1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai wilayah tropis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai wilayah tropis yang berada di antara benua Asia dan Australia serta
lautan Hindia dan Pasifik, Indonesia mempunyai tingkat probabilitas yang tinggi
terhadap dampak perubahan iklim. Data laporan Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) pada tahun 2007 terdapat kecenderungan kenaikan suhu permukaan
global mencapai sekitar 1,0ºC selama abad 20 dan diperkirakan suhu global akan
mengalami peningkatan. The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menemukan bahwa, selama 100 tahun terakhir (1906-2005) temperatur permukaan
bumi rata-rata telah naik sekitar 0,74ºC, dengan pemanasan yang lebih besar pada
daratan dibandingkan lautan. Tingkat pemanasan rata-rata selama 50 tahun terakhir
hampir dua kali lipat dari yang terjadi pada 100 tahun terakhir. Peningkatan
pemanasan sebesar 0,2ºC diproyeksikan akan terjadi untuk setiap dekade pada dua
dekade kedepan.
Dengan perubahan iklim ini, yang terjadi maka manusia sebagai makhluk
hidup di bumi akan mengalami penyesuaian tubuh terhadap perlakuan iklim, adaptasi
yang dilakukan akan berkaitan dengan reseptor suhu tubuh manusia yang sangat
sensitif terhadap stimulus panas dan dingin menyikapi hal tersebut. Salah satu
dampak perubahan iklim lain berupa perubahan pola presipitasi yang bervariasi dan
cukup ekstrim mempunyai pengaruh signifikan dan meluas ke berbagai sektor
pembangunan seperti ketahanan pangan, kesehatan, infrastruktur dan pemukiman,
energi, ekosistem, kehutanan, perkotaan, dan pesisir (Balthasar, 2014).
Potensi risiko iklim pada sektor-sektor tersebut semakin tinggi dari waktu ke
waktu, dan hal tersebut dapat digambarkan dari hasil Kajian Risiko dan Adaptasi
Perubahan Iklim (KRAPI) yang telah dilakukan di beberapa kota dan provinsi oleh
1
2
berbagai lembaga. Hasil kajian risiko yang ada dalam dokumen ICCSR (Bappenas
2010) dan the Second National Communication atau SNC (KLH 2010) menunjukkan
distribusi wilayah dengan tingkat risiko iklim dari rendah sampai sangat tinggi pada
beberapa bidang. Apabila peningkatan suhu permukaan bumi terus berlanjut, maka
resiko terjadinya gelombang panas diperkirakan akan meningkat. Di Indonesia
sendiri, terjadi peningkatan suhu rata-rata yang cukup signifikan sejak tahun 2008
hingga 2011 (Badan Pusat Statistik (BPS), 2014).
Manusia
sebagai
makhluk
hidup
memiliki
kemampuan
mengatur
keseimbangan suhu internal tubuh untuk melaksanakan metabolisme dan mekanisme
fisiologis lainnya tanpa harus bergantung pada suhu lingkungan dengan menjalankan
suatu mekanisme pengaturan suhu tubuh yaitu suatu proses fisik dan kimiawi.
Keberlangsungan mekanisme fisiologis tubuh seperti fungsi sistem saraf, dan sistem
endokrin sebagai dua sistem utama pengatur tubuh sangat bergantung pada
konsistensi suhu tubuh. Meskipun tubuh memiliki sistem pertahanan yang sempurna
untuk menghadapi perubahan suhu lingkungan, bila perubahan suhu lingkungan yang
dihadapi sangat signifikan dapat menyebabkan perubahan fungsi fisiologis manusia.
Pendapat mengenai tingkat sensitivitas kulit juga dipaparkan oleh Lee at al.,
(2010) dengan subjek penelitian adalah seorang laki – laki, menyatakan bahwa orang
tropis memiliki tingkat sensitivitas lebih rendah daripada orang Jepang yang berada
di negara subtropis hal ini terkait dengan pengaruh suhu antara daerah yang beriklim
tiga atau bahkan empat dengan daerah yang hanya beriklim dua (panas dan dingin).
Tentunya akan terdapat penyesuaian suhu tubuh yang berbeda. Hal ini juga dapat
dikaitkan dengan penelitian (Alkautsar, 2015) dengan responden laki – laki tropis
menemukan adanya sensasi yang dihasilkan berhubungan dengan sensitivitas
manusia. Namun, pada penelitian Alkautsar tersebut tidak meneliti gender perempuan
sehingga kondisi pada perempuan tropis belum dilakukan pengkajian.
