1 PENDAHULUAN Produk farmasi yang ada di pasaran tidak hanya

advertisement
PENDAHULUAN
Produk farmasi yang ada di pasaran tidak hanya sediaan untuk manusia saja, tetapi juga
untuk hewan yang diternakkan. Hewan yang diternakkan membutuhkan suatu sediaan
farmasi untuk memperbaiki kualitasnya dan untuk menghindarkan hewan yang sakit
dikonsumsi oleh manusia. Di antara penyakit hewan ternak adalah penyakit koksidiosis
atau lebih dikenal sebagai berak darah yang disebabkan oleh spesies Eimeria sp. Salah satu
obat yang sedang dikembangkan adalah diklazuril yang diindikasikan sebagai obat
antikoksidiosis dengan pencegahan dan pengobatan terhadap koksidiosis ayam, itik, bebek,
kalkun, angsa, dan kelinci.
Diklazuril dalam sediaan veteriner pada umumnya sebagai bahan tambahan pada pakan
hewan dengan dosis yang kecil (0.91 g/kg sediaan). Dengan dosis yang sangat kecil bila
dibandingkan dengan bahan pembawanya yaitu tepung jagung dan tepung tulang,
diperlukan metode analisis yang selektif untuk pengawasan mutu sediaan. Kandungan
utama dari tepung jagung yang dapat mengganggu analisis diklazuril adalah kandungan βkaroten (provitamin A), dan juga zat warna kuning lain yang terkandung di dalamnya yaitu
zeaxantin dan xantofil (Tichá,2006).
Metode yang digunakan untuk mengukur konsentrasi diklazuril adalah dengan metode
spektrofotometri ultraviolet, namun sampel yang digunakan terlebih dahulu harus
mengalami pemisahan dari bahan tambahan yang digunakan. Kromatografi adalah teknik
pemisahan fisik yang didasarkan pada migrasi senyawa pada fase diam di bawah pengaruh
fase gerak. Kromatografi banyak digunakan dalam analisis senyawa kimia untuk
memisahkan komponen dari suatu campuran senyawa kimia, hingga dapat diidentifikasi
dan ditentukan kadarnya (Satiadarma,2004). Kromatografi yang digunakan adalah
kromatografi kolom terbuka yang merupakan kromatografi kolom sederhana yang
pengaliran pelarut dan pembilasnya berlangsung oleh gaya gravitasi (Satiadarma,2004).
Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet adalah untuk analisis kuantitatif. Apabila
dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, maka
akan terjadi pengurangan intensitas radiasi yang menuju detektor. Penentuan kadar
dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang absorpsi serapan
1
maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi
(Satiadarma,2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis yang selektif untuk
pemisahan diklazuril dari matriks tepung jagung dan tepung tulang pada sediaan veteriner
dan memvalidasi parameter metode analisis diklazuril pada sediaan veteriner yang meliputi
kecermatan, keseksamaan, linieritas, batas deteksi, batas kuantisasi dan ketangguhan dari
metode analisis sehingga diperoleh metode analisis yang valid dan selanjutnya dapat
digunakan sebagai pengawasan mutu produk yang akan dipasarkan.
2
3
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai koksidiosis pada hewan, diklazuril, sampel R&D,
kromatografi kolom sebagai metode pemisahan diklazuril, spektrofotometri ultraviolet, dan
validasi metode analisis.
1.1 Koksidiosis Pada Hewan
Dalam dua dekade terakhir dikemukakan berbagai penemuan, bahwa beberapa coccidia
menjadi protozoa yang patogen bagi manusia. Penemuan pertama pada tahun 1970
menjelaskan taksonomi parasit yang sudah dikenal sebagai patogen pada manusia
selama setengah abad, yaitu Toxoplasma gondii, suatu coccidia dengan kucing sebagai
hospes definitifnya (Gandahusada,2002).
Coccidia digolongkan berdasarkan bentuk ookista yang khas dan ukuran besarnya yang
bervariasi, serta bentuk dan jumlah sporoblas dan sporozoit yang berbeda. Ookista
mempunyai dinding dan di sitoplasmanya terdapat satu inti. Inti ookista membelah dan
membentuk sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya sporoblas membentuk dinding
dan
menjadi
sporokista.
