BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Situasi perekonomian di Indonesia sekarang ini membawa dampak persaingan yang semakin ketat di berbagai bidang industri. Untuk itu perusahaan harus dapat menghadapi persaingan yang ketat dalam bidang industrinya. Salah satu cara yang dapat diambil yaitu dengan meningkatkan kemampuan internalnya, baik berupa peningkatan teknologi, kualitas produk, kualitas sumber daya manusia, efisiensi biaya, maupun kinerja yang makin tinggi. Dengan demikian, perusahaan harus memiliki perencanaan strategis mengenai aspek keuangannya dan pendanaannya. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Salah satu industri yang sangat dapat menunjang pembangunan dan perkembangan ekonomi khususnya di Indonesia adalah industri rokok, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar. Walaupun industri rokok adalah industri yang kontroversial karena terbukti bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan bahkan keselamatan jiwa, namun dalam kenyataannya industri rokok dan mata rantai distribusinya adalah penyerap tenaga kerja yang cukup besar dan menjadi tumpuan ekonomi bagi masyarakat. Di dalam kondisi yang penuh persaingan ini, setiap perusahaan pasti selalu ingin mengetahui dan memperbaiki kinerja perusahaan sesuai dengan visi dan misi yang dimiliki. 1 2 Data kementrian perindustrian menyebutkan, kinerja ekspor tembakau dan rokok tahun 2009 menyentuh angka 52.515 ton dan pada tahun 2012 mengalami penurunan 15.405 ton menjadi 37.110 ton. Hal ini diakibatkan dengan penetapan peraturan kemasan polos pada rokok yang mengakibatkan daya saing rokok menurun (Suryamin, 2013). Ibarat dua sisi mata uang, industri rokok dibutuhkan tetapi di sisi lain ruang geraknya dibatasi. Bagaimana tidak, industri rokok selama ini memberikan pemasukan cukai yang sangat besar bagi pemerintah. Industri rokok, pada 2008, menyumbang cukai sebesar Rp 57 triliun. Jumlah produksi rokoknya pun mencapai 240 miliar batang per tahun (Ali Rifan, 2012). Salah satu keputusan yang dihadapi oleh manajer keuangan dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan dan keputusan struktur modal. Keputusan keuangan dimana manajer harus mampu menghimpun dana yang bersumber dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan secara efisien (Yuke & Hadri, 2005). Menurut Sartono (2001:6), keputusan pendanaan yang disebut dengan keputusan pembelanjaan, menjawab berbagai pertanyaan penting seperti: bagaimana pembelanjaan kegiatan perusahaan yang optimal, bagaimana memperoleh dana untuk investasi yang efisien, bagaimana komposisi sumber dana optimal yang harus dipertahankan, apakah perusahaan sebaiknya menggunakan modal asing atau modal sendiri, adakah pengaruh keputusan pembelanjaan terhadap nilai perusahaan, serta bagaimana bentuk insentif terbaik untuk meningkatkan prestasi manajemen. Sumber dana perusahaan adalah semua 3 perkiraan yang terdapat pada sisi pasiva neraca, mulai dari utang dagang hingga laba ditahan. Kesemuanya itu lebih dikenal sebagai struktur keuangan (Riyanto,2001). Alternatif dalam pemilihan sumber dana bagi perusahaan pada akhirnya akan menentukan struktur modal pada perusahaan. Baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi dan stabilitas keuangan resiko dan return. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, yaitu mempunyai hutang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat kepada perusahaan yang bersangkutan untuk membayar kembali hutang nya. Oleh karena itu struktur modal perusahaan harus optimum. Agar struktur modal optimum, adanya keseimbangan – keseimbangan antara hutang dan ekuitas. Untuk mengotimalkan struktur modal tersebut dapat digunakan Debt to equity ratio. Dari nilai Debt to equity ratio tersebut, maka pihak perusahaan akan dapat mengetahui berapa banyak utang dan berapa banyak ekuitas yang seharusnya digunakan perusahaan untuk membiayai aktiva. Selama ini investor dalam mengukur kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan ratio diantaranya Return On Asset, Return On Equity dan Return On Investmen. Perusahaan yang memiliki ROA, ROE, dan ROI semakin tinggi dianggap menghasilkan kinerja yang baik dan sebaliknya. Namun investor juga harus menilai perusahaan tersebut, bukan hanya melihat tingkat pengembalian saja tetapi juga harus memikirkan risiko yang dihadapi oleh perusahaan itu. Karena apabila perusahaan menghadapi resiko besar maka investor pun akan menghadapi risiko tersebut. 