Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era

advertisement
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 115-134.
AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN DI ERA KETERBUKAAN
INFORMASI
THE ACCESS TO JUDICIAL DECISION IN THE ERA OF INFORMATION OPENNESS
Oleh: Muhammad Insa Ansari *)
ABSTRACT
Rigth to information in one of the human right regulated in he 1945 Constitution. The
implementation of such right for the citizen is further regulated in the Act Number 14,
2008 regarding the Openness of Public Information. This paper explores the
information openness of the judicial intitution as a public institution. Basically, such
openness is not the new thing in Indonesian justice procedure system. Article 195 f the
Indonesian Penal Law states that all decision are valid and enforcable if it is stated in
te open trial for the public. Aticle 13 (1) of the Act Number 48, 2009 regarding the
Justice Authority also provides that each trial process is open for public unless he Act
states conversely. Article 20 of he Act Number 4, 2004 regarding the Justice Power also
states the same thing as the Act Number 48, 2009. however, the decision that is more
accessible to public is the decision of the Supreme Court. Contrastly, the decision of the
first instance court and the court of appeal have not been able to be accessed yet.
Therefore, in the era of public information openness, such information should be easily
and quickly accessed by the public through electronic and printed media court official
websites, started from the court of the first intance. Miliatry Court, Administrative
Court, Appeal Court to the Supeme Court.
Keywords: Openness, Access, Judicial Decision.
A. PENDAHULUAN
Hak memperoleh informasi merupakan salah satu Hak Asasi Manusia dalam
Konstitusi Indonesia.
Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 mendapat
pengaturan dalam bab tersendiri, tepatnya pada Bab XA, yang terdiri atas 11 pasal (yaitu
Pasal 28, 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I, dan 28J). Berkaitan tentang hak
memperoleh informasi mendapat pengaturan dalam Pasal 28F UUD 1945. Dimana dalam
Pasal 28F UUD 1945 menyebutkan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
*)
Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H. adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Ketentuan Pasal 28F UUD 1945
merupakan hasil perubahan kedua atas UUD 1945.1
Dengan dijaminnya hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan dituangkan
dalam konstitusi sebagai hak asasi manusia, maka kehadiran Undang-undang yang mengatur
masalah akses informasi menjadi suatu kebutuhan penting sebagai bagian untuk pelaksanaan
hak asasi manusia lebih lanjut. Tepat pada Pada tanggal 30 April 2008 dengan persetujuan
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia
mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4846), selanjutnya disebut dengan UU KIP. UU KIP tersebut
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara
pada hari dan tanggal yang sama dengan hari dan tanggal pengesahannya.
Pasal 1 angka 2 UU KIP menyebutkan bahwa Informasi Publik adalah informasi
yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang
berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini serta informasi
lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kemudian dalam Pasal 1 angka 3 UU KIP
menyebutkan bahwa: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan
lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.”
*)
1
Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H. adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata
Negara FHUI, Jakarta, 2002, hal. 50
116
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Lembaga yudikatif merupakan salah satu kekuasaan yang sangat penting dalam
sebuah Negara.
2
Berkaitan dengan lembaga yudikatif di dalam UUD 1945 mendapat
pengaturan dalam satu bab tersendiri, yaitu Bab IX Kekuasaan Kehakiman. Pasal 24 ayat (2)
UUD 1945 menyebutkan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.” Pasal tersebut merupakan hasil perubahan ketiga atas UUD
1945.3
Adapun kewenangan Mahkamah Agung berdasarkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945
adalah: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.” Sementara itu kewenangan
Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 adalah: “Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undamg-Undang Dasar, memutuskan
kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar,
memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.”
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, maka dapat dipahami bahwa
banyak sekali keputusan-keputusan yang diputuskan dan ditetapkan oleh kedua lembaga
yudikatif tersebut. Keputusan tersebut tentunya sesuatu yang ditunggu-tunggu terutama sekali
oleh mereka yang sedang mencari keadilan terhadap persoalan yang dihadapinya atau yang
disengketakanya.
