Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 115-134. AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI THE ACCESS TO JUDICIAL DECISION IN THE ERA OF INFORMATION OPENNESS Oleh: Muhammad Insa Ansari *) ABSTRACT Rigth to information in one of the human right regulated in he 1945 Constitution. The implementation of such right for the citizen is further regulated in the Act Number 14, 2008 regarding the Openness of Public Information. This paper explores the information openness of the judicial intitution as a public institution. Basically, such openness is not the new thing in Indonesian justice procedure system. Article 195 f the Indonesian Penal Law states that all decision are valid and enforcable if it is stated in te open trial for the public. Aticle 13 (1) of the Act Number 48, 2009 regarding the Justice Authority also provides that each trial process is open for public unless he Act states conversely. Article 20 of he Act Number 4, 2004 regarding the Justice Power also states the same thing as the Act Number 48, 2009. however, the decision that is more accessible to public is the decision of the Supreme Court. Contrastly, the decision of the first instance court and the court of appeal have not been able to be accessed yet. Therefore, in the era of public information openness, such information should be easily and quickly accessed by the public through electronic and printed media court official websites, started from the court of the first intance. Miliatry Court, Administrative Court, Appeal Court to the Supeme Court. Keywords: Openness, Access, Judicial Decision. A. PENDAHULUAN Hak memperoleh informasi merupakan salah satu Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 mendapat pengaturan dalam bab tersendiri, tepatnya pada Bab XA, yang terdiri atas 11 pasal (yaitu Pasal 28, 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I, dan 28J). Berkaitan tentang hak memperoleh informasi mendapat pengaturan dalam Pasal 28F UUD 1945. Dimana dalam Pasal 28F UUD 1945 menyebutkan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi *) Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H. adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. ISSN: 0854-5499 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Ketentuan Pasal 28F UUD 1945 merupakan hasil perubahan kedua atas UUD 1945.1 Dengan dijaminnya hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan dituangkan dalam konstitusi sebagai hak asasi manusia, maka kehadiran Undang-undang yang mengatur masalah akses informasi menjadi suatu kebutuhan penting sebagai bagian untuk pelaksanaan hak asasi manusia lebih lanjut. Tepat pada Pada tanggal 30 April 2008 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4846), selanjutnya disebut dengan UU KIP. UU KIP tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara pada hari dan tanggal yang sama dengan hari dan tanggal pengesahannya. Pasal 1 angka 2 UU KIP menyebutkan bahwa Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kemudian dalam Pasal 1 angka 3 UU KIP menyebutkan bahwa: “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.” *) 1 Muhammad Insa Ansari, S.H., M.H. adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta, 2002, hal. 50 116 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Lembaga yudikatif merupakan salah satu kekuasaan yang sangat penting dalam sebuah Negara. 2 Berkaitan dengan lembaga yudikatif di dalam UUD 1945 mendapat pengaturan dalam satu bab tersendiri, yaitu Bab IX Kekuasaan Kehakiman. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” Pasal tersebut merupakan hasil perubahan ketiga atas UUD 1945.3 Adapun kewenangan Mahkamah Agung berdasarkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 adalah: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.” Sementara itu kewenangan Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 adalah: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undamg-Undang Dasar, memutuskan kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, maka dapat dipahami bahwa banyak sekali keputusan-keputusan yang diputuskan dan ditetapkan oleh kedua lembaga yudikatif tersebut. Keputusan tersebut tentunya sesuatu yang ditunggu-tunggu terutama sekali oleh mereka yang sedang mencari keadilan terhadap persoalan yang dihadapinya atau yang disengketakanya. Disamping itu putusan tersebut sangat diperlukan dan dinantikan oleh mereka atau kelompok masyarakat yang memiliki minat dan berhasrat untuk memahami 2 Dalam teori Ilmu Negara sering disebutkan 3 (tiga) kekuasaan penting dalam suatu negara, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. 