya karena melaksanakan semua orang puasa di Ramadhan rumah saya mengerjakannya. 23 Dalam kurun waktu satu minggu, saya jarang meluangkan waktu untuk membaca Al Quran. 24 Saya sering lupa tidak berdoa sama sekali dalam sehari semalam. 25 Setiap perbuatan baik yang saya lakukan selalu dilatarbelakangi oleh keyakinan keagamaan saya. 26 Saya senang mengikuti mode walaupun ada yang bertentangan dengan ajaran agama. 27 Agamalah yang saya jadikan rujukan dalam bertingkah laku. 28 Saya merasa bosan bila semua tingkah laku harus didasarkan atas agama. 29 Setiap permasalahan yang saya hadapi, agama adalah penyelesaiannya. rujukan untuk 30 Perbuatan yang saya lakukan tidak selalu sesuai dengan nilai agama. 31 Saya tidak pernah mengharapkan balas budi dari orang-orang yang saya tolong. 32 Usaha saya untuk tidak melakukan perbuatan dosa diakibatkan oleh norma agama yang saya anut. 33 Saya menolong orang lain karena ingin mendapatkan pujian. 34 Sudah bukan zamannya lagi menjadikan agama sebagai latar belakang pemikiran kita. 35 Saya sering menegur teman yang melakukan perbuatan melanggar agama. 36 Ketika doa saya dikabulkan, saya merasakan kecintaan Allah terhadap saya. 37 Ketika saya lalai menjalankan perintah agama, Allah memperingatkan saya melalui cobaan yang datang. 38 Saya tidak pernah merasakan peringatan Allah baik langsung maupun tidak langsung. 39 Setiap kebaikan yang terjadi dalam hidup saya, adalah bukti dikabulkannya doa-doa saya. 40 Ketika saya dalam keadaan tertekan, saya sering mendapatkan petunjuk dari Allah. 41 Saya jarang berdoa karena Allah jarang mengabulkan doa saya. 42 Saya belum pernah merasakan pertolongan Allah ketika menghadapi kesulitan. 43 Setiap hal buruk menimpa saya, saya tersadar bahwa itu adalah peringatan dari Allah SWT. 44 Saya merasakan Allah membimbing saya pada saat saya menghadapi keulitan. 45 Saya merasa banyak doa-doa saya tidak dikabulkan Allah. 46 Berbagai kemudahan yang terjadi dalam hidup saya adalah suatu kebetulan. 47 Selama ini saya tidak pernah mendapatkan peringatan Allah atas perbuatan-perbuatan yang saya lakukan. 48 Inti ajaran Islam adalah Tauhid. 49 Saya sering membaca buku untuk menambah pengetahuan agama. 50 Setiap hari saya mengikuti ceramah agama melalui TV/Radio. 51 Saya tidak memiliki aktivitas apapun untuk menambah pengetahuan agama saya. 52 Hanya wanita yang boleh meninggalkan sholat dengan alasan tertentu yang dibenarkan agama. 53 Menurut saya, sholat boleh ditinggalkan bila kita tidak mampu mengerjakannya dan berada dalam situasi darurat. 54 Tidak seorangpun dapat menolong orang lain ketika hari perhitungan tiba. 55 Saya mengikuti pengajian di lingkungan rumah untuk menambah wawasan keagamaan. 56 Sholat dapat dilakukan dalam situasi dan kondisi apapun. 57 Allah menguji umat-Nya memperhatikan kemampuan mereka. tanpa 58 Saya merasa tidak perlu meningkatkan pengetahuan agama, karena saya rasa sudah cukup. 59 Menurut saya, kita bisa mengganti sholat di lain waktu seperti kita mengganti puasa. 