Disamping itu putusan tersebut sangat diperlukan dan dinantikan oleh
mereka atau kelompok masyarakat yang memiliki minat dan berhasrat untuk memahami
2
Dalam teori Ilmu Negara sering disebutkan 3 (tiga) kekuasaan penting dalam suatu negara, yaitu kekuasaan
eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif.
117
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
sesuatu berdasarkan putusan peradilan, baik itu akademisi maupun praktisi serta pihak lembaga
swadaya masyarakat konsen terhadap justisia.
B. SISI YURIDIS TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia telah menempatkan hak setiap orang untuk memperoleh informasi sebagai salah satu
Hak Asasi Manusia.4 Hak untuk memperoleh informasi kemudian juga dijadikan sebagai salah
satu konsideran menimbang dari UU KIP.5 Menurut hemat penulis dalam UU KIP terdapat
sejumlah hak dan kewajiban baik dari Pemohon/Pengguna Informasi Publik dan Badan Publik
yang harus dipahami termasuk namun tidak terbatas terhadap akses putusan lembaga peradilan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Hak Pemohon Informasi Publik.
UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna
Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Kesatu tentang
Hak Pemohon Informasi Publik menyebutkan:
Pasal 4
(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh
Informasi Publik;
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan
Undang-Undang ini; dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3
Jimly Asshiddiqie, Loc.Cit, hal. 40.
4
Pasal 28F UUD1945 berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
5
Konsideran huruf b UU KIP menyebutkan: “bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia
dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.”
118
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi
Publik disertai alasan permintaan tersebut.”
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan
apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Ketentuan Pasal 4 UU KIP memberikan sejumlah hak kepada Pemohon Informasi
Publik, baik secara pasif maupun aktif. Ketentuan tersebut juga membuka hak bagi
Pemohon Informasi Publik untuk mengajukan gugatan ke pengadilan dalam hal terjadi
hambatan atau kegagalan dalam memperoleh informasi publik.
2.
Kewajiban Pengguna Informasi Publik.
UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna
Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Kedua tentang
Kewajiban Pengguna Informasi Publik, juga menyatakan:
Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia
memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri
maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Ketentuan Pasal 5 UU KIP mewajibkan pengguna Informasi Publik untuk
menggunakan informasi secara bertanggung jawab disertai dengan kewajiban menghargai
hasil karya informasi yang dikelola badan publik dengan mencantum sumber informasi
yang didapatkan.
Sehingga badan publik yang mengelola informasi mempunyai
penghargaan secara inmaterial.
3.
Hak Badan Publik
119
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna
Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Ketiga tentang Hak
Badan Publik menyebutkan:
Pasal 6
(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;6
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari
persaingan usaha tidak sehat;7
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;8 dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.9
Pasal 6 UU KIP menyebutkan sejumlah hak bagi badan publik untuk menolak dan
mengabaikan permohonan terhadap informasi-informasi yang dikecualikan oleh peraturan
perundang-undangan.
4.
Kewajiban Badan Publik
UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna
Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Keempat tentang
Kewajiban Badan Publik, juga menyatakan:
6
Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf a menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “membahayakan negara”
adalah bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut mengenai Informasi yang
membahayakan Negara ditetapkan oleh Komisi Informasi.
7
Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf b menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak
sehat” adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha. Lebih lanjut
mengenai Informasi persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi Informasi.
8
Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf d menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah
rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundangundangan.
9
Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf e menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang
diminta belum dikuasai atau didokumentasikan” adalah Badan publik secara nyata belum menguasai dan/atau
mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud.
120
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Pasal 7
Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi
Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik,
selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak
menyesatkan.
Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan
Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan
dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga
dapat diakses dengan mudah.
Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang
diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat
pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan
keamanan negara.
Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media
elektronik dan nonelektronik.
