BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, dan pigmen dalam cat yang merupakan penyebab peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995). Secara alamiah, Pb masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi dari batuan mineral (Palar, 1994). Keberadaan logam berat di perairan telah lama diketahui dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan organisme air dari tingkatan individu sampai struktur komunitas. Sumber utama pemasukan logam menurut Wittman (1979) dalam Connell dan Miller (1995) adalah berasal dari kegiatan pertambangan, cairan limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri. Kerusakan batuan, bentukan tanah, aktivitas manusia dan meningkatnya penggunaan pupuk pertanian juga menyebabkan naiknya konsentrasi polutan logam di waduk (Palaniappan et al., 2009). Limbah sebagai bahan pencemar perairan yang berasal dari industri maupun rumah tangga melibatkan unsur-unsur logam, seperti Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Cuprum (Cu). Limbah tersebut umumnya merupakan limbah yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga akan terjadi akumulasi (Heriyanto dan Subiandono, 2011). Logam berat dapat masuk ke lingkungan perairan dan mengalami akumulasi dalam rantai makanan. Akumulasi logam berat dalam ikan dapat mempengaruhi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya melalui biomagnifikasi (Fatima et al., 2014; Abdel-Khalek, 2015). Untuk kepentingan biota perairan, kadar Pb sebesar 0,1-0,2 ppm telah dapat menyebabkan keracunan pada jenis ikan tertentu (Rodier dalam Thamzil et al., 1980) dan pada kadar 188 ppm dapat membunuh ikan-ikan (Palar, 1994). Selain dalam tubuh organisme, logam berat juga dapat terakumulasi dalam padatan yang ada dalam perairan seperti sedimen. Tekstur sedimen memegang peranan penting sebagai bahan pembawa yang dapat mengontrol bioaviliabilitas logam untuk organisme akuatik yang terpapar logam terlarut. Adanya pengaruh kondisi akuatik yang bersifat dinamis seperti perubahan pH akan menyebabkan logam-logam yang terendapkan dalam sedimen terionisasi ke perairan. Konsentrasi logam berat pada sedimen juga berkaitan dengan konsentrasi yang ada di kolum air (Connell dan Miller, 1995; Happy et al., 2012; Islam et al., 2015). Waduk Kedung Ombo merupakan salah satu bagian dari sumberdaya perikanan perairan umum dan berperan sebagai tempat usaha perikanan tangkap, sumber protein hewani, dan sumber pendapatan rumah tangga nelayan. Waduk Kedung Ombo merupakan waduk serbaguna yang dimanfaatkan sebagai irigasi persawahan, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum, pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap (Dharyati, 2010). Terjaminnya kualitas perairan waduk tidak saja menentukan keberhasilan usaha budidaya karamba jaring apung, tetapi juga berkaitan dengan jaminan keamanan ikan yang dihasilkannya. Cemaran logam berat pada perairan waduk dapat mengakibatkan turunnya kualitas perairan waduk termasuk untuk kegiatan budidaya ikan (Priyanto et al., 2008). Sebagai tempat pengembangan perikanan budidaya, kualitas air sangat menentukan kelangsungan usaha tersebut dan hasil produksinya yang aman untuk dikonsumsi oleh manusia (Hidayah et al., 2012). Potensi bahaya keracunan logam berat di sistem perairan darat melalui rantai makanan sampai ke level biota perairan berpeluang besar untuk dikonsumsi manusia (Satya et al., 2011). Apabila pencemaran lingkungan diperkirakan melalui jalur air maka indikator biologisnya dapat ditentukan melalui hewan atau tanaman yang hidup atau tumbuh di air baik air sungai, air danau, maupun air laut (Mokoagouw, 2008). Residu pertanian yang mengandung logam berat akan memberikan dampak yang negatif terhadap kualitas air yang menjadi faktor lingkungan utama dalam mengontrol kesehatan dan penyakit ikan budidaya maupun liar (Omar et al., 2013). Ikan nila merupakan ikan Cichlidae yang merupakan jenis ikan paling populer dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan dapat menunjukkan perubahan fisiologis di dalam jaringan tubuh akibat paparan logam berat (Vinodhini dan Narayanan, 2008). Selama ini pengembangan budidaya ikan nila tidak banyak mengalami masalah, namun salah satu masalah yang perlu diperhatikan yaitu masalah pencemaran logam berat perairan budidaya. Jumlah absorbsi logam dan kandungan logam dalam air biasanya proporsional, yakni kenaikan kandungan logam dalam jaringan sesuai dengan kenaikan kandungannya dalam air. Pada logam-logam non esensial (termasuk timbal), kandungan dalam jaringan naik terus sesuai dengan kenaikan konsentrasi logam dalam air lingkungannya (Darmono, 1995). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kadar maksimum yang diizinkan untuk logam Pb adalah 0,03 mg/L sedangkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 03725/B/SK/VII/89 kadar maksimum yang diizinkan untuk nilai logam Pb dalam biota konsumsi adalah 2,0 mg/kg dan SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan dengan nilai Pb 300 ppb. Ikan umumnya memiliki kemampuan menghindar dari pengaruh pencemaran air. Namun, pada habitat terbatas, ikan mungkin sulit untuk menghindar. Ikan dapat digunakan sebagai biomarker di ekosistem air dengan mengakumulasi logam berat ke dalam jaringan melalui kontaminasi makanan atau adsorbsi melalui insang. Ikan mempunyai kapasitas terbatas untuk mendegradasi logam dan ekskresi bahan kimia. Pada konsentrasi yang tinggi, logam berat dapat terakumulasi di jaringan otot, hati, saluran pencernaan, dan insang sebagai jaringan metabolisme aktif (Palaniappan et al., 2009; Pretto et al., 2010; Marcus et al., 2013). Proses akumulasi Pb pada ikan terjadi setelah absorbsi Pb dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Pb akan terbawa oleh sistem darah dan didistribusikan melalui jaringan. Timbal dalam tubuh akan terikat oleh gugus S-H dalam molekul protein dan menyebabkan aktivitas kerja sistem enzim menjadi terhambat. Timbal mengganggu sistem sintesis haemoglobin (Hb) dan gangguan metabolik dari pembentukan Hb merupakan tanda-tanda keracunan Pb. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai konsentrasi logam Pb pada kolum air, sedimen, dan lima organ ikan nila (Oreochromis niloticus Linn. 1758) untuk mempelajari seberapa besar tingkat pencemaran logam Pb di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pengelolaan sumber daya air, peningkatan efisiensi dan produktivitas perairan, dan perlindungan masyarakat sebagai konsumen hasil produksi dari kegiatan budidaya perikanan. B. Perumusan Masalah Indikasi kemungkinan adanya Pb dalam perairan waduk Kedung Ombo diduga berasal dari residu bahan pestisida aktivitas pertanian yang mengandung logam Pb kemudian masuk melalui resapan ke dalam tanah. Pestisida cair dibuat dengan melarutkan bahan aktif dengan xylene, naftalene, dan kerosen. Residu logam berat Pb selain berasal dari pestisida, kemungkinan juga dapat berasal dari residu pupuk fosfat. Penggunaan pupuk fosfat yang digunakan dalam budidaya pertanian dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, karena pupuk tersebut mengandung logam berat Pb 40-20.000 mg/kg (Hartini, 2010). Keberadaan timbal juga dapat bersumber dari bahan bakar yang mengandung timbal pada kapal motor sebagai alat transportasi masyarakat di sekitar waduk Kedung Ombo. Selain itu sumber lain berasal dari pakan ikan yang digunakan pada budidaya ikan di keramba jaring apung. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka akan dirumuskan pertanyaan penelitian: 1. Berapa konsentrasi timbal (Pb) dalam kolum air, sedimen, dan organ ikan nila (Oreochromis niloticus Linn. 1758) di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah? 2. Dimana akumulasi terbesar timbal (Pb) dalam organ ikan nila di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan 1. Mempelajari konsentrasi timbal (Pb) dalam kolum air, sedimen, dan organ ikan nila (Oreochromis niloticus Linn. 1758) di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah. 2. Mempelajari akumulasi terbesar timbal (Pb) dalam organ ikan nila di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bahan informasi ilmiah mengenai konsentrasi logam timbal (Pb) pada kolum air, sedimen, dan organ ikan nila (Oreochromis niloticus Linn. 1758) di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah. 2. Informasi kepada masyarakat tentang kondisi perairan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah. 3. Bahan rekomendasi pemerintah setempat yang memiliki pusat aktivitas pertanian untuk meminimalkan penggunaan produk yang mengandung logam berat dan pengelolaan pertanian ramah lingkungan. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang pencemaran logam berat, bioakumulasi, dan efek toksiknya di perairan sudah saatnya menjadi perhatian khusus karena manusia sebagai konsumen paling tinggi dalam rantai makanan dan dampaknya pada kesehatan. Informasi yang diperoleh akan menjadi salah satu referensi ilmiah terkait dengan konsentrasi logam timbal (Pb) pada kolum air, sedimen, dan ikan nila (Oreochromis niloticus Linn. 1758) di waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah. Ruang lingkup penelitian ini meliputi konsentrasi logam timbal (Pb) pada kolum air, sedimen, organ ikan nila, pengukuran hemoglobin ikan nila, dan parameter fisik kimiawi perairan.