Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 3D (31–34), 2009 KONTRAKTILITAS PEMBULUH DARAH ARTERI EKOR TIKUS TERPISAH DENGAN ATAU TANPA ENDOTEL SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK Scurulla oortiana (BENALU TEH) Nour Athiroh AS Dpk FMIPA UNISMA ABSTRACT The aim of this study is to investigate the dilating effects of these plants (Scurulla oortiana) and to determine whether their pharmacodynamic effect involve endothelial or smooth muscle cell of the blood vessel. Rat tail artery was isolated and put in the organ bath, perfused with Kreb's solution, aerated with carbogen (mixture of 95%; O2 and 5%; CO2) and flow rate was 6 ml/minute. After equilibration for approximately 90-120 minutes the artery was either exposed to various concentration of norepinephrin (10-7 M, 3. 10-7 M, 10-6 M, 3. 10-6 M, 10-5 M, 3. 10-5 M, 10-4 M, 3.10-4 M). The contractility was recorded using Mc. Lab. Computer and measured as changing of milivolt. This study indicates that the mean of ED50 of NE is = 1,15.10-6 M ± 0.1, ED50 for (NE + S. oortiana = 3,7. 10-6 M ± 0.1). The t test for S. oortiana was 5.00* > t table = 2,447 (α 0,05). This means that S. oortiana decreased the contraction of rat tail artery previously exposed to NE. Interestingly when the endothelial cell of rat tail artery was denuded by blowing with carbogen, the mean of ED50 (NE) = 8,28. 10-7 M ± 0.80, ED50 for (NE+ S. oortiana) = 14, 6. 10-7 M ± 6.82. t-test = 2.306 < t table = 2,447 (α 0,05). These indicates that the pharmacodynamics of S. oortiana in dilating the rat tail artery mostly involves the endothelial cell. It can be concluded that: 1). S. oortiana may decrease the contraction of rat tail artery previously exposed to NE (vasodilator). Pharmacodynamics mechanism of S. oortiana to rait tail artery in reducing contractility may involve endothelial cell of blood vessel. S. oortiana may effect the receptor on the endothelial cell, possibly α �2 receptor through the release of EDRF (endothelium derived relaxing factor) the cause vasodilation, based on the dose response curve of NE + S. oortiana. However, it needs to be clarified further. Another exploration is that the active substance of S. oortiana , namely: rutin, quercitrin, isoquercitrin, caffeine, teobromine, and myricitrin may diffuse directly to affect smooth muscle of blood vessel. Key words: Scurulla oortiana (mistle toe), Rat's Tail Artery Blood Vessel Contractilities, and Endothelial Cell PENGANTAR Pada umumnya masyarakat Indonesia mengenal tanaman obat sebagai obat tradisional secara turun temurun. Misalnya penggunaan benalu sebagai obat antihipertensi. Ternyata ekstrak benalu teh bersifat sebagai antihipertensi, menurut penelitian Anderson and Phillipson dalam Kirana (1998), Viscum album benalu mengandung viscotoxin dan phoratoxin berperan sebagai vasodilator (menurunkan tekanan darah). Disamping itu Phoradendron serotinum juga mengandung phoratoxin diduga mempunyai efek farmakodinamik yang sama. Berdasarkan uraian tersebut bahwa V. Album dan P. serotinum mempunyai efek vasodilator, namun tidak dijelaskan proses vasodilator bekerja di endotel, otot polos atau dikeduanya. Hasil eksplorasi disekitar perkebunan teh di Jawa Barat, benalu yang banyak dijumpai adalah dari famili Loranthaceae. Contoh spesiesnya adalah Scurulla oortiana (benalu teh). Benalu teh ini belum banyak dilakukan eksplorasi penelitian, efek farmakodinamiknya belum diketahui secara pasti. Menurut Tjitrosoepomo, (1989) dari segi taksonomi Scurulla oortiana merupakan satu famili dengan V. Album dan P. Serotinum. Berdasarkan pemikiran tersebut, kemungkinan Scurulla oortiana juga mempunyai efek sebagai vasodilator. Namun mekanisme farmakodinamik belum diketahui. Oleh karena itu dilakukan penelitian secara