BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Manajemen Operasi. Sebelum membahas lebih jauh mengenai Statistical Process Control, maka akan dibahas lebih dahulu mengenai apa yang dinamakan dengan manajemen operasi. Apa yang sebenarnya yang dinamakan dengan mutu?. Mutu mempunyai berbagaim macam definisi menurut para ahli : 1. Joseph M. Juran. Mutu adalah kesesuaian produk dengan penggunaan. 2. William Edwards Deming. Mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan masa mendatang. 3. Philip B. Crosby. Mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi avaibility (kegunaan), delivery (penyerahan), reliability (keandalan), maintainbility (pemeliharaan), dan cost effectiveness (biaya efektifitas). 4. A.V. Fegenbaum 25 Mutu merupakan keseluruahan gabungan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance melalui mana produk dan jasa, dalam pemakaian akan sesuai dengan harapan pelanggan. Manajemen Operasi adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang dan jasa melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran (Barry Render dan Jay Heizer, 2001). Kegiatan membuat barang dan jasa terjadi disemua sektor organisasi. Kegiatan memproduksi barang dan jasa sangat jelas terlihat di perusahaan manufaktur, dimana kita dapat melihat pembuatan barang – barang nyata. Pengendalian mutu merupakan salah satu sumbangsih yang paling nyata dari manajemen operasi. Proses penggabungan kedua ilmu ini dilakukan oleh Walter Sheward ( 1924 ), beliau menggabungkan pengetahuan yang dimilikinya tentang statistik dengan pentingnya suatu pengendalian mutu, dan membuat suatu peta kendali mutu dari produk yang diambil sebagai sampel. Ilmu manajemen operasi dapat terus berkembang karena adanya bantuan disiplin ilmu lainnya termasuk teknik industri dan ilmu manajemen. Disiplin ilmu ini, seiring dengan ilmu statistik, manajemen, dan ekonomi telah banyak menyumbang untuk produktivitas yang lebih baik. 2.1.2 Manajemen Mutu. Setelah sekilas mengenai manajemen operasi maka kini akan dilanjutkan dengan ilmu manajemen mutu yang sesungguhnya. Mutu merupakan isu yang dominan pada banyak perusahaan. Mutu melalui pemberdayaan dan pengendalian mutu 26 menurunkan waktu pengembangan produk. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memfokuskan diri pada konsumen dan menjadi lebih andal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Penentuan mutu merupakan hal yang penting dalam membangun dan mengelola fungsi operasi. Mutu mempengaruhi seluruh organisasi, dari pemasok sampai konsumen dan dari rancangan produk sampai aspek dalam pemeliharaan peralatan. Produk dan jasa yang bermutu secara strategis penting bagi perusahaan dan negara yang diwakilinya. Mutu dari produk suatu perusahaan, harga yang ditetapkan oleh perusahaan, dan pemasokan barang yang membuat produk itu tersedia bagi konsumen merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan. Mutu terutama mempengaruhi perusahaan dalam empat cara: (Barry Render dan Jay Heizer, 2001) 1. Biaya dan Pangsa Pasar. Mutu yang ditingkatkan dapat mengarah kepada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya. 2. Reputasi Perusahaan . Reputasi perusahaan mengikuti reputasi mutu yang dihasilkan buruk atau baik. Mutu akan muncul bersamaan dengan persepsi mengenai produk baru perusahaan, praktik – praktik penanganan pegawai, dan hubungannya dengan pemasok. Mutu produk tidak dapat digantikan oleh promosi perusahaan. 3. Pertanggungjawaban produk. Dalam kasus – kasus yang berkaitan dengan produk yang beredar di pasar, pengadilan kini menganggap bahwa pihak – pihak yang harus memikul 27 tanggung jawab adalah seluruh pihak yang tercakup dalam rantai distribusi. Dapat ditambahkan, perusahaan yang merancang dan memproduksi barang atau jasa yang cacat dapat dianggap bertanggung jawab atas kerusakan dan kecelakaan yang dihasilkan pemakaian barang dan jasa tersebut. 4. Implikasi Internasional. Dalam era teknologi seperti sekarang ini, mutu merupakan perhatian internasional dan perhatian operasi. Agar perusahaan dan juga negara dapat bersaing secara efektif dalam perekonomian global, produknya harus memenuhi mutu dan harga yang diinginkan. Produk yang bermutu rendah membahayakan perusahaan dan bangsa, dan dapat mengakibatkan implikasi dan negatif bagi neraca pembayaran. Implikasi internsional dengan adanya standar mutu internasional juga mendorong beberapa standar internasional yaitu, Jepang, Amerika, dan Masyarakat Eropa mengembangkan standar mutunya. Manajemen Mutu menggambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi, mulai dari pemasok sampai konsumen. Manajemen Mutu menekankan pada komintmen menjemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen. Membangun lingkungan manajemen mutu terpadu merupakan hal yang penting, karena keputusan mengenai mutu mempengaruhi setiap tahap pembentukan dan pengelolaan operasi yang berkelas internasional. W. Edwards Deming 28 mengemukakan 14 langkah di dalam menerapkan perbaikan mutu, keempat belas langkah itu adalah : ( Giltrow, Oppenheim, dan Oppenheim, 1999) 1. Ciptakan konsisten tujuan. 2. Arahkan untuk perubahan yang lebih baik. 3. Realisasikan mutu ke dalam produk ; hentikan ketergantungan pada pemeriksaan yagn menemukan masalah. 