MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP:
BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP”
KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Disusun oleh:
Fernandus Yongki Januardi
NIM : 101124059
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Allah Bapa di surga lewat perantaraan Putera-Nya
dan
Ayahanda serta Ibunda yang selalu memberi dukungan baik secara moral,
spiritual maupun finansial.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab
pada orang yang suka damai akan ada masa depan”
(Mzm 37:37)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT
YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP”
KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Judul ini dipilih berdasarkan
pengalaman nyata di lingkungan tempat penulis berasal di Paroki Santo Fidelis
Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, dimana Pembangunan Jemaat
dirasa masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan
zaman. Penulis juga terinspirasi oleh buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G.
Van Hooijdonk yang memaparkan pemikiran mengenai Pembangunan Jemaat.
Penulis mempunyai kesan bahwa Pembangunan Jemaat di paroki tempat asal
penulis masih banyak kekurangan di antaranya sumber daya manusia dan juga
keterlambatan dalam menanggapi situasi zaman yang semakin modern, karena
berada di daerah pedalaman yang jauh dari kota.
Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat beriman
Kristiani dapat menemukan dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai dasar
dalam membangun sebuah komunitas utuh yang berpusat pada Kristus dalam
hidup menggereja. Pembangunan Jemaat bukan semata-mata membangun
sebuah gedung melainkan lebih kepada sebuah pemikiran yang dituangkan ke
dalam tindakan konkret. Oleh karena itu, untuk mengkaji persoalan yang
dihadapi umat tersebut dibutuhkan pemecahan masalah lewat pemikiranpemikiran yang tertuang di dalam Pembangunan Jemaat oleh para ahli teologi.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan studi pustaka sebagai
metode, yang bersumber dari Kitab Suci, Dokumen-dokumen Gereja,
pandangan para ahli, dan sumber utama buku Batu-batu yang Hidup karya Dr.
P.G. Van Hooijdonk yang membahas pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat.
Penulis menemukan bahwa Pembangunan Jemaat perlu dipahami sebagai teologi
praktis yang memperhatikan setiap prosesnya, sehingga umat menyadari tingkat
kedewasaan imannya, mau mengikuti Kristus, serta terbuka pada perkembangan
zaman.
Penulis dalam skripsi ini mengusulkan suatu program rekoleksi bagi
orang dewasa khususnya katekis sebagai usaha menumbuhkembangkan iman
umat untuk meningkatkan penghayatan dalam komunitas kristiani. Umat melalui
program ini diharapkan dapat semakin menemukan, mendalami dan menghayati
Kristus sebagai pedoman hidup menggereja, sehingga jemaat semakin
berkembang dan terarah pada perkembangan zaman.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This thesis entitled FATHOMING A LIVING COMMUNITY
BUILDING: LEARNING FROM A BOOK “LIVING STONES”
WRITTEN BY Dr. P. G. VAN HOOIJDONK. This title is chosen based on an
empiric experience from the author‟s homeland at Santo Fidelis Parish Sejiram,
Diocese of Sintang, West Kalimantan, where the Community Building seems
necessary to be developed and improved in line with the ages. The author is also
inspired from a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which
exposes the thought about Community Building. The author has an impression
that Community Building at his homeland is still many shortcomings, especially
human resources and also a retardment in responding the modern age, because is
located in hinterland area that far from the city.
The main subject in this thesis is how the Christians may finding and
living the Community Building as a foundation in build a whole community
which Chistocentric in religious life. Community Building is not merely to build
a building but rather to a thought which is implemented into a concrete action.
Therefore, to assess the matter, which is faced by the people, is required a
problem solving through the thoughts about Community Building by the
theologians. In making this thesis, the author use a literature study as a method,
which sourced ftom the Bible, Church Documents, the experts reviews, and the
main source a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which
discusses about Community Building. The author find that Community Building
is need to be understood as a praxis theology which concerning every process, so
that the people realize their faith maturity level, will to follow the Christ, and
also open to the developing era.
In this thesis, the author is suggesting a recollection program for mature
people especially catechists as a faith growing and developing effort for
increasing appreciation in Christian community. Through this program, people is
expected may find more, fathom more, and live more in Christ as a religious life
role, so that they develop more and directed to the developing era.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria
atas segala cinta dan berkat, serta kasih setia-Nya yang senantiasa membimbing
dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul
“MENDALAMI
PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU
“BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK”.
Skripsi ini ditulis berdasarkan kesan pribadi penulis ketika selama tinggal di
lingkungan umat dalam rangka mata kuliah Karya Bakti Paroki selama lima puluh
hari, membuat penulis tergugah dan tergerak untuk membuat sebuah karya tulis
skripsi ini. Situasi umat setempat sangat mencerminkan jemaat yang dibangun
dengan baik oleh pihak paroki maupun pihak awam yang terlibat dalam hidup
menggereja. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis mengharapkan situasi yang
serupa di tempat tinggal penulis khususnya daerah Paroki Santo Fidelis Sejiram,
Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat. Skripsi ini merupakan sumbangan
pemikiran bagi umat katolik khususnya umat Paroki tempat tinggal penulis supaya
Pembangunan Jemaat dapat tumbuh dan berkembang seturut perkembangan
zaman.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari banyak dukungan dan perhatian
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari
hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.
Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed., selaku Kaprodi Pendidikan
Agama Katolik yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. C Putranto SJ, selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai dosen
pendamping akademik yang selalu mendampingi, membimbing serta
memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Dr. B Agus Rukiyanto SJ, selaku dosen penguji kedua yang telah
mendorong penulis untuk menyusun skripsi ini.
4.
P. Banyu Dewa, H.S. S.Ag., M.Si, selaku dosen penguji ketiga yang telah
bersedia menjadi dosen penguji pada pertanggungjawaban skripsi ini.
5.
Bapak Fiktorianus Hellarius dan Ibu Genoveva Katarina yang telah
membesarkan, mendidik dan mendoakan penulis hingga sampai pada tahap
ini.
6.
Teman-teman De‟kill serta keluarga Longginus angkatan 2010 yang dengan
caranya masing-masing telah mendukung serta memotivasi penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
7.
Semua pihak yang telah berperan dalam proses studi, khususnya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari segala
macam kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan terbuka penulis
menerima kritik maupun saran yang membangun demi penyempurnaan
penulisan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................
iv
MOTTO........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................................
vii
ABSTRAK....................................................................................................
viii
ABSTRACT.................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR..................................................................................
x
DAFTAR ISI................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................
xxii
DAFTAR ISTILAH
xxiv
BAB I.
PENDAHULUAN.....................................................................
1
A.
Latar Belakang...........................................................................
1
B.
Rumusan Masalah......................................................................
5
C.
Tujuan Penulisan........................................................................
5
D.
Manfaat Penulisan......................................................................
6
E.
Metode Penulisan.......................................................................
6
F.
Sistematika Penulisan.................................................................
6
PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS.....
9
Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis...........................
9
1.
Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman.......................
9
2.
Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis....
13
a.
14
BAB II.
A.
Allah, subjek Pembangunan Jemaat.............................
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b.
Gereja Lokal Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat..
15
1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis.........
15
2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual......
16
c.
Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat.....
16
d.
Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan
Kerajaan Allah.............................................................
22
1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara
historis dan kultural...............................................
24
2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah
pertumbuhan paroki..............................................
24
3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang
bagi
pertumbuhan,
terarah
kepada
penyempurnaan.....................................................
25
Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap
Perubahan-perubahan di Masa Kini....................................
26
a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual...........
26
b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual..............
27
c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat
(de facto).......................................................................
29
Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat..............................
30
1.
Mengapa Pembangunan Jemaat penting?...........................
31
a. Pembaharuan di seluruh dunia.....................................
31
b. Ekklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan
sendirinya.....................................................................
32
c. Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong
pemikiran teologis........................................................
33
d. Sinode Jerman tahun 1976............................................
35
e. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?...............
37
Apa Pembangunan Jemaat itu?...........................................
37
a. Jemaat sebagai Paroki...................................................
37
3.
B.
2.
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
b. Pembangunan...............................................................
39
1) Pertumbuhan dan perkembangan..........................
39
2) Pendalaman secara spiritual..................................
39
3) Pembaharuan.........................................................
40
4) Cita-cita.................................................................
40
c. Pembangunan Jemaat...................................................
40
Kepada siapa Pembangunan akan diajarkan?...................
43
BAB III
PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN
JEMAAT....................................................................................
46
A.
Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat....................
46
1.
Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat....
46
2.
Pengetahuan Praktek Pembangunan Jemaat yang Diatur
dan Dideskripsikan..............................................................
48
3.
Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis........
49
a. Praktek Pastoral dalam Bagian Disiplin Vertikal dan
Horisontal.....................................................................
49
b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin
Pastoral yang Vertikal..................................................
52
1)
Katekese................................................................
52
2)
Liturgi...................................................................
53
3)
Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan,
pastorat kelompok, bimbingan rohani...................
53
4)
Diakonia................................................................
54
5)
Pembangunan Jemaat............................................
55
a)
Koinonia........................................................
55
(1)
Koinonia
dalam
grup/kelompok
sosial.....................................................
56
(2)
Koinonia lewat partisipasi dalam
hidup paroki..........................................
56
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Koinonia sebagai organisasi oleh
paroki....................................................
57
b) Sibermatika atau ilmu pengendalian/
kepengurusan.................................................
57
c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang
Diatur Secara Horisontal..............................................
58
(3)
1)
Kaderisasi..............................................................
59
2)
Dewan-dewan.......................................................
60
Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan
Jemaat dan Teologi Praktis.................................................
61
Aspek Dasar Pembangunan Jemaat............................................
61
1.
Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran................
61
2.
Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat...........................
62
a. Bertindak Imani dan Rasional......................................
63
b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan
Hasil..............................................................................
63
4.
B.
1)
Fungsional.............................................................
63
2)
Terarah pada tujuan dan hasil...............................
63
c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses.....
64
d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan
Organisasi.....................................................................
65
e. Mengaktifkan partisipasi..............................................
66
Sebuah Model.....................................................................
67
Pembangunan Jemaat sebagai Proses.........................................
67
1.
Pengantar.............................................................................
67
a. Aspek Metodik.............................................................
67
b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses...........................
68
2.
Dua Polaritas dalam Proses.................................................
69
3.
Polaritas dan Pengembangan...............................................
70
3.
C.
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem..............................
71
a. Perspektif Aktor...........................................................
71
1)
Perspektif Aktor Horisontal..................................
71
a) Tahap orientasi...............................................
72
b) Tahap penelitian.............................................
72
c) Tahap perencanaan.........................................
72
d) Tahap pelaksanaan.........................................
73
e) Tahap pemantapan.........................................
73
Perspektif Aktor Vertikal......................................
73
a) Orientasi.........................................................
74
b) Penelitian........................................................
74
c) Perencanaan...................................................
74
d) Pelaksanaan....................................................
75
e) Pemantapan....................................................
75
Polaritas dalam Perspektif Aktor..........................
76
b. Perspektif Sistem..........................................................
76
2)
3)
1)
Perspektif sistem dalam lima tahap.......................
76
c. Aktor dan Perspektif Sistem Terpadu dalam Satu
Proses Pengembangan..................................................
78
Umpan Balik dan Evaluasi..................................................
79
a. Evaluasi produk dan proses..........................................
79
b. Evaluasi Formatif.........................................................
79
c. Evaluasi Sumatif...........................................................
80
Kelompok Pendamping......................................................
80
Masing-masing Tahap dalam Proses.........................................
79
1.
Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama...............................
81
a. Inisiatif..........................................................................
81
5.
6.
D.
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
3.
b. Kontak..........................................................................
81
c. Menciptakan Kesediaan Membantu.............................
82
d. Pilihan Strategi.............................................................
82
e. Perjanjian......................................................................
82
Tahap Penelitian..................................................................
83
a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem........................
83
b. Diagnosis......................................................................
84
c. Prognosis......................................................................
85
d. Petunjuk yang Membantu Prognosis............................
85
Tahap Perencanaan..............................................................
86
a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses
Pengembangan..............................................................
87
b. Metode Kerja................................................................
88
1)
Model pakar..........................................................
88
2)
Model kerja sama..................................................
89
3)
Model aksi.............................................................
89
4)
Model belajar........................................................
89
c. Membuat Program........................................................
89
d. Proses Pengambilan Keputusan....................................
90
e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek......................
91
4.
Tahap Pelaksanaan..............................................................
92
5
Tahap Pemantapan..............................................................
92
BAB IV
PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI TEORI ILMIAH
DAN
REKOLEKSI
UNTUK
MENINGKATKAN
SEMANGAT PEMBANGUNAN JEMAAT.............................
94
A.
Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan
Imani...........................................................................................
94
1.
94
Catatan Pendahuluan Pertama.............................................
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Catatan Pendahuluan Kedua...............................................
94
3.
Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja................
95
4.
Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja....................
97
B.
Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif................
98
C.
Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme
Gerejawi.....................................................................................
100
1.
Pengembangan....................................................................
100
a
Oikodomè dan istilah agogis pengembangan...............
100
b. Pembangunan serta pengembangan jemaat, pelayanan
demi terwujudnya keadilan Allah.................................
100
Jemaat,
pengembangan
dan
c. Pembangunan
pertobatan.....................................................................
101
d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur........
103
e. Kesinambungan dan diskontinuitas..............................
104
Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk
memutuskan..................................................................
104
g. Realisasi tujuan yang sistematis...................................
104
h. Keterbukaan akan hari depan.......................................
105
Pengembangan Organisasi Gereja.......................................
106
a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi.....
106
Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan....
107
1.
Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi
Sekarang dan Hari Depan...................................................
107
2.
Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam
Pembangunan Jemaat..........................................................
107
3.
Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa
Depan..................................................................................
108
a. Apa yang dimaksud dengan kontekstualisasi?.............
109
b. Nivo makrososial..........................................................
111
f.
2.
D.
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
Konteks dan Kebenaran......................................................
111
5.
Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret
dan Masa Depan..................................................................
112
6.
Pengamatan Situasi dalam Terang Injil...............................
113
a. Pengamatan Situasi: Modernisasi...............................
113
b. Dalam Terang Injil.......................................................
114
Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat
Pembangunan Jemaat................................................................
115
1. Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan
Semangat Katekis Dalam Pembangunan Jemaat di Paroki
Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan
Barat....................................................................................
116
a. Pengertian Program Rekoleksi.....................................
116
Belakang
Program
Rekoleksi
untuk
b. Latar
Meningkatkan Semangat Hidup dalam Pembangunan
Jemaat...........................................................................
117
c. Tujuan dan Tema Rekoleksi.........................................
119
d. Gambaran Pelaksanaan Program..................................
121
e. Matrik Program............................................................
122
f.
Jadwal Rekoleksi..........................................................
128
g. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi.............................
129
1) Identitas Kegiatan.................................................
129
2) Pengembangan Langkah-langkah.........................
130
BAB V.
PENUTUP..................................................................................
160
A.
Kesimpulan.................................................................................
160
1.
Bertindak imani dan rasional...............................................
163
2.
Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil.......
164
a. Fungsional....................................................................
164
b. Terarah pada tujuan dan hasil.......................................
165
E.
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
Bertindak menurut tata waktu atau secara proses...............
165
4.
Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan
organisasi.............................................................................
166
5.
Mengaktifkan partisipasi.....................................................
166
B.
Refleksi Pribadi..........................................................................
167
C.
Saran...........................................................................................
170
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
171
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Daftar Singkatan
Dalam skripsi ini daftar singkatan Kitab Suci mengikuti Lembaga
Alkitab Indonesia (1993).
B. Daftar singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA
: Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili
Vatikan II Tentang Kerasulan Awam), 18
November 1965.
AG
Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kegiatan Misioner Gereja), 7 Desember 1965.
DV
: Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu
Ilahi), 18 November 1965.
GS
: Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang
Gereja di Dunia Dewasa Ini), 7 Desember 1965.
LG
: Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis tentang
Gereja), 21 November 1964.
C. Daftar Singkatan Lain
Bdk
: Bandingkan
DPP
: Dewan Pastoral Paroki
xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kan
: Kanon
Ket
: Keterangan
KOMKAT
: KOMISI KATEKETIK
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
LCD
: Liquid Crystal Display
MB
: Madah Bakti
PJ
: Pembangunan Jemaat
S1
: Strata 1
SDM
: Sumber Daya Manusia
xxiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISTILAH
1.
Aggiornamento
: Pembaruan Gereja
2.
Agogi
: Aktivitas memimpin/membimbing
3.
Agogis
: Bersifat menuntun
4.
Apokalipsis
: Kitab Wahyu, termasuk kitab deuterokanonika
5.
Apostolat
: Jabatan atau tugas seorang Rasul
6.
Apostolis
: Di utus Kristus
7.
As
: Poros
8.
Asosiasi bebas
: Membuat pertalian antara gagasan, ingatan, atau
kegiatan panca indera yang bersifat terbuka (bebas)
9.
Chaos
: Kekalutan
10. Community
development
: Membangun komunitas (kelompok)
11. Community and : Komunitas
Organizationorganisasi
Development
(masyarakat)
dan
pengembangan
12. Diagnosis
: Pemeriksaan terhadap suatu hal
13. Diakonia
: Bidang pelayanan pastoral: meliputi semua bidang
Gereja dan masyarakat
14. Didaktik
: Ilmu dalam mendidik
15. De facto
: Pada kenyataannya
16. Ekklesia
: Menjadi Gereja/jemaat
17. Ekklesiologi
: Teologi tentang Gereja
18. Emansipasi
: Persamaan hak
19. Empiris
: Berdasarkan pengalaman, penemuan, percobaan,
pengamatan dan penelitian
20. Empiris
organisatoris
: Ahli dalam pengalaman berorganisasi
21. Entitas
: Wujud
xxiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22. Eskatologis
: Berhubungan dengan tujuan akhir (eskaton)
manusia dan mengenai penyudahan sejarah,
kedatangan definitif Kerajaan Allah
23. Etos
: Semangat kerja
24. Evangelistik
apostolat
: Usaha/tugas perutusan penginjilan seperti yang
dilakukan para Rasul
25. Fundamental
: Bersifat dasar (pokok); mendasar
26. Feedback
: Umpan balik
27. Guidance
counseling
and : Bimbingan dan konseling
28. Hermeneuse
: Penafsiran
29. Homiletik
: Teori mengenai khotbah atau homili
30. Inkulturasi
: Sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman
Gereja lokal kedalam kebudayaan setempat
31. Inkulturisasi
: Kegiatan penyatuan budaya kedalam badan Gereja
sehingga menjadi Gereja yang kental dengan aspek
budaya lokal
32. Interdisipliner
: Kerjasama antara ilmu atau disiplin yang berbedabeda
33. Intermedier
: Tingkat menengah
34. Intervensi
: Tindakan untuk menolong proses pastoral
35. Job hunting
: Berburu pekerjaan
36. Karakteristik
gramatikal
: Sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks
37. Kategorial
: Memiliki kategori
38. Kateketik
: Teori tentang katekese
39. Koinonia
: Persekutuan dalam kasih Kristus
40. Kolektivitas
: Perihal/keadaan
41. Kolonialisasi
: Masa penjajahan
42. Konservatif
: Tertutup dengan hal baru, bertahan dengan ajaran
lama yang sudah ada
xxv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43. Konstelasi
: Kumpulan orang
44. Kristologis
: Dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang Kristus
45. Legimitas
: Keabsahan
46. Liturgik
: Teori mengenai liturgi
47. Nepotisme
: Kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan
orang terdekat yaitu keluarganya
48. Nivo
: Tataran/tingkatan
49. Oikodome
: Pembangunan
50. Oikodomein
: Membangun
51. Oikodomene
: Pembangunan/mendirikan Jemaat
52. Oriented
: Berorientasi
53. Passivum
: Bersifat/hal pasif
54. Pastoral care
: Pendampingan pastoral
55. Pastorat
: Penggembalaan
56. Pedagogi
: Ilmu pendidikan/pengajaran
57. Pelik
: Tidak biasa
58. Pengetahuan
praktek
: Pengetahuan (nyata dilaksanakan) yang diperoleh
dari dan dalam Pembangunan Jemaat
59. Person-oriented
: Orang-yang berorientasi
60. Person-person
: Orang-orang
61. Perspektif aktor
: Tindak-tanduk pastoral dilihat dari
(perspektif) mereka yang menjalankannya
sudut
62. Perspektif sistem : Tindak-tanduk pastoral dilihat dari sudut
(perspektif) kenyataan/entitas tertentu (misalnya
paroki atau jemaat)
63. Planning
: Perencanaan
64. Pluriform
: Ruang
65. Pneumatologis
: Teologi mengenai Roh Kudus
66. Polaritas
: Hal atau situasi yang memperlihatkan dua unsur
xxvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menyebabkan adanya keteganggan atau
dinamika
67. Poimenik
: Penggembalaan
68. Prognosis
: Perkiraan mengenai jalannya proses
69. Proteksionistis
: Perlindungan maksimal dari berbagai sektor
70. Quo
: Mempertahankan keadaan seperti itu saja (tidak
boleh di ubah)
71. Rasional
: Menurut pikiran dengan pertimbangan yangg logis
dan masuk akal
72. Relatio auctifica
: Meningkatkan hubungan
73. Retorika
: Keterampilan dalam berbahasa secara efektif
74. See-judge-act
: Melihat-menilai-bertindak
75. Sekularisasi
: Ideologi yang menganggap bahwa hidup ini adalah
semata-mata untuk kepentingan duniawi
76. Sibernetika
: Ilmu mengenai sistem pengendalian
77. Sôma
: Badan/tubuh
78. Teologi exodus
: Teologi tentang keluarnya bangsa bangsa Yahudi
dari Mesir (teologi pembebasan umat Yahudi)
79. Teologi
penciptaan
: Teologi yang mempelajari tentang
penciptaan didasari oleh Allah itu sendiri
80. Teologi praktis
: Refleksi atas praksis Gereja baik dari segi teologis
maupun dari segi ilmu-ilmu manusia.
81. Teritorial
: Keseluruhan dalam sebuah wilayah
82. Teritorium
: Cakupan wilayah
83. Tindak-tanduk
: Campur tangan (ikut terlibat dalam suatu pekerjaan)
84. Tindak-tanduk
komunikatif
: Campur tangan seseorang atau kelompok yang
mengutamakan komunikasi
85. Transformasi
: Perubahan rupa
sebagainya)
86. Vak
: Bagian
xxvii
(bentuk,
sifat,
fungsi
proses
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87. Verbal
: Secara lisan
88. Yuridis
: Secara hukum
xxviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konteks yang paling menentukan Gereja dapat dirangkum dalam satu
kata yaitu “Modernisasi”. Baik posisi Gereja dalam masyarakat sekarang
maupun kemungkinan bagi iman untuk berkembang, tergantung pada sikap yang
kita ambil terhadap modernisasi. Modernisasi itu tidak datang dari dunia Barat,
akan tetapi merupakan proses transisi yang digerakkan oleh pemerintah kita
sendiri lewat program pembangunan. Transisi itu merupakan proses perubahan
dari kebudayaan agraris menuju kebudayaan industrial, teknologis dan elektronis
(van Kessel, 1997: 87).
