mesiodens - UNIVERSITAS MAHASARASWATI

advertisement
MESIODENS
Oleh :
Drg. Norman Hidajah, M.Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2015
PENDAHULUAN
Dalam dunia kedokteran gigi seringkali ditemukan adanya kelainan pada
gigi dan rongga mulut. Salah satu dari banyak kelainan tersebut dapat terjadi pada
tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi, seperti pada fase formatif pada
pembentukan elemen gigi dapat terjadi gangguan yang dikarenakan faktor
endogen dan eksogen dan faktor idopatik atau faktor yang tidak diketahui yang
bisa saja menyebabkan adanya kelainan pada jumlah gigi atau yang biasa disebut
gigi supernumerary (Amita dkk., 2014).
Gigi supernumerary atau gigi berlebih adalah salah satu dari adanya
kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi berdasarkan dari jumlah gigi yang
seharusnya atau secara normal. Kelainan ini dapat terjadi secara tunggal atau
banyak, unilateral atau bilateral baik di rahang atas maupun rahang bawah (Amita
dkk., 2014).
Pada gigi sulung, kejadian gigi supernumerary disebutkan 0,3% - 0,8%
dan pada gigi permanen 1,5% - 3,5%. Prevalensi gigi supernumerary pada gigi
sulung lebih rendah karena tidak dilaporkan dan sering diabaikan, karena gigi
supernumerary seringkali berbentuk normal (tipe tambahan), erupsi biasanya
menggunakan ruang pada gigi sulung, dan muncul di tempat yang pas dan bisa di
salah artikan sebagai germination dan anomali fusion (Duraisingam dkk., 2014).
Merwe dkk. (2009) menyatakan prevalensi gigi supernumerary pada
periode gigi permanen yaitu dari 0,1% sampai 3,8% dan dari 0,3% sampai 0,6%
terjadi pada periode gigi sulung. Pada gigi permanen, gigi supernumerary lebih
banyak terjadi pada pria dibanding populasi wanita dengan perbandingan 2 : 1.
Gigi supernumerary single terjadi 76 - 86% kasus, gigi supernumerary double
terjadi 12,23% kasus, dan gigi supernumerary multiple kurang dari 1% kasus.
Prevalensi supernumerary dengan frekuensi yang lebih tinggi dari 3%
pada ras Mongoloid. Tidak ada distribusi jenis kelamin yang signifikan pada gigi
supernumerary yang terdapat di gigi sulung, namun gigi permanen pria telah
terbukti lebih banyak terjadi dari pada wanita. Gigi supernumerary diperkirakan
terjadi pada rahang atas 8,2 hingga 10 kali lebih sering dari pada rahang bawah,
dan paling sering terjadi pada rahang atas (Duraisingam dkk., 2014).
MESIODENS
Hiperdonsia atau gigi supernumerary didefinisikan sebagai berlebihnya
jumlah gigi pada individu tertentu, yaitu melebihi jumlah gigi normal dari 20 gigi
sulung atau 32 gigi permanen. Hiperdonsia adalah sebuah kondisi dari gigi
supernumerary, dan di definisikan sebagai gigi yang tumbuh di samping jumlah
gigi yang normal (Sheikh dkk., 2014).
Menurut Garvey dkk. (1999) gigi supernumerary adalah salah satu gigi
tambahan dan dapat ditemukan di hampir semua regio lengkung gigi. Gigi
supernumerary dan agenesis adalah kelainan gigi yang paling umum didapatkan
pada anak. Gigi supernumerary atau hiperdonsia didefinisikan sebagai
keberadaan jumlah gigi berlebih dalam kaitannya dengan rumus gigi normal
(Mevlut dkk., 2010), sedangkan agenesis adalah tidak dibentuknya atau tidak
tumbuhnya benih gigi (Sungkar, 2008).
Mesiodens terletak di antara gigi insisivus tengah dan memiliki prevalensi
0,15 - 1,90 % pada populasi Asia. Terjadinya gigi supernumerary pada gigi
sulung merupakan temuan kurang lazim dengan kejadian 0,3 - 0,6 %. Probabilitas
terjadinya gigi supernumerary adalah lima kali lebih sedikit pada gigi sulung dari
pada gigi permanen. Prevalensi yang lebih rendah dari gigi supernumerary pada
gigi sulung sebagian mungkin mencerminkan kesulitan dalam membedakan antara
kembar dan fusi dari gigi normal dengan gigi supernumerary (Paula dkk., 2014),
80% dari semua gigi supernumerary ditemukan pada daerah insisivus rahang atas,
jarang ditemukan di daerah premolar rahang bawah, premolar rahang atas,
distomolar pada rahang, caninus dan gigi insisivus rahang bawah.
Dilaporkan gigi supernumerary pada premolar terjadi pada 0,29% dari
populasi umum dan mewakili antara 8,0% hingga 9,1% semua gigi
supernumerary. Tidak seperti gigi supernumerary yang lain, gigi supernumerary
pada premolar lebih banyak pada mandibula dibanding maksila (Leo dkk., 2013).
Secara klinis gigi supernumerary dapat menyebabkan gangguan lokal yang
berbeda, seperti retensi gigi sulung, impaksi gigi permanen, erupsi ektopik,
perpindahan gigi, kista folikel, dan perubahan lainnya yang membutuhkan
intervensi bedah atau perawatan ortodontik (Anna dkk., 2014).
Gigi supernumerary kebanyakan terjadi pada rahang atas (80 - 90%) dan
50% ditemukan di regio anterior. Sekitar 85% dari semua gigi supernumerary di
anterior tidak erupsi dan 65% mengganggu jalan erupsi gigi insisivus permanen
rahang atas. Gigi supernumerary yang erupsi dapat terjadi pada setiap usia, tetapi
biasanya erupsi ini diamati pada anak usia 3 dan 7 tahun. Hal ini menghasilkan
resorpsi gigi insisivus sentral pada gigi sulung dan erupsi di tempat atau di langitlangit. Sekitar 25% dari semua pasien yang hadir dengan mesiodens, juga
memiliki gigi supernumerary lainnya. Sebaliknya, terdapat beberapa pasien yang
juga mempunyai mesiodens, bersamaan dengan gigi yang hilang secara kongenital
(Sheikh dkk., 2014).
A.
Etiologi
Tidak diketahui dengan pasti etiologi mesiodens, namun beberapa teori
telah dijelaskan termasuk faktor genetik dan lingkungan, hiperaktivitas dari
lamina gigi dan dikotomi tunas gigi. Hal ini juga dapat terjadi dalam hubungan
dengan sindrom seperti bibir sumbing dan langit-langit, Displasia Cleidocranial
dan Sindrom Gardner. Diantara beberapa teori yang dikemukakan, teori
hiperaktivitas lamina gigi dianggap sebagai faktor etiologi yang paling dapat
diterima dalam pengembangan mesiodens (Qamar dkk., 2013).
