Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009 UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL DAN ETIL ASETAT DAUN KETUMPANG (Tridax procumbens L.) TERHADAP Trichophyton mentagrophytes (Inhibition Test of Ethanolic and Ethyl Acetate Extracts of Ketumpang Leaf (Tridax procumbens L.) Against Trichophyton mentagrophytes) DJAENUDIN GHOLIB Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114 ABSTRACT The aim of this study is to determine the ethanol and ethyl acetate extracts on ketumpang (Tridax procumbens L) properties in inhibiting fungal growth of Trichophyton mentagrophytes. The extracts were diluted into 7 concentrations, 1, 2, 3, 4, 5, 6 and 7%. From each dilution, 1 ml was transferred into a sterile Petri dish, then added 1 ml fungal suspension (10–3 dilution). A Petri dish was filled with 1 ml fungal suspension without extract as a negative control. Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) was poured into the Petri dish. The study was conducted triplicate. The number of fungal colonies growth were observed after 5 days incubation at 37°C. The dilution showed no colonies growth is determined as minimal inhibition concentration (MIC). Both extract concentrations of 6 and 7 % were tested for agar diffusion. SDA agar plates were inoculated by fungal suspension evenly on the surface. A well was made at the center of agar by using Pasteur pipette. The well was filled by extract up to agar surface. Incubate at 37°C for 5 days. The effect of extract inhibition showed by the inhibition zone around the well.. The results of the study showed that the MIC of an ethanolic extract was 7 %, and ethyl acetate was 2%. In diffusion test, the inhibition zone of 6 and 7% ethanol extract was 2.3 mm and 3.3 mm respectively, and ethyl acetate was 9.3 mm and 12 mm respectively. It was concluded that the potency of the ethyl acetate extract was higher than ethanol extract to inhibit fungal growth. Key Words: Tridax procumbens, Trichophyton mentagrophytes, Ethanol, Ethyl Acetate Extract, Anti Fungi ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan potensi ekstrak etanol dan etil asetat dari daun ketumpang (Tridax procumbens L.) dalam menghambat pertumbuhan jamur Trichophyton mentagrophytes. Ekstrak diencerkan menjadi 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7%. Sebanyak 1 ml dari masing-masing enceran dituangkan ke dalam cawan Petri steril, dan ditambah 1 ml suspensi jamur (diencerkan 10–3). Sebagai kontrol negatip cawan Petri hanya diisi dengan suspensi jamur, tanpa ekstrak. Cawan Petri lalu diisi dengan media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA). Perlakuan dibuat triplo. Pertumbuhan koloni diperiksa dan dihitung jumlahnya, inkubasi pada suhu 37°C selama 5 hari. Enceran ekstrak yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan koloni, ditentukan sebagai nilai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM). Enceran ekstrak 6 dan 7% diuji dengan difusi agar. Media agar Petri diinokulasi dengan suspensi jamur secara merata di permukaan. Di tengah media dibuat lubang (sumuran), lalu diisi dengan ekstrak uji. Dibuat 3 kali ulangan. Inkubasi pada suhu 37°C. Hasilnya dilihat setelah 5 hari inkubasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai KHM ekstrak etanol adalah 7%, dan ekstrak etil asetat 2%. Uji difusi dari masing-masing ekstrak pada enceran 6 % dan 7% menunjukkan zona hambat masing-masing ekstrak etanol adalah 2,3 mm dan 3,3 mm dan ekstrak etil asetat adalah 9,3 mm dan 12 mm. Kata Kunci: Tridax procumbens, Trichophyton mentagrophytes, Ekstrak, Etanol, Etil Asetat, Antifungi 791 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009 PENDAHULUAN Perhatian terhadap komoditas tanaman herbal masih didominasi oleh tanaman pangan, perkebunan, hortikultura (termasuk tanaman hias). Akan tetapi kini kecendrungan untuk kembali ke alam semakin tinggi, begitu juga dalam bidang kesehatan. