analisis deviasi nilai tukar riil asean dan dampaknya terhadap

advertisement
ANALISIS DEVIASI NILAI TUKAR RIIL ASEAN DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
PEREKONOMIAN
LINTANG SATRIO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Deviasi
Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan
Perekonomian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Lintang Satrio
NIM H14090123
ABSTRAK
LINTANG SATRIO. Analisis Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya
Terhadap Pertumbuhan Perekonomian. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA.
Nilai tukar adalah salah satu variabel krusial dalam kegiatan perekonomian
internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keadaan nilai tukar
negara negara ASEAN terhadap kesetimbangan jangka panjang yang
digambarkan dengan nilai tukar riil efektif dan mencari faktor faktor yang
memengaruhi deviasi nilai tukar tersebut serta hubungannya dengan pertumbuhan
perekonomian. Objek penelitian ini adalah negara negara ASEAN, namun karena
ketersediaan data maka fokus penelitian tertuju pada 5 negara ASEAN
(Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina) dalam periode tahun 2000
hingga 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya deviasi nilai tukar senilai
rata rata 14.61 persen undervalue dan deviasi secara jangka panjang dipengaruhi
oleh term of trade, net foreign asset per gdp, government spending, productivity
differential dan krisis yang terjadi pada 2008. Deviasi nilai tukar juga terbukti
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian
Kata kunci: nilai tukar, deviasi, kesetimbangan jangka panjang
ABSTRACT
LINTANG SATRIO. Deviation Analysis of ASEAN Real Exchange Rates and
Impact to economic growth . Supervised by IMAN SUGEMA.
Exchange rate is one of economic variables that have a crucial point in
international economic activities. The purpose of this research is to analyze
ASEAN countries exchange rate against its long-term equilibrium that described
by the real effective exchange rate and find the factors that affect the deviation of
exchange rate than see the relation with the economic growth. Objects of this
study are asean countries, but due to the availability of data,this study focus to the
5 big ASEAN countries ( Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand and
Philippines) in the period 2000-2011. The result of this observation indicated there
exchange rate deviation averangely 14.6 percent undervalued and deviation of real
exchange rate influenced by term of trade, net foreign asset per gdp, government
spending, productivity differential and the crisis that happen in 2008. Deviation
give a negative effect to the economic growth.
Keywords: exchange rate, deviation, long-run equilibrium
ii
ANALISIS DEVIASI NILAI TUKAR RIIL ASEAN DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
PEREKONOMIAN
LINTANG SATRIO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iii
IV
Judul Skripsi: Analsisi Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya
Terhadap Pertumbuhan Perekonomian
Nama
: Lintang Satrio
: H 14090 123
NIM
Disetujui oleh
Dr. IT. Iman Sugema, M.Ec Pembimbing Diketahui oleh
M.Ec
Tanggal Lulus:
1 8 DEC 2013
iv
Judul Skripsi : Analisis Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya
Terhadap Pertumbuhan Perekonomian
Nama
: Lintang Satrio
NIM
: H14090123
Disetujui oleh
Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah nilai tukar, dengan judul Analisis
Deviasi Nilai Tukar Riil ASEAN dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan
Perekonomian
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec
selaku dosen pembimbing, Bapak Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen
penguji utama, Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan, ka
Ade holis M.Si, Ka Ashfahanirrohimah S.E serta seluruh dosen Departemen Ilmu
Ekonomi IPB yang telah banyak memberi masukan dan pengetahuan baik selama
proses studi maupun saat penyusunan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan
penulis berikan kepada ayahanda Tri Djuwinarno serta ibunda Yuyu
Mulyapiantimala sebagai orangtua penulis yang selalu menyertai dengan semangat
dan doanya, serta teman teman IPB, khususnya Anindita Sita Dewi, Farhana,
Yeni, Friska dan seluruh keluarga besar BEM FEM dan Pamaung. Tidak lupa
terimakasih disampaikan kepada seluruh keluarga besar atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Baik bagi penulis maupun pihak pihak
lain.
Bogor, Desember 2013
Lintang Satrio
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
7
KERANGKA PEMIKIRAN
8
METODE
10
Jenis dan Sumber Data
Alat Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kointegrasi
15
Analisis Deviasi Nilai Tukar
15
Deviasi Nilai Tukar Filipina
16
Deviasi Nilai Tukar Indonesia
17
Deviasi Nilai Tukar Malaysia
18
Deviasi Nilai Tukar Singapura
19
Deviasi Nilai Tukar Thailand
19
Hasil Estimasi dan Evaluasi Model
21
Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesetimbangan Nilai Tukar
23
Analisis Hubungan Deviasi Nilai Tukar dengan Pertumbuhan Ekonomi
27
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
29
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
vii
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
42
DAFTAR TABEL
1 Rezim nilai tukar di negara negara ASEAN
2 Pendapatan perkapita negara ASEAN pada tiga titik waktu (dalam
USD)
3 Persentase perdagangan intra ASEAN
4 Variabel dan Sumber data
5 Analisis Kointegrasi Pedroni
6 Trade Balance Filipina
7 10 besar negara investor Indonesia
8 Nilai deviasi
9 Uji Chow
10 Estimasi variabel model I
11 Estimasi variabel model II
2
4
4
10
15
16
14
20
21
22
22
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kerangka pemikiran
Deviasi nilai tukar Filipina
Deviasi nilai tukar Indonesia
Deviasi nilai tukar Malaysia
Deviasi nilai tukar Singapura
Deviasi nilai tukar Thailand
Perkembangan terms of trade negara negara ASEAN
Perbandingan produktifitas differensial 5 negara ASEAN
Perbandingan NFA negara negara ASEAN
Grafik IS-LM Government Spending
8
16
17
18
19
20
24
25
26
22
DAFTAR LAMPIRAN
1. Sepuluh mitra dagang terbesar negara-negara ASEAN periode 2000-2011
(diurutkan berdasarkan nilai ekspor-impor dari terbesar ke terkecil)
2. Nilai Real Effective Exchange Rate serta Real Exchange Rate
lima negara ASEAN periode 2000-2011 (2005 = 100)
3. Kointegrasi data penel : Persamaan nilai tukar jangka panjang
4. Statistik deskriptif variable regresi Model I
5. Statistik deskriptif variable regresi Model II
6. Hasil uji chow Model I
32
33
34
35
36
37
viii
7. Hasil uji chow Model II
8. Hasil uji normalitas regresi Model I
9. Hasil uji normalitas regresi Model II
10. Hasil estimasi data panel regresi Model I
11. Hasil estimasi data panel regresi Model II
12. Hasil estimasi data panel regresi Model II (Memperhitungkan Krisis)
37
38
38
39
40
41
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perekonomian dunia sudah berkembang pesat dalam kurun waktu tiga abad
terakhir ini. Adam smith dalam bukunya “The Wealth of Nations” menyatakan
ekonomi adalah ilmu yang mengatur pengalokasian sumber daya dalam proses
yang efektif untuk menghasilkan suatu tujuan tertentu. Berdasarkan definisi
tersebut mulai muncul konsep “sumberdaya” dan “tujuan”. Sumberdaya atau
input dapat diartikan sebagai modal, baik dalam bentuk benda maupun finansial,
sedangkan tujuan memiliki korelasi dengan laba atau keuntungan yang didapat
dari proses tersebut. Seiring dengan berkembangnya aktivitas perekonomian dunia
dengan keterbukaan perdagangan yang semakin meluas dan dihapusnya hambatan
perdagangan maka pergerakan sumberdaya dan perdagangan antarnegara pun
semakin bebas. Perkembangan ini tidak menghilangkan azas dasar dari ekonomi
itu sendiri. Pemberian nilai serta penekanan efektivitas dan efisiensi produksi
tetap menjadi fokus utama proses produksi. Keterbukaan perekonomian dan
konsep klasik inilah yang membangun konsep perekonomian internasional dengan
adanya nilai tukar sebagai “jembatan” dalam pergaulan perekonomian antarnegara
yang efektif dalam praktiknya.
Nilai tukar dipakai dalam aplikasi perekonomian di berbagai sektor krusial
yang melibatkan lebih dari satu negara seperti perdagangan dan investasi. Sektor
perdagangan menggunakan nilai tukar sebagai acuan kesetaraan nilai di berbagai
negara, sehingga penilaian suatu barang di berbagai negara akan dinilai sama
dalam satuan mata uang masing masing negara. Pada perekonomian terbuka
dengan skala perdagangan besar nilai tukar tersebut sudah dapat mencakup
sebagian biaya transportasi dan cukai, sehingga mudah dalam transformasi nilai.
Sedangkan aplikasi dalam investasi lebih mengarah pada penyederhanaan nilai
investasi sehingga nilai modal dapat dinilai sama muatannya di berbagai negara.
Nilai tukar merefleksikan keseimbangan permintaan-penawaran mata uang asing
dan mata uang dalam negeri. Kemerosotan nilai tukar menunjukkan penurunan
permintaan pada mata uang dalam negeri karena menurunnya peran ekonomi
nasional atau permintaan mata uang asing (biasanya US$ sebagai mata uang
internasional) meningkat tajam karena fungsi sebagai alat perdagangan
internasional.
Negara-negara di dunia memiliki rezim penetapan nilai tukar yang beragam,
secara umum rezim nilai tukar dapat dikelompokkan dalam fix , floating dan,
peg. Fix exchange rate (nilai tukar tetap) adalah penetapan nilai tukar yang
dipatok besarnya terhadap mata uang internasional oleh pemerintah untuk jangka
waktu tertentu. Keuntungan dari menggunakan penetapan fix exchange rate
adalah dapat meminimalisir risiko fluktuasi nilai tukar. Peg exchange rate atau
nilai tukar menempel merupakan penetapan nilai tukar dengan mengacu pada
salah satu mata uang yang dianggap stabil (biasanya US Dollar) atau merupakan
mitra dagang terbesarnya. Sementara floating exchange rate membebaskan nilai
tukar terhadap pasar uang yang terjadi di negara tersebut. Tabel 1 menunjukkan
rezim nilai tukar yang berkembang di negara-negara ASEAN. Berdasarkan pada
2
Tabel 1 mayoritas negara menggunakan rezim managed floating exchange rate
yang berarti membiarkan fluktuasi nilai tukar kepada pasar namun tetap memilki
intervensi pemerintah dalam menjaga fluktuasinya. Penggunaan rezim ini akan
memunculkan opini keterbukaan negara tersebut pada pasar namun tetap dalam
pengawasan pemerintah.