Ketentuan Pasal 7 UU KIP mewajibkan badan publik untuk memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk mengakses informasi publik, sepanjang informasi publik tersebut
tidak dilarang aksesnya oleh peraturan perundang-undangan. Bahkan dalam ketentuan Pasal 7
UU KIP diberikan kesempatan kepada Badan Publik dengan memanfaatkan sarana dan/atau
media elektronik dan non elektronik untuk menyediakan Informasi Publik yang akurat dan
benar.
Sebelum disahkan UU KIP, pada tanggal 21 April 2008 dengan persetujuan bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undangundang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4843), selanjutnya disingkat UU ITE. UU ITE diumumkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara juga pada tanggal
yang sama dengan tanggal pengesahannya.
Beberapa hal yang terdapat dalam UU ITE berkaitan dan bahkan mempunyai
korelasi dengan UU KIP, diantaranya adalah sejumlah pengertian yang terdapat dalam UU
121
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
ITE, seperti namun tidak terbatas pada pengertian terhadap: Informasi Elektronik,10 Teknologi
Informasi,
11
Dokumen Elektronik,
12
Sistem Elektronik,
13
Akses,
14
Kode Akses,
15
Penyelenggaraan Sistem Elektronik,16 Nama Domain,17 serta sejumlah istilah lain yang terkait
dan berhubungan.
Disamping itu ada beberapa hal menarik yang tertuang dalam Konsideran
Menimbang UU ITE huruf d, e, f, adalah:
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus
dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan
kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan
nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan
dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi
melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi
Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
10
Pasal 1 angka 1 UU ITE menyebutkan: “Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol,
atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
11
Pasal 1 angka 3 UU ITE menyebutkan: “Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.”
12
Pasal 1 angka 4 UU ITE menyebutkan: “Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
13
Pasal 1 angka 5 UU ITE menyebutkan: “Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.”
14
Pasal 1 angka 15 UU ITE menyebutkan: “Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem
Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.”
15
Pasal 1 angka 16 UU ITE menyebutkan: “Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau
kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.”
16
Pasal 1 angka 6 UU ITE menyebutkan: “Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem
Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.”
17
Pasal 1 angka 20 UU ITE menyebutkan: “Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa
kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.”
122
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Baik keterbukaan informasi 18 maupun penggunaan sarana teknologi informasi 19
tentunya telah tertuang dalam produk legislasi yang berlaku untuk seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Seyogyanya sudah dapat dipergunakan untuk mempublikasikan
semua produk hukum, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun putusan-putusan
lembaga peradilan, terlepas belum lahirnya seluruh regulasi terhadap pelaksanaan UU KIP dan
UU ITE. Sehingga kehadiran kedua produk legislasi tersebut ada manfaat dan dapat digunakan
oleh lembaga peradilan disamping memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia secara
keseluruhan.20
C. AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN
Prinsip keterbukaan atas putusan pengadilan sebenarnya bukanlah hal baru dalam
sistem peradilan di Indonesia. Bahwa terhadap semua putusan pengadilan itu hanya sah dan
mempunyai kekuatan hokum, jika diucapkan pada persidangan terbuka dan umum (Pasal 195
KUHAP). 21 Dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076), menyebutkan:
Pasal 13
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali
undang-undang menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
18
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4846) atau UUKIP.
19
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4843) atau UU ITE.
20
Paragraf 1 Penjelasan Umum atas UUITE menyebutkan: “Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan
komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi
Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.”
21
Martiman Prodjohamidjojo, Putusan Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.18
123
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Sebelumnya dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), dalam Pasal 20 Undangundang tersebut juga disebutkan bahwa: “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
Ketentuan tersebut sebelumnya juga terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3879).
Keterbukaan atas putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
hukum acara (hukum formil).22 Sehingga putusan tersebut baru sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Bahkan kalau putusan tersebut
tidak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, maka keputusan tersebut batal demi
hukum. Batal demi hukum artinya putusan itu dianggap tidak pernah ada.