Adanya penyimpangan embriologi selama pembentukan gigi dapat
mengakibatkan
terjadinya
gigi
supernumerary.
Salah
satu
bentuk
penyimpangannya yaitu pertumbuhan secara terus menerus pada benih organ
enamel atau adanya kelainan pada tahap poliferasi sel yang berlebih pada saat
pembentukan benih gigi yang mengakibatkan gigi yang terbentuk melebihi jumlah
yang normal (Amita, 2014).
Menurut Duraisingam dkk. (2014) etiologi gigi supernumerary tidak
sepenuhnya dapat dipahami. Faktor genetik dan lingkungan menjadi pertimbangan
etiologi gigi supernumerary tersebut. Beberapa teori telah diusulkan untuk
menjelaskan terjadinya hal tersebut:
1. Atavisme
Pada awalnya gigi supernumerary adalah hasil dari pengembalian
filogenetik untuk primata punah dengan tiga pasang gigi insisivus. Teori ini
sebagian besar telah diabaikan.
2. Teori Dikotomi
Hal ini menyatakan bahwa perpecahan tunas gigi terbagi menjadi
dua bagian yang sama atau berbeda ukuran, menghasilkan pembentukan
dua gigi dengan ukuran yang sama, satu normal dan satu dismorfik gigi.
Akan tetapi teori ini juga telah diabaikan.
3. Teori Hiperaktif Lamina Gigi
Ini melibatkan lokal, independen, hiperaktivitas yang terkondisi
dari lamina gigi. Menurut teori ini, bentuk tambahan akan berkembang
dari perpanjangan aksesori lingual benih gigi, sedangkan bentuk dasar
akan berkembang dari proliferasi sisa-sisa epitel dari lamina gigi.
4. Faktor Genetik
Ini dianggap penting dalam terjadinya gigi supernumerary. Banyak
kasus telah dilaporkan terulang dari keluarga yang sama. Sebuah warisan
terkait jenis kelamin telah disarankan pada pengamatan bahwa pria lebih
rentan terkena sekitar dua kali lebih sering dari pada populasi wanita.
B.
Klasifikasi Gigi Supernumerary
1. Berdasarkan Morfologi
Menurut Garvey dkk. (1999) gigi supernumerary diklasifikasikan
menurut morfologi dan lokasi. Pada gigi sulung, morfologi biasanya
berbentuk normal atau kerucut. Ada variasi yang lebih besar dari bentuk
penyajian pada gigi permanen.
Tunggal
Kerucut
Odontoma
Komposit
Kompleks
Banyak
Tuberkel
Tambahan
Tanpa
Gejala
Dengan
Gejala
Bibir
sumbing/Langitlangit. Displasia
Cleidocranial.
Sindrom Gardner.
Gabungan
Gambar 2.1 Klasifikasi gigi supernumerary (dikutip dari Garvey dkk., 1999).
Empat jenis morfologi yang berbeda dari gigi supernumerary :
a.
Berbentuk Kerucut
Gigi kerucut berbentuk pasak kecil ini adalah supernumerary yang
paling
sering
ditemukan
pada
gigi
permanen.
Hal
ini
adalah
pengembangan dengan pembentukan akar mendalam atau pada tahap
setara dengan insisivus permanen dan biasanya muncul sebagai mesiodens.
Ini kadang-kadang dapat ditemukan tinggi dan terbalik ke langit-langit
atau dalam posisi horizontal. Dalam kebanyakan kasus, sumbu panjang
gigi biasanya condong. Supernumerary berbentuk kerucut dapat
mengakibatkan rotasi atau perpindahan gigi insisivus permanen, tetapi
jarang ada penundaan erupsi.
b.
Tuberkel
Jenis supernumerary tuberkel memiliki lebih dari satu titik puncak
atau tuberkulum. Hal ini sering digambarkan sebagai barrel-shaped dan
dapat invaginated. Pembentukan akar terhambat di bandingkan dengan
gigi insisivus permanen. Supernumerary tuberkel sering dipasangkan dan
biasanya terletak pada aspek palatal dari gigi insisivus sentral. Jarang
erupsi dan sering dikaitkan dengan hambatan erupsi dari gigi insisivus.
c.
Tambahan
Supernumerary tambahan mengacu pada duplikasi gigi di insisivus
normal dan ditemukan pada akhir dari serangkaian gigi. Gigi tambahan
yang paling umum adalah gigi insisivus lateral permanen pada rahang atas,
tetapi juga terjadi pada premolar dan molar tambahan. Pada umumnya
supernumerary yang ditemukan pada gigi sulung adalah jenis tambahan
dan jarang berdampak tetap.
d.
Odontoma
Howard mendaftarkan odontoma sebagai kategori keempat dari
gigi supernumerary. Namun, kategori ini tidak diterima secara universal.
Istilah odontoma mengacu pada tumor asal odontogenik. Kebanyakan
pihak, menerima pandangan bahwa odontoma merupakan malformasi
hamartomatous dan bukan neoplasma. Lesi terdiri dari lebih dari satu jenis
jaringan dan akibatnya disebut sebagai odontoma komposit. Dua jenis
yang terpisah telah dijelaskan. Odontoma dapat kompleks atau kompoun.
Odontoma kompleks terdiri atas masa jaringan gigi yang tidak teratur,
sementara odontoma kompoun terdiri atas struktur seperti gigi yang
teratur.
2. Berdasarkan Lokasi
Menurut Duraisingam dkk. (2014) klasifikasi gigi supernumerary
berdasarkan lokasi adalah:
a.
Mesiodens
Mesiodens adalah gigi supernumerary berbentuk kerucut yang
terletak di antara gigi insisivus tengah rahang atas. Gigi supernumerary ini
biasanya terletak pada palatal gigi insisivus permanen, hanya dengan
beberapa bagian saja berbaring di garis lengkung atau labial. Mesiodens
biasanya kecil dan pendek, dengan mahkota segitiga atau berbentuk
kerucut. Mesiodens adalah suatu kelainan jumlah dan bentuk gigi konus,
biasanya terjadi pada gigi anterior dan terletak pada garis tengah maksila
(Purnomo, 2007).
Mesiodens bersifat bawaan dan tidak ada faktor lingkungan yang
ditemukan sebagai penyebab keadaan ini. Mesiodens biasanya berjumlah
tunggal atau berpasangan dan kadang - kadang terlihat lebih dari dua buah
(Foster, 1999).
