bab vi. kesimpulan dan saran

advertisement
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka secara khusus dapat disimpulkan bahwa penanggulangan
kemiskinan harus dilakukan secara spesifik dan selektif baik yang terkait dengan
aspek mikro, aspek makro dan aspek wilayah. Secara umum diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Barru berbeda secara nyata
berdasarkan wilayah. Karakteristik rumah tangga pada wilayah pegunungan
dicirikan oleh rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, jaminan kesehatan,
akses ke lembaga keuangan formal, akses ke PLN, akses pelayanan pendidikan
menengah ke atas, dan telekomunikasi dibanding dengan rumah tangga pada
wilayah pesisir dan dataran rendah. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan tertinggi pada wilayah dataran rendah, kemudian
disusul pada wilayah pegunungan dan terendah pada wilayah pesisir.
2. Kerentanan rumah tangga terhadap kemiskinan dari perspektif mikro
dipengaruhi oleh kepala rumah tangga perempuan, jumlah tanggungan rumah
tangga yang besar, rendahnya tingkat pendidikan kepala rumah tangga, tingkat
kesehatan kepala rumah tangga, kurangnya akses ke lembaga keuangan formal,
kurangnya akses ke energi listrik, rendahnya tingkat partisipasi dalam proses
pembangunan, dan rendahnya nilai asset yang dimiliki.
3. Kemiskinan di Kabupaten Barru berasosiasi dengan karakteristik wilayah,
dimana rumah tangga yang berdomisili pada wilayah pegunungan memiliki
kerentanan atau peluang untuk menjadi miskin lebih kecil dibanding dengan
rumah tangga yang berdomisili pada wilayah pesisir dan dataran rendah.
4. Pertumbuhan ekonomi (PDRB per kapita) berpengaruh secara nyata dan
signifikan secara statistik dalam penurunan jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Barru, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar.
5. Belanja publik yang diarahkan pada bidang pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, dan pertanian signifikan secara statistik dalam mereduksi
kemiskinan. Namun, belanja langsung yang diarahkan untuk penanggulangan
177
kemiskinan berkorelasi negatif terhadap kemiskinan akan tetapi tidak
signifikan secara statistik.
6. Kebijakan desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dalam mereduksi
kemiskinan.
7. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri terhadap PDRB
berpengaruh signifikan dalam mereduksi kemiskinan di Kabupaten Barru, akan
tetapi besar pengaruhnya berbeda.
8. Peningkatan harga barang dan jasa (GDP_Deflator), peningkatan PAD dan
krisis moneter, berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin.
6.2. Saran Kebijakan
Mengacu pada karateristik rumah tangga miskin berdasarkan wilayah,
kerentanan dan determinan kemiskinan tersebut, maka ditarik beberapa saran
kebijakan pengentasan kemiskinan khususnya di Kabupaten Barru sebagai
berikut :
1. Kebijakan peningkatan nilai asset produktif rumah tangga menjadi prioritas
utama karena merupakan variabel penentu kerentanan rumah tangga pada
semua wilayah. Peningkatan nilai asset rumah tangga dapat dilakukan dengan
penerapan reformasi agraria pada wilayah pegunungan dan dataran rendah,
serta peningkatan sarana dan prasarana usaha nelayan pada wilayah pesisir
melalui bantuan alat tangkap yang representatif.
2. Untuk wilayah pesisir dan dataran rendah, diperlukan kebijakan khusus untuk
memperluas akses rumah tangga terhadap lembaga keuangan formal
(permodalan). Kebijakan penyediaan modal usaha yang dirancang sesuai
dengan persyaratan administrasi yang sederhana dan tidak berbelit-belit
mampu meningkatkan akses rumah tangga miskin ke sumber permodalan.
3. Untuk wilayah pesisir, diperlukan kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia dan kebijakan peningkatan partisipasi dalam proses pembangunan
karena variabel ini menjadi penciri rumah tangga pada wilayah pesisir.