Berangkat dari pandangan tersebut, maka putusan lembaga peradilan bukanlah
sesuatu yang rahasia sifatnya. Semua pihak dapat memperoleh keputusan dan penetapan
lembaga peradilan, baik masyarakat pencari keadilan (justiabelen) maupun masyarakat yang
membutuhkan informasi terhadap putusan lembaga peradilan.
22
Berikut ini akses terhadap
Hukum Acara (hukum formil) adalah hukum yang mengatur bagaimana tata cara hukum materil
dipertahankan di depan persidangan pengadilan.
124
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
putusan lembaga peradilan pada era keterbukaan informasi yang penulis amati dan dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
1.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yudikatif baru hadir, yang lahir setelah
dilakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945. Putusan Mahkamah
Konstitusi selama ini diumumkan lewat surat kabar (media cetak), sehingga memudahkan
semua lapisan masyarakat untuk mengaksesnya. Disamping itu Mahkamah Konstitusi juga
mempublikasikan putusannya lewat websitenya: www.mahkamahkonstitusi.go.id.23
Oleh karena putusan Mahkamah Konstitusi diumumkan lewat media cetak dan juga
media elektronik, maka terhadap orang-orang yang tidak melek teknologi juga dapat
diakses dengan baik. Bagi mereka yang melek teknologi tentunya tidak menjadikan hal ini
sebagai suatu permasalahan karena mereka mempunyai kemampuan untuk mengakses
informasi teknologi.
Dalam
website
resmi
Mahkamah
Konstitusi,
putusan
sidangnya dapat diakses melalui Indek Putusan Terkini. Di dalam Indek itu ditabulasikan
nomor, pemohon, tanggal, nomor perkara, judul perkara, putusan dan download.24
2.
Putusan Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung)
Putusan Mahkamah Agung dalam pengamatan penulis selama ini belum pernah
diumumkan lewat surat kabar (media cetak), namun penulis pernah menemukan adanya
bagian putusan yang disampaikan oleh advokat, selaku kuasa hukum yang menangani
23
Mahkamah Konstitusi, Satu TahunMahkamah Konstitusi Mengawal Konstitusi Indonesia, Buku II Laporan
Pelaksanaan Putusan MPR Oleh Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2003-2004, hal. 53, dimana
disebutkan: “agar public diberbagai daerah, bahkan di luar negeri dapat mengetahui kondisi dan perkembangan tugas
dan kewenangan MK, telah dibuat website resmi yaitu: www.mahkamahkonstitusi.go.id. Di dalam situs ini, disuguhkan
berbagai informasi mengenai profil hakim MK, kegiatan-kegiatan MK, profil MK, jadwal siding, risalah siding,
putusan-putusan MK, dan lain-lain.”
24
Putusan Sidang, < http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php? page=sidang.Putusan Perkara
&id=1&aw=1& ak= 11&kat=1>, diakses pada tanggal 28 Maret 2011.
125
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
perkara (terutama putusan yang dimenangkannya). Itupun yang diumumkan lewat surat
kabar dalam bentuk adventorial dan hanya bagian parsial dari putusan hakim tersebut.
Pada era keterbukaan informasi dewasa ini Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia dapat diakses pada Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
melalui alamat websitenya http://putusan.mahkamahagung. go.id/. Pada tanggal 25 Maret
2011 ketika mengakses website tersebut, penulis mendapatkan sejumlah informasi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Putusan Berdasarkan Bidang Hukum
Berdasarkan bidang hukum dimana putusan pengadilan dapat ditabulasikan
dalam tabel sebagai berikut:
Jumlah
Keterangan
Putusan
(1)
(2)
(3)
(4)
1
Perdata
7878
2
Perdata Agama
652
3
Perdata Khusus
2452
4
Pidana
4783
5
Pidana Khusus
1765
6
Pidana Militer
1765
7
Tata Usaha Negara
375
(Sumber: <http://putusan.mahkamahagung.go.id/>, diakses pada tanggal 25
Maret 2011)
No
Bidang Hukum
Putusan Pengadilan yang dipisahkan atau dibedakan berdasarkan bidang hukum,
tentunya juga akan membantu masyarakat untuk memudahkan mencari putusan
lembaga pengadilan. Disamping itu juga akan terbantu dengan adanya Direktori
Putusan Mahkamah Agung yang ditampilkan berdasarkan tahun putusan, hal ini juga
akan memudahkan untuk menelusuri litaratur.
