BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Light Rail Transit (LRT)
Kereta api ringan dikenal juga sebagai LRT sebagai singkatan Light Rail
Transit adalah salah satu sistem Kereta Api Penumpang yang beroperasi dikawasan
perkotaan yang konstruksinya ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau
dalam lintasan khusus, disebut juga tram.
Kereta api ringan banyak digunakan diberbagai negara di Eropa dan telah
mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi, sehingga dapat dioperasikan
tanpa masinis, bisa beroperasi pada lintasan khusus, penggunaan lantai yang rendah
(sekitar 30 cm) yang disebut sebagai Low floor LRT untuk mempermudah naik turun
penumpang.
Gambar 2.1 Kereta api ringan di Tenerife Spain
Tram atau lengkapnya Tram Kota merupakan alternatif dalam menanggulangi
kemacetan kota. Kendaraan ini biasanya hanya terdiri atas satu set (dua gerbong),
karena harus menyesuaikan dengan keadaan lingkungan jalan kota yang tidak boleh
terlalu panjang, karena berbaur dengan lalu lintas kota lainnya. Namun bisa saja dua set
atau 4 kereta (HRT - Heavy Rail Transit - satu set adalah 4 kereta).
II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Tipe Kereta Api Ringan
a. Kereta api ringan di jalan
Disebut juga LRT I, beroperasi di jalan bersama dengan lalu lintas
kendaraan,
tipe
ini
membutuhkan percepatan dan perlambatan mendekati
performansi kendaraan bermotor. Kapasitas sekitar 10.000 sampai dengan
30.000 penumpang/jam. Kecepatan perjalanan sekitar 15 sampai 20 km/jam.
Gambar 2.2 Kereta api ringan di jalan
b. Kereta api ringan di jalur eksklusif
Disebut juga LRT II beroperasi pada lintasan eksklusif, sehingga mempunyai
keunggulan daya angkut yang lebih besar antara 25.000 sampai 40.000
penumpang per jam, kecepatan perjalanan sekitar 25 sampai 35 km/jam.
2.1.2 Keunggulan LRT
Berbagai keunggulan LRT adalah:

Dengan kendaraan ringan dan dapat dibuat oleh parik karoseri bus,

Tidak ada emisi di jalan dan Lebih aman daripada perjalanan mobil

Menghindari kemacetan lalu lintas - melalui segregasi dan prioritas
II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Halus - tidak ada gerakan kekerasan vertikal, lateral, atau belakang / ke
depan

Memuat kapasitas tinggi dan Dapat berbaur dengan lalu-lintas kota.

Serbaguna - dapat berjalan pada kecepatan tinggi di jalan terpisah dan
dapatmenembus jalan sempit

Adaptable - dapat mengatasi gradien curam dan tikungan tajam

Penawaran "perjalanan mulus" interchange dari / ke layanan feeder dan ke
dan darilayanan kereta api

Tingkat Penawaran boarding dengan akses mudah untuk semua orang,
termasukpengguna kursi roda.

Penawaran melalui ticketing dan teratur penggunaannya.

Dapat berbelok dengan radius kecil atau tajam (sekitar 15 meter, sehingga
dapat menyelusuri bangunan tua pusat kota, sedangkan HRT minimum
dengan radius 150 meter).

Dapat naik dengan elevasi hingga 12%, sedangkan HRT maxiumum 1%.
Oleh sebab itu stasiun LRT sering berada di atas jembatan layang.