Proses transisi atau perubahan tersebut memerlukan pendampingan
pastoral yang berbeda dengan pendampingan tradisional yang kita alami sampai
sekarang, karena modernisasi mempunyai banyak efek sampingan. Teologi
Pastoral Tradisional kita sedang berkembang menjadi Teologi Praktis yang
memayungi sejumlah subdisiplin yang diantaranya ialah Pembangunan Jemaat.
Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang membangun Paroki.
Pembangunan Jemaat merupakan disiplin pastoral yang paling muda.
Katekese, Liturgi dan Penggembalaan atau Poimenik sudah lebih lama
mendapatkan status yang jelas dalam dunia Pastoral. Akhir-akhir ini dalam
waktu
yang
relatif
singkat
Pembangunan
Jemaat
sedang
mengejar
ketinggalannya (van Hooijdonk, 1996: ix). Paroki dan Jemaat-jemaat sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
persekutuan Allah yang berhimpun sangat pegang peranan dalam pengembangan
hidup beriman. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan Paroki dan
Jemaat-jemaat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Memang, untuk
mengelola, apalagi mengembangkan paroki dan jemaat-jemaat tidaklah mudah,
banyak kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah kurangnya buku pegangan
ataupun pengajaran mengenai Pembangunan Jemaat.
Di dalam Pembangunan Jemaat dibutuhkan tenaga penggembalaan selain
para Imam dan Biarawan/Biarawati yaitu sosok penggembala yang sekaligus
berada dalam lingkungan awam yaitu katekis. Katekis adalah orang dipanggil
atau terpanggil untuk mewartakan ajaran Yesus. Kata katekis berasal dari kata
dasar
katechein
yang
mempunyai
beberapa
arti:
mengkomunikasikan,
membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan iman
(Sanjaya, 2011:16).
Saat ini sebutan katekis dialamatkan kepada awam yang memiliki tugas
pewartaan dalam bidang pengajaran dan pembinaan iman. Katekis memiliki
peran penting pada perkembangan Gereja dari masa ke masa. Awal
perkembangan Gereja Perdana, katekis yang terlibat dalam pewartaan adalah
Para Rasul yang dibantu murid-murid lain. Perkembangan selanjutnya, Uskup
merupakan pengganti Para Rasul meneruskan tugas sebagai katekis. Para Uskup
tidak dapat bekerja sendiri maka dibantu oleh para Imam dalam wilayah
keuskupannya. Dikarenakan jumlah yang banyak, cakupan wilayah yang luas
dan Imam yang sedikit, para Imam melibatkan awam untuk membantu tugasnya
dalam hal pengajaran dan pembinaan iman umat. Para awam inilah yang disebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
katekis. para katekis awam tidak berdiri sendiri dalam hierarki Gereja karena
sifatnya yang membantu tugas Imam. Katekis yang utama dalam sebuah
keuskupan/paroki adalah Uskup/Imam.
Jiwa dan raga, rohani dan jasmani, harus seimbang, seperti halnya antara
pembangunan gedung gereja dan pengembangan Gereja sebagai jemaat. Namun,
mana lebih penting dalam membangun Gereja? Meskipun membangun gedung
gereja penting, namun lebih penting dan utama adalah membangun jemaat atau
umat. Gereja adalah umat beriman yang berkumpul sebagai komunitas. Gereja
bukanlah sekumpulan orang tapi suatu komunitas yang disatukan oleh Kristus,
maka Gereja atau umat Allah harus memiliki tujuan, visi dan gerakan yang
sama.
Gereja adalah orang-orang yang dipilih Yesus untuk melanjutkan karya
dan misi-Nya. Mereka perlu dirangkul, didampingi dan dibangun, karena
umatlah yang perlu diutamakan untuk menjadi paroki. Membangun gereja tidak
terlalu susah, yang paling susah adalah membangun umatnya. Di Eropa, banyak
gereja kosong bahkan dijual untuk menjadi mall atau masjid, karena jemaatnya
tidak dibangun. Maka yang paling utama dalam Pembangunan Gereja adalah
Pembangunan Jemaat.
Agar pembangunan Gereja terkoordinasi dengan baik dan memiliki visi
dan misi yang sejalan, perlu diorganisasi. Maka Gereja memiliki Dewan Pastoral
Paroki (DPP). “Mengapa ada DPP?”. Sebelum Konsili Vatikan II, umat paroki
hidup tanpa ikatan, hanya tergantung pada pastor. Mereka datang ke gereja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menerima pengajaran dan petunjuk pastor dan pulang ke rumah sendiri-sendiri.
Suasana itu dikenal dengan istilah “Pastor Sentris”. Jelasnya, umat hanya
menunggu perintah pastor, bergerak kalau pastor memberikan dorongan. Bukan
Gereja itu yang mau dibangun, tetapi Gereja sebagai komunitas. Gereja saat ini
dilihat sebagai persekutuan atau komunitas umat beriman dengan semangat
Ekaristi. Selesai Perayaan Ekaristi umat keluar sebagai komunitas. Gereja
sebagai komunitas tidak lagi ketergantungan pada pastor. Yang terlibat dalam
kepemimpinan komunitas adalah umat sendiri. Model ini tidak mungkin bisa
bergantung kepada pastor. Gereja sebagai komunitas hanya mungkin dirasakan
di komunitas basis atau lingkungan.
Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis mencoba mendalami
tulisan ini dengan judul: MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG
HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA
Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Adapun maksud dari penulisan ini adalah untuk
membantu para katekis menggali dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai
dasar merangkul dan mengajak umat berhimpun menjadi satu demi memuliakan
nama Allah di tengah kehidupannya sehari-hari di tengah umat, selain itu juga
dimaksudkan untuk menyemangati dan mendorong para katekis dalam
pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan Jemaat dan teologis
praktis?
2. Pengetahuan praktek dalam Pembangunan Jemaat apa saja yang
dibutuhkan?
3. Apakah teori praktek Pembangunan Jemaat dapat menjadi bahan
pegangan katekis?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali Pembangunan
Jemaat oleh katekis dalam buku “Pengantar ke Dalam Pembangunan Jemaat”
yang menjadi sumber semangat katekis dalam melayani dengan rumusan sebagai
berikut:
1. Mengetahui dan memahami maksud-maksud Pembangunan Jemaat serta
hubungannya dengan teologis praktis.
2. Mengetahui dan memahami apa saja pengetahuan praktek dalam
Pembangunan Jemaat.
3. Mengetahui dan memahami teori praktek Pembangunan Jemaat sebagai
pegangan katekis dalam tugas pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi katekis, menjadi pengetahuan dan masukan baru, untuk membantu
katekis menumbuhkan semangat pelayanan dalam Pembangunan Jemaat.
2. Membantu katekis menghayati makna Pembangunan Jemaat sebagai
sumber dan semangat mereka dalam melayani.
3. Menjadi masukan untuk para katekis dan calon katekis.
E. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis. Pada tulisan ini,
penulis akan memaparkan dan menganalisis permasalahan dengan bantuan
kepustakaan untuk memecahkan permasalahan. Penulis akan mengupas sebuah
buku Pembangunan Jemaat dari buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G.
Van Hooijdonk
dengan bantuan sumber-sumber tertulis. Metode ini
membutuhkan banyak sumber kepustakaan sebagai dasar ilmu untuk
memecahkan permasalahan yang tertulis dalam tulisan ini.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini mengambil judul Mendalami Pembangunan Jemaat yang
Hidup, Belajar dari Buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G. Van
Hooijdonk yang dikembangkan dalam lima bab yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Bab I. Bab Pendahuluan ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri
dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II. Pembangunan Jemaat dan Teologis Praktis. Pada bab ini akan
menguraikan Pembangunan Jemaat dan hubungannya dengan Teologi Praktis.
Untuk menguraikan materi ini penulis sebelumnya mengemukakan hal-hal yang
berkaitan
dengan
Pembangunan
Jemaat
dan
Teologi
Praktis
yakni;
Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis yang berisi: Pembangunan Jemaat
adalah masalah Iman, Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis
dan Pembangunan Jemaat adalah jawaban terhadap perubahan-perubahan di
masa kini. Kemudian penulis akan melanjutkan bagian kedua dengan
pembahasan: Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat dengan menjawab
pertanyaan
yakni;
Mengapa
Pembangunan
Jemaat
itu
penting?
Apa
Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa Pembangunan Akan diajarkan?
Bab III. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat sebagai
sumber pengetahuan bagi katekis di lapangan berisi tentang: bagian pertama
yaitu Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat yakni; Asosiasi Bebas
mengenai Paham Pembangunan Jemaat, Pengetahuan Praktek Pembangunan
Jemaat yang Diatur dan Dideskripsikan, Pengetahuan Praktek Ditata Menurut
Teologi Praktis dan Kerjasama: Pengetahuan Praktek tentang Pembangunan
Jemaat dan Teologi Praktis. Bagian kedua yaitu Aspek Dasar Pembangunan
Jemaat yakni; Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran, Lima Aspek
Dasar Pembangunan Jemaat dan Sebuah Model. Bagian ketiga yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Pembangunan Jemaat sebagai Proses: Pengantar, Dua Polaritas dalam Proses,
Polaritas dan Pengembangan, Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem, Umpan
Balik dan Evaluasi dan Kelompok Pendamping. Bagian terakhir bab ini yaitu
Masing-masing Tahap dalam Proses: Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama,
Tahap Penelitian, Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan dan Tahap
Pemantapan.
Bab IV. Pembangunan Jemaat sebagai Teori Ilmiah yang berisi tentang:
Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani, Pembangunan
Jemaat
adalah
Tindakan
Komunikatif,
Pembangunan
Jemaat
dalam
Pengembangan Organisme Gerejawi serta Pengamatan Situasi Sekarang dan
Pengamatan Masa Depan yakni; Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara
Situasi Sekarang dan Masa Depan, Catatan Pendahuluan Kedua berupa
Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat, Kontekstualisasi dalam
Pengamatan Situasi (sekarang) dan Masa depan, Konteks dan Kebenaran,
Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa Depan dan
Pengamatan Situasi dalam Terang Injil. Serta pada bagian akhir bab ini berisi
tentang Usulan Program.
Bab V. Kesimpulan, Refleksi Pribadi dan Saran. Bagian ini merupakan
bagian terakhir yang terdiri dari Kesimpulan, Refleksi Pribadi dan Saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS
A. Pembangunan Jemat adalah Paham Teologis
Pembangunan Jemaat dewasa ini sangat aktual bagi situasi yang beraneka
ragam, terutama pada penurunan dan penambahan anggota ini dipengaruhi oleh
konteks kemasyarakatan yang aktual. Akan tetapi, sebab perubahan itu tidak
selalu jelas dan juga sulit untuk membuat prognosis mengenai nasib paroki di
kemudian hari. Pemikiran semacam ini melatarbelakangi ketiga bagian dalam
pembahasan ini; Pembangunan Jemaat adalah masalah iman, Pembangunan
Jemaat merupakan paham inti dalam Teologi Praktis dan Pembangunan Jemaat
merupakan jawaban atas perubahan masa kini.
1. Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman
Iman, berasal dari kata pistis (Yunani), fides (Latin) secara umum artinya
adalah persetujuan pikiran kepada kebenaran akan sesuatu hal berdasarkan
perkataan orang lain, entah dari Tuhan atau dari manusia. Persetujuan ini
berbeda dengan persetujuan dalam hal ilmu pengetahuan, sebab dalam hal
pengetahuan, maka persetujuan diberikan atas dasar bukti nyata, bahkan dapat
diukur dan diraba, namun perihal iman, maka persetujuan diberikan atas dasar
perkataan orang lain. Maka iman yang ilahi (Divine Faith), adalah berpegang
pada suatu kebenaran sebagai sesuatu yang pasti, sebab Allah, yang tidak
mungkin berbohong dan tidak bisa dibohongi, telah mengatakannya. Dan jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
seseorang telah menerima/setuju akan kebenaran yang dinyatakan Allah ini,
maka selayaknya ia menaatinya.
Maka tepat jika Magisterium Gereja Katolik menghubungkan iman
dengan ketaatan dan mendefinisikannya sebagai berikut:
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan
“ketaatan iman” (Rm 16:26; lih. Rm 1:5 ; 2Kor 10:5-6). Demikianlah
manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan
mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta kehendak yang
sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan
secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan
oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat
Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh
Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah,
membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis
dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Supaya semakin
mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa
menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya. (Konsili Vatikan II
tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 5)
Maka dalam hal ini iman tidak berupa perasaan atau pendapat, tetapi
merupakan sesuatu yang tegas, perlekatan akal budi dan pikiran yang tak
tergoyahkan kepada kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan. Maka motif sebuah
iman yang ilahi adalah otoritas Tuhan, yaitu berdasarkan atas Pengetahuan-Nya
dan Kebenaran-Nya. Jadi, manusia percaya akan kebenaran-kebenaran itu bukan
karena pikiran mampu sepenuhnya memahaminya atau dapat melihatnya, namun
karena Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Benar menyatakan-Nya.
Kebenaran yang dinyatakan oleh Allah ini diberikan melalui Sabda-Nya, yaitu
yang disampaikan kepada kita umat beriman melalui Kitab Suci dan Tradisi
Suci, sesuai dengan yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
kepadanya Kristus telah memberikan kuasa untuk mengajar dalam nama-Nya.
Untuk menerima kebenaran yang dinyatakan Allah ini, diperlukan kasih karunia
dari Allah sendiri, dan untuk menanggapinya dengan ketaatan, diperlukan
kerjasama dari pihak kita manusia.
Iman mempunyai dimensi obyektif dan subyektif. Obyektif, karena dasar
kepatuhan akal budi dan kehendak kita adalah kebenaran dari Tuhan (dari Kitab
Suci dan Tradisi Suci), yang tidak mungkin salah; namun juga subyektif karena
berhubungan dengan kebajikan yang dimiliki oleh tiap-tiap orang, yang
melaluinya ia dapat menjadi taat beriman.
Pembangunan Jemaat adalah pengertian iman dan teologis. Dalam
karangan itu, mengutip dari Haarsma dalam buku Batu-batu yang Hidup karya
Dr. P.G. Van Hooijdonk, bicara mengenai “Gereja sebagai karya pembangunan
Roh Kudus” (Hooijdonk, 1996: 4). Tema ini diolahnya melalui pembangunan
istilah oikodome dan oikodomein dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian
Baru. Makna harafiah kata oikodomein kita jumpai dalam kata Yesus yang
bersifat nabiah dan apokaliptis (menyingkap) seperti ditulis oleh Markus: Saya
sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan
tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Ku-dirikan (oikodomein) yang lain,
yang bukan buatan tangan manusia (Mrk. 14:58).
Dalam Perjanjian Lama terdengar suara kritis itu tentang kenisah sebagai
rumah Allah: Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi
adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan (oikodomein)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? (Yes 66:1). Kata
kritis Nabi Yesaya ini dipakai oleh Stefanus sebelum kematiannya sebagai
martir, untuk memperkuat kesaksiannya di hadapan Mahkamah Tinggi dan
Imam-imam Kepala: Tetapi yang Mahatinggi tidak diam di dalam apa yang
dinuat (oikodomein) oleh tangan manusia (Kis 7:48)
Dalam tradisi religius Kisah Para Rasul, istilah oikodomein dihubungkan
dengan Gereja dan menjadi istilah inti. Jemaat itu dibangun (oikodomein) dan
hidup dalam takut akan Tuhan. Paulus mengatakan kepada para tua-tua Gereja di
efesus: “Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman
kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun (oikodomein) kamu dan
menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang
telah dikuduskan-Nya” (Kis 20:32).
Oikodomein menunjuk kepada kegiatan apostolis, di mana Rasul sendiri
mendirikan, meletakkan dasar dan membangun. Namun, oikodomein juga
dikaitkan dengan kegiatan warga Gereja yang satu dengan yang lain; dengan
kegiatan yang bersifat meneguhkan, membangun, menegur hal atau orang yang
kurang baik, menguatkan mereka yang kecil hatinya, mendukung mereka yang
lemah dan bersabar dengan semua orang (1Tes 5:11-14).
Dengan tajam Paulus mengatakan: “siapa yang berkata-kata dengan
bahasa roh, ia membangun (oikodomein) dirinya sendiri, tetapi siapa yang
bernubuat, ia membangun (oikodomein) Jemaat” (1Kor 14:4). Cinta satu sama
lain menjadi perioritas Paulus karena “kasih itu membangun (oikodomein)”
(1Kor 8:1). Secara eksplisit, Paulus memakai istilah “membangun jmaat” karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
bagi Paulus oikodomein bukan untuk kepentingan perorangan melainkan
kepentingan jemaat seluruhnya. Untuk memperkuat bahwa Gereja adalah karya
pembangunan Roh Kudus maka menurut Haarsma menunjuk pada karakteristik
gramatikal (sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks) yang ada pada
kata oikodomein. Oikodomein (membangun) adalah passivum (hal pasif). Jemaat
itu aktif satu dengan yang lain, namun pembangunan itu adalah karya Roh
Kudus (Hooijdonk, 1996: 6).
dalam Kitab Suci oikodomein mendorong kita untuk memandang
Pembangunan Jemaat pertama-tama sebagai hal iman dan sebagai paham
teologis. Paham ini mendahului semua arti yang diperoleh istilah itu dalam teori
dan praktek Pembangunan Jemaat sampai kini. Pembangunan Jemaat menantang
iman kita, hingga kita dalam kegiatan manusia melihat berkaryanya Roh Allah.
2. Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis
Teologi Praktis membawa hal baru yaitu kaitannya dengan ilmu sosial.
Maka dalam Teologi Praktis perwujudan diri Gereja mendapat makna empiris
yang lebih luas. Lagi ada hal yang baru: dibandingkan dengan paham
keuskupanlah sebagai Gereja lokal, Teologi Praktis memandang paroki, jemaat
dan warganya sebagai Gereja lokal. “Gereja, Sarana dan Tanda Keselamatan”
dengan jelas memperlihatkan hubungan antara beberapa pokok. Pokok yang
paling penting ialah Keselamatan, yaitu keselamatan Allah bagi manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. Allah, subjek Pembangunan Jemaat
Pembangunan Jemaat sebagai pengertian pokok dalam Teologi Praktis.
Pengertian itu mengandung polaritas antara karya Allah dengan karya manusia.
Ilmu sosial menyediakan banyak sarana komunikatif dan efektif bagi
perwujudan diri Gereja. Kemungkinan baru bagi manusiauntuk bekerja dalam
Gereja dihargai dan diselidiki oleh Teologi Praktis. Kata oikodome dalam
Perjanjian Lama mempunyai arti kiasan yaitu membangun rumah Israel, umat
Allah. Dalam Perjanjian Baru, istilah ini mendapat warna gerejawi. Maka
oikodome boleh diterjemahkan sebagai Pembangunan Jemaat.
Oikodome secara gramatikal merupakan „passivum‟ maka arti pertama
Pembangunan Jemaat bukanlah bahwa jemaat dibangun oleh manusia,
melainkan oleh Roh Kudus. Kalau oikodomein boleh diterjemahkan sebagai
Pembangunan Jemaat maka dalam kesadaran beriman kita memberi ruang
kepada berkaryanya Allah dan kita mengakui Allah sebagai asal dari
Pembangunan Jemaat. Dalam hal ini, ada perbedaan dengan teolog Barthian
Jerman yang juga mengatakan bahwa Allah membangun Gereja, namun kurang
mengindahkan sumbangan ilmu sosial (Hooijdonk, 1996: 9). Disiplin
Pembangunan Jemaat memprofilkan diri sebagai disiplin teologis di negara yang
lain juga. Akan tetapi, Pembangunan Jemaat harus bertolak dari pertanyaan
teologis, menekankan bahwa Pembangunan Jemaat tidak boleh diidentikkan
dengan ilmu “Community and Organization-Development”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
b. Gereja Lokal ikut Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat
Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan
Jemaat kita pun harus mengakui berkaryanya manusia di dalamnya. Dalam
Pembangunan Jemaat manusia adalah sesama subjek dengan Allah. Masih ada
pemikiran lain yang mengarahkan pandangan kita, yakni: emansipasi
(persamaan hak) orang beriman dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II
memutuskan hubungan dengan struktur grejawi yang feodal vatikan II memilih
struktur dimana persamaan dan kesetaraan warga Gereja dijadikan pusatnya
(Hoiijdonk, 1996: 9).
Dalam tata Gereja yang baik, jabatan berfungsi sebagai pelayanan. Akan
tetapi, sebagaimana yang dialami sesudah Konsili Vatikan II, Umat Allah masih
harus menempuh jalan panjang sebelum cita-cita emansipasi itu terwujud pada
segala jemaat beriman Gereja. Emansipasi orang beriman paling mungkin
terjangkau pada jemaat beriman lokal yaitu jemaat dan paroki. Pada jemaat
beriman itulah Pembanguunan Jemaat sering mendorong kesadaran, rasa
tanggung jawab, dan inisiatif orang beriman.
1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis
Pengakuan akan adanya karunia-karunia Roh dalam Gereja tidak boleh
menghambat pengakuan akan kepemimpinan dan tindakan pejabat Gereja.
Masih sering diidentifikasikan dengan uskup dan para imam. Akan tetapi, hal itu
mendapat kritik banyak juga. Struktur hierarkis yang sehat tidak usah
menghalangi Pembangunan Jemaat. Paulus menyadari juga bahwa tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
seorangpun dapat meletakkan dasar pembangunan selain dasar yang sudah ada
yakni Yesus Kristus.
2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual
Kesadaran akan panggilan Allah diperluas: bukan hanya seorang
melainkan banyak orang telah terpanggil; bukan hanya mereka yang
meninggalkan ayah ibunya termasuk Yesus akan tetapi, juga mereka yang
tinggal di rumah, seperti kawan-kawan Yesus di Betani. Spiritualitas adalah
dasar Pembangunan Jemaat. Banyak aktivis duduk di dewan paroki, di
kelompok kerja dan lain badan paroki. Partisipasi yang aktif itu merupakan
ungkapan keterlibatan mereka dalam Gereja. Pastisipasi itu juga mengaktifkan
hidup beriman dan orientasi iman mereka.
Ungkapan iman kiranya merupakan titik tolak bagi perkembangan
spiritualitas sebagai sumber kekuatan bagi Pembangunan Jemaat. Spiritualitas
bersama mrenjadi kekuatan bagi Gereja Perdana juga.
c. Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat
Jemaat sebagai objek sudah kita jumpai dalam Perjanjian Lama: “aku
akan memulihkan keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka
seperti dahulu” (Kis 9:31). Membangun jemaat berarti membangun umat Allah.
Dalam Perjanjian Baru Umat Allah ini mendapat wujud sebagai Gereja setempat
dan diberi nama provinsi:
Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan
kawan sewarga dari orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang dibangun di atas para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus
sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi
tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam
Tuhan kamu juga ikut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di
dalam Roh (Ef 2:19-22).