4. Ciptakan hubungan jangka panjang yang berdasarkan kinerja sebagai ganti dari pemberian penghargaan pada bisnis yang berdasarkan ukuran harga. 5. Lakukan perbaikan terus – menerus, baik pada produk maupun jasa. 6. Mulailah pelatihan karyawan. 7. Tekankan sikap kepemimpinan. 8. Hilangkan ketakutan. 9. Hilangkan hambatan – hambatan antar departemen. 10. Hindari pemberian nasehat tidak perlu pada karyawan. 11. Dukung, bantu, dan perbaiki. 12. Hilangkan perasaan bangga akan pekerjaannya. 13. Bentuk berbagai program pendidikan dan perbaikan diri. 14. Usahakan agar setiap orang di perusahaan bekerja dalam kegiatan perubahan perusahaan . Langkah – langkah tersebut dapat dikembangkan menjadi 5 konsep ( Giltrow, Oppenheim, dan Oppenheim, 1999). Kelima konsep tersebut adalah : 29 1. Perbaikkan terus menerus. Manajemen Mutu yang terpadu memerlukan proses tanpa akhir yang disebut perbaikan yang terus menerus, dimana kesempurnaan tidak pernah diperoleh tetapi selalu dicari. Masyarakat Jepang menggunakan kata Kaizen untuk menggambarkan proses perbaikan yang berkelanjutan ini, masyarakat Amerika menggunakan kata MMT, zero-defects ( tanpa kerusakan produk ),dan six sigma untuk menggambarkan usaha perbaikan yang berkelanjutan yang mereka lakukan. Perbaikan yang terus menerus ini lebih dikenal dengan metode PDSA atau Deming Cycle, terdiri dari : • Plan ( Merencakan ) : Tetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk menyerahkan hasil sesuai dengan persyaratan pelanggan dan kebijakan organisasi. • Do ( Lakukan ) : Implementasikan prosesnya. • Check ( Periksa ) : Pantau dan ukur proses dan produk terhadap kebijakan, sasaran dan persyaratan bagi produk dan laporkan hasilnya. • Act ( Tindaki ) : Lakukan tindakan perbaikan kinerja proses secara berkesinambungan. 30 Keempat tindakan merupakan tindakan yang akan berjalan terus menerus, dan saling bergantungan, tanpa adanya 1 dari 4 tindakan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam mengotrol manajemen mutu yang diterapkan. 2. Pemberdayaan Karyawan. Pemberdayaan karyawan berarti manajemen perusahaan melibatkan karyawan dalam setiap tahap proses produksi. Karena itu ada suatu literatur yang mengemukakan bahwa 85 % masalah mutu itu berkaitan dengan bahan pembentuk produk dan proses, dan bukan kinerja karyawan. Dengan demikian itu, tugas yang harus diselesaikan adalah merancang peralatan dan proses yang dapat menghasilkan mutu yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan sebagian besar dari mereka untuk mengerti kelemahan dari sistem yang telah ada. Teknik untuk membangun pemberdayaan karyawan 31 mencakup tindakan : (1) membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan, (2) mendorong penyelia untuk bersifat terbuka dan sebagai motivator, (3) memindahkan tanggung jawab manajerial dan staf kepada para karyawan bagian produksi, (4) membangun organisasi dengan sikap mental tinggi, dan (5) menggunakan teknik – teknik formal seperti pembentukan tim dan gugus kendali mutu ( gugus kendali mutu adalah kelompok yang terdiri dari 6 sampai 12 karyawan, mereka secara suka rela mengadakan pertemuan untuk memecahkan masalah – masalah yang berkaitan dengan pekerjaan ). 3. Pembandingan Kinerja ( Benchmarking ) Pembandingan kinerja merupakan elemen lain dari program Manajemen Mutu suatu perusahaan. Pembandingan Kinerja ini mencakup seleksi standar kinerja yang ada, yang mewakili kinerja proses atau kegiatan terbaik lain yang sangat serupa dengan proses atau kegiatan pihak lain. Inti dari pembandingan kinerja adalah pengembangan target yang akan dicapai, untuk kemudian mengembangkan suatu standar atau tolak ukur tertentu agar kita dapat mengukur kenerja sendiri ( lewat pembandingan antara berbagai kinerja, dengan prestasi kerja sendiri ). Langkah untuk mengembangkan tolak ukur ini adalah sebagai berikut : • Tentukan apa yang akan dibandingkan. • Bentuk kelompok penentu tolak ukur. • Lakukan identifikasi atas kinerja pihak lain. 32 • Kumpulkan dan analisis informasi mengenai kinerja tersebut. • Ambil tindakan untuk menyesuaikan atau melebihi kinerja pihak lain tersebut. Dalam situasi yang ideal akan ditemukan satu atau lebih organisasi yang operasinya serupa dengan organisasi perusahaan. Lalu perusahaan membandingkan kinerja perusahaan denga kinerja dari perusahaan lain. Perusahaan yang dijadikan tolak ukur tidak perlu berkecimpung di industri yang sama dengan perusahaan , bahkan untuk membentuk standar kelas dunia, yang terbaik dilakukan adalah mencari perusahaan di luar industri yang perusahaan geluti. 4. Penyediaan Kebutuhan yang Cukup pada Waktunya ( Just In Time ) Filsafat yang mendasari hal tersebut adalah pemikiran mengenai perbaikan yang terus menerus dan pemecahan masalah yang cepat. Dengan cara tersebut memaksa terciptanya mutu,baik pada pemasok maupun pada setiap tahap proses manufaktur dan jasa, karena tidak ada persediaan yang dapat menyerap variasinya. Sebagai konsekuensinya, sistem tersebut harus memproduksi mutu tinggi. Karena teknik tersebut menghilangkan kemungkinan adanya variasi, tidak ada lagi sisa material, pengerjaan ulang, investasi persediaan, dan kegiatan yang tidak perlu dalam proses produksi / jasa. 5. Pengetahuan Mengenai Perangkat Manajemen Mutu 33 Karena ingin memberdayakan karyawan dalam impelmentasi Manajemen Mutu, dan mengingat Manajemen Mutu merupakan usaha yang tidak ada putus – putusnya, maka setiap orang dalam organisasi harus dilatih menggunakan teknik – teknik Manajemen Mutu. Peralatan Manajemen Mutu bermacam-macam dan semakin hari semakin bertambah. 