Di
dalam
sporokista
akan
dibentuk
sporozoit
(Gandahusada,2002).
Coccidia hidup dalam sel epitel usus halus. Dalam sel ini terjadi siklus aseksual, yaitu
skizogoni. Ookista yang berisi sporokista ditemukan dalam tinja. Bila sporokista
matang tertelan oleh hospes, di rongga usus halus dindingnya akan pecah dan keluarlah
sporozoit yang berbentuk lonjong dan kecil. Sporozoit akan masuk ke sel epitel usus
kecil dan menjadi trofozoit. Trofozoit dalam sel epitel usus halus membesar sampai
hampir mengisi seluruh sel, kemudian intinya membelah menjadi banyak (skizon),
diikuti oleh pembagian protoplasma, sehingga terbentuk merozoit. Bila skizon matang
pecah, merozoit memasuki sel hospes lain, tumbuh menjadi trofozoit dan mulai lagi
dengan skizogoni sampai beberapa kali. Sebagian merozoit setelah menjadi trofozoit
mulai dengan proses sporogoni. Pada proses ini dibentuk gametosit dalam sel epitel
usus halus. Sebagian trofozoit membentuk makrogametosit dan sebagian menjadi
mikrogametosit. Satu makrogametosit berkembang menjadi satu makrogamet,
sedangkan satu mikrogametosit berkembang menjadi mikrogamet. Setelah makrogamet
4
dibuahi oleh mikrogamet, terbentuk zigot yang kemudian disebut ookista, setelah
pembentukan dinding ookista. Di dalam ookista dibentuk sporoblas, yang pada
perkembangan selanjutnya menjadi sporokista. Di dalam sporokista dibentuk sporozoit.
Pada genus Eimeria, ookista matang berisi 4 sporokista yang masing-masing
mengandung 2 sporozoit (Gandahusada,2002).
Eimeria sp sebagai parasit akan memperbanyak diri dalam saluran usus halus inangnya
dan dapat merusak jaringan usus halus sehingga menyebabkan malabsorpsi, diare, dan
kemudian dapat menyebabkan kematian bagi hewan tersebut (Campbell,1996). Hospes
parasit ini adalah binatang, terutama pada binatang peliharaan seperti ayam, burung,
kelinci, kambing, sapi, dan babi (Gandahusada,2002).
1.2 Diklazuril Sebagai Antikoksidiosis yang Masih Dikembangkan
Diklazuril yang memiliki nama kimia 2,6-Dikloro-α-(4-klorofenil)-4-(4,5-dihidro-3,5diokso-1,2,4-triazin-2(3H)-il) benzena asetonitril; (p-klorofenil)[2,6-dikloro-4-(4,5dihidro-3,5-diokso-as-triazin-2(3H)-il) fenil]asetonitril; R-64433;
Gambar 1. Diklazuril
Diklazuril atau biasa dikenal sebagai clinacox digunakan sebagai antikoksidiosis yang
disebabkan oleh spesies Eimeria sp merupakan salah satu obat yang sedang
dikembangkan dan diindikasikan sebagai obat antikoksidiosis dengan pencegahan dan
pengobatan terhadap koksidiosis ayam, itik, bebek, kalkun, angsa, dan kelinci.yang
umum digunakan dalam pakan hewan. Obat yang telah ada yang digunakan sebagai
antikoksidiosis memiliki beberapa kekurangan seperti efektifitas obat tersebut terhadap
spesies coccidia yang rendah, dosis yang tinggi dalam sediaan, dan juga tingkat
keamanan yang rendah. Sedangkan diklazuril sebagai obat yang sedang dikembangkan
memiliki efektifitas yang tinggi terhadap semua spesies Eimeria dengan dosis yang
5
kecil namun memiliki toksisitas yang rendah lebih bermanfaat untuk penggunaan
dalam sediaan veteriner.