invitro terhadap pembuluh darah arteri ekor tikus terpisah dengan menggunakan isolated organ (organ terpisah). Sedangkan untuk mengetahui kerja benalu di endotel, otot polos atau keduanya, maka dilakukan eksperimen terhadap arteri endotel utuh dan rusak. Efek Vasidilator Benalu Mekanisme farmakodinamik Agonis Reseptor Endotel Arteri (R. Į1) Antagonis Reseptor o. polos arteri Endotel & otot polos arteri (R. Į1) Gambar 1. Skema Kerangka Teoritis (R. Į1, Į2) 32 Kontraktilitas Pembuluh Darah Arteri Ekor Tikus Perumusan Masalah 1. Apakah Scurulla oortiana (benalu teh) mempunyai efek sebagai vasodilator? 2. Bagaimana mekanisme farmakodinamik Scurulla oortiana (benalu teh) terhadap penurunan kontraksi pembuluh darah arteri ekor tikus terpisah melalui endotel, otot polos atau keduannya? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Scurulla oortiana (benalu teh) mempunyai efek sebagai vasodilator. 2. Untuk mengetahui mekanisme farmakodinamik Scurulla oortiana (benalu teh) terhadap penurunan kontraksi pembuluh darah arteri ekor tikus terpisah melalui endotel, otot polos atau keduannya. Kegunaan Penelitian 1. Menambah informasi ilmiah tentang peranan Scurulla oortiana (benalu teh) sebagai vasodilator sehingga berkhasiat untuk terapi antihipertensi. 2. Menghasilkan produk alami untuk meningkatkan kesehatan mansyarakat sehingga bisa diproses untuk dipatenkan. 3. Menghasilkan metode dan model penelitan yang baku dalam rangka eksplorasi ilmu pengetahuan 4. Artikel dan poster penelitian untuk disosialisasikan ke masyarakat. BAHAN DAN CARA KERJA Bahan Tikus (Rattus rattus Strain Wistar) umur 3-5 bulan, akuabidest, akuades, HCl, larutan Krebs, gas karbogen (O2; 95% dan CO2; 5%), norepinefrin (NE), acetilkolin (Ach), dan makanan tikus merk comfeed A1 + tepung terigu = 1:4). Cara Kerja Uji pendahuluan a. Eksplorasi "Dose Respons Curve" NE terhadap kontraksi pembuluh darah arteri. b. Eksplorasi ekstrak kasar benalu teh (BT) konsentrasi 0.001% dan 0.002. ����������������������������� Masing-masing diulang 5 kali. Cara Kerja Penelitian Arteri dengan Endotel 1. Efek ekstrak kasar benalu teh pada berbagai dosis NE: 10-7 M, 3X10-7 M, 10-6 M, 10-6 M, 10-5 M, 3 × 10-5 M, 10-4 M, dan 3 × 10-4 M terhadap kontraksi pembuluh darah arteri. 2. Kontrol: masing-masing dosis NE di letakkan dalam botol kecil (10 cc) kemudian di aerasi 1 menit selanjutnya dialirkan dengan cara memindahkan selang krebs ke dalam botol obat NE sampai habis. Setelah itu selang langsung dipindahkan kembali ke larutan krebs. Diamati dengan mencatat kontraksi pembuluh darah arteri di Mac Lab Komputer. 3. Pemberian ekstrak kasar benalu teh. Ekstrak (10 cc) diletakkan botol kecil kemudian diaerasi 1 menit selanjutnya seperti pada perlakuan no.1 Cara Kerja Penelitian Arteri tanpa Endotel Endotel arteri dihilangkan dengan cara menghembuskan kanul gas karbogen ke dalam lumen arteri dengan sekuat mengkin. Arteri diberi NE dosis 10-7 M kemudian diuji Acetilkolin 10-8 M, 10-7 M, dan10-6 M, kemudian diamati kontraksi arteri. Apabila kontraksi arteri tetap tinggi berarti endotel sudah rusak. Selanjutnya perlakuannya sama dengan arteri utuh. Parameter Penelitian Besarnya ED50 pada kontrol (NE) dan ED50 setelah pemberian ekstrak kasar benalu teh pada kontraksi pembuluh darah arteri (milivolt). Analisis Penelitian Data kuantitatif diuji dengan Uji t dengan taraf kepercayaan 95%. HASIL Respons maksimum pemberian obat NE dicapai pada dosis 10-4 M. Respons maksimum ditunjukkan dengan tidak adanya peningkatan kontraksi arteri setelah diberi dosis NE, karena seluruh reseptor diduduki (berikatan) oleh NE. PEMBAHASAN Pemberian NE eksogen menyebabkan terjadinya peningkatan kontraksi arteri, karena NE berikatan dengan receptor α �1 di possinap otot polos pembuluh darah (Kalant & Roschlau 