Mesiodens pada gigi sulung biasanya berbentuk normal atau konus
sedangkan mesiodens gigi permanen mempunyai variasi dalam bentuk,
yaitu: konus kecil berbentuk peg shaped, tuberkel pendek, berbentuk tong,
tambahan (mirip insisivus lateral) dan odontoma. Erupsi yang terlambat,
dilaserasi, malposisi gigi yang bersebelahan, serta diastema yang abnormal
berhubungan dengan adanya mesiodens. Masalah oklusal yang disebabkan
mesiodens biasanya terbatas pada ketidakteraturan susunan gigi insisivus
atas. Khususnya gigi insisivus terotasi atau terdapat diastema pada garis
median di rahang atas (Andlaw dan Rock, 1992 ; Purnomo, 2007 ; Russell
dan Folwarczna, 2003).
Gambar 2.2 Gambaran klinis erupsi gigi di antara gigi insisivus sentralis
b.
Paramolar
Paramolar yang dimaksud adalah molar supernumerary, biasanya
sederhana dan terletak di bukal atau lingual/palatal ke salah satu molar
atau ruang bukal interproksimal dengan molar kedua dan ketiga.
c.
Distomolar
Distomolar adalah gigi supernumerary yang terletak pada distal
gigi molar ketiga dan biasanya belum sempurna. Bagian ini jarang
menghambat erupsi gigi terkait.
d.
Parapremolar
Parapremolar adalah supernumerary yang terbentuk di daerah
premolar dan menyerupai sebuah premolar.
C.
Kondisi Medis yang Berhubungan dengan Gigi Supernumerary
Gangguan perkembangan yang menunjukkan hubungan dengan gigi
supernumerary diantaranya bibir sumbing dan langit-langit, Cleidocranial
Dysostosis, Sindrom Gardner.
Gangguan yang kurang umum terjadi termasuk Sindrom Fabry Anderson,
Sindrom Danlos-Ehlers, Inkontinensia pigmenti dan Sindrom TrichorhinoPhalangeal (Duraisingam dkk., 2014).
D.
Masalah Terkait dengan Gigi Supernumerary
1.
Kegagalan Erupsi
Kehadiran gigi supernumerary adalah penyebab paling umum
untuk kegagalan erupsi gigi insisivus sentral rahang atas. Hal ini juga
dapat menyebabkan retensi gigi insisivus utama. Masalahnya biasanya
diawali dengan erupsi gigi insisivus lateral rahang atas bersama-sama
dengan kegagalan erupsi salah satu atau kedua gigi insisivus sentral. Gigi
supernumerary di lokasi yang lain juga dapat menyebabkan kegagalan
erupsi pada gigi yang berdekatan (Garvey dkk., 1999).
2.
Perpindahan
Kehadiran gigi supernumerary dapat menyebabkan perpindahan
gigi secara permanen. Tingkat perpindahan dapat bervariasi dari rotasi
ringan ke perpindahan lengkap. Perpindahan dari mahkota gigi insisivus
adalah ciri umum di sebagian besar kasus yang terkait dengan
terhambatnya erupsi (Garvey dkk., 1999).
3.
Berdesakan
Erupsinya gigi supernumerary paling sering menyebabkan
berdesakan. Gigi insisivus lateral tambahan dapat menyebabkan
berdesakan di daerah anterior atas (Garvey dkk., 1999).
4.
Patologi
Pembentukan kista dentigerous adalah masalah lain yang mungkin
terkait dengan gigi supernumerary. Kantung folikel membesar pada 30%
kasus, tetapi bukti histologis pembentukan kista ditemukan hanya 4 sampai
9% dari kasus. Resorpsi akar yang berdekatan dengan supernumerary
mungkin terjadi tetapi sangat jarang ditemukan (Primosch 1981 cit.
Garvey dkk., 1999).
5.
Transplantasi Tulang Alveolar
Gigi supernumerary dapat membahayakan cangkokan sekunder
tulang alveolar pada pasien dengan bibir sumbing dan langit-langit. Gigi
supernumerary biasanya dicabut dan socket site diperbolehkan untuk
menyembuhkan sebelum pencangkokan tulang. Supernumerary tidak
boleh diambil tanpa konsultasi dengan tim bibir sumbing. Kerjasama
antara dokter gigi umum dan tim bibir sumbing sangat penting.
Supernumerary ditempat bibir sumbing umumnya dicabut pada saat
penyambungan tulang (Garvey dkk., 1999).
6.
Persiapan Penempatan Implan
Mungkin diperlukan ekstraksi supernumerary sebelum penempatan
implan. Jika dicabut pada saat penempatan implan, maka pencangkokan
tulang mungkin diperlukan (Garvey dkk., 1999).
7.
Asimtomatik
Kadang-kadang gigi supernumerary tidak terkait dengan efek
samping dan dapat dideteksi sebagai kesempatan temuan selama
pemeriksaan radiografi (Garvey dkk., 1999).
PERAWATAN MESIODENS
A.
Perawatan Mesiodens dengan Ekstraksi
Gigi supernumerary dapat menyebabkan masalah klinis seperti: kegagalan
erupsi, perpindahan atau rotasi, berdesakan, diastema abnormal atau penutupan
prematur ruang, dilacerations, perkembangan akar abnormal gigi permanen,
pembentukan fibrosis dan erupsi ektopik. Untuk menentukan perawatan yang
optimal pada kasus gigi supernumerary di perlukan terlebih dahulu pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan radiografi. Perawatan gigi supernumerary hanya dengan
ekstraksi saja atau perawatan gigi supernumerary bisa dengan ekstraksi
selanjutnya melakukan perawatan ortodontik untuk memperoleh oklusi yang
benar dan memperoleh ruang pada kasus gigi supernumerary yang delayed erupsi.
Perawatan gigi supernumerary tergantung pada kasus masing-masing.
Gigi permanen berkaitan dengan komplikasi sehingga disarankan untuk
melakukan ekstraksi gigi supernumerary, termasuk yang tidak erupsi. Dalam
kasus erupsi normal jika tidak memilki komplikasi dapat saja gigi supernumerary
tidak dilakukan ekstraksi. Keputusan akhir tentang perlunya untuk dilakukan
ekstraksi harus ditentukan dokter gigi, setelah pemeriksaan klinis dan
pertimbangan gambaran radiografi. Oleh karena itu, sebelum perawatan harus
dilakukan panoramik radiografi, dan bila terdapat keraguan dilakukan tambahan
radiografi oklusal X-ray (Bina dkk., 2014).
Perawatan gigi supernumerary tergantung pada jenis dan posisi gigi
supernumerary dan efeknya atau efek potensial pada gigi yang bersebelahan.
Indikasi untuk ekstraksi gigi supernumerary adalah sebagai berikut:
a.
Erupsi spontan supernumerary telah terjadi.
b.
Erupsi gigi insisivus sentralis telah tertunda atau terhambat.
c.