Tabel 1 Rezim nilai tukar di negara negara ASEAN
Negara
Periode
Rezim
Brunei
2000-2011
Peged terhadap dollar Singapura
Filipina
2000-2011
Free floating
Indonesia
2000-2011
Free floating
Kamboja
2000-2011
Managed floting
Laos
2000-2011
Crawling peg
Malaysia
2000-2005
Fixed
2005-2011
Managed floating
Myanmar
2000-2011
Managed floating
Singapura
2000-2011
Managed floating
Thailand
2000-2011
Free loating
Vietnam
2000-2011
Crawling peg
Sumber : Malahayati, 2011
Nilai tukar dinyatakan dalam bentuk nominal dan riil. Nilai tukar nominal
menunjukkan harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, sedangkan nilai
tukar riil memperlihatkan harga barang di berbagai tempat dan menggambarkan
paritas daya beli serta indeks harga negara tersebut. Dilihat dari hubungan
antarnegara, nilai tukar dapat dibagi menjadi bilateral dan efektif. Nilai tukar
bilateral menyatakan nilai tukar yang berlaku dalam hubungan antar dua negara
dan melibatkan pasangan mata uang. Sedangkan nilai tukar efektif merupakan
rataan penilaian dengan melihat keadaan hubungan internasional baik dalam
bentuk langsung maupun tidak langsung, sehingga penggunaan nilai efektif ini
dapat dipakai dalam melihat daya saing dan cocok digunakan dalam
perekonomian dan investasi global. Nilai tukar bilateral sering diangap sebagai
nilai tukar aktual, karena menunjukkan keadaan tingkat harga uang yang terjadi,
sedangkan nilai tukar efektif biasa disebut nilai tukar jangka panjang karena
sifatnya yang menganggap pergerakan variabel perekonomian lainnya bersifat
“liquid” sehingga dampak yang dihasilkan lebih meluas. Dengan melihat
aplikasinya dapat dikatakan bahwa nilai tukar berperan dalam pembobotan nilai
sektor dan secara sinergis akan berdampak pada perekonomian agregat, hal ini
menjadikan nilai tukar dapat dianggap sebagai sistem peringatan dini dalam
mengantisipasi krisis karena sifatnya yang fleksibel dan tanggap dalam merespon
keadaan perekonomian (Edwards dan Savastano, 1999).
Secara kolektif total perdagangan ASEAN dengan dunia pada tahun 2010
sudah jauh melampui angka pra krisis 2008 hingga 2009, yaitu dari 1,89 triliun
dollar AS pada tahun 2008, dan 1,53 trilliun dollar AS pada 2009, pada 2010
menjadi 2,04 trilliun dollar AS. ASEAN diyakini akan menjadi kawasan ekonomi
paling atraktif di dunia karena kawasan ini memiliki laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Pada 2013, saat perekonomian dunia diprediksi hanya tumbuh
sebesar 3,1 persen hingga 3,5 persen, IMF dan OECD memperkirakan ekonomi
3
negara ASEAN akan tumbuh lebih tinggi yaitu mencapai 6,1 persen hingga 6,5
persen. ASEAN juga memiliki aktivitas transaksi perdagangan cukup tinggi, baik
intra ASEAN maupun dengan negara di luar kawasan. Volume transaksi
perdagangan (ekspor dan impor) negara ASEAN tumbuh sekitar 7 persen menjadi
US$ 3,1 triliun pada 2012 yang didominasi produk textile, rubber based, wooden
based, electronic, fisheries, agro based products, automotive serta healthcare.
Sementara volume perdagangan intra ASEAN rata-rata tumbuh 10,2 persen per
tahun dalam periode 1995 hingga 2011. Angka itu lebih tinggi dari perdagangan
global sebesar 8 persen.
Hampir seluruh anggota ASEAN memiliki sektor unggulan yang hampir
sama yaitu pertanian dan bahan primer, yang sedikit berbeda adalah Singapura
yang mengandalkan kemajuan sektor jasanya. Konsentrasi sektoral pun serupa
selain Brunei yang mengandalkan sektor minyaknya. Negara-negara seperti
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura termasuk negara yang
memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar, sedangkan kelima negara lainnya
pada saat ini masih dapat dikatakan sedang membangun ekonominya. Inilah yang
terkadang menyulitkan dalam proses integrasi negara negara ASEAN baik dalam
politik, moneter maupun perdagangan.
Besar kecilnya ukuran perekonomian suatu bangsa umumnya diasosiasikan
dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia dengan jumlah penduduk
terbesar (240 juta) memiliki PDB yang paling besar, yaitu USD706,74 miliar.
Setelah itu disusul oleh Thailand (USD312,61 miliar), Malaysia (USD237,96
miliar), Singapura (USD194,62 miliar), dan Filipina (USD188,72 miliar).
Sementara itu Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Brunei memiliki kekuatan
PDB yang walaupun digabung pun masih bernilai di bawah USD 75 miliar (IMF,
2011). Meskipun begitu PDB itu tidak secara otomatis menunjukkan daya beli
rata-rata suatu negara (Kompas 2011).
Ukuran daya beli lebih dekat dilihat dengan menggunakan ukuran
pendapatan per kapita (PDB dibagi jumlah penduduk) seperti ditunjukkan dalam
tabel 2. Pendapatan perkapita pada dasarnya menunjukkan kemampuan daya beli
masyarakat, namun berbeda dengan Singapura, Malaysia ataupun Thailand yang
memiliki rataan perekonomian dengan tingkat kemerataan penduduk tinggi,
Indonesia memiliki indeks pendapatan perkapita yang tinggi namun memiliki
kemerataan sosial yang rendah diakibatkan oleh orang kaya yang hanya berkisar
30 persen dari jumlah penduduk, sehingga tercipta kesenjangan yang cukup
tinggi.
Jika dilihat dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi dari blok
pertama (negara ekonomi tinggi) cukup seimbang. Pada 2009 itu, Indonesia
tumbuh 5,4 persen, Malaysia 4,6 persen, Thailand -2,3 persen, Singapura 4
persen, dan Filipina tumbuh 1,1 persen. Namun, pada 2010 pertumbuhan ekonomi
Thailand cukup tinggi, yakni 7,8 persen. Meskipun pertumbuhan tersebut masih
kalah dibandingkan Singapura yang tumbuh 12 persen. Sementara itu, pada 2010
Indonesia tumbuh 6,1 persen, Malaysia 4,8 persen, dan Filipina 6,1 persen. Pada
2011 ini diproyeksikan empat dari lima negara akan tumbuh di atas 4,5 persen,
hanya Thailand yang diprediksi tumbuh rendah, sekira 2,6 persen saja (IMF,
2011).
4
Tabel 2 Pendapatan perkapita negara ASEAN pada empat titik waktu
(dalam USD)
Negara
2000
2005
2008
2011
Brunei
43,006.94
48,377.13
50,831.83
51,760.00
kamboja
918.63
1,508.01
2,060.76
2,358.47
Indonesia
2,327.00
3,102.28
3,875.65
4,636.20
Laos
1,202.44
1,695.31
2,215.92
2,790.10
Malaysia
9,422.85
12,011.22
14,560.99
16,050.91
Myanmar
1,4
2,1
1,1
1,98
Filipina
2,393.01
3,050.83
3,672.24
4,119.30
Singapur
33,767.28
45,374.24
52,285.76
60,687.61
Thailand
4,876.48
6,674.74
8,010.07
8,646.05
Vietnam
1,416.95
2,161.27
2,834.22
3,411.60
Sumber : IMF, 2013
Perumusan Masalah
ASEAN merupakan kawasan yang antarnegaranya memiliki sektor
perekonomian bervariasi dan termasuk lengkap untuk satu kawasan, mulai dari
sektor primer seperti pertanian, sektor antara seperti manufaktur hingga sektor
akhir seperti jasa dan barang jadi. Sektor-sektor tersebut saling memengaruhi
dalam hubungan internasional khususnya intra kawasan itu sendiri, 24,9 persen
perdagangan yang terjadi merupakan antar negara ASEAN (International Trade
Statistic Year Book, 2011) seperti yang ditunjukan dalam tabel 3. Tabel yang
kosong menunjukan periode negara tersebut tidak mempublikasikan secara formal
terkait data perdagangannya.
Tabel 3 Persentase perdagangan intra ASEAN
2000 2001
2002
-
-
rata
rata
33.1
25.1
23.5
24.4
21.7
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Brunei
-
-
31
33.8
31.4
-
36.3
-
-
Kamboja
23.2
21.9
20.4
20.7
18.5
17.9
20.5
20.9
22.8
Indonesia 18.4
17.3
19.5
20.7
21.4
24
24.7
25.7
25.8
24.9
24.9
24.7
22.7
Malaysia
25.4
24
24.5
24.6
24.5
25.3
25.2
25
24.9
25.4
26.2
26.2
25.1
Myanmar
-
23.4
-
-
-
-
-
-
-
-
48.3
-
35.9
Filipina
15.8
15.6
15.8
17.6
18.1
18.1
18.5
19.6
19.9
20.3
25.3
20.8
18.8
Singapura 26.1
26
26.7
30.7
29.4
28.7
28.5
28.4
27.7
27.1
27.2
26.2
27.7
Thailand
18
17.9
18.3
18.7
19.6
20.3
19.7
19.6
19.8
20.2
19.7
19.9
19.3
Vietnam
23.3
21.4
19.4
19.1
20
21.8
22.1
21.1
20.5
17.5
16.7
16.5
19.9
Sumber : ITSY, 2013
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-19 yang diselenggarakan di
Bali pada 17 November 2011, telah menghasilkan suatu kesepakatan bersama
5
berupa cita-cita pencapaian komunitas ASEAN, yaitu ASEAN Economic
Community (AEC) pada tahun 2015. Tujuan utama AEC ini adalah untuk
mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN. AEC ini tentunya
akan membawa dampak besar pada perekonomian masing-masing negara anggota.