2.2
Biaya pembangunan dan operasi sangat murah dibandingkan dengan HRT.
Monorel
Monorel atau Rel Kecil adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri
dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan
dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat
dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta
konvensional.
II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Monorel telah dibangun di banyak negara di dunia, umumnya adalah rel tinggi
yang melintasi wilayah ramai. Mengatasi kemacetan, itulah alasan paling mendasar
kenapa monorel banyak digunakan sebagai moda trasportasi massal. Alasan kedua
adalah isu lingkungan yakni pemanasan global, krisis energi, dan kenaikan harga BBM.
Hal ini hendaknya semakin menyadarkan kita untuk mengusahakan penghematan BBM
dan pengurangan emisi gas buang. Dengan demikian, maka perjalanan menggunakan
kereta monorel adalah sebuah pilihan yang dapat ditempuh.
a. Tipe Monorel
Sampai saat ini terdapat dua jenis monorel, yaitu:
1. Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel.
2. Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di bawah rel.
b. Kelebihan Dan Kekurangan Monorel
1.
Kelebihan

Membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun horizontal.
Lebar
yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di
atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.

Terlihat lebih "ringan" daripada kereta konvensional dengan rel
terelevasi dan hanya menutupi sebagian kecil langit.

Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton.

Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta
biasa.

Lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, risiko terguling
jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim.

Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.
II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.
Kekurangan

Dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih memakan
tempat.

Dalam
keadaan
darurat,
penumpang
tidak
bisa
langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.