Objek ini adalah Jemaat orang beriman lokal. Tetapi orang perorangan secara
pribadi disapa juga seperti kita baca dalam surat Petrus (1Ptr 2:4-5a).
Jemaat lokal berdiri atas kehendak ilahi dan adalah persekutuan orangorang kudus yang dipanggil dari dunia, untuk menyatakan kesetiaannya kepada
Tuhan Yesus Kristus, dan yang bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan.
'Bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan'. Hal ini jelas menunjukkan, bahwa
jemaat lokal dipanggil untuk melaksanakan kehendak Allah. Dengan perkataan
lain, jemaat lokal adalah jemaat yang bermisi.
Untuk memahami misi jemaat lokal, kita harus ingat bahwa misinya itu
adalah bagian dari misi Gereja. Misi jemaat lokal di Yogyakarta tidak berbeda
dengan misi jemaat lokal di Medan atau di Bangkok atau di Amerika. Perintah
dan isi misi itu sama. Namun cara setiap jemaat lokal menanggapi mandat ini
bisa berbeda sesuai kondisi dan situasi setempat.
Betapapun pentingnya pembebasan sosial, politik, dan ekonomi, misi
jemaat tidaklah dimaksudkan terutama untuk hal itu. Tentu kesadaran orang
Kristiani terhadap masalah sosial, politik, dan ekonomi menjadi pelik (tidak
biasa) dan bangkit oleh ajaran dan pemberitaan Injil, sehingga mereka peka
terhadap situasi nasional dan internasional (Matius 5:13). Garam berfungsi
mencegah pembusukan. Kita juga, sebagai murid Kristus, harus bersikap tegas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menentang kejahatan perseorangan, kejahatan sosial, dan struktural. Kita tidak
dapat tinggal diam menyaksikan kejahatan dan ketidakadilan.
Tapi hal ini sekali-kali tidak berarti bahwa jemaat lokal harus
mengorganisasi dirinya menjadi organisasi massa yang terlibat dalam gerakan
sosio-politik praktis. Kendati Tuhan Yesus sendiri mengajar para murid-Nya
menentang kejahatan dalam bentuk apa pun, Ia tidak pernah mengarahkan atau
merekayasa mereka untuk terjun ke dalam gerakan praktis politik pembebasan
untuk menentang pemerintah Roma, atau ke dalam gerakan sosial melawan para
tokoh agama Yahudi. Menjadi garam dunia adalah bagian dari pemuridan
Kristen yang dituntut dari setiap warga jemaat lokal. Namun menggarami dunia
bukan merupakan bagian dari Amanat Agung yang Kristus berikan kepada
seluruh gereja-Nya.
Jemaat harus peka terhadap masalah kelaparan, kemiskinan, dan
penderitaan di dunia ini. Dan jemaat wajib terlibat berkorban untuk melayani
masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Tuhan Yesus berkata, 'Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri' (Matius 22:39). Untuk mematuhi
perintah ini, setiap warga jemaat lokal wajib memperhatikan kebutuhan jasmani
masyarakat sekitarnya. Jemaat sebagai satu kesatuan yang utuh wajib terlibat
dalam upaya mencukupi kebutuhan mereka. Hanya melalui pelayanan nyata dan
dengan kerendahan hati, kesaksian verbal dari jemaat memperoleh pengakuan.
Namun pelayanan demikian pada dirinya bukanlah penggenapan misi jemaat
lokal. Jemaat lokal harus memberikan kesaksian verbal, yakni memberitakan
Injil kepada masyarakat sekitarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Penginjilan bukanlah kegiatan yang setara dengan keprihatinan sosial.
Memang ada penginjil yang menyatakan bahwa penginjilan dan keprihatinan
sosial adalah sama. Hal itu tidak benar dan tidak alkitabiah. Alkitab mengajarkan
betapa hal yang rohani jauh lebih penting dari pada yang jasmani dan yang
sosial. Keselamatan yang Yesus berikan kepada manusia seperti yang
dibicarakan dalam Alkitab adalah keselamatan rohani. Keselamatan dari dosa
dan yang menuntut kita kepada hidup persekutuan dengan Allah dan taat kepada
kehendak-Nya. Justru kewajiban memberitakan Injil untuk menghimbau orang
supaya percaya kepada Kristus, menjadi murid-Nya dan bergabung dalam
jemaat-Nya adalah yang terpenting. Hal itu sekali-kali tidak dapat dianggap
sama dengan bantuan dana dan pembangunan atau pelayanan sosial.
Pendapat umum mengatakan, bahwa tuntas sudah kewajiban seorang
Kristiani bila ia aktif terlibat dalam kegiatan penginjilan terhadap masyarakat di
sekitarnya. Tidak perlu lagi terlibat dalam upaya penginjilan terhadap
masyarakat yang berbeda budaya, bahasa dan negeri. Konsep pemikiran
demikian adalah keliru.
Mengamati Amanat Agung Kristus, kita temukan ungkapan-ungkapan:
'semua bangsa' (Matius 28:19); 'segala makhluk' (Markus 16:15); 'segala bangsa'
(Lukas 24:47); 'ke dalam dunia' (Yohanes 17:18); 'ke ujung bumi' (Kisah 1:8).
Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa murid-murid-Nya harus menuntaskan
dulu penginjilan di Yerusalem baru kemudian bergerak ke Yudea, Samaria, dan
sampai ke ujung bumi. Kata penghubung 'dan' menunjukkan bahwa kesaksian
Kristen itu harus serentak dilakukan di Yerusalem, Yudea, Samaria, dan di ujung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
bumi. Jemaat yang punya kemampuan tapi tidak melibatkan diri dalam upaya
penginjilan lintas budaya (setidak-tidaknya melalui dukungan doa), belum
menggenapi misinya sebagaimana mestinya.
Konstitusi Gereja India Selatan mengemukakan hal ini dengan tepat
sekali. 'Setiap warga jemaat Allah wajib menunaikan misinya di lingkungannya,
bahkan sampai ke ujung bumi'. Warga yang ideal dari suatu jemaat lokal peka
terhadap isu politik, ketidakadilan sosial-ekonomi, dan penindasan. Mereka
bangkit menentang sekaligus memperbaiki kebobrokan demikian, sesuai
tanggung jawab moral kristianinya. Jemaat wajib terlibat melayani kebutuhan
masyarakat. Dalam rangka pemuridan yang bertanggung jawab dan pelayanan,
jemaat memproklamirkan Injil kepada lingkungannya dan terlibat dalam
penyebaran Injil kepada segala bangsa di bumi.
Kita tidak menganggap keprihatinan sosial berbeda dan terpisah sama
sekali dari penginjilan. Penginjilan yang efektif dan yang mendampakkan
kemuliaan bagi Kristus, dapat terjadi hanya di tengah-tengah pelayanan sosial
yang tulus. Kendati demikian keprihatinan sosial dan penginjilan tidaklah setara
dan sama. Dalam misi jemaat lokal, penginjilan (yakni penginjilan pada
masyarakat sekitar) adalah yang utama. 'Pelayanan penginjilan adalah misi
utama jemaat yang penuh pengorbanan. Penginjilan dunia menuntut seluruh
gereja untuk memberitakan Injil seutuhnya kepada dunia. Gereja adalah pusat
tujuan Allah dan sarana yang dipilih Allah untuk menyebar-luaskan Injil'.
Misi jemaat lokal tidaklah melulu pemberitaan Injil. Dalam misi itu tentu
termasuk rencana mendirikan jemaat-jemaat di tengah-tengah permukiman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
masyarakat, kepada siapa Injil itu diberitakan. Misi jemat lokal ialah penginjilan
dengan rencana mendirikan jemaat-jemaat di wilayah sekelilingnya dan di dunia.
Jemaat lokal menghadirkan dirinya di wilayah sekelilingnya dan di lapangan
misinya. Tokoh-tokoh jemaat Yerusalem berpencar akibat penganiayaan.
Beberapa di antara mereka berasal dari Kirene dan Siprus. Mereka ke Antiokhia,
mengabarkan Injil dan mendirikan jemaat di sana. Inilah pola misi yang
alkitabiah. Tujuan misi ialah mendirikan jemaat Yesus Kristus di tempat-tempat
di mana belum ada jemaat. Jemaat adalah pusat tujuan misi Allah. 'Supaya
sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada
pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga.' (Efesus 3:10)
Jemaat adalah tanda dan 'panjar rasa' dari Kerajaan Allah, yang menjadi
tujuan akhir dan harapan kita. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan Utopia yang
didirikan oleh kemelut pertarungan manusia melawan pemerintah-pemerintah
yang lazim. Kerajaan Allah adalah Kerajaan rohani, yang bertumbuh bila jemaat
didirikan di antara bangsa-bangsa di dunia ini, dan bangsa-bangsa serta sukusuku bangsa tunduk di bawah kedaulatan pemerintahan Allah. Selanjutnya,
melalui campur tangan Allah yang supra-alami, Kerajaan Allah dalam ujudnya
yang terpadu seutuhnya akan dinyatakan di dunia ini.
Dalam hal ini kita hanya membicarakan penginjilan lintas budaya, dan
menyebutnya 'misi'. Misi ini selalu menghadapi kendala-kendala baru.
Sekelompok masyarakat dengan bahasa, budaya, etnis atau sosial yang berbeda,
bukan saja ada di daerah pegunungan, hutan dan lembah terpencil, tapi juga di
kota-kota besar dan kecil. Misalnya, orang Sindhis di kota-kota India. Mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
masyarakat minoritas yang erat ikatan kekeluargaannya, dan umumnya hidup
berdagang. Memang, beberapa orang Sindhi telah menjadi Kristen, tapi sampai
sekarang, di manapun di dunia ini, belum ditemukan satu pun jemaat Kristen
Sindhi. Hal yang sama terjadi pula di Indonesia. Masyarakat Suku Sakai, Suku
Sasak, misalnya, masih belum terjangkau Injil. Demikian juga pedagang Cina di
kota-kota di Riau kepulauan dan di pulau-pulau lain di Indonesia Timur. Padahal
di kota-kota itu ada gereja.
Pengertian yang benar dan alkitabiah akan menolong kita mengerti misi
alkitabiah. Jemaat lokal merupakan sarana untuk memasuki misi lintas budaya.
Tujuan seluruh tugas misi adalah untuk mendirikan dan membina jemaat. Tugas
misi lahir dari keprihatinan orang percaya akan pertumbuhan dan kesempurnaan
gereja universal milik Kristus. Untuk mencapai pelayanan misi yang efektif,
maka misi harus berpusat pada jemaat. Tujuan utama misi adalah untuk
membangun jemaat. Tujuan akhir pelayanan misi harus mengarah pada
pembangunan dan penyempurnaan masyarakat sorgawi yang baru, warga baru
Kerajaan Allah yang mandiri.
d. Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan Kerajaan Allah
Jemaat lokal adalah objek Pembangunan Gereja, artinya Pembangunan
Jemaat – melalui dan melewati jemaat lokal ini – mengarahkan diri kepada
perwujudan Karya Penyelamatan Allah sebagaimana dikatakan dalam Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru. Karya penyelamatan itu tertuju kepada manusia.
Menurut E. Schillebeeckx, jemaat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
sadar
akan
pernyataan
kasih
Allah
kepada
dunia
itu
dan
sering
mengungkapkannya. Kepada jemaat Perjanjian Lama, Allah menyatakan
keterikatan-Nya yang merupakan dedikasi-Nya terhadap kehidupan manusia.
Dedikasi itu terutama dinyatakan-Nya lewat kepedulian dan pemeliharaan-Nya
terhadap yang lemah, yang tertindas, yang ada dalam keadaan bahaya
(Hooijdonk, 1996: 13). Bagi jemaat Perjanjian Baru, keadilan Allah dan
persekutuan Allah dengan manusia dalam Yesus Kristus mendapat wujud yang
serba baru dan unik. Tidak hanya dalam diri Yesus Kristus, tetapi juga dalam
diri manusia sendiri. Dalam Yesus Kristus telah datang Hidup baru di dunia ini.
Bagi jemaat Perjanjian Baru, peristiwa eskatologis (hal-hal mengenai
kedatangan Kerajaan Allah) ini mendapat wujud definitif dalam kebangkitan
Yesus. Para pengikut Yesus yang dipersatukan dalam jemaat lokal, telah belajar
melihat diri sebagai awal peristiwa eskatologis tadi yang dimaklumkan oleh
Yesus (Hooijdonk, 1996: 13). Teologi Vatikan II menggaris bawahi rencana
keselamatan Allah untuk semua orang. Vatikan II menghasilkan Konstitusi
Lumen Gentium, mengenai Gereja sebagai „Sacramentum Mundi‟, tanda
keselamatan bagi dunia dan juga “Gaudium et Spes” yang menekankan bahwa
keprihatinan terhadap dunia adalah keprihatinan Gereja.
Dapat
dirumuskan
tujuan
umum
Pembangunan
Jemaat,
yaitu:
mengantarai terjadinya keadilan Allah sebagai peristiwa eskatologis dalam dan
lewat jemaat lokal dan dalam serta lewat sejarah manusia yang aktual.
Pembangunan Jemaat menjangkau tujuan akhirnya bukan dalam Gereja
melainkan di dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara historis dan kultural
Pembangunan Jemaat mendapat wajah baru karena kedewasaan orang
beriman, pendapat-pendapat mereka tentang apa saja yang sekarang ini
membawa keselamatan bagi dunia: usaha mencari hermeneuse (penafsiran) yang
aktual mengenai Kabar Penyelamatan Allah. Pembangunan Jemaat seharusnya
bertujuan: mengantarai peristiwa (eskatologis) dalam mana keadilan Allah
diwujudkan di sini dan sekarang, dalam jemaat paroki. Tujuan umumnya – yaitu
mengantarai
keadilan dan kasih Allah – paling sedikit secara historis dan
kultural perlu dirumuskan kembali dengan lebih seksama. Perlu juga membuat
kriteria yang jelas untuk dapat menguji dapat tidaknya paroki menjangkau
tujuannya.
2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki
Gereja Katolik mengatur Jemaat setempat lewat sistem paroki. Maka
dapat dikatakan juga bahwa tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan
paroki. Tujuan umum Pembangunan Jemaat ialah menjadi perantara bagi
keadilan dan kasih Allah. Maka tolok ukur bagi pertumbuhan jemaat ialah kalau
jemaat diperkuat sebagai tanda dan sarana keadilan serta kasih bagi dunia. Kalau
Pembangunan Jemaat mengejar tujuan umum itu, maka terulanglah polaritas
antara berkarya manusia dan berkarya Allah.
Kenyataan paroki sebagai tanda dan keefektifan paroki sebagai alat
akhirnya disebabkan oleh kedatangan Allah di dunia ini. Tujuan akhir
Pembangunan Jemaat tidak hanya dihasilkan oleh karya pembangunan manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Tujuan itu eskatologis. Maka tujuan akhir Pembangunan Jemaat tidak saja
merupakan hasil serangkaian tindakan, melainkan juga merupakan kepenuhan
yang dihadiahkan Allah kepada kita seperti diungkapkan oleh Kitab Suci Wahyu
21:2.
3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang bagi pertumbuhan,
terarah kepada penyempurnaan
Gambaran
menanam
dan
pertumbuhan
serta
melandaskan
dan
membangun, menunjukkan pada proses yaitu tindakan manusia yang
berkelanjutaan: : “Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Allah yang memberi
pertumbuhan” (1Kor 3:6). Gambaran mengenai tahap-tahap demi membangun
Tubuh Kristus menunjukkan proses kehidupan juga, namun sekarang diperkuat
dan dikendalikan oleh Roh Kudus: “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh”
(1Kor 12:4).
Roh Allah berkarya melintasi tindak-tanduk jemaat secara perorangan
maupun bersama. Roh melintasi tindak-tanduk seperti meneguhkan dan
menasehati, mendukung dan menghibur, melintasi tindakan bersabar dan juga
tindakan menantang dengan bernubuat. “Janganlah padamkan Roh, dan
janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah
yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes 5:19-22)
Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari Pembangunan Jemaat adalah
pemberdayaan kaum awam. Hal ini harus dimulai dengan memberikan
pemahaman yang benar, apa makna awam secara Alkitabiah, warga Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
sebagai umat pilihan Allah sendiri. Dengan demikian sebenarnya baik awam
maupun pelayan yang ditahbiskan di hadapan Tuhan adalah sama, tidak ada
yang lebih tinggi atau rendah. Warga Gereja haruslah menyadari pangilannya
sebagai awam. Apapun pekerjaan dan profesinya haruslah dipahami dan dijalani
sebagai pannggilan Tuhan atas dirinya. Oleh sebab itu sudah sewajarnya
menjalani keseharian dengan etos yang berbeda, ia melakukan pekerjaan
sekulernya sebagai penghayatan imannya kepada Allah.
Dengan demikian ia haruslah mewujudkan kebenaran Tuhan dalam
profesinya, tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. Selain itu,
awam juga harus mewujudkan etos (semangat kerja) yang berorientasi pada
prestasi, kerja keras, dan sikap yang benar terhadap materi. Karena itu semua
merupakan ibadah kepada Tuhan, dengan demikian awam bisa menyampaikan
kesaksian hidup dan imannya bahkan menjadi garam dan terang dunia. Bagi
awam tidak ada pemisahan kegiatan dalam dunia sekuler maupun ibadah minggu
di gereja, karena semuanya itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab
dan kesungguhan yang dipersembahkan kepada Tuhan.
3. Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap Perubahan-perubahan
di Masa Kini
a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual
Pokok Pembangunan Jemaat bersifat aktual: aktual bagi situasi yang
beraneka ragam. Ada dua situasi: yang satu situasi dalam mana anggota jemaat
bertambah dan yang kedua dimana mereka berkurang. Di Indonesia merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
tempat dimana jemaat bertambah dan di Eropa Barat terdapat penurunan anggota
jemaat. Kenaikan dan penurunan anggota Gereja ini merupakan permasalahan
yang kompleks, yang tidak begitu saja dapat dideskripsikan dengan kategori
kuantitatif seperti besar-kecil atau dengan kategori partisipasi oleh banyak atau
sedikit orang. Maka terlalu simplistis kalau kehidupan paroki di Indonesia kita
jadikan contoh bagi paroki di Eropa Barat. Akan tetapi terlalu simplistis juga
untuk mengatakan bahwa pembaharuan inspiratif dalam kehidupan paroki di
Eropa Barat dapat menjadi teladan bagi paroki di Indonesia.
Maka itu Pembangunan Jemaat senyatanya harus dimulai dari kultur atau
budaya Indonesia sendiri yang menyatu di dalam Gereja (inkulturisasi). Sebab
umat kristiani yang saat ini khususnya yang ada di Indonesia memiliki keunikankeunikan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan umat Kristiani di luar
Indonesia meskipun ajaran Kristianinya sama, namun di Indonesia sudah
mengalami sedikit perombakan dimana budaya menyatu di dalam ajaran dan
liturgi Kristiani. Hal ini merupakan sebuah keunikan dan pembaharuan umat
katolik Indonesia supaya semakin mendekatkan diri pada Allah lewat berbagai
macam budaya dan tradisi yang berbeda-beda ditiap suku atau ras.
b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual
Kontekstual: Jemaat lokal merupakan situasi dimana teologi lokal
dibentuk. Menurut Schreiter tidak hanya mengamati kontekstual kultural,
melainkan juga persekutuan beriman dalam mana teologi lokal diciptakan. Oleh
karena itu, Pembangunan Jemaat memperlihatkan bermacam warna-warni yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
tidak sama, misalnya di Jerman, Belanda dan Amerika. Hal itu disebabkan tidak
hanya karena Amerika berbeda dengan Jerman dan Jerman berbeda dengan
Belanda, melainkan juga karena masing-masing persekutuan Gereja atau jemaat
berbeda (Hooijdonk, 1996: 18).
Orang beriman Eropa Barat mengira bahwa mereka membawa iman
universal ke “daerah misi” dan tidak menyadari bahwa mereka membawa iman
Kristiani yang telah mendapat bentuk yang spesifik di Eropa Barat. Misalnya
dalam liturgi, katekese dan pelayanan pastoral yang seharusnya disesuaikan
dengan situasi setempat. Hal yang sama terjadi dengan organisasi jemaat
setempat menurut sistem paroki dari Eropa Barat.
Sebetulnya desa dan daerah merupakan kesatuan alami yang lebih cocok
bagi Pembangunan Jemaat; pemimpin lokal sering mempunyai pengaruh lebih
besar terhadap hidup Gereja dari pada seorang imam yang dikirim dan diangkat
oleh uskup. Namun nilai kebudayaan tradisional sedang mengilang dengan
cepat, kata para pakar di Indonesia; sedangkan nilai sosial yang baru belum
mendarah daging.
Dalam
kanon 518 paroki teritorial dianggap sebagai aturan umum,
namun secara eksplisit dibuka kemungkinan – di mana dianggap bermanfaat –
untuk mendirikan paroki personal, atau dengan istilah kita paroki kategorial.
Rumusan Hukum Gereja sangat luas. Maka paham paroki bisa dikenakan pada
bermacam-macam entitas (wujud) atau kenyataan sosial. Paham paroki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
merupakan paham dasar: jemaat, umat atau sebagian dari umat. Tambahan
teritorial atau kategorial atau personal menyatakan konteks tertentu.
c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat (de facto)
Orang beriman semakin menyadari dwi kewajiban mereka untuk
menangani yang pertama; kabar penyelamatan, yang kedua; masalah dan
kebutuhan para orang beriman disekitarnya. Dari antara orang beriman, di
seluruh dunia timbul gerakan dan kelompok-kelompok untuk mewujudkan
kesadaran baru itu. Dewasa ini, misalnya lebih mementingkan “paroki
kategorial” dari pada dulu. Pembangunan adalah istilah yang digunakan untuk
pembangunan paroki, teritorial maupun kategorial, Pembangunan Jemaat,
pembangunan Gereja.
Di Indonesia istilah oikodome diungkapkan pula kerinduan akan
ekumene antara orang beriman Protestan dan Katolik. Dengan istilah ini juga
mau digaris bawahi keimanan para warga jemaat serta partisipasi semua orang
beriman dalam Pemabngunan Jemaat. Gereja yang mengimani imamat orang
beriman itu dan mendorong partisipasi semua umat pada reksa pastoral, perlu
dicari gaya kepemimpinan baru bagi imamat khusus, yaitu gaya kepemimpinan
suportif yang melayani. Akhirnya dengan istilah Pembangunan Jemaat
diteguhkan juga sifat kelembagaan Gereja setempat.