117 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari sesuatu berdasarkan putusan peradilan, baik itu akademisi maupun praktisi serta pihak lembaga swadaya masyarakat konsen terhadap justisia. B. SISI YURIDIS TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menempatkan hak setiap orang untuk memperoleh informasi sebagai salah satu Hak Asasi Manusia.4 Hak untuk memperoleh informasi kemudian juga dijadikan sebagai salah satu konsideran menimbang dari UU KIP.5 Menurut hemat penulis dalam UU KIP terdapat sejumlah hak dan kewajiban baik dari Pemohon/Pengguna Informasi Publik dan Badan Publik yang harus dipahami termasuk namun tidak terbatas terhadap akses putusan lembaga peradilan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Hak Pemohon Informasi Publik. UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Kesatu tentang Hak Pemohon Informasi Publik menyebutkan: Pasal 4 (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. (2) Setiap Orang berhak: a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundangundangan. 3 Jimly Asshiddiqie, Loc.Cit, hal. 40. 4 Pasal 28F UUD1945 berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” 5 Konsideran huruf b UU KIP menyebutkan: “bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.” 118 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). (3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.” (4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Ketentuan Pasal 4 UU KIP memberikan sejumlah hak kepada Pemohon Informasi Publik, baik secara pasif maupun aktif. Ketentuan tersebut juga membuka hak bagi Pemohon Informasi Publik untuk mengajukan gugatan ke pengadilan dalam hal terjadi hambatan atau kegagalan dalam memperoleh informasi publik. 2. Kewajiban Pengguna Informasi Publik. UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Kedua tentang Kewajiban Pengguna Informasi Publik, juga menyatakan: Pasal 5 (1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ketentuan Pasal 5 UU KIP mewajibkan pengguna Informasi Publik untuk menggunakan informasi secara bertanggung jawab disertai dengan kewajiban menghargai hasil karya informasi yang dikelola badan publik dengan mencantum sumber informasi yang didapatkan. Sehingga badan publik yang mengelola informasi mempunyai penghargaan secara inmaterial. 3. Hak Badan Publik 119 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Ketiga tentang Hak Badan Publik menyebutkan: Pasal 6 (1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. informasi yang dapat membahayakan negara;6 b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;7 c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;8 dan/atau e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.9 Pasal 6 UU KIP menyebutkan sejumlah hak bagi badan publik untuk menolak dan mengabaikan permohonan terhadap informasi-informasi yang dikecualikan oleh peraturan perundang-undangan. 4. Kewajiban Badan Publik UU KIP dalam Bab III tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik, pada Bagian Keempat tentang Kewajiban Badan Publik, juga menyatakan: 6 Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf a menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “membahayakan negara” adalah bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut mengenai Informasi yang membahayakan Negara ditetapkan oleh Komisi Informasi. 7 Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf b menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak sehat” adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi Informasi. 8 Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf d menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan. 9 Penjelasan atas Pasal 6 ayat (3) huruf e menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan” adalah Badan publik secara nyata belum menguasai dan/atau mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud. 120 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari (1) (2) (3) (4) (5) (6) Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Pasal 7 Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik. Ketentuan Pasal 7 UU KIP mewajibkan badan publik untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengakses informasi publik, sepanjang informasi publik tersebut tidak dilarang aksesnya oleh peraturan perundang-undangan. Bahkan dalam ketentuan Pasal 7 UU KIP diberikan kesempatan kepada Badan Publik dengan memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non elektronik untuk menyediakan Informasi Publik yang akurat dan benar. Sebelum disahkan UU KIP, pada tanggal 21 April 2008 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undangundang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843), selanjutnya disingkat