2.3
Kapasitasnya masih dipertanyakan.
Pemilihan Trase
Dalam merencanakan jalan baru, menarik trase jalan adalah hal yang pertama
dilakukan. Trase jalan atau sering disebut sumbu jalan yaitu berupa garis-garis lurus
saling berhubungan yang terdapat pada peta topografi suatu muka tanah dalam
perencanaan jalan baru. Biasanya terdapat beberapa trase jalan yang dibuat, sehingga
pada akhirnya dipilih salah satu trase yang dapat memenuhi syarat suatu perencanaan
jalan. Trase jalan digunakan sebagai acuan membentuk lengkung jalan hingga
perkerasan jalan. Ada beberapa cara untuk memilih trase yang dapat memenuhi syarat
bahwa suatu jalan layak digunakan, terutama jalan yang dibangun di area pegunungan
dan hutan.
a. Trase diusahakan jalur terpendek. Hal yang paling diutamakan perencana
adalah jalan yang ekonomis. Ekonomis maksudnya suatu jalan dapat
dibangun dengan kualitas bagus dan harga yang terjangkau. Maka dengan
merencanakan trase yang pendek biaya dalam pembangunan jalan relatif
kecil.
b. Tidak terlalu curam. Salah satu syarat dalam merencanakan jalan adalah
memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan (si pengemudi). Jalan yang
II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terlalu curam akan membuat kendaraan menjadi berat akibat adanya gaya
sentrifugal. Sehingga pengguna jalan tidak lagi menemukan kanyamanan
saat menggunkan jalan tersebut.
c. Sudut luar (sudut tangen) tidak terlalu besar. Sudut luar dalam menarik trase
jalan akan sangat mempengaruhi keadaan jalan setelah dibangun. Perencana
jalan diharapkan mampu merencanakan jalan dengan tikungan yang kurang
dari 90 derajat. Agar tikungan yang terbentuk tidak terlalu tajam, sehingga
aman bagi pengguna jalan.
d. Penentuan Kecepatan rencana pada jalan yang akan dibuat juga menjadi
acuan untuk merencanakan trase jalan beserta tikungan-tikungannya.
Semakin besar kecepatan rencana yang direncanakan, maka sudut luar yang
direncanakan semakin kecil
e. Galian dan timbunan. Galian (cut) dan timbunan (fill) merupakan hal yang
juga sangat diperhatikan dalam merencanakan jalan. Biasanya dalam
merencanakan jalan, besar timbuan dan galian telah ditentukan terlebih
dahulu. Agar biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan suatu bangunan
jalan tidak lebih besar dari yang tersedia. Perencana jalan harus
merencanakan trase jalan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi galian dan
timbuanan yang terlalu besar. Caranya dengan menarik garis trase pada
elevasi muka tanah yang tidak terlalu jauh perbedaan ketinggian antara awal
dengan akhir.
II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4
Perencanaan Geometrik Jalan
2.4.1
Definisi Dan Kriteria Perencanaan Geometrik Jalan Rel
Alinyemen jalan rel merupakan arah dan posisi sumbu rel yang terdiri dari
bagian lurus, alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal. Kriteria perencanaan
alinyemen yang baik mempertimbangkan beberapa faktor berikut ini :
a. Fungsi jalan rel
Alinemen jalan rel harus memenuhi tujuan dari penggunaannya. Secara umum
jalan tersebut berfungsi sebagai pelayanan transportasi/pergerakan orang atau
barang yang menghubungkan tempat-tempat pusat kegiatan.
b. Keselamatan
Jalan rel dirancang untuk menghindari adanya kecelakaan, baik keselamatan
yang terjadi pada lalu lintas kereta api dan interaksi terhadap jalan raya.
c. Ekonomi
Jalan
rel
dibangun
dengan
mempertimbangkan
biaya
pembangunan,
pemeliharaan dan operasi, manfaat dari pembangunan jalan rel baik secara makro
maupun mikro.
d. Aspek Lingkungan
Pembangunan jalan rel harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang
ditimbulkan selain nilai estetika yang dipertimbangkan. Dampak lingkungan yang
terjadi meliputi longsor, banjir, kerusakan hutan, dll.
II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4.2
Ketentuan Umum Perencanaan Geometrik Jalan Rel
a. Kecepatan dan Beban Gandar
Dalam ketentuan PD 10 tahun 1986, terdapat beberapa tipe kecepatan yang
digunakan dalam perencanaan, yaitu :
