ANALISIS DEVIASI NILAI TUKAR RIIL ASEAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN LINTANG SATRIO DEPARTEMEN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Perekonomian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Lintang Satrio NIM H14090123 ABSTRAK LINTANG SATRIO. Analisis Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Perekonomian. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA. Nilai tukar adalah salah satu variabel krusial dalam kegiatan perekonomian internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keadaan nilai tukar negara negara ASEAN terhadap kesetimbangan jangka panjang yang digambarkan dengan nilai tukar riil efektif dan mencari faktor faktor yang memengaruhi deviasi nilai tukar tersebut serta hubungannya dengan pertumbuhan perekonomian. Objek penelitian ini adalah negara negara ASEAN, namun karena ketersediaan data maka fokus penelitian tertuju pada 5 negara ASEAN (Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina) dalam periode tahun 2000 hingga 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya deviasi nilai tukar senilai rata rata 14.61 persen undervalue dan deviasi secara jangka panjang dipengaruhi oleh term of trade, net foreign asset per gdp, government spending, productivity differential dan krisis yang terjadi pada 2008. Deviasi nilai tukar juga terbukti berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian Kata kunci: nilai tukar, deviasi, kesetimbangan jangka panjang ABSTRACT LINTANG SATRIO. Deviation Analysis of ASEAN Real Exchange Rates and Impact to economic growth . Supervised by IMAN SUGEMA. Exchange rate is one of economic variables that have a crucial point in international economic activities. The purpose of this research is to analyze ASEAN countries exchange rate against its long-term equilibrium that described by the real effective exchange rate and find the factors that affect the deviation of exchange rate than see the relation with the economic growth. Objects of this study are asean countries, but due to the availability of data,this study focus to the 5 big ASEAN countries ( Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand and Philippines) in the period 2000-2011. The result of this observation indicated there exchange rate deviation averangely 14.6 percent undervalued and deviation of real exchange rate influenced by term of trade, net foreign asset per gdp, government spending, productivity differential and the crisis that happen in 2008. Deviation give a negative effect to the economic growth. Keywords: exchange rate, deviation, long-run equilibrium ii ANALISIS DEVIASI NILAI TUKAR RIIL ASEAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN LINTANG SATRIO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan DEPARTEMEN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii IV Judul Skripsi: Analsisi Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Nama : Lintang Satrio : H 14090 123 NIM Disetujui oleh Dr. IT. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing Diketahui oleh M.Ec Tanggal Lulus: 1 8 DEC 2013 iv Judul Skripsi : Analisis Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Nama : Lintang Satrio NIM : H14090123 Disetujui oleh Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen Tanggal Lulus: v PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah nilai tukar, dengan judul Analisis Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec selaku dosen pembimbing, Bapak Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen penguji utama, Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan, ka Ade holis M.Si, Ka Ashfahanirrohimah S.E serta seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah banyak memberi masukan dan pengetahuan baik selama proses studi maupun saat penyusunan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis berikan kepada ayahanda Tri Djuwinarno serta ibunda Yuyu Mulyapiantimala sebagai orangtua penulis yang selalu menyertai dengan semangat dan doanya, serta teman teman IPB, khususnya Anindita Sita Dewi, Farhana, Yeni, Friska dan seluruh keluarga besar BEM FEM dan Pamaung. Tidak lupa terimakasih disampaikan kepada seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Baik bagi penulis maupun pihak pihak lain. Bogor, Desember 2013 Lintang Satrio vi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 7 KERANGKA PEMIKIRAN 8 METODE 10 Jenis dan Sumber Data Alat Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kointegrasi 15 Analisis Deviasi Nilai Tukar 15 Deviasi Nilai Tukar Filipina 16 Deviasi Nilai Tukar Indonesia 17 Deviasi Nilai Tukar Malaysia 18 Deviasi Nilai Tukar Singapura 19 Deviasi Nilai Tukar Thailand 19 Hasil Estimasi dan Evaluasi Model 21 Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesetimbangan Nilai Tukar 23 Analisis Hubungan Deviasi Nilai Tukar dengan Pertumbuhan Ekonomi 27 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 29 Saran 29 DAFTAR PUSTAKA 30 vii LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 42 DAFTAR TABEL 1 Rezim nilai tukar di negara negara ASEAN 2 Pendapatan perkapita negara ASEAN pada tiga titik waktu (dalam USD) 3 Persentase perdagangan intra ASEAN 4 Variabel dan Sumber data 5 Analisis Kointegrasi Pedroni 6 Trade Balance Filipina 7 10 besar negara investor Indonesia 8 Nilai deviasi 9 Uji Chow 10 Estimasi variabel model I 11 Estimasi variabel model II 2 4 4 10 15 16 14 20 21 22 22 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kerangka pemikiran Deviasi nilai tukar Filipina Deviasi nilai tukar Indonesia Deviasi nilai tukar Malaysia Deviasi nilai tukar Singapura Deviasi nilai tukar Thailand Perkembangan terms of trade negara negara ASEAN Perbandingan produktifitas differensial 5 negara ASEAN Perbandingan NFA negara negara ASEAN Grafik IS-LM Government Spending 8 16 17 18 19 20 24 25 26 22 DAFTAR LAMPIRAN 1. Sepuluh mitra dagang terbesar negara-negara ASEAN periode 2000-2011 (diurutkan berdasarkan nilai ekspor-impor dari terbesar ke terkecil) 2. Nilai Real Effective Exchange Rate serta Real Exchange Rate lima negara ASEAN periode 2000-2011 (2005 = 100) 3. Kointegrasi data penel : Persamaan nilai tukar jangka panjang 4. Statistik deskriptif variable regresi Model I 5. Statistik deskriptif variable regresi Model II 6. Hasil uji chow Model I 32 33 34 35 36 37 viii 7. Hasil uji chow Model II 8. Hasil uji normalitas regresi Model I 9. Hasil uji normalitas regresi Model II 10. Hasil estimasi data panel regresi Model I 11. Hasil estimasi data panel regresi Model II 12. Hasil estimasi data panel regresi Model II (Memperhitungkan Krisis) 37 38 38 39 40 41 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian dunia sudah berkembang pesat dalam kurun waktu tiga abad terakhir ini. Adam smith dalam bukunya “The Wealth of Nations” menyatakan ekonomi adalah ilmu yang mengatur pengalokasian sumber daya dalam proses yang efektif untuk menghasilkan suatu tujuan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut mulai muncul konsep “sumberdaya” dan “tujuan”. Sumberdaya atau input dapat diartikan sebagai modal, baik dalam bentuk benda maupun finansial, sedangkan tujuan memiliki korelasi dengan laba atau keuntungan yang didapat dari proses tersebut. Seiring dengan berkembangnya aktivitas perekonomian dunia dengan keterbukaan perdagangan yang semakin meluas dan dihapusnya hambatan perdagangan maka pergerakan sumberdaya dan perdagangan antarnegara pun semakin bebas. Perkembangan ini tidak menghilangkan azas dasar dari ekonomi itu sendiri. Pemberian nilai serta penekanan efektivitas dan efisiensi produksi tetap menjadi fokus utama proses produksi. Keterbukaan perekonomian dan konsep klasik inilah yang membangun konsep perekonomian internasional dengan adanya nilai tukar sebagai “jembatan” dalam pergaulan perekonomian antarnegara yang efektif dalam praktiknya. Nilai tukar dipakai dalam aplikasi perekonomian di berbagai sektor krusial yang melibatkan lebih dari satu negara seperti perdagangan dan investasi. Sektor perdagangan menggunakan nilai tukar sebagai acuan kesetaraan nilai di berbagai negara, sehingga penilaian suatu barang di berbagai negara akan dinilai sama dalam satuan mata uang masing masing negara. Pada perekonomian terbuka dengan skala perdagangan besar nilai tukar tersebut sudah dapat mencakup sebagian biaya transportasi dan cukai, sehingga mudah dalam transformasi nilai. Sedangkan aplikasi dalam investasi lebih mengarah pada penyederhanaan nilai investasi sehingga nilai modal dapat dinilai sama muatannya di berbagai negara. Nilai tukar merefleksikan keseimbangan permintaan-penawaran mata uang asing dan mata uang dalam negeri. Kemerosotan nilai tukar menunjukkan penurunan permintaan pada mata uang dalam negeri karena menurunnya peran ekonomi nasional atau permintaan mata uang asing (biasanya US$ sebagai mata uang internasional) meningkat tajam karena fungsi sebagai alat perdagangan internasional. Negara-negara di