Kebijakan peningkatan kualitas sumberdaya manusia anggota rumah tangga
bukan hanya diarahkan untuk pendidikan formal akan tetapi juga peningkatan
178
keterampilan (life skill) sehingga mampu mengakses peluang-peluang ekonomi
diluar pekerjaan sebagai nelayan dan buruh nelayan.
4. Untuk
wilayah
dataran
rendah,
dibutuhkan
kebijakan
pemberdayaan
perempuan dan diversifikasi lapangan pekerjaan karena merupakan variabel
penciri kerentanan kemiskinan bagi rumah tangga pada wilayah ini. Kebijakan
pemberdayaan perempuan difokuskan pada kepala rumah tangga perempuan.
Selain itu, kebijakan diversifikasi lapangan pekerjaan perlu diperluas agar tidak
tergantung hanya pada lapangan kerja sebagai petani dan buruh tani.
5. Khusus untuk wilayah pegunungan, kebijakan difokuskan pada percepatan
pembangunan infrastruktur fisik dan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan aksesibilitas penduduk terhadap pelayanan publik seperti energi
listrik dan infrastruktur fisik lainnya menjadi kebutuhan utama. Peningkatan
kualitas sumberdaya manusia melalui intervensi kebijakan pendidikan spesifik
pegunungan dan perluasan pelayanan kesehatan yang berkeadilan.
6. Kebijakan alokasi belanja publik terutama dalam bidang pendidikan,
kesehatan, infrastruktur fisik, dan pertanian perlu lebih ditingkatkan dengan
meningkatkan keterkaitan antar sektor dan menyentuh langsung kebutuhan
dasar rumah tangga miskin.
7. Kebijakan peningkatan belanja pembangunan daerah terutama yang bersumber
dari PAD seyogyanya dilakukan secara selektif tanpa membebani penduduk
yang dapat berdampak pada penurunan daya beli dan menghambat
pengembangan usaha kecil, mikro dan menengah.
8. Kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memberi
peluang bagi penduduk miskin untuk lebih terlibat dan berpartisipasi dalam
pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan distribusi pendapatan.
9. Kebijakan peningkatan keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri.
Pembangunan sektor pertanian yang terintegrasi dengan sektor industri dapat
menjadi katalis percepatan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini mampu
meningkatkan akumulasi kapital dan menekan kebocoran wilayah serta
mendorong perkembangan institusi ekonomi yang mampu menyebarkan
kesejahteraan yang merata.
179
10. Kebijakan pengendalian inflasi dan guncangan ekonomi. Pemerintah daerah
seyogyanyan menyusun grand desain kebijakan ekonomi sesuai dengan kondisi
lokal daerah dalam mengantisipasi terjadinya kenaikan harga barang dan jasa
(inflasi) serta mengantisipasi terjadinya dampak krisis keuangan. Grand desain
ini memberi proteksi kepada rumah tangga miskin dan rumah tangga yang
rentan terhadap kemiskinan agar tidak jatuh lebih dalam di bawah garis
kemiskinan dan mempertahankan usaha kecil, mikro dan menengah agar tidak
gulung tikar akibat adanya resesi ekonomi. Dengan kebijakan tersebut maka
berbagai tindakan preventif memungkinkan untuk dilakukan tanpa harus
menunggu kebijakan yang sifatnya nasional dari pemerintah pusat.
6.3. Saran Untuk Penelitian Lanjutan
Berdasarkan hasil studi ini, untuk memperluas dan memperdalam temuan
studi ini maka disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan topik antara
lain sebagai berikut :
1. Penelitian tentang kemiskinan berdasarkan wilayah dikaitkan dengan aliran
barang,
jasa,
dan
orang
(migrasi)
diperlukan
sebagai
dasar
untuk
mengidentifikasi pola interaksi fenomena kemiskinan secara spasial.
2. Penelitian yang mengaitkan kemiskinan dengan agroekosistem wilayah dan
kecenderungan perubahan lingkungan dan iklim global.
3. Penelitian untuk menentukan bentuk-bentuk kebijakan operasional yang efektif
untuk merumuskan kerentanan kemiskinan di tingkat mikro.
180
Download