2.1.3 Statistical Process Control. Setelah melalui pembahasan yang panjang mengenai manajemen operasi dan manajemen mutu maka sekarang akan dibahas mengenai apa yang dimaksud dengan Statistical Process Control. Proses Industri sendiri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus (continuous improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada konsumen. Seterusnya berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu (konsumen) kita dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini. Dr. William Edward Deming, seorang guru manajemen kualitas dari Amerika Serikat, pada bulan Agustus 1950 dalam suatu konferensi dengan manajemen puncak di Hotel de Yama, Mount Hakone, Jepang, memperkenalkan suatu diagram yang memandang industri sebagai suatu sistem seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.2. 34 Perbaikan performansi bisnis modern harus mencakup keseluruhan sistem industri dari kedatangan material sampai penyerahan produk kepada konsumen dan desain ulang produk (barang/jasa) untuk masa mendatang. Dalam organisasi jasa, sumbersumber A,B,C, dan D dalam gambar 2.2, dapat menjadi sumber-sumber data, atau kerja dari operasi sebelumnya seperti dokumentasi-dokumentasi yang berkaitan dengan permintaan konsumen, pembelian bahan baku dari pemasok, proses produksi, tingkat inventori yang ada, perhitungan biaya, pengiriman produk ke distributor sebagai konsumen antara atau ke konsumen akhir secara langsung dan lain – lain. Konsep sistem industri yang dikemukakan oleh Deming kemudian lebih dikenal sebagai “Roda Deming” (Deming’s Wheel) seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. 35 Statistical Process Control atau SPC merupakan salah satu cabang ilmu turunan dari Statistical Quality Control (SQC), Statistical Process Control (SPC) adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan pengunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Pada tahun 1950-an samapai 1960-an digunakan terminologi Pengendalian Kualitas Statistikal (Statistical Qualtity Control) yang memiliki pengertian yang sama dengan SPC. Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang/jasa), kemudian membandingkan hasil itu dengan spesifikasi output yang diinginkan oleh pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara perfomansi aktual dan standar. 36 Berdasarkan uraian diatas, kita boleh mendefinisikan pengendalian proses statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan. Dalam SPC terminologi kualitas diartikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang/jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Berdasarkan dari terminologi kualitas yang telah disampaikan maka mutu menurut SPC adalah bagaimana baiknya suatu output (barang/jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dari suatu perusahaan. 2.1.4 Performansi Kualitas Pada dasarnya pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat yakni tingkat proses (process level), tingkat output (output level), dan tingkat outcome (outcome level). Pengendalian Proses Statistikal (SPC) dapat diterapkan pada ketiga tingkat pengukuran performansi kualitas itu. Ketiga pengukuran performansi kualitas tersebut adalah : 1. Pengukuran pada tingkat proses, yang mengukur setiap langkah atau aktifitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari 37 pengukuran tingkat ini adalah mengidentifikasikan perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran itu untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan pada pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat proses yang menggambarkan performansi kualitas adalah: lama waktu menjawab penggilan telepon, banyaknya penggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konformansi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentase material cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times), banyaknya inventori barang setengah jadi (work-in-process inventory), dll. 2. Pengukuran pada tingkat output, yang mengukut karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dll. 3. Pengukuranh pada tingkat outcome, yang mengukur bagaimana baiknya suatu produk memenuhi kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi kualitas. Beberapa contoh ukuran pada tingkat outcome adalah: banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk tepat waktu sesuai dengan waktu yang dijanjikan. 