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa mengandalkan obat-obat sintetik yang sebagian besar komposisinya dari unsur kimia, banyak menimbulkan dampak buruk berupa efek samping terhadap tubuh. Selain itu banyaknya kasus resistensi dari agen penyakit terhadap obat yang telah lama diakui khasiatnya, dan biaya untuk harga obat yang mahal. Pilihan penggalian sumber alam berupa tanaman herbal untuk obat merupakan peluang untuk digalakkan, mengingat sumber tanaman Indonesia sangat kaya. Masyarakat mulai sadar tentang manfaat tanaman obat untuk menjaga dan memelihara kesehatan, juga dengan semakin menjamurnya industri-industri obat tradisional di dalam maupun di luar negeri, dan juga ditunjang dengan meningkatnya pandangan tentang segi positip mengkonsumsi bahan-bahan alam dibandingkan dengan bahan kimia atau sintetik (TILAAR, 1998). Penelitian tentang obat tanaman untuk manusia maupun hewan ditujukan terhadap berbagai gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh bermacammacam faktor penyebab, seperti agen penyakit infeksius seperti jenis mikroba yang terdiri dari parasit, jamur, bakteri dan virus, maupun penyakit gangguan metabolisme akibat herediter (keturunan), polusi, intoksikasi dan hormon, sejalan dengan kondisi umur tua. Diantara khasiat tanaman yang perlu digali adalah yang berfungsi sebagai anti jamur (anti fungi), untuk ini dipilih satu tanaman, yaitu ketumpang (Tridax procumbens L.). Tanaman ini termasuk kelas: Dicotyledoneae, bangsa: Asteraceae, Familia: Compositae, Genus: Tridax. Oleh nenek moyang kita telah dimasukkan kedalam jenis tanaman pengganggu (gulma). Walaupun begitu ternyata telah diketahui khasiatnya di dalam campuran herbal antara lain menghilangkan radang sendi, anti inflamasi dan sebagai analgesik. Selain itu herba ini tidak beracun, aman bagi penderita hati dan ginjal, kaya mineral seperti kalium, magnesium, dan kalsium yang baik untuk tubuh. Saat ini diketahui terdapat tiga zat aktif di dalam 792 ketumpang, yaitu: flavonoid tanin, saponin tanin, dan flavonoid saponin. Flavonoid tanin bersifat menyejukkan dan menghilangkan rasa nyeri rematik pada tulang dan pinggang. Saponin tanin berperan sebagai antiradang, antibiotik, peluruh kencing, pereda sakit, dan penurun asam urat, dan flavonoid saponin bersifat analgesik. Berdasarkan bukti-bukti tersebut maka dilakukan penelitian uji daya hambat ekstrak tanaman ketumpang (T. procumbens L.) terhadap kapang dermatofit, yaitu penyebab penyakit dermatofitosis dalam hal ini Trichophyton mentagrophytes (ALDOORY, 1980), secara in vitro, dengan metoda difusi agar, untuk melihat adanya zona hambat; metoda dilusi, dengan pengenceran ekstrak uji untuk menentukan konsentrasi hambat minimal (KHM) (JAWETZ et. al., 1996; BOYD, 1995). MATERI DAN METODE Sebagai jamur uji adalah Isolat kapang Trichophyton mentagrophytes (BCC F0217) berasal dari kasus infeksi pada hewan kukang yang diisolasi di laboratorium Mikologi BBbalitvet. Ekstrak uji dibuat dengan menggunakan larutan penyari etanol 96% dan etil asetat. Kedua bahan uji diencerkan. Larutan ekstrak diencerkan menjadi 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7%. Suspensi kapang berasal dari koloni agar tabung miring umur 5 hari, sebanyak 3 buah, masing-masing dilarutkan dengan air suling steril sebanyak 5 ml, koloni dilepaskan dengan memakai kawat ose, larutkan dengan merata, dan tampung di dalam gelas erlenmeyer. Suspensi kapang diencerkan secara seri 10 kali (10-1, 10-2, 10-3). Masingmasing enceran ekstrak sebanyak 1 ml dituangkan ke dalam cawan petri steril, lalu ditambahkan 1 ml enceran suspensi kapang (10-3), dan sebagai kontrol, cawan petri hanya berisi enceran kapang (10-3). Masing-masing cawan diisi dengan media agar Sabouraud sebanyak kira-kira 20 ml. Inkubasikan pada suhu 37°C. Hasilnya diperiksa dengan menghitung pertumbuhan koloni. Uji difusi dilakukan dengan agar cawan petri, yang terlebih dahulu diinokulasi dengan suspensi kapang secara strik di permukaan agar. Buat galian sumuran dengan pipet pasteur sebanyak 3 buah pada setiap cawan. Untuk ini digunakan enceran ekstrak 6 dan 7%. Enceran Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009 menunjukkan efek daya hambat pertumbuhan kapang uji. Kedua uji baik secara dilusi maupun difusi menunjukkan hasil daya efek hambat pertumbuhan kapang oleh etil asetat lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak etanol. Pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing ekstrak etanol dan etil asetat menghambat kapang uji pada enceran 7 