Gigi berada dalam tulang yang akan dilakukan penempatan implan.
d.
Perubahan erupsi atau perpindahan dari gigi insisivus sentralis.
e.
Kehadirannya akan membahayakan tulang alveolar sekunder pada pasien
dengan bibir sumbing dan langit-langit.
f.
Ada patologi.
g.
Penyelarasan ortodontik aktif dari gigi insisivus di dekat supernumerary.
Ekstraksi harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan
pada gigi permanen yang berdekatan, yang dapat menyebabkan ankilosis dan
malerupsi gigi tersebut. Dokter harus berhati-hati untuk menghindari komplikasi
seperti merusak saraf dan pembuluh darah selama manipulasi gigi, perforasi sinus
maksilaris, ruang pterygomaxillary, orbit dan fraktur tuberositas maksilaris.
Dokter juga harus waspada karena kadang-kadang gigi supernumerary yang
menyatu dengan struktur gigi yang berdekatan pada mahkota atau tingkat akar,
dapat membuat ekstraksi menjadi sulit. Gigi supernumerary juga dapat di amati
tanpa ekstraksi saat erupsi memuaskan gigi terkait telah terjadi tanpa patologi
terkait dan tidak menyebabkan gangguan fungsional dan estetika (Vanessa, 2013).
Ekstraksi
tidak
selalu
menjadi
pilihan
perawatan
supernumerary. Dapat dilakukan pemantauan tanpa ekstraksi jika:
a.
Erupsi sempurna pada gigi supernumerary tanpa komplikasi
b.
Tidak ada perawatan ortodontik aktif yang dipertimbangkan.
c.
Tidak ada kelainan patologi.
untuk
gigi
d.
Ekstraksi justru akan merugikan vitalitas gigi terkait.
Menurut Meighani dan Pakdaman (2010) perawatan mesiodens tergantung
pada jenis dan posisi gigi. Mengekstraksi segera mesiodens biasanya
diindikasikan dalam keadaan adanya hambatan atau keterlambatan erupsi,
perpindahan gigi yang berdekatan, gangguan peralatan ortodontik, adanya kondisi
patologis atau erupsi spontan dari mesiodens.
Hanya 25% dari semua mesiodens yang erupsi secara spontan ke dalam
rongga mulut. Jika tidak erupsi, gigi bisa mengubah kedua erupsi dari gigi
insisivus permanen dan oklusi yang dihasilkan. Selanjutnya, pada 75% kasus gigi
insisivus erupsi spontan terjadi setelah mesiodens diekstraksi. Oleh karena itu,
sekali mesiodens telah didiagnosis, dokter harus menentukan perawatan untuk
meminimalkan akibat lebih lanjut. Penatalaksanaan disesuaikan dengan tahap
perkembangan gigi-geligi yaitu pada gigi sulung, campuran atau permanen
(Russel dan Folwarczna, 2003).
Pada gigi sulung, mesiodens terletak di bagian anterior rahang atas, kurang
menonjol dibandingkan gigi permanen dan biasanya erupsi. Diagnosis dilakukan
selama pemeriksaan klinis. Bentuknya mirip dengan gigi yang normal dan
memiliki cukup ruang di lengkung gigi. Kehadiran mesiodens pada gigi sulung
dapat diikuti dengan terjadinya mesiodens dalam tahap-tahap selanjutnya.
Pemeriksaan klinis menyeluruh diikuti oleh pemeriksaan x-ray memainkan peran
kunci dalam diagnosis dari mesiodens pada gigi permanen.
Hanya 25% dari mesiodens erupsi ke dalam rongga mulut yang muncul
pada anak-anak berusia 6 - 7 tahun sebelum perkembangan insisivus sentral
rahang atas. Terpisah dari tradisional radiografi panoramik serta radiografi oklusal
dan gigi, komputer tomografi dapat membantu ortodontis untuk menentukan
posisi yang tepat dari mesiodens yang berkenan dengan struktur anatomi gigi
tetangga dan struktur mesiodens itu sendiri serta memilih rekomendasi yang
terbaik untuk ekstraksi dan perawatan ortodontik (Greinke, 2013).
Untuk mendapatkan prognosis yang lebih baik direkomendasikan agar
mengekstraksi mesiodens lebih awal. Ekstraksi mesiodens biasanya tidak
dianjurkan pada gigi sulung karena sering erupsi ke rongga mulut dan
menyebabkan resiko kerusakan gigi insisivus permanen selama operasi
pencabutan dari mesiodens sehingga dapat di hindari. Namun, pada tahap awal
gigi campuran, gigi insisivus sentral permanen erupsi secara spontan setelah
ekstraksi mesiodens. Hal ini juga meningkatkan kesejajaran yang lebih baik dari
gigi dan meminimalkan kebutuhan perawatan ortodontik. Keterlambatan ekstraksi
mesiodens akan mengakibatkan kegagalan erupsi spontan pada gigi insisivus
permanen karena berkurangnya kekuatan erupsi, berkurangnya lengkung
perimeter, pergeseran garis tengah dan mesial drifting gigi insisivus lateral ke
ruang gigi insisivus sentral, yang mungkin memerlukan perawatan ortodontik
yang komprehensif dengan paparan bedah pada gigi yang tidak erupsi. Untuk
menghindari komplikasi, ortodontis merekomendasikan ekstraksi dini pada
mesiodens (Qamar dkk., 2013).
Ada dua metode untuk ekstraksi mesiodens yaitu ekstraksi awal sebelum
pembentukan akar gigi insisivus permanen dan ekstraksi akhir setelah
pembentukan akar gigi insisivus permanen. Disarankan ekstraksi mesiodens pada
awal gigi campuran untuk memudahkan erupsi spontan dan kesejajaran gigi
insisivus. Terlambatnya ekstraksi mesiodens yaitu pada usia 10 tahun ketika
puncak akar gigi insisivus sentralis hampir terbentuk. Jika perawatan ditunda
setelah usia ini, pembedahan yang lebih kompleks dan perawatan ortodontik
mungkin akan diperlukan. Direkomendasikan pengamatan mesiodens dalam
situasi berikut, erupsi memuaskan pada gigi pengganti, tidak adanya lesi patologis
dan resiko kerusakan vitalitas gigi. Klinisi harus mempertimbangkan kondisi
pasien saat keputusan akhir, namun penelitian terbaru menekankan bahwa
ekstraksi dini pada gigi mesiodens untuk mencegah komplikasi adalah pilihan
perawatan yang tepat (Duraisingam dkk., 2014).