UU ITE. UU ITE diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara juga pada tanggal yang sama dengan tanggal pengesahannya. Beberapa hal yang terdapat dalam UU ITE berkaitan dan bahkan mempunyai korelasi dengan UU KIP, diantaranya adalah sejumlah pengertian yang terdapat dalam UU 121 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari ITE, seperti namun tidak terbatas pada pengertian terhadap: Informasi Elektronik,10 Teknologi Informasi, 11 Dokumen Elektronik, 12 Sistem Elektronik, 13 Akses, 14 Kode Akses, 15 Penyelenggaraan Sistem Elektronik,16 Nama Domain,17 serta sejumlah istilah lain yang terkait dan berhubungan. Disamping itu ada beberapa hal menarik yang tertuang dalam Konsideran Menimbang UU ITE huruf d, e, f, adalah: d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional; e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat; f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia; 10 Pasal 1 angka 1 UU ITE menyebutkan: “Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.” 11 Pasal 1 angka 3 UU ITE menyebutkan: “Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.” 12 Pasal 1 angka 4 UU ITE menyebutkan: “Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.” 13 Pasal 1 angka 5 UU ITE menyebutkan: “Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.” 14 Pasal 1 angka 15 UU ITE menyebutkan: “Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.” 15 Pasal 1 angka 16 UU ITE menyebutkan: “Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.” 16 Pasal 1 angka 6 UU ITE menyebutkan: “Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.” 17 Pasal 1 angka 20 UU ITE menyebutkan: “Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.” 122 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Baik keterbukaan informasi 18 maupun penggunaan sarana teknologi informasi 19 tentunya telah tertuang dalam produk legislasi yang berlaku untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seyogyanya sudah dapat dipergunakan untuk mempublikasikan semua produk hukum, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun putusan-putusan lembaga peradilan, terlepas belum lahirnya seluruh regulasi terhadap pelaksanaan UU KIP dan UU ITE. Sehingga kehadiran kedua produk legislasi tersebut ada manfaat dan dapat digunakan oleh lembaga peradilan disamping memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.20 C. AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN Prinsip keterbukaan atas putusan pengadilan sebenarnya bukanlah hal baru dalam sistem peradilan di Indonesia. Bahwa terhadap semua putusan pengadilan itu hanya sah dan mempunyai kekuatan hokum, jika diucapkan pada persidangan terbuka dan umum (Pasal 195 KUHAP). 21 Dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), menyebutkan: Pasal 13 (1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. (2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846) atau UUKIP. 19 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) atau UU ITE. 20 Paragraf 1 Penjelasan Umum atas UUITE menyebutkan: “Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.” 21 Martiman Prodjohamidjojo, Putusan Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.18 123 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari (3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum. Sebelumnya dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), dalam Pasal 20 Undangundang tersebut juga disebutkan bahwa: “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.” Ketentuan tersebut sebelumnya juga terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879). Keterbukaan atas putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hukum acara (hukum formil).22 Sehingga putusan tersebut baru sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Bahkan kalau putusan tersebut tidak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, maka keputusan tersebut batal demi hukum. Batal demi hukum artinya putusan itu dianggap tidak pernah ada. Berangkat dari pandangan tersebut, maka putusan lembaga peradilan bukanlah sesuatu yang rahasia sifatnya. Semua pihak dapat memperoleh keputusan dan penetapan lembaga peradilan, baik masyarakat pencari keadilan (justiabelen) maupun masyarakat yang membutuhkan informasi terhadap putusan lembaga peradilan. 22 Berikut ini akses terhadap Hukum Acara (hukum formil) adalah hukum yang mengatur bagaimana tata cara hukum materil dipertahankan di depan persidangan pengadilan. 