Dari sisi ekonomi penyatuan ini akan menciptakan pasar yang mencakup wilayah
seluas 4,47 juta km persegi dengan potensi pasar lebih kurang sebesar 601 juta
jiwa. Disini keberadaan AEC seharusnya mampu memberikan peningkatan
perekonomian suatu negara melalui jalur perdagangan bebas hambatan antar
negara yang tergabung di dalamnya. Adanya gap tingkat perekonomian
antarnegara memicu fluktuasi perdagangan antarnegara itu sendiri serta
kemunculan krisis dalam dua dekade ini pun menggoyahkan kestabilan
perekonomian antarnegara yang berimbas pada nilai tukar sebagai “jembatan”
hubungan ekonomi antarnegara. Fluktuasi yang terjadi dalam penentuan nilai
tukar mengakibatkan deviasi antara potensi nilai tukar kesetimbangan jangka
panjang dengan niai yang muncul dalam kegiatan ekonomi. Potensi nilai tukar
merupakan analisis pembandingan nilai tukar dengan memperhitungkan kegiatan
ekonomi yang berkaitan dengannya. Deviasi antara potensi kesetimbangan jangka
panjang menjadi menarik mengingat peran nilai tukar yang dapat memicu
pergerakan seluruh sektor perekonomian.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan
dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Menguji perbandingan keadaan nilai tukar aktual dengan nilai tukar
jangka panjang di negara negara ASEAN.
2. Menguraikan faktor faktor yang memengaruhi deviasi nilai tukar riil
ASEAN dalam jangka panjang.
3. Menguraikan hubungan deviasi nilai tukar yang terjadi dengan
pertumbuhan perekonomian negara ASEAN.
.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai
pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan
masukan untuk perumusan kebijakan moneter yang berkaitan dengan nilai
mata uang dan perdagangan.
2. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat menambah wawasan
secara umum serta pelaku ekonomi dalam sektor yang berkaitan dengan
ekonomi internasional.
3. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan
dan pemahaman sehingga mampu mengusulkan masukan maupun solusi
untuk permasalahan fluktuasi aspek moneter ini.
6
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berfokus pada negara negara di ASEAN, namun karena
ketersediaan data seperti yang disajikan pada tabel 3 dan keterbukaan tiap negara
dalam mengumumkan data perekonomiaanya ke dunia internasional maka objek
penelitian dipersempit pada lima negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia,
Singapura, Thailand dan Filipina. Kelima negara tersebut dinilai cukup dapat
mewakili keadaan perekonomian ASEAN secara umum karena lima negara
tersebut memiliki frekuensi perekonomian yang tinggi dan beragam. Periode
waktu penelitian berkisar pada tahun 2000 hingga 2011 dengan memperhitungkan
keberadaaan krisis global 2008.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Aguirre dan Calderon (2005) melakukan penelitian yang bertujuan
menganalisis faktor faktor yang memengaruhi penyimpangan dan hubungannya
dengan pertumbuhan ekonomi. Metode estimasi yang digunakan dalam jurnal ini
adalah data panel statis dan dinamis. Data panel statis digunakan untuk
menentukan faktor-faktor yang memengaruhi penyimpangan, sedangkan panel
dinamis dipakai untuk melihat hubungan antara penyimpangan dan pertumbuhan
ekonomi. Variabel dependen dalam pengujian penyimpangan adalah REER (Real
Effective Exchange Rate) sedangkan variabel independennya net foreign asset per
GDP, productivity differential, term of trade dan government spending. Objek
penelitiannya dalam penelitian berfokus pada 60 negara dengan periode waktu
1965 hingga 2003. Hasil penelitian menunjukkan deviasi yang terjadi paling
tinggi terdapat di negara berkembang dibanding negara industri. Hasil lainnya
menunjukkan terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan
misalignment nilai tukar, dan hubungan tersebut berjalan tidak simetri
Amadao (2011) menganalisis terkait efek deviasi real exchange rate
terhadap volatilitas ekspor di 42 negara berkembang pada periode 1975 hingga
2004. Hasil regresi panel data menunjukkan hubungan negatif antara ekspor
dengan deviasi yang terjadi, dan risiko perdagangan yang tinggi akibat nilai tukar
yang tidak sesuai dengan tren ekspor-impor. Hal ini juga diakibatkan karena
bentuk barang komoditi ekspor negara berkembang yang cenderung bersifat
primer (mentah) sehingga rentan terhadap perusakan alami.
Hamizah dan Naseem (2012) memfokuskan penelitian pada deviasi nilai
tukar dan arus impor di Malaysia dengan data kuartal dari Q1 1991 hingga Q4
2004 dengan metode GARCH dan VAR. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa meningkatnya deviasi antara nilai tukar aktual dengan kesetimbangan
jangka panjang akan membuat ketidakstabilan neraca impor, khususnya bagi
negara seperti Malaysia yang hampir bergantung pada impor, disatu sisi deviasi
menguat karena ketidakseimbangan neraca perdagangan internasional tersebut.
Kuikeu (2012) membahas terkait relevansi missalignment yang terjadi di
Franc zone pada 1994 dengan melihat deviasi antara kesetimbangan jangka
panjang dan aktual nilai tukar dari 1980 hingga 1993 sehingga dapat terlihat
trennya. Hasil akhir menunjukkan bahwa pada kasus franc zone ini terdapat
fluktuasi deviasi yang cukup tinggi dan dianggap relevan karena masih
melingkupi nilai toleransi kestabilan perekonomian yaitu 10 persen.
8
KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan penelitian terdahulu analisis deviasi dapat menggunakan
perbandingan antara nilai Real Effective Exchange Rate (REER) dan Real
Exchange Rate, sedangkan analisis faktor faktor yang memengaruhi
kesetimbangan nilai tukar dilakukan dengan regresi. Variabel bebas yang sering
digunakan dalam regresi adalah Term of Trade dan Net Foreign Asset to GDP.
Kedua variabel tersebut dianggap sebagai penyusun utama kesetimbangan nilai
tukar (Fundamental), faktor lain yang juga berpengaruh adalah Productivity
Diffrential, Government Spending dan adanya krisis dalam periode analisis.
Kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
Perekonomian Global
= Menimbulkan
= Dapat dianalisis
Meluasnya Arus Modal dan
Perdagangan
Nilai Tukar
Dipengaruhi oleh
Net Foreign
Asset
Term of
Trade
Analisis Deskriptif
Produktifitas
Analisis Ekonometrika
Panel Statis model I
Aktual
lag
Longrun Equilibrium
Pertumbuhan
Perekonomian
deviasi
Government
spending
Dummy Krisis
2008
Analisis Ekonometrika
Panel Statis model II
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
9
Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran yang mencakup variabelvariabel yang dianalisis serta alat analisis yang digunakan. Berkembangnya
perekonomian global mempermudah lalu lintas modal dan barang, dalam
hubungan internasional dibutuhkan suatu konsep yang dapat menjadi penghubung
transaksi internasional sehingga munculah nilai tukar yang berlaku baik secara
bilateral maupun internasional. Nilai tukar yang ditetapkan sebagai bobot mata
uang dan digunakan dalam keseharian disebut nilai tukar aktual, sedangkan
kesetimbangan jangka panjang muncul sebagai agregasi keseluruhan aktivitas
ekonomi internasional. Perbedaan nilai antara aktual dan jangka panjang
memunculkan nilai deviasi yang akan dianalisis secara deskriptif. Nilai tukar
kesetimbangan jangka panjang diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas
seperti term of trade, productivity differential, net foreign asset to GDP,
government spending dan krisis yang terjadi, untuk membuktikannya maka
variabel-variabel bebas tersebut akan dianalisis dengan metode estimasi data panel
fix.
Munculnya deviasi nilai tukar aktual dan potensial juga akan berpengaruh
pada pertumbuhan perekonomian. Dengan menduga bahwa pertumbuhan
perekonomian juga dipengaruhi oleh keadaan investasi, pembangunan SDM,
keadaan perdagangan dan keadaan perekonomian global, maka dipilihlah variabel
Human Development Index (HDI), financial depth, trade openess, terms of trade
shock, inflation rate, deviasi nilai tukar serta krisis sebagai variabel bebas.
Analisis yang digunakan dalam mengestimasi pertumbuhan perekonomian ini
menggunakan data panel fix.
