INTISARI Penelitian yang berjudul Konsep Makrifat menurut Al-Ghazali dan Ibnu Arabi Analisis Resepsi dan Intertekstual dalam kitab al-Ihya dan al-Munqidz dengan kitab al-Futuhat dan al-Fushush ini mengungkap hasil bacaan dua orang filosof muslim abad XI dan XII, yaitu al-Ghazali dan Ibnu Arabi terhadap teks, baik teks suci maupun pendapat para tokoh sebelum mereka tentang suatu subyek, yaitu makrifat. Hasilnya, dua orang filosof tersebut melahirkan konsep yang berbeda tentang makrifat. Intisarinya, menurut al-Ghazali, makrifat adalah memahami rahasia-rahasia ketuhanan dan mengetahui prosedur dan atau ketentuan-ketentuan Tuhan yang melingkupi segala hal yang ada, di satu pendapat yang dipengaruhi oleh pendapat Dzunnun al-Misri, sementara pada pendapatnya yang lain yang dipengaruhi oleh al-Junayd, makrifat adalah melihat bahwa alam semesta yang beraneka ini kelihatan -ketika seorang sufi berada dalam maqam fana- sebagai realitas satu kesatuan yaitu Allah. Fenomena itu tampak bagi seorang sufi arif ketika berada pada maqam fana fi at-tauhid (hancur perasaannya ke dalam perasaan mengesakan tuhan). Adapun Ibnu Arabi dalam konsepnya tentang makrifat berpendapat, bahwa melihat alam semesta yang beraneka ini sebagai ekspresi (tajalli) Tuhan, sementara realitas Tuhan yang tidak tampak, yang tidak bisa diserap oleh indra adalah Tuhan yang tunggal. Pendapatnya ini dipengaruhi oleh teori emanasinya Plotinus dan teori hakikat Muhammad dari al- Hallaj kemudian ia mengembangkan sendiri teorinya melalui teori manusia sempurna (al-insan al-kamil) . x ABSTRAK Al-Ghazali (1058-1111) merupakan representasi tasawuf sunni, sementara Ibnu Arabi (1165-1240) representasi tasawuf falsafi. Al-Ghazali dalam konsepnya tentang makrifat (mengenal tuhan) lebih kental berbasis pada teks suci (al-Qur’an dan Hadits)-sebagaimana paham pendahulunya, al Asy’ari. Sebaliknya Ibnu Arabi berbasis pada- filsafat Yunani dan ajaran madzhab Bathiniyah (syiah). Perbedaan mendasar dari dua tokoh tersebut adalah al Ghazali masih konsisten dengan epistemologi penafsiran model klasik yang amat hati-hati dalam memahami ajaran Islam khususnya akidah (keyakinan) sehingga seseorang terhindar dari vonis sebagai orang musyrik atau kafir dalam pandangan Sunni. Sementara Ibnu Arabi, - dengan dibekali berbagai pemikiran filsafat Yunani, aliran Bathiniyah dan ajaran agama lainnya, dia membangun paradigma penafsiran kontemporer yang indikatornya : pluralis, multikultural, universal serta lebih mengutamakan kemaslahatan dan keadilan. Meski paradigma yang dibangun al-Ghazali berbeda dengan Ibnu Arabi tetapi ada titik temu di antara keduanya, yaitu pada ajaran al fana fi at-Tawhid bahkan al-Ghazali dinilai menjustifikasi kebenaran paradigma yang dibangun oleh Ibnu ‘Arabi. Refleksi dari paradigma dua tokoh tersebut melahirkan ”nodes” (prinsip-prinsip utama) dalam tasawuf, seperti: 1) Kebenaran bersifat plural - dan ini sebagai dasar membangun sikap toleransi antar sesama umat beragama, -tidak mudah memvonis orang lain sebagai “kafir” atau “tersesat” karena berbeda pandangan dengan ajaran atau keyakinan yang dianut lawannya, sebab soal keyakinan berkaitan dengan HAM dan merupakan hak prerogatif Tuhan (Q. S. Al-Isra : 84); 2) Mengutamakan keadilan dalam arti ia berhak memeluk satu agama dengan posisi dan eksistensi sejajar dengan penganut agama lain; 3) Meraih kemaslahatan dengan cara hidup bersama, berdampingan dengan damai bersama umat agama lain; dan 4) Membangun sikap saling menghormati sesama makhluk Tuhan dengan cara menghargai budaya orang lain sebagai bentuk ekspresi multikulturalisme. Dan nampaknya kita sepakat bahwa kita mendambakan kedamaian, mengharapkan cinta kasih serta merindukan kelembutan dan keramahan sebagai representasi dari nilai-nilai universal yang dicanangkan oleh mistisisme (tasawuf). Dalam penelitian ini, melalui teori resepsi dan metode intertekstual al-Ghazali mencanangkannya dengan tahalli, takhalli dan tajalli, sementara Ibnu Arabi – di samping tiga serangkai di atas - ia membangunnya dengan ajaran wihdat al-wujud -. Kata kunci : Makrifat, Sunni, Pluralis, Multikultural, Universal xi