60 Ampunan Allah hanya datang setelah seseorang bertaubat. Inisial Nama : Kelas : PETUNJUK PENGISIAN Pada bagian berikut ini, saudara akan menemukan sejumlah pernyataan yang berkaitan dengan apa yang saudara/i pikirkan, rasakan, dan kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pacaran. Setiap pernyataan memiliki pilihan jawaban yang berkisar dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Setelah membaca pernyataan tersebut, anda diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada salah satu kotak pilihan jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara/i sebagai berikut: SS : Sangat Setuju S : Setuju R : Ragu-ragu TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju Perlu diperhatikan bahwa tidak ada jawaban yang salah. Jawaban yang diminta adalah jawaban yang saudara/i anggap paling sesuai dengan keadaan saudara/i. Oleh karena itu jangan sampai ada yang terlewat atau diberi tanda silang lebih dari satu jawaban untuk setiap pernyataan Selamat Mengisi Terima Kasih NO PERNYATAAN SS 1 Menurut saya berpegangan tangan saja walaupun dengan pacar, tetap tidak perlu dilakukan. 2 Saya pikir, bergandengan tangan dengan lawan jenis untuk remaja seusia saya adalah hal yang wajar. 3 Saya pikir berpelukan dengan orang kita cintai adalah bukti kemesraan. 4 Saya akan menjaga diri bila dirayu untuk berpelukan,walaupun permintaan pacar sekalipun. 5 Saya akan merasa dihargai seandainya saya berpegangan tangan saya di muka umum. 6 Saya akan merasa tidak nyaman berpelukan, sehingga saya tidak mau melakukannya 7 Saya akan merasa malu seandainya seseorang meminta saya mencium pipinya 8 Menurut saya berciuman bibir akan membuat merasa semakin dicintai. 9 Menurut saya berciuman pipi ketika bertemu adalah hal yang wajar untuk zaman sekarang. 10 Saya merasa bersalah ketika sudah berani berciuman bibir. 11 Saya akan menolak untuk mencium pipi atau kening. 12 Bila ada yang meminta saya mencium bibirnya, saya akan melakukannya asalkan di tempat sepi. S R TS STS NO PERNYATAAN SS 13 Saya akan menghindari jika seseorang mulai memegang tangan. 14 Walaupun atas dasar saling suka, saya tidak mau berciuman. 15 Saya akan menolak dengan tegas bila seseorang menginginkan meraba tubuh saya.. 16 Menurut saya saling meraba pantas dilakukan oleh dua insan yang saling mencintai. 17 Saya akan merasa semakin dicintai jika orang yang saya cintai sering mencium pipi saya. 18 Saya pikir berciuman bibir akan menambah kedekatan saya dengan orang yang saya cintai. 19 Saya akan merasa bersalah seandainya saya sudah berani untuk saling meraba. 20 Saya akan bersedia melakukan petting sebagai variasi seandainya saya berpacaran. 21 Saya pikir melakukan oral seks tidak mengapa dilakukan asal didasari suka sama suka. 22 Saya pikir ketika sedang berduaan, melakukan petting adalah wujud rasa cinta. 23 Saya tidak berani melakukan petting walaupun menghendakinya. 24 Saya akan bersedia melakukan oral seks bila dilandasi rasa cinta. S R TS STS NO PERNYATAAN SS 25 Menurut saya apapun bentuk rabaan, harus dilakukan dengan pasangan yang sah. 26 Menurut saya tidak sepantasnya dua insan yang belum menikah melakukan petting. 27 Lebih baik saya menghindar daripada menyetujui ajakan untuk melakukan petting. 28 Saya merasa menyesal seandainya melakukan oral seks. 29 Menurut saya tidak pantas melakukan oral seks bukan dengan pasangannya yang sah. 30 Saya pikir mencium kening adalah bukti kasih sayang. 31 Saya tidak menyesal seandainya melakukan hubungan intim karena alasan yang tepat. 32 Menurut saya hubungan intim tidak boleh dilakukan karena resiko besar yang harus dihadapi. 33 Saya pikir untuk memenuhi kebutuhan biologis, seseorang boleh melakukan hubungan intim selama dengan pacarnya sendiri. 34 Saya tidak akan keperawanan/keperjakaan menyerahkan saya sebelum pernikahan dilangsungkan. 35 Saya yakin hubungan intim harus dilakukan dengan komitmen pernikahan. 