10
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
disusun dalam bentuk panel terhadap lima negara ASEAN (Indonesia, Singapura,
Thailand, Malaysia, dan Filipina) dalam periode 2000 hingga 2011. Data tersebut
diperoleh dari berbagai sumber, yaitu IFS (International Finance Statistic), WDI
(World Development Indicator), Comtrade, dan literatur serta penelitian yang
terkait. Rincian variabel dan sumbernya dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4 Variabel dan Sumber Data
Variabel
Sumber Data
Consumer Price Index
International Finance Statistics
Nominal Exchange Rate
International Finance Statistics
CPI inflation rate
International Finance Statistics
Foreign Direct Invesment
International Finance Statistics
Portofolio
International Finance Statistics
Investasi lainnya
International Finance Statistics
Foreign Exchange
International Finance Statistics
GDP
World Development Indicators
GDP/capita
World Development Indicators
Export Price
World Development Indicators
Import Price
World Development Indicators
Stock of claims
World Development Indicators
Real Exchange Rate
World Development Indicators
Governement consumption
World Development Indicators
HDI
UNDP
Total Value Export
UN Comtrade
Total Value Import
UN Comtrade
Total Volume Export
UN Comtrade
Total Volume Import
UN Comtrade
Alat Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum dan
narasi terkait keadaan deviasi nilai tukar serta variabel variabel yang digunakan
dalam penelitian ini. Sedangkan analisis kuantitatif diolah menggunakan
Microsoft Excel 2010 dan Eviews 6 untuk melihat kointegasi variabel dan faktor
yang memengaruhi deviasi nilai tukar serta relasinya terhadap kesetimbangan
jangka panjang. Pemilihan model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada Aguirre dan Calderon (2005). Adapun model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
11
Model deviasi nilai tukar kesetimbangan jangka panjang
qt = β0 + β1 ln( ) + β2 ln (
t
⁄
An
t A n
) + β3 ln (
t
mt
) + β4 ln ( ) + β5 D + Ԑ
.......(1)
dengan definisi :
qt
: Nilai tukar kesetimbangan jangka panjang
Digambarkan dengan Real Effectives Exchange Rate yang dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
qit =
p
p
{( eit ⁄ ei ) ∏nk = [ k t ⁄ k ] }
ekt
ek
.......(2)
dimana:
q : Real Effectives Exchange Rate
P : Indeks harga konsumen
e : Nilai tukar nominal
i
: Menunjukkan negara fokus
k : Menunjukkan negara mitra perdagangan (masing
masing
negara fokus dipilih 10 negara mitra)
t
: Periode perhitungan
0
: Periode tahun dasar
ῶ
: Pembobotan perdagangan (masing masing negara)
Nilai didapat dari persamaan berikut (klau, Gaunon, Robert dan
fung, 2006):
( m ic+x ic)/ ( m c+x c)
.......(3)
dimana:
m ic
: impor negara mitra ke negara fokus
x ic
: ekspor negara mitra ke negara fokus
mc
: total impor negara fokus
xc
: total ekspor negara fokus
ln (
) : Net Foreign Asset per GDP
Menggambarkan keadaan investasi negara tersebut, dihitung dengan
(Lane dan Ferreti, 2000):
NFA = FDIA + EQA + DEBTA + FX - FDIL - EQL – DEBTL .......(4)
dimana:
FDI
: Foreign Direct Investment
EQ
: Portofolio
DEBT : other investment
FX
: Foreign Exchange
A
: Asset
L
: Liabillities
ln(
⁄
) : Productivity Differential
Menggambarkan produktifitas(digambarkan dengan GDP per
capita) negara fokus relatif terhadap negara mitra
12
perdagangannya dengan pembobotan perdagangan(ῶ), secara
matematis dinyatakan dengan:
per capita i
∏
ln(
)
(
)
.......(5)
: Terms of Trade
Menggambarkan indeks harga ekspor dibanding import (
)
ln( )
: Government Spending
Menggambarkan konsumsi pemerintah pusat terhadap GDP
negara tersebut, secara matematis dituliskan:
o consumption
(
)
.......(6)
D
: Dummy krisis
Menggambarkan keadaan krisis global 2008
Pada tahun yang mengalami krisis akan diberi nilai, sementara
tahun yang tidak terdapat krisis akan diberi 0
Model analisis pertumbuhan perekonomian
yi,t – y i,t-1 = α y i,t-1 + αc (y i,t-1 – yT i,t-1) + β1 lnFIN_ E TH + β2
lnER_ EV + β3 ln OV_BUR + β4 lnH I + β5 lnINF_RATE + β6
lnTOT_SHOCK + β7 lnTRADE_OPEN + D1 KRISIS + Ԑ
.......(7)
dengan definisi :
yi,t – y i,t-1
: Growth Rate
Digambarkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP per capita
yT i,t-1
:
Komponen tren GDP per capita
Merupakan hasil filter dengan metode Hodrick-Prescot
FIN_DEPTH : Financial Depth
Menggambarkan rasio investasi sektor swasta terhadap GDP
negara tersebut, secara matematis dituliskan :
stock of claims in pri ate sector
.......(8)
(
)
ER_DEV
: Exchange Rate Deviation
Menggambarkan deviasi nilai tukar aktual dan kesetimbangan
jangka panjang, secara matematis dituliskan :
( RER – REER )
.......(9)
GOV_BURD : Government Burden
Menggambarkan konsumsi pemerintah pusat terhadap GDP
negara tersebut, secara matematis dituliskan:
o consumption
(
)
.......(10)
13
HDI
: Human Development Index
Menggambarkan indeks peembangunan manusia baik dari sisi
ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan
INF_RATE
: Inflation Rate
Menggambarkan kestabilan tingkat harga dengan berdasarkan
pada CPI
TOT_SHOCK: Terms of Trade Shock
Menggambarkan pertumbuhan terms of trade, secara matematis
dituliskan :
(
ToTt -ToTtToTt-
)
.......(11)
TRADE_OPEN: Trade Openess
Menggambarkan keterbukaan perdagangan, secara matematis
dituliskan :
E +I
.......(12)
(
)
Dummy Krisis : Menggambarkan keadaan krisis global 2008
Pada tahun yang mengalami krisis akan diberi nilai , sementara
tahun yang tidak terdapat krisis akan diberi 0
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk faktor-faktor
yang memengaruhi kesetimbangan jangka panjang nilai tukar di negara-negara
ASEAN serta pengaruhnya adalah sebagai berikut:
1. Terms of trade berpengaruh negarif terhadap kesetimbangan jangka panjang
nilai tukar.
2. Produktifitas negara tersebut yang diwakili dengan productivity differential,
berpengaruh positif terhadap kesetimbangan jangka panjang nilai tukar.
3. Government spendng yang merupakan rasio konsumsi pemerintah terhadap
GDP berpengaruh positif terhadap kesetimbangan jangka panjang nilai tukar.
4. Net foreign asset yang menggambarkan keadaan asset bersih di negara
tersebut berpengaruh negatif kesetimbangan jangka panjang nilai tukar.
5. Krisis global yang terjadi pada periode 2008 berpengaruh positif terhadap
kesetimbangan jangka panjang nilai tukar.
sedangkan untuk analisis hubungan pertumbuhan perekonomian dengan deviasi
nilai tukar negara-negara ASEAN adalah sebagai berikut.
1. Deviasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian
2. Financial depth berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian
3. Government burden berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
perekonomian.
4. Human development index berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
perekonomian
5. Inflation rate berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian
6. Terms of trade shock berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
perekonomian
14
7. Trade openess berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perekonomian
8. Krisis global yang terjadi pada periode 2008 berpengaruh negatif pada
pertumbuhan perekonomian.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kointegrasi
Analisis kointegrasi berguna dalam melihat hubungan jangka panjang antar
variabel. Analisis ini dinilai sangat penting dalam penelitian dan harus didahulukan
karena melihat tujuan dari penelitian yang menargetkan hubungan kesetimbangan
jangka panjang terhadap penyusun Real Effective Exchange Rate dalam model I.
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa dengan metode Pedroni nilai ADF dan PP
berada diba ah nilai probabilitas α( persen) sehingga dinyatakan bah a terdapat
relasi jangka panjang pada variabel pembentuk Real Effective Exchange Rate.
Tabel 5 Analisis Kointegrasi Pedroni
Statistic
Prob.
Panel PP-Statistic
0.466
0.0794
Panel ADF-Statistic
1.4
0.0807
Melihat hasil analisis tersebut dapat dijadikan rujukan dalam analisis regresi
selanjutnya yang menunjukkan keabsahan jangka panjang. Dengan memasukan
nilai koefisien hasil regresi pada Lampiran 9 ke persamaan jangka panjang
(persamaan 1) maka akan didapat nilai kesetimbangan REER yang akan
dibandingkan dengan nilai aktual pada analisis selanjutnya
Analisis Deviasi Nilai Tukar
Deviasi nilai tukar dapat diartikan sebagai perbedaan antara pertumbuhan
nilai tukar kesetimbangan jangka panjang yang merupakan potensi terhitung dari
perdagangan dengan posisi aktual nilai tukar yang biasa disebut Real Exchange
Rate (RER). Kesetimbangan jangka panjang digambarkan dengan Real Effective
Exchange Rate (REER). Penggunaan Real Exchange Rate juga dimaksudkan agar
perhitungan terboboti oleh inflasi sehingga menggambarkan keadaan
perekonomian negara tersebut. Gambar 2, 4, 5, 6, dan 7 menunjukkan grafik
hubungan keduanya pada periode 2000 hingga 2011 di 5 negara ASEAN. Garis
biru menunjukkan REER, sedangkan garis merah menunjukakn RER. Dengan garis
REER sebagai acuan kesetimbangan maka jika nilai RER dibawah acuan maka
nilai tukar yang berlaku dinyatakan undervalue, sebaliknya jika RER diatas acuan
maka nilai tukar overvalue.
16
Deviasi Nilai Tukar Filipina
180
160
140
120
100
REER
80
RER
60
40
20
0
200020012002200320042005200620072008200920102011
Sumber:data terolah
Gambar 2 Perbandingan REER dan RER Filipina
Filipina berdasarkan Gambar 2 menunjukkan deviasi rendah pada awalnya
hingga pada 2006 menunujukkan peningkatan REER mencapai puncaknya pada
2007 namun tidak diikuti RER yang menurun. Keadaan ini diakibatkan oleh
peningkatan perekonomian Filipina pada periode 2007 setelah perubahan rezim
orientasi perdagangan yang semula equal balance menjadi export oriented. Pada
periode 1997 hingga 2005 impor manufaktur dan teknologi besar besaran menjadi
fokus utama, berbeda dengan tahun tahun selanjutnya, dimana kebijakan
perdagangan mulai menunjukkan orientasi ekspor khususnya di bidang pertanian
dengan pertumbuhan yang signifikan yaitu 434.4 persen pada 2010 hingga 2011
dan rata rata 128 persen pertahun dan barang hasil olahan (barang jadi) sebagai
hasil investasi peralatan dan teknologi tahun tahun sebelumnya.