dunia memiliki rezim penetapan nilai tukar yang beragam, secara umum rezim nilai tukar dapat dikelompokkan dalam fix , floating dan, peg. Fix exchange rate (nilai tukar tetap) adalah penetapan nilai tukar yang dipatok besarnya terhadap mata uang internasional oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu. Keuntungan dari menggunakan penetapan fix exchange rate adalah dapat meminimalisir risiko fluktuasi nilai tukar. Peg exchange rate atau nilai tukar menempel merupakan penetapan nilai tukar dengan mengacu pada salah satu mata uang yang dianggap stabil (biasanya US Dollar) atau merupakan mitra dagang terbesarnya. Sementara floating exchange rate membebaskan nilai tukar terhadap pasar uang yang terjadi di negara tersebut. Tabel 1 menunjukkan rezim nilai tukar yang berkembang di negara-negara ASEAN. Berdasarkan pada 2 Tabel 1 mayoritas negara menggunakan rezim managed floating exchange rate yang berarti membiarkan fluktuasi nilai tukar kepada pasar namun tetap memilki intervensi pemerintah dalam menjaga fluktuasinya. Penggunaan rezim ini akan memunculkan opini keterbukaan negara tersebut pada pasar namun tetap dalam pengawasan pemerintah. Tabel 1 Rezim nilai tukar di negara negara ASEAN Negara Periode Rezim Brunei 2000-2011 Peged terhadap dollar Singapura Filipina 2000-2011 Free floating Indonesia 2000-2011 Free floating Kamboja 2000-2011 Managed floting Laos 2000-2011 Crawling peg Malaysia 2000-2005 Fixed 2005-2011 Managed floating Myanmar 2000-2011 Managed floating Singapura 2000-2011 Managed floating Thailand 2000-2011 Free loating Vietnam 2000-2011 Crawling peg Sumber : Malahayati, 2011 Nilai tukar dinyatakan dalam bentuk nominal dan riil. Nilai tukar nominal menunjukkan harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, sedangkan nilai tukar riil memperlihatkan harga barang di berbagai tempat dan menggambarkan paritas daya beli serta indeks harga negara tersebut. Dilihat dari hubungan antarnegara, nilai tukar dapat dibagi menjadi bilateral dan efektif. Nilai tukar bilateral menyatakan nilai tukar yang berlaku dalam hubungan antar dua negara dan melibatkan pasangan mata uang. Sedangkan nilai tukar efektif merupakan rataan penilaian dengan melihat keadaan hubungan internasional baik dalam bentuk langsung maupun tidak langsung, sehingga penggunaan nilai efektif ini dapat dipakai dalam melihat daya saing dan cocok digunakan dalam perekonomian dan investasi global. Nilai tukar bilateral sering diangap sebagai nilai tukar aktual, karena menunjukkan keadaan tingkat harga uang yang terjadi, sedangkan nilai tukar efektif biasa disebut nilai tukar jangka panjang karena sifatnya yang menganggap pergerakan variabel perekonomian lainnya bersifat “liquid” sehingga dampak yang dihasilkan lebih meluas. Dengan melihat aplikasinya dapat dikatakan bahwa nilai tukar berperan dalam pembobotan nilai sektor dan secara sinergis akan berdampak pada perekonomian agregat, hal ini menjadikan nilai tukar dapat dianggap sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi krisis karena sifatnya yang fleksibel dan tanggap dalam merespon keadaan perekonomian (Edwards dan Savastano, 1999). Secara kolektif total perdagangan ASEAN dengan dunia pada tahun 2010 sudah jauh melampui angka pra krisis 2008 hingga 2009, yaitu dari 1,89 triliun dollar AS pada tahun 2008, dan 1,53 trilliun dollar AS pada 2009, pada 2010 menjadi 2,04 trilliun dollar AS. ASEAN diyakini akan menjadi kawasan ekonomi paling atraktif di dunia karena kawasan ini memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada 2013, saat perekonomian dunia diprediksi hanya tumbuh sebesar 3,1 persen hingga 3,5 persen, IMF dan OECD memperkirakan ekonomi 3 negara ASEAN akan tumbuh lebih tinggi yaitu mencapai 6,1 persen hingga 6,5 persen. ASEAN juga memiliki aktivitas transaksi perdagangan cukup tinggi, baik intra ASEAN maupun dengan negara di luar kawasan. Volume transaksi perdagangan (ekspor dan impor) negara ASEAN tumbuh sekitar 7 persen menjadi US$ 3,1 triliun pada 2012 yang didominasi produk textile, rubber based, wooden based, electronic, fisheries, agro based products, automotive serta healthcare. Sementara volume perdagangan intra ASEAN rata-rata tumbuh 10,2 persen per tahun dalam periode 1995 hingga 2011. Angka itu lebih tinggi dari perdagangan global sebesar 8 persen. Hampir seluruh anggota ASEAN memiliki sektor unggulan yang hampir sama yaitu pertanian dan bahan primer, yang sedikit berbeda adalah Singapura yang mengandalkan kemajuan sektor jasanya. Konsentrasi sektoral pun serupa selain Brunei yang mengandalkan sektor minyaknya. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura termasuk negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar, sedangkan kelima negara lainnya pada saat ini masih dapat dikatakan sedang membangun ekonominya. Inilah yang terkadang menyulitkan dalam proses integrasi negara negara ASEAN baik dalam politik, moneter maupun perdagangan. Besar kecilnya ukuran perekonomian suatu bangsa umumnya diasosiasikan dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar (240 juta) memiliki PDB yang paling besar, yaitu USD706,74 miliar. Setelah itu disusul oleh Thailand (USD312,61 miliar), Malaysia (USD237,96 miliar), Singapura (USD194,62 miliar), dan Filipina (USD188,72 miliar). Sementara itu Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Brunei memiliki kekuatan PDB yang walaupun digabung pun masih bernilai di bawah USD 75 miliar (IMF, 2011). Meskipun begitu PDB itu tidak secara otomatis menunjukkan daya beli rata-rata suatu negara (Kompas 2011). Ukuran daya beli lebih dekat dilihat dengan menggunakan ukuran pendapatan per kapita (PDB dibagi jumlah penduduk) seperti ditunjukkan dalam tabel 2. Pendapatan perkapita pada dasarnya menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat, namun berbeda dengan Singapura, Malaysia ataupun Thailand yang memiliki rataan perekonomian dengan tingkat kemerataan penduduk tinggi, Indonesia memiliki indeks pendapatan perkapita yang tinggi namun memiliki kemerataan sosial yang rendah diakibatkan oleh orang kaya yang hanya berkisar 30 persen dari jumlah penduduk, sehingga tercipta kesenjangan yang cukup tinggi. Jika dilihat dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi dari blok pertama (negara ekonomi tinggi) cukup seimbang. Pada 2009 itu, Indonesia tumbuh 5,4 persen, Malaysia 4,6 persen, Thailand -2,3 persen, Singapura 4 persen, dan Filipina tumbuh 1,1 persen. Namun, pada 2010 pertumbuhan ekonomi Thailand cukup tinggi, yakni 7,8 persen. Meskipun pertumbuhan tersebut masih kalah dibandingkan Singapura yang tumbuh 12 persen. Sementara itu, pada 2010 Indonesia tumbuh 6,1 persen, Malaysia 4,8 persen, dan Filipina 6,1 persen. Pada 2011 ini diproyeksikan empat dari lima negara akan tumbuh di atas 4,5 persen, hanya Thailand yang diprediksi tumbuh rendah, sekira 2,6 persen saja (IMF, 2011). 4 Tabel 2 Pendapatan perkapita negara ASEAN pada empat titik waktu (dalam USD) Negara 2000 2005 2008 2011 Brunei 43,006.94 48,377.13 50,831.83 51,760.00 kamboja 918.63 1,508.01 2,060.76 2,358.47 Indonesia 2,327.00 3,102.28 3,875.65 4,636.20 Laos 1,202.44 1,695.31 2,215.92 2,790.10 Malaysia 9,422.85 12,011.22 14,560.99 16,050.91 Myanmar 1,4 2,1 1,1 1,98 Filipina 2,393.01 3,050.83 3,672.24 4,119.30 Singapur 33,767.28 45,374.24 52,285.76 60,687.61 Thailand 4,876.48 6,674.74 8,010.07 8,646.05 Vietnam 1,416.95 2,161.27 2,834.22 3,411.60 Sumber : IMF, 2013 Perumusan Masalah ASEAN merupakan kawasan yang antarnegaranya memiliki sektor perekonomian bervariasi dan termasuk lengkap untuk satu kawasan, mulai dari sektor primer seperti pertanian, sektor antara seperti manufaktur hingga sektor akhir seperti jasa dan barang jadi. Sektor-sektor tersebut saling memengaruhi dalam hubungan internasional khususnya intra kawasan itu sendiri, 24,9 persen perdagangan yang terjadi merupakan antar negara ASEAN (International Trade Statistic Year Book, 2011) seperti yang ditunjukan dalam tabel 3. Tabel yang kosong menunjukan periode negara tersebut tidak mempublikasikan secara formal terkait data perdagangannya. Tabel 3 Persentase perdagangan intra ASEAN 2000 2001 2002 - - rata rata 33.1 25.1 23.5 24.4 21.7 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Brunei - - 31 33.8 31.4 - 36.3 - - Kamboja 23.2 21.9 20.4 20.7 18.5 17.9 20.5 20.9 22.8 Indonesia 18.4 17.3 19.5 20.7 21.4 24 24.7 25.7 25.8 24.9 24.9 24.7 22.7 Malaysia 25.4 24 24.5 24.6 24.5 25.3 25.2 25 24.9 25.4 26.2 26.2 25.1 Myanmar - 23.4 - - - - - - - - 48.3 - 35.9 Filipina 15.8 15.6 15.8 17.6 18.1 18.1 18.5 19.6 19.9 20.3 25.3 20.8 18.8 Singapura 26.1 26 26.7 30.7 29.4 28.7 28.5 28.4 27.7 27.1 27.2 26.2 27.7 Thailand 18 17.9 18.3 18.7 19.6 20.3 19.7 19.6 19.8 20.2 19.7 19.9 19.3 Vietnam 23.3 21.4 19.4 19.1 20 21.8 22.1 21.1 20.5 17.5 16.7 16.5 19.9 Sumber : ITSY, 2013 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-19 yang diselenggarakan di Bali pada 17 November 2011, telah