1. Kecepatan Rencana
Kecepatan
rencana
adalah
kecepatan
yang
digunakan
untuk
merencanakan konstruksi jalan rel. Adapun beberapa bentuk kecepatan
rencana digunakan untuk :
a). Untuk perencanaan struktur jalan rel
Vrencana = 1,25 × Vmaksimum
b). Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan peralihan
Vrencana = V maksimum
c). Untuk perencanaan peninggian rel
Vrencana = c ×
dimana :
𝛴𝑛𝑖 𝑣𝑖
𝛴𝑛𝑖
c = 1,25
Ni = Jumlah kereta api yang lewat
Vi = Kecepatan operasi
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk
operasi suatu rangkaian kereta pada lintas tertentu. Ketentuan pembagian
kecepatan maksimum dlam perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel
Klasifikasi Jalan Rel.
3. Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan
tertentu.
4. Kecepatan Komersial
Kecepatan komersial adalah kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil
pembagian jarak tempuh dengan waktu tempuh. Beban gandar maksimum
yang dapat diterima oleh struktur jalan rel di Indonesia untuk semua kelas
jalan adalah 18 ton (PD. No. 10 tahun 1986).
b. Daya Angkut Lintas
Daya angkut lintas (T) adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati
suatu lintas dalam jangka waktu satu tahun.
T = 360 × S × TE
TE = Tp + ( Kb × Tb ) + ( K1 × T1 )
dimana: TE
= tonase ekivalen (ton/hari)
Tp
= tonase penumpang dan kereta harian
Tb
= tonase barang dan gerbong harian
T1
= tonase lokomotif harian
II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
S
= koefisien yang besarnya tergantung kualitas lintas
= 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang dengan V
maksimum 120 km/jam
= 1,0 untuk lintas tanpa kereta penumpang
K1
= Koefisien yang besarnya 1,4
Kb
= Koefisien yang besarnya tergantung pada beban gandar (1,5
untuk gandar
< 18 ton dan 1,3 untuk gandar > 18 ton).
c. Ruang Bebas dan Ruang Bangun
1. Definisi
- Ruang Bebas
Ruang di atas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala rintangan
dan benda penghalang, ruang ini disediakan untuk lalu lintas rangkaian
kereta api.
- Ruang Bangun
Ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas dari segala bangunan
seperti tiang semboyan, tiang listrik dan pagar. Ruang bangun diukur
dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter sampai 3,55 meter.
2. Untuk Jalur Tunggal
- Menurut R-10, batas ruang untuk jalur lurus dan lengkung dibedakan
sebagai berikut :
a) Batas ruang bebas untuk jalur lurus dan lengkung dengan jari-jari
lebih besar dari 3000 m.
b) Untuk lengkung dengan jari-jari 300 sampai dengan 3000 m.
c) Untuk lengkung dengan jari-jari kurang dari 300 m.
II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
- Menurut JNR, batas ruang untuk jalur lurus dan lengkung dibedakan
sebagai berikut :
a) Batas ruang bebas untuk jalur lurus dan lengkung dengan jari-jari
lebih besar dari 1100 m.
b) Untuk lengkung dengan jari-jari kurang dari 1000 m, lebar dari
ruang bebas bertambah besar sesuai dengan jari-jarinya yang
ditunjukkan dengan hubungan :
M=
22,5
𝑅
c) Untuk lengkung dengan jari-jari kurang dari 300 m.
- Pada bagian bawah dari ruang bebas di stasiun disesuaikan dengan
tinggi peron yang terdiri dari :
a) Untuk Penumpang :
i. Peron tinggi, dengan ukuran tinggi 1000 mm di atas kepala rel
(elevasi 0.00)
ii. Peron rendah, dengan ukuran tinggi 200 mm di atas kepala rel
(elevasi 0.00)
b) Untuk Barang : Tinggi peron 1000 mm di atas kepala rel (elevasi
0.00).
- Untuk kereta listrik :
Kereta listrik disediakan ruang bebas untuk memsang saluran-saluran
kawat listrik beserta tiang pendukungnya dan pantograph listrik di
kereta.
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
- Untuk peti kemas :
Ruang bebas didasarkan pada ukuran gerbong peti kemas standar ISO
dengan ukuran standard height. Standar ini digunakan karena banyak
Negara yang menggunakannya dan cenderung untuk dipakai pada masa
yang panjang.
3. Untuk Jalur Ganda
- Jarak antar sumbu untuk jalur lurus dan lengkung sebesar 4,00 m.
2.4.3
Alinemen Horisontal
a. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan ditetapkan untuk mengeliminasi perubahan gaya
sentrifugal sedemikian rupa sehingga penumpang di dalam kereta terjamin
kenyaman dan keamanannya. Panjang lengkung peralihan merupakan fungsi dari
perubahan gaya sentrifugal per satuan waktu, kecepatan dan jari-jari lengkung.
𝑔𝑎𝑦𝑎
Perubahan gaya sentrifugal = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 =
𝑚 .𝑎
=
𝑡
𝑚 .𝑎
𝑡
𝑚 .𝑎
𝑡
𝐿
𝑉
𝑉 3. 𝑡
𝐿=
𝑎. 𝑅
𝑗𝑖𝑘𝑎: 𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 = 0,0478 𝑔
(g = percepatan gravitasi = 9.81 m/dtk2)
𝑉2
ℎ = 5,95
𝑅
II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dan dikonversi pada satuan praktis maka :
Lh = 0,01 × h × V
dimana: Lh
= panjang minimum lengkung peralihan (m)
h
= peninggian pada rel luar di lengkung (mm)
V
= kecepatan rencana untuk lengkung peralihan (km/jam)
R
= jari-jari lengkung (m)
b. Peninggian Rel
Peninggian rel diperlukan untuk mengimbangi timbulnya gaya sentrifugal
pada kereta saat memasuki suatu lengkung horisontal. Gaya sentrifugal tersebut
mengakibatkan kereta cenderung terlempar ke luar dari lengkung. Besarnya
gaya sentrifugal sebanding dengan massa dan kuadrat kecepatan kereta api, dan
berbanding terbalik dengan jari-jari lengkung horizontal. Salah satu cara untuk
membantu mereduksi gaya sentrifugal yang membebani kereta api adalah
meninggikan rel luar secara relative terhadap rel bagian dalam di lengkung
horizontal.
1. Peninggian rel minimum
Peninggian rel minimum didasarkan pada gaya maksimum yang mampu
dipikul oleh rel dan kenyamanan bagi penumpang.
Persamaan dasar :
Gaya Sentrifugal = Gaya Berat + Komponen Rel
𝑚𝑉 2
𝑐𝑜𝑠 = 𝐺. 𝑠𝑖𝑛 + 𝐻. 𝑐𝑜𝑠
𝑅
II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
𝐺𝑉 2
𝐺𝑠𝑖𝑛 𝛼 = [
− 𝐻] 𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑔𝑅
𝐺𝑉 2
𝐺𝑡𝑎𝑛 𝛼 = [
− 𝐻]
𝑔𝑅
𝑗𝑖𝑘𝑎 ∶ 𝑡𝑎𝑛 𝛼 =
ℎ
𝑊
𝑑𝑎𝑛 , 𝐻 = 𝑚. 𝑎 =
𝐺
𝑎
𝑔
maka :
ℎ
𝑉2
−𝑔
𝑎=
𝑊
𝑅
dimana a = Percepatan sentrifugal (m/detik2)
𝑊𝑉 2 𝑊𝑎
−
ℎ=
𝑔𝑅
𝑔
Jika : W = 1120 mm, g = 9,81 m/detik2, dan a = 0,0478 g (m/detik2),
maka :
ℎ𝑚𝑖𝑛
8,8𝑉 2
=
− 53,5 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑚)
𝑅
2. Peninggian rel normal
Peninggian rel normal didasarkan pada gaya maksimum yang mampu
dipikul oleh gaya berat kereta api dan konstruksi rel tidak memikul gaya
sentrifugal.
Persamaan dasar :
Gaya Sentrifugal = Gaya Berat
𝐺𝑠𝑖𝑛 𝛼 =
𝑚𝑉 2
𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑅
II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
𝐺𝑠𝑖𝑛 𝛼 =
𝐺𝑉 2
𝑔𝑅
𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝑉2
𝑡𝑎𝑛 𝛼 =
𝑔𝑅
𝑗𝑖𝑘𝑎: 𝑡𝑎𝑛 𝛼 =
𝑚𝑉 2
𝑅
ℎ=
ℎ
𝑊
𝑐𝑜𝑠 𝛼 = 𝐺𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑊𝑉 2
𝑔𝑅
Dengan memasukkan satuan praktis :
W = jarak diantara kedua titik kontak roda dan rel = 1120 mm
R = jari-jari lengkung horizontal (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
h
= peniggian rel pada lengkung horizontal (mm)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)
maka :
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 =
8,8𝑉 2
(𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑚)
𝑅
Dalam perhitungan peninggian digunakan kecepatan kereta api terbesar (V
maksimum)
yang melewati suatu lintas dengan jari-jari R sebagai suatu hubungan
persamaan :
𝑉 = 4,3 √𝑅
jika
ℎ=𝑘
𝑉2
𝑅
II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dan untuk 𝑉 = 4,3 √𝑅, digunakan penginggian rel, h = 110 mm, maka :
110 = 𝑘
(4,3 √𝑅)2
𝑅
k = 5,95
Jadi peninggian rel normal ditentukan sebagai :
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95
𝑉2
(𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑚)
𝑅
3. Peninggian rel maksimum
Peninggian rel maksimum berdasarkan stabilitas kereta api pada saat
berhenti dibagian lengkung, digunakan faktor keamanan (safety factor, SF) =
3,0 sehingga kemiringan maksimum dibatasi sampai 10 % atau h maksimum
= 110 mm.
Ditinjau seluruh Momen Gaya Berat terhadap titik 0 (di dasar rel bagian
dalam) :
𝑆𝐹 𝑥 𝐺. sin 𝑥 𝑦 = 𝐺. cos 𝑥
𝑊
2
𝑊
𝑉2
tan 𝛼 =
𝑑𝑎𝑛 tan 𝛼 =
𝑆𝐹 𝑥 2 𝑥 𝑦
𝑔𝑅
𝑚𝑎𝑘𝑎 ∶
𝑆𝐹 =
ℎ
𝑊
=
𝑊 𝑆𝐹 𝑥 2 𝑥 𝑦