38 Bagaimanapun, pengukuran performansi kualitas yang akan dilakukan seharusnya mempertimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Melalui suatu survei pendahuluan yang bersifat eksploratif dapat diidentifikasikan semua atribut dan variabel dari produk yang menentukan kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan tentang nilai kualitas dari produk itu. Perlu dikemukakan bahwa terminologi atribut mendefinisikan feature atau karakteristik dari produk yang tidak dapat diukur dengan menggunakan skala pengukuran rasio, misalnya: atribut-atribut kebersihan, kemulusan, warna, penampilan, dll. Data atribut sering disebut sebagai data kualitatif dan bersifat diskrtit. Sedangkan terminologi variabel dari produk mendefinisikan karakteristik produk yang dapat diukur menggunakan skala ukuran rasio yang memiliki titik nol dalam skala pengukuran itu. Data variabel ini sering disebut sebagai data kuantitatif dan bersifat kontinu. Selanjutnya atribut-atribut dan variabel-variabel dari produk inilah yang kemudian merupakan basis dari pengendalian proses statistikal. 2.1.5 Definisi Tentang Proses dan Manajemen Proses Suatu proses dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuential dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam nilai tambah output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi. 39 Terdapat empat kelompok orang yang terlibat dalam operasi proses yaitu: 1. Pelanggan (Customers), yaitu orang yang akan menggunakan output secara langsung (disebut sebagai pelanggan eksternal) atau orang yang akan menggunakan output itu sebagai input dalam proses kerja mereka (disebut sebagai pelanggan internal). 2. Kelompok kerja (work group), yaitu orang-orang yang bekerja dalam proses untuk menghasilkan dan menyerahkan output yang diinginkan itu. 3. Pemasok (supplier), yaitu orang yang memberikan input ke proses kerja. Orang-orang yang bekerja dalam proses pada kenyataannya merupakan pelanggan dari pemasok. 4. Pemilik proses (process owner), yaitu orang yang bertanggung jawab untuk operasi dari proses dan untuk perbaikan proses itu. Seperti yang telah diketahui pelanggan adalah orang yang mendefinisikan output yang diinginkan dari proses. Hal ini diperoleh melalui dua kategori informasi yang mengalir dari pelanggan ke kelompok kerja. Kategori pertama dari informasi adalah kebutuhan pelanggan, yang merupakan suatu deskripsi dari apa yang diinginkan, dibutuhkan, atau yang diharapkan oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan ini akan mendikte apa yagn proses harus menghasilkan dan menyerahkannya. Kategori kedua dari informasi ini adalah umpan-balik (feedback), yaitu suatu keterangan tentang bagaimana baik dan jeleknya suatu output yang diserahkan dalam perbandingannya terhadap ekspetasi pelanggan. Umpan-balik ini merupakan signal utama untuk 40 perbaikan proses pada operasi yang akan datang. Aliran informasi dan produk dengan pemasok kelihatan sebagai suatu cermin citra dari proses yang digunakan untuk menghubungkan kelompok kerja dengan pelanggannya. Konsep dari manajemen proses berkaitan dengan perbaikan kualitas. Gabriel Pall (1987) mengidentifikasikan enam komponen yang penting untuk manajemen proses yaitu: 1. Kepemilikan, menugaskan tanggung jawab untuk desain, operasi, dan perbaikan proses. 2. Perencanaan, menetapkan suatu pendekatan terstruktur dan terdisiplin untuk mengerti, mendefinisikan, dan mengdokumentasikan semua komponen utama dalam proses dan hubungan antar-komponen tersebut. 3. Pengendalian, menjamin efektivitas, dimana semua output dapat diperkirakan dan konsisten denan ekspetasi pelanggan. 4. Pengukuran, memetakan performansi atribut dan variabel dari produk terhadap kebutuhan pelanggan dan menetapkan kriteria untuk akurasi, presisi, dan frekuensi perolehan data. 5. Perbaikan atau peningkatan, meningkatkan efektivitas dari proses melalui perbaikan-perbaikan yang diidentifikasikan secara tetap. 6. Optimisasi, meningkatkan efisiensi dan produktivitas melalui perbaikanperbaikan yang diidentifikasikan secara tetap. Keenam komponen di atas merupakan landasan untuk keberhasilan manajemen dari suatu proses apa saja. Komponen-komponen itu dibutuhkan untuk proses kerja 41 yang menghasilkan dan menyerahkan produk ke pelanggan, untuk proses yang menspesifikasikan kebutuhan dan kepuasan sepanjang rantai pelanggan-pemasok (customer-supplier chain), dan untuk proses yang mendukung pekerja dalam pekerjaan mereka. Setiap organisasi dapat mengidentifikasikan proses kunci yang mempengaruhi keberhasilannya. Kita dapat menggunakan enam pertanyaan berikut untuk membantu dalam mengidentifikasikan proses kunci yang memiliki dampak terbesar pada pelanggan, yaitu: 1. Produk apa yang terpenting bagi pelanggan? 2. Proses apa yang menghasilkan produk ini? 3. Komponen atau faktor kunci apa yang merangsang tindakan dalam organisasi, dan proses apa yang mengkonversi rangsangan ini menjadi output? 4. Proses mana yang memiliki visibility tertinggi dengan pelanggan? 5. Proses mana yang memiliki dampak terbesar terhadap standar performansi yang dikendalikan pelanggan (customer-driven performance standarts). 6. Proses mana berdasarkan data performansi memiliki potensi terbesar untuk perbaikan? Apabila proses kunci telah dapat diidentifikasi, perbaikan sistematik dan terusmenerus dapat dimulai. Jawaban terhadap keenam pertanyaan di atas dapat saja berbeda untuk setiap organisasi, tergantung pada aktivitas bisnis yang dilakukan. 