Perawatan dari mesiodens tergantung pada jenis dan posisi mesiodens dan
efeknya atau efek yang dapat terjadi pada gigi yang berdekatan. Selain itu,
langkah yang paling penting dalam penatalaksanaan mesiodens adalah lokalisasi
dan identifikasi komplikasi yang terkait dengan mesiodens. Gigi bisa dilokalisasi
menggunakan teknik vertikal atau teknik horizontal paralaks. Radiografi
periapikal yang diambil dengan menggunakan teknik kesejajaran akan
memberikan pemeriksaan paling rinci dibanding gambar radiografi yang lain. Jika
gigi-gigi ini tidak menimbulkan komplikasi dan tidak mengganggu gerakan
ortodontik gigi, dapat dipantau dengan membuat radiograf setiap tahun.
Mesiodens dapat menyebabkan banyak komplikasi seperti terhambatnya erupsi
gigi permanen, perpindahan atau rotasi gigi permanen, berdesakan, penutupan
ruang yang tidak sempurna selama perawatan ortodontik, dilaceration,
terhalangnya perkembangan akar gigi yang berdekatan, pembentukan kista dan
lain-lain (Garvey dkk., 1999 ; Acharya dkk., 2014).
Pengamatan secara ketat pada gigi diperlukan setelah ekstraksi mesiodens.
Sekitar 6 bulan setelah ekstraksi dari mesiodens, pemeriksaan klinis dan radiografi
dianjurkan untuk menentukan apakah gigi telah erupsi (Russel dan Folwarczna,
2003).
B.
Perawatan Mesiodens dengan Peranti Ortodontik
Perawatan pada kasus ini bertujuan untuk memperbaiki masalah estetika
oleh karena terdapatnya diastema sentral yang disebabkan oleh adanya mesiodens.
Berbagai alat yang dapat digunakan dapat berupa alat cekat maupun lepasan.
Alat-alat tersebut diantaranya alat lepasan berupa finger spring maupun
alat cekat berupa edgewise appliance.
1)
Perawatan Mesiodens dengan Finger Spring
Perawatan ortodontik untuk koreksi diastema garis median pada kasus
mesiodens dapat dilakukan melalui tiga fase, yaitu penghilangan etiologi,
perawatan aktif, dan pemasangan retainer. Peranti ortodontik lepasan dengan
cangkolan dan finger spring dapat digunakan untuk menggerakkan gigi di
anterior maksila, misalnya diastema kecil dengan ukuran < 2 mm. Palatal
finger spring terkadang digunakan untuk menggeser gigi ke arah mesiodistal.
Kekuatan maksimal untuk perpindahan gigi akar tunggal yaitu 25 - 40 gram.
Aktivasi palatal finger spring ini dapat menggeser gigi sebanyak 1 mm dalam
sebulan. Meskipun begitu, finger spring tidak dapat menggeser gigi secara bodily
seperti peranti ortodontik yang cekat. Finger spring pada peranti lepasan ini hanya
dapat menggeser gigi secara tipping (Cobourne, 2010).
2)
Perawatan Mesiodens dengan Edgewise Appliance
Peranti ini menggunakan breket dengan slot persegi tanpa ada torque
maupun tip. Kawat yang digunakan pada awal perawatan adalah kawat bulat
kemudian bila diperlukan gerakan torque digunakan kawat persegi yang diberi
torque sehingga memungkinkan mahkota atau akar gigi bergerak ke arah yang
diinginkan. Sebagai contoh gerakan palatal root torque dapat menggerakkan akar
gigi ke palatal, suatu gerakan yang sangat sukar atau bisa dikatakan tidak mungkin
dilakukan dengan peranti lepasan. Kawat Niti multistranded coaxial berdiameter
kecil sering digunakan pada tahap awal perawatan dengan peranti cekat, yaitu
tahap meletakkan gigi dengan ketinggian slot yang sama atau menghilangkan
berdesakan. Bila pada tahap ini digunakan kawat dari baja nirkarat meski pun
berdiameter kecil operator harus membuat lup untuk menambah kelenturan kawat.
Adanya lup apalagi dalam jumlah banyak dirasakan tidak nyaman bagi pasien.
Untuk mendapatkan letak gigi yang baik pada kawat busur baja nirkarat dapat
diberi first order bend, second order bend dan third order bend tergantung
kebutuhan. Untuk itu diperlukan keterampilan untuk memberi tekukan pada kawat
busur terutama untuk memberi tekukan pada kawat busur terutama untuk memberi
efek tip dan torque pada gigi. Penjangkaran pada breket bisa didapatkan dari
mengikat beberapa gigi penjangkar menjadi satu dan memasang lengkung kawat
di palatal berupa transpalatal arch atau lingual arch sehingga molar kanan dan
kiri menjadi penjangkar yang kuat (Rahardjo, 2012).
a
b
c
Gambar 3.1 a) Menunjukkan mesiodens erupsi diantara gigi insisivus
tengah rahang atas, b) Menunjukkan posisi unilateral
mesiodens, c) Menunjukkan mesiodens setelah di ekstraksi
(dikutip dari Bahadure dkk., 2012).
Gambar 3.2 Finger spring yang digunakan untuk menutup diastema
garis median (dikutip dari Premkumar, 2008)
Gambar 3.3 Perawatan Mesiodens dengan Finger Spring :
a) Menunjukkan finger spring, b) Aktivasi coil/helix,
c) Aktivasi finger spring menggunakan lengan aktif
(dikutip dari Premkumar, 2008).
Gambar 3.4 Perawatan Mesiodens dengan Edgewise Appliance :
a) Menunjukkan tampilan frontal, b) Menunjukkan
lengkungan maksila (dikutip dari Ardhana, 2011).
PEMBAHASAN
Perawatan diastema sentral sebelumnya harus diketahui dahulu faktor
penyebab utamanya. Apabila semua faktor penyebabnya telah diketahui secara
pasti, baru kemudian dilakukan penutupan diastema sentral dengan menggerakkan
gigi insisivus sentral rahang atas ke garis median baik mempergunakan alat cekat
berupa breket ataupun dengan mempergunakan alat lepasan berupa pegas koil.
Setelah itu baru dilanjutkan dengan perawatan lainnya bila memang diperlukan,
misalnya bedah, konservasi dan atau prostodonsia (Moyers, 1988 ; Bishara, 2001).
Perawatan mesiodens tergantung pada jenis dan posisi gigi. Mengekstraksi
segera mesiodens biasanya diindikasikan dalam keadaan adanya hambatan atau
keterlambatan erupsi, perpindahan gigi yang berdekatan, gangguan peralatan
ortodontik, adanya kondisi patologis atau erupsi spontan dari mesiodens
(Meighani dan Pakdaman, 2010).