Keadaan jemaat Kristiani di Indonesia juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor terutama yang paling jelas terlihat adalah menjadi umat beragama dalam
kategori minoritas. Sebagai minoritas tentunya banyak tekanan yang menjadikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
umat katolik terkadang merasa canggung dan ragu untuk berkembang. Maka itu
dibutuhkan peran besar dalam Pembangunan Jemaat sebagai motor penggerak
kemajuan umat dan keberanian umat untuk menyatakan imannya. Tidak harus
menjadi berbesar diri karena harus menyatakan imannya ditengah umat
beragama lainnya, namun cukup dengan bisa membaur dan menjadi satu sebagai
umat katolik yang toleransi namun bangga dengan berbagai macam perbedaan
beragama yang ada di Indonesia. Senyatanya Pembangunan Jemaat harus bisa
melihat segi nyatanya keadaan umat katolik sebagi minoritas kemudian baru
membangunnya, dimulai dari yang paling bawah hingga mencapai pada
puncaknya.
B. Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat
Menurut Dr. P.G. van Hooijdonk ada tiga pertanyaan yang memenuhi
pemikirannya mengenai pembatasan masalah Pembangunan Jemaat: mengapa
Pembangunan Jemaat itu penting? Apa Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa
Pembangunan Jemaat akan diajarkan? (Hooijdonk 1996:21).
Dari ketiga pertanyaan itu serta jawabannya dipandang perlu untuk
membatasi subjek dan tujuan Pembangunan Jemaat. Dalam pembahasan ini
Hooijdonk mengikuti pendekatan Kardinal Kardjin yang juga digunakan dalam
Teologi Praktis, antara lain oleh majalah Concilium dan oleh Institut untuk
Teologi Praktis di VU (Vrije Universiteit), Amsterdam, yaitu „see-judge-act‟
(melihat-menilai-bertindak). Melihat: mendeskripsikan dan menganalisis situasi,
menilai: berefleksi dalam terang teologis dan ilmu sosisal, bertindak:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mengadakan perbaikan yang nyata. Formula „seejudge-act‟ yang padat ini
merupakan pedoman yang baik untuk menangani permasalahan Pembangunan
Gereja.
1.
Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?
a.
Pembaharuan di seluruh dunia
Banyaklah prakarsa yang dikerjakan orang diberbagai situasi masyarakat
dan kebudayaan contohnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Yang dicari
ialah penyesuaian hidup orang kristiani dibasis dengan kebutuhan jaman ini.
Dalam dunia ketiga, prakarsa itu mempunyai kesamaan karakteristik.
1) Di masa lalu, kolonialisasi dan evangelisasi membawa masuk sistem paroki
yang berasal dari Eropa Barat.
2) Di masa sekarang sistem paroki itu, sebagai sistem organisasi grejawi,
kurang memenuhi kebutuhan jemaat setempat, yang jumlahnya besar dan
imamnya kurang.
3) Di masa sesudah kolonialisasi dan Vatikan II, penyadaran awam
berkembang dengan pesat; yang dicari ialah bentuk baru bagi hidup
menggereja dalam unit sosial yang kecil.
4) Bersamaan
dengan
penyadaran
awam,
kebudayaan
religius
lokal
mempengaruhi wujud gerejawi hidup kristiani. Gereja-Gereja di Afrika dan
Asia mendapat tempat tersendiri di dalam Gereja sedunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Unsur kedekatan menjadi prnsip dasar bagi Komunitas Basis Kristiani di
Brasil; demikian pula bagi sistem lingkungan atau wilayah sebagai subbagian
paroki di Indonesia. Kedekatan itu mendinamiskan kehidupan Gereja. Namun,
proses pendinamisan itu tidak bertumbuh begitu saja, melainkan mengandaikan
proses belajar dan pendampingan yang panjang.
Walaupun banyak negara dan Gereja lokal konteksnya berbeda-beda,
namun, dimana-mana nyatanya penyebaran tanggung jawab dn tugas pastoral
menuntut waktu dan kesabaran dari yang bersangkutan. Di Eropa Barat terjadi
pembaharuan, namun, bersamaan dengan itu terjadi penurunan tajam dalam
partisipasi gerejawi: pendinamisan hidup Gereja yang telah terjadi dalam
kelompok dan persekutuan kecil hampir tidak kelihatan pengaruhnya terhadap
orang banyak.
b. Eklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan sendirinya
Literatur mengenai pembaharuan Gereja lokal berkali-kali menyebut
pengaruh Konsili Vatikan II. Konsili itu mempunyai arti besar bagi
pembangunan intern Gereja Katolik Roma. Kiranya teks Konsili diseleksi sesuai
dengan selera, kebutuhan, dan keiginan pribadi para teolog, pemimpin Gereja,
dan orang beriman yang aktif. Diantara interpretasi yang berbeda itu ada yang
menerima Vatikan II dengan gembira. Mereka terbuka akan aggiornamento
(pembaruan Gereja): penyesuaian Gereja masa kini; orang awam ikut
bertanggung jawab; Konstitusi tentang Gereja terbuka terhadap nilai hidup yang
modern. Mereka mengalami Konstitusi tentang Gereja sebagai pendobrakkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dan berharap akan adanya orang yang berani merumuskan opsi-opsi sesuai
dengan pendobrakkan itu.
c.
Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong pemikiran
teologis
Eklesiologi Konsili Vatikan II oleh banyak teolog disebut eklesiologi dari
bawah. Mengutip dari Jacobs, hal yang sama dapat dibaca: “Konsili Vatikan II
tidak mau berbicara dari atas, melainkan ingin menyuarakan iman yang hidup di
kalangan umat”. Konsili membuat Gereja lebih terbuka dengan membuka
kemungkinan untuk menyatakan pandangannya sendiri-sendiri
di kalangan
Gereja sendiri (Hooijdonk, 1996: 24).
Dengan Konsili Vatikan ke II mulai ada kebebasan berbicara dan
kebebasan berdikusi dalam Gereja. Kebenaran yang mutlak dan kebenaran yang
tidak bisa diganggu gugat, sedikit banyak ditinggalkan. Perhatian untuk Kitab
Suci dan ajaran para bapa Gereja menjadi lebih besar. Yang paling penting
adalah kesadaran Konsili bahwa Gereja tidak terpisah dari dunia, melainkan
merupakan kesatuan dengan dunia. Gereja adalah komunikasi iman yang
dibangun dari bawah.; “Inspirasi baru, dari bawah lebih dipentingkan dari pada
ajaran yang diwariskan”; “Panggilan biblis-historis terhadap gereja dengan
sendirinya berarti paham Gereja sebagai misteri yang berkembang dari bawah,
dari kalangan umat sendiri” (Hooijdonk, 1996: 24).
Eklesiologi berkeyakinan bahwa iman yang hidup dan aktif lebih
terjamin dalam konsensus bersama dari pada dalam gaya kepemimpinan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
otoriter. Eklesiologi mengimani bahwa Roh Allah tidak hanya bekerja dalam
Gereja melalui para pejabat gerejawi, tetapi juga melalui karisma yang ia
bagikan kepada siapa saja Ia berkenan. Tanpa mendalami hubungan antara
eklesiologi dari bawah dan ungkapan ajaran Gereja yang resmi, secara empiris
dapat dikatakan bahwa kedua faktor tersebut merupakan kondisi bagi
Pembangunan Jemaat. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai peraturan
yuridis Gereja. Dinamika Pembangunan Jemaat tidak tergantung pada peraturanperaturan yuridis itu namun, peraturan tersebut menggariskan batas gerak
dinamika itu.
Menurut Huysmans, secara tajam dapat dirumuskan bahwa, Kodeks yang
baru tidak mendukung eklesiologi dari bawah. Memang persamaan fundamental
orang awam dengan pejabat dalam gereja diatur dalam Kanon 208. Partisipasi
tiap orang beriman dalam tritugas Kristus diutamakan. Akan tetapi, kewajiban
mereka lebih berat dari haknya. Orang beriman wajib menghormati dan menaati
pimpinan Gereja, sedangkan tidak nyata bahwa pimpinan Gereja mempunyai
kewajiban terhadap orang beriman. Seharusnya diolah secara yuridis sifat khas
jabatan itu ialah pelayanan sebagaimana dikatakan dalam Konstitusi mengenai
Gereja (LG 24). Harapan yang ditimbulkan oleh teks Konsili hilang dalam
rumusan yuridis Kodeks yang baru (Hooijdonk, 1996: 25).
Dari sudut lain, Kodeks mencermikan perkembangan dalam Gereja juga.
Betapa besar kritik terhadap Kodeks, namun harus diakui bahwa melalui dan
sejak Konsili Vatikan II hukum Gereja diperkaya dengan hukum awam
(Hooijdonk, 1996: 26). Pembangunan Jemaat, kalau secara teologis berfungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dengan baik akan mengikut sertakan teologi dalam berfikir serta bertindaktanduk tidak hanya secara retrospektif melainkan juga secara prospektif. Dengan
demikian, Pembangunan Jemaat dapat menjadi motor yang penting bagi
perkembangan pemikiran teologis dan penataan yuridis dalam Gereja.
d. Sinode Jerman tahun 1976
Sumber yang tak terduga bagi perkembangan eklesiologi dari bawah
dalam Gereja Kotolik ialah Sinode Bersama Para Diosis di Republik Federasi
Jerman Barat tahun 1976 yang bertemakan: “Harapan Kita – Pengakuan Iman
untuk Masa Kini”:
Semua orang beriman harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan
hidup Gereja. Pembaharuan ini tidak dapat diperintahkan dan tidak akan
jadi oleh karena ada beberapa peraturan pembaharuan sinodal. Pengikut
yang satu harus melahirkan banyak pengikut, saksi yang satu harus
mendorong banyak saksi harapan yang satu diemban banyak pendukung.
Hanya dengan demikian upaya pembaharuan demi gereja dapat menjadi
upaya pembaharuan oleh Gereja. Hanya dengan demikian dapat terjadi,
bahwa dalam situasi transisi kita ini Gereja yang rupanaya proteksionistis
terhadap umat menjadi Gereja yang hidup milik umatnya. Dalam Gereja
yang diperbaharui itu semua orang beriman akan bertanggung jawab atas
keadaan Gereja serta kesaksiannya tentang harapan (Hooijdonk, 1996:
26).
Menurut Haarsma, dokumen yang diedarkan oleh Sinode Jerman ini
dengan berbagai cara merombak dasar teologi yang mempertahankan
monopolisasi jabatan imamat, yang memusatkan karya Roh dalam jabatan uskup
dan imam. Pendapat itu bertentangan dengan ajaran Vatikan I dan II (Hooijdonk,
1996: 27). Lumen Gentium mengatakan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Dikatakan sepanjang waktu, Roh Kuduslah yang menyatukan segenap
Gereja dalam persekutuan dan pelayanan, melengkapinya dengan
pelbagai kurnia hierarkis dan karismatis (Ad Gentes 4), dengan
menghidupkan lembaga gerejawi bagaikan jiwanya, dan dengan
meresapkan semangat misioner, yang juga mendorong Kristus sendiri,
kedalam hati umat beriman (LG 1).
Dari kedua pasan di atas terlihat jelas akan adanya kedua perbedaan yang
mencolok. Dari sinode Jerman menekankan seluruh orang beriman untuk ikut dan
ambil bagian harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan hidup Gereja,
artinya tanpa terkecuali harus ambil bagian dengan segala kekuatan dan
kemampuannya untuk pembaharuan secara gerak cepat karena dalam pernyataan
tersebut juga terkandung bahwa Gereja yang “proteksionistis” atau berarti
menutup diri. Sedangkan dari ajaran Vatikan I dan II lebih menekankan Roh
Kudus sebagai penggerak lewat jabatan imamat dan berharap dengan adanya
kaum hierarkis dapat menjadi pembaharuan bagi umat Allah. Jelas hal ini sungguh
menjadi sebuah pertentangan, sinode Jerman menekankan semuanya (secara
keseluruhan) yang percaya kepada Allah tanpa terkecuali bisa membuat
pembaharuan sedangkan Vatikan I dan II hanya lewat kaum hierarkis.
Dari kedua hal tersebut tidak baik jika hanya mengandalkan satu sumber
saja sebagai cara untuk pembaharuaan jemaat Gereja, tetapi dapat diambil
kesimpulan bahwa semua yang percaya kepada Allah akan membuat sebuah
pembaharuan kearah yang lebih baik. Tetapi para kaum hierarkis juga harus
berada di tengah umatnya untuk jadi penggerak bukan lagi sebagai monopoli
seperti yang ada dalam pembahasan di atas namun sebagai yang utama menjadi
contoh dan pendorong bagi umat untuk sebuah pembaharuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
e.
Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?
Pembangunan Jemaat digerakkan oleh kuasa Roh Kudus yang berdiam
dalam diri orang beriman. Dinamikanya tergantung pada keterbukaan jemaat dan
pemimpinya dalam hal mendengarkan dan membaca. Dipandang dari dinamika
itu, Pembangunan Jemaat penting sebagai tempat dimana orang beriman dapat
belajar.
2.
Apa Pembangunan Jemaat itu?
a. Jemaat sebagai Paroki
Di antara berbagai macam meso-sosial Gereja memusatkan perhatian
pada paroki. Istilah paroki dipakai pertama-tama untuk paroki teritorial, namun
selanjutnya untuk setiap bentuk reksa pastoral personal bagi kelompok sosial
atau institusi kemasyarakatan. Rumusan yuridis tentang paroki merupakan titik
tolak paroki teritorial meliputi semua orang beriman dalam teritorium (cakupan
wilayah) tertentu; paroki personal meliputi kategori sosial seperti mahasiswa,
pemuda, buruh, orang miskin. Atas dasar ini paham paroki masih bisa diperlebar
lagi.
Pembatasan Pembangunan Jemaat pada paroki dapat memberi kesan
seakan-akan hanya aspek kelembagaan dan yuridis saja yang menjadi penting.
Menurut Kodeks lama, paroki adalah daerah pemeliharaan jiwa yang diserahkan
kepada pastor. Menurut Kodeks baru paroki adalah jemaat orang beriman
tertentu. Pergeseran makna dari daerah ke jemaat sangat penting artinya. Paroki
sekarang diakui sebagai jemaat, sebagai umat Allah lokal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Paroki itu mempunyai kekhasan sendiri yaitu merupakan badan hukum.
Dalam keuskupan, paroki diakui sebagai semacam kesatuan umat yang khas juga
(sui iuris) dan tidak merupakan cabang keuskupan. Akan tetapi, sekalipun paroki
disebut jemaat, namun menurut ketentuan hukum Gereja, paroki tidaklah
merupakan jemaat yang demokratis. Kepemimpinan dan staf pastoralnya yang
dibawah wewenang seorang uskup dipercayakan kepada seorang pastor. Kitab
Hukum baru membuka kemungkinan untuk membentuk dewan paroki. Akan
tetapi, pembentukannya tergantung pada penilaian uskup. Selain itu dewan
paroki hanya mempunyai hak konsultatif dan ketuanya adalah pastor. paroki
mencakup aturan yuridis mengenai personel, keuangan serta sarana untuk
memelihara paroki. Kebiasaan setempat dapat menjamin pengaruh warga paroki
terhadap susunan personel serta penggunaan sarana fisik.
Sekalipun banyak kritik, namun paroki teritoriallah yang paling banyak
dipakai pada jemaat beriman lokal sebagai bentuk yuridis (secara hukum) dan
empiris organisatoris (ahli dalam pengalaman berorganisasi) untuk hidup sosial
gereja. Namun demikian, paroki teritorial, karena bersifat global tidak bisa
memenuhi semua tuntutan dan tantangan dari kelompok dan orang dalam
masyarakat modern. Tujuan Pembangunan Jemaat baru tercapai kalau jemaat
setempat secara efektif memperhatikan kebutuhan dan keprihatinan orang
sekitarnya. Paroki teritorial saya lihat sebagai kenyataan yuridis dan empiris
yang mendapat arti teologis dalam hubungan dengan Pembangunan Jemaat.
Istilah jemaat lebih teologis dan lebih dekat pada pengertian paguyuban,
persekutuan orang beriman, kerukunan, orang beriman yang bertanggung jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
atas pembentukan jemaat (Hooijdonk, 1996: 29). Dalam proses penyadaran
orang beriman terjadilah ekklesia (menjadi jemaat), dalam arti kata sepenuhmya:
kalau orang menyadari adanya struktur hierarkis gereja, justru timbullah istilah
seperti basis atau jemaat basis. Jemaat mendapat nada kritis: jemaat lebih cocok
dengan teologi dari bawah (basis) dari pada kata paroki.
b. Pembangunan
pembangunan dalam bahsa sehari-hari dan dalam tulisan teologis serta
ilmu sosial mempunyai skala arti yang luas yang pada intinya berarti membuat
sebuah atau segala sesuatu dari awal hingga tahap akhir yaitu finishing.
1) Pertumbuhan dan perkembangan
Perkembangan ke tahap berdikari yang tinggi dan perkembangan ke visi
yang luas dan mendalam; menuju keterbukaan kedalam dan keluar terhadap
kebutuhan manusia; ke jemaat beriman yang lebih tinggi dalam relasi antar
manusia; ke profesionalitas lebih tinggi dalam hal memimpin. Perkembangan
dan pertumbuhan semacam ini dapat ditingkatkan melaui proses pembinaan dan
pendidikan.
2) Pendalaman secara spiritual
Pertumbuhan kearah identitas spiritual dalam kepengikutan Kristus.
Pendalaman spiritual jemaat sebagai sekutuan orang beriman, bukanlah
spiritualitas pribadi. Melainkan spiritualitas untuk sebuah dasar pembangunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3) Pembaharuan
Menurut Baumler-Mette, bicara tentang jemaat sebagai program yaitu
program
pembaharuan;
sebagai
Leitbegriff,
pengertian
pokok,
yang
mengarahkan tindakan Gereja menuju masa depan; sebagai tolak ukur dan arah
bagi Gereja. Pembangunan mengimplisitkan perubahan yang efektif menuju
perwujudan masa depan (Hooijdonk, 1996: 30).
4) Cita-cita
Jemaat dapat dilihat juga sebagai cita-cita yang dirumuskan secara
teologis sedangkan pembangunan dapat dilihat sebagai tindakan untuk
mendekatkan cita-cita dan mewujudkannya. Dengan adanya cita-cita maka dapat
ditegaskan bahwa cita-cita menjadi sebuah semangat untuk menuju sebuah
keberhasilan dalam Pembangunan Jemaat.
c. Pembangunan Jemaat
Jemaat adalah persekutuan orang beriman setempat, persekutuan orang
beriman berarti paroki teritorial. Pembangunan ialah campur tangan aktif atau
intervensi dalam tindak-tanduk jemaat setempat yakni paroki. Pembangunan
mempunyai arti banyak: baik empiris maupun teologis. Berdasarkan pengertian
ilmu sosial dipakai istilah intervensi, pembentukan edukatif, dan perubahan
paroki secara sistematis metodis. Dari sudut teologis saya pandang proses
pembentukan jemaat sebagai cita-cita. Menurut aspek ilmu sosialnya
Pembangunan Jemaat di paroki dapat dibandingkan dengan pembangunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
masyarakat atau community development dengan pengembangan organisasi dan
dengan pendidikan orang dewasa.
Pembangunan Jemaat dipandang sebagai disiplin teologis. Disiplin itu
mengikuti norma yang berlaku bagi jemaat lokal yaitu: perantaraan kedatangan
eskatologis Kerajaan Allah dalam keadilan dan cinta kasih. Mengingat aspek
empiris dan normatif ini, Pembangunan Jemaat dirumuskan sebagai berikut:
Pembangunan Jemaat adalah intervensi sistematis dan metodis dalam
tindak-tanduk jemaat beriman setempat. Pembangunan Jemaat menolong
jemaat beriman lokal untuk – dengan bertanggung jawab penuh –
berkembang menuju persekutuan iman, yang mengantarai keadilan dan
kasih Allah, dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini
(Hooijdonk, 1996:32).
Dalam upaya menangani perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak
Kristus, Pembangunan Jemaat melihat Gereja baik dari perspektif orang-orang
dengan keseluruhan aktivitas yang dijalankannya, maupun dari perspektif sistem
(unsur-unsur yang saling kait-mengait menyatu) yang ada dan berlaku dalam
Gereja. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat tidak sama dengan tugas
menggembalakan, membina dan mengader Warga Gereja, yang perhatian
utamanya tertuju kepada anggota dan pemimpin Gereja dengan segala
aktivitasnya. Pembangunan Jemaat juga bukan merupakan tambahan dari tugastugas yang sudah ada sebelumnya, karena Pembangunan Jemaat berupaya
memadukan tugas-tugas yang telah ada itu agar menjadi satu kesatuan gerak.
Pembangunan Jemaat lebih luas dari itu semua, juga lebih luas dari membangun
organisasi dan struktur Gereja. Pembangunan Jemaat menyangkut keseluruhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gereja, baik orang-orangnya dengan berbagai kemampuan yang ada di
dalamnya, kegiatan-kegiatannya, serta unsur-unsur yang saling kait-mengkait
atau sistem yang berlaku dan dijalani dalam kehidupannya.
Kecuali itu, dalam rangka menangani Gereja, Pembangunan Jemaat juga
melihat Gereja dari dua sisi, sisi masa kini sebagai suatu kenyataan apa adanya,
dan sisi masa depan yang dicita-citakan sebagai suatu harapan. Hal ini dilakukan
agar Gereja semakin setia menjalani kehidupan dan karyanya sesuai dengan
kehendak Kristus. Untuk itu, dalam rangka Pembangunan Jemaat diperlukan
adanya upaya merumuskan visi dan misinya berdasarkan keyakinan imannya,
serta dibutuhkan adanya pengenalan yang memadai terhadap situasi masyarakat
di mana Gereja hidup dan berkarya, sehingga visi dan misinya itu menjadi visi
dan misi yang aktual. Pembangunan Jemaat mengintegrasikan kenyataan dengan
cita-cita menjadi Gereja Yesus Kristus, berangkat dari Gereja secara konkret,
apa adanya, menuju Gereja yang dicita-citakan sesuai kehendak Kristus dalam
relasi timbal-balik dengan situasi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dalam rangka mengupayakan perwujudan Gereja sesuai dengan
kehendak Kristus itu, upaya ini merupakan upaya perubahan (transformasi).
Pembangunan Jemaat mengolah sumber daya yang dimiliki oleh Gereja (orangorangnya, pengetahuannya, kemampuan dananya, serta peluang-peluang yang
dimilikinya) supaya menghasilkan sumber daya yang menjadi berkat bagi
masyarakat di sekitarnya, seperti misalnya : cinta kasih, pertobatan, kerelaan
saling berbagi, semangat persaudaraan dan sebagainya. Dalam melakukan
perubahan itu kecuali didasari oleh penghayatan iman dan pengetahuan teologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
yang mendalam, juga menggunakan cara-cara dan sarana-sarana yang tepat
seperti dikembangkan dalam ilmu Manajemen Gereja. Perubahan itu juga tidak
berlangsung sesaat, namun dilakukan secara bertahap secara sinambung dan
terus menerus : tahap penyadaran terhadap perlunya perubahan, tahap penelitian
terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,
dan tahap pemantapan. Lebih lanjut upaya perubahan itu tidak hanya dilakukan
oleh para pemimpin Gereja atau orang-orang tertentu dalam Gereja, melainkan
dilaksanakan oleh segenap warga Gereja. Pemimpin beserta segenap warga
Gereja merupakan subyek sekaligus obyek Pembangunan Jemaat. Dengan
demikian Pembangunan Jemaat merupakan keseluruhan usaha perubahan yang
dilakukan oleh Gereja secara terencana, sinambung, dan terus menerus.