42 2.1.6 Sistem Pengendalian Proses. Secara tradisional, para pembuat produk (manufacturers) biasanya melakukan inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai dibuat dengan jalan menyortir produk yang baik dari yang jelek, kemudian mengerjakan ulang bagian-bagian produk yang cacat itu. Dengan demikian pengertian tradisional tentang konsep kualitas hanya berfokus pada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya prosukproduk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan inspeksi ini dipandang dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia-sia, karena tidak memberikan kontribusi kepada peningkatan kualitas. Pada masa sekarang, pengertian dari konsep kualitas adalah lebih luas daripada sekadar aktivitas inspeksi yang mengandalkan pada strategi pendeteksian (startegy of detection). Pengertian modern dari konsep kualitas adalah membangun sistem kualitas modern, yang salah satu strateginya adalah berorientasi pada strategi pencegahan (strategy of pervention). Berkaitan dengan hal ini perlu dibangun suatu sistem pengedalian proses sebagai implementasi dari strategi pencegahan dalam sistem kualitas modern itu. Model sistem pengendalian proses dengan umpan-balik ditunjukkan dalam gambar berikut: 43 Dari gambar diatas tampak bahwa sistem pengendalian proses dapat digambarkan sebagai suatu sistem umpan balik (feedback system). Pengendalian proses statistikal merupakan suatu tipe dari sistem umpan balik. Terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan dalam sistem pengendalian proses, yang akan dikemukakan secara singkat berikut ini: 1. Proses. Melalui proses semua input bekerja menghasilkan output berkualitas yang selanjutnya diserahkan kepada pelanggan agar memenuhi kebutuhan dan ekspetasi dari pelanggan itu. Performandi total dari proses tergantung pada komunikasi di antara pemasok dan pelanggan, dimana proses didesain dan diimplementasikan berdasarkan informasi kebutuhan dan ekspektasi 44 pelanggan, yang selanjutnya dioperasionalkan dan dikelola oleh pihak manajemen bisnis total. 2. Informasi tentang Performansi. Kebanyakan informasi tentang performansi aktual dari proses dapat diperoleh dengan mengkaji output dari proses itu. Agar memperoleh informasi yang bermanfaat tentang proses, bagaimanapun pihak manajemen bisnis total harus memahami proses itu sendiri beserta dengan variabel internalnya. 3. Tindakan pada proses. Tindakan pada proses akan menjadi ekonomis apabila tindakan-tindakan itu diambil untuk mencegah karakteristik penting dari proses atau output yang bervariasi atau menyimpang terlalu jauh dari nilainilai terget yang telah ditetapkan. Tindakan ini untuk mempertahankan kestabilan dan variasi dari output proses dalam batas-batas yang dapat diterima (acceptable limit). 4. Tindakan pada output. Tindakan pada output akan menjadi kurang ekonomis apabila tindakan itu semata-mata dimaksudkan untuk mendeteksi dan memperbaiki produk yang berada di luar spesifikasi yang telah ditetapkan, tanpa mengkaji secara dalam masalah-masalah dalam proses pembuatan output itu. 2.1.7 Definisi Variasi dalam Konteks SPC Dalam konteks pengendalian proses statistikal, penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output sehingga dapat 45 diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau opersional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas output (barang/jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang diklarifikasikan sebagai berikut: 1. Variasi Penyebab-Khusus adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yagn melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan. 2. Variasi Penyebab-Umum adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan terjadinya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak menejemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan 46 menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan. 2.1.8 Pengendalian Proses dan Kapabilitas Proses. Pada dasarnya sasaran dari sistem pengendalian proses adalah membuat keputusan-keputusan yang ekonomis berkaitan dengan tindakan-tindakan yang diambil untuk mempengaruhi proses. Suatu proses dikatakan beroperasi dalam pengendalian statistikal apabila variasi-variasi yagn timbul hanya bersumber dari variasi penyebab-umum. Fungsi utama dari sistem pengendalian proses adalah memberikan signal statistikal apabila terdapat variasi penyebab-khusus dalam proses itu, dan tentu saja untuk menghindarkan memberikan signal yang salah apabila variasi penyebab khusus itu tidak ada dalam proses. Dalam membicarakan tentang kapabilitas proses, perlu dipertimbangkan dua konsep yang berbeda berikut ini: 1. Kapabilitas Proses ditentukan oleh variasi yang bersumber dari variasi penyebab-umum. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan performansi terbaik (misalnya range minimum) dari proses itu sendiri. Dengan demikian kapabilitas proses berkaitan dengan variasi proses tanpa memperdulikan di mana spesifikasi (didefinisikan sebagai kebutuhan pelanggan) itu berada berkaitan dengan lokasi dan/atau range dari proses. 