1989). NE tersebut akan berikatan dengan receptor adrenergik α 1 di otot polos pembuluh darah. Aktivasi receptor α1 menstimulasi enzim fosfolipase C (PLC), enzim menghidrolisis fosfatidil inositol difosfat (PIP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG). IP3 menstimulasi pelepasan Ca2+, dari retikulum endoplasmik. Peningkatan Ca2+ intrasel akan mengaktifkan berbagai protein kinase yang sensitif Ca 2+, termasuk protein kinase C (yang akan menfosforilasi protein-protein 33 Athiroh Tabel 1. Data eksplorasi rerata Scurulla oortiana (benalu teh) pada Berbagai Dosis NE terhadap Kontraksi Pembuluh Arteri Endotel Utuh dan Rusak Kontraksi Arteri (milivolt) pada Endotel Utuh Dosis NE (M) Kontraksi Arteri (milivolt) pada Endotel Rusak Kontrol (NE): X ± SD NE + BT: X ± SD Kontrol (NE): X ± SD NE + BT: X ± SD 10-7 12.14 ± 0.36 6.54 ± 4.90 19.22 ± 6.70 9.74 ± 2.63 3.10-7 15.82 ± 2.37 11.84 ± 5.54 22.65 ± 6.60 18.57 ± 5.60 10-6 46.99 ± 2.06 33.76 ± 4.85 61.54 ± 6.59 35.14 ± 12.10 3.10-6 84.19 ± 3.02 52.57 ± 9.22 77.97 ± 14.00 74.59 ± 13.90 10-5 94.99 ± 2.03 76.10 ± 3.68 90.16 ± 7.91 82.78 ± 5.09 3.10-5 96.45 ± 2,29 97.00 ± 1.41 96.18 ± 3.08 89.14 ± 5.56 10-4 100 ± 0.00 100 ± 0.00 100 ± 0.00 100 ± 0.00 3.-4 100 ± 0.00 100 ± 0.00 100 ± 0.00 100 ± 0.00 ED50 ± SD 1,15. 10-6M ± 0.1 3,7. 10-6M ± 1.01 8,28. 10-7M ± 0.80 14,6.10-7M ± 6.82 Keterangan: BT = benalu teh membran, yaitu kanal, pompa, termasuk kanal Ca2+ yang menimbulkan influks Ca2+ dari luar sel) dan Myosin Light Chaín (MLC) kinase yang bergantung kalmodulin yang akan menfosforilasi MLC dan menimbulkan kontraksi otot (Katzung, 1995 dan Darmansjah dkk., 1995). Rerata ED 50 pada kontrol (NE)= 1,15.10–6M ± 0. 1 dan ED50 pada perlakuan (NE + BT) = 3,7. 10–6M ± 1.01 pada endotel utuh, setelah diuji t menunjukkan hasil berbeda nyata, t hitung = 5.00* 〉 t tabel = 2.447 (��������� α�������� 0,05). Jadi terdapat hubungan yang erat antara dosis NE dengan ekstrak kasar BT terhadap penurunan kontraksi. Dengan demikian BT mampu menghambat kontraksi arteri (bersifat sebagai vasodilator). Menurut Widodo (1998), terjadinya vasodilator kemungkinan karena adanya peran endotel Keterangan: N: Ulangan; NE: Norepinefrin; M: Molar; BT: Benalu Teh; *: Berbeda Nyata Gambar 2. ������������������������������������������������ Kurva Dosis NE terhadap Kontraksi Arteri dengan Endotel Utuh pada Kontrol NE dan Perlakuan NE + BT atau bekerja pada otor polos pembuluh arteri. Berbagai kemungkinan farmakodinamik BT sebagai berikut: 1. BT bersifat antagonisme kompetetif reseptor � α1 pada otot polos arteri, sehingga tidak terjadi aktivasi reseptor α �1. 2. BT menghambat kanal Ca2+di possinap, sehingga tidak terjadi peningkatan Ca2+ intrasel dan terjadi defosforilasi MLC akhirnya tidak terjadi kontraksi otot arteri. 3. Ada zat aktif tertentu dari BT yang mampu bekerja langsung pada otot polos pembuluh arteri dengan menstimulir atau mengaktivasi EDRF (Endotheliun Derived Relaxing Factor) sehingga menyebabkan vasodilatasi. 4. BT bersifat agonis α �2 pada endotel. Aktivasi reseptor α 2 melepaskan EDRF. EDRF diduga sama dengan NO (Nitric Oxide). Zat ini mengaktivasi guanilat siklase dan meningkatkan cAMP otot polos sehingga mengakibatkan vasodilatasi (������������������������� Boulanger, and Vanhoutte (1994)�. 