dan 2%, maka KHM masing-masing adalah 7, dan 2%. Pada Tabel 3 masing-masing 6% ekstrak etanol dan etil asetat menunjukkan ukuran ratarata diameter zona hambat (2,3 ± 0,57) mm dan (9,3 ± 0,58 )mm, dan 7% ekstrak masingmasing menunjukkan rata-rata (3,3 ± 0,57)mm dan (12 ± 1) mm (Gambar 2). Hasil penapisan fitokimia tertera pada Tabel 4. diisikan ke tiap lubang sumuran sampai rata dengan permukaan media. Inkubasi pada suhu 37°C. Hasilnya diperiksa dengan melihat zona hambat disekeliling lubang. Untuk menentukan kandungan komponen yang terkandung di dalam ekstrak, maka dilakukan analisa fitokimia di laboratorium Balittro, Bogor terhadap alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian uji in vitro secara dilusi dan difusi agar disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Ekstrak daun ketumpang (T. procumbens L.), baik ekstrak etanol maupun etil asetat Tabel 1. Hasil uji efektifitas ekstrak etanol daun ketumpang terhadap T. mentagrophytes dengan metode dilusi Konsentrasi sediaan uji (%) Jumlah koloni ulangan (CFU/ml) 1 2 3 0 Td Td 1 Td Td Jumlah Rata-rata jumlah koloni (Cfu/ml) Td Td Td Td Td Td 2 Td Td Td Td Td 3 446 457 456 1359 453 4 385 157 199 741 247 5 142 145 105 392 131 6 116 77 98 291 97 7 0 0 0 0 0 Td = tidak dapat dihitung Tabel 2. Hasil uji efektifitas ekstrak etil asetat daun ketumpang terhadap T. mentagrophytes dengan menggunakan metoda dilusi Konsentrasi sediaan uji (%) Jumlah koloni ulangan (CFU/ml) 0 1 2 1 2 3 Td Td Td 384 0 376 0 264 0 Jumlah Rata-rata jumlah koloni (Cfu/ml) Td Td 1024 0 341 0 Td : tidak dapat dihitung 793 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009 Tabel 3. Rata-rata diameter daerah hambat ekstrak etanol dan etil asetat terhadap pertumbuhan T. mentagrophytes Ekstrak Konsentrasi DDH ± SD (mm) Etanol 6% 2,3 ± 0,57 7% 3,3 ± 0,57 6% 9,3 ± 0,58 7% 12 ± 1 Etil asetat Tabel 4. Hasil penapisan pitokimia Jenis contoh Ekstrak daun ketumpang Hasil pengujian Jenis pengujian Etanol Etil asetat Alkaloida ++ +++ Saponin ++ + - + Tanin - + Flavonoid ++ + Triterpenoid + + Steroid ++++ ++++ Glikosida ++++ ++++ Fenolik Pada Tabel 4 ternyata bahwa kandungan komponen di dalam ekstrak etil asetat adalah tanin dan fenolik, yang tidak terdapat pada ekstrak etanol, dan kandungan alkaloid menunjukkan positip kuat sekali, walaupun flavonoid dan saponin positip lemah dibandingkan dengan ekstrak etanol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa efek dari ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan dengan etanol kemungkinan karena potensi daya hambat dari alkaloid, tanin dan fenolik yang terkandung di dalamnya, disamping efek sinergis dari komponen lainnya seperti steroid dan glikosida yang menunjukkan positip kuat sekali. SIRAIT (2007) menerangkan bahwa tanin bersifat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut. WINARTO (2007) menghimpun keterangan tentang tanaman herbal, diantaranya tanaman yang berkhasiat sebagai anti jamur. Ternyata bahwa umumnya kandungan komponennya terdiri dari minyak atsiri, glukosida, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, eugenol, estragol, terpennena, esquiterpena, fenilpropana, limonena, asam format dan peroksida. ( - ): negatif; (+): lemah; (++): positif; (+++): positif kuat; (++++): positif kuat sekali Gambar 1. tanaman ketumpang (Tridax procumbens) 794 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009 Ekstrak etanol Ekstrak etil asetat Gambar 2. Uji difusi agar ekstrak etanol dan etil asetat dari daun ketumpang (T. procumben) pada enceran 7%; tampak zona hambat di sekitar lubang sumuran. DAPTAR PUSTAKA AL-DOORY, Y. 1980. Laboratory Medical Mycology, Lea and Febiger, Philadelphia : 269. BOYD, R.F. 1995. Basic Medical Microbiology, Fifth Edition, Little Brown and Company, London: 120 – 122. JAWETZ, Z.E., J.L. MELNICK and E.A. ADEBERG, 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Alih bahasa: Nugroho, E., Maulany, R. F., EGC, Jakarta. hlm. 160 – 161. SIRAIT, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. TILAAR, M. 1998. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang, Penebar Swadaya, Jakarta. hlm: 1 – 6. WINARTO, W.P. 2007. Tnaman Obat Indonesia Untuk Pengobat Herbal. Karyasari Herba Media, Jakarta. 795