36 Saya akan merasakan penyesalan seandainya melakukan hubungan intim. S R TS STS Uji Validitas Alat Ukur Religiusitas (N = 30 dan D = 0,05 didapat rstab = 0,306) No Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rshit Keterangan 0,600 0,669 0,544 0,129 0,585 0,507 0,508 0,557 0,585 0,536 0,360 0,624 0,547 0,603 0,428 0,538 0,676 0,558 0,447 0,412 0,622 0,617 0,465 0,455 0,635 0,666 0,603 0,498 0,559 0,587 Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima No Item 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 rshit Keterangan 0,536 0,545 0,136 0,623 0,581 0,183 0,576 0,488 0,412 0,702 0,543 0,560 0,486 0,594 0,587 0,539 0,753 0,642 0,693 0,582 0,103 0,549 0,570 0,530 0,450 0,633 0,672 0,543 0,664 0,702 Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Koefisien Validitas = 0,538 Lampiran - 1 Uji Reliabilitas Split Half Rank Spearman Alat Ukur Religiusitas No Subjek Item Ganjil (X) Item Genap (Y) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 107 84 55 119 66 75 77 108 118 93 110 90 48 57 90 43 109 92 74 47 95 74 47 97 63 63 91 74 63 71 114 92 50 117 73 72 83 122 107 104 109 97 49 71 79 50 100 83 101 52 78 71 52 97 65 52 81 89 59 53 rstt 0,896 2 (rstt) 1,792 1 + rstt 1,896 Lampiran - 2 rstot 0,945 Uji Validitas Alat Ukur Sikap terhadap Perilaku Seksual (N = 30 dan D = 0,05 didapat rstab = 0,306) No Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 rshit Keterangan 0,575 0,723 0,620 0,643 0,535 0,641 0,461 0,624 0,073 0,575 0,524 0,482 0,453 0,622 0,106 0,436 0,610 0,569 0,532 0,595 0,201 0,387 0,578 0,633 0,579 0,529 0,711 0,705 0,726 0,020 0,633 0,792 0,531 0,669 0,619 0,628 Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima No Item 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 rshit Keterangan 0,113 0,510 0,517 0,412 0,463 0,255 0,711 0,537 0,668 0,602 0,365 0,452 0,672 0,646 0,503 0,553 0,497 0,075 0,652 0,438 0,566 0,413 0,348 0,653 0,328 0,216 0,538 0,618 0,440 0,586 0,436 0,454 0,389 0,580 0,620 0,406 Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Koefisien Validitas = 0,508 Lampiran - 3 Uji Reliabilitas Split Half Rank Spearman Alat Ukur Sikap terhadap Perilaku Seksual No Subjek Item Ganjil (X) Item Genap (Y) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 51 71 96 110 97 105 58 104 87 56 120 83 83 131 110 98 79 74 71 105 72 64 63 45 80 108 66 63 76 102 56 68 102 108 102 104 66 101 86 54 116 99 82 136 118 95 77 69 59 103 70 51 64 52 72 79 53 63 80 124 rstt 0,922 2 (rstt) 1,844 1 + rstt 1,922 Lampiran - 4 rstot 0,956 Tabel P. Tabel Harga-harga Kritis rs Koefisien Korelasi Ranking Spearman N 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Tingkat signifikansi (tes satu sisi) .05 .01 1.000 .900 .829 .714 .643 .600 .564 .506 .456 .425 .399 .377 .359 .343 .329 .317 .306 1.000 .943 .893 .833 .783 .746 .712 .645 .601 .564 .534 .508 .485 .465 .448 .432 Sumber : Hoel, P.G. Elementary Statistics, John Wiley & Son, Inc., New York, 1960 Lampiran - 5 Data Mentah Religiusitas serta Dimensinya dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual (Subjek 1 - 80) No X X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 Y Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 No X X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 Y 187 142 209 146 196 121 186 137 121 145 143 204 138 216 133 201 155 149 100 159 152 205 149 227 94 194 139 145 152 164 159 161 146 165 152 203 160 227 123 53 22 50 31 35 23 38 26 21 28 32 45 24 