1.3 Diklazuril Sebagai Zat Aktif dalam Sampel R&D yang Sedang Dikembangkan
Diklazuril merupakan zat aktif dalam sampel R&D yang akan dipasarkan di salah satu
perusahaan veteriner memiliki komposisi sediaan:
Diklazuril…………………………….0.01 g
Tepung Jagung…………………………30 g
Tepung Tulang…………………………20 g
Kelemahan dari formulasi ini jika dianalisis dengan menggunakan metode
spektrofotometri langsung adalah adanya gangguan dari senyawa yang terkandung
dalam matriks tepung jagung. Kandungan utama dari tepung jagung yang dapat
mengganggu analisis diklazuril adalah kandungan β-karoten (provitamin A), dan juga
zat warna kuning lain yang terkandung di dalamnya yaitu zeaxantin dan xantofil
(Tichá,2006). Sedangkan pada tepung tulang tidak ada senyawa yang dapat
mengganggu analisis diklazuril namun perlu dilakukan pemisahan dengan penyaringan
partikel
besar
agar
tidak
mengganggu
pengukuran
dengan
menggunakan
spektrofotometer ultraviolet.
1.4 Pemisahan Diklazuril dari Bahan Pembawa Tepung Jagung dan Tepung Tulang
Teknik pemisahan yang dilakukan untuk analisis diklazuril dalam sediaan veteriner ini
adalah dengan menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi adalah teknik
pemisahan fisik yang didasarkan pada migrasi senyawa pada fase diam di bawah
pengaruh fase gerak. Kromatografi banyak digunakan dalam analisis senyawa kimia
untuk memisahkan komponen dari suatu campuran senyawa kimia, hingga dapat
diidentifikasi dan ditentukan kadarnya. Kromatografi yang digunakan adalah
kromatografi kolom terbuka yang merupakan kromatografi kolom sederhana yang
pengaliran pelarut dan pembilasnya dengan gaya gravitasi (Satiadarma,2004).
Dalam semua teknik kromatografi, zat terlarut yang akan dipisahkan bermigrasi
sepanjang suatu kolom, dan tentu saja dasar pemisahan terletak dalam perbedaan laju
6
migrasi untuk zat terlarut yang berlainan. Laju migrasi suatu zat terlarut merupakan
resultante dua faktor, yang satu cenderung untuk menggerakan zat terlarut dan yang
lain menghambatnya. Dalam proses kromatografi yang orisinil, kecenderungan zat
terlarut untuk teradsorpsi pada fase padat menghambat gerakan mereka, sementara
kelarutan mereka dalam fase cair yang bergerak cenderung menggerakan mereka
bersama fase itu. Perbedaan yang kecil antara dua zat terlarut dalam hal keteguhan
adsorpsi mereka dan dalam antaraksi mereka dengan pelarutyang bergerak menjadi
dasar pemisahan bila molekul-molekul zat terlarut itu berulang-ulang didistribusikan
antara kedua fase itu sepanjang kolom itu (Underwood,1999)
1.5 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Spektrofotometri ini
meliputi spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, inframerah, dan serapan atom.
Pada metode ini pengukuran serapan radiasi elektromagnetik dilakukan dengan
mengukur transmitans (T) atau absorbansi (A) dari larutan sampel yang dimasukkan
dalam suatu wadah transparan (kuvet). Pada umumnya, konsentrasi dari zat analit
berbanding secara linier dengan serapannya. Sesuai dengan persamaan hukum Beer
(Skoog,1998)
⎛P ⎞
A = − log T = log ⎜ 0 ⎟ = ε bc
⎝P⎠
Persamaan menunjukkan bahwa serapan (A) berbanding lurus dengan konsentrasi (C)
sedangkan transmitans (T) tidak. Transmitans harus diubah menjadi bentuk logaritmik,
baru menghasilkan grafik yang linier terhadap konsentrasi, sehingga serapan lebih
banyak digunakan dalam spektrofotometri. Detektor pada kebanyakan instrumen
menghasilkan sinyal yang linier terhadap transmitans karena alat secara linier
menanggapi daya radiasi. Jadi jika hasil harus dibaca dalam satuan serapan, haruslah
ada suatu skala logaritmik pada piranti baca atau sinyal itu harus diubah secara
logaritmik oleh suatu alat (Day,1999)
Panjang gelombang cahaya ultraviolet atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron, molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk eksitasi
7
elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Sebaliknya
molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya pada daerah sinar
tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dieksitasikan
daripada
senyawa
yang
menyerap
pada
panjang
gelombang
ultraviolet
(Fessenden,1982).
Spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak dapat diterapkan dan digunakan untuk
analisis kualitatif yang meliputi identifikasi suatu senyawa murni, penentuan ada
tidaknya suatu spesi khusus dalam campuran, atau identifikasi gugus fungsi tertentu
pada penentuan struktur molekul, dan analisis kuantitatif satu spesi atau lebih dalam
suatu campuran.
Hubungan antara konsentrasi dengan serapan radiasi cahaya dapat dinyatakan secara
matematik dengan memakai hukum Lambert – Beer (Snell, 1961). Hukum Lambert–
Beer :
A = a b c………………...............................................…………….. (1.1)
dengan A : serapan, a : absorptivitas, b : tebal medium, dan c : konsentrasi senyawa
dalam larutan.
Jika plot dari data serapan terhadap konsentrasi menghasilkan garis lurus, hukum
Lambert-Beer dapat dipakai. Data spektrofotometri berguna untuk analisis kualitatif
dan kuantitatif. Dasar analisis kuantitatif adalah mengukur konsentrasi senyawa dari
besar serapan pada panjang gelombang tertentu.
1.6 Pengembangan dan Validasi Metode Analisis
Pengembangan metode dilakukan untuk memperoleh selektivitas dan sensitivitas dari
respon alat yang digunakan. Pengembangan metode membutuhkan persyaratan
pemilihan metode yang terpilih dan memutuskan jenis instrumen yang akan digunakan.
Validasi metode analisis adalah proses penilaian terhadap parameter analisis tertentu
berdasarkan percobaan laboratorium. Parameter validasi antara lain kelinieran, batas
deteksi, batas kuantitasi, kecermatan, keseksamaan, spesifisitas, selektivitas, robustness,
dan ruggedness (ICH, 1996).
8
1.6.1 Kelinieran
Kelinieran adalah kemampuan metode analisis untuk menunjukkan respon secara
langsung atau matematis berbanding lurus terhadap konsentrasi analit dalam sampel
pada rentang tertentu. Kelinieran diuji melalui koefisien korelasi (r) yang diperoleh
dari persamaan garis regresi linier antara absorbansi dengan konsentrasi (Ibrahim,
2005).
y = bx + a .............................................................................................. 1.3
dengan :
y = respon instrumen
b = kemiringan garis
a = tetapan empirik.
Nilai koefisien korelasi (r) ditentukan dengan rumus berikut :
r=
∑ {( X − X )(Y − Y )}
....................................................................... (3)
{(∑ ( X − X ) )(∑ (Y − Y ) )}
i
i
2
i
2
i
dengan :
Xi =
semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan Yi (i = 1,2,3,..... )
X=
konsentrasi rata-rata
Yi =
semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan Xi (i = 1,2,3,..... )
Y =
absorbansi rata-rata
Nilai r di mana -1 ≤ r ≤ 1 menunjukkan adanya korelasi antara absorbansi dengan
konsentrasi analit dalam sampel.
Ada atau tidaknya korelasi antara absorbansi dengan konsentrasi analit dalam sampel
juga dapat ditentukan dengan membandingkan nilai t gawat yang dihitung dengan
rumus berikut :
th =
r
(n − 2)
(1 − r 2 )
………………………………………………………................... (4)
dengan :
r = koefisien korelasi
n = jumlah larutan yang diukur
Nilai t tabel dilihat pada tabel nilai gawat t dengan derajat kebebasan (n-2) dan batas
kepercayaan 95% untuk uji dua arah. Nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel
9
menunjukkan adanya korelasi antara absorbansi dengan konsentrasi analit dalam
sampel.
Untuk menguji kelinieran kurva baku juga dapat digunakan nilai koefisien variasi
fungsi regresi (Vx0) dengan rumus berikut :
Sy/x =
∑ (Y − Y ')
i
2
i
n−2
............................................................................................. (5)
Sx0 =
Sy/ x
Vx 0 =
Sx0
× 100% .....................................................................................................(7)
X
b
............................................................................................................... (6)
dengan :
Sy/x = simpangan baku residual
Yi = semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan Xi (i = 1,2,3,..... )
Yi’ = rata-rata dari semua Yi
Nilai Vx0 yang kecil menandakan kelinieran yang cukup. Nilai Vx0 untuk penetapan
kadar obat dalam sediaan atau bahan baku digunakan batas ≤ 2 %, sedangkan untuk
cemaran digunakan batas ≤ 5 %.