Tabel 5 Trade Balance Filipina 2011 (pertumbuhan antar tahun, dalam persen)
Surplus
Defisit
Cereals and
434,4
Transport
-36,1
cereals preparation
equipment
Plastics in primary
26,6
Electronic
-25.9
and non-primary
products
form
Feeding stuff for
10,6
Telecomunication
-7,9
animals (not
equipment and
includin unmilled
electrical
cereals)
machinery
Mineral fuels,
10,5
Iron and steel
-3,9
lubricants and
related materials
Industrial
6,2
machinery and
equipment
Sumber : Sensus Filipina, 2011
17
Penurunan nilai RER sejak tahun 2007 diakibatkan penyesuaian dengan
mitra dagang terbesar Filipina yaitu Amerika yang pada saat itu sedang mengalami
krisis. Kerjasama antara Filipina dan Amerika terkait pasar uang sudah berlangsung
dari 1970, hingga sekarang sekitar 40 persen hutang Filipina didapat dari institusi
yang dikendalikan Amerika.
Deviasi Nilai Tukar Indonesia
160
140
120
100
80
REER
60
RER
40
20
0
200020012002200320042005200620072008200920102011
Sumber:data terolah
Gambar 3 perbandingan REER dan RER Indonesia
Fluktuasi yang cukup tinggi terlihat pada gambar deviasi nilai tukar
Indonesia. Fluktuasi yang terjadi cenderung dipengaruhi oleh keadaan politik
dalam negeri Indonesia. Pasca krisis 1998, pada tahun 2000 hingga 2003 keadaan
ekonomi politik masih belum stabil, suhu investasi pun belum memadai dan
menarik bagi investor. Setelah tahun 2005, barulah mulai menunjukkan tren jangka
panjang yang positif. Periode krisis global 2007 hingga 2010 justru tidak terlalu
berdampak negatif pada Indonesia, hal ini disebabkan oleh minimnya perdagangan
Indonesia dengan kawasan krisis seperti Amerika dan Eropa. Perdagangan dengan
ka asan Asia sendiri mencapai 7 persen dengan 5 ’an persennya masih dalam
lingkup ASEAN (International Trade Statistic Year Book 2003-2011, data diolah).
Tabel 6 Sepuluh besar negara investor Indonesia (dalam USD)
Negara
Singapura
Rata rata FDI pertahun
173116456
Arab
150034261
Jepang
138493164
Inggris
141955494
Korea Selatan
132722616
Jerman
139814620
18
Malaysia
92328776
Amerika Serikat
80787679
China
46164388
Belanda
38085620
Sumber : Indonesian Finance Today, 2012
Tabel 6 juga menunjukkan pada periode 2000-2011 negara investor
Indonesia mayoritas bukan negara yang terkena dampak langsung krisis global
2008. Meskipun terdapat Amerika namun posisi investasi yang ditunjukkan dari
perolehan Foreign Direct Investment pada tabel diatas menempatkannya pada
posisi 8. Singapura meskipun mendapat dampak krisis namun memiliki
kemampuan pemulihan yang cepat karena sektor jasa khususnya pariwisata tetap
tinggi pada masa krisis. Keberadaan investasi dari Arab, Jepang, Cina dan Korea
Selatan sebagai negara dengan perekonomian kuat dijajaran investor Indonesia
inilah yang dapat menetralisir keadaan krisis yang diterima negara negara barat
seperti Amerika, Inggris, Jerman dan Belanda. Sehingga dampak yang dirasakan
tidak terlalu besar (Indonesian Finance Today, 2012).
Deviasi Nilai Tukar Malaysia
140
120
100
80
REER
60
RER
40
20
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber:data terolah
Gambar 4 Perbandingan REER dan RER Malaysia
Berkebalikan dengan keadaan Indonesia, deviasi yang terjadi di Malaysia
justru sangat terlihat pada periode krisis global. Stabilitas yang terjadi pada awal
periode terganggu pada kisaran waktu 2007. Seperti halnya dengan Filipina yang
bermitra dagang terbesar Amerika, Malaysia pun terimbas krisis Amerika dengan
melemahnya nilai RER sejak akhir 2006. Nilai REER walupun sempat meningkat
tetapi menunjukan tanda tanda krisis pada 2007-2008. Malaysia yang berorientasi
pada sektor jasa sulit mengimbangi krisis ini sehingga tren RER cenderung turun.
19
Keadaan ini juga diakibatkan kebijakan ekonomi ras yang ditetapkan pada 2010.
Pengutamaan ras melayu membuat investor Cina enggan menanamkan modalnya,
namun disisi lain melemahnya ekonomi dunia barat menjadikan Malaysia
mendapat limpahan modal khususnya di bidang syariah dari negara-negara Timur
Tengah selama masa krisis (Sihono, 2009).
Deviasi Nilai Tukar Singapura
Berdasarkan gambar 5, deviasi nilai tukar Singapura sangat terlihat
ketidakstabilannya. Nilai REER yang jatuh pada 2007 hingga turun 23 persen
dimungkinkan karena investasi keluar secara tiba tiba sedangkan pada saat itu
Singapura sedang menyalurkan mayoritas investasinya ke pengembangan kasino,
tata kota dan jalur kereta api bawah tanah. Kekuatan sektor jasa menyelamatkan
Singapura dari resesi 2008 (Sihono,2009).
140
120
100
80
RER
60
REER
40
20
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber:data terolah
Gambar 5 Perbandingan REER dan RER Singapura
Deviasi Nilai Tukar Thailand
Perekonomian Thailand relatif memiliki tren masing masing pada REER
maupun RER. Kemerosotan yang cukup tinggi terjadi pada 2005-2006, saat masa
krisis Thailand. Kebijakan menaikan defisit anggaran dengan sengaja dari 2001
hingga 2004 sebesar rata rata 0,8 persen dimaksudkan untuk meningkatkan
permintaan dalam negeri akan belanja modal. Modal yang didapat akan digunakan
untuk meningkatkan sektor sektor yang menyerap tenaga kerja. Rencana tersebut
berhasil, terlihat dari meningkatnya REER, namun keadaan negara yang tidak
stabil pada 2005 justru memaksa pemerintah menekan nilai tukar agar investasi
yang masuk tetap pada trennya. Deviasi yang semakin tinggi semakin tidak
terkendali karena investasi yang masuk dalam manufaktur khususnya justru balik
menekan nilai tukar karena dengan rendahnya nilai tukar thailand dapat
mempermudah mereka mendapatkan pasar.
20
140
120
100
80
REER
60
RER
40
20
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber:data terolah
Gambar 6 Perbandingan REER dan RER Thailand
Tabel 7 Nilai Deviasi
Negara
Filipina
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
Rata rata
Deviasi (%)
27.74836449
11.2587252
9.999551376
9.030946136
15.04604325
14.61672609
Keterangan
Undervalue
Undervalue
Undervalue
Undervalue
Undervalue
Undervalue
Tabel 7 menunjukkan tingkat deviasi antara nilai tukar aktual dengan
kesetimbangannya sebagai hasil dari selisih REER dengan RER menunjukkan
masih cukup tinggi, rata rata senilai 14,61 persen dari nilai ideal kesetimbanagn
jangka panjang. Keadaan undervalue menandakan ada potensi yang hilang dalam
penetapan nilai tukar atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai tukar
aktual lebih lemah dari potensi nilai tukar yang seharusnya dapat ditetapkan
Deviasi per negara pada Tabel 5 menunjukkan nilai deviasi pada negara
maju seperti Singapura dan Malaysia relatif lebih bisa ditekan, ini menggambarkan
kestabilan perekonomian negara tersebut. Semakin kecil nilai deviasi maka
menunjukkan kemampuan negara tersebut dalam menjaga kestabilan sosial
perekonomian negaranya (Kuikeu,2012)
21
Hasil Estimasi dan Evaluasi Model
Pemilihan Model
Uji Chow
Uji Chow atau Uji F-statistic merupakan pengujian statistik untuk dasar
pemilihan menggunakan model Pooled Least Square atau model Fixed Effect.
Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut:
Hipotesis dari uji ini yaitu :
: Model Pooled Least Square
: Model Fixed Effect
Tabel 8 Uji Chow
Model I
Effects Test
Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
76.377292
(4,50)
0.0000
Model II
Effects Test
Cross-section F
Statistic
22.626478
d.f.
Prob.
(4,45)
0.0000
Pengujian dilakukan kepada kedua model untuk mendapatkan metode data
panel terbaik. Tabel 8 menunjukkan nilai probability Chow pada kedua model
bernilai (0.000) kurang dari α=5% maka tolak H0. Artinya, metode yang digunakan
mengikuti Fixed Effect Model.
Dalam analisis ini tidak menggunakan random effect analysis karena jumlah
cross section yang digunakan lebih kecil dari variabel sehingga tidak dapat
dianalisis dengan random effect.
Nilai estimasi variabel
Berdasarkan hasil pada Tabel 9 dan 10, terlihat bahwa hasil estimasi kedua
model masing masing memiliki nilai koefisien determinasi tersesuaikan (adj R2)
sebesar 95,67 persen pada model I dan 74,2 persen pada model II. Nilai ini
menunjukkan peresentase keragaman yang dapat dijelaskan oleh model.
Nilai probabilitas (F-statistik) pada kedua model adalah 0.000000, dimana
nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) 5 persen. aka dengan tingkat
kepercayaan 95 persen pada model I, dapat disimpulkan bahwa variabel terms of
trade, productivity differential, net foreign asset, government spending serta
keadaan krisis global secara bersama-sama signifikan memengaruhi kesetimbangan
nilai tukar jangka panjang. Sementara dengan taraf nyata 10 persen pada model II
variabel deviasi nilai tukar, financial depth, HDI, terms of trade shock, government
burden serta keadaan krisis global secara bersama-sama signifikan memengaruhi
pertumbuhan perekonomian, sedangkan variabel trade openess tidak berpengaruh
signifikan. Variabel trade openess (keterbukaan perekonomian) diduga tidak
22
signifikan karena konten variabel tersebut yang menjumlahkan nilai ekspor dan
impor sehingga peninggkatan variabel trade openess dapat terjadi sekalipun impor
negara tersebut tinggi, sedangkan impor yang terlalu tinggi dapat menguras
cadangan devisanya.