42 27 39 37 30 19 29 34 41 30 49 23 40 26 28 28 34 29 33 27 29 30 45 30 55 28 38 29 41 29 38 24 30 29 28 29 27 36 30 44 27 30 33 29 23 34 30 32 29 48 21 42 26 32 31 31 35 30 37 34 32 43 33 49 24 35 29 41 28 37 27 39 28 21 28 27 43 29 41 27 46 28 32 19 33 32 39 30 40 20 41 27 31 33 36 32 36 32 36 32 35 30 22 24 32 28 36 28 37 24 39 28 23 28 25 41 26 41 25 40 25 27 21 29 27 40 27 43 12 32 29 27 28 26 29 32 22 29 24 38 33 47 21 29 34 41 30 49 23 40 26 28 32 32 39 29 48 27 46 32 31 18 34 29 53 33 47 18 39 31 27 32 37 34 30 28 37 34 42 34 54 26 139 175 184 238 196 172 179 214 94 182 273 173 198 105 204 129 196 178 259 200 102 124 122 104 288 128 141 244 146 251 178 104 179 247 159 249 131 74 245 153 30 34 31 25 33 264 Subjek 221 176 105 236 139 147 160 230 225 197 219 187 97 128 169 93 209 175 175 99 173 145 99 194 128 115 172 163 122 124 133 156 208 178 200 132 192 156 163 45 41 20 53 25 39 36 49 43 47 47 42 21 35 33 18 42 34 32 26 37 27 18 41 25 27 39 34 26 35 28 32 42 47 48 26 40 33 35 42 38 22 47 28 33 33 39 47 31 43 38 21 21 36 21 41 31 39 18 38 23 20 40 32 23 25 41 25 23 24 34 37 44 37 25 38 29 30 43 28 20 42 23 25 32 43 42 35 39 33 18 23 28 16 47 35 30 14 31 38 21 43 28 20 28 32 26 26 29 32 42 32 39 27 36 32 39 38 28 15 41 27 27 29 45 38 32 42 38 16 29 32 17 36 36 34 22 31 17 13 36 24 24 28 36 24 19 24 26 42 31 34 27 39 25 29 53 41 28 53 36 23 30 54 55 52 48 36 21 20 40 21 43 39 40 19 36 40 27 34 19 21 52 20 21 21 28 32 45 24 42 27 39 37 30 107 139 198 218 199 209 124 205 173 110 236 182 165 267 228 193 156 143 130 208 142 115 127 97 152 187 119 126 156 226 174 194 180 189 165 192 179 233 186 110 25 25 22 19 19 180 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 Lampiran - 6 Lanjutan Data Mentah (Subjek 81 - 160) No X X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 Y Subjek No X X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 Y Subjek 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 161 208 75 139 156 191 83 161 239 150 173 153 183 195 166 155 222 175 89 111 109 154 161 178 231 161 148 181 167 207 164 165 127 172 95 229 177 165 164 27 47 14 22 32 36 26 31 52 32 32 31 45 39 37 24 48 34 21 25 25 29 34 44 54 42 29 41 40 46 39 35 25 36 15 46 37 42 39 35 43 12 32 33 46 17 35 48 29 38 35 36 41 30 32 45 47 19 22 18 35 24 32 50 28 28 28 26 33 24 31 24 25 14 48 25 31 23 35 38 24 31 33 39 13 32 48 28 37 33 36 37 31 35 43 26 15 21 20 31 36 33 19 27 32 35 25 41 30 31 23 32 39 43 37 29 32 28 36 11 23 27 30 10 28 37 28 30 23 33 39 31 28 40 31 13 18 20 23 31 25 46 25 21 34 34 42 33 28 24 42 12 34 40 23 30 36 44 14 31 31 40 17 35 54 33 36 31 33 39 37 36 46 37 21 25 26 36 36 44 62 39 38 43 42 45 38 40 31 37 15 58 38 40 40 145 169 290 252 114 258 302 262 111 238 242 99 201 126 152 264 104 268 278 120 214 160 201 185 71 116 254 104 266 108 230 154 156 155 304 97 217 144 121 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 101 167 239 134 221 217 221 134 122 111 165 146 172 109 195 86 138 140 109 113 183 196 146 201 208 207 127 108 103 134 144 189 119 210 85 157 145 102 81 17 36 56 23 40 31 40 29 26 24 41 31 43 21 44 17 25 29 24 23 40 51 29 45 45 44 24 26 19 29 25 36 27 40 17 30 30 19 16 21 35 54 27 49 50 49 28 21 27 41 23 44 24 44 18 22 27 27 24 34 39 34 34 39 40 27 22 20 25 29 37 20 40 16 29 30 20 12 24 27 41 27 38 43 45 27 23 25 29 28 32 20 37 16 32 25 20 24 33 40 29 42 40 41 25 20 16 22 29 35 21 39 13 26 27 18 15 14 32 47 25 46 44 44 26 24 16 21 29 14 22 29 17 27 29 