Mempertimbangkan apa yang telah dikemukakan ini, secara singkat
dapat dirumuskan bahwa Pembangunan Jemaat adalah keseluruhan usaha yang
dilakukan oleh Gereja untuk merencanakan dan melaksanakan proses-proses
perubahan secara menyeluruh, terpadu, terarah dan sinambung dalam hubungan
timbal balik dengan masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya, agar Gereja
mampu mewujudkan hidup dan karyanya sebagai Gereja Yesus Kristus di dunia
ini.
3.
Kepada siapa Pembangunan Akan di Ajarkan?
Semua orang beriman – tanpa kecuali – ikut menjadi subjek dalam
Pembangunan Jemaat dan tidak mengkhususkan orang beriman tertentu sebagai
sesama subjek itu. Orang beriman hanya dibedakan menurut kharisma yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dibagi-bagi oleh Roh dan menurut jabatan serta pelayanan kepemimpinan yang
dibagikan kepada mereka.
Menangani proses Pembangunan jemaat dalam aspek yang beraneka
ragam mengandaikan kualitas-kualitas kepemimpinan dalam arti tadi, yaitu
kualitas kepemimpinan yang mencakup bakat refleksi dan bakat pelaksanaan.
Perlu dilihat dan mengakui bahwa dalam kenyataan dewasa ini tidak hanya
pejabat Gereja melainkan juga orang awam mempunyai kualifikasi sebagai
pemimpin. Kodek baru mengakui realitas itu:
Orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gemabala rohani
untuk mengemban tugas dan jabatan grejawi, yang menurut ketentuan
hukum dapat mereka pegang (228, 1). Orang yang unggul dalam
pengetahuan, kearifan dan peri hidupnya, dapat berperan sebagai ahli
atau penasiha, juga dalam dewan-dewan menurut norma hukum, untuk
membantu para Gembala Gereja (228, 2)
Menurut norma teologis makin banyak orang beriman diharapkan berpartisipasi
dalam Pembangunan Jemaat.
Pembangunan Jemaat dalam hal ini akan diarahkan kepada katekis
karena katekis memiliki ruang gerak yang lebih luas dan selain itu pula katekis
juga memiliki pendidikan yang mumpuni dalam bidangnya, karena katekis
berbeda dari pada prodiakon yang lebih besar pada pelayanan berdasarkan
pengalaman. Katekis mendapatkan cukup ilmu tentang kekatolikkan beserta
prakteknya yang nantinya memiliki ruang gerak menjadi seorang katekis di
keuskupan,
paroki
maupun
lingkungan
dan
merambah
juga
dalam
pendidikanyaitu menjadi seorang guru. Dengan ruang gerak yang cukup luas ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
diharapkan pula katekis dapat menjangkau hingga kedalam plosok-plosok
penjuru negeri untuk mewartakan Kerajaaan Allah dan mengajarkan
Pembaharuan bagi umat-umat katolik yang tidak mampu di jangkau oleh kaum
hierarkis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BAB III
PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN JEMAAT
A. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat
Pengetahuan praktek ialah pengetahuan yang diperoleh dari dan dalam
praktek Pembangunan Jemaat. Yang dapat menjadi subjek pengetahuan ini ialah
mereka yang secara aktif dan sebagai pemimpin menjalankan Pembangunan
Jemaat sendiri, mereka yang dilibatkan dalam Pembangunan Jemaat, walaupun
pasif dan ilmuan yang mengatur kesan-kesan mengenai praktek – walaupun dari
agak jauh. Dalam pengetahuan praktek dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:
pertama, asosiasi bebas yang timbul pada orang beriman kalau mendengar istilah
Pembangunan Jemaat. Kedua, pengetahuan mengenai praktek Pembangunan
Jemaat yang diatur dan dideskripsikan. Ketiga, pengetahuan prakter yang diatur
menurut Teologi Praktis.
1. Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat
Ada cukup banyak orang mengasosiasikan Pembangunan Jemaat
dengan kegiatan para warga paroki sendiri. Kemudian dirangkum beberapa
asosiasi yang berasal dari orang beriman di tempat yang berbeda-beda seperti,
asosiasi yang berkaitan dengan paroki: Pembangunan Jemaat ialah mengadakan
dan memperbaiki dewan paroki dan kelompok kerja, memperbaiki komunikasi
antar anggota dewan paroki sendiri, memperbaiki komunikasi antara dewan,
serta kelompok kerja dengan kelompok lain di luarnya. Dari asosiasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
terkumpul ini jelaslah bahwa struktur mendapat perhatian lebih besar dari pada
hal berfungsinya paroki.
Ada asosiasi yang menyangkut penanganan dan perluasan tugas
pastoral di paroki: Pembangunan Jemaat ialah tugas yang bertujuan
memperdalam iman pribadi seperti katekese, pengembalaan terhadap pribadi dan
kelompok, bimbingan rohani. Ada asosiasi yang menyebut sejumlah kegiatan
serentak secara bersama untuk memperlihatkan bahwa paroki itu hidup.
Pembangunan Jemaat disini berarti: meningkatkan mutu kegiatan itu dan
menolong jemaat menjadi orang beriman yang lebih insaf dan dewasa. Ada
asosiasi yang menunjukan hanya satu macam kegiatan, yang biasanya kita sebut
dengan pendidikan kader. Dan ada asosiasi yang berbicara tentang jemaat yang
terbuka; terbuka dalam macam-macam arti: membangun jemaat di daerah yang
tidak mengenal Injil, mengembangkan hubungan dengan agama lain,
mempersiapkan jemaat untuk hidup diera sekularisasi.
Asosiasi dengan membangun gedung Gereja makin berkurang. Tidak
berarti bahwa gedung Gereja tidak lagi dianggap perlu. Orang beriman tetap
mencari ruang untuk berkumpul dan mendengarkan Firman sekaligus merayakan
kebersamaannya dengan Kristus. Gedung itu adalah tanda perkenalan, simbol
yang mempersatukan orang beriman satu dengan yang lainnya. Partisipasi awam
pada tanggung jawab atas Gereja serta kegiatannya makin dianggap perlu dan
layak. Layak, oleh karena kesadaran diri dan kedewasaan awam makin
bertumbuh. Perlu, karena jumlah pastor, kini dan di masa depan, tidak
mencukupi untuk menjalankan reksa pastoral jemaat secara intensif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Pembangunan Jemaat tidak terutama mereka asosiasikan dengan relasi
interen antara pastor dan para aktivis awam (misalnya dalam hal hak dan
kewajiban, hal wewenang, hal keuangan), melainkan lebih dengan penyadaran
iman mereka sendiri, pembentuka kader dan dengan tugas yang perlu mereka
laksanakan di Gereja dan dunia.
2. Pengetahuan
Praktek
Pembangunan
Jemaat
yang
Diatur
dan
Dideskripsikan
Pengetahuan praktek menolong mengerti mengapa dan bagaimana
Pembangunan Jemaat dapat menggerakkan orang, apa yang menjadi inti
Pembangunan Jemaat, apa cara kerjanya dan hasil mana yang dapat diharapkan
dari padanya. Pengetahuan praktek ini bersal dari praktek dan diuji dalam
praktek, pengetahuan ini tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang sudah
mempunyai pengalaman praktek, melainkan juga bagi yang dengan cara lain
terlibat dalam Pembangunan Jemaat.
Tidak hanya dikumpulkan laporan praktek Pembangunan Jemaat
dilapangan, melainkan juga artikel mengenai Pembangunan Jemaat yang populer
atau dipopulerkan. Sering juga artikel itu sudah membuktikan manfaatnya untuk
dan di dalam praktek. Manfaatnya menentukan nilai pengetahuan praktek ini.
Para pemakailah yang menjadi penilai definitif. Mereka menentukan apakah ada
efek bagi “Pembangunan Jemaat” di lapangan? Jika kiranya bahwa Pengetahuan
Praktek, betapapun diperlukan, memiliki nilai keterbatasan untuk mendapat
pengertian tentang Pembangunan Jemaat. Kalau situasi paroki menjadi rumit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
sedangkan percobaan untuk memecahkan persoalan terus-menerus gagal, maka
pengetahuan praktek tidak memadai.
Dengan bertolak dengan pada praktek, perlu memanggil bantuan dari
nivo pembentukan teori yang lebih tinggi. Diperlukan insight (wawasan) lebih
mendalam mengenai: latar belakang problematik, hubungan antara bermacammacam segi problematik, problem yang membutuhkan intervensi dan problem
yang tidak dan unsur yang menentukan tindak-tanduk pembangunan. Atau
dengan kata lain: perlu masuk nivo (tantaran/jenjang) berpikir yang lebih tinggi,
dengan mengolah dan mendalami pengetahuan praktek itu sendiri, serta
mengolah teori-teori yang diperoleh dari ilmu teologi dan ilmu sosial untuk
dapat menjawab pertanyaan tentang latar belakan problem-problem dalam
praksis dan tentang hubungan antar problematik.
3. Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis
a. Praktek Pastoral dalam Bagan Disiplin Vertikal dan Horisontal
Pembangunan Jemaat mencakup sejumlah disiplin praktis Teologis.
Pengetahuan Praktek ini dapat menjadi titik tolak yang penting bagi
pembentukan teori teologisnya. Pembangunan Jemaat diharapkan dapat
mendorong vak seperti homiletik, diakonia dan koinonia untuk menampilkan
Gereja sebagai kenyataan sosial dinamis dan institusional; dan menampilkan
Gereja dalam berfungsinya sebagai jemaat partisipatif karismatis sebagai jemaat
yang mengaku adanya jembatan dan sebagai jemaat yang menangani
perkembangannya secara profesional. Pembangunan Jemaat dapat berfungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
secara kritis dan mencegah agar: homiletik tidak menjadi retorika saja, kateketik
tidak menjadi didaktik saja, poimenik tidak menjadi pisikologi pastoral saja,
diakonia tidak menjadi urusan masyarakat saja, koinonia tidak menjadi
pengembangan organisasi saja dan sibernetika (ilmu mengenai sistem
pengendalian) tidak menjadi ilmu manajemen perusahaan saja.
Menurut Firet, kesamaan semua dalam disiplin teologi praktis ialah
bahwa disiplin itu berfungsi sebagai Gereja dan berperan secara pastoral, atau
berfungsi dan berperan dalam setting gerejawi. Kesamaan itu tidak lagi ekslusif
dihubungkan dengan setting gerejawi, melainkan dengan komunikasi dan
organisasi atau struktur praktis teologis. Maka Firet mau menekankan sifat
gerejawinya disiplin pastoral. Tidak lagi melulu bertindaknya Gereja dan
parokilah yang merupakan garis horisontal antara disiplin teologis praktis.
Semua cara dalam nama Allah mengkomunikasikan diri dalam Sabda-Nya dan
semua cara dalam mana orang berkumpul sebagai ekklesia (Gereja/jemaat)
untuk mengantarai Sabda itu dapat menjadi garis horisontal (Hooijdonk, 1996:
51).
Teologi Praktis tidak lagi dimengerti sebagai teori teologis tentang pastor
saja. Juga tidak lagi sebagai teori tentang perantaraan Kabar Keselamatan oleh
Gereja saja. Maka Pembangunan Jemaat dapat berfungsi sebagai garis horisontal
yang menghubungkan beberapa disiplin patoral. Dalam arti ini, Firet bicara
tentang Pembangunan Jemaat sebagai vak (bagian) horisontal. Dulu dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Teologi Praktis hanya ada disiplin pastoral sebagai vak (bagian) vertikal. Namun
pada tahun 1973, Firet menulis:
Teologi Praktis dapat bekerja lebih efektif dan memberi sumbangan
teologis yang lebih khas kalau gerakannya tidak lagi dibatasi oleh bagan
subdisiplin yang vertikal melulu, seperti homiletik, kateketik, poimenik,
tetapi juga menghubungkan vak-vak (bagian-bagian) itu secara
horisontal, yaitu: melalui garis komunikasi dan struktur teologis praktis
(Hooijdonk, 1996: 52).
Lewat perluasan kearah komunikasi dan struktur inilah maka Firet
membuka juga kemungkinan bagi interdisiplinaritas yang luas antara Teologi
Praktis dan Ilmu Sosial. Diagram berikut dapat menolong untuk lebih
Pembangunan Jemaat
a. koinonia
b. sibernetika
evangelistik
apostolat
diakonia
Poimenik
Liturgik
Kateketik
Homiletik
memahami apa yang dikatakan Firet:
OIKODOME ATAU PEMBANGUNAN JEMAAT
Pada diagram di atas Pembangunan Jemaat atau Oikodome tidak hanya
digambarkan secara vertikal saja melainkan juga secara horisontal. Hal itu
berarti bahwa: dimensi spiritual, yang termaktub dalam paham oikodome, mau
ditekankan dalam semua disiplin teologi praktis. Kemudian digaris bawahi
bahwa semua kegiatan pastoral mengikuti patokan dan tatanan komunikasi serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
struktur bersama. Hanya Pembangunan Jemaatlah yang digambarkan sebagai
vak horisontal. Homilitik dan kateketik memiliki garis horisontal juga, tetapi
dibatasi pada Pembangunan Jemaat saja.
b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin Pastoral yang Vertikal
1) Katekese
Katekese umat makin berperan oleh karena umat semakin dipandang
sebagai pembawa utama katekese itu. Itulah sebabnya juga semakin pentinglah
kalau warga paroki diaktifkan dalam proses sosialisasi Gereja. Katekese Dewasa
atau Pendalaman Iman atau Aksi Puasa dipakai untuk kelompok dalam mana
umat disadarkan akan arti keanggotaannya dalam Gereja, akan tanggung
jawabnya sebagai Gereja bagi masyarakat yang dekat dan jauh. Bentuk katekese
yang sangat dibutuhkah ialah katekese diakonal, bersamaan dengan katekese
audio visual yang mempergunakan kemajuan di dunia elektronika dan
menyediakan banyak material katekis kemasyarakatan dengan media video.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa katekese lebih membutuhkan
bantuan ahli-ahli dari pada dulu, karena era modernisasi masuk kedalam bidang
kateketik pula. Namun, tetap ada kelompok yang dibentuk dari bawah oleh
pemimpin lokal karismatis. Oleh pusat diosesan, religius dan ekumenis
diterbitkan banyak bahan dan diadakan banyak kursus serta pekan studi untuk
membantu kelompok di lapangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
2) Liturgi
Pada jaman dahulu, hanya pastor saja yang bertugas dalam liturgi,
menurut ritual yang ditentukan dari atas sampai yang terkecil sekalipun.
Sekarang ini, orang awam mendahului dalam doa, berfungsi sebagai lektor,
pemberi bahan meditasi dan pembagi komuni. Perubahan tersebut dengan
banyaknya aktivis serta kreativitas mereka menuntut kualitas baru pada
pemimpin. Mereka membutuhkan bimbingan juga, agar panitia masing-masing
dapat mencocokkan diri satu sama lain dan dapat bekerja sama. Tidak semua
warga paroki siap untuk menerima perubahan, betapapun bagusnya. Hal ini
menuntut banyak dari kemampuan pemimpin.
3) Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan, pastorat kelompok,
bimbingan rohani.
Poimenik berwajah banyak yang paling dikenal ialah penggembalaan.
Penggembalaan atau pastoral care (pendampingan pastoral) sudah berkembang
menjadi
suatu
ilmu
tersendiri
yang
dijalankan
secara
internasional.
Penggembalaan merupakan disiplin teologis praktis yang dijalankan dalam
hubungan timbal balik dengan guidance and counseling (bimbingan dan
konseling). Disiplin ini kiranya lebih dikenal dikalangan Protestan dari pada
kalangan Katolik. Di kalangan Katolik kiranya lebih dikenal bimbingan rohani.
Dewasa ini dikembangan spiritualitas awam. Spiritualitas awam itu
mencari bagaimana dalam sekularitas yang menjadi cirikhas awam. Dewasa ini
dicari juga spiritualitas jemaat. Maksudnya ialah mengembangkan inspirasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
rohani bagi jemaat sebagai keseluruhan dalam masing-masing anggota umat
berbagi pengalaman mereka sebagai umat dan saling menginspirasikan untuk
membangun komunitas mereka.
Aspek saling makin menjadi ciri pastorat kelompok. Kelompok makin
dibentuk berdasarkan situasi hidup yang problematik tertentu. Bentuk pastorat
(penggembalaan) yang terkenal juga ialah pendampingan orang sakit terminal.
Tidak lagi ada banyak pastor yang dapat mengunjungi umatnya dari rumah ke
rumah secara sistematis dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Namun,
sedang berkembang sistem orang kontak atau kelompok kontak. Mereka ingin
membawa paroki dekat pada warga paroki di lingkungan.
4) Diakonia
Diakonia adalah pelayanan Gereja kepada dunia tau realisasi Kerajaan
Allah di dunia. Diakonia ialah fungsi Gereja yang bertujuan semakin
mewujudkan nilai Injil dalam hidup bermasyarakat disegala bidang: pendidikan,
kesehatan, politik, kebudayaan, sosial, kenegaraan dan lain-lain. Dalam
dokumen Konsili Vatikan II, pelayanan ini dipandang sebagai bidang kerja
khusus kaum awam. Akan tetapi, kerja sama dan hubungan timbal balik antara
awam
dan
imam
sangat
dibutuhkan.
Awam
tidak hanya memohon
pendampingan diberi inspirasi dan harapan, diteguhkan dan diberi penjelasan,
melainkan juga mengharapkan agar ada imam dan religius yang mendahului
karena faktor resiko bagi mereka yang tidak berkeluarga lebih kecil dari pada
bagi kebanyakan awam yang harus memikirkan keluarga mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Diakonia merupakan kegiatan vertikal. Namun sudah jelas juga bahwa
diakonia merupakan unsur dalam semua kegiatan vertikal yang lain. Maka
diakonia merupakan juga garis horisontal: baik dalam liturgi maupun dalam
katekese, poimenik dan Pembangunan Jemaat ada dimensi diakonal. Diakonia
mengikuti Injil. Yang paling pokok dalam Kerajaan Allah ialah orang miskin.
Diakonia adalah panggilan setiap orang beriman terhadap semua orang di dunia.
Diakonia tidak menggiatakan terlalu banyak warga paroki. Namun, ada faktor
yang menyebabkan hal itu : (i) kalau sifat minoritas terlalu ditekankan, sehingga
umat terlalu defensif; (ii) kalau dalam negara, etatisme (paham yang lebih
mementingkan negara dari pada rakyatnya) sangat kuat dan pihak penguasa
terlalu mengontrol segala kegiatan jemaat terhadap masyarakat; (iii) kalau
perjuangan demi keadilan dianggap kritik terhadap penguasa.
5) Pembangunan Jemaat
Pembangunan Jemaat dapat dimengerti sebagai vak (bagian) vertikal dan
sebagai dimensi horisontal. Pembangunan Jemaat sebagai vak (bagian) vertikal
dibagi atass dua bagian: pertama, koinonia atau pembangunan persekutuan dan
yang kedua sibernetika atau ilmu pengendalian.
a) Koinonia
Koinonia ingin menumbuhkan kedekatan, kebersamaan dan dukungan
satu sama lain. Di atas, dibicarakan orang kontak, fungsi itu sering dijalankan
oleh ketua lingkungan. Mereka ingin membawa paroki dekat kepada umat.
Mengembangkan sistem yang membagi paroki atas bagian-bagian yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
kecil. Perlu memperkecil skala: tidak hanya agar jemaat dapat mendekat dan
rukun, melainkan juga agar mereka dapat berpastoral dengan lebih efektif. Baik
secara teologis maupun secara sosiologis, keluarga merupakan dasar untuk
perkembangan hidup manusia. Keluarga dewasa ini diancam dengan berbagai
macam-macam cara. Maka pastoral keluarga mendapat perhatian besar.
Koinonia dapat juga diwujudkan dalam bentuk sosial-manusiawi yang
ditentukan secara sosiologis.
(1) Koinonia dalam grup/kelompok sosial
Kelompok/grup merupakan bentuk pertama untuk kedekatan dan
keakraban. Di dalamnya ada rumusan tujuan bersama dan pembagian tugas yang
disepakati bersama atas dasar kebutuhan yang langsung dirasakan. Proses awal
bagi kelompok yang mulai dibentuk biasanya berlangsung lama, penuh keraguraguan dan kesulitan. Dalam rangka pengembangan organisasi paroki,
pembentukan kelompok ini merupakan unsur yang esensial dalam dinamika
paroki.
(2) Koinonia lewat partisipasi dalam hidup paroki
Koinonia berarti bahwa warga paroki merasa semakin akarab dan dekat
sebagai warga paroki. Usaha melibatkan semakin banyak jemaat dalam hidup
paroki dapat merupakan „policy‟ paroki sehingga partisipasi jemaat itu menjadi
tujuan. Koinonia lebih mudah tercapai pada nivo makro (kring, blok, kelompok
basis dan lain sebagainya). Dalam skala kecil lebih mudah bagi orang beriman
merasakan keakraban sebagai orang beriman bersama jemaat lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(3) Koinonia sebagai organisasi oleh paroki
Paroki adalah organisasi hidup gerejawi pada nivo meso sosial. Hampir
tidak mungkin melestarikan kelompok atau organisasi kalau ada kekurangan
anggota. Namun, selama paroki memiliki sarana finansial yang cukup dan
pemimpin yang baik, hal itu dapat berlangsung terus walaupun anggota hampir
tidak ada lagi. Penting membangun struktur paroki, dimana terus-menerus dijaga
tidak hanya relasi formal melainkan juga relasi koinonial antara nivo
(tantaran/tingkatan) makro, meso, dan makro, dan antara sekian banyak
kelompok sosial yang ada.
b) Sibernetika atau ilmu pengendalian/kepengurusan
Dalam paroki dibedakan struktur kerja dan struktur pengendalian/
kepengurusan. Dalam struktur kerja ada tiga unsur yang diolah yaitu pembagian
tugas, pembagian wewenang dan penyesuaian pelaksanaan tugas. Menurut
mengutip R.G. Scholten, dalam struktur pengendalian/kepengurusan yang
dianggap paling penting: pengembalian keputusan. Pengembalian keputusan
memperhatikan: relasi tujuan paroki, mengatur relasi antara orang dan badan
dewan (dewan dan sebagainya), serta mengatur prosedur-prosedur (Hooijdonk,
1996: 60).