Hampir semua mesiodens yang konus dan tidak terbalik dapat diharapkan
erupsi. Kebanyakan mesiodens tuberkel dan tipe konus yang terbalik, serta
odontoma harus diekstraksi. Waktu perawatan perlu dipertimbangkan secara bijak
dengan melihat keuntungan dan kerugian perawatan awal sebelum usia 6 tahun
dan perawatan yang ditunda sebelum usia 8 - 10 tahun (Foster, 1999).
Ekstraksi gigi mesiodens tersebut secepat mungkin sejak saat diketahui,
sebelum menimbulkan malposisi atau untuk meminimalisasi bila telah terjadi
malposisi dari gigi lainnya. Bila terdiagnosis secara radiografi, maka harus
dilakukan operasi untuk mengeluarkan mesiodens tersebut (Moyers, 1988 ; Proffit
dan Fields, 2000 ; Bishara, 2001). Kadang mesiodens tidak bererupsi dan tidak
menimbulkan masalah oklusal. Dalam hal ini, mesiodens bisa dibiarkan tetap pada
posisinya, khususnya jika gigi ini terletak tinggi di dalam rahang dan terbalik atau
jika tindakan pencabutan bisa merusak gigi yang lain (Foster, 1999).
Usia yang dianjurkan oleh beberapa peneliti untuk ekstraksi atau tindakan
bedah adalah 8 - 10 tahun setelah pertumbuhan akar insisivus sentral hampir
selesai dengan demikian gangguan yang mungkin terjadi diharapkan seminimal
mungkin. Apabila tindakan ekstraksi segera dilakukan maka dapat mengakibatkan
erupsi gigi insisivus terganggu karena gigi mengalami rotasi dan terjadi
pergeseran garis median (Indriyati dkk., 2001).
Tahap pertama penatalaksanaan keadaan ini adalah lokalisasi dan
identifikasi komplikasi yang berhubungan dengan supernumerary. Gigi-gigi dapat
ditentukan lokasinya dengan menggunakan teknik paralaks vertikal atau
horizontal. Radiograf periapeks yang diambil dengan menggunakan teknik
kesejajaran akan memberikan pemeriksaan paling rinci dibandingkan gambar
radiografi yang lain.
Jika gigi-gigi ini tidak menimbulkan komplikasi dan tidak mengganggu
gerakan ortodontik gigi, gigi dapat dipantau dengan membuat radiograf setiap
tahun. Sebaiknya peringatkan pasien mengenai komplikasi yang dapat terjadi
seperti perubahan kistik dan migrasi serta kerusakan akar gigi di dekatnya. Jika
pasien tidak ingin beresiko mengalami komplikasi tersebut, cukup alasan untuk
mencabut gigi supernumerary. Jika gigi supernumerary mempunyai hubungan
dengan akar gigi permanen, sebaiknya kita menunggu sampai perkembangan akar
gigi permanen sempurna sebelum melakukan ekstraksi secara bedah untuk
mencegah kerusakan pada selubung epitelial Hertwig yang menutupi akar.
Perkembangan akar gigi insisivus atas selesai pada usia 10 tahun (Gill, 2014).
Menurut Manuja dkk. (2011) kehadiran mesiodens yang keluar dapat
diamati dengan melakukan diagnosis yang sangat baik melalui pemeriksaan klinis
dan untuk mesiodens yang tidak keluar dapat dilakukan diagnosis dengan baik
melalui evaluasi klinis dan radiografi. Radiografi panoramik, radiografi oklusal
rahang atas dan radiografi periapikal dianjurkan untuk membantu diagnosis
mesiodens dan untuk posisi dari bucco-lingual mesiodens yang tidak keluar dapat
ditentukan dengan menggunakan teknik paralaks. Diagnosis dini dapat membantu
mengurangi masalah yang mungkin terjadi pada gangguan estetika dan maloklusi.
Secara klinis, kehadiran mesiodens yang tidak keluar dapat dicurigai jika ada
ketidakseimbangan pada gigi atau jika ada kemunculan yang terhambat pada gigi
yang berdekatan.
Semakin cepat diagnosis maka prognosis akan lebih baik. Pengetahuan
para klinisi mengenai anomali secara umum dan lokasinya pada gigi sulung dan
campuran akan menghasilkan diagnosis dini dan dapat mencegah komplikasi lebih
lanjut. Persistensi unilateral dari gigi insisivus, kegagalan erupsi atau erupsi
ektopik dari gigi insisivus permanen, diastema yang luas pada insisivus permanen
harus diwaspadai oleh dokter untuk kemungkinan adanya gigi supernumerary
dengan pengamatan radiografi yang tepat (Duraisingam dkk., 2014).
Gigi berbentuk tambahan kurang umum jika dibandingkan dengan gigi
supernumerary dan sering diabaikan karena bentuk dan ukurannya yang
normal. Gigi tambahan dapat menyebabkan masalah estetik seperti terhambatnya
erupsi, dan berdesakan, sehingga memerlukan diagnosis dini dan pengobatan
untuk mencegah komplikasi. Biasanya sulit untuk membedakan gigi yang normal
dari kembar tambahan tersebut. Gigi berbentuk tambahan harus diamati sampai
anak berusia cukup, jika tidak maka mengganggu perkembangan dan erupsi gigi
yang berdekatan. Ekstraksi gigi tambahan dianjurkan dalam kasus dimana
menyebabkan perubahan patologis atau berdesakan bersama dengan masalah
estetika dan kesulitan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut. Deteksi gigi
yang terbaik dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan radiografi (Bahadure
dkk., 2012).
Untuk menghindari komplikasi mesiodens, maka ekstraksi gigi adalah
yang harus dilakukan. Waktu operasi pengangkatan juga telah diperdebatkan. Dua
alternatif yang ada diantaranya opsi pertama melibatkan ekstraksi mesiodens
segera setelah didiagnosis. Ini bisa menciptakan masalah fobia gigi untuk remaja
muda dan dikatakan menyebabkan devitalization atau deformasi gigi yang
berdekatan. Kedua, mesiodens bisa dibiarkan sampai perkembangan akar gigi
yang berdekatan selesai. Rencana bedah meliputi : hilangnya kekuatan erupsi gigi
yang berdekatan, hilangnya ruang dan gigi berdesakan dari lengkungan yang
terkena, dan pergeseran garis tengah (Manuja dkk., 2011).
Ada beberapa hal yang direkomendasikan pada pengamatan mesiodens
dalam kondisi diantaranya, erupsi memuaskan pada gigi pengganti, tidak adanya
lesi
patologis
dan
resiko
kerusakan
vitalitas
gigi.
Klinisi
harus
mempertimbangkan kondisi pasien saat keputusan akhir, namun penelitian terbaru
menekankan bahwa ekstraksi dini pada mesiodens untuk mencegah komplikasi
adalah pilihan perawatan yang tepat (Duraisingam dkk., 2014).