𝑊
ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 2 𝑥 𝑦
Jika :
y
= 1700 mm (jarak titik berat gerbong/kereta terhadap titik 0)
W = 1120 mm (= 1067 mm + e)
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
SF = 3,325
maka :
h maksimum = 110 mm
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peninggian rel rencana/disain
harus memenuhi syarat :
h minimum < h normal < h maksimum (10.53)
nilai h rencana dibulatkan menjadi bilangan kelipatan 5 mm diatasnya.
c. Lengkung S
Lengkung S terjadi bila lengkung dari suatu lintas berbeda arah lengkungnya
dan terletak bersambungan. Kedua lengkung harus dipisahkan oleh bagian lurus
minimal 20 meter di luar lengkung peralihan.
d. Alur Perhitungan Lengkung Horisontal
1. Menghitung panjang lengkung
𝜃𝑠 =
90 𝑥 𝐿𝑠
𝜋𝑥𝑅
𝜃𝑐 = ∆𝑠 − 2𝜃𝑠
𝐿𝑐 =
𝜃𝑐
𝑥 2𝜋𝑅
360𝑜
𝐿 = 2𝐿𝑠 + 𝐿𝑐
2. Menghitung Xc, Yc, k dan p
𝐿𝑠 3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 −
40 𝑥 𝑅 2
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
𝑌𝑐 =
𝐿𝑠 2
6𝑥𝑅
𝑃 = 𝑌𝑐 − 𝑅(1 − cos 𝜃𝑠)
𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅 sin 𝜃𝑠
3. Menghitung Tt dan Et
𝑇𝑡 = (𝑅 + 𝑝)𝑡𝑔
∆𝑠
+𝑘
2
𝐸𝑡 = (𝑅 + 𝑝)𝑠𝑒𝑐
∆𝑠
−𝑅
2
4. Menggambar proyeksi lengkung horizontal :
Gambar 2.3 Proyeksi lengkung horizontal
2.4.4
Alinemen Vertikal
a. Pengelompokan Lintas
Beberapa batas landai yang diijinkan disesuaikan dengan jenis kereta api, jika
digunakan lokomotif adhesi maka landai maksimum yang diperkenankan 40 ‰,
dan jika digunakan lokomotif bergigi, maka kelandaian maksimum dapat
mencapai 60 – 80 ‰. Sementara itu, pada beberapa negara pengelompokan
II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
lintas, didasarkan pada besarnya kelandaian pada kondisi medan sebagaimana
disebutkan sebagai berikut :
- Medan dengan lintas dasar jika kelandaiannya 0 – 10 ‰.
- Medan dengan lintas pegunungan jika kelandaiannya lebih dari 10 ‰
Untuk emplasemen, kelandaian maksimum ditentukan berdasarkan koefisien
tahanan mula pada kereta atau gerbong dengan memakai tumpuan rol (roller
bearing). Sehingga pada landai tersebut kereta atau gerbong dalam keadaan
seimbang atau diam. Tahanan mula ini berkisar antara 1,5 – 2,5 kg/ton.
Berdasarkan ketentuan di atas, PD. No.10 tahun 1986 mengelompokkan lintas
berdasarkan kelandaian sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
1. Lintas Datar : 0 – 10 ‰.
2. Lintas Pegunungan : 10 – 40 ‰.
3. Lintas dengan Rel Gigi : 40 – 80 ‰.
4. Landai pada emplasemen : 0 – 1,5 ‰.
b. Jari-Jari Minimum Lengkung
Alinemen vertikal merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal
melalui sumbu jalan rel itu tersebut. Alimenen vertikal terdiri dari garis lurus
dengan atau tanpa kelandaian dan lengkung vertikal yang berupa busur
lingkaran, sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 10.7. Besar jari-jari minimum
lengkung bergantung pada besar kecepatan rencana seperti dalam tabel jari-jari
lengkung vertikal PD 10 tahun 1986, sebagaimana tertera berikut ini :
Untuk V rencana > 100 km/jam, digunakan Rmin = 8000 m
II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Untuk V rencana hingga 100 km/jam, digunakan Rmin = 6000 m
Lengkung vertikal diusahakan dalam perencanaannya tidak berimpit atau
bertumpangan dengan lengkung horizontal.
c. Letak Titik Lengkung dan Jarak Maksimum Proyeksi Titik Sumbu ke
Lengkung Vertikal
Panjang lengkung vertikal berupa busur lingkaran yang menghubungkan dua
kelandaian lintas yang berbeda dan ditentukan berdasarkan besarnya jari-jari
lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian.
Rumus Dasar Lengkung :
𝑑2𝑦
𝑑𝑥 2
=
1
𝑅
Gambar 2.4 Skematik lengkung vertikal
Dimana :
R : jari-jari lengkung peralihan
x : panjang lengkung peralihan
A : titik tekuk lengkung vertikal
Y : perbedaan landau
II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dari persamaan, diperoleh bahwa :
𝑑𝑦 𝑥
= + 𝑐1
𝑑𝑥 𝑅
Jika x = 0, maka
𝑌=
𝑑𝑦
𝑑𝑥
= 0 𝑑𝑎𝑛 𝑐1 = 0
𝑥2
+ 𝑐2
2𝑅
Jika x = 0, maka Y = 0 dan C2 = 0
Letak titik A (titik tekuk lengkung vertikal), diperoleh : Diberikan : x = 𝑙