menghasilkan suatu kesepakatan bersama 5 berupa cita-cita pencapaian komunitas ASEAN, yaitu ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015. Tujuan utama AEC ini adalah untuk mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN. AEC ini tentunya akan membawa dampak besar pada perekonomian masing-masing negara anggota. Dari sisi ekonomi penyatuan ini akan menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,47 juta km persegi dengan potensi pasar lebih kurang sebesar 601 juta jiwa. Disini keberadaan AEC seharusnya mampu memberikan peningkatan perekonomian suatu negara melalui jalur perdagangan bebas hambatan antar negara yang tergabung di dalamnya. Adanya gap tingkat perekonomian antarnegara memicu fluktuasi perdagangan antarnegara itu sendiri serta kemunculan krisis dalam dua dekade ini pun menggoyahkan kestabilan perekonomian antarnegara yang berimbas pada nilai tukar sebagai “jembatan” hubungan ekonomi antarnegara. Fluktuasi yang terjadi dalam penentuan nilai tukar mengakibatkan deviasi antara potensi nilai tukar kesetimbangan jangka panjang dengan niai yang muncul dalam kegiatan ekonomi. Potensi nilai tukar merupakan analisis pembandingan nilai tukar dengan memperhitungkan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengannya. Deviasi antara potensi kesetimbangan jangka panjang menjadi menarik mengingat peran nilai tukar yang dapat memicu pergerakan seluruh sektor perekonomian. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Menguji perbandingan keadaan nilai tukar aktual dengan nilai tukar jangka panjang di negara negara ASEAN. 2. Menguraikan faktor faktor yang memengaruhi deviasi nilai tukar riil ASEAN dalam jangka panjang. 3. Menguraikan hubungan deviasi nilai tukar yang terjadi dengan pertumbuhan perekonomian negara ASEAN. . Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan moneter yang berkaitan dengan nilai mata uang dan perdagangan. 2. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat menambah wawasan secara umum serta pelaku ekonomi dalam sektor yang berkaitan dengan ekonomi internasional. 3. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman sehingga mampu mengusulkan masukan maupun solusi untuk permasalahan fluktuasi aspek moneter ini. 6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada negara negara di ASEAN, namun karena ketersediaan data seperti yang disajikan pada tabel 3 dan keterbukaan tiap negara dalam mengumumkan data perekonomiaanya ke dunia internasional maka objek penelitian dipersempit pada lima negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina. Kelima negara tersebut dinilai cukup dapat mewakili keadaan perekonomian ASEAN secara umum karena lima negara tersebut memiliki frekuensi perekonomian yang tinggi dan beragam. Periode waktu penelitian berkisar pada tahun 2000 hingga 2011 dengan memperhitungkan keberadaaan krisis global 2008. 7 TINJAUAN PUSTAKA Aguirre dan Calderon (2005) melakukan penelitian yang bertujuan menganalisis faktor faktor yang memengaruhi penyimpangan dan hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Metode estimasi yang digunakan dalam jurnal ini adalah data panel statis dan dinamis. Data panel statis digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi penyimpangan, sedangkan panel dinamis dipakai untuk melihat hubungan antara penyimpangan dan pertumbuhan ekonomi. Variabel dependen dalam pengujian penyimpangan adalah REER (Real Effective Exchange Rate) sedangkan variabel independennya net foreign asset per GDP, productivity differential, term of trade dan government spending. Objek penelitiannya dalam penelitian berfokus pada 60 negara dengan periode waktu 1965 hingga 2003. Hasil penelitian menunjukkan deviasi yang terjadi paling tinggi terdapat di negara berkembang dibanding negara industri. Hasil lainnya menunjukkan terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan misalignment nilai tukar, dan hubungan tersebut berjalan tidak simetri Amadao (2011) menganalisis terkait efek deviasi real exchange rate terhadap volatilitas ekspor di 42 negara berkembang pada periode 1975 hingga 2004. Hasil regresi panel data menunjukkan hubungan negatif antara ekspor dengan deviasi yang terjadi, dan risiko perdagangan yang tinggi akibat nilai tukar yang tidak sesuai dengan tren ekspor-impor. Hal ini juga diakibatkan karena bentuk barang komoditi ekspor negara berkembang yang cenderung bersifat primer (mentah) sehingga rentan terhadap perusakan alami. Hamizah dan Naseem (2012) memfokuskan penelitian pada deviasi nilai tukar dan arus impor di Malaysia dengan data kuartal dari Q1 1991 hingga Q4 2004 dengan metode GARCH dan VAR. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa meningkatnya deviasi antara nilai tukar aktual dengan kesetimbangan jangka panjang akan membuat ketidakstabilan neraca impor, khususnya bagi negara seperti Malaysia yang hampir bergantung pada impor, disatu sisi deviasi menguat karena ketidakseimbangan neraca perdagangan internasional tersebut. Kuikeu (2012) membahas terkait relevansi missalignment yang terjadi di Franc zone pada 1994 dengan melihat deviasi antara kesetimbangan jangka panjang dan aktual nilai tukar dari 1980 hingga 1993 sehingga dapat terlihat trennya. Hasil akhir menunjukkan bahwa pada kasus franc zone ini terdapat fluktuasi deviasi yang cukup tinggi dan dianggap relevan karena masih melingkupi nilai toleransi kestabilan perekonomian yaitu 10 persen. 8 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan penelitian terdahulu analisis deviasi dapat menggunakan perbandingan antara nilai Real Effective Exchange Rate (REER) dan Real Exchange Rate, sedangkan analisis faktor faktor yang memengaruhi kesetimbangan nilai tukar dilakukan dengan regresi. Variabel bebas yang sering digunakan dalam regresi adalah Term of Trade dan Net Foreign Asset to GDP. Kedua variabel tersebut dianggap sebagai penyusun utama kesetimbangan nilai tukar (Fundamental), faktor lain yang juga berpengaruh adalah Productivity Diffrential, Government Spending dan adanya krisis dalam periode analisis. Kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Perekonomian Global = Menimbulkan = Dapat dianalisis Meluasnya Arus Modal dan Perdagangan Nilai Tukar Dipengaruhi oleh Net Foreign Asset Term of Trade Analisis Deskriptif Produktifitas Analisis Ekonometrika Panel Statis model I Aktual lag Longrun Equilibrium Pertumbuhan Perekonomian deviasi Government spending Dummy Krisis 2008 Analisis Ekonometrika Panel Statis model II Gambar 1 Kerangka Pemikiran 9 Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran yang mencakup variabelvariabel yang dianalisis serta alat analisis yang digunakan. Berkembangnya perekonomian global mempermudah lalu lintas modal dan barang, dalam hubungan internasional dibutuhkan suatu konsep yang dapat menjadi penghubung transaksi internasional sehingga munculah nilai tukar yang berlaku baik secara bilateral maupun internasional. Nilai tukar yang ditetapkan sebagai bobot mata uang dan digunakan dalam keseharian disebut nilai tukar aktual, sedangkan kesetimbangan jangka panjang muncul sebagai agregasi keseluruhan aktivitas ekonomi internasional. Perbedaan nilai antara aktual dan jangka panjang memunculkan nilai deviasi yang akan dianalisis secara deskriptif. Nilai tukar kesetimbangan jangka panjang diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas seperti term of trade, productivity differential, net foreign asset to GDP, government spending dan krisis yang terjadi, untuk membuktikannya maka variabel-variabel bebas tersebut akan dianalisis dengan metode estimasi data panel fix. Munculnya deviasi nilai tukar aktual dan potensial juga akan berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian. Dengan menduga bahwa pertumbuhan perekonomian juga dipengaruhi oleh keadaan investasi, pembangunan SDM, keadaan perdagangan dan keadaan perekonomian global, maka dipilihlah variabel Human Development Index (HDI), financial depth, trade openess, terms of trade shock, inflation rate, deviasi nilai tukar serta krisis sebagai variabel bebas. Analisis yang digunakan dalam mengestimasi pertumbuhan perekonomian ini menggunakan data panel fix. 10 METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang disusun dalam bentuk panel terhadap lima negara ASEAN (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina) dalam periode 2000 hingga 2011. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, yaitu IFS (International Finance Statistic), WDI (World Development Indicator), Comtrade, dan literatur serta penelitian yang terkait. Rincian variabel dan sumbernya dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4 Variabel dan Sumber Data Variabel Sumber Data Consumer Price Index International Finance Statistics Nominal Exchange Rate International Finance Statistics CPI inflation rate International Finance Statistics Foreign Direct Invesment International Finance Statistics Portofolio International Finance Statistics Investasi lainnya International Finance Statistics Foreign Exchange International Finance Statistics GDP World Development Indicators GDP/capita World Development Indicators Export Price World Development Indicators Import Price World Development Indicators Stock of claims World Development Indicators Real Exchange Rate World Development Indicators Governement consumption World Development Indicators HDI UNDP Total Value Export UN Comtrade Total Value Import UN Comtrade Total Volume Export UN Comtrade Total Volume Import UN Comtrade Alat Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum dan narasi terkait keadaan deviasi nilai tukar serta variabel variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan analisis kuantitatif diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan Eviews 6 untuk melihat kointegasi variabel dan faktor yang memengaruhi deviasi nilai tukar serta relasinya terhadap kesetimbangan jangka panjang. Pemilihan model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Aguirre dan Calderon (2005). Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 11 Model deviasi nilai tukar kesetimbangan jangka panjang qt = β0 + β1 ln( ) + β2 ln ( t ⁄ An t A n ) + β3 ln ( t mt ) + β4 ln ( ) + β5 D + Ԑ .......(1) dengan definisi : qt : Nilai tukar kesetimbangan jangka panjang Digambarkan dengan Real Effectives Exchange Rate yang dihitung berdasarkan persamaan berikut: qit = p p {( eit ⁄ ei ) ∏nk = [ k t ⁄ k ] } ekt ek .......(2) dimana: q : Real Effectives Exchange Rate P : Indeks harga konsumen e : Nilai tukar nominal i : Menunjukkan negara fokus k : Menunjukkan negara mitra perdagangan (masing masing negara fokus dipilih 10 negara mitra) t : Periode perhitungan 0 : Periode tahun dasar ῶ : Pembobotan perdagangan (masing masing negara) Nilai didapat dari persamaan berikut (klau, Gaunon, Robert dan fung, 2006): ( m ic+x ic)/ ( m c+x c) .......(3) dimana: m ic : impor negara mitra ke negara fokus x ic : ekspor negara mitra ke negara fokus mc : total impor negara fokus xc : total ekspor negara fokus ln ( ) : Net Foreign Asset per GDP Menggambarkan keadaan investasi negara tersebut, dihitung dengan (Lane dan Ferreti, 2000): NFA = FDIA + EQA + DEBTA + FX - FDIL - EQL – DEBTL .......(4) dimana: FDI : Foreign Direct Investment EQ : Portofolio DEBT : other investment FX : Foreign Exchange A : Asset L : Liabillities ln( ⁄ ) : Productivity Differential Menggambarkan produktifitas(digambarkan dengan GDP per capita) negara fokus relatif terhadap negara mitra 12 perdagangannya dengan pembobotan perdagangan(ῶ), secara matematis dinyatakan dengan: per capita i ∏ ln( ) ( ) .......(5) : Terms of Trade Menggambarkan indeks harga ekspor dibanding import ( ) ln( ) : Government Spending Menggambarkan konsumsi pemerintah pusat terhadap GDP negara tersebut, secara matematis dituliskan: o consumption ( ) .......(6) D : Dummy krisis Menggambarkan keadaan krisis global 2008 Pada tahun yang mengalami krisis akan diberi nilai, sementara tahun yang tidak terdapat krisis akan diberi 0 Model analisis pertumbuhan perekonomian yi,t – y i,t-1 = α y i,t-1 + αc (y i,t-1 – yT i,t-1) + β1 lnFIN_ E TH + β2 lnER_ EV + β3 ln OV_BUR + β4 lnH I + β5 lnINF_RATE + β6 lnTOT_SHOCK + β7 lnTRADE_OPEN + D1 KRISIS + Ԑ .......(7) dengan definisi : yi,t – y i,t-1 : Growth Rate Digambarkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP per capita yT i,t-1 : Komponen tren GDP per capita Merupakan hasil filter dengan metode Hodrick-Prescot FIN_DEPTH : Financial Depth Menggambarkan rasio investasi sektor swasta terhadap GDP negara tersebut, secara matematis dituliskan : stock of claims in pri ate sector .......(8) ( ) ER_DEV : Exchange Rate Deviation Menggambarkan deviasi nilai tukar aktual dan kesetimbangan jangka panjang, secara matematis dituliskan : ( RER – REER ) .......(9) GOV_BURD : Government Burden Menggambarkan konsumsi pemerintah pusat terhadap GDP negara tersebut, secara matematis dituliskan: o consumption ( ) .......(10) 13 HDI : Human Development Index Menggambarkan indeks peembangunan manusia baik dari sisi ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan INF_RATE : Inflation Rate Menggambarkan kestabilan tingkat harga dengan berdasarkan pada CPI TOT_SHOCK: Terms of Trade Shock Menggambarkan pertumbuhan terms of trade, secara matematis dituliskan : ( ToTt -ToTtToTt- ) .......(11) TRADE_OPEN: Trade Openess Menggambarkan keterbukaan perdagangan, secara matematis dituliskan : E +I .......(12) ( ) Dummy Krisis : Menggambarkan keadaan krisis global 2008 Pada tahun yang mengalami krisis akan diberi nilai , sementara tahun yang tidak terdapat krisis akan diberi 0 Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk faktor-faktor yang memengaruhi kesetimbangan jangka panjang nilai tukar di negara-negara ASEAN serta pengaruhnya adalah sebagai berikut: 1. Terms of trade berpengaruh negarif terhadap kesetimbangan jangka panjang nilai tukar. 2. Produktifitas negara tersebut yang diwakili dengan productivity differential, berpengaruh positif terhadap kesetimbangan jangka panjang nilai tukar. 3. Government spendng yang merupakan rasio konsumsi pemerintah terhadap GDP berpengaruh positif terhadap kesetimbangan jangka panjang nilai tukar. 4. Net foreign asset yang menggambarkan keadaan asset bersih di negara tersebut berpengaruh negatif kesetimbangan jangka panjang nilai tukar. 5. Krisis global yang terjadi pada periode 2008 berpengaruh positif terhadap kesetimbangan jangka panjang nilai tukar. sedangkan untuk analisis hubungan pertumbuhan perekonomian dengan deviasi nilai tukar negara-negara ASEAN adalah sebagai berikut. 1. Deviasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian 2. Financial depth berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian 3. Government burden berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian. 4. Human development index berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian 5. Inflation rate berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian 6. Terms of trade shock berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian 14 7. Trade openess berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian 8. Krisis global yang terjadi pada periode 2008 berpengaruh negatif pada pertumbuhan perekonomian. 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kointegrasi Analisis kointegrasi berguna dalam melihat hubungan jangka panjang antar variabel. Analisis ini dinilai sangat penting dalam penelitian dan harus didahulukan karena melihat tujuan dari penelitian yang menargetkan hubungan kesetimbangan jangka panjang terhadap penyusun Real Effective Exchange Rate dalam model I. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa dengan metode Pedroni nilai ADF dan PP berada diba ah nilai probabilitas α( persen) sehingga dinyatakan bah a terdapat relasi jangka panjang pada variabel pembentuk Real Effective Exchange Rate. Tabel 5 Analisis Kointegrasi Pedroni Statistic Prob. Panel PP-Statistic 0.466 0.0794 Panel ADF-Statistic 1.4 0.0807 Melihat hasil analisis tersebut dapat dijadikan rujukan dalam analisis regresi selanjutnya yang menunjukkan keabsahan jangka panjang. Dengan memasukan nilai koefisien hasil regresi pada Lampiran 9 ke persamaan jangka panjang (persamaan 1) maka akan didapat nilai kesetimbangan REER yang akan dibandingkan dengan nilai aktual pada analisis selanjutnya Analisis Deviasi Nilai Tukar Deviasi nilai tukar dapat diartikan sebagai perbedaan antara pertumbuhan nilai tukar kesetimbangan jangka panjang yang merupakan potensi terhitung dari perdagangan dengan posisi aktual nilai tukar yang biasa disebut Real Exchange Rate (RER). Kesetimbangan jangka panjang digambarkan dengan Real Effective Exchange Rate (REER). Penggunaan Real Exchange Rate juga dimaksudkan agar perhitungan terboboti oleh inflasi sehingga menggambarkan keadaan perekonomian negara tersebut. Gambar 2, 4, 5, 6, dan 7 menunjukkan grafik hubungan keduanya pada periode 2000 hingga 2011 di 5 negara ASEAN. Garis biru menunjukkan REER, sedangkan garis merah menunjukakn RER. Dengan garis REER sebagai acuan kesetimbangan maka jika nilai RER dibawah acuan maka nilai tukar yang berlaku dinyatakan undervalue, sebaliknya jika RER diatas acuan maka nilai tukar overvalue. 