17 18 37 31 26 33 36 39 22 17 20 26 25 36 20 41 17 31 28 19 22 25 37 41 32 48 49 43 24 28 19 33 35 39 22 41 18 32 30 21 24 39 35 28 47 48 43 29 23 28 32 36 45 31 50 22 41 30 26 16 177 196 79 188 88 75 92 167 181 194 132 153 123 196 192 222 163 160 196 190 111 97 154 91 84 85 174 199 204 167 156 104 184 80 223 142 154 204 228 120 162 36 28 30 26 42 235 160 166 33 33 32 26 42 130 Lampiran - 7 Lanjutan Data Mentah (Subjek 161 - 207) No X X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 Y Subjek No X X.1 X.2 X.3 X.4 X.5 Y 121 163 177 203 180 170 171 193 70 161 241 163 179 160 166 207 176 177 227 176 86 108 108 27 37 40 44 37 40 42 49 15 36 53 36 37 37 39 44 33 40 46 43 19 22 20 23 37 40 37 40 32 39 44 13 33 50 35 40 37 30 38 36 40 46 34 16 20 19 24 28 32 38 34 31 30 33 11 31 42 30 35 28 36 46 35 32 43 32 14 22 24 22 27 31 38 29 28 25 33 15 29 44 26 28 26 28 32 29 31 37 29 16 22 23 25 34 34 46 40 39 35 34 16 32 52 36 39 32 33 47 43 34 55 38 21 22 22 107 135 135 196 120 215 154 104 302 143 245 190 125 239 106 102 215 152 92 140 299 194 197 Subjek 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 255 163 166 160 158 205 188 175 244 156 96 120 117 185 165 182 170 171 154 184 165 205 170 52 37 36 33 31 48 43 41 53 37 21 21 21 37 35 39 39 35 41 40 37 46 34 49 22 24 24 32 32 26 28 44 26 15 18 18 32 37 40 38 38 37 42 33 39 33 48 35 41 37 31 38 36 32 47 28 21 28 32 36 33 30 32 34 25 32 30 39 39 44 31 28 31 24 41 43 26 43 27 18 28 21 37 27 31 28 25 24 30 28 37 27 62 38 37 35 40 46 40 48 57 38 21 25 25 43 33 42 33 39 27 40 37 44 37 69 133 130 137 140 86 105 120 72 142 210 183 186 109 131 112 126 175 178 230 210 185 266 184 163 35 34 29 32 33 180 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 Lampiran - 8 Tabel B. Tabel Harga-harga Kritis t*) Tingkat signifikansi untuk tes satu-sisi df 0.10 0.05 0.03 0.01 0.005 0.0005 0.20 0.10 0.05 0.02 0.01 0.001 Tingkat signifikansi untuk tes dua-sisi 1 3.078 6.314 12.706 31.821 63.657 636.619 2 1.886 2.920 4.303 6.965 9.925 31.598 3 1.638 2.353 3.182 4.541 5.841 12.941 4 1.533 2.132 2.776 3.747 4.604 8.610 5 1.476 2.015 2.571 3.365 4.032 6.859 6 1.440 1.943 2.447 3.143 3.707 5.959 7 1.415 1.895 2.365 2.998 3.499 5.405 8 1.397 1.860 2.306 2.896 3.355 5.041 9 1.383 1.833 2.262 2.821 3.250 4.781 10 1.372 1.812 2.228 2.764 3.169 4.587 11 1.363 1.796 2.201 2.718 3.106 4.437 12 1.356 1.782 2.179 2.681 3.055 4.318 13 1.350 1.771 2.160 2.650 3.012 4.221 14 1.345 1.761 2.145 2.624 2.977 4.140 15 1.341 1.753 2.131 2.602 2.947 4.073 16 1.337 1.746 2.120 2.583 2.921 4.015 17 1.333 1.740 2.110 2.567 2.898 3.965 18 1.330 1.734 2.101 2.552 2.878 3.922 19 1.328 1.729 2.093 2.539 2.861 3.883 20 1.325 1.725 2.086 2.528 2.845 3.850 21 1.323 1.721 2.080 2.518 2.831 3.819 22 1.321 1.717 2.074 2.508 2.819 3.792 23 1.319 1.714 2.069 2.500 2.807 3.767 24 1.318 1.711 2.064 2.492 2.797 3.745 25 1.316 1.708 2.060 2.485 2.787 3.725 26 1.315 1.706 2.056 2.479 2.779 3.707 27 1.314 1.703 2.052 2.473 2.771 3.690 28 1.313 1.701 2.048 2.467 2.763 3.674 29 1.311 1.669 2.045 2.462 2.756 3.659 30 1.310 1.697 2.042 2.457 2.750 3.646 40 1.303 1.684 2.031 2.423 2.704 3.551 60 1.226 1.671 2.000 2.390 2.660 3.460 120 1.289 1.658 1.980 2.358 2.617 3.373 a 1.282 1.645 1.960 2.326 2.576 3.291 *) Tabel B diringkaskan dari tabel III dalam Fisher dan Yates : Statistical tables for biological, agricultural, and medical research, diterbitklan oleh Oliver and Boyd Ltd. Edinburgh. Lampiran - 9