Data pada masing-masing titik pada kurva baku dapat dihitung dengan metode DIN
32645 – Beuth Berlin (Gottwald, 2000) untuk menentukan pada data tersebut
memenuhi syarat sesuai dengan persamaan garis regresi yang terbentuk. Data yang
baik seharusnya bukan merupakan outlier dan masih berada dalam rentang linieritas
kurva.
Rumus yang digunakan :
Yu ,o = (mX + b) ± S y / x × t ×
( X i − X )2
1 1
……………………………... (8)
+ +
∑ ( X i − X )2
N N
dengan :
N
=
jumlah pengulangan pengukuran
N
=
jumlah X dalam kurva baku
t
=
nilai gawat t pada tabel dengan derajat kebebasan (n-1) dan batas
kepercayaan 95% untuk uji 1 arah
10
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, dapat diketahui apakah
masing-masing titik pada kurva kalibrasi masih berada dalam rentang linieritas kurva
(bukan merupakan data yang outlier).
1.6.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantisasi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terkecil yang memberi sinyal
instrumen yang berbeda secara “nyata” dari sinyal blanko dan sinyal latar belakang.
Sedangkan batas kuantisasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terkecil yang
dapat dikuantisasi secara cermat dan seksama (Ibrahim, 2004). Batas deteksi dan batas
kuantisasi dapat diperoleh dari pengukuran rasio sinyal yang diperoleh, pengukuran
sinyal blanko, pengukuran dari kurva baku atau kalibrasi, galat titik potong sumbu Y,
batas deteksi instrumen, atau konsentrasi terendah analit.
Batas deteksi dan batas kuantisasi dapat dihitung dari kurva baku dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Miller, 2000):
Batas deteksi
=
Batas kuantisasi =
3,3 × S y / x
b
10 × S y / x
b
…............................................................................(10)
............................................................................... (11)
dengan :
Sy/x =
simpangan baku residual
b
gradien yang diperoleh dari persamaan kurva baku
=
Selain itu, batas deteksi dan batas kuantisasi dapat juga dihitung dengan metode DIN
32645 – Beuth Berlin (Gottwald, 2000) sebagai berikut :
Batas deteksi
= X NG =
Sy/ x
b
×t ×
X2
1 1
+ +
......……………….. (12)
N ∑ ( X i − X )2
N
Batas kuantisasi = X BG = 3 × X NG ……………………………….....……………. (13)
dengan :
N
=
jumlah pengulangan pengukuran
N
=
jumlah X dalam kurva baku
t
=
nilai gawat t pada tabel dengan derajat kebebasan (n-1) dan batas
kepercayaan 95% untuk uji 1 arah
11
1.6.3 Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat/tingkat kedekatan hasil analisis
dengan hasil yang sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan metode spikedplacebo recovery dan metode standard addition. Kecermatan dinyatakan sebagai
penyimpangan/bias atau persen perolehan kembali. Rentang persen perolehan kembali
yang dapat diterima untuk cemaran sebesar 80-120 %.
Persen perolehan kembali dapat dihitung menggunakan rumus :
% Perolehan Kembali =
Xr
× 100% …………..................................................... (14)
Xa
dengan :
Xr =
kadar yang diperoleh dari pengukuran
Xa =
kadar teoritis
1.6.4 Keseksamaan
Keseksaman merupakan derajat kedekatan hasil penentuan yang berulang terhadap
sampel yang homogen dalam kondisi normalnya. Keseksamaan ditentukan secara
statistik yang ditandai dengan nilai koefisien variasi.
1.6.5 Spesifisitas dan Selektivitas
Spesifisitas adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen, sedangkan selektivitas menyatakan kemampuan metode memberikan sinyal
analit pada campuran dalam sampel tanpa adanya pengaruh dari matriks.
1.6.6 Robustness dan Rugedness
Robustness merupakan kemampuan metode untuk tidak terpengaruh oleh perubahan
kecil
selama
pengembangan
metode,
sedangkan
rugedness
adalah
derajat
reproduksibilitas hasil uji sampel yang sama dalam kondisi normal dengan penetapan
berbeda.
Download