Ekstraksi selama tahap pertumbuhan awal geligi campuran memungkinkan
erupsi yang normal dan juga untuk ekstraksi erupsi spontan insisivus sentral
permanen berikutnya. Penanganan dini lebih baik untuk mengambil keuntungan
dari erupsi spontan gigi insisivus permanen dan untuk mencegah hilangnya ruang
anterior dan penyimpangan garis tengah. Ekstraksi mesiodens yang tepat waktu
pada erupsi awal geligi campuran mungkin menghasilkan keselarasan yang lebih
baik dari gigi dan dapat meminimalkan kebutuhan perawatan ortodontik.
Penanganan erupsi gigi yang terhambat karena mesiodens dapat didekati oleh
salah satu dari tiga metode berikut yaitu pertama, dengan penanganan konservatif,
dengan ekstraksi mesiodens saja. Kedua, dengan ekstraksi mesiodens bersamasama dengan tulang di bawah gigi yang tidak erupsi untuk traksi ortodontik dan
penggantian flap. Dan ketiga, dengan ekstraksi gigi yang tidak erupsi. Pengamatan
gigi secara rutin diperlukan setelah ekstraksi mesiodens. Pada 75% kasus,
insisivus erupsi secara spontan setelah mesiodens di ekstraksi (Manuja dkk.,
2011).
Jika gigi-gigi supernumerary diperkirakan akan mengganggu gerakan
ortodontik gigi, gigi ini harus di ekstraksi sebelum memulai perawatan (Gill,
2014).
Perawatan ortodonti dengan peranti lepasan hanya dilakukan apabila hasil
perawatan dapat diperkirakan akan stabil, dapat memperbaiki fungsi dan estetika.
Sebelum menentukan rencana perawatan, diagnosis yang mendalam sangat
diperlukan, misalnya mengenai relasi basis apikal, aktivitas, dan pola jaringan
lunak, deviasi dan displacement mandibula. Bentuk lengkung geligi rahang bawah
dan posisi insisivus bawah dipakai sebagai patokan rencana perawatan di rahang
atas. Bila diperlukan ekstraksi maka diastema yang terjadi cukup untuk koreksi
maloklusi dan tidak menimbulkan kelebihan diastema (Rahardjo, 2009).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi waktu untuk gigi yang terkena
dampak erupsi dan memerlukan ekstraksi supernumerary yaitu, jenis gigi
supernumerary, jarak erupsi gigi permanen yang dipindahkan, dan ruang yang
tersedia dalam lengkungan untuk gigi yang tidak erupsi (Garvey dkk., 1999).
Perawatan ortodontik pada kasus mesiodens baik menggunakan alat
lepasan berupa finger spring maupun alat cekat berupa edgewise appliance
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan pertimbangan
diantaranya : pasien lebih sukar untuk memelihara kebersihan mulut, karena rumit
dibutuhkan pendidikan khusus untuk dapat menggunakan dengan benar, chairside
time relatif lama serta harga perawatan relatif lebih mahal (Rahardjo, 2012). Maka
penggunaan alat lepasan finger spring menjadi pilihan yang dianggap baik untuk
koreksi diastema walaupun hanya dengan gerakan tipping.
Perawatan ortodontik tidak hanya sekedar proses insersi kawat,
melainkan juga melibatkan aplikasi kontrol dari kekuatan mekanik terhadap gigi
dan
jaringan
periodonsium
sehingga menghasilkan
respon biologis
yang akan menggerakkan gigi. Kekuatan mekanik yang digunakan berasal dari
aktivasi kawat, pegas dan elastik yang dipilih oleh ortodontis dan memiliki sifat
konsisten dengan arah pergerakan gigi (Bishara, 2007). Perencanaan perawatan
adalah langkah kedua dalam suatu rangkaian perawatan ortodontik setelah
penentuan diagnosis. Rencana perawatan dapat dilakukan segera setelah diagnosis
ditetapkan dan menjabarkan mengenai daftar masalah secara detail, menentukan
tujuan perawatan dan menentukan perawatan tersebut setelah mendiskusikan
dengan pasien. Pada langkah rencana perawatan juga ditentukan kebutuhan ruang,
pemilihan alat dan sistem penjangkaran untuk mencapai tujuan perawatan
ortodontik yang optimal (Singh, 2008).
Peranti ortodonti lepasan adalah peranti yang dapat dipasang dan
dilepaskan oleh pasien. Peranti ortodonti lepasan pada umumnya terbuat dari
akrilik dan kawat. Komponen aktif pada peranti ortodonti lepasan terdiri dari
pegas, busur labial, sekrup, dan elastik. Komponen aktif ini akan memberikan
gaya sehingga menyebabkan terjadinya pergerakan gigi. Pegas merupakan
komponen aktif yang paling sering digunakan. Desainnya bermacam-macam
tergantung pada kebutuhan akan kondisi klinis pasien. Pegas, busur labial, dan
klamer retensi terbuat dari kawat stainless steel .
Peranti ortodontik lepasan membutuhkan kerjasama dengan pasien, yaitu
pasien harus menjaga kebersihan mulutnya. Peranti ini hanya digunakan untuk
memindahkan gigi yang tipping, perawatannya harus di bawah pengawasan
dokter gigi. Keberhasilan alat ini tergantung pada kerja sama pasien. Jika pasien
rajin menggunakan alat ini, maka gigi akan bergerak dan menutup diastema. Alat
ini memiliki kelemahan, yaitu menyebabkan pasien tidak nyaman dan kesulitan
berbicara karena adanya plat akrilik di dalam mulut (Proffit, 2000).
Perawatan ortodontik untuk diastema garis median pada kasus mesiodens
dapat dilakukan melalui tiga fase, yaitu penghilangan etiologi, perawatan aktif,
dan pemasangan retainer. Perawatan fase pertama adalah penghilangan etiologi.
Kebiasaan buruk yang menyebabkan diastema garis median harus dihilangkan
dengan menggunakan habit breaker lepasan atau cekat. Gigi mesiodens yang tidak
erupsi dilakukan ekstraksi, dilakukan frenektomi pada frenulum yang tebal, dan
patologi lain di daerah garis median juga harus dirawat (Iyyer, 2003).
Perawatan fase kedua adalah perawatan aktif menggunakan alat lepasan.