Tabel 9 Estimasi variabel model I
Variabel
Koefisien
Ln_TOT
-0,310625
Ln__PRODDIFF
0,259478
Ln_NFA
-0,190405
Ln_GOVSPEND
0,595180
Dummy krisis
0,06013
C
2,946598
Adjusted R-squared
Prob (F-statistic)
Durbin Watson
Jarque-Bera
t-statistik
-5,260406
17,52935
-10,25268
10,73806
5,549942
8,630624
Probabilitas
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0.0000
0,956725
0,000000
1,963249
2,694425
Selanjutnya, hasil uji-t, menunjukkan bahwa keseluruhan variabel secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap kesetimbangan nilai tukar jangka panjang
dengan tingkat kepercayaan 90 persen. Hasil uji normaliotas dengan ,elihat
probabilitas Jarque-bera menunjukkan kedua model memilki probabilitas dibawah
5 persen, maka cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti residual error (error
term) terdistribusi normal. Nilai statistik Durbin Watson mendekati nilai 2.00
sehingga berada pada area non-autokorelasi yang mengindikasikan tidak terjadi
masalah autokorelasi. Pada hasil estimasi juga tidak terlihat adanya indikasi
masalah multikolinearitas, dimana nilai korelasi antar variabel bebas tidak ada yang
melebihi nilai residual. Maka, hasil uji ekonometrika menunjukkan bahwa hasil
estimasi kedua model bersifat BLUE.
Tabel 10 Estimasi variabel model II
Variabel
Koefisien
ER_DEVIATION
-0,055879
FIN_DEPTH
0,036770
HDI
23,55526
TOT_SHOCK
0,055279
GOV_BURD
-1,622384
INF_RATE
-0.313457
TRADE_OPEN
-0,101223
Dummy krisis
-0,267304
C
70,64088
Adjusted R-squared
Prob (F-statistic)
Durbin Watson
Jarque-Bera
t-statistik
Probabilitas
-2,283478
0,0272
2,663455
0,0107
8,683785
0,0000
1,808885
0,0772
-5,533758
0,0000
5,244474
0,0000
-0,725002
0,4722
-3,689632
0,0006
8,557323
0,0000
0,742011
0,000000
1,945597
2,58
23
Analisis Faktor yang Memengaruhi Kesetimbangan Nilai Tukar
Berdasarkan hasil regresi pada model I diperoleh faktor-faktor yang
memengaruhi kesetimbangan nilai tukar adalah terms of trade (berpengaruh
negatif), net foreign asset (berpengaruh negatif), productivity differential
(berpengaruh positif), government spending (berpengaruh positif) dan krisis global
(berpengaruh positif).
Terms of Trade
Terms of trade atau ketentuan perdagangan adalah indeks dari harga ekspor
suatu negara relatif terhadap impornya. Jika terms of trade suatu negara kurang dari
100 persen, ada lebih banyak modal keluar (untuk membeli impor) daripada jumlah
yang masuk, sebaliknya jika indeks tersebut bernilai lebih besar dari 100 persen
berarti negara tersebut mengumpulkan modal (lebih banyak uang yang masuk dari
ekspor) (Obsteld dan Rogoff 1996). Terms of trade menjadi patokan perbandingan
kuantitas dan kualitas ekspor dan impor.
Terms of trade dapat mewakili fungsi nilai tukar dalam sektor perdagangan.
Terms of trade juga memiliki fungsi keterbukaan. Permasalahan yang muncul
khusunya bagi negara negara ASEAN yang sebagian besar adalah negara
berkembang adalah komoditi unggulan yang ditawarkan oleh hampir seluruh
negara berkembang adalah komoditi primer yang tidak tahan lama seperti
pertanian. Sedangkan komoditi yang diimpor oleh negara negara tersebut adalah
barang-barang-barang industri yang tahan lama, sehingga dasar tukar negaranegara berkembang terus menerus mengalami penurunan.
Nilai hubungan negatif pada hasil estimasi menunjukkan jika nilai tukar
overvalue (terlalu tinggi) akan menyulitkan ekspor karena negara mitra harus
membayar cukup tinggi untuk mendapatkan barang tersebut sementara barang
primer memiliki ketahanan yang cukup rendah. Keadaan ini akan berakibat pada
gangguan kualitas barang yang tersimpan terlalu lama dan kuantitas ekspor yang
berkurang. Pada beberapa kasus seperti komoditi pisang di Thailand pada 2001
justru harus merelakan komoditi tersebut dijual dengan harga rendah untuk
memaksakan peningkatan jumlah ekspor (sensus Thailand 2005). Sebaliknya jika
nilai tukar undervalue maka negara mitra akan enggan mengekspor ke negara
tersebut karena pasar dinilai kurang meyakinkan. Peningkatan indeks terms of
trade berdampak pada jumlah uang beredar baik asing maupun dalam negeri, inilah
yang sering mengganggu kestabilan nilai tukar khususnya pada keadaan excess
mata uang asing
Perbaikan Terms of Trade dapat terjadi antara lain karena :
 Harga ekspor naik sedangkan harga impor tetap.
 Harga ekspor tetap sedangkan harga impor turun
 Harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada
naiknya harga impor
 Harga Ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada
turunya harga impor
Keuntungan yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan terlihat pada
Gambar 8, dimana saat tren negara lain menunjukkan tren yang menurun seperti
Filipina atau fluktuasi tinggi seperti Malaysia, justru Indonesia menunjukkan tren
24
yang positif. Ini diakibatkan oleh kemampuan Indonesia dalam perdagangan yang
didukung oleh berbagai sektor, dari mulai pertanian hingga jasa. Sementara grafik
yang ditunjukkan Singapura merupakan tipikal khas indeks terms of trade negara
yang mengandalkan sektor jasa, relatif stagnan di kisaran 100 persennya. Sektor
jasa yang menjadi andalan Singapura salah satunya adalah pariwisata dan
keuangan. Sektor jasa keuangan Singapura tidak terlalu mengalami gangguan
karena peraturan pemerintah yang mengatur terkait pengelolaan modal baik dari
dalam maupun luar negeri sangat fleksibel dan dijamin, terlebih Singapura menjadi
salah satu tujuan utama investasi masyarakat Asia.
Gambar 8 Perkembangan Terms of Trade negara negara ASEAN
Produktivitas differensial
Produktivitas menunjukkan tingkat GDP per kapita negara fokus terhadap
negara mitra, semakin tinggi nilainya maka kemampuan negara tesebut dalam
kegiatan ekonomi semakin kuat dan relatif dapat mendominasi mitranya. Hal inilah
yang memicu ketidakstabilan nilai tukar. Pada hasil estimasi menunjukkan
hubungan positif senilai 0,259 yang berarti setiap kenaikan 1 satuan moneter
produktifitas maka akan menaikkan 0,259 kali kesetimbangan jangka panjang.
Kenaikan kesetimbangan produktivitas akan menguatkan perekonomian dan daya
saing. Dalam Gambar 9 dapat dilihat bahwa tingkat produktivitas differensial
Singapura sangat tinggi, keadaan ini memberikan kemampuan bagi Singapura
25
untuk mematok nilai tukar yang tinggi. Peningkatan produktifitas differensial
memunculkan kecenderungan persaingan monopolistik sebagai dampak dari
kemampuan efiktivitas produksi.
30000
25000
20000
Indonesia
Malaysia
15000
Filipina
Singapura
10000
Thailand
rata rata asean
5000
0
Gambar 9 Perbandingan produktifitas differensial 5 negara ASEAN (sumbu
vertikal menunjukkan nilai produktifitas, sedangkan horizontal
menunjukan tahun periode)
Net Foreign Asset (NFA)
Net Foreign Asset menunjukkan perbandingan aset dalam negeri yang ada
diluar negeri dibanding aset luar yang beredar di dalam negeri. Sebagian ahli ada
yang menyebut net foreign asset sebagai komponen hutang negara. Aset asing yang
berada di suatu negara, akan bernilai positif jika lebih tinggi investasi diluar negeri
dibanding investasi yang masuk (dihitung dalam pengembalian modal). Pada
dasarnya nilai acuan NFA bukanlah pada tandanya yang positif ataupun negatif,
karena tanda negatif (aset luar lebih besar yang beredar di dalam negeri dibanding
aset dalam negeri yang ada diluar) sebenarnya juga menunjukkan kredibilitas dan
tingkat kepercayaan dunia terhadap perekonomian dan bisnis di dalam negara
tersebut. Dalam hasil estimasi NFA (Net Foreign Asset) bernilai negatif
memperlihatkan kecenderungan keberadaan hot money yang sangat dipengaruhi
nilai tukar. Saat nilai tukar naik maka investasi akan masuk (capital inflow,
liabillities).
26
4E+11
3E+11
2E+11
Indonesia
Malaysia
1E+11
Filipina
0
Singapura
Thailand
-1E+11
-2E+11
-3E+11
Gambar 10 Perbandingan NFA negara negara ASEAN (dalam US$) (sumbu
vertikal menunjukkan tingkat NFA, sedangkan horizontal
menunjukan tahun periode)
Government Spending
Government spending menunjukan perbandingan konsumsi pemerintah
terhadap GDP. Konsumsi pemerintah pusat terdiri dari pembelian barang dan jasa,
gaji pegawai negeri sipil dan kegiatan pemerintah yang teranggarkan. Komponen
dalam konsumsi pemerintah yang umum adalah belanja dan subsidi. Tingkat
belanja yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya jumlah uang asing, hal yang
sama terjadi juga dalam subsidi yang berkaitan dengan harga internasional.