𝑑𝑦
𝑑𝑥
=
𝑙
𝑅
, dan 𝑙 = 𝜑 R
Xm = OA = 1/2 𝑙
𝑅
𝑋𝑚 = 2 𝜑

𝑌=
𝑥2
2𝑅
, dan 𝑙 = 𝜑 R (10.81)
Jika : Y = Ym dan X = Xm = OA = ½ 𝑙, maka :
1 2
𝑙
𝜑2𝑅2
4
𝑌𝑚 =
=
2𝑅
8𝑅
𝑅
𝑌𝑚 = 8 𝜑 2
Menggunakan Persamaan, selanjutnya dengan R yang ditentukan untuk berbagai
harga kecepatan dan perbedaan kelandaian, maka dapat dihitung dimensi
lengkung peralihan Xm dan Ym.
II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
d. Landai Curam (Sk)
Pada kondisi khusus sering terdapat lintas dengan kelandaian yang lebih
besar dari landai penentu (Sm) dengan alasan ekonomis untuk perancangan
terutama pada daerah pegunungan. Dengan demikian diperlukan disain khusus
untuk menentukan kelandaian tersebut yang dikenali sebagai landai curam (Sk)
dengan panjang landai yang harus memenuhi rumus sebagai berikut :
Gambar 2.5 Skematik perencanaan panjang landai curam
1
1
𝑚 . 𝑉𝑎2 − 𝑚 . 𝑉𝑏 2 = 𝐺(𝑆𝑘 − 𝑆𝑚). 𝑙
2
2
1𝐺
. (𝑉𝑎2 − 𝑉𝑏 2 ) = 𝐺(𝑆𝑘 − 𝑆𝑚). 𝑙
2𝑔
𝑙=
(𝑉𝑎2 − 𝑉𝑏 2 )
2𝑔 (𝑆𝑘 − 𝑆𝑚)
dimana,
Va = kecepatan awal di kaki landai curam (m/detik)
Vb = kecepatan akhir di puncak landai curam (m/detik)
Sk = besar landai curam (‰)
Sm = besar landai penentu (‰)
𝑙
= panjang landai curam (m)
II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download