Orang lebih memperhatikan supaya keputusan diambil dari pada supaya
keputusan dilaksanakan. Kemudian dalam struktur kerja biasanya lebih
memperhatikan organisasi kegiatan yang rutin seperti liturgi, katekese dan
pastorat (penggembalaan) dari pada tujuan dan kegiatan yang ada hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
dengan kebutuhan kemasyarakatan yang memerlukan kreativitas yang selalu
segar dan baru.
c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang Diatur Secara
Horisontal
Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang ditemukan kembali di dalam
tiap-tiap disiplin pastoral yang lain. Kegiatan pastoral sebelumnya diatur secara
vertikal dan kemudian dihubungkan secara horisontal. Dengan demikian
diperoleh gambaran kehidupan paroki yang beraneka warna. Aspeknya sebagai
berikut: pertama, kontak antara anggota jemaat, peneguhan dan pendampingan
satu sama lain dalam saat hidup yang sulit. Kedua, penyadaran dan pendalaman
yang pribadi dan religius lewat pelbagai proses instruksi serta pembagian
pengalaman (proses sosialisasi). Ketiga, solidaritas dengan orang beriman. Dan
yang keempat, kesaksian bersama dan perayaan bersama tentang Kabar Gembira
yang dianugerahkan kepada kita dalam Yesus Kristus.
Supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah
kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga, sesua
dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita. Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan
masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya. (Efesus 3:10-12)
Bekerja
sama
mengandung
dan
menuntut
perundingan
serta
pembentukan kebijakan dan keputusan. Kerja sama dan organisasi itu terjadi
pada garis horisontal. Namun, akan terjadi juga pada masing-masing garis
vertikal. Yang mengatur kegiatan pastoral secara vertikal saja kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Hubungan horisontal antara liturgi
dan katekese jelas dalam perayaan Ekaristi. Dalam perayaan sakramen selalu ada
ruang untuk katekese.
De facto hubungan horisontal tidak selalu disadari umat. Perayaan di
Gereja pada hari Minggu masih sering merupakan oasis bagi jemaat, yang
merasa berat berjuang di dunia. Hubungan horisontal baru dapat berkembang
jika ada pandangan menyeluruh: terhadap kegiatan pastoral yang mungkin
diadakan dalam situasi tertentu, terhadap kebutuhan jemaat dan terhadap konteks
masyarakat dan penugasan Gereja setempat. Dalam kenyataan sosial jemaat
dapat dilihat bahwa komunikasi dan organisasi itu sedang mencari jalan baru
lewat pembentukan kader dan pembentukan dewan-dewan.
1) Kaderisasi
Jemaat menerima tanggung jawab baru serta diajak mempertanggung
jawabkannya. Hubungan dengan pastor yang diangkat uskup sering kabur dan
menjadi sumber ketegangan konflik. Persyaratan yang jelas untuk pengkaderan
sering belum ada, seleksi belum ada atau belum ada kriteria seleksi. Sering
hubungan baik lebih dipentingkan dari pada kemampuan. Perkembangan kader
awam di Gereja setempat telah mengubah baik peran pastor maupun peran
warga paroki. Pastor tidak lagi orang yang memegang segala-galanya dalam
tangannya. Ia berbagi tanggung jawab dan kegiatan pastoralnya dengan petugas
awam di paroki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Jika lebih banyak orang beriman menjalankan fungsi pastoral (dan tidak
selalu tersedia) maka dari pastor diharapkan tugas baru yang dahulu tidak
dikerjakannya yaitu: menginspirasikan, mengkomunikasikan, mendukung,
mengadakan evaluasi, mengkader dan memberi training; dan barangkali juga
merencanakan, memprogramkan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan.
Peran warga paroki juga: berubah tidak hanya oleh karena warga paroki menjadi
anggota dewan dan klompok kerja atau oleh karena ia menjalankan salah satu
fungsi yang resmi gerejawi. Disamping itu ia pun diharapkan dapat
menginspirasikan sesama orang beriman demi kesinambungan dan perluasan
hidup berparoki.
2) Dewan-dewan
Dengan makin berkembangnya tanggung jawab pastoral awam di paroki,
di samping dan dalam hubungannya dengan tanggung jawab pastor yang sampai
saat itu sering dipikul oleh pastor sendiri, berkembanglah badan atau dewan
yang menjamin adanya perundingan dan sumbangan jemaat terhadap kebijakan
paroki. Anggota dewan diharapkan mempunyai atau memperoleh pandangan
menyeluruh tentang keadaan di dalam paroki dan masyarakat. Menentukan
kebijakan berarti bahwa warga dewan itu harus memikirkan hari depan,
mendahului apa yang dipikirkan oleh orang banyak; harus mengambil keputusan
di mana ada banyak keinginan tetapi ada sedikit kemungkinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
4. Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan Jemaat dan
Teologi Praktis
Asosiasi bebas mengidentifikasikan Pembangunan Jemaat dengan
penyadaran beriman, pengkaderan, dan munculnya tugas baru. Asosiasi itu
cocok sekali dengan pandangan para ahli Teologi Praktis; mereka membedakan
garis horisontal yang melintasi semua garis pastoral vertikal. Garis horisontal itu
ialah garis Pembangunan Jemaat. Diciptakan kemungkinan bagi hubungan
timbal balik antara teori dan praktek. Asosiasi adalah membuat pertalian antara
gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera.
B. Aspek Dasar Pembangunan Jemaat
1. Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran
Pembangunan Jemaat sebagai teori atau ajaran merupakan hasil refleksi
atas pengetahuan praktek dan pengolahan teori fundamental ilmiah. Walaupun
masih dalam bentuk yang sederhana, namun hasil ini sudah merupakan ajaran
mengenai Pembangunan Jemaat. Ajaran itu merupakan sistem pengertian dan
norma teologis dan sosial ilmiah yang dirumuskan demi tindak-tanduk
Pembangunan Jemaat. Dapat dikatakan juga bahwa pengertian dan norma itu
memberikan arah dalam pemecahan problematik Pembangunan Jemaat.
Pengertian teologis dan sosial ilmiah tadi dapat diungkapkan: lewat
pengertian yang lebih bersifat sosial ilmiah seperti bertindak fungsional,
bertindak terarah pada tujuan dan hasil serta bertindak secara proses,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
pengembangan organisasi, peningkatan partisipasi atau lewat pengertian yang
lebih bersifat teologis seperti: bertindak tanduk imani, jemaat beriman lokal,
umat Allah.
Sistem
atau
ajaran
itu
harus
bersifat
kontekstual,
artinya
memperhitungkan aspek berikut: wujud dan kaidah empiris jemaat-jemaat
gerejawi, situasi aktual dan lokal di tempat jemaat berada, sifat dan kaidah
intervensi yang mau diadakan sehingga jemaat beriman dengan lebih baik
menjalankan
penugasannya
dan
menjawab
permintaan
orang.
Ajaran
Pembangunan Jemaat itu harus dapat diuji dengan apakah legitim menurut
norma dan pengertian teologis dan apakah efektif menurut penelitian empiris
tentang berfungsinya intervensi-intervensi yang termasuk metode Pembangunan
Jemaat.
2. Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat
Ada lima aspek dasar Pembangunan Jemaat yaitu bertindak imani dan
rasional, bertindak fungsional terarah kepada tujuan dan hasil, bertindak menurut
tata ruang atau pengembangan organisasi dan mengaktifkan partisipasi. Dalam
bertindak rasional, tersirat aspek bertindak fungsional dan terarah pada tujuan
serta hasil dan sebagainya. Bertindak fungsional mencakup penataan waktu dan
sebaliknya. Demikian pula unsur lain dapat dikaitkan dengan keseluruhan dan
antar mereka sendiri. dalam Pembangunan Jemaat sekarang, kelima aspek inilah
yang selalu menjadi bahan refleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
a. Bertindak Imani dan Rasional
Dalam Pembangunan Jemaat senantiasa terjadi kombinasi: antara
bertindak imani dan bertindak rasional, antara bertindak mengimani karya Roh
Kudus dalam Gereja dan yang merasa diteguhkan oleh tradisi yang diwariskan
serta bertindak yang secara rasional mengatur sumbangan jemaat serta
mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan disamping itu
merancang dan menguji metode serta sarana untuk mencapai hasil yang sebaik
mungkin.
b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan Hasil
1) Fungsional
Gereja adalah sarana manusiawi, lembaga manusia, organisasi sosial
yang dapat dituntut kualitas manusiawi tertentu dibidang kepemimpinan dan
manajemen. Cara berpikir itu legitim karena di dalamnya dirumuskan
keprihatinan agar: Gereja setia pada panggilannya dan mengadakan perbuatan
efektif yang merealisasikan panggilan itu
2) Terarah pada tujuan dan hasil
Untuk dapat merumuskan Tujuan dan hasil perlu mengadakan diagnosis
yang baik tentang pertanyaan dan kebutuhan masa kini. Tidak dapat berbuat
sesuatu untuk masa depan kalau tidak bertolak pada masa kini. Masa depan itu
penuh makna, jika apa yang menjadi pertanyaan dan kebutuhan sekarang akan
terpenuhi nanti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Gerak dalam Gereja lokal terarah pada terpenuhnya janji Injil kini dan di
sini dalam Kristus. Hal itu menuntut bahwa Gereja memahami dengan baik
situasi masyarakat dan situasi religius gerejawi di mana manusia berada saat ini.
Pembangunan Jemaat ingin meningkatkan pelayanan Gereja, jemaat lokal agar
dapat bergerak secara efektif dalam situasi ini. Jemaat lokal perlu juga secara
berkala menyesuaikan tujuan serta tindak-tanduknya. Malah kadang perlu
mencari jalan serta sarana pastoral yang baru untuk melaksanakan tujuan baru,
memperluas usahanya kepada kelompok baru, dan memenuhi kebutuhan baru.
c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses
Orang dapat memandang proses Pembangunan Jemaat dari dua segi:
orang dapat meninjau kembali sejarah dan melihat Pembangunan Jemaat sebagai
proses historis yang berlangsung sampai hari ini, juga dapat melihat keadaan
sekarang dan hari depan serta memandang Pembangunan Jemaat sebagai
tindakan intervensi untuk mempersiapkan, melaksanakan dan menstabilisasikan.
Pembangunan Jemaat dimengerti juga sebagai tindakan intervensi:
intervensi itu didasarkan pada kekurangan yang dilihat, kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan cita-cita yang tidak terealisasi. Intervensi itu terarah pada
perubahan dan pembaharuan agar kekurangan di atasi dan cita-cita
terealisasikan. Pada hakikatnya dan secara sederhana, proses itu berlangsung
lewat tiga tahap yaitu, pertama: membuka orang akan perubahan atau start
(unfreezing), kedua: orang mulai bekerja atau pelaksanaan (moving) dan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
ketiga: menciptakan kondisi agar hasil yang tercapai dilestarikan, dimantapkan
atau penyelesaian.
d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan Organisasi
Bagi cukup banyak orang beiman, istilah “organisasi” bertentangan
dengan “bertindak sebagai komunitas beriman”. Kalau organisasi diadakan maka
terjadilah “keterpaksaan”. Perlawanan terhadap organisasi dalam jemaat beriman
dapat dibandingkan dengan perlawanan terhadap rasionalitas serta bertindak
fungsional dan terarah pada hasil.
Organisasi tidak boleh disamakan dengan menata dan mendesak agar
hukum serta petunjuk gerejawi dipatuhi; juga tidak dengan mewajibkan orang
beriman agar berfikir sesuai dengan katekismus dan dogmatik. Organisasi tidak
hanya dan malahan tidak terutama menciptakan struktur. Atas dasar penelitian
yang seksama, pakar ilmu sosial seperti Hendriks dan Likert, menekankan
bahwa yang vital dan yang menjadi perioritas bagi jemaat adalah usaha usaha
menciptakan relasi yang baik antar manusia; menciptakan komunikasi terbuka
yang memungkinkan orang dapat berkembang menurut apa adanya (Hooijdonk,
1996: 72).
Dinamika sosial merupakan syarat bagi organisasi gerejawi agar dapat
berfungsi dan terarah kepada tujuan dan tugas Pembangunan Jemaat kiranya
dapat belajar banyak dari teori sosial dinamis ini; dan juga dari praktek dalam
hidup organisasi, ekonomi dan kemasyarakatan yang diinspirasikan oleh teori
itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
e. Mengaktifkan partisipasi
Metode ilmu sosial seperti pembangunan masyarakat dan pengembangan
organisasi mendorong dan menumbuhkan partisipasi yang aktif dalam proses
perubahan. Teologi bersifat normatif tetapi ilmu sosial mempunyai banyak
pertanyaan mengenai keadaan jemaat yang baru diaktifkan: sampai seberapa
jauhkah jemaat atau kelompok dalam jemaat sudah berkembang. Mengutip Jan
Hendriks, menunjukkan faktor-faktor yang merupakan prasyarat dalam jemaat
untuk merealisasikan cita-cita. Ia juga menekankan bahwa realisasi harus
berlangsung sebagai proses dan secara bertahap (Hooijdonk, 1996: 73).
Untuk membantu mengaktifkan jemaat diterbitkannya buku yang kedua
mengenai Pembangunan Jemaat dalam mana fokus diletakkan kembali pada
paroki yang menarik dan vital. Dari pihak sosiologi dan agama, perhatian ilmiah
justru diarahkan kepada yang disebut paroki biasa. Mereka mencari
kemungkinan bagi Pembangunan Jemaat untuk memperbaiki dan mengubah
paroki biasa itu: “oleh karena di situ masih terjadi bagian terbesar karya
pastoral” (Hooijdonk, 1996: 73). Sebagai proses agogsis (bersifat menuntun),
Pembangunan Jemaat harus dan mau bekerja dengan manusia yang beriman.
Agogi itu tidak mau memaksa atau menekan, melainkan mau mengadakan relasi
kerjasama yang fungsional untuk mencapai sesuatu. Agogi (aktivitas
memimpin/membimbing) mau bekerja sama sebagai rekan, dengan empati
terhadap orang lain dan sekaligus penuh perhatian terhadap perasaannya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
3. Sebuah Model
Masih ada cara lain untuk memandang keseluruhan yaitu dengan bertolak
pada satu aspek fundamental saja. Cara memandang keseluruhan itu juga disebut
model. Aspek proses sebagai titik tolak untuk melihat keseluruhan. Hal itu
berarti bahwa Pembangunan Jemaat dikembangkan lewat fase-fase waktu. Maka
Pembangunan Jemaat secara proses: bersifat imani dan rasional, bersifat
fungsional dan tujuan serta hasil „oriented‟, menata ruang bertindak dalam
pengembangan organisasi, dan menggiatkan partisipasi jemaat pada proses.
Bertindak secara intervensi mempunyai waktunya sendiri, ada fase-fase
dalam proses. Masing-masing fase terdiri atas sejumlah (set) tindakan yang
memberi sumbangan karakteristik kepada proses. Dalam paragraf sebelumnya
sudah disebutkan tiga macam set tindakan, sesuai dengan teori Kurt Lewin: start
atau unfreezing, pelaksanaan atau moving, dan pemantapan atau freezing
(Hooijdonk, 1996: 60).
C. Pembangunan Jemaat sebagai Proses
1. Pengantar
a. Aspek Metodik
Manusia biasanya bertindak secara proses namun ia tidak selalu
menyadarinya. Dalam jemaat yang sedang mengembangkan diri sudah
berlangsung sejumlah proses, akan tetapi biasanya secara spontan, artinya
kurang disadari dan tidak sengaja. Dari tindakan proses secara spontan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dibeda-bedakan bertindak secara proses diatur secara sistematis dan terarah pada
tujuan. Bertindaknya yang demikian, sebagai intervensi dan merupakan aspek
metodik Pembangunan Jemaat.
b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses
Proses adalah gerak dan perubahan, penataan waktu, pengembangan
dimana dapat dibedakan saat atau fase, tahap tertentu. Tahap-tahap itu
merupakan deretan situasi atau rangkaian tindakan (yaitu intervensi) yang
menyebabkan “situasi” tertentu. Secara global dapat dikatakan bahwa proses
mulai bergerak dari situasi awal yang kurang diinginkan menuju ke situasi akhir
yang kurang dikehendaki: melalui serangkaian tindakan yang membawa proses
menuju tujuan yang dikehendaki.
Pembangunan Jemaat dengan sadar mengatur waktu, mendeskripsikan
rangkaian tindakan yang termasuk satu fase, kemudian memulai fase itu dengan
memakai pengertian teoritis; tindakan selanjutnya akan disesuaikan dengan
tujuan yang mau dicapai, demgan konteks yang de Facto ada dan dengan
tercapai tidaknya hasil. Proses yang mementingkan unsur belajar dan dalam
mana pimpinan paroki berperan sebagai guru berbeda dengan proses dimana
inisiatif orang yang bersangkutan menjadi fokus pokok. Kemudian rantaian
tindakan atau fase ditentukan juga oleh pertimbangan kemungkinan atau taktik
yang dipakai. Tambahan pula dalam masing-masing fase dapat dibedakan teknik
dan sarana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2. Dua Polaritas dalam Proses
Dalam studinya mengenai perkembangan organisasi C. Zwart, menyebut
dua polaritas yang fundamental: masa lalu ↔ masa depan dan cita-cita /
konsepsi ↔ kenyataan. Berfikir tentang masa depan jemaat lokal yang
membandingkan masa lalu dan masa kini dibedakan dengan berfikir tentang
cita-cita, konsep Gereja jemaat lokal itu yang membandingkan kenyataan
jemaat. Maka berpikir tentang teori masa depan tidaklah identik dengan berpikir
tentang realisasi cita-cita (Hooijdonk, 1996: 77).
Mencari jalan itu berarti mengatur kemungkinan-kemungkinan secara
sistematis, memikirkan untung ruginya, kalau perlu mengadakan eksperimen
dengan alternatif-alternatif sehingga akhirnya sampai pada pilihan yang paling
memungkinkan menuju hari depan yang dibayangkan. Polaritas kedua itu, yaitu
polaritas antara cita-cita dan kenyataan, dianggap unsur khas Pembangunan
Jemaat. Rasa tidak puas dengan situasi kini harus mendorong untuk berefleksi
atas asal usul Gereja. Kalau tidak maka tindakan pastoral kita yang sistematis
akan menjadi teknik yang kosong.
Dalam sejarah Gereja, khususnya pada masa kemunduran, gerakan
spiritualitaslah yang biasanya membawa pembaharuan. Sebagai contoh dapat
disebut gerakan spiritual Fransiskan dan Dominikan di abad pertengahan.
Berpikir tentang masa depan, pada dasarnya merupakan perbuatan iman. Karena
di dalamnya ada kesadaran bahwa Kerajaan Allah akan datang dan sudah
datang. Lagi pula kesadaran bahwa Kerajaan Allah dipercayakan kepada kita,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
sebagai bendahara. Oleh sebab itu, kita harus memeliharanya sehingga dapat
berubah seratus kali lipat (Luk 8:8).
3. Polaritas dan Pengembangan
Berpikir dalam polaritas adalah berpikir dalam dua pola yang saling
mengisi: masa lalu dan masa depan sebagai awal dan akhir proses, cita-cita dan
kenyataan sebagai ketegangan antara cita-cita dan relasi cita-cita itu. Ketegangan
itu mendorong ke perubahan aktif. C. Zwart lebih suka berbicara mengenai
perkembangan dari pada mengenai perubahan: masa depan berkembang dari
masa lalu sedangkan kenyataan sekarang berkembang dari citta-cita.
Pengembangan adalah pengembangan bertahap yang menghormati irama hidup
manusia (Hooijdonk, 1996: 79).
Pengembangan adalah campur tangan, intervensi, dalam perjalanan
historis paroki. Pengurus paroki dan para warganya harus bersedia menerima
serta membantu. Pengembangan merupakan rangkaian intervensi yang bersifat
cukup eksperimen. Pengembangan paroki tidak pernah selesai. Situasi dan
manusia senantiasa meminta orientasi ulang, eksperimen baru dan banyak
proyek baru. Kedua polaritas masa lalu ↔ masa depan dan cita-cita ↔
kenyataan dapat digambarkan dengan dua garis yang tegak lurus yang satu pada
lain sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
cita-cita
tahap-tahap PJ
masa lalu
masa depan
ket:
PJ = Pembangunan Jemaat
kenyataan
Dari bagan tersebut tampak bahwa masa lalu mendahului dan
mempengaruhi fase-fase dalam proses Pembangunan Jemaat. Hal itu perlu
diperhitungkan dalam proses. Setiap fase horisontal mesti ada ketegangan
vertikal antara cita-cita dan kenyataan. Maju dalam perjalanan proses berarti:
bawa jarak antara cita-cita dan kenyataan makin kecil, atau bahwa cita-cita
makin dekat satu sama lain. Dapat dikatakan juga bahwa tujuan semakin
konkret, secara realistis dan semakin dapat terjangkau. Lagi pula dalam
berlangsungnya proses, kita mempelajari cita-cita manakah yang dapat menjadi
kenyataan.
4. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem
a. Perspektif Aktor
1) Perspektif Aktor Horisontal
Perspektif aktor dapat kita gambarkan pada suhu horisontal yang
menghubungkan polaritas masa lalu dan masa depan. Kalau perkembangan
paroki mau terlaksana maka: para anggota paroki sendiri, secara aktif, harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
menangani proses perubahan dan demi itu, mereka sendiri juga harus mengalami
proses perubahan. Dari sudut perspektif aktor – para anggota paroki dan menurut
keterlibatan mereka dalam proses – dapat dibedakan dalam lima tahap yaitu
tahap orientasi, penelitian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantapan.
a) Tahap orientasi
Para anggota kelompok paroki semakin sadar bahwa perubahan
diperlukan. Kelompok kecil mempelopori proses perubahan. Pengamatan
pertama: permasalahan apa yang muncul; apakah para warga paroki mulai
menyadari bahwa perubahan itu penting bagi hari depan paroki serta merupakan
kepentingan mereka sendiri? apakah persetujuan terhadap proses perubahan iu
sudah meluas?
b) Tahap penelitian
Permasalahan yang sudah diamati diperdalam via diagnosis sistematis.
Untuk itu tersedia macam-macam model analisis. Bagi proses perkembangan
perlu sekali bahwa paroki memfasihkan diri dengan diagnosis dan prognosis.
Alangkah baiknya kalau paroki berhasil membuat diagnosis dan pragnosis diri.
c) Tahap perencanaan
Menurut teori proses, motivasi untuk menangani proses perubahan secara
efektif diransang, kalau umat paroki sendiri merumuskan tujuan yang dapat
terjangkau. Mereka perlu memilih apa ynag perlu dibuat sekarang, perlu juga
mengambil keputusan sehingga pelaksanaan perubahan terjamin: yaitu tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
pembentukan kelompok kerja, mengenai pengadakan eksperimen-eksperimen,
mengenai pencarian fasilitas personal dan material .
d) Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan tergantung pada pembagian tugas serta tanggung jawab
yang baik; juga pada jelas tidaknya penugasan pimpinan yang akan
mengendalikan, mengkoordinasikan, dan mengontrol pelaksanaan.
e) Tahap pemantapan
Tujuan yang terjangkau serta tujuan kualitas itu perlu diidentifikasikan
dan diuji sehingga para pelaku proses merasa bahwa jerih payah mereka
menghasilkan buah.