124 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). putusan lembaga peradilan pada era keterbukaan informasi yang penulis amati dan dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yudikatif baru hadir, yang lahir setelah dilakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi selama ini diumumkan lewat surat kabar (media cetak), sehingga memudahkan semua lapisan masyarakat untuk mengaksesnya. Disamping itu Mahkamah Konstitusi juga mempublikasikan putusannya lewat websitenya: www.mahkamahkonstitusi.go.id.23 Oleh karena putusan Mahkamah Konstitusi diumumkan lewat media cetak dan juga media elektronik, maka terhadap orang-orang yang tidak melek teknologi juga dapat diakses dengan baik. Bagi mereka yang melek teknologi tentunya tidak menjadikan hal ini sebagai suatu permasalahan karena mereka mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi teknologi. Dalam website resmi Mahkamah Konstitusi, putusan sidangnya dapat diakses melalui Indek Putusan Terkini. Di dalam Indek itu ditabulasikan nomor, pemohon, tanggal, nomor perkara, judul perkara, putusan dan download.24 2. Putusan Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung) Putusan Mahkamah Agung dalam pengamatan penulis selama ini belum pernah diumumkan lewat surat kabar (media cetak), namun penulis pernah menemukan adanya bagian putusan yang disampaikan oleh advokat, selaku kuasa hukum yang menangani 23 Mahkamah Konstitusi, Satu TahunMahkamah Konstitusi Mengawal Konstitusi Indonesia, Buku II Laporan Pelaksanaan Putusan MPR Oleh Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2003-2004, hal. 53, dimana disebutkan: “agar public diberbagai daerah, bahkan di luar negeri dapat mengetahui kondisi dan perkembangan tugas dan kewenangan MK, telah dibuat website resmi yaitu: www.mahkamahkonstitusi.go.id. Di dalam situs ini, disuguhkan berbagai informasi mengenai profil hakim MK, kegiatan-kegiatan MK, profil MK, jadwal siding, risalah siding, putusan-putusan MK, dan lain-lain.” 24 Putusan Sidang, < http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php? page=sidang.Putusan Perkara &id=1&aw=1& ak= 11&kat=1>, diakses pada tanggal 28 Maret 2011. 125 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari perkara (terutama putusan yang dimenangkannya). Itupun yang diumumkan lewat surat kabar dalam bentuk adventorial dan hanya bagian parsial dari putusan hakim tersebut. Pada era keterbukaan informasi dewasa ini Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat diakses pada Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui alamat websitenya http://putusan.mahkamahagung. go.id/. Pada tanggal 25 Maret 2011 ketika mengakses website tersebut, penulis mendapatkan sejumlah informasi, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Putusan Berdasarkan Bidang Hukum Berdasarkan bidang hukum dimana putusan pengadilan dapat ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut: Jumlah Keterangan Putusan (1) (2) (3) (4) 1 Perdata 7878 2 Perdata Agama 652 3 Perdata Khusus 2452 4 Pidana 4783 5 Pidana Khusus 1765 6 Pidana Militer 1765 7 Tata Usaha Negara 375 (Sumber: <http://putusan.mahkamahagung.go.id/>, diakses pada tanggal 25 Maret 2011) No Bidang Hukum Putusan Pengadilan yang dipisahkan atau dibedakan berdasarkan bidang hukum, tentunya juga akan membantu masyarakat untuk memudahkan mencari putusan lembaga pengadilan. Disamping itu juga akan terbantu dengan adanya Direktori Putusan Mahkamah Agung yang ditampilkan berdasarkan tahun putusan, hal ini juga akan memudahkan untuk menelusuri litaratur. 126 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). b. Putusan Berdasarkan Tahun Putusan Berdasarkan tahun putusan, dimana putusan pengadilan dapat ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut: No Tahun (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 (2) 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991 1990 1989 1988 1987 1986 1985 1984 1983 1982 1981 1980 1979 1978 1977 1976 1975 1974 1973 1972 1971 Jumlah Putusan (3) 86 2917 3260 4162 3967 2350 1157 444 237 212 103 75 87 23 29 37 9 16 14 10 3 10 4 7 10 15 28 3 11 12 19 33 22 16 11 80 17 19 35 19 28 Keterangan (4) 127 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Jumlah Keterangan Putusan (1) (2) (3) (4) 42 1970 114 43 1969 15 44 1968 3 45 1967 5 46 1966 5 47 1964 2 48 1963 1 (Sumber: http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamahagung/periode/ putus, diakses pada tanggal 25 Maret 2011) No Tahun Dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat diakses semua materi yang dituangkan dalam putusan tersebut, mulai dari putusan Mahkamah Agung pada tahun 1963 sampai putusan Mahkamah Agung terbaru tahun 2011 (bahkan pada saat penulis mengakses pada tanggal 25 Maret 2011, sudah ada 86 putusan terbaru Mahkamah Agung). Menurut hemat penulis informasi atas jumlah dan materi putusan Mahkamah Agung yang dapat diakses dengan mudah pada websitenya http://putusan.mahkamahagung. go.id/ merupakan suatu perkembangan yang luar biasa pada era keterbukaan informasi. Kondisi ini menjadikan pihak-pihak yang melek teknologi begitu mudah untuk dapat mengakses terhadap putusan Mahkamah Agung. 