47 2. Pelanggan (Internal atau Eksternal) biasanya lebih memperhatikan output secara keseluruhan dari proses dan bagaimana output itu memenuhi kebutuhan mereka (didefinisikan sebagai spesifikasi), tanpa memperdulikan variasi dari proses. Karena suatu proses dalam pengendalian statistikal secara umum digambarkan melalui suatu distribusi yang dapat diperkirakan, proporsi dari parts dalam spesifikasi (in-spesification parts) dapat diperkirakan dari distribusi ini. Sepanjang proses berada dalam pengendalian statistikal dan tidak berubah dalam lokasi, range, atau bentuk, maka itu akan menghasilkan parts yang spesifikasi (in-spesification parts) dengan distribusi yang sama. Tindakan pertama pada proses harus melokalisasikan proses pada nilai target (target values) yang merupakan kebutuhan pelanggan (didefinisikan sebagai spesifikasi produk). Setelah itu apabila range dari proses masih belum dapat diterima misalnya masih terdapat sejumlah minimum parts yang diluar spesifikasi (out-ofspesification parts) yang diproduksi, maka pihak manajemen industri harus mengambil tindakan pada sistem melalui mengurangi variasi yang bersumber dari variasi penyebab-umum, yang biasanya diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas proses beserta outputnya untuk memenuhi spesifikasi (kebutuhan pelanggan) secara konsisten. Dengan demikian pihak manajemen industri pertama kali harus membawa proses ke dalam pengendalian statistikal dengan mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap variasi-variasi penyebab-khusus. Setelah itu performansi proses diperkirakan, dan kapabilitas proses untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi 48 pelanggan dievaluasi. Langkah-langkah ini merupakan basis untuk perbaikan proses terus-menerus. Setiap proses pada dasarnya dapat diklasifikasikan berdasarkan pada aspek pengendalian dan kapabilitas (capabilicity and control aspects), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Pada gambar 2.5 tampak bahwa setiap proses dapat diklasifikasikan ke dalam satu atau empat kasus. Agar suatu proses dapat diterima, proses itu harus berada dalam pengendalian statistikal dan variasi yang melekat pada proses itu (kapabilitas) harus lebih kecil daripada toleransi yang ditetapkan. Situasinya ideal apabila proses itu berada dalam kasus 1, dimana proses itu berada dalam pengendalian statistikal dan kapabilitas untuk memenuhi kebutuhan atau spesifikasi pelanggan dapat diterima . Kasus 2 menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian tetapi mempunyai kelebihan variasi penyebab-umum, sehingga variasi penyebab umum itu harus dikurangi. Kasus 3 menunjukkan proses yang mampu memenuhi kebutuhan atau 49 spesifikasi, tetapi tidak berada dalam pengendalian. Dalam kasus 3, variasi penyebabkhusus harus diidentifikasi dan diambil tindakan yang tepat untuk menghilangkan variasi penyebab-khusus itu. Kasus 4 menunjukkan bahwa proses tidak berada dalam pengendalian, demikian pula kapabilitas untuk memenuhi spesifikasi pelanggan tidak dapat diterima . Tindakan korektif yang harus dilakukan oleh pihak manajemen industri adalah menghilangkan variasi penyebab-khusus dan mengurangi variasi penyebab-umum. Praktek-praktek yang dapat diterima dalam dunia industri adalah bahwa kapabilitas proses baru dihitung dan dipergunakan hanya jika proses itu berada dalam keadaan pengendalian statistikal. Kapabilitas digunakan sebagai landasan untuk perkiraan bagaimana proses akan beroperasi berdasarkan data statistik yang akan dikumpulkan dari proses itu. 2.1.9 Langkah-Langkah Perbaikan Proses. Berdasarkan dari beberapa permasalahan dan kasus yang muncul maka timbul pula suatu solusi yang berupa perbaikan proses. Tenner dan DeToro (1992) mengemukakan suatu model perbaikan proses yang terdiri dari enam langkah, sebagai berikut: 1. Mendefinisikan Masalah Dalam Konteks Proses. Model perbaikan proses dimulai dari penetapan atau spesifikasi sistem mana yang terlibat, agar usaha-usaha dapat terfokus pada proses dan bukan pada output. Aktivitas spesifik dalam langkah 1 ini adalah: 50 1.1 Identifikasi Output. 1.2 Identifikasi Pelanggan. 1.3 Definisi Kebutuhan Pelanggan. 1.4 Identifikasi Proses Yang Menghasilkan Output Ini. 1.5 Identifikasi Pemilik Proses. 2. Identifikasi dan Dokumentasi Proses. Diagram alir (flowchart) merupakan alat yang umum dipergunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alir dari proses akan memungkinkan kita untuk melakukan empat aktivitas perbaikan berikut: 2.1 Mengidentifikasikan peserta (participants) dalam proses, berdasarkan nama, posisi, atau organisasi. 2.2 Memberikan kepada semua peserta dalam proses suatu pemahaman umum tentang semua langkah dalam proses dan peranan individual mereka. 2.3 Mengidentifikasikan inefisiensi, pemborosan, dan langkah-langkah redundant (berlebihan atau tidak perlu) dalam proses. 2.4 Menawarkan suatu kerangka kerja untuk mendefenisikan pengukuran proses. Proses yang teridentifikasi harus didokumentasikan secara baik agar dapat dipergunakan sebagai bahan informasi yang berguna dalam perbaikan proses secara terus-menerus. 3. Mengukur Performansi. 