! 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.!Latar Belakang Masalah Nyeri

advertisement
!
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.!Latar Belakang Masalah
Nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang sering ditemukan pada usia
tua karena proses degenerasi. Proses degenerasi pada tulang belakang terutama di
daerah lumbal disebut osteoarthritis (OA) lumbal. Prevalensi osteoarthritis pada
usia 50 tahun baik pada laki-laki maupun pada wanita sama, sedangkan pada usia
di atas 50 tahun prevalensinya meningkat pada wanita. Namun demikian sampai
saat ini penyebabnya belum diketahui. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab
terjadinya nyeri pinggang bawah, di antaranya adalah perubahan hormonal yang
sering terjadi pada wanita tua, termasuk perubahan hormon estrogen.
Defisiensi estrogen terdapat pada wanita menopause. Menopause adalah proses
berhentinya menstruasi akibat berkurangnya produksi hormon estrogen pada
wanita. Proses dan kerja organ tubuh akan mengalami perubahan seiring dengan
bertambahnya usia. Beban mekanik akan menimbulkan penipisan kartilago yang
mengakibatkan rusaknya kartilago, sehingga sendi menjadi kaku dan terasa nyeri.
Kellgren dan Moore menyatakan menopausal arthritis dengan Heberden Nodes
pada wanita ditandai dengan timbulnya gejala osteoarthritis yang cepat dan
mengenai berbagai sendi yang disebut dengan primary generalized osteoarthritis
yang mengenai tangan, lutut dan tulang belakang (Wluka et al., 2000).
Regio lumbal adalah bagian bawah dari susunan tulang belakang yang terdiri
dari 5 vertebral body yang mobile, 4 diskus intervertebralis, dengan 1 diskus pada
1
2
!
thoracolumbar junction dan lumbosacral junction, dan pada penampang sagital
regio ini berbentuk lordosis karena posisinya paling banyak menahan beban
mekanik (Urban, 2000; Bullough, 2004). Akibat dari bentuk dan strukturnya ini,
secara biomekanik regio ini merupakan regio yang paling mudah dan cepat
mengalami degenerasi.
Proses degenerasi tulang belakang yang diklasifikasikan sebagai osteoarthritis
ditandai dengan penyempitan diskus intervertebralis, terbentuknya osteofit dan
degenerasi pada facet joint. Ketiga komponen ini dikenal dengan three joint
complex yang saling mempengaruhi dan menimbulkan osteoarthritis lumbal. Pada
tahun 1982, Kirkaldy-Willis dan Parfan mengajukan 3 tanda klinis dan stadium
biomekanik pada degenerasi tulang belakang yaitu: disc disfunction, instability
dan stability (Dugan, 2013). Degenerasi tulang belakang meliputi disc
degeneration (DD), facet joint osteoarthritis (OA facet joint), perubahan
komponen otot dan proses degenerasi pada ligamen (Fujiwara et al., 2000).
Facet joint sebagai sendi diarthrodial merupakan salah satu sendi yang
memegang peranan penting pada gerakan satu segmen tulang belakang. Load
bearing pada facet joint akan mengalami perubahan pada degenerasi tulang
belakang. Degenerasi pada facet joint ditandai dengan adanya degradasi kartilago
berupa erosi fokal dan difus serta sklerosis dari tulang subkondral. Terbentuknya
facet hyperthrophy, malalignment apophyseal, stenosis dari foramen intervertebral
central maupun lateral (Kalichman dan Hunter, 2007). Secara klinis penderita
mengeluhkan nyeri pinggang bawah.
!
3
!
Degenerasi pada facet joint yang ditandai dengan adanya degradasi kartilago
akan dapat menyebabkan peningkatan kadar COMP dalam cairan sinovium
maupun dalam serum. Goode AP et al (2012) pada riset terbarunya menemukan
hasil
yang
menarik
mengenai
hubungan
antara
menyempitnya
diskus
intervertebralis, cartilage oligomeric matrix protein (COMP) dan nyeri pinggang
bawah. Di antara penderita nyeri pinggang bawah (n= 265) terdapat hubungan
positif kuat antara COMP dan penyempitan diskus intervetebralis (OR=1,82; 95%
CI 1,02-3,27) yang tidak ditemukan pada pasien tanpa nyeri pinggang bawah
(OR=0,65; 95% CI 0,35-1,20). Oleh karena itu, sangat mungkin peningkatan
kadar COMP mencerminkan proses degenerasi diskus intervertebralis yang
ditandai dengan penyempitan diskus intervertebralis dan gejala-gejala yang
berkaitan dengan proses degenerasi ini (Goode et al., 2012).