4 Menghadapi risiko tersebut, para manajer perusahaan mencoba memikirkan suatu cara yang tepat untuk mengukur kinerja perusahaan dengan tidak mengabaikan tuntutan investor maupun kreditur. Dengan alat pengukuran kinerja yang tepat maka akan membuat investor tertarik pada perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja diharapkan dapat menjadi alat bagi manajemen dalam memahami kondisi perusahaan, dimana posisi perusahaannya kini dan bagaimana kelangsungan perusahaan tersebut. Meskipun manajemen telah memutuskan dan menetapkan berbagai strategi yang diharapkan mampu meningkatkan keunggulan bersaing bagi perusahaannya namun tidaklah memadai apabila tidak dirangkaikan dengan sistem pengukuran kinerja yang efektif. Yang paling lazim digunakan oleh para investor dalam mengukur kinerja perusahaan adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Meskipun rasio k euangan merupakan alat ukur yang paling lazim digunakan, tetapi alat ukur tersebut memiliki kelemahan yang tidak dapat diabaikan, seperti : 1. Ratio keuangan mengabaikan adanya biaya modal 2. Ratio keuangan memiliki keterbatasan dalam teknik 3. Ratio keuangan tidak dapat berdiri sendiri, harus terdapat perbandingan dengan perusahaan lain 4. Ratio disusun dari data akuntansi, dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi 5. Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan penilaian yang berbeda misalnya dalam perbedaan metode penilaian persediaan. 5 Rasio Keuangan tersebut memiliki kelemahan dari alat ukurnya, maka G. Bennert Stewart seorang ahli analisis keuangan yang mencetuskan sebuah konsep yang disebut dengan Economic Value Added (EVA). EVA atau nilai tambah ekonomis telah menekankan pada penciptaan nilai perusahaan karena pada konsep ini telah dimasukkan unsur biaya modal dalam perhitungannya yang dapat mencerminkan risiko yang berasal dari selain laba. Secara sederhana, EVA dapat didefinisikan sebagai laba operasi setelah setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal (cost of capital) dari seluruhyang digunakan dalam menghasilkan laba. Dengan menggunakan konsep EVA, maka perusahaan akan memfokuskan perhatiannya pada penciptaan nilai perusahaan karena tidak hanya mengukur tingkat pengembalian yang dihasilkan tapi juga mempertimbangkan risiko lain yang mungkin akan dihadapi perusahaan. Penelitian ini menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang industri rokok yang terdaftar di Bursa efek Indonesia. Populasi pada penelitian ini adalah sektor industri manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode pengamatan tahun 2008 sampai 2012 khusus untuk perusahaan rokok. Dari populasi tersebut telah ditentukan dan dipilih beberapa sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara acak yang informasinya diperoleh dengan pertimbangan tertentu (Tyas, 2006:35) Perusahaan rokok yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode pengamatan tahun 2008 sampai 2012 yaitu: (1) PT. Bentoel International Investama Tbk (2) PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (3) PT. Gudang Garam 6 Tbk. (4) PT. Wismilak Inti Makmur Tbk. Berdasarkan pertimbangan dari seluruh perusahaan rokok yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode pengamatan tahun 2008 sampai 2012 telah dipilih sampel yaitu: (1) PT. Bentoel International Investama Tbk (2) PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (3) PT. Gudang Garam Tbk. Pertimbangan ini diambil karena memiliki proporsi yang sama yaitu antara lain: (a) Jenis perusahaan sama, yaitu sama-sama perusahaan dalam bidang rokok, (b) Rutin terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode pengamatan tahun 2008 sampai 2012. Konsep EVA ini dapat menjadi jembatan yang menghubungkan antara manajemen pemilik perusahaan karena konsep ini bermula dari konsep biaya modal yaitu risiko yang optimum yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Perusahaan berusaha mencapai DER yang baik sehingga akan berusaha menekan biaya modal dan secara otomatis akan meningkatkan kinerja berdasarkan konsep Economic Value Added. Penerapan EVA sebagai tolak ukur kinerja perusahaan dianggap lebih objektif dan bisa menjembatani kepentingan manajemen maupun investor. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat risiko perusahaan, makin tinggi tingkat risiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan kewajiban dan ekuitas yang dinyatakan dalam Debt to equity ratio terhadap kinerja perusahaan menurut konsep EVA. Dengan demikian judul akan dituangkan penulis dalam penelitian ini adalah : “PENGARUH DEBT TO 7 EQUITY RATIO TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN MENURUT KONSEP ECONOMIC VALUE ADDED (EVA). 1.2. Identifikasi Masalah Masalah aktivitas pendanaan pada kenyataannya tidak terlepas dari keadaan ekonomi global dan domestik yang akhir-akhir ini semakin berfluktuasi dan cenderung menurun. Kenaikan tingkat inflasi memicu Bank Indonesia untuk menaikan tingkat suku bunga acuan. Naiknya BI Rate pada tahun 2013 menyebabkan meningkatnya bunga kredit pinjaman, sehingga menyebabkan meningkatnya biaya produksi pada sektor riil. Hal ini yang dapat menimbulkan risiko kebangkrutan perusahaan. Risiko kebangkrutan perusahaan merupakan ancaman bagi perusahaan sektor riil dalam menjalankan struktur modal yang optimal, oleh karena itu keputusan pendanaan merupakan salah satu penentu dalam menentukan penggunaan utang. Sebenarnya tidak ada satupun teori stuktur modal yang mampu menggambarkan secara luas dan konsisten bagaimana seharusnya perusahaan melakukan pendanaan atau membentuk struktur modalnya. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh Debt to equity ratio terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan konsep EVA? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud 8 Adapun maksud dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teoritis sehubungan dengan manajemen keuangan perusahaan terutama yang menyangkut kinerja perusahaan. 1.3.2 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk mengukur besaran pengaruh yang signifikan baik secara parsial maupun simultan pada variabel Debt to equity ratio terhadap kinerja perusahaan menurut EVA pada perusahaan rokok yang terdaftar di BEI tahun 2008-2012. 1.4. Kegunaan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi dalam bidang financial accounting khususnya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang merupakan gambaran nyata tentang pengaruh Debt to equity ratio terhadap kinerja perusahaan menurut Economic value added pada perusahaan yang bergerak pada industri rokok: 1. Bagi penulis Dengan adanya penelitian ini, penulis dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, serta pemahaman penulis mengenai konsep, pengaruh, analisis laporan keuangan dan hubungannya dengan efektivitas kinerja perusahaan. 9 2. Bagi perusahaan Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam menetapkan kebijakan di bidang keuangan perusahaan secara tepat khususnya kebijakan struktur modal. 3. Bagi Pembaca dan Pihak Lain Penulis berharap hasil penelitian ini mempunyai pengaruh positi sebagai bahan masukan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang objek yang diteliti maupun untuk dikembangkan dengan melakukan penelitian lebih lanjut. 1.5. Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah metode asosiatif. Menurut Sugiyono (2012:45) penelitian asosiatif yaitu: permasalahan yang menghubungkan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih. Adapun menurut sifat dan hubungannya mempunyai hubungan sebab akibat (kausal) yaitu hubungan yang bersifat mempengaruhi antara dua individu atau lebih. 1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang ada dalam penelitian penulis mengadakan penelitian melalui web site Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id dan Bursa Efek Indonesia cabang Bandung jalan veteran no.10 10 Bandung. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2013 sampai dengan selesai.