51 Pengukuran performansi dimaksudkan untuk dapat mengkuantifikasikan bagaimana baik atau jelek suatu sistem sedang berjalan atau beroperasi. Ukuran-ukuran performansi harus didefinisikan dan dievaluasi dalam konteks ekspektasi pelanggan, dengan kata lain setiap ukuran performansi yang dipergunakan harus mengacu kepada ekspektasi pelanggan. Pada dasarnya pengukuran performansi dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: proses, output, dan outcome. Ukuran-ukuran proses mendefinisikan aktivitas, variabel, dan operasi dari proses kerja itu sendiri. Ukuran-ukuran output mendefinisikan features spesifik, nilai-nilai, dan atribut dari setiap produk yang dapat diuji dari dua sisi. Sisi pertama berkaitan dengan karakteristik output yang diinginkan oleh pelanggan (kebutuhan pelanggan) dan sisi kedua merupakan karakteristik output yang secara aktual diserahkan oleh proses (kapabilitas proses). Kebutuhan pelanggan sering disebut sebagai suara dari pelanggan (voice of customer), sedangkan kapabilitas proses sering disebut sebagai suara dari proses (voice of process). Ukuran-ukuran outcome yang mendefinisikan dampak absolut dari proses dan tergantung pada kepuasan pelanggan. Dengan demikian kepuasan pelanggan merupakan ukuran kunci dari outcome. 4. Memahami Mengapa Suatu Masalah dalam Konteks Proses Terjadi? Ketiadaan data menimbulkan kesulitan untuk memahami mengapa suatu sistem berjalan seperti itu sehingga performansinya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah adalah deviasi atau penyimpangan yang terjadi 52 antara performansi yang diharapkan (sasaran) dan performansi aktual (hasil aktual). Untuk memahami mengapa suatu masalah terjadi dan agar langkahlangkah menuju perbaikan proses menjadi efektif dan efisien, kita dapat mengajukan tiga pertanyaan dasar berikut: • Apa yang menjadi area utama (masalah utama) dalam proses itu? • Apa yang menjadi akar penyebab dari masalah dalam proses itu? • Apa yang menjadi sumber variasi dari proses itu? Pertanyaan pertama dapat dijawab dengan Prinsip Pareto, yang menyatakan bahwa sekitar 80% dari masalah disebabkan oleh 20% dari penyebab.Vilfredo Pareto, seorang ahli ekonomi Italia pada abad ke-19 menemukan bahwa bagian terbesar dari kesejahteraan dimiliki oleh beberapa orang saja, sehingga menimbulkan maldistribusi kesejahteraan. Kunci perbaikan proses pertama kali adalah mengidentifikasikan area utama (masalah utama) dan memfokuskan perhatian pada masalah utama itu. Pertanyaan kedua dapat dijawab dengan menggunakan diagram sebabakibat (cause-and-effect diagram) atau bertanya mengapa lima kali (five whys). Untuk menjawab pertanyaan ketiga tentang apa yang merupakan sumber variasi dari proses itu?, kita perlu memahami jenis-jenis variasi yang ada. 5. Mengembangkan dan Menguji ide-ide. 53 Empat langkah terdahulu (langkah 1 sampai 4) membangun kerangka dasar untuk memahami dimensi kritis dari proses, dengan jalan mengidentifikasi proses kunci, mengukur bagaimana baik atau jelek proses itu beroperasi, dan memahami mengapa proses itu beroperasi dengan caranya sendiri sehingga menimbulkan masalah. Keempat langkah itu membantu kita untuk mengidentifikasikan penyebab-penyebab dari masalah utama. Pengembangan ide-ide untuk perbaikan proses dimulai dari langkah kelima. Ide-ide untuk perbaikan proses harus ditujukan langsung pada akar penyebab masalah. Agar ide-ide yang dipilih untuk perbaikan proses itu menjadi efektif, ide-ide itu perlu diuji terlebih dahulu sebelum ide-ide tersebut diimplementasikan. Eksperimentasi dari ide-ide itu akan membantu menghindari kegagalan pada waktu ide-ide tersebut diimplementasikan dalam proses. Dengan demikian langkah 5 ini berusaha untuk mengembangkan dan menguji ide-ide untuk perbaikan proses melalui suatu eksperimentasi, sebelum ide-ide terpilih itu diimplementasikan. 6. Implementasi Solusi dan Evaluasi. Langkah keenam dalam model perbaikan proses ini dimulai melalui perencanaan dan implementasi perbaikan-perbaikan yang diidentifikasikan dan diuji dalam langkah 5. Langkah 6 melanjutkan untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari proses yang diperbaiki itu. Berdasarkan informasi ini, kemudian dijadikan umpan-balik untuk melaksanakan perbaikan proses selanjutnya, sehingga akan diperoleh suatu perbaikan 54 proses secara terus-menerus (continuous process improvement). Apabila keenam langkah dalam model perbaikan proses di atas digambarkan akan tampak seperti gambar 2.6 berikut ini: 2.1.10 Definisi tentang Data dalam Konteks SPC Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan 55 data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu: • Data Atribut, yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencacatan dan analisis. Contoh dari data attribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. • Data Variabel, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel kuantitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel. 2.1.11 Tujuan Pengumpulan Data Dalam pengendalian proses statistikal untuk meningkatkan kualitas, pengumpulan data bertujuan untuk: • Memantau dan mengendalikan proses. • Menganalisis hal-hal yang tidak sesuai. 56 • Inspeksi. Dalam kegiatan pengendalian data perlu diperhatikan beberapa hal berikut: • Definisikan tujuan pengumpulan data secara jelas. • Identifikasi jenis data (variabel atau atribut) yang akan dikumpulkan. • Gunakan alat ukur yang dapat diandalkan untuk menjamin keandalan pengukuran. • Tentukan cara yang tepat untuk mencatat data. Data asli harus dicatat secara jelas, misalnya: waktu pencacatan, asal data, nama pencatat data, dll. • Buatlah formulir pencatatan data yang memudahkan untuk penggunaan selanjutnya. 