126
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
b. Putusan Berdasarkan Tahun Putusan
Berdasarkan tahun putusan, dimana putusan pengadilan dapat ditabulasikan
dalam tabel sebagai berikut:
No
Tahun
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
(2)
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
1981
1980
1979
1978
1977
1976
1975
1974
1973
1972
1971
Jumlah
Putusan
(3)
86
2917
3260
4162
3967
2350
1157
444
237
212
103
75
87
23
29
37
9
16
14
10
3
10
4
7
10
15
28
3
11
12
19
33
22
16
11
80
17
19
35
19
28
Keterangan
(4)
127
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Jumlah
Keterangan
Putusan
(1)
(2)
(3)
(4)
42
1970
114
43
1969
15
44
1968
3
45
1967
5
46
1966
5
47
1964
2
48
1963
1
(Sumber: http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamahagung/periode/ putus, diakses pada tanggal 25 Maret 2011)
No
Tahun
Dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat
diakses semua materi yang dituangkan dalam putusan tersebut, mulai dari putusan
Mahkamah Agung pada tahun 1963 sampai putusan Mahkamah Agung terbaru tahun
2011 (bahkan pada saat penulis mengakses pada tanggal 25 Maret 2011, sudah ada 86
putusan terbaru Mahkamah Agung).
Menurut hemat penulis informasi atas jumlah dan materi putusan Mahkamah
Agung
yang
dapat
diakses
dengan
mudah
pada
websitenya
http://putusan.mahkamahagung. go.id/ merupakan suatu perkembangan yang luar
biasa pada era keterbukaan informasi.
Kondisi ini menjadikan pihak-pihak yang
melek teknologi begitu mudah untuk dapat mengakses terhadap putusan Mahkamah
Agung.
3. Putusan Pengadilan Tingkat Banding
Sampai dengan saat ini penulis belum melihat dan mendapat informasi akurat
berkaitan dengan Putusan dan Penetapan Pengadilan Banding (Pengadilan Tinggi,
Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Militer Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara) yang menyajikan informasi tentang putusan selengkap Direktori Putusan
Mahkamah Agung RI. Bahkan pada prakteknya untuk mendapatkan keputusan pengadilan
128
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
tingkat banding secara langsung ke lembaga peradilan tingkat banding relatif rumit dan
susah.
4. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama
Tak ubahnya seperti dengan mengakses Putusan Pengadilan Tingkat Banding,
putusan Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah
Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara) juga relatif
lebih susah untuk
mengakseskannya. Penulis pernah mencoba mengakses terhadap putusan pada tingkat
pertama, tetapi oleh pihak kepaniteraan menanyakan sejumlah hal dan bahkan pernah
mengatakan bahwa putusan hanya diberikan kepada pihak yang beperkara. Kepada pihak
yang ingin mengadakan penelitian (riset) harus menyertakan surat dari dekan atau pimpinan
perguruan tinggi untuk mendapatkan keputusan.
Untuk itu menurut hemat penulis pada era keterbukaan informasi dewasa ini sudah
saatnya semua putusan pengadilan, baik putusan pada pengadilan tingkat pertama
(Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah Militer, dan Pengadilan Tata Usaha
Negara) maupun putusan pada pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi, Pengadilan
Tinggi Agama, Mahkamah Militer Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara)
mempunyai Direktori Putusan yang dapat diakses oleh semua pihak melalui website resmi
lembaga peradilan.