5. BT mampu berdifusi secara langsung dan mensintesa NO dalam endotel dan otot polos selanjutnya merangsang guanylate cyclase untuk membentuk cGMP sehingga terjadi vasodilatasi. NE sebagai stimulus dan BT sebagai antagonis, mekanisme hambatan terjadi pada possinap otot polos pembuluh darah. Mekanisme kerja BT sebagai antagonis dimulai dari reseptor. Menurut Setiawati dkk., (1995) kerja antagonis terdapat pada sistem reseptor yang sama dengan reseptor agonis (NE). Sehingga reseptor NE diduduki (berikatan) dengan BT, dengan demikian akan menyebabkan sedikit jumlah NE yang menduduki reseptor 34 Kontraktilitas Pembuluh Darah Arteri Ekor Tikus dan transmisi adrenergik oleh NE tidak mencukupi untuk menimbulkan efek seluler pada arteri. NE akan berkompetisi dengan BT untuk dapat menduduki reseptor yang sama dan menghasilkan respons seluler, akibatnya terjadi hambatan kontraksi pembuluh arteri (penurunan kontraksi arteri setelah pemberian BT). mpetetif Kanal Ca2+ NE dengan gkatkan ehingga dilatasi NE Į1 Ujung sinap (presinap) androgenik NE tidak BT Kanal Ca2+ (2) (1) KESIMPULAN 1. Scurulla oortiana (benalu teh) mempunyai efek sebagai vasodilator (menurunkan kontraksi pembuluh darah arteri). 2. Mekanisme farmakodinamik Scurulla oortiana (benalu teh) terhadap penurunan kontraksi pembuluh darah arteri bekerja pada endotel pembuluh darah arteri. SARAN MAO terjadi disfungsi endotel dapat mempengaruhi manifestasi klinik tersebut. NE BT Celah Sinap Possinap Į1 BT (3) Otot Polos Kontraksi KEPUSTAKAAN EDRF EDRF (4) Į2 Keterangan: ¨ ; Menghambat (Antagonis) ; Merangsang (protagonis) NO BT Agonis (5) Adrenergik Į2 Perlu penelitian lebih lanjut untuk memperjelas mekanisme kerja dari Scurulla oortiana (benalu teh) terhadap penurunan kontraksi pembuluh darah arteri bekerja pada endotel pembuluh darah arteri dalam hal: pemberian bloker α1di otot polos, bloker Ca2+di possinap. Untuk memastikan peran benalu bekerja di α2 endotel, maka perlu penelitian dengan 3 dosis benalu diuji dengan schild plot (R mendekati 1). Endotel Shear Stress BT Keterangan: BT: Benalu Teh; MAO: Monoamino oksidase; NE: Norepinefrin; NO: Nitric oxide; EDRF: Endothelium derived relaxing factor Gambar 3. Kerja BT pada Penghambatan Kontraksi Arteri dengan Endotel Utuh setelah Pemberian NE Eksogen Sedangkan rerata ED50 kontrol pada arteri dengan endotel rusak = 8,23 10-7 M �������������������������� ±������������������������� 0,80. Pada perlakuan NE + Scurulla oortiana = 14,6. 10-7 M ������������������ ±����������������� 6,82. Kontraksi arteri dengan endotel rusak antara kontrol dan perlakuan menunjukkan beda tidak nyata. T hitung 2.306 〈 t tabel 2.447 (α 0.05). Berdasarkan data tersebut dapat dikemukakan bahwa BT mampu menghambat kontraksi arteri karena adanya peran endotel. Dengan demikian dapat mencegah manifestasi klinik seperti stroke, jantung, hipertensi, dll. Hal ini didukung pula oleh pendapat Wijaya (1998) bahwa Boulanger, CM dan Vanhoutte PM, 1994. ����������������� The Endothelium: A Pivotal Role in Health and Cardiovascular Disease, Houston, P. 9,16,24. Darmansjah, Setiawati, A dan Gan S, 1995. Obat Otonom dalam Farmakologi dan Terapi (Editor S.G. Ganiswarna), hal. 22-39. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Kalant H & Roschlau WHE, (1989. ���������������������� Principles of Medical Pharmacology. Fifth edition. B.C. Decker Inc. Toronto, Philadelphia, p. 94, 134–161. Katzung BG, 1995. Basic and Clinical Pharmacology. Sixth Ed. A Lange Medical Book, London. P. 147–155. Kirana C, 1998. Isolasi dan Karakterisasi Bahan Bioaktif Benalu dan Efeknya sebagai Anti Kanker dan Anti Hipertensi. Penelitian Hibah Bersaing. FMIPA Universitas Brawijaya. Malang. Setiawati A, Zunilda SB dan Suyatno FD, 1995. ���������� Pengantar Farmakologi. Dalam Farmakologi dan Terapi. (Eds. S.G. Ganiswarna). Fakultas Kedokteran. UI. Jakarta. Tjitrosoepomo G, 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Widodo MA, 1998. Memahami Struktur dan Fungsi Endotel untuk Menjelaskan Patogenesa Penyakit Kardio Vaskular. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Farmakologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang. Hal, 6, 10–11. Wijaya A, 1998. Disfungsi Endotel Aterosklerosis dan Trombosis. Forum Diagnosticum No.1, Bandung, p. 12