3. Putusan Pengadilan Tingkat Banding Sampai dengan saat ini penulis belum melihat dan mendapat informasi akurat berkaitan dengan Putusan dan Penetapan Pengadilan Banding (Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Militer Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) yang menyajikan informasi tentang putusan selengkap Direktori Putusan Mahkamah Agung RI. Bahkan pada prakteknya untuk mendapatkan keputusan pengadilan 128 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). tingkat banding secara langsung ke lembaga peradilan tingkat banding relatif rumit dan susah. 4. Putusan Pengadilan Tingkat Pertama Tak ubahnya seperti dengan mengakses Putusan Pengadilan Tingkat Banding, putusan Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara) juga relatif lebih susah untuk mengakseskannya. Penulis pernah mencoba mengakses terhadap putusan pada tingkat pertama, tetapi oleh pihak kepaniteraan menanyakan sejumlah hal dan bahkan pernah mengatakan bahwa putusan hanya diberikan kepada pihak yang beperkara. Kepada pihak yang ingin mengadakan penelitian (riset) harus menyertakan surat dari dekan atau pimpinan perguruan tinggi untuk mendapatkan keputusan. Untuk itu menurut hemat penulis pada era keterbukaan informasi dewasa ini sudah saatnya semua putusan pengadilan, baik putusan pada pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara) maupun putusan pada pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Militer Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) mempunyai Direktori Putusan yang dapat diakses oleh semua pihak melalui website resmi lembaga peradilan. D. ARTI PENTING AKSES TERHADAP PUTUSAN LEMBAGA PERADILAN DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI Keterbukaan terhadap putusan lembaga peradilan di Era Keterbukaan Informasi mempunyai arti dan makna tersendiri. Setidak-tidaknya penulis menembukan beberapa hal-hal yang dianggap penting dalam mengakses terhadap putusang pengadilan, diantaranya adalah sebagai berikut: 129 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari 1. Keterbukaan atas Putusan Pengadilan Putusan peradilan yang terbuka akan hadir dengan secara perlahan-lahan seiring dengan tuntutan masyarakat. Putusan terbuka sebenarnya diharapkan agar semua pihak dapat mengetahui terhadap putusan-putusan hakim. Karena itu, ditangan para hakim terdapat tugas mulia dalam menegakkan keadilan, terlebih lagi karena di tangan para hakim terdapat palu yang akan memutuskan suatu perkara, sehingga menyebabkan banyak putusan penting dalam hidup manusia ada di tangan hakim.25 Untuk itu keterbukaan atas putusan pengadilan sebenarnya diperlukan untuk menunjukkan kualitas. Kualitas putusan tidak terlepas pada kemampuan dan integritas hakim. Dengan tingginya kemampuan dan integritas hakim yang menetapkan putusan, tentunya akan menghadirkan putusan pengadilan yang adil sesuai dengan cita-cita hukum. 2. Pengawasan Publik Atas Putusan Peradilan Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.26 Terhadap putusan hakim yang begitu mudah untuk mengaksesnya, tentu akan telaah kritis masyarakat. Hal ini mengharuskan hakim untuk harus hati-hati dan bertindak cermat dalam memberikan putusan. 3. Putusan Peradilan Dapat Diperoleh Dengan Cepat dan Tepat Waktu, biaya Ringan dan Cara Sederhana Salah satu asas penting sebagaimana tersebut pada Pasal 2 ayat (3) UU KIP adalah Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan 25 Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 99 130 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Putusan lembaga peradilan juga dapat diakses dengan mudah, kalau putusan-putusan tersebut telah di upload pada situssitus resmi lembaga peradilan. Sehingga untuk mengakses putusan tersebut tidak harus ke kantornya atau lembaga peradilan yang memutuskan perkara tersebut. 