2) Perspektif Aktor Vertikal
Menurut pendapat C. Zwart, bahawa perspektif aktor juga dapat
digariskan pada poros vertikal yang menghubungkan polaritas kedua: cita-cita
↔ kenyataan. Pembangunan Jemaat merupakan kegiatan ynag dikendalikan oleh
konsep teologis. Berpikir teologis, sebagai orang beriman mengenai masa depan
jemaat bersifat eskatologis. Kesadaran bahwa dalam Yesus dan Gereja-Nya,
keselamatan sudah ada ditengah kita dan sekaligus bahwa kedatangannya harus
mencapai kesudahannya, mengarahkan refleksi teologis dalam masing-masing
tahap proses. Pada setiap tahap diharapkan melihat dimensi iman dalam konsep
teologis itu (Hooijdonk, 1996: 82-83).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
a) Orientasi
Menjadi sadar berarti menjadi sadar sebagai orang beriman: apakah karya
gerejawi yang kita jalankan dalam praktek menjawab penugasan oleh jemaat
Gereja? Dari antara permasalahan yang kita alami, manakah yang penting dalam
rangka masa depan Gereja?
b) Penelitian
Teologi Praktis pertama-tama melihat kenyataan jemaat dan menentukan
apa yang menjadi batas bagi keterjangkauan. Kemudian Teologi Praktis
merumuskan permasalahan yang ada dalam konteks kemasyarakatan dan
gerejawi disitu. Teologi Praktis memberikan gambaran tentang faktor yang
menentukan pembangunan intern jemaat. Lewat hasil penelitian empiris, dapat
dimengerti apa yang sebenarnya terjadi dijemaat. Yang penting ialah bagaimana
kita sebagai gereja memandang perkembangan masyarakat dan Gereja.
Walaupun di Indonesia dampak modernisasi menjadi kabur oleh karena masih
kelihatan adanya pertumbuhan, namun kiranya sudah sampai waktunya untuk
menanyakan, dengan pandangan teologis manakah jemaat beriman menangkap
dan mengalami perubahan dalam masyarakat masa kini.
c) Perencanaan
Dalam tahap perencanaan ini akan melihat cita-cita. Melihat ke tahap
(pelaksanaan) dalam mana cita-cita itu akan di tempatkan di dalam dimensi
waktu. Hal itu artinya bahwa cita-cita harus diterjemahkan kedalam tujuan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
dapat terjangkau. Inilah pilihan yang sangat prinsipal. Disamping itu harus
memilih strategi. Paroki, sampai kini terutama sangat memperhatika liturgi. Di
masa depan, paroki harus lebih prihatin terhadap kebutuhan problem yang besar
dalam masyarakat.
d) Pelaksanaan
Tidak terutama lewat diskusi yang panjang melainkan lewat pelaksanaan
perubahan akan menjadi jelas latar belakan ideologis mana yang menghalangi
proses perubahan. Kemahiran hermeneutis – komunikatif dapat membantu untuk
menangani hambatan tersebut.
e) Pemantapan
Operasionalisasi tujuan yang sudah dipilih dan penyesuaian tujuan secara
terus-menerus
agar
dapat
semakin
terjangkau
merupakan
dasar
bagi
pembentukkan kriteria evaluasi. Perasaan warga paroki sendiri bahwa cita-cita
mereka sedikit demi sedikit terwujud merupakan syarat yang paling baik bagi
pemantapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
3) Polaritas dalam Perspektif Aktor
Model proses Pembangunan Jemaat
dari sudut perspektif aktor
b. Perspektif Sistem
Menurut ilmu pengetahuan sosial, kenyataan sosial dapat bertumbuh
menjadi kenyataan sendiri yang relatif independen dari subjek yang
membawanya. Kenyataan sosial itu dapat mendukung tetapi juga menekan
subyek itu. Perhatian terhadap kenyataan sosial yang kurang lebih independen
ini disebut perspektif sistem. Perspektif sistem menggaris bawahi kompleksitas
dan iterdependensi gejala sosial itu.
1) Perspektif sistem dalam lima tahap
Pada as (poros) horisontal kita melihat perkembangan sistem sebagai
objek perubahan dari masa lalu ke masa depan. Pada as vertikal kita melihat
ketegangan antara cita-cita dan kenyataan dalam sistem. Proses perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dalam lima tahap sudah diolah bagi perspektif aktor. Untuk perspektif sistem
perlu diberi petunjuk sebagai berikut:
a)
Model Jan Hendriks, jemaat yang vital dan menarik menyebutkan lima
faktor yang menurut dia paling penting bagi jemaat. Kelima faktor itu sudah
diuji secara ilmiah. Sistem terbuka Paul Dietterich tidak hanya menyebut faktor
di dalam melainkan juga faktor di luar sistem – inilah faktor dalam konteks
jemaat lokal. Model mereka bermanfaat bagi tahap penelitian (Hooijdonk, 1996:
86).
b)
Mulai dari tahap perencanaan perlu diadakan pilihan. Pendekatan yang
dipakai dalam fase „planning‟ ini ialah pendekatan menurut fase. Maka ilmu
sosial suka berbicara tentang manajemen proyek. Bidang permasalahan dan
kelompok sasaran diseleksi. Kemudian membentuk kelompok proyek khusus
yang mulai menangani proyeknya dengan sarana yang tersedia.
c)
Pelaksanaan baru dapat dikatakan efektif kalau hasil yang diharapkan
sudah mulai nyata atau dibuat nyata. De facto dalam praktek sering terjadi
bahwa hasil yang dicapai bukanlah merupakan cermin dari tujuan yang kita
rumuskan pada awal proses.
d)
Dapat terjadi bahwa proyek demi perbaikan kepemimpinan dalam paroki
tidak terutama menghasilkan pemimpin yang lebih baik, namun menghasilkan
pengertian akan kesulitan masing-masing anggota dewan dan macam kesulitan
yang terdapat dalam hal memimpin dan mendampingi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
c. Aktor
dan
Perspektif
Sistem
Terpadu
dalam
Satu
Proses
Pengembangan
Kalau ingin membawa paroki lebih dekat pada tujuannya, maka harus
menggerakkan dan membentuk „person-person‟ dalam jemaat. Karena itu,
model pengembangan ini adalah „person-oriented‟. Model perkembangan yang
kedua adalah pengembangan relasi-relasi di paroki. Model perkembangan ini
terarah pada komunikasi, kerjasama, kepemimpinan, dan ruang untuk
pengembangan grup. Mengutip dari sosiolog Jan Hendriks berkata pula bahwa
paroki merupakan kenyataan sosial dan organisme dengan struktur dan
dinamikanya sendiri; kenyataan sosial tersebut kemudian mempengaruhi
dinamika dan aspek struktural dalam relasi dan dalam pejabat, aktivis, serta
pelaku pastoral (Hooijdonk, 1996: 88).
Menurut para sosiolog organisasi paroki merupakan jaringan relasi yang
bekerja sama dan yang bertujuan „oriented‟. Kalau jaringan relasi itu tersusun
dengan rapi dan jelas maka tindak-tanduk organisatoris jemaat terpengaruh
olehnya.untuk itu pengembangan paroki tidak hanya mencakup: perilaku pribadi
dan kebiasaan, pemikiran pribadi dan pola pemikiran, mentalitas pribadi dan
sikap, hubungan antar pribadi dan pola komunikasi, serta pembagian tugas dan
tanggung jawab antar pribadi. Melainkan juga mencakup prilaku dan cara
berpikir umat paroki sebagai totalitas, sebagai mana menjadi nyata dalam:
kebijakan paroki dan relasi tujuan, pilihan dan penilaian fungsi pastoral, cara
bermusyawarah dan komunikasi, serta pembagian tugas dan tanggung jawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Maka pengembangan paroki baru lengkap kalau di dalamnya paroki berfungsi
sebagai totalitas.
5. Umpan Balik dan Evaluasi
Menurut teori proses perlu juga mengadakan umpan balik (feedback).
Feedback itu bukan saja pada tahap akhir melainkan juga sesudah setiap tahap
agar dapat mengetahui apakah proses memang menuju ke tujuan melalui
intervensi yang sebelumnya direncanakan. Umpan balik disebut juga evaluasi.
Teori evaluasi membedakan beberapa bentuk evalusi:
a. Evaluasi produk dan proses
Evaluasi produk menilai apakah tujuan yang dietapkan tercapai. Evaluasi
produk mengandaikan bahwa tujuan dirumuskan atau dioperasionalkan
sedemikian rupa sehingga sesudahnya hasil yang tercapai dapat diuji sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam evaluasi produk, perhatian ditujukan
juga kepada latar belakang tujuan, pada visi, dan penilaian situasi. Evaluasi
proses memperhatikan perspektif aktor, keterlibatan peserta dalam proses, dan
komunikasi antara peserta dalam proses.
b. Evaluasi formatif
Dalam proses perlu menoleh kebelakang, mengadakan umpan balik:
melihat kembali pada permulaan, melihat kembali beberapa tahap sebelum tahap
aktual sekarang, melihat kembali permulaan tahap yang sekarang dikerjakan.
Dari tahap perencanaan, harus kembali ketahap penelitian. Evaluasi formatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
mensinyalir – sambil proses berlangsung lewat evaluasi proses atau produk
dimana proses berada dan apakah perlu dilakukan penyesuaian.
c. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif tidak merupakan sarana demi kepentingan pribadi saja.
Pembangunan Jemaat mengadakan juga perayaan bersama. Dalam hidup orang
beriman, berkaryanya Roh tidak hanya mendapat wujud dalam pengalaman
hidup sehari-hari melainkan juga lewat pertemuan liturgis yang khusus dimana
orang beriman mengungkapkan rasa syukur mereka satu sama lain dan terhadap
Tuhan
6. Kelompok Pendamping
Berdasarkan ilmu sosial harus berhati-hati karena tugas kelompok
pendamping sangat kompleks. Masalah yang muncul terutama sehubungan
dengan profesionalitas tugas, kewibawaan, relasi dengan dewan-dewan dan
kelompok kerja yang lain dan lamanya proyek. Pembangunan Jemaat adalah
aktivitas pastoral baru. Aktivitas itu sering disebut kegiatan awam dan
dipercayakan kepada pekerja pastoral, seakan-akan tidak ada problematik dalam
hubungan dengan jabatan, van Kessel (1989) malah merumuskan argumentasi
teologis agar Pembangunan Jemaat sebagai aktivitas koinonial mendapatkan
tempatnya pada jemaat: laos – laikal (Kessel, 1997:1). Kalau membutuhkan
kualitas profesional maka diharapkan memberi kesempatan kepada pejabat laikal
untuk mengikuti pendidikan profesional yang memadai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
D. Masing-masing Tahap dalam Proses
1. Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama
a. Inisisatif
Inisiatif akan pembaharuan dapat dilakukan berbagai orang atau
kelompok di dalam atau di luar paroki. Secara global dapat dibedakan:
pemimpin pusat, pastor, dewan paroki dan orang atau kelompok lain.
b. Kontak
Perlu mengadakan kontak untuk menggerakkan proses pembaharuan,
untuk itu tokoh atau kelompok yang berpengaruh harus didekati. Meski pastor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
atau dewan paroki atau tokoh-tokoh lain mendapat banyak kritik, namun tidak
boleh tidak melibatkan mereka dalam usaha pembharuan. Tanpa usaha
pembaharuan mereka akan gagal. Disamping itu, perlu mendekati orang kunci
yang lain tanpa memperhitungkan apakah sikap mereka terbuka, tidak perduli
atau tertutup.
c. Menciptakan Kesediaan Membantu
Harus ada rasa tidak puas dengan situasi dari sebagian besar umat dan
diungkapkan dengan jelas. Orang kunci harus mendukung pembaharuan secara
faktual: tidak hanya pastor, melainkan juga pemimpin informal yang penting.
Perlu juga persetujuan warga jemaat yang seluas mungkin dan dimana mungkin,
partisipasi mereka. Akhirnya perlu juga memperhatikan faktor yang menentang
pembaharuan.
d. Pilihan Strategi
Strategi dapat berarti bahwa kita mencari bantuan seorang pakar. Dapat
juga bahwa mau mengadakan proses pengembangan yang panjang. Di dalamnya
ada kemungkinan seperti: strategi kerjasama, strategi belajar dan strategi aksi.
e. Perjanjian
Pada khususnya perlu membuat perjanjian tentang masalah atau masalahmasalah manakah yang akan ditangani terlebih dahulu. Hal itu mengandaikan
bahwa masalah-masalah akan diinventariskan dan diatur menurut bobot dan
urgensinya. Kualitas perjanjian dan konkretnya perjanjian akan diukur dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
jelas.
Pokok fase orientasi
ialah supaya
diadakan
janji-janji
yang
memungkinkan proses dimulai. Diagnosis yang mendalam, rumusan tujuan,
perencanaan kegiatan yang akan diadakan dalam fase-fase berikut.
2. Tahap Penelitian
Penelitian bertolak pada fase orientasi. Dalam fase orientasi, masalah
sudah dilokalisasi dan diberi interpretasi sementara; dicoba mengadakan
prioritas; kemudian diadakan perjanjian mengenai kerelaan untuk bekerja sama
dan kemungkinan untuk menangani masalah. Fase penelitian akan mengadakan
diaknosis dan prognosis formal: Penelitian mengamati masa kini dan masa lalu
dan kemudian mengadakan diagnosis.
a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem
Dari sudut perspektif aktor penting sekali kalau jemaat lokal membuat
diagnosis dan prognosisnya; atau membuat diagnosis-diri dan prognosis-diri.
Dari sudut perspektif sistem diperlukan – sesudah seleksi problem yang mau
ditangani – gambaran ikhtisar untuk mengidentifikan masalah. Ikhtisar itu
diperoleh dari model analisis. Ada bermacam-macam model analisis, pertama
model analisis mengutip dari Jan Hendriks ialah lima faktor: identitas, tujuan
serta pembagian tugas, struktur, kepemimpinan, dan iklim. Kedua, model sistem
terbuka mengutip dari Paul Dietterich. Paul Dietterich menggaris bawahi
pentingnya tiga faktor dalam konteks jemaat yaitu: faktor gerejawi, faktor
kemasyarakatan, dan faktor pribadi (Hooijdonk, 1996: 95). Masing-masing
faktor (dalam model analisis) akan menolong operasionalisasi penugasan Injili
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
sesuai dengan kenyataan dan kemudian melihat kenyataan itu dalam terang
penugasan Injili tadi (cita-cita norma).
b. Diagnosis
Profil analitis dengan bantuan konsep identitas menjawab kedua
pertanyaan berikut ini: siapa kita dan misi serta panggilan kita. Analisis dapat
diadakan juga berdasarkan konsepsi teoritis. Identitas menjawab kedua
pertanyaan berikut ini: siapa kita dan apa misi serta panggilan kita. Analisis
dapat diadakan juga berdasarkan konsepsi teoritis seperti: Gereja sebagai
institut, sebagai institut, sebagai organisasi, sebagai organisme atau berdasarkan
konsepsi identitas, kepemimpinan, tujuan dan tugas, struktur, iklim atau
berdasarkan
konteks
jemaat
lokal:
gerejawi,
kemasyarakatan,
pribadi
(Hooijdonk, 1996: 96).
Penelitian tidak boleh berhenti pada lokalisasi teoritis saja. Perlu mencari
sebab mengapa semangat sampai macet. Perlu mencari garis penghubung antar
gejala. Kiranya pembirokrasian terlalu menekankan institusionalisasi yang
berlawanan dengan gerak-gerak non-institusional dalam paroki, yang merupakan
ungkapan semangat awal dan tanda kegiatan Roh dalam paroki. Faktor yang
ditemukan via model analisis sering mempunyai segi terang dan segi gelap.
Misalnya ada kekurangan tenaga namun ada juga tenaga yang tidak dipakai; ada
masalah yang dianggap terlalu besar bagi paroki, namun ada kelompok lain yang
sedang menghadapi problem yang sama, tanpa diketahui oleh semua kelompok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
c. Prognosis
Prognosis dalam hal ini diartikan sebagai ramalan tentang peristiwa yang
akan datang. Prognosis sering dimulai dengan situasi yang diinginkan agar
situasi yang tidak diinginkan berusaha terlebih dahulu menunjukkan arah
tindakan pastoral di masa depan, prognosis yang merumuskan situasi yang
diinginkan berusaha terlebih dahulu menunjukkan arah tindakkan pastoral di
masa depan. Arah itu berfungsi sebagai penunjuk jalan. Petunjuk jalan itu harus
sejajar dengan pertanyaan identitas dalam diagnosis seperti tersebut di atas.
d. Petunjuk yang Membantu Prognosis
Skenario
juga
merupakan
sarana
ilmu
sosial
dalam
proses
pengembangan. Sarana menjadi stimulans untuk berfikir tentang hari depan.
Skenario mau menangani masa depan secara kreatif dan didapatkan dengan
mengkhayalkan masa depan secara konkret. Masa depan itu sering merupakan
ekstrapolasi masa kini; walaupun tidak mutlak, ada empat macam skenario:
skenario trend, skenario pesimistis, skenario optimistis dan skenario balans.
1)
Skenario trend memperluas data di luar data yang tersedia di masa kini
tetapi tetap mengikuti pola kecendrungan data yang tersedia itu. Misalnya
skenario trend menggambarkan hari depan lima tahun mendatang sambil
bertolak pada perkembangan (trends) yang ada dalam situasi sekarang.
2)
Skenario pesimistis mengkalkulasikan pukulan dengan mendadak dapat
terjadi dalam lima tahun mendatang. Ada misalnya beberapa pastor muda yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
mati mendadak maka pekerjaan menjadi terlalu berat bagi pastor tua. Maka para
pastor tidak mau melayani lebih dari satu gereja. Lalau ditengah malapetaka itu
dicari seseorang yang berani mengambil keputusan, lebih baik seorang atasan.
3)
Skenario optimistis mengandaikan bahwa dalam lima tahun mendatang
jumlah orang awam, pria dan wanita, sudah mencukupi untuk memimpin jemaat
lokal secara inspiratif.
4)
Skenario balans merupakan keseimbangan atau balans antara skenario
trend dan skenario optimistis. Skenario balans dianggap realistis karena situasi
trend tidak dibiarkan begitu saja. Skenario balans prihatin terhadap urgensi dan
secepatnya perubahan dalam Gereja.
Tahap penelitian penting dalam proses pembangunan dan penentuan
tahap-tahap berikutnya. Tahap perencanaan mengoprasionalkan tahap penelitian.
Tahap pelaksanaan dan tahap pemantapn mengevaluasi hasil atas dasar apa yang
ditemukan dalam penelitian, baik dalam diagnosis maupun dalam prognosis.
3. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan transisi dari tahap penelitian ketahap
pelaksanaan. Diagnosis diharap menunjukkan bidang aksi. Prognosis tidak boleh
berhenti pada skenario yang tidak menentu. Tujuan yang dapat terjangkau
diperlukan kalau mau sampai aksi. Fase perencanaan dibulatkan dengan
pengambilan keputusan karena program menjadi pelaksanaan lewat keputusan
yang diambil oleh mereka yang terlibat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses Pengembangan
Faktor penghambat dan faktor pelancar dapat ditemukan lewat
brainstroming atau lewat dua kolom saja yaitu kolom penghambat dan kolom
pelancar sebagai berikut:
FAKTOR PENGHAMBAT
FAKTOR PELANCAR
- Orang mempunya kepentingan supaya
situasi sekarang tidak berubah
- Orang mempunyai kepentingan
kalau situasi berubah menjadi
situasi yang diinginkan
- Perubahan yang tidak dikenal hasilnya - Perubahan berarti bahwa perlu
menimbulkan rasa yang tidak enak
mencari lagi dilain tempat
dan tidak aman
- Situasi sekarang memiliki segi
menarik yang akan hilang kalau
perubahan terjadi
- Orang yang hingga sekarang tidak
turut serta mempunyai
kemungkinan untuk terlibat dalam
situasi yang baru
Faktor penghambat dan pelancar ini perlu dipertimbangkan:
1)
Menurut efektivitasnya, yaitu faktor manakah yang paling berpengaruh
pada terjadi tidaknya situasi baru?
2)
Menurut kemungkinan memakai pengaruh itu, yaitu kalau pastor tadi tidak
ikut mendorong perubahan maka hampir tidak mungkin perubahan itu akan
terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
3)
Menurut legimitas (keabsahan) perubahan, yaitu apakah perubahan yang
hendak diadakan dapat dibenarkan? Apa yang baik, membawa selamat, syalom,
bagi Gereja atau jemaat setempat? Pertanyaan mengenai legitimitas itu
merupakan pertanyaan sentral yang erat hubungannya dengan diagnosis dan
prognosis: siapakah kita ini sebagai Gereja dan apa misi kita?
b. Metode Kerja
Metode adalah cara bertindak yang cepat dan dipikirkan dengan baik
untuk mencapai tujuan. Penelitian ilmiah menguji metode: efektivitas,
keabsahan serta relevansi teologisnya bagi masalah aktual gerejawi dan
manusiawi. Dalam metodik Pembangunan Jemaat dapat dibedakan tiga
komponen teoritis yaitu: konsep, strategi, dan sarana. Sebagai konsep teologis
dapat dipilih struktur karismatis jemaat setempat. Menurut konsep itu orang
beriman harus sebanyak mungkin dilibatkan dalam karya paroki dengan
memperhitungkan pendapat dan kemampuan mereka. Strategi mengantisipasi
reaksi-reaksi dari pihak lain. Model-model strategi yang paling dikenal ialah
berikut ini:
1) Model pakar
Untuk menentukan jalan menuju hari depan dimintakan nasihat seorang
pakar; relasi dengan pakar yang membantu itu berhenti sesudah ia memberikan
advisnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
2) Model kerja sama
Penentuan jalan menuju kehari depan dilakukan dalam perundingan
antara pembimbing dengan yang dibimbing. Penentuan itu makin disesuaikan
dalam hubungan timbal balik terus-menerus antara pembimbing dan yang
dibimbing. Pembimbing mendorong pengertian dan kemampuan orang yang
dibimbingnya.
3) Model aksi
Jemaat sendiri terlalu besar, kurang dinamis, dan terlalu apatis untuk
mencari jalan lain. Dewasa ini sering dipakai aksi-aksi yang disiapkan dan
dipimpin dengan baik oleh kelompok aksi yang khusus dibentuk untuk itu.