D.
ARTI PENTING AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN DI ERA
KETERBUKAAN INFORMASI
Keterbukaan terhadap putusan lembaga peradilan di Era Keterbukaan Informasi
mempunyai arti dan makna tersendiri. Setidak-tidaknya penulis menembukan beberapa hal-hal
yang dianggap penting dalam mengakses terhadap putusang pengadilan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
129
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
1. Keterbukaan atas Putusan Pengadilan
Putusan peradilan yang terbuka akan hadir dengan secara perlahan-lahan seiring
dengan tuntutan masyarakat. Putusan terbuka sebenarnya diharapkan agar semua pihak
dapat mengetahui terhadap putusan-putusan hakim. Karena itu, ditangan para hakim
terdapat tugas mulia dalam menegakkan keadilan, terlebih lagi karena di tangan para
hakim terdapat palu yang akan memutuskan suatu perkara, sehingga menyebabkan banyak
putusan penting dalam hidup manusia ada di tangan hakim.25
Untuk itu keterbukaan atas putusan pengadilan sebenarnya diperlukan untuk
menunjukkan kualitas. Kualitas putusan tidak terlepas pada kemampuan dan integritas
hakim. Dengan tingginya kemampuan dan integritas hakim yang menetapkan putusan,
tentunya akan menghadirkan putusan pengadilan yang adil sesuai dengan cita-cita hukum.
2. Pengawasan Publik Atas Putusan Peradilan
Keterbukaan
informasi
publik
merupakan
sarana
dalam
mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.26 Terhadap putusan hakim yang begitu
mudah untuk mengaksesnya, tentu akan telaah kritis masyarakat. Hal ini mengharuskan
hakim untuk harus hati-hati dan bertindak cermat dalam memberikan putusan.
3. Putusan Peradilan Dapat Diperoleh Dengan Cepat dan Tepat Waktu, biaya Ringan
dan Cara Sederhana
Salah satu asas penting sebagaimana tersebut pada Pasal 2 ayat (3) UU KIP adalah
Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan
25
Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan
Pengurus), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 99
130
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Putusan lembaga peradilan juga
dapat diakses dengan mudah, kalau putusan-putusan tersebut telah di upload pada situssitus resmi lembaga peradilan. Sehingga untuk mengakses putusan tersebut tidak harus ke
kantornya atau lembaga peradilan yang memutuskan perkara tersebut.
4.
Pengembangan Ilmu Hukum melalui Studi Putusan Peradilan
Di negara-negara yang menganut common law system bahwa putusan hakim merupakan
sumber hukum yang sangat utama sebaliknya di negara-negara yang menganut civil law
system bahwa peraturan perundang-undangan merupakan sumber hukum yang sangat
utama. Meskipun Indonesia termasuk dalam negara yang menganut civil law system,
bukan berarti putusan hakim tidak menjadi sumber hukum. Bahkan dalam perkembangan
terkini, common law system juga telah membentuk peraturan perundang-undangan,
demikian juga sebaliknya dengan civil law system mejadikan putusan hakim sebelumnya
sebagai pertimbangan hukum.
Dalam rangka pengembangan ilmu hukum, maka studi kasus mempunyai tempat tersendiri
dalam mempelajari hukum. Pada suatu diskusi yang diadakan oleh Bagian Hukum dan
Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, pada tanggal 2 Februari 2011,
Prof. Dr. Amiruddin Abdul Wahab, S.H. (Guru Besar (Emiritus) Hukum Asuransi pada
FH Unsyiah) mengatakan bahwa Studi Kasus adalah salah satu cara belajar hukum
melalui kajian (analisis) tehadap kasus-kasus yang diperoleh dari putusan-putusan
pengadilan (law report), disamping cara belajar hukum melalui kajian (penafsiran)
terhadap peraturan perundang-undangan.27
26
Konsideran Menimbang huruf c UU KIP.