16 Deviasi Nilai Tukar Filipina 180 160 140 120 100 REER 80 RER 60 40 20 0 200020012002200320042005200620072008200920102011 Sumber:data terolah Gambar 2 Perbandingan REER dan RER Filipina Filipina berdasarkan Gambar 2 menunjukkan deviasi rendah pada awalnya hingga pada 2006 menunujukkan peningkatan REER mencapai puncaknya pada 2007 namun tidak diikuti RER yang menurun. Keadaan ini diakibatkan oleh peningkatan perekonomian Filipina pada periode 2007 setelah perubahan rezim orientasi perdagangan yang semula equal balance menjadi export oriented. Pada periode 1997 hingga 2005 impor manufaktur dan teknologi besar besaran menjadi fokus utama, berbeda dengan tahun tahun selanjutnya, dimana kebijakan perdagangan mulai menunjukkan orientasi ekspor khususnya di bidang pertanian dengan pertumbuhan yang signifikan yaitu 434.4 persen pada 2010 hingga 2011 dan rata rata 128 persen pertahun dan barang hasil olahan (barang jadi) sebagai hasil investasi peralatan dan teknologi tahun tahun sebelumnya. Tabel 5 Trade Balance Filipina 2011 (pertumbuhan antar tahun, dalam persen) Surplus Defisit Cereals and 434,4 Transport -36,1 cereals preparation equipment Plastics in primary 26,6 Electronic -25.9 and non-primary products form Feeding stuff for 10,6 Telecomunication -7,9 animals (not equipment and includin unmilled electrical cereals) machinery Mineral fuels, 10,5 Iron and steel -3,9 lubricants and related materials Industrial 6,2 machinery and equipment Sumber : Sensus Filipina, 2011 17 Penurunan nilai RER sejak tahun 2007 diakibatkan penyesuaian dengan mitra dagang terbesar Filipina yaitu Amerika yang pada saat itu sedang mengalami krisis. Kerjasama antara Filipina dan Amerika terkait pasar uang sudah berlangsung dari 1970, hingga sekarang sekitar 40 persen hutang Filipina didapat dari institusi yang dikendalikan Amerika. Deviasi Nilai Tukar Indonesia 160 140 120 100 80 REER 60 RER 40 20 0 200020012002200320042005200620072008200920102011 Sumber:data terolah Gambar 3 perbandingan REER dan RER Indonesia Fluktuasi yang cukup tinggi terlihat pada gambar deviasi nilai tukar Indonesia. Fluktuasi yang terjadi cenderung dipengaruhi oleh keadaan politik dalam negeri Indonesia. Pasca krisis 1998, pada tahun 2000 hingga 2003 keadaan ekonomi politik masih belum stabil, suhu investasi pun belum memadai dan menarik bagi investor. Setelah tahun 2005, barulah mulai menunjukkan tren jangka panjang yang positif. Periode krisis global 2007 hingga 2010 justru tidak terlalu berdampak negatif pada Indonesia, hal ini disebabkan oleh minimnya perdagangan Indonesia dengan kawasan krisis seperti Amerika dan Eropa. Perdagangan dengan ka asan Asia sendiri mencapai 7 persen dengan 5 ’an persennya masih dalam lingkup ASEAN (International Trade Statistic Year Book 2003-2011, data diolah). Tabel 6 Sepuluh besar negara investor Indonesia (dalam USD) Negara Singapura Rata rata FDI pertahun 173116456 Arab 150034261 Jepang 138493164 Inggris 141955494 Korea Selatan 132722616 Jerman 139814620 18 Malaysia 92328776 Amerika Serikat 80787679 China 46164388 Belanda 38085620 Sumber : Indonesian Finance Today, 2012 Tabel 6 juga menunjukkan pada periode 2000-2011 negara investor Indonesia mayoritas bukan negara yang terkena dampak langsung krisis global 2008. Meskipun terdapat Amerika namun posisi investasi yang ditunjukkan dari perolehan Foreign Direct Investment pada tabel diatas menempatkannya pada posisi 8. Singapura meskipun mendapat dampak krisis namun memiliki kemampuan pemulihan yang cepat karena sektor jasa khususnya pariwisata tetap tinggi pada masa krisis. Keberadaan investasi dari Arab, Jepang, Cina dan Korea Selatan sebagai negara dengan perekonomian kuat dijajaran investor Indonesia inilah yang dapat menetralisir keadaan krisis yang diterima negara negara barat seperti Amerika, Inggris, Jerman dan Belanda. Sehingga dampak yang dirasakan tidak terlalu besar (Indonesian Finance Today, 2012). Deviasi Nilai Tukar Malaysia 140 120 100 80 REER 60 RER 40 20 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber:data terolah Gambar 4 Perbandingan REER dan RER Malaysia Berkebalikan dengan keadaan Indonesia, deviasi yang terjadi di Malaysia justru sangat terlihat pada periode krisis global. Stabilitas yang terjadi pada awal periode terganggu pada kisaran waktu 2007. Seperti halnya dengan Filipina yang bermitra dagang terbesar Amerika, Malaysia pun terimbas krisis Amerika dengan melemahnya nilai RER sejak akhir 2006. Nilai REER walupun sempat meningkat tetapi menunjukan tanda tanda krisis pada 2007-2008. Malaysia yang berorientasi pada sektor jasa sulit mengimbangi krisis ini sehingga tren RER cenderung turun. 19 Keadaan ini juga diakibatkan kebijakan ekonomi ras yang ditetapkan pada 2010. Pengutamaan ras melayu membuat investor Cina enggan menanamkan modalnya, namun disisi lain melemahnya ekonomi dunia barat menjadikan Malaysia mendapat limpahan modal khususnya di bidang syariah dari negara-negara Timur Tengah selama masa krisis (Sihono, 2009). Deviasi Nilai Tukar Singapura Berdasarkan gambar 5, deviasi nilai tukar Singapura sangat terlihat ketidakstabilannya. Nilai REER yang jatuh pada 2007 hingga turun 23 persen dimungkinkan karena investasi keluar secara tiba tiba sedangkan pada saat itu Singapura sedang menyalurkan mayoritas investasinya ke pengembangan kasino, tata kota dan jalur kereta api bawah tanah. Kekuatan sektor jasa menyelamatkan Singapura dari resesi 2008 (Sihono,2009). 140 120 100 80 RER 60 REER 40 20 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber:data terolah Gambar 5 Perbandingan REER dan RER Singapura Deviasi Nilai Tukar Thailand Perekonomian Thailand relatif memiliki tren masing masing pada REER maupun RER. Kemerosotan yang cukup tinggi terjadi pada 2005-2006, saat masa krisis Thailand. Kebijakan menaikan defisit anggaran dengan sengaja dari 2001 hingga 2004 sebesar rata rata 0,8 persen dimaksudkan untuk meningkatkan permintaan dalam negeri akan belanja modal. Modal yang didapat akan digunakan untuk meningkatkan sektor sektor yang menyerap tenaga kerja. Rencana tersebut berhasil, terlihat dari meningkatnya REER, namun keadaan negara yang tidak stabil pada 2005 justru memaksa pemerintah menekan nilai tukar agar investasi yang masuk tetap pada trennya. Deviasi yang semakin tinggi semakin tidak terkendali karena investasi yang masuk dalam manufaktur khususnya justru balik menekan nilai tukar karena dengan rendahnya nilai tukar thailand dapat mempermudah mereka mendapatkan pasar. 20 140 120 100 80 REER 60 RER 40 20 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber:data terolah Gambar 6 Perbandingan REER dan RER Thailand Tabel 7 Nilai Deviasi Negara Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Rata rata Deviasi (%) 27.74836449 11.2587252 9.999551376 9.030946136 15.04604325 14.61672609 Keterangan Undervalue Undervalue Undervalue Undervalue Undervalue Undervalue Tabel 7 menunjukkan tingkat deviasi antara nilai tukar aktual dengan kesetimbangannya sebagai hasil dari selisih REER dengan RER menunjukkan masih cukup tinggi, rata rata senilai 14,61 persen dari nilai ideal kesetimbanagn jangka panjang. Keadaan undervalue menandakan ada potensi yang hilang dalam penetapan nilai tukar atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai tukar aktual lebih lemah dari potensi nilai tukar yang seharusnya dapat ditetapkan Deviasi per negara pada Tabel 5 menunjukkan nilai deviasi pada negara maju seperti Singapura dan Malaysia relatif lebih bisa ditekan, ini menggambarkan kestabilan perekonomian negara tersebut. Semakin kecil nilai deviasi maka menunjukkan kemampuan negara tersebut dalam menjaga kestabilan sosial perekonomian negaranya (Kuikeu,2012) 21 Hasil Estimasi dan Evaluasi Model Pemilihan Model Uji Chow Uji Chow atau Uji F-statistic merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut: Hipotesis dari uji ini yaitu : : Model Pooled Least Square : Model Fixed Effect Tabel 8 Uji Chow Model I Effects Test Cross-section F Statistic d.f. Prob. 76.377292 (4,50) 0.0000 Model II Effects Test Cross-section F Statistic 22.626478 d.f. Prob. (4,45) 0.0000 Pengujian dilakukan kepada kedua model untuk mendapatkan metode data panel terbaik. Tabel 8 menunjukkan nilai probability Chow pada kedua model bernilai (0.000) kurang dari α=5% maka tolak H0. Artinya, metode yang digunakan mengikuti Fixed Effect Model. Dalam analisis ini tidak menggunakan random effect analysis karena jumlah cross section yang digunakan lebih kecil dari variabel sehingga tidak dapat dianalisis dengan random effect. Nilai estimasi variabel Berdasarkan hasil pada Tabel 9 dan 10, terlihat bahwa hasil estimasi kedua model masing masing memiliki nilai koefisien determinasi tersesuaikan (adj R2) sebesar 95,67 persen pada model I dan 74,2 persen pada model II. Nilai ini menunjukkan peresentase keragaman yang dapat dijelaskan oleh model. Nilai probabilitas (F-statistik) pada kedua model adalah 0.000000, dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) 5 persen. aka dengan tingkat kepercayaan 95 persen pada model I, dapat disimpulkan bahwa variabel terms of trade, productivity differential, net foreign asset, government spending serta keadaan krisis global secara bersama-sama signifikan memengaruhi kesetimbangan nilai tukar jangka panjang. Sementara dengan taraf nyata 10 persen pada model II variabel deviasi nilai tukar, financial depth, HDI, terms of trade shock, government burden serta keadaan krisis global secara bersama-sama signifikan memengaruhi pertumbuhan perekonomian, sedangkan variabel trade openess tidak berpengaruh