Penelitian thermal comfort dengan responden orang tropis (Putri 2015,
Alkautsar 2015), didapatkan pernyataan bahwa terjadi adanya perbedaan dalam
subjektif respon antara laki–laki dan perempuan dalam merespon adanya kenyamanan
3
termal di dalam ruangan, hal ini salah satu penyebabnya adalah tingkat sensitivitas
laki–laki dan perempuan berbeda. Hasil penelitian mengkaji bahwa adanya
kemungkinan thermal threshold perempuan lebih sempit sehingga menyebabkan
perempuan lebih sensitif daripada laki – laki terhadap adanya perubahan suhu
lingkungan.
Sifat umum thermoreceptor pada manusia baik laki – laki dan perempuan
menurut Hensel (1981) menunjukkan ketika tiba – tiba terjadi perubahan suhu pada
thermoreceptor, reseptor kemudian terstimulasi dengan kuat dan frekuensi dari
impuls akan meningkat. Namun kemudian, frekuensi impuls dengan cepat akan
menghilang saat satu menit setelah terjadi perubahan suhu dan selanjutnya mencapai
keadaan stabil. Menurut Croze (1983) bahwa reseptor panas yang diberikan ke kulit
akan menyebabkan suatu sensasi yang berbeda – beda tergantung pada tingkat
sensitivitas yang dihasilkan. Perbedaan ini juga disebabkan salah satunya yakni
perbedaan gender. Dari sensitivitas dan thermoreseptor ini nantinya juga akan dicari
pengaruhnya terhadap thermal comfort antara laki – laki dan perempuan.
Sudah banyak penelitian terkait yang di lakukan di Luar Negeri, namun
penelitian ini di Indonesia masih sangat jarang dan sedikit. Sehingga dari penjelasan
tersebut, diharapkan dapat dilakukan sebuah penelitian terhadap thermoreceptor
seseorang yang nantinya dapat memberikan solusi kenyamanan thermal bagi tubuh
manusia yakni laki - laki dan perempuan dalam aplikasi kehidupan sehari - hari.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang
menjadi masalah yang akan diteliti adalah bagaimana hubungan antara thermal
stimuli yang diberikan pada thermoreceptor kulit dengan thermal comfort dan
sensation tubuh laki – laki dan perempuan dalam ruangan ber AC dikaitkan dengan
perlakuan yang diberikan?
4
1.3
Batasan Masalah
Masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini memiliki batasan -
batasan sebagai berikut:
1.
Subjek penelitian adalah perempuan dan laki - laki yang berumur 20 – 30
tahun.
2.
Penelitian bersifat eksperimental yang dilakukan di dalam ruang laboratorium.
3.
Faktor lain seperti tingkat kesehatan, suku, warna kulit, konsumsi makanan
dan minuman, serta etnik bukan merupakan variabel penelitian.
4.
Penelitian dilakukan di dalam ruangan ber AC dengan kenyamanan termal
pada suhu termoneutral (28 0 C dan 50 % RH).
5.
Faktor - faktor lingkungan penelitian seperti besarnya ruangan, pencahayaan,
kebisingan atau noise bukan merupakan variabel penelitian.
6.
Penelitian dilakukan untuk sejumlah responden laki - laki dan perempuan
masing - masing dengan jumlah sebanyak 12 orang.
7.
Insulasi pakaian yang akan digunakan oleh responden yakni diperkirakan
sebesar 0,21 clo.
8.
Faktor – faktor lingkungan seperti pencahayaan, ukuran ruangan, cat tembok
ruangan tidak termasuk dalam analisis penelitian.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan yakni:
1.
Menganalisis perbedaan thermoreceptor dan tingkat sensitivitas kulit pada
laki–laki dan perempuan serta hubungannya dengan respon subyektif dalam
ruangan ber-AC.
2.
Melakukan body mapping yang menjelaskan distribusi thermoreceptor pada
laki-laki dan perempuan.
5
3.
Mengidentifikasi faktor lain dari karakteristik responden terhadap respon
subjektif berupa thermal sensation vote dan thermal comfort vote pada lakilaki dan perempuan.
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Aplikasi dari hasil penelitian ini sebagai pertimbangan dalam pembuatan
desain penggunaan alat atau objek, yang apabila alat tersebut digunakan
membutuhkan informasi sensitivitas kulit pada manusia.
2.
Dapat pula dijadikan sebagai pertimbangan dalam pembuatan desain pakaian
seperti pakaian olahraga dan pakaian pelindung kerja (protective clothing)
agar tetap memperhatikan kenyamanan thermal.
Download