2.2 Kerangka Pemikiran. Pembahasan mengenai topik ini didasarkan pada observasi yang dilakukan selama hampir 2 bulan dilapangan. Pengawasan akan suatu produk cacat menjadi hal yang penting, dikarenakan mutu dari suatu produk kadangkala menjadikan suatu perusahaan tersebut makin berkembang atau malah semakin terperosok. Pengendalian secara teratur dan tersistematika akan menghasilkan suatu pengawasan yang lebih gampang dan ketat akan suatu produk. Pengendalian dengan sistem SPC lebih memungkinkan pengawasan yang lebih menyeluruh terhadap keseluruhan dari proses tersebut dan bukan hanya terpaku satu bagian saja. 57 Pemilihan akan topik tersebut juga didasarkan pada kebutuhan dari pihak perusahaan, yakni beredarnya sejumlah pernyataan yang menyatakan bahwa produk dari perusahaan merupakan produk yang paling rendah kualitasnya, jika dibandingkan dengan produk-produk serupa dari merek lain. Gambaran tersebut sejujurnya merupakan hal yang sangat membingungkan, hal ini disebabkan dari observasi yang dilakukan memperlihatkan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan lain, memiliki keidentikan yang sama dengan bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan, kemudian dari beberapa proses yang dilakukan juga sama seperti proses yang berlaku di perusahaan. Kenyataan tersebut menimbulkan suatu kehilangan akan pasar yang potensial dari perusahaan, dan juga akibat dari kenyataan tersebut perusahaan terancam tidak bisa mengembangkan sayap bisnisnya lebih jauh lagi. Pada kenyataannya di lapangan ditemukan bahwa memang produk dari perusahaan di labeli dengan istilah produk dengan kualitas no:2, sungguh suatu hal yang ironis mengingat dari sejarah perusahaan itu sendiri dan juga target dari perusahaan. Didasarkan pada semua kenyataan tersebut maka yang menjadi masalah bisa disimpulkan adalah banyaknya produk dengan kualitas tidak baik yang beredar dipasaran. Pengawasan yang lebih terperinci atau lebih ketat tidak diberlakukan oleh perusahaan, dalam hal ini bukan saja pengawasan ketat diberlakukan di bagian produksi, tetapi yang menjadi suatu kepentingan adalah justru pengawasan dilakukan pada bagian awalnya yakni bagian bahan baku. 58 Kerangka pemikiran yang ada adalah bagaimana dengan suatu pengawasan yang ketat kemudian akan dihasilkan suatu produk yang berkualitas. Salah satu dasar yang menginspirasi akan kemudian dibahas mengenai hal tersebut adalah terletak pada ketiadaan data-data yang konkret dan jelas mengenai produk cacat yang ada di perusahaan. Perusahaan tidak terlalu memperdulikan produk cacat yang terjadi hal tersebut menjadi wajar karena jika suatu produk cacat maka produk tersebut tidak langsung terbuang, melainkan akan didaur ulang lagi, namun jika itu merupakan produk yang diketahui namun jika ada produk cacat yang lolos dari pengawasan dan tidak terdeteksi?, hal tersebut langsung secara tepat mengarah pada bagaimana image perusahaan nantinya. Seperti yang pernah dijelaskan bahwa perbandingan dari produk cacat dan produk jadi yang ada diperusahaan tersebut berdasarkan pada bahan baku yang ada adalah 30:70 dimana 30% dari bahan baku menjadi produk jadi, sedangkan sisanya yakni 60% menjadi scrap, angka-angka tersebut memang merupakan suatu gambaran yang jelas akan bagaimana persentase dari produk jadi dan scrap didalam memproduksi aluminium profil, salah satu perusahaan terkemuka dalam bidang memproduksi aluminium, diketahui mempunyai nilai perbandingan yang lebih baik yakni: 40:60, hal tersebut tentunya menginspirasikan untuk kemudian menelusuri bagian mana yang menyebabkan terjadinya suatu peningkatan angka perbandingan tersebut. Pengajuan kemungkinan penerapan SPC dalam perusahaan juga didasari pada kenyataan dimana perbaikan akan dilakukan jika terbagi dalam banyak arah akan menyebabkan suatu ketidakefektifan yang terjadi, pengawasan dapat dilakukan dan 59 harus dilakukan namun yang terlebih dahulu yang harus diperhatikan adalah bagian mana yang harus mendapat prioritas utama. Penentuan suatu bagian sebagai prioritas utama akan memudahkan langkah bagi perusahaan untuk kemudian melakukan pengawasan yang lebih konkret dan tepat arah. Kadangkala suatu bagian yang tidak terlalu penting dan kronis justru mendapatkan porsi yang sama dengan bagian lainnya, hal ini malah mengakibatkan terjadinya suatu kesalahan dalam pengawasan, yang berakibat pada tidak tepatnya tindak perbaikan yang seharusnya dilakukan. Perbaikan dan pengawasan yang ketat mutlak dilakukan,tetapi sekali lagi pengawasan dan perbaikan seharusnya dilakukan tepat sasaran, dan juga lebih memberikan porsi pada bagian yang memang seharusnya mendapatkan porsi yang sebanding dengan kenyataan yang sebenarnya. Pengusulan juga tercakup pada perusahaan tidak memberikan suatu batasan yang jelas mengenai jumlah produk yang cacat yang masih dapat diterima, perusahaan tidak memiliki suatu batasan yang jelas mengenai produk cacat yang ada diperusahaan, kemudian perusahaan juga tidak memberlakukan suatu aturan mengenai bagaimana langkah-langkah yang harus diambil didalam mengatasi akan hal tersebut. Langkah-langkah yang lebih terperinci mengenai bagaimana cara melakukannya akan dijelaskan secara lebih jelas pada bab selanjutnya.