4. Pengembangan Ilmu Hukum melalui Studi Putusan Peradilan Di negara-negara yang menganut common law system bahwa putusan hakim merupakan sumber hukum yang sangat utama sebaliknya di negara-negara yang menganut civil law system bahwa peraturan perundang-undangan merupakan sumber hukum yang sangat utama. Meskipun Indonesia termasuk dalam negara yang menganut civil law system, bukan berarti putusan hakim tidak menjadi sumber hukum. Bahkan dalam perkembangan terkini, common law system juga telah membentuk peraturan perundang-undangan, demikian juga sebaliknya dengan civil law system mejadikan putusan hakim sebelumnya sebagai pertimbangan hukum. Dalam rangka pengembangan ilmu hukum, maka studi kasus mempunyai tempat tersendiri dalam mempelajari hukum. Pada suatu diskusi yang diadakan oleh Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, pada tanggal 2 Februari 2011, Prof. Dr. Amiruddin Abdul Wahab, S.H. (Guru Besar (Emiritus) Hukum Asuransi pada FH Unsyiah) mengatakan bahwa Studi Kasus adalah salah satu cara belajar hukum melalui kajian (analisis) tehadap kasus-kasus yang diperoleh dari putusan-putusan pengadilan (law report), disamping cara belajar hukum melalui kajian (penafsiran) terhadap peraturan perundang-undangan.27 26 Konsideran Menimbang huruf c UU KIP. 27 Amiruddin Abdul Wahab, Studi Kasus Dalam Ilmu Hukum (Makalah), tanpa penerbit, Banda Aceh, 2011, hal.1 131 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Bahkan pada akhir diskusi tersebut Prof. Dr. Amiruddin Abdul Wahab, S.H., berpendapat kalau pihak fakultas antusias dan sepakat mengikutsertakan studi kasus dalam setiap perkuliahan, maka: “… Fakultas perlu melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut: 1. Perlu diadakan kerjasama dengan Pengadilan-pengadilan dan Mahkamahmahkamah Syar’iya yang ada di Daerah Aceh, juga lembaga-lembaga peradilan di tingkat pusat untuk mendapatkan semacam law report yang memuat putusanputusan hakim yang relative baru untuk bahan kajian; 2. Kasus-kasus harus dipilih dengan bertujuan, bukan secara sembarangan; 3. Melakukan kajian secara cermat, termasuk data-data lainnya yang mungkin ada di luar pengadilan; 4. Pengambilan kesimpulan dengan membandingkan dengan kasus-kasus lainnya yang bersamaan atau yang sejenis; 5. Pemantauan terhadap reaksi-reaksi yang timbul dari para pihak dan juga dari masyarakat berkaitan dengan akibat dari putusan kasus-kasus tersebut.”28 Untuk pengembangan ilmu hukum di Indonesia, bahwa Direktori Putusan Mahkamah Agung sebagaimana yang terdapat dalam websitenya http://putusan.mahkamahagung.go.id/ mesti di-upload semua putusan-putusan dari waktu ke waktu oleh Mahkamah Agung. Demikian juga dengan Putusan Terkini Mahkamah Konstitusi sebagaimana terdapat pada website http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/ perlu diupload terutama terhadap putusan-putusan terbaru. Disamping itu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung baik lingkungan peradilan umum (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi), lingkungan peradilan agama (Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama), lingkungan peradilan militer (mahkamah militer dan mahkamah militer tinggi) dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) sudah saatnya memiliki Direktori Putusannya sepertinya Mahkamah Agung Republik Indonesia. E. KESIMPULAN Dari uraian pada bagian-bagian terdahulu maka ada beberapan kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan singkat ini, yaitu: 132 Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Pertama, bahwa putusan lembaga peradilan bukanlah suatu rahasia, yang tidak bisa diketahui oleh publik dan diinformasikan kepada publik. Semua pihak berhak mengakses putusan pengadilan dan tidak hanya diperuntukkan kepada pencari keadilan (justiabelen) Kedua, bahwa pada prinsipnya putusan pengadilan terbuka umum, sehingga kalau ada putusan hakim yang tidak bacakan dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum, maka terhadap putusan tersebut batal demi hukum. Ketiga, bahwa di era keterbukaan informasi sudah saatnya putusan pengadilan dapat diakses oleh masyarakat dengan cepat dan mudah dengan menggunakan sarana/media komunikasi elektronik (paperless) lewat website resmi lembaga peradilan, mulai dari peradilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Mahkamah Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara), peradilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Militer Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) hingga peradilan tingkat kasasi (Mahkamah Agung). DAFTAR PUSTAKA Amiruddin Abdul Wahab (2011), Studi Kasus Dalam Ilmu Hukum (makalah), tanpa penerbit, Banda Aceh. Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846) __________, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) Jimly Asshiddiqie (2002), Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta. Martiman Prodjohamidjojo (1983), Putusan Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta. 28 Ibid 133 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 53, Th. XIII (April, 2011). Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi Muhammad Insa Ansari Munir Fuady (2005), Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus), PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 134