signifikan. Variabel trade openess (keterbukaan perekonomian) diduga tidak 22 signifikan karena konten variabel tersebut yang menjumlahkan nilai ekspor dan impor sehingga peninggkatan variabel trade openess dapat terjadi sekalipun impor negara tersebut tinggi, sedangkan impor yang terlalu tinggi dapat menguras cadangan devisanya. Tabel 9 Estimasi variabel model I Variabel Koefisien Ln_TOT -0,310625 Ln__PRODDIFF 0,259478 Ln_NFA -0,190405 Ln_GOVSPEND 0,595180 Dummy krisis 0,06013 C 2,946598 Adjusted R-squared Prob (F-statistic) Durbin Watson Jarque-Bera t-statistik -5,260406 17,52935 -10,25268 10,73806 5,549942 8,630624 Probabilitas 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0.0000 0,956725 0,000000 1,963249 2,694425 Selanjutnya, hasil uji-t, menunjukkan bahwa keseluruhan variabel secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kesetimbangan nilai tukar jangka panjang dengan tingkat kepercayaan 90 persen. Hasil uji normaliotas dengan ,elihat probabilitas Jarque-bera menunjukkan kedua model memilki probabilitas dibawah 5 persen, maka cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti residual error (error term) terdistribusi normal. Nilai statistik Durbin Watson mendekati nilai 2.00 sehingga berada pada area non-autokorelasi yang mengindikasikan tidak terjadi masalah autokorelasi. Pada hasil estimasi juga tidak terlihat adanya indikasi masalah multikolinearitas, dimana nilai korelasi antar variabel bebas tidak ada yang melebihi nilai residual. Maka, hasil uji ekonometrika menunjukkan bahwa hasil estimasi kedua model bersifat BLUE. Tabel 10 Estimasi variabel model II Variabel Koefisien ER_DEVIATION -0,055879 FIN_DEPTH 0,036770 HDI 23,55526 TOT_SHOCK 0,055279 GOV_BURD -1,622384 INF_RATE -0.313457 TRADE_OPEN -0,101223 Dummy krisis -0,267304 C 70,64088 Adjusted R-squared Prob (F-statistic) Durbin Watson Jarque-Bera t-statistik Probabilitas -2,283478 0,0272 2,663455 0,0107 8,683785 0,0000 1,808885 0,0772 -5,533758 0,0000 5,244474 0,0000 -0,725002 0,4722 -3,689632 0,0006 8,557323 0,0000 0,742011 0,000000 1,945597 2,58 23 Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesetimbangan Nilai Tukar Berdasarkan hasil regresi pada model I diperoleh faktor-faktor yang memengaruhi kesetimbangan nilai tukar adalah terms of trade (berpengaruh negatif), net foreign asset (berpengaruh negatif), productivity differential (berpengaruh positif), government spending (berpengaruh positif) dan krisis global (berpengaruh positif). Terms of Trade Terms of trade atau ketentuan perdagangan adalah indeks dari harga ekspor suatu negara relatif terhadap impornya. Jika terms of trade suatu negara kurang dari 100 persen, ada lebih banyak modal keluar (untuk membeli impor) daripada jumlah yang masuk, sebaliknya jika indeks tersebut bernilai lebih besar dari 100 persen berarti negara tersebut mengumpulkan modal (lebih banyak uang yang masuk dari ekspor) (Obsteld dan Rogoff 1996). Terms of trade menjadi patokan perbandingan kuantitas dan kualitas ekspor dan impor. Terms of trade dapat mewakili fungsi nilai tukar dalam sektor perdagangan. Terms of trade juga memiliki fungsi keterbukaan. Permasalahan yang muncul khusunya bagi negara negara ASEAN yang sebagian besar adalah negara berkembang adalah komoditi unggulan yang ditawarkan oleh hampir seluruh negara berkembang adalah komoditi primer yang tidak tahan lama seperti pertanian. Sedangkan komoditi yang diimpor oleh negara negara tersebut adalah barang-barang-barang industri yang tahan lama, sehingga dasar tukar negaranegara berkembang terus menerus mengalami penurunan. Nilai hubungan negatif pada hasil estimasi menunjukkan jika nilai tukar overvalue (terlalu tinggi) akan menyulitkan ekspor karena negara mitra harus membayar cukup tinggi untuk mendapatkan barang tersebut sementara barang primer memiliki ketahanan yang cukup rendah. Keadaan ini akan berakibat pada gangguan kualitas barang yang tersimpan terlalu lama dan kuantitas ekspor yang berkurang. Pada beberapa kasus seperti komoditi pisang di Thailand pada 2001 justru harus merelakan komoditi tersebut dijual dengan harga rendah untuk memaksakan peningkatan jumlah ekspor (sensus Thailand 2005). Sebaliknya jika nilai tukar undervalue maka negara mitra akan enggan mengekspor ke negara tersebut karena pasar dinilai kurang meyakinkan. Peningkatan indeks terms of trade berdampak pada jumlah uang beredar baik asing maupun dalam negeri, inilah yang sering mengganggu kestabilan nilai tukar khususnya pada keadaan excess mata uang asing Perbaikan Terms of Trade dapat terjadi antara lain karena : Harga ekspor naik sedangkan harga impor tetap. Harga ekspor tetap sedangkan harga impor turun Harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya harga impor Harga Ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunya harga impor Keuntungan yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan terlihat pada Gambar 8, dimana saat tren negara lain menunjukkan tren yang menurun seperti Filipina atau fluktuasi tinggi seperti Malaysia, justru Indonesia menunjukkan tren 24 yang positif. Ini diakibatkan oleh kemampuan Indonesia dalam perdagangan yang didukung oleh berbagai sektor, dari mulai pertanian hingga jasa. Sementara grafik yang ditunjukkan Singapura merupakan tipikal khas indeks terms of trade negara yang mengandalkan sektor jasa, relatif stagnan di kisaran 100 persennya. Sektor jasa yang menjadi andalan Singapura salah satunya adalah pariwisata dan keuangan. Sektor jasa keuangan Singapura tidak terlalu mengalami gangguan karena peraturan pemerintah yang mengatur terkait pengelolaan modal baik dari dalam maupun luar negeri sangat fleksibel dan dijamin, terlebih Singapura menjadi salah satu tujuan utama investasi masyarakat Asia. Gambar 8 Perkembangan Terms of Trade negara negara ASEAN Produktivitas differensial Produktivitas menunjukkan tingkat GDP per kapita negara fokus terhadap negara mitra, semakin tinggi nilainya maka kemampuan negara tesebut dalam kegiatan ekonomi semakin kuat dan relatif dapat mendominasi mitranya. Hal inilah yang memicu ketidakstabilan nilai tukar. Pada hasil estimasi menunjukkan hubungan positif senilai 0,259 yang berarti setiap kenaikan 1 satuan moneter produktifitas maka akan menaikkan 0,259 kali kesetimbangan jangka panjang. Kenaikan kesetimbangan produktivitas akan menguatkan perekonomian dan daya saing. Dalam Gambar 9 dapat dilihat bahwa tingkat produktivitas differensial Singapura sangat tinggi, keadaan ini memberikan kemampuan bagi Singapura 25 untuk mematok nilai tukar yang tinggi. Peningkatan produktifitas differensial memunculkan kecenderungan persaingan monopolistik sebagai dampak dari kemampuan efiktivitas produksi. 30000 25000 20000 Indonesia Malaysia 15000 Filipina Singapura 10000 Thailand rata rata asean 5000 0 Gambar 9 Perbandingan produktifitas differensial 5 negara ASEAN (sumbu vertikal menunjukkan nilai produktifitas, sedangkan horizontal menunjukan tahun periode) Net Foreign Asset (NFA) Net Foreign Asset menunjukkan perbandingan aset dalam negeri yang ada diluar negeri dibanding aset luar yang beredar di dalam negeri. Sebagian ahli ada yang menyebut net foreign asset sebagai komponen hutang negara. Aset asing yang berada di suatu negara, akan bernilai positif jika lebih tinggi investasi diluar negeri dibanding investasi yang masuk (dihitung dalam pengembalian modal). Pada dasarnya nilai acuan NFA bukanlah pada tandanya yang positif ataupun negatif, karena tanda negatif (aset luar lebih besar yang beredar di dalam negeri dibanding aset dalam negeri yang ada diluar) sebenarnya juga menunjukkan kredibilitas dan tingkat kepercayaan dunia terhadap perekonomian dan bisnis di dalam negara tersebut. Dalam hasil estimasi NFA (Net Foreign Asset) bernilai negatif memperlihatkan kecenderungan keberadaan hot money yang sangat dipengaruhi nilai tukar. Saat nilai tukar naik maka investasi akan masuk (capital inflow, liabillities). 26 4E+11 3E+11 2E+11 Indonesia Malaysia 1E+11 Filipina 0 Singapura Thailand -1E+11 -2E+11 -3E+11 Gambar 10 Perbandingan NFA negara negara ASEAN (dalam US$) (sumbu vertikal menunjukkan tingkat NFA, sedangkan horizontal menunjukan tahun periode) Government Spending Government spending menunjukan perbandingan konsumsi pemerintah terhadap GDP. Konsumsi pemerintah pusat terdiri dari pembelian barang dan jasa, gaji pegawai negeri sipil dan kegiatan pemerintah yang teranggarkan. Komponen dalam konsumsi pemerintah yang umum adalah belanja dan subsidi. Tingkat belanja yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya jumlah uang asing, hal yang sama terjadi juga dalam subsidi yang berkaitan dengan harga internasional. Konsumsi pemerintah yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan nilai tukar yang fluktuatif. Pada Gambar 11 memperlihatkan transmisi peningkatan pengeluaran pemerintah yang merupakan kebijakan fiskal ekspansioner menggeser kurva IS ke kanan sehingga dalam jangka panjang output akan tetap dan nilai tukar meningkat e LM1 e1 e0 IS1 IS0 y Gambar 11 Grafik IS-LM Government Spending 27 Krisis 2008 Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 ini bermula dari krisis finansial yang terjadi di Amerika. Gaya hidup konsumtif dan kebiasaan menggantungkan diri pada kartu kredit menyebabkan lembaga keuangan bangkrut karena kekurangan likuiditasnya. Runtuhnya perusahaan perusahaan pemberi kredit berdampak pada jatuhnya Wall Street. Krisis tersebut merambat ke sektor riil dan dan non-keuangan di seluruh dunia. Sementara itu di Eropa juga mengalami kegagalan pasar dan perbankan yang tidak stabil karena terjadi lag nilai mata uang diantara negara anggotanya. Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume impor negara yang mengalami krisis menurun drastis, sementara negara negara yang terkena krisis adalah negara yang terkenal memilki tingkat konsumerisme tinggi seperti Amerika. Hasil dari keadaan itu adalah menurunnya tingkat impor dinegara negara tersebut, dapat dipastikan juga bahwa negara pengekspor juga mengalami dampak penurunan permintaan terutama yang menjadikan Amerika mitra dagang terbesarnya. Kejadian krisis 2008 berpengaruh positif dalam pergerakan nilai tukar. Dampak yang ditimbulkan oleh krisis pada dasarnya bersifat sistemik. Krisis yang terjadi awalnya berdampak pada menurunnya arus perdagangan karena kemampuan membeli yang menurun. Penurunan daya beli inilah yang akan meningkatkan nilai tukar tidak terkendali. Dampak krisis juga muncul dari sektor investasi, selain kemampuan penanaman modal dari investor lokal menjadi turun, ketidakstabilan ekonomi ini juga membuat investor asing mencabut modalnya di dalam negeri. Keadaan berkurangnya investasi dan arus perdagangan inilah yang mengimbas pada deviasi nilai tukar. Analisis Hubungan Deviasi Nilai Tukar dengan Pertumbuhan Ekonomi Variabel financial depth, HDI, terms of trade shock, trade openess dan government burden pada dasarnya merupakan variabel pelengkap dalam analisis ini agar dampak dari deviasi nilai tukar dapat lebih terlihat.Variabel-variabel tersebut merupakan penyusun utama dalam pembangunan perekonomian dan hasil regresi pada tabel 11 sudah menunjukkan koefisien yang sesuai teori. Intepretasi dari hasi analisis tersebut adalah pertumbuhan perekonomian akan meningkat sejalan dengan berkembangnya investasi dengan tingkat penetrasi dan pengembalian yang baik (Financial depth), pembangunan SDM dari segi sosial, ekonomi dan kesehatan (HDI), ekspor bersih (terms of trade). Keadaan meningkatnya inflasi dan belanja pemerintah yang terlalau tinggi (government burden) akan menghambat meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa hubungan deviasi nilai tukar dengan pertumbuhan perekonomian bernilai negatif. Hal ini terjadi karena keadaan lag antara nilai potensial dengan aktual menyebabkan setiap sektor yang terkait dengan transisi nilai tukar seperti perdagangan internasional dan investasi menjadi kurang maksimal. Khususnya pada keadaan undervalue seperti yang rata rata terjadi pada negara ASEAN maka nilai mata uang masing masing negarea dianggap lemah dan tidak memiliki tingkat pengembalian yang setara. Di luar tingkat produktifitas dan 28 pembangunan infrastruktur pendukung dan SDM, keadaan deviasi yang tinggi juga menunjukkan ketidakstabilan pasar uang dan sistem penetapan bank sentral pada negara tersebut. Keadaan deviasi yang berlangsung lama juga akan memunculkan efek domino dengan dimulainya penarikan modal asing karena tingkat pengembalian yang berkurang sehingga produktifitas manufaktur dan perusahaan terbuka akan berkurang. Perdagangan pun akan melemah karena tingkat produksi yang menurun sehingga keadaan perekonomian bisa menjadi lebih buruk. Keadaan inilah yang harus bisa diantisipasi dengan memperhatikan perkembangan setiap induk perekonomian. Kelebihan dari rezim nilai tukar manage floating pada keadaan ini adalah pemerintah setempat dapat mengatur tingkat minimum nilai tukar dengan melihat nilai tukar kesetimbangan jangka panjang. Hubungan Deviasi Nilai Tukar dengan Pertumbuhan Ekonomi pada Masa Krisis Lampiran 12 menunjukkan perubahan hasil regresi diakibatkan memperhitungkan keadaan krisis global yang terjadi. Pada tabel tersebut nampak bahwa krisis berpengaruh signfikan dan negatif pada pertumbuhan perekonomian. Terlihat dengan masuknya variabel krisis memperparah dampak negarif deviasi nilai tukar, pada lampiran 2 setiap kenaikan deviasi satu persen akan menurunkan pertumbuhan perekonomian 7.4 persen sedangkan pada lampiran 12 setiap kenaikan satu persen deviasi akan berpengaruh negatif 9.1 persen pada pertumbuhan perekonomian. Keadaan yang sama juga terlihat pada variabel lain, namun pada Terms of Trade Shock menjadi tidak signifikan. Keadaan ini dimungkinkan karena pada masa krisis Terms of Trade menjadi sulit ditentukan karena harga ekspor dan impor baik negara-negara ASEAn maupun mitra dagangnya tereduksi berbeda beda tergantung dengan dampak yang diterima sementara volume perdagangan dijaga tetap pada keadaan normal karena menyangkut pasokan dalam negeri,. Pada keadaan ini biasanya beberapa negara membuat ulang perjanjian perdagangannya agar index ToT dapat lebih terlihat (Gaunon 2006). 29 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebaai berikut: 1. Deviasi terjadi dalam penetapan nilai tukar dengan rata rata 14,61persen di bawah nilai potensial (undervalue). Keadaan ini menunjukkan nilai tukar yang berlaku sekarang dinilai lemah dibandingkan denan potensi yang bisa diterapkan. Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cenderung kecil karena kegiatan ekonomi internasional kurang berjalan dengan tepat. 2. Deviasi nilai tukar secara signifikan dipengaruhi oleh net foreign asset (berpengaruh negatif), government spending (berpengaruh positif), term of trade (berpengaruh negatif), productivity differentials (berpengaruh positif), krisis 2008 (berpengaruh positif) 3. Deviasi nilai tukar terbukti berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian, ini diakibatkan karena deviasi menyebabkan sektor sektor perekonomian berjalan tidak maksimal. Saran Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian ini adalah. 1. Bagi pemerintah, potensi penguatan nilai tukar seharusnya dapat menjadi alternatif kebijakan melihat tingginya lag antara kesetimbangan nilai tukar jangka panjang dan nilai aktualnya. Selain itu dengan memperhatikan faktor faktor yang memengaruhi kesetimbangan nilai tukar dapat disusun kebijakan yang dapat menjadi penyokong penguatan nilai tukar dan antisipasi krisis 2. Keterbukaan informasi perekonomian internasional sangat dibutuhkan untuk penelitian yang bersifat membangun, 3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian in bisa dikaitkan dengan pembentukan AEC sehingga bisa menjadi peramalan potensi kedepan yang akan dihadapin negara negara ASEAN pada 2015 mendatang 30 DAFTAR PUSTAKA Aguirre Alvaro, Calderon Cesar. 2005. Real Exchange Rate Misalignments and Economic Perfomance. [jurnal] Central Bank of Chile Amadou Diallo Ibrahim.2011. The Effects of Real Exchange Rata Misalignment and Real Exchange Rate Volatillity on Ekspors. ,siap terbit Edwards Sebastian, Savastano Miguel A. 1999. Exchange Rates in Emerging Economies: What Do We Need to Know?. [jurnal] Stanford University Conference Ferreti Gian Maria Milesi, Lane Phillip. 2000. The External Wealth of Nations Measures of Foreign Assets and Liabilities for Industrial and Developing Countries Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press Hamizah MS, Naseem.2008. Exchange Rate Misalignment, Volatility and Imports Flows in Malaysia. [jurnal] MPRA Klau Marc, Ma Gaunon, McCauley Robert, San Sau Fung. 2006. Estimation of Asian Effectife Exchanges Rates: a Technical note. [jurnal] Bank of International Settlements Kuikeu Oscar. 2012. Estimating the Real Exchange Rate Misalignment : Case of the CFA Franc Zone. [jurnal] MPRA Mankiw, Gregory. 2003. Teori Makroekonomi edisi kelima. Jakarta Erlangga (ID) : Malhayati marissa. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara Negara ASEAN [skripsi]. Bogor[ID]. Institut Pertanian Bogor Maurice Obsteld, Krugman Paul. 2004. Ekonomi Internasional : teori dan Kebijakan. Jakarta (ID) : Index Publisher Raji, Rahman Olanrewaju. 2011. Real Exchange Rate Misalignment and Economic Perfomance of West African Monetary Zone: Implications for Macro Economics Unionisation. [jurnal] Canterbury social science [United Nation Statistic Division]. 2002. International Trade Statistic Year Book 2002. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta [United Nation Statistic Division]. 2004. International Trade Statistic Year Book 2004. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta [United Nation Statistic Division]. 2006. International Trade Statistic Year Book 2006. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta [United Nation Statistic Division]. 