Penggunaan alat lepasan dilakukan ketika diastema tidak lebih dari 2 mm dan
pergeseran yang dilakukan tidak mengganggu angulasi gigi (Staley dan Reske,
2002). Alat lepasan sederhana dengan dua finger spring atau dengan busur labial
dapat digunakan untuk menggeser gigi insisivus sentral ke mesial (Premkumar,
2008). Finger spring tersebut dibuat dari kawat stainless steel berdiameter 0,5
atau 0,6 mm (Singh, 2007). Finger spring dipasang pada bagian distal gigi
insisivus sentral. Jika menggunakan busur labial, maka busur labial tersebut
dibuat dari kawat stainless steel berdiameter 0,7 mm dan dipasang hingga ke
bagian distal gigi insisivus sentral (Iyyer, 2003). Loop spring juga bisa digunakan
untuk merawat diastema garis median dengan memasangnya ke busur labial dari
alat lepasan Hawley (Staley dan Reske, 2002).
Peranti ortodontik lepasan dengan cangkolan dan finger spring dapat
digunakan untuk menggerakkan gigi di anterior maksila, misalnya diastema kecil
dengan ukuran < 2 mm. Palatal finger spring terkadang digunakan untuk
menggeser
gigi
ke
arah
mesiodistal.
untuk perpindahan gigi akar tunggal yaitu
25-40
Kekuatan
gram.
Aktivasi
maksimal
palatal
finger springs ini dapat menggeser gigi sebanyak 1 mm dalam sebulan. Meskipun
begitu, finger spring tidak dapat menggeser gigi secara bodily seperti peranti
ortodontik yang cekat. Finger spring pada peranti lepasan ini hanya dapat
menggeser gigi secara tipping (Cobourne, 2010).
Finger spring terbuat dari kawat 0,5 atau 0,6 mm. Finger Spring dibuat
dengan coil atau helix di dekat titik attachment dan free end untuk pergerakan.
Finger spring diindikasikan untuk pergerakan mesio-distal gigi, misalnya untuk
menutup diastema anterior. Finger spring diaktivasi dengan membuka coil atau
menggerakan lengan aktifnya ke gigi yang di gerakkan. Aktivasi optimal untuk
kawat 0,5 adalah 3 mm, sedangkan untuk kawat 0,6 aktivasinya 1,5 mm.
Perawatan fase ketiga adalah pemasangan retainer. Diastema garis median
mudah dirawat tetapi sulit untuk dipertahankan. Oleh karena itu, dibutuhkan
retensi jangka panjang seperti lingual bonded retainer, atau dapat juga
menggunakan retainer jenis yang lain seperti banded retainer atau Hawley’s
retainer (Iyyer, 2003).
SIMPULAN
Berbagai
penatalaksanaan perawatan
mesiodens
dalam bidang ortodontik
menggunakan alat lepasan dengan finger spring atau alat cekat edgewise appliance menjadi
pilihan yang dianggap baik untuk koreksi diastema yang disebabkan oleh karena mesiodens,
frenulum, dan kebiasaan buruk. Walaupun hanya menghasilkan gerakan tipping, cangkolan
dan finger spring dianggap baik oleh karena desain alat yang mudah dilepas sehingga
memudahkan dalam menjaga kebersihan mulut. Palatal finger springs dapat digunakan untuk
menggerakkan gigi di anterior maksila, misalnya diastema kecil dengan ukuran kurang dari 2
mm
dan
menggeser
gigi
ke
arah
mesiodistal
dengan
kekuatan
maksimal
untuk perpindahan gigi akar tunggal yaitu 25-40 gram. Aktivasi palatal finger spring ini
dapat menggeser gigi sebanyak 1 mm dalam sebulan. Keberhasilan alat ini tergantung pada
kerja sama pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, S., Ghosh, C., dan Mondal, P.K. 2014,Bilateral Supernumerary Teeth in Deciduous
A Rarity, Journal of Clinical and Diagnostic Research, vol. 8, no. 5, hal. 18-19.
Agrawal, S., Chandra, P., Singh, D., dan Agrawal, S. 2012, Palatally Positioned Two
mesiodens:A Case Report [Online]. Available: http://www.journalofdento
facialsciences.com [30 Maret 2015].
Alkhal, H.M., Rabie, B., dan Wong, R.W.K. 2009, Orthodontic Tooth Movement of Total
Bucally Blocked - Out Canine: A Case Report, Cases Journal, vol. 2, no. 7245,
hlm. 1-4.
Ardhana, W. 2011, Alat Ortodontik Lepasan, Materi Kuliah, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Bahadure, R.N., Thosar, N., Jain, E.S., Kharabe, V., dan Gaikwad, R. 2012,
Supernumerary Teeth in Primary Dentition and Early Intervention : A Series of Case
Report, Hindawi Publishing Corporation, vol. 2012, no. 4, hlm. 1-4.
Duraisingam, S.K., R, Rajalaksmi., dan K, Rameshkumar. 2014, Supernumerary Teeth
An Overview of Location, Diagnosis and Management,
RJPBCS,
vol.
5(2),
ISSN: 0975-8585, No. 1919-1924.
Garvey, M.T., Barry, H.J., dan Blake, M. 1999, Supernumerary Teeth - An Overview of
Classification, Diagnosis and Management, Journal of the Canadian Dental
Association, vol. 65, no. 11, hlm. 612-616.
Gill, D. S. 2014, Ortodonsia at a glance, Penerjemah : S. Titiek dan J. Lilian, EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Gill, D.S., dan Naini, B.F. 2011, Orthodontics Principle and Practice, First Edition,
Blackwell Publishing Ltd.
Kumar, A., Shetty, R,M., Dixit, U., Mallikarjun, K., dan Kohli, A., 2011, Orthodontic
Management of Midline Diastema in Mixed Dentition, International Journal Of
Clinical Pediatric Dentistry, vol. 4, no. 1, hlm. 59-63.
Kumar, D.K., dan Gopal, K.S. 2013, An Epidemiological Study on Supernumerary Teeth:
A Survey on 5,000 People, Journal of Clinical and Diagnostic Research, vol. 7, no.
7, hlm. 1504-1507.
Manuja, N., Nagpal, R., Singh M., dan Chaundhary, S. 2011, Management of Delayed
Eruption of Permanent Maxilary Incisor associated with the Presence of
Supernumerary Teeth: A Case Report, International Journal of Clinical Pediatric
Dentistry, vol. 4, no.3, hlm. 255-259.
Qamar, Ch.R., Bajwa, J.I., dan Rahbar, M.I. 2013, Mesiodens - etiology, prevalence,
diagnosis and management, POJ, vol. 5, no. 2, hlm. 73-76.
Rahardjo, P. 2009, Peranti Ortodonti Lepasan, Ed. Ke-1, Airlangga University Press.,
Surabaya.
Rahardjo, P. 2012, Ortodonti Dasar, Ed. Ke-2, Airlangga University Press., Surabaya.
Sheikh, Z., Manzoor, A., dan Amir, N. 2014, Mesiodens - A common supernumerary tooth:
Report of management of a case with two mesiodens, International Dental Journal
Of Student Research, vol. 2, no. 3, hlm. 41-46.
Download