Perubahan degenerasi seperti tersebut di atas, juga dapat disebabkan oleh
karena defisiensi estrogen. Ada beberapa studi melaporkan adanya pengaruh
hormon terhadap terjadinya osteoarthritis. Dilaporkan pada penderita pasca
histerektomi yang mengalami osteoarthritis knee meningkat secara signifikan.
Sedangkan pada percobaan binatang dilaporkan pemberian estrogen eksogen
secara parenteral dan intraarticular dengan dosis supra pharmacologic mengurangi
terjadinya osteoarthritis (Rosner et al., 1979; Chandler dan Desa, 1991).
Estrogen secara langsung mempengaruhi jaringan karena adanya reseptor
estrogen pada kondrosit human articular dan secara tidak langsung melalui
secondary messenger. Estrogen mempengaruhi level sitokin pada in vitro dan in
vivo. Identifikasi 2 reseptor estrogen ERα dan ERβ pada kondrosit membuktikan
!
4
!
bahwa kartilago sensitif terhadap estrogen (Ushiyama, 1999). Beberapa studi in
vivo dan in vitro menunjukkan bahwa kondrosit merespon estrogen dan adanya
mekanisme bahwa estrogen mempengaruhi metabolisme kondrosit (Richette et al.,
2003).
Perubahan hormonal yang terjadi selama menopause akan mempengaruhi
terjadinya osteoarthritis. Pada wanita post menopause, penggunaan HRT
(Hormone Replacement Therapy) menurunkan progresinya secara radiologis.
Estrogen akan merangsang perubahan proteoglikan pada kartilago baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui sitokin.
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin pro
inflamasi. Sitokin pro inflamasi menstimulasi inflamasi sendi dan destruksi
kartilago. Peningkatan sitokin ini dapat dideteksi dari cairan sinovial (Wluka et
al., 2000). Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) adalah mediator inflamasi pada
diskus intervertebralis lumbal yang mengalami degenerasi dan herniasi, dapat
diidentifikasi pada ekstrak jaringan, histiosit, fibroblast, sel endotelial dan
kondrosit. Pada analisis imunohistokimia, TNF-α diproduksi pada situasi akut
setelah herniasi diskus intervertebralis dan digunakan secara lokal pada saraf
spinalis atau ganglion dorsalis untuk menginduksi nyeri sepanjang perjalanan
saraf tersebut (Holm et al., 2012).
Produksi IL-6 oleh human kondrosit juga dipengaruhi oleh estradiol, hal ini
menunjukkan kemungkinan adanya suatu mekanisme yang mempengaruhi
metabolisme tulang rawan (Wluka et al., 2000). Peningkatan IL-6 akan
memfasilitasi proses degenerasi dan menstimulasi pembentukan prekursor
!
5
!
osteoklas dari unit pembentuk koloni granulosit makrofag dan meningkatkan
jumlah osteoklas in vivo yang menyebabkan peningkatan resorpsi tulang, dan
berkontribusi terhadap terjadinya perubahan spondiloarthrosis (Holm et al., 2012).
Interleukin-6 (IL-6) sendiri juga diproduksi oleh sel lemak. Inhibitor dari IL-6
(termasuk estrogen) digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada wanita-wanita
post menopause (Bastard dan Jardel, 1999).
Interleukin-10 yang sebelumnya dikenal sebagai cytokine synthesis inhibitory
factor dikenal juga sebagai anti inflamasi dan sitokin imunosupresif. Interleukin10 (IL-10) selain dapat diproduksi dari sel T regulator, juga diproduksi oleh
sejumlah besar sel - sel lain termasuk makrofag. Interleukin-10 sangat ampuh
dalam menekan makrofag untuk melepaskan TNF-α.