2007. International Trade Statistic Year Book 2007. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta [United Nation Statistic Division]. 2008. International Trade Statistic Year Book 2008. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta 31 [United Nation Statistic Division]. 2009. International Trade Statistic Year Book 2009. [internet]. [Diunduh 5 Maret 2013]. Tersedia pada http://comtrade.un.org/pb/first.aspx [United Nation Statistic Division]. 2011. International Trade Statistic Year Book 2011. [internet]. [Diunduh 5 Maret 2013]. Tersedia pada http://comtrade.un.org/pb/first.aspx [National Statistics Office of Philippines]. 2008. External Trade Perfomance. [internet] [diunduh pada 19 Maret 2013]. Tersedia pada http://www.census.gov.ph/content/external-trade-performance-december2007 Djumena Erlangga. 22 Agustus 2011. Ekonom Yakin Indonesia dapat Bertahan dari Krisis [Internet] [diunduh pada 2 April 2013]. Tersedia pada http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/22/10045451/Ekonom.Y akin.Indonesia.Bisa.Bertahan.dari.Krisis 32 Lampiran 1 Sepuluh mitra dagang terbesar negara-negara ASEAN periode 2000-2011 (diurutkan berdasarkan nilai ekspor-impor dari terbesar ke terkecil) BRUNEI KAMBOJA INDONESIA MALAYSIA MYANMAR MALAYSIA AMERIKA SINGAPURA AMERIKA THAILAND SINGAPURA CINA CINA JEPANG CINA AMERIKA JERMAN JEPANG SINGAPURA INDIA JEPANG INGGRIS AMERIKA CINA JEPANG CINA PRANCIS THAILAND THAILAND MALAYSIA THAILAND KANADA MALAYSIA KOREA KOREA INGGRIS VIETNAM AUSTRALIA JERMAN INDONESIA KOREA BELANDA KOREA INDONESIA SINGAPURA INDONESIA SINGAPURA SAUDI AUSTRALIA JERMAN SELANDIA BARU JEPANG JERMAN INDIA INGGRIS FILIPINA SINGAPURA THAILAND VIETNAM LAOS AMERIKA MALAYSIA JEPANG CINA THAILAND JEPANG AMERIKA CINA JEPANG JEPANG SINGAPURA CINA AMERIKA SINGAPURA CINA CINA INDONESIA SINGAPURA KOREA KOREA KOREA JEPANG MALAYSIA MALAYSIA INGGRIS MALAYSIA THAILAND AUSTRALIA AMERIKA JERMAN JERMAN KOREA INDONESIA JERMAN INDONESIA THAILAND AUSTRALIA KOREA INDONESIA BELGIA INGGRIS INGGRIS FILIPINA AUSTRALIA PRANCIS AUSTRALIA INDIA JERMAN PRANCIS AMERIKA 33 Lampiran 2 Nilai Real Effective Exchange Rate serta Real Exchange Rate lima negara ASEAN periode 2000-2011 (2005 = 100) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Indonesia REER RER 76.16 71.97 90.95 99.69 100.78 100 118.36 122.52 117.91 114.24 130.36 140.66 86.77 105.73 95.944 88.380 92.10 100 94.37 94.19 99.94 107.06 93.67 90.37 Filipina REER RER 107.76 100.15 102.78 95.92 93.86 100 110.45 154.03 133.08 128.91 135.19 141.87 80.22 92.50 93.68 98.39 101.73 100 93.15 83.77 80.46 86.55 81.89 78.62 Malaysia REER RER 96.91 101.11 102.99 100.40 98.34 100 103.36 118.98 109.526 103.33 110.60 110.74 Singapura REER RER 100.32 100.32 100.32 100.32 100.32 100 96.88 90.775 88.087 93.061 85.06 80.80 Thailand REER RER 100.60 87.86 92.07 93.78 96.57 100 109.93 124.93 123.52 116.94 126.86 130.36 99.73 110.47 106.81 103.14 100.005 100 94.18 85.82 82.82 85.24 78.780 75.81 98.33 97.08 96.07 97.46 99.53 100 102.61 81.31 115.21 113.72 118.53 129.42 103.5 107.64 107.58 104.67 101.55 100 95.46 90.55 85.007 87.38 81.92 75.56 34 Lampiran 3 Kointegrasi data panel : Persamaan nilai tukar jangka panjang Uji kointegrasi panel I.Reduced Rank Based Cointegration Test Null Hypothesis: #coint.vectors (r) None* At most 1* At most 2* At most 3 At most 4 63.15 41.35 25.21 14.35 10.84 II.Residual-based Cointegration Test II.1 Homogeneous Residual-based Cointegration Test (p-value) Kao(1999) DF (rho) (1.8) DF (t_rho) (0.0008) DF (rho) (0.0124) DF (t_rho) (0.00023) ADF (0.0059) McCoskey and Kao (1998) Panel LM (0.000) II.2 Heterogeneous Residual-based Cointegration Test (p-value) Pedroni (1999) Panel-v (0.050) Panel-rho (0.7) Panel-t (non-parametric) (0.101) Panel-t (parametric) (0.000) Group rho (1.8) Group-t (non-parametric) (0.009) Group-t (parametric) (0.0107) 35 Lampiran 4 Statistik deskriptif variable regresi Model I 36 Lampiran 5 Statistik deskriptif variable regresi Model II 37 Lampiran 6 Hasil uji chow Model I Redundant Fixed Effects Tests Equation: FIX Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square Statistic 66.593817 184.062503 d.f. Prob. (4,231) 4 0.0000 0.0000 d.f. Prob. (4,45) 0.0000 Lampiran 7 Hasil uji chow regresi Model II Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Statistic 22.626478 38 Lampiran 8 Hasil uji normalitas regresi Model I 60 Series: Standardized Residuals Sample 2000Q1 2011Q4 Observations 240 50 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 40 30 20 10 Jarque-Bera Probability 3.12e-18 -0.002331 0.207154 -0.236990 0.069218 -0.082589 3.953556 9.365524 0.009253 0 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 Lampiran 9 Hasil uji normalitas regresi Model II 12 Series: Standardized Residuals Sample 2000 2011 Observations 60 10 8 6 4 2 0 -2 -1 0 1 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -5.66e-16 0.146179 1.666625 -2.137862 0.874320 -0.493300 2.753794 Jarque-Bera Probability 2.584991 0.274585 39 Lampiran 10 Hasil estimasi data panel regresi Model I Dependent Variable: REER Method: Panel Least Squares Date: 12/16/13 Time: 16:20 Sample: 2000Q1 2011Q4 Periods included: 48 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 240 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PRODDIF TOT LN_NFA GOVSPEND C 0.266589 -0.160576 -0.045658 0.423314 2.426861 0.023447 0.065538 0.083901 0.072897 0.301479 11.37002 -2.450109 -0.544187 5.806977 8.049849 0.0000 0.0150 0.5868 0.0000 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.783245 0.775738 0.070407 1.145091 300.8733 104.3399 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 4.680292 0.148674 -2.432278 -2.301754 -2.379686 0.240742 40 Lampiran 11 Hasil estimasi data panel regresi Model II Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 12/16/13 Time: 17:13 Sample: 2000Q1 2011Q4 Periods included: 48 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 240 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP_TMIN1 GDP_HPFIL HDI FIN_DEPTH TRADE_OPEN INF_RATE ER_DEVIATION TOT_SHOCK C -3.712685 -0.004209 10.93198 -1.144564 -0.137040 0.194856 -0.091698 0.053488 39.76686 0.401062 0.028505 1.351406 0.602612 0.121605 0.049666 0.028463 0.032085 4.161430 -9.257138 -0.147645 8.089338 -1.899337 -1.126929 3.923351 -3.221700 1.667105 9.556057 0.0000 0.8828 0.0000 0.0588 0.2610 0.0001 0.0015 0.0969 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.386603 0.354176 0.311808 11.92250 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 3.259483 1.551656 22.06996 0.348426 Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid 0.301305 26.01170 Mean dependent var Durbin-Watson stat 2.254792 0.353431 41 Lampiran 12 Hasil estimasi data panel regresi Model II (Memperhitungkan Krisis) Dependent Variable: GROWTH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 12/16/13 Time: 17:24 Sample: 2000Q1 2011Q4 Periods included: 48 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 240 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP_TMIN1 GDP_HPFIL HDI FIN_DEPTH TRADE_OPEN INF_RATE ER_DEVIATION TOT_SHOCK KRISIS C -3.803093 -0.002484 11.93204 -1.653091 -0.198482 0.284323 -0.074429 0.051485 -0.206920 40.79236 0.424262 0.034106 1.521097 0.626189 0.132071 0.055962 0.029577 0.034736 0.058902 4.434033 -8.964021 -0.072816 7.844361 -2.639923 -1.502848 5.080650 -2.516420 1.482161 -3.512936 9.199832 0.0000 0.9420 0.0000 0.0089 0.1343 0.0000 0.0125 0.1397 0.0005 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.401164 0.366718 0.288513 11.64609 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 2.782558 0.976696 18.81223 0.367839 Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid 0.372212 23.37192 Mean dependent var Durbin-Watson stat 2.254792 0.361302 42 RIWAYAT HIDUP Penulis, Lintang Satrio, lahir di Bandung pada tanggal 14 Desember 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Tri Djuwinarno dan Yuyu Mulyapiantimala. Penulis memasuki bangku pendidikan menengah pertama pada tahun 2003 di SMP Negeri 11 Bandung dan melanjutkan ke tahap pendididkan menengah atas di SMA Negeri 6 Bandung hingga lulus pada Juni 2009. Setelah lolos melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009, penulis mendapat pendidikan sarjana dari Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor hingga lulus pada tahun 2013. Selama di IPB, penulis aktif dalam berorganisasi baik dalam lingkup jurusan, fakultas maupun kampus. Beberapa jabatan yang pernah dipegang oleh penulis diantaranya adalah Ketua Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG) pada periode 2010-2011, Komandan Tinggi (komti) Ilmu Ekonomi 46, Staff Polkastrad BEM FEM IPB kabinet Sinergi 2011 dan Kepala Bidang Kajian strategi BEM FEM IPB kabinet Progresif 2012. Selain dilingkup kampus penulis juga aktif dalam memberikan kajian dan pemikiran dalam Forum Mahasiswa Ekonomi Indonesia serta kajian kajian nasional.