Konsumsi pemerintah yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan nilai tukar
yang fluktuatif. Pada Gambar 11 memperlihatkan transmisi peningkatan
pengeluaran pemerintah yang merupakan kebijakan fiskal ekspansioner menggeser
kurva IS ke kanan sehingga dalam jangka panjang output akan tetap dan nilai tukar
meningkat
e
LM1
e1
e0
IS1
IS0
y
Gambar 11 Grafik IS-LM Government Spending
27
Krisis 2008
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 ini bermula dari krisis
finansial yang terjadi di Amerika. Gaya hidup konsumtif dan kebiasaan
menggantungkan diri pada kartu kredit menyebabkan lembaga keuangan bangkrut
karena kekurangan likuiditasnya. Runtuhnya perusahaan perusahaan pemberi kredit
berdampak pada jatuhnya Wall Street. Krisis tersebut merambat ke sektor riil dan
dan non-keuangan di seluruh dunia. Sementara itu di Eropa juga mengalami
kegagalan pasar dan perbankan yang tidak stabil karena terjadi lag nilai mata uang
diantara negara anggotanya. Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume
impor negara yang mengalami krisis menurun drastis, sementara negara negara
yang terkena krisis adalah negara yang terkenal memilki tingkat konsumerisme
tinggi seperti Amerika. Hasil dari keadaan itu adalah menurunnya tingkat impor
dinegara negara tersebut, dapat dipastikan juga bahwa negara pengekspor juga
mengalami dampak penurunan permintaan terutama yang menjadikan Amerika
mitra dagang terbesarnya.
Kejadian krisis 2008 berpengaruh positif dalam pergerakan nilai tukar.
Dampak yang ditimbulkan oleh krisis pada dasarnya bersifat sistemik. Krisis yang
terjadi awalnya berdampak pada menurunnya arus perdagangan karena
kemampuan membeli yang menurun. Penurunan daya beli inilah yang akan
meningkatkan nilai tukar tidak terkendali. Dampak krisis juga muncul dari sektor
investasi, selain kemampuan penanaman modal dari investor lokal menjadi turun,
ketidakstabilan ekonomi ini juga membuat investor asing mencabut modalnya di
dalam negeri. Keadaan berkurangnya investasi dan arus perdagangan inilah yang
mengimbas pada deviasi nilai tukar.
Analisis Hubungan Deviasi Nilai Tukar dengan Pertumbuhan Ekonomi
Variabel financial depth, HDI, terms of trade shock, trade openess dan
government burden pada dasarnya merupakan variabel pelengkap dalam analisis ini
agar dampak dari deviasi nilai tukar dapat lebih terlihat.Variabel-variabel tersebut
merupakan penyusun utama dalam pembangunan perekonomian dan hasil regresi
pada tabel 11 sudah menunjukkan koefisien yang sesuai teori. Intepretasi dari hasi
analisis tersebut adalah pertumbuhan perekonomian akan meningkat sejalan
dengan berkembangnya investasi dengan tingkat penetrasi dan pengembalian yang
baik (Financial depth), pembangunan SDM dari segi sosial, ekonomi dan
kesehatan (HDI), ekspor bersih (terms of trade). Keadaan meningkatnya inflasi
dan belanja pemerintah yang terlalau tinggi (government burden) akan
menghambat meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa hubungan deviasi nilai tukar dengan
pertumbuhan perekonomian bernilai negatif. Hal ini terjadi karena keadaan lag
antara nilai potensial dengan aktual menyebabkan setiap sektor yang terkait dengan
transisi nilai tukar seperti perdagangan internasional dan investasi menjadi kurang
maksimal. Khususnya pada keadaan undervalue seperti yang rata rata terjadi pada
negara ASEAN maka nilai mata uang masing masing negarea dianggap lemah dan
tidak memiliki tingkat pengembalian yang setara. Di luar tingkat produktifitas dan
28
pembangunan infrastruktur pendukung dan SDM, keadaan deviasi yang tinggi juga
menunjukkan ketidakstabilan pasar uang dan sistem penetapan bank sentral pada
negara tersebut.
Keadaan deviasi yang berlangsung lama juga akan memunculkan efek
domino dengan dimulainya penarikan modal asing karena tingkat pengembalian
yang berkurang sehingga produktifitas manufaktur dan perusahaan terbuka akan
berkurang. Perdagangan pun akan melemah karena tingkat produksi yang menurun
sehingga keadaan perekonomian bisa menjadi lebih buruk. Keadaan inilah yang
harus bisa diantisipasi dengan memperhatikan perkembangan setiap induk
perekonomian. Kelebihan dari rezim nilai tukar manage floating pada keadaan ini
adalah pemerintah setempat dapat mengatur tingkat minimum nilai tukar dengan
melihat nilai tukar kesetimbangan jangka panjang.
Hubungan Deviasi Nilai Tukar dengan Pertumbuhan Ekonomi pada Masa
Krisis
Lampiran 12 menunjukkan perubahan hasil regresi diakibatkan
memperhitungkan keadaan krisis global yang terjadi. Pada tabel tersebut nampak
bahwa krisis berpengaruh signfikan dan negatif pada pertumbuhan perekonomian.
Terlihat dengan masuknya variabel krisis memperparah dampak negarif deviasi
nilai tukar, pada lampiran 2 setiap kenaikan deviasi satu persen akan menurunkan
pertumbuhan perekonomian 7.4 persen sedangkan pada lampiran 12 setiap
kenaikan satu persen deviasi akan berpengaruh negatif 9.1 persen pada
pertumbuhan perekonomian. Keadaan yang sama juga terlihat pada variabel lain,
namun pada Terms of Trade Shock menjadi tidak signifikan. Keadaan ini
dimungkinkan karena pada masa krisis Terms of Trade menjadi sulit ditentukan
karena harga ekspor dan impor baik negara-negara ASEAn maupun mitra
dagangnya tereduksi berbeda beda tergantung dengan dampak yang diterima
sementara volume perdagangan dijaga tetap pada keadaan normal karena
menyangkut pasokan dalam negeri,. Pada keadaan ini biasanya beberapa negara
membuat ulang perjanjian perdagangannya agar index ToT dapat lebih terlihat
(Gaunon 2006).
29
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebaai berikut:
1. Deviasi terjadi dalam penetapan nilai tukar dengan rata rata 14,61persen di
bawah nilai potensial (undervalue). Keadaan ini menunjukkan nilai tukar
yang berlaku sekarang dinilai lemah dibandingkan denan potensi yang bisa
diterapkan. Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang
cenderung kecil karena kegiatan ekonomi internasional kurang berjalan
dengan tepat.
2. Deviasi nilai tukar secara signifikan dipengaruhi oleh net foreign asset
(berpengaruh negatif), government spending (berpengaruh positif), term of
trade (berpengaruh negatif), productivity differentials (berpengaruh
positif), krisis 2008 (berpengaruh positif)
3. Deviasi nilai tukar terbukti berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
perekonomian, ini diakibatkan karena deviasi menyebabkan sektor sektor
perekonomian berjalan tidak maksimal.
Saran
Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian ini adalah.
1. Bagi pemerintah, potensi penguatan nilai tukar seharusnya dapat menjadi
alternatif kebijakan melihat tingginya lag antara kesetimbangan nilai tukar
jangka panjang dan nilai aktualnya. Selain itu dengan memperhatikan
faktor faktor yang memengaruhi kesetimbangan nilai tukar dapat disusun
kebijakan yang dapat menjadi penyokong penguatan nilai tukar dan
antisipasi krisis
2. Keterbukaan informasi perekonomian internasional sangat dibutuhkan
untuk penelitian yang bersifat membangun,
3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian in bisa dikaitkan dengan
pembentukan AEC sehingga bisa menjadi peramalan potensi kedepan
yang akan dihadapin negara negara ASEAN pada 2015 mendatang
30
DAFTAR PUSTAKA
Aguirre Alvaro, Calderon Cesar. 2005. Real Exchange Rate Misalignments and
Economic Perfomance. [jurnal] Central Bank of Chile
Amadou Diallo Ibrahim.2011. The Effects of Real Exchange Rata Misalignment
and Real Exchange Rate Volatillity on Ekspors. ,siap terbit
Edwards Sebastian, Savastano Miguel A. 1999. Exchange Rates in Emerging
Economies: What Do We Need to Know?. [jurnal] Stanford University
Conference
Ferreti Gian Maria Milesi, Lane Phillip. 2000. The External Wealth of Nations
Measures of Foreign Assets and Liabilities for Industrial and Developing
Countries
Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor (ID): IPB Press
Hamizah MS, Naseem.2008. Exchange Rate Misalignment, Volatility and Imports
Flows in Malaysia. [jurnal] MPRA
Klau Marc, Ma Gaunon, McCauley Robert, San Sau Fung. 2006. Estimation of
Asian Effectife Exchanges Rates: a Technical note. [jurnal] Bank of
International Settlements
Kuikeu Oscar. 2012. Estimating the Real Exchange Rate Misalignment : Case of
the CFA Franc Zone. [jurnal] MPRA
Mankiw, Gregory. 2003. Teori Makroekonomi edisi kelima. Jakarta
Erlangga
(ID) :
Malhayati marissa. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara Negara
ASEAN [skripsi]. Bogor[ID]. Institut Pertanian Bogor
Maurice Obsteld, Krugman Paul. 2004. Ekonomi Internasional : teori dan
Kebijakan. Jakarta (ID) : Index Publisher
Raji, Rahman Olanrewaju. 2011. Real Exchange Rate Misalignment and
Economic Perfomance of West African Monetary Zone: Implications for
Macro Economics Unionisation. [jurnal] Canterbury social science
[United Nation Statistic Division]. 2002. International Trade Statistic Year Book
2002. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta
[United Nation Statistic Division]. 2004. International Trade Statistic Year Book
2004. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta
[United Nation Statistic Division]. 2006. International Trade Statistic Year Book
2006. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta
[United Nation Statistic Division]. 2007. International Trade Statistic Year Book
2007. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta
[United Nation Statistic Division]. 2008. International Trade Statistic Year Book
2008. Koleksi Badan Pusat Statistik, Jakarta
31
[United Nation Statistic Division]. 2009. International Trade Statistic Year Book
2009. [internet]. [Diunduh 5 Maret 2013]. Tersedia pada
http://comtrade.un.org/pb/first.aspx
[United Nation Statistic Division]. 2011. International Trade Statistic Year Book
2011. [internet]. [Diunduh 5 Maret 2013]. Tersedia pada
http://comtrade.un.org/pb/first.aspx
[National Statistics Office of Philippines]. 2008. External Trade Perfomance.