Osteoarthritis lumbal secara radiologis ditandai dengan penyempitan diskus
intervertebralis, terbentuknya osteofit dan degenerasi pada facet joint, namun
tidak semuanya menimbulkan nyeri pinggang. Osteoarthritis lumbal yang disertai
nyeri pinggang disebut osteoarthritis lumbal simtomatik.
Sampai saat ini belum diketahui apakah COMP yang tinggi, kadar IL-6 lebih
tinggi dan IL-10 yang rendah pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen
sebagai faktor risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik. Pada penelitian
ini penulis ingin membuktikan bahwa COMP, IL-6 dan IL-10 merupakan faktor
risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen. Dengan mengetahui peran COMP, IL-6 dan IL-10 berisiko
terhadap terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca
!
6
!
menopause defisiensi estrogen, maka diharapkan secara dini prediksi, pencegahan
dan penatalaksanaannya dapat diketahui.
1.2.!Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, untuk membuktikan
adanya peranan biomarker COMP, sitokin IL-6, IL-10 dan rasio IL-6/IL-10
sebagai faktor risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita
pasca menopause defisensi estrogen, maka disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
1.! Apakah wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan COMP serum
yang tinggi mempunyai risiko lebih tinggi mengalami osteoarthritis lumbal
simtomatik daripada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan
COMP serum yang rendah?
2.! Apakah wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan IL-6 plasma
yang
tinggi
mempunyai
risiko
lebih
tinggi
terhadap
terjadinya
osteoarthritis lumbal simtomatik daripada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen dengan IL-6 yang rendah?
3.! Apakah wanita pasca menopause defisiensi estrogen dengan IL-10 plasma
yang rendah mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya
osteoarthritis lumbal simtomatik daripada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen dengan IL-10 yang tinggi?
!
7
!
4.! Apakah rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang tinggi merupakan faktor risiko
terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen.
1.3.!Tujuan Penelitian
1.3.1! Tujuan umum
Untuk memperkuat teori inflamasi dan peran biomarker sebagai patogenesis
osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen
dengan mengetahui peran COMP, IL-6, IL-10 dan rasio IL-6/IL-10 terhadap
terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca menopause
defisiensi estrogen.
1.3.2! Tujuan khusus
1.! Untuk membuktikan pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen
dengan COMP serum yang tinggi mempunyai risiko lebih tinggi untuk
terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik dibandingkan dengan wanita
pasca menopause defisiensi estrogen dengan kadar COMP serum yang
rendah.
2.! Untuk membuktikan pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen
dengan IL-6 plasma yang tinggi mempunyai risiko lebih tinggi untuk
terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik daripada wanita pasca
menopause defisiensi estrogen dengan IL-6 plasma yang rendah.
!
8
!
3.! Untuk membuktikan pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen
dengan IL-10 plasma yang rendah mempunyai risiko lebih tinggi untuk
terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik daripada wanita pasca
menopause defisiensi estrogen dengan IL-10 plasma yang tinggi.
4.! Untuk membuktikan rasio kadar IL-6/IL-10 plasma yang tinggi merupakan
faktor risiko terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca
menopause defisiensi estrogen.
1.4.!Manfaat Penelitian
1.4.1.! Manfaat Akademik/Ilmiah
Apabila penelitian ini terbukti, diharapkan hasilnya dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan mengenai teori inflamasi dan peran biomarker sebagai
pathogenesis terjadinya osteoarthritis lumbal simtomatik pada wanita pasca
menopause defisiensi estrogen (peran pro inflamasi dan sitokin anti inflamasi).
1.4.2.! Manfaat praktis
Apabila pada penelitian ini terbukti kadar COMP serum dan IL-6 plasma
yang tinggi serta kadar IL-10 plasma yang rendah dan rasio IL-6/IL-10 plasma,
dapat merupakan petanda atau prediktor akan terjadinya osteoarthritis lumbal
simtomatik penderita wanita pasca menopause defisiensi estrogen, maka akan
dapat diupayakan secara dini pencegahan terjadinya osteoarthritis lumbal
simtomatik pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen dan tatalaksana
pengobatannya.
!
Download