27
Amiruddin Abdul Wahab, Studi Kasus Dalam Ilmu Hukum (Makalah), tanpa penerbit, Banda Aceh, 2011,
hal.1
131
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Bahkan pada akhir diskusi tersebut Prof. Dr. Amiruddin Abdul Wahab, S.H., berpendapat
kalau pihak fakultas antusias dan sepakat mengikutsertakan studi kasus dalam setiap
perkuliahan, maka:
“… Fakultas perlu melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
1. Perlu diadakan kerjasama dengan Pengadilan-pengadilan dan Mahkamahmahkamah Syar’iya yang ada di Daerah Aceh, juga lembaga-lembaga peradilan
di tingkat pusat untuk mendapatkan semacam law report yang memuat putusanputusan hakim yang relative baru untuk bahan kajian;
2. Kasus-kasus harus dipilih dengan bertujuan, bukan secara sembarangan;
3. Melakukan kajian secara cermat, termasuk data-data lainnya yang mungkin ada
di luar pengadilan;
4. Pengambilan kesimpulan dengan membandingkan dengan kasus-kasus lainnya
yang bersamaan atau yang sejenis;
5. Pemantauan terhadap reaksi-reaksi yang timbul dari para pihak dan juga dari
masyarakat berkaitan dengan akibat dari putusan kasus-kasus tersebut.”28
Untuk pengembangan ilmu hukum di Indonesia, bahwa Direktori Putusan Mahkamah
Agung
sebagaimana
yang
terdapat
dalam
websitenya
http://putusan.mahkamahagung.go.id/ mesti di-upload semua putusan-putusan dari waktu
ke waktu oleh Mahkamah Agung. Demikian juga dengan Putusan Terkini Mahkamah
Konstitusi sebagaimana terdapat pada website http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/
perlu diupload terutama terhadap putusan-putusan terbaru. Disamping itu lingkungan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung baik lingkungan peradilan umum
(Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi), lingkungan peradilan agama (Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama), lingkungan peradilan militer (mahkamah militer
dan mahkamah militer tinggi) dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) sudah saatnya memiliki
Direktori Putusannya sepertinya Mahkamah Agung Republik Indonesia.
E. KESIMPULAN
Dari uraian pada bagian-bagian terdahulu maka ada beberapan kesimpulan yang
dapat diambil dari tulisan singkat ini, yaitu:
132
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Pertama, bahwa putusan lembaga peradilan bukanlah suatu rahasia, yang tidak bisa diketahui
oleh publik dan diinformasikan kepada publik. Semua pihak berhak mengakses putusan
pengadilan dan tidak hanya diperuntukkan kepada pencari keadilan (justiabelen)
Kedua, bahwa pada prinsipnya putusan pengadilan terbuka umum, sehingga kalau ada putusan
hakim yang tidak bacakan dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum, maka terhadap
putusan tersebut batal demi hukum.
Ketiga, bahwa di era keterbukaan informasi sudah saatnya putusan pengadilan dapat diakses
oleh masyarakat dengan cepat dan mudah dengan menggunakan sarana/media komunikasi
elektronik (paperless) lewat website resmi lembaga peradilan, mulai dari peradilan tingkat
pertama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah Militer, dan Pengadilan Tata
Usaha Negara), peradilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama,
Mahkamah Militer Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) hingga peradilan tingkat
kasasi (Mahkamah Agung).
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin Abdul Wahab (2011), Studi Kasus Dalam Ilmu Hukum (makalah), tanpa penerbit, Banda
Aceh.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846)
__________, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)
Jimly Asshiddiqie (2002), Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi
Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta.
Martiman Prodjohamidjojo (1983), Putusan Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta.
28
Ibid
133
Kanun Jurnal Ilmu Hukum
No. 53, Th. XIII (April, 2011).
Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi
Muhammad Insa Ansari
Munir Fuady (2005), Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris,
Kurator, dan Pengurus), PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
134
Download