[internet] [diunduh pada 19 Maret 2013]. Tersedia pada
http://www.census.gov.ph/content/external-trade-performance-december2007
Djumena Erlangga. 22 Agustus 2011. Ekonom Yakin Indonesia dapat Bertahan
dari Krisis [Internet] [diunduh pada 2 April 2013]. Tersedia pada
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/22/10045451/Ekonom.Y
akin.Indonesia.Bisa.Bertahan.dari.Krisis
32
Lampiran 1 Sepuluh mitra dagang terbesar negara-negara ASEAN periode
2000-2011 (diurutkan berdasarkan nilai ekspor-impor dari
terbesar ke terkecil)
BRUNEI
KAMBOJA
INDONESIA
MALAYSIA
MYANMAR
MALAYSIA
AMERIKA
SINGAPURA
AMERIKA
THAILAND
SINGAPURA
CINA
CINA
JEPANG
CINA
AMERIKA
JERMAN
JEPANG
SINGAPURA
INDIA
JEPANG
INGGRIS
AMERIKA
CINA
JEPANG
CINA
PRANCIS
THAILAND
THAILAND
MALAYSIA
THAILAND
KANADA
MALAYSIA
KOREA
KOREA
INGGRIS
VIETNAM
AUSTRALIA
JERMAN
INDONESIA
KOREA
BELANDA
KOREA
INDONESIA
SINGAPURA
INDONESIA
SINGAPURA
SAUDI
AUSTRALIA
JERMAN
SELANDIA
BARU
JEPANG
JERMAN
INDIA
INGGRIS
FILIPINA
SINGAPURA
THAILAND
VIETNAM
LAOS
AMERIKA
MALAYSIA
JEPANG
CINA
THAILAND
JEPANG
AMERIKA
CINA
JEPANG
JEPANG
SINGAPURA
CINA
AMERIKA
SINGAPURA
CINA
CINA
INDONESIA
SINGAPURA
KOREA
KOREA
KOREA
JEPANG
MALAYSIA
MALAYSIA
INGGRIS
MALAYSIA
THAILAND
AUSTRALIA
AMERIKA
JERMAN
JERMAN
KOREA
INDONESIA
JERMAN
INDONESIA
THAILAND
AUSTRALIA
KOREA
INDONESIA
BELGIA
INGGRIS
INGGRIS
FILIPINA
AUSTRALIA
PRANCIS
AUSTRALIA
INDIA
JERMAN
PRANCIS
AMERIKA
33
Lampiran 2 Nilai Real Effective Exchange Rate serta Real Exchange Rate
lima negara ASEAN periode 2000-2011 (2005 = 100)
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Indonesia
REER
RER
76.16
71.97
90.95
99.69
100.78
100
118.36
122.52
117.91
114.24
130.36
140.66
86.77
105.73
95.944
88.380
92.10
100
94.37
94.19
99.94
107.06
93.67
90.37
Filipina
REER
RER
107.76
100.15
102.78
95.92
93.86
100
110.45
154.03
133.08
128.91
135.19
141.87
80.22
92.50
93.68
98.39
101.73
100
93.15
83.77
80.46
86.55
81.89
78.62
Malaysia
REER
RER
96.91
101.11
102.99
100.40
98.34
100
103.36
118.98
109.526
103.33
110.60
110.74
Singapura
REER RER
100.32
100.32
100.32
100.32
100.32
100
96.88
90.775
88.087
93.061
85.06
80.80
Thailand
REER
RER
100.60
87.86
92.07
93.78
96.57
100
109.93
124.93
123.52
116.94
126.86
130.36
99.73
110.47
106.81
103.14
100.005
100
94.18
85.82
82.82
85.24
78.780
75.81
98.33
97.08
96.07
97.46
99.53
100
102.61
81.31
115.21
113.72
118.53
129.42
103.5
107.64
107.58
104.67
101.55
100
95.46
90.55
85.007
87.38
81.92
75.56
34
Lampiran 3 Kointegrasi data panel : Persamaan nilai tukar jangka panjang
Uji kointegrasi panel
I.Reduced Rank Based Cointegration Test
Null Hypothesis: #coint.vectors (r)
None*
At most 1*
At most 2*
At most 3
At most 4
63.15
41.35
25.21
14.35
10.84
II.Residual-based Cointegration Test
II.1 Homogeneous Residual-based Cointegration Test (p-value)
Kao(1999)
DF (rho)
(1.8)
DF (t_rho)
(0.0008)
DF (rho)
(0.0124)
DF (t_rho)
(0.00023)
ADF
(0.0059)
McCoskey and Kao (1998)
Panel LM
(0.000)
II.2 Heterogeneous Residual-based Cointegration Test (p-value)
Pedroni (1999)
Panel-v
(0.050)
Panel-rho
(0.7)
Panel-t (non-parametric)
(0.101)
Panel-t (parametric)
(0.000)
Group rho
(1.8)
Group-t (non-parametric)
(0.009)
Group-t (parametric)
(0.0107)
35
Lampiran 4 Statistik deskriptif variable regresi Model I
36
Lampiran 5 Statistik deskriptif variable regresi Model II
37
Lampiran 6 Hasil uji chow Model I
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FIX
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
66.593817
184.062503
d.f.
Prob.
(4,231)
4
0.0000
0.0000
d.f.
Prob.
(4,45)
0.0000
Lampiran 7 Hasil uji chow regresi Model II
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Cross-section F
Statistic
22.626478
38
Lampiran 8 Hasil uji normalitas regresi Model I
60
Series: Standardized Residuals
Sample 2000Q1 2011Q4
Observations 240
50
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
40
30
20
10
Jarque-Bera
Probability
3.12e-18
-0.002331
0.207154
-0.236990
0.069218
-0.082589
3.953556
9.365524
0.009253
0
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
Lampiran 9 Hasil uji normalitas regresi Model II
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2000 2011
Observations 60
10
8
6
4
2
0
-2
-1
0
1
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-5.66e-16
0.146179
1.666625
-2.137862
0.874320
-0.493300
2.753794
Jarque-Bera
Probability
2.584991
0.274585
39
Lampiran 10 Hasil estimasi data panel regresi Model I
Dependent Variable: REER
Method: Panel Least Squares
Date: 12/16/13 Time: 16:20
Sample: 2000Q1 2011Q4
Periods included: 48
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 240
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PRODDIF
TOT
LN_NFA
GOVSPEND
C
0.266589
-0.160576
-0.045658
0.423314
2.426861
0.023447
0.065538
0.083901
0.072897
0.301479
11.37002
-2.450109
-0.544187
5.806977
8.049849
0.0000
0.0150
0.5868
0.0000
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.783245
0.775738
0.070407
1.145091
300.8733
104.3399
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
4.680292
0.148674
-2.432278
-2.301754
-2.379686
0.240742
40
Lampiran 11 Hasil estimasi data panel regresi Model II
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 12/16/13 Time: 17:13
Sample: 2000Q1 2011Q4
Periods included: 48
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 240
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP_TMIN1
GDP_HPFIL
HDI
FIN_DEPTH
TRADE_OPEN
INF_RATE
ER_DEVIATION
TOT_SHOCK
C
-3.712685
-0.004209
10.93198
-1.144564
-0.137040
0.194856
-0.091698
0.053488
39.76686
0.401062
0.028505
1.351406
0.602612
0.121605
0.049666
0.028463
0.032085
4.161430
-9.257138
-0.147645
8.089338
-1.899337
-1.126929
3.923351
-3.221700
1.667105
9.556057
0.0000
0.8828
0.0000
0.0588
0.2610
0.0001
0.0015
0.0969
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.386603
0.354176
0.311808
11.92250
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
3.259483
1.551656
22.06996
0.348426
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.301305
26.01170
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
2.254792
0.353431
41
Lampiran 12 Hasil estimasi data panel regresi Model II (Memperhitungkan
Krisis)
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 12/16/13 Time: 17:24
Sample: 2000Q1 2011Q4
Periods included: 48
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 240
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDP_TMIN1
GDP_HPFIL
HDI
FIN_DEPTH
TRADE_OPEN
INF_RATE
ER_DEVIATION
TOT_SHOCK
KRISIS
C
-3.803093
-0.002484
11.93204
-1.653091
-0.198482
0.284323
-0.074429
0.051485
-0.206920
40.79236
0.424262
0.034106
1.521097
0.626189
0.132071
0.055962
0.029577
0.034736
0.058902
4.434033
-8.964021
-0.072816
7.844361
-2.639923
-1.502848
5.080650
-2.516420
1.482161
-3.512936
9.199832
0.0000
0.9420
0.0000
0.0089
0.1343
0.0000
0.0125
0.1397
0.0005
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.401164
0.366718
0.288513
11.64609
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
2.782558
0.976696
18.81223
0.367839
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.372212
23.37192
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
2.254792
0.361302
42
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Lintang Satrio, lahir di Bandung pada tanggal 14 Desember 1991.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Tri Djuwinarno
dan Yuyu Mulyapiantimala. Penulis memasuki bangku pendidikan menengah
pertama pada tahun 2003 di SMP Negeri 11 Bandung dan melanjutkan ke tahap
pendididkan menengah atas di SMA Negeri 6 Bandung hingga lulus pada Juni
2009. Setelah lolos melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) 2009, penulis mendapat pendidikan sarjana dari Departemen Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor hingga lulus pada tahun 2013.
Selama di IPB, penulis aktif dalam berorganisasi baik dalam lingkup
jurusan, fakultas maupun kampus. Beberapa jabatan yang pernah dipegang oleh
penulis diantaranya adalah Ketua Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG)
pada periode 2010-2011, Komandan Tinggi (komti) Ilmu Ekonomi 46, Staff
Polkastrad BEM FEM IPB kabinet Sinergi 2011 dan Kepala Bidang Kajian
strategi BEM FEM IPB kabinet Progresif 2012. Selain dilingkup kampus penulis
juga aktif dalam memberikan kajian dan pemikiran dalam Forum Mahasiswa
Ekonomi Indonesia serta kajian kajian nasional.
Download