4) Model belajar
Model belajar mempunyai kesamaan dengan model kerjasama: tidak
hanya perencanaan melainkan juga pelaksanaan terjadi dalam kerja sama antara
pembimbing dan yang dibimbing. Perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan
adalah hal yang perlu dipelajari. Model kerjasama dan model belajar
membutuhkan waktu yang lebih panjang walaupun keuntungannya ialah bahwa
kedua model terakhir lebih meransang partisipasi.
c. Membuat Program
Program merumuskan bidang dalam mana aksi bergerak, tujuan yang
mau dicapai, dan langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Program
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
mengkonkretkan strategi yang diikuti, sarana yang digunakan, orang yang
dilibatkan, material dan keuangan ynag diperlukan. Program yang baik
merupakan
buah
pikiran
yang
konkret
dan
berlandaskan
pada
pengalaman.namun program yang baik perlu diuji supaya efektif dan efisien.
Pertanyaan berikut ini dapat dipakai menguji program: Apa program konsisten
dengan konteks atau situasi?, Apakah program sejalan dengan pedoman intern
jemaat, dengan gaya manajemennya, dengan pandangan jemaat mengenai tugas
dan misinya?, Apakah proyek sesuai dengan sumber dana dan daya yang
tersedia?, Apakah resiko yang terkait dengan program dapat diterima?, Apakah
timing untuk program ini tepat? Atau perlu ditunda dulu? Dan apakah ada hal
lain yang perlu dipertimbangkan?
d. Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan itu merupakan langkah tersendiri dalam tahap
perencanaan tidak ada gunanya melaksanakan keputusan. Pembangunan Jemaat
dari sudut perspektif aktor meminta partisipasi dan persetujuan sebesar mungkin
dari para anggota jemaat dalam paroki. Suatu masalah dapat memerlukan
pemecahan lain yang lebih cepat. Akan tetapi, proses yang lebih cepat pun
memerlukan prosedur pengambilan keputusan dengan saksama. Untuk itu perlu
rumusan progmasi yang baik. Rumusan program itu harus dipresentasikan oleh
pengurus kepada masing-masing kelompok kerja dan dewan paroki agar
diketahui dan didukung seluas mungkin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek
Manajemen proyek sedang menjadi objek studi sendiri. Unsur-unsur
manajemen proyek adalah:
1) Proyek memerlukan kelompok proyek. Kelompok proyek itu diatus secara
intern dan ekstern: yaitu seorang pemimpin proyek dan staf proyek.
Kelompok proyek perlu dideskripsikan dan harus ada pembagian tanggung
jawab dan wewenang.
2) Proyek terarah pada tujuan tertentu: maka perlu konkretiasi tujuan, kelompok
sasaran dan akhirnya juga hasil yang mau dicapai.
3) Proyek harus di tempatkan di dalam keseluruhan aktivitas paroki. Bagi orang
lain dalam paroki, proyek harus mendukung dan tidak mengganggu.
4) Maksud dan arti proyek menjadi jelas lewat pilihan yang dilakukan dan
keputusan yang diambil.
5) Proyek mempunyai konsekuensi bagi perkembangan konsep dan cita-cita
dalam jemaat. Akan tetapi juga bagi investasi manusia dan uang dalam
paroki.
Paroki perlu menyediakan kemungkinan untuk belajar, kalau mau mulai
bekerja secara proyek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
4. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan segala aktivitas perlu diorganisasi dengan baik.
Disamping tujuan konkret dan jelas yang sudah dibicarakan, aharus ada:
pembagian tugas, deskripsi tanggung jawab, penugasan orang dan kelompok,
penyesuaian tugas serta orang yang berssangkutan satu dengan yang lain, serta
komunikasi yang diperlukan untuk itu semua. Pengambilan keputusan tidak
hanya mendahului pelaksanaan. Pelaksanaan mengandaikan pengambilan
keputusan yang continue selama konkretisasi tujuan, mengenai sumbangan
perorangan dan kelompok, dan mengenai sarana yang akan dipakai. Perlu
disadari bahwa pelaksanaan proses Pembangunan Jemaat, iklim positif antara
warga jemaat dan kepemimpinan yang suportif merupakan syarat mutlak.
5. Tahap Pemantapan
Fase freezing adalah fase pemantapan yaitu konsolidasi situasi baru atau
menciptakan syarat yang menjamin bahwa hasil yang tercapai tetap terpelihara.
Termasuk fase pemantapan ialah evaluasi sumantif. Evaluasi itu mengenai dua
perspektif: perspektif aktor dan sistem. Permasalahan yang muncul di masa lalu,
baru sungguh terpecahkan, kalau pimpinan paroki dan warga paroki sudah
terbiasa dengan cara kerja yang baru. Pemantapan menuntut juga persyaratan
berdasarkan sistem parokial. Tidak hanya pribadi tertentu yaitu orang paroki,
yang harus berubah, melainkan juga paroki sendiri atau aspek paroki.
Perlu adanya perhatian khusus untuk manajemen proyek. Bekerja dengan
proyek-proyek menuntut organisasi karya paroki yang lain. Bekerja sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
dengan kelompok kerja membuka jalan untuk struktur baru.
Konsekuensi
manajemen proyek yang pokok ialah desentralisasi pembentukan kebijakan dan
pengambilan keputusan dalam paroki. Sentralisasi berarti bahwa kelompokkelompok kerja terkonsentrasi dan tergantung pada dewan paroki. Hal yang
sama berlaku bagi pengembangan kebijakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
BAB IV
PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI TEORI ILMIAH DAN
REKOLEKSI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT PEMBANGUNAN
JEMAAT
A. Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani
Pembangunan Jemaat itu bukan pertama-tama menjadi pekerjaan
manusia, melainkan pekerjaan Roh Kudus. Memang Pembangunan Jemaat
telah mendapat stimulans yang kuat dari ilmu sosial, namun Teologi Praktis
harus berusaha agar sifat religius dan imaninya terjaga dan diperdalam.
1.
Catatan Pendahuluan Pertama
Tidak mengherankan bahwa akhir-akhir ini para teolog menempatkan
Pembangunan Jemaat dalam perspektif yang lebih luas dari pada eklesiologi
tradisional. Dalam usaha teologisnya tentang Pembangunan Jemaat Prof. R. Van
Kessel menempatkan teologi mengenai Gereja tidak pada halaman depan,
melainkan dibelakang. Karena lebih dahulu harus dimengerti masalah
fundamental masa kini dan pokok-pokok inti Kabar Injil yang dapat membalas
problem itu, karena pokok-pokok inti itu menyentuh tujuan Gereja sampai pada
hakikatnya (Hooijdonk, 1996: 142).
2.
Catatan Pendahuluan Kedua
Pembangunan Jemaat bersandar pada pengertian religius dan imani.
Manusia harus meraba-raba serta mencari-cari juga bahwa Allah mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Pesan, Firman pembebasan dan penebusan bagi masalah fundamental masa kini,
dan bahwa Pesan itu dapat diwujudkan dan dimengerti di tempat ini, dalam
jemaat ini. Paul Zulehner berkata:
Fungsi dasar setiap jemaat ialah hidup di tempat tinggalnya (maka dalam
ruang dan waktu) dan dengan demikian bagi orang lain memperagakan
apa maksud Allah untuk semua manusia: yakni supaya manusia itu luput
dari lingkaran ketakutan yang mematikan dan dibawah kuasa KerajaanNya dan dalam suasana penuh kepercayaan akan menjadi manusia seperti
Yesus – yang menjadi manusia seperti kita – dalam mana Allah sendiri
menjadi manusia (Hooijdonk, 1996: 143).
Maka Zulehner mengaitkan Kabar Allah mengenai pembebasan dengan
perwujudan Kerajaan Allah di dunia ini. Bertindak religius dan imani harus
dihubungkan dengan pengertian dasar bertindak komunikatif dan pembangunan
organisme gerejawi. Kaitan itu didasarkan pada keyakinan bahwa akan terjadi
eklesiogenesis jikalau komunikasi religius dan hubungan kerja sama religius
komunikatif yang baru mulai berakar di dalam umat Allah paroki dan lahir serta
disuburkan oleh iman sendiri (Hooijdonk, 1996: 143).
3. Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja
Schillebeeckx,
menyebut
Gereja
penampakan
–
Sôma
(badan)
kejasmanian Yesus yang telah dimuliakan. Akan tetapi pencurahan Roh Kudus
pada Pentakosta merupakan asal dan sumber kehidupan Gereja (Hooijdonk,
1996: 144). Menurut L. Boff:
Kesatuan antara kedua unsur ini kita temukan dalan Yesus sendiri. Dia
yang mati dan dibangkitkan menjadi kehadiran Roh Kudus yang terkuat
di dunia; dan Roh Kudus di dalam Gereja sudah menjadi kehadiran
Kristus yang bangkit dalam sejarah (Hooijdonk, 1996: 144).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Pandangan Kristologis lebih menekankan Pembangunan Jemaat lokal
yang organis. Antara pandangan oganis itu ada yang mengaku adanya beraneka
ragam karisma dan fungsi dalam Gereja. Gert Schneider melihat model Tubuh
Kristus tidak sebagai model yang statis, melainkan dinamis. Katanya:
Jemaat baru dapat disebut jemaat dan baru terbentuk sebagai jemaat,
kalau orang perorangan berpartisipasi pada keseluruhan yang dianggap
sebagai organisme. Kesatuan terjadi dari praksis warga jemaat yang
masing-masing mempunyai identitasnya sendiri (Hooijdonk, 1996: 145).
Gert Schneider berpendapat juga bahwa pandangan organis tentang
Gereja tidak mengimplisitkan struktur hierarkis. Yesus Kristus adalah kepala,
Tuhan Gereja. Maka di dalam jemaat tidak ada perbedaan antara yang menjadi
Tuhan dan bawahan (Hooijdonk, 1996: 145). Pandangan hierarkis tidak bisa
begitu saja dikaitkan dengan pandangan kristologis yang organis. Pandangan
Pneumatologis (teologi mengenai Roh Kudus) menekankan Pembangunan
Jemaat lokal menurut karisma. Pandangan pneumatologis tentang jemaat lokal
bertolak pada kesamaan fundamental antara semua orang yang termasuk jemaat
lokal itu. Kesamaan fundamental ini mengimani bahwa semua orang menerima
Roh Kudus, yaitu dalam bentuk karisma yang berbeda satu sama lain.
Pandangan pneumatologis itu mencakup unsur hierarkis: ada karisma
kepemimpinan dan kepengurusan, ada karisma untuk merintis dan menunjukkan
jalan, ada karisma yang memprihatinkan kesatuan. Namun, Leonardo Boff,
karisma ini tidak menempatkan seseorang beriman di atas atau di luar jemaat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
melainkan justru di dalam jemaat dan demi kesejahteraan jemaat (Hooijdonk,
1996: 146).
Sejak Konsili Vatikan II terjadilah perubahan yang fundamental dalam
Gereja Katolik karena pelbagai gerakan dan cara berfikir terutama penyebaran
teologi Umat Allah. Namun, mengenai paham Umat Allah pun ada tafsir yang
berbeda-beda yaitu dari yang sangat konservatif (mempertahankan ajaran lama)
terhadap status quo (mempertahankan keadaan seperti itu saja) sampai
pendombrakkan dalam relasi antara imam dan awam (Hooijdonk, 1996: 146).
4. Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja
Dalam jemaat lokal, orang beriman tidak diajak berkumpul hanya untuk
saling mengingatkan akan tindakan Yesus, melainkan juga untuk melestarikan
dan mengintensifkan keprihatinan dan pelayanan Yesus terhadap dunia.
Berkenaan dengan hal itu ada dua cara pendekatan:
a.
yang dikendaki dan dilakukan oleh Yesus dianggap sebagai norma bagi
tindak-tanduk jemaat lokal. Sebaliknya, tindak-tanduk jemaat yang faktual
dinilai dengan norma dan kriteria yang diambil dari cerita hidup Yesus (meniru
Yesus).
b.
Pendekatan kedua memperhitungkan konteks. Pendekatan itu mau
mewujudkan kepengikutan (discipleship) Yesus kedalam konstelasi masyaakat
ini, dalam realitas jemaat ini – eklesia (Gereja/jemaat) manusia – dan dalam
konstelasi (kumpulan orang) masyarakat ini (mengikuti Yesus).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Diungkapkan fondasi kristologis (dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang
Kristus) dan pneumatologis (teologi tentang Roh Kudus) serta sifat apostolis
(diutus Kristus) jemaat lokal. Namun, ada juga beberapa unsur fundamental
(mendasar) baru:
a.
Jemaat lokal sebagai subjek. Dalam teologi tentang jemaat yang baru
muncul pemikian bahwa warga jemaat bersama-sama menjadi penanggung
jawab dan pembawa tindak-tanduk jemaat lokal dalam hal mengajar,
memelihara, melayani dan merayakan. Di tengah-tengah kebersamaan itu ada
jabatan dalam jemaat lokal sebagai pelayanan kepada Pembangunan Jemaat
lokal.
b.
Pembangunan Jemaat bukanlah bangunan atas mana kita dapat merasa puas,
seakan-akan sudah selesai. Pembangunan Jemaat merupakan tindak-tanduk yang
senantiasa harus ditinjau ulang dan merupakan proses belajar yang terus
menerus, agar bisa menjawab penugasannya dengan lebih baik: dalam
kepercayaan bahwa perjanjian akan semakin menjadi nyata.
B. Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif
Dalam hubungan timbal balik antara praksis pastoral dan ilmu-ilmu
komunikasi telah berkembang teori mengenai tindak-tanduk pastoral dan
komunikatif yang dari sudut pengetahuan praktek dapat menjadi penting bagi
teori tentang Pembangunan Jemaat sebagai tindak-tanduk komunikatif.
Mewartakan, mengajar, memelihara, menggembalakan, melayani, merayakan
dan juga membangun merupakan bentuk komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Apa yang akhirnya dikehendaki Allah dalam seluruh umat manusia, ialah
datangnya keadilan dan kedamaian bagi mereka yang berkekurangan, bagi orang
yang lemah, yang miskin dan yang tertindas (Kessel 1997, 80-81). Yang khas
bagi gambar penguji ialah bahwa Kerajaan Allah sejalan dengan kebutuhan asasi
orang yang lemah dan tertindas di masa kini. Itulah sebabnya van Kessel
mengawili studinya tentang Pembangunan Jemaat dengan analisis mengenai
penghayatan kenyataan manusia modern. Sekaligus ia melihat perlunya
mengubah bentuk hidup Gereja menjadi tindak-tanduk komunikatif dalam iman:
Kalau mengatakannya dengan tajam, hal ini berarti: Gereja mulai berada
dimana orang spontan dengan jujur dan sungguh-sungguh saling
menceritakan kisah perjumpaannya dengan Allah dan secara bersamasama sampai kepada doa dengan menggunakan kata-kata dan gambargambar yang dipakai dalam kisah tersebut (Kessel, 1997: 74)
Kemudian Schneider melihat komunikasi sebagai struktur dasar jemaat
(Hooijdonk, 1996: 150). Struktur dasar mencakup dialog, komunikasi dan kerja
sama kooperatif mendasari tindakan Yesus dan pembentukan jemaat setempat
atau Gereja-Gereja. Stuktur dasar komunikatif ini, menurut Schneider membawa
komunikasi lebih lanjut. Dalam jemaat lokal, dialog dan komunikasi harus
memungkinkan adanya hak berbicara dan membela kepentingan diri bagi pribadi
atau kelompok. Jika demikian, memelihara kebutuhan menjadi tanggung jawab
sendiri.
Secara prinsipal dan dengan memakai model tindakan yang teruji dalam
praktek para ahli teologi tersebut mengolah pemikiran bahwa Pembangunan
Jemaat adalah tindak-tanduk komunikatif. Tindak-tanduk komunikatif yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
dimaksud adalah campur tangan yang bertanggung jawab dalam berkomunikasi
membangun jemaat . Tindakan komunikatif ini mengandaikan bahwa para warga
gereja sendiri membawa kisah riwayat hidupnya dan mengungkapkan kebutuhan
hidup mereka. Dengan memakai istilah sosial teoritis: Pembangunan Jemaat
bersifat komunikatif dan intersubjektif. Atas dasar pengertian teoritis ini maka
hal jemaat sebagai sesama subjek dalam Pembangunan Jemaat.
C. Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme Gerejawi
1.
Pengembangan
a.
Oikodomè dan istilah agogis pengembangan
“Pengembangan”
menambahkan
sesuatu
pada
pengertian
biblis
oikodomè (pembangunan), yaitu aspek “bertindak” atau “bertindak-tanduk”.
Pengembangan adalah pengertian agogis yang mencakup perubahan dan
pendampingan menuju perubahan pada manusia. Ada hubungan dengan
“pedagogi”, namun tidak menyangkut anak melainkan orang dewasa. Agogi
mendampingi orang dewasa agar mereka bisa menentukan hidupnya sendiri
dengan semakin matang.
b. Pembangunan
serta
pengembangan
jemaat,
pelayanan
demi
terwujudnya keadilan Allah
Pengembangan jemaat beriman berati bahwa jemaat itu sendiri
mengambil inisiatif akan perubahan. Dalam rangka Pembangunan Jemaat
seorrang
lazim
berbicara
tentang
mengaktifkan
jemaat
dan
tentang
meningkatkan patisipasi dalam segala bentuk, termasuk diciptakannya serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
berfungsinya dewan perunding dan pengurus. Dalam bahasa tindakan dapat
dikatakan: jemaat merupakan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bidang
personal, bidang meso-sosial gerejawi dan kemasyarakatan.
Pembangunan Jemaat sebagai pengertian agogis yang mencakup
perubahan harus mengakui kenyataan bahwa orang beriman dan kelompok
orrang beriman tidak hanya dapat menjadi subjek melainkan juga produk
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Pembangunan Jemaat sebagai
tindak-tanduk agogis terarah pada pengaktifan jemaat lokal, agar jemaat itu bisa
menjalankan kebijakannya sendiri dalam situasi mereka. Menurut Firet,
menempatkan momen agogis ini dalam Teologis Praktis tentang tindakan
pastoral dalam arti luas. Tindakan pastoral didefinisikan sebagai tindakan
intermedier bagi kedatangan Allah dalam Firman (Hooijdonk, 1996: 155).
Tindakan pastoral dan tindakan agogis mempunyai kaitan makna yang
sama yaitu, “mengadakan hidup” serta “membuatnya bertumbuh” (Hooijdonk,
1996: 155). Dalam arti ini dapat kita katakan bahwa antara Pembangunan Jemaat
dan bertindak agogis ada kaitan makna yang sama yaitu: mendorong terjadinya
keadilan, berusaha agar orang (kecil) bisa “menjadi orang” dalam sejarah
manusia yang aktual ditengah relasi-relasi masyarakat lokal.
c. Pembangunan Jemaat, pengembangan dan pertobatan
Jemaat beriman berada dalam dunia sekular dimana manusia telah
menemukan kemungkinan rasional serta moralnya. Van Kessel mengatakan
bahwa Gereja-Gereja kurang mengerti arti kristiani proses sekularisasi (Kessel,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
1997: 16). Gereja-Gereja terlalu lama hanya menekankan efek sampingan
negatif dalam proses sekularisasi sebagai usaha legitim oleh manusia untuk
mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan yang diberikan Tuhan
kepadanya.
Dari sudut pandan teologis perubahan tidak sama dengan perkembangan
atau pengadaan hidup. Kadang-kadang manusia justru menentang apa yang
membawa hidup dan apa yang mendekatkannya kepada dirinya sendiri dan
kepada Tuhan. Hal itu tidak hanya terjadi dalam masyarakat, melainkan juga
dalam jemaat itu sendiri. hal itu tidak hanya terjadi dalam masyarakat,
melainkan juga dalam jemaat itu sendiri. Untuk perubahan yang sebenarnya,
perlu pertobatan dalam arti teologis penuh (Hooijdonk, 1996: 156).
Maka istilah pengembangan (dalam Pembangunan Jemaat) tidak hanya
berarti “menghidupkan dan mengaktifkan jemaat” melainkan juga dan terutama
menghidupkan jemaat sampai hidup baru, sampai metanoia, yaitu “pembalikan
hati”. Maka pertobatan berarti perubahan arah sebagai mana wajar bagi jemaat
yang telah masuk kedalam Tubuh Kristus, yang bangkit.
Metanoia mempunyai arti yang lebih luas. Dalam bahahasa Yunani
berarti perubahan pikiran, dalam konteks teologis ditafsirkan sebagai pertobatan.
Singkatnya, kita diajak mempererat hubungan satu sama lain sebagai
persekutuan iman; bersama-sama kita menemukan inti pokok sebagai jemaat
yaitu panggilan wahyu Allah dalam Kristus; jawaban kita ialah mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Kristus dalam Roh-Nya. Salib yang dimuliakan adalah simbol yang
menghimpun kita dan menginspirasikan kehidupan kita secara mendalam.
d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur
Waktu menunjukkan dinamika bagi jemaat setempat; ruang menunjukkan
struktur. Dinamika dalam hal ini merupakan sebuah interarksi dan struktur
merupakan unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain yang mempunyai sifat
totalitas dan transformatif. Zwart, memakai istilah “pengembangan” agar kita
dapat berpikir secara bertentangan: putih atau hitam, dinamika atau struktur,
mempertahankan dan membuang. Paham pengembangan mencegah bahwa
perubahan dalam jemaat berarti hubungan dengan masa lalu putus. Masa lalu
dan masa depan jemaat harus dikaitkan dengan pengembangan masa kini. Yang
baru terjadi oleh metamorfose bertahap dari yang lama (Hooijdonk, 1996: 157158). Pembaharuan akan bertahan lama kalau terintegrasi dalam apa yang sudah
ada.
Kesinambungan didasarkan pada iman akan apostolistas (tugas
perutusan) jemaat. Kesinambungan didasarkan pula pada paham historis
sosiologis bahwa jemaat beriman secara konsisten membawa diri sebagai paroki
dalam arti gerejawi institusional, walaupun realitas sosial tidak selalu cocok
dengan apa yang oleh hukum secara tertulis ditentukan. Diskontinuitas
didasarkan pada paham historis sosiologis dan hermeneutis bahwa situasi
kemasyarakatan dalam mana manusia hidup berubah terus-menerus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
e. Kesinambungan dan diskontinuitas
Zwart memperingatkan kita agar tidak mengira bahwa terjadinya
perubahan besar merupakan tanda khas untuk masa kini. Perubahan merupakan
tanda khas bagi keseluruhan sejarah manusia. Maka adanya perubahan adalah
hal yang biasa dalam sejarah (Hooijdonk, 1996: 159).
f. Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk memutuskan
Zwart memakai istilah percepatan perubahan: dalam arti bahwa interval
waktu antara perubahan yang satu dengan perubahan yang lain makin pendek.
Bersamaan dengan percepatan perubahan ini bertambahlah jumlah keputusan
untuk mengadakan perubahan dan pembaharuan (Hooijdonk, 1996: 159).
Pengembangan ingin memperkuat kemampuan orang beriman serta
jemaat lokal untuk mengambil keputusan mengenai masa depannya sendiri.
Tetapi kesulitannya ialah bahwa keputusan mengenai masa depan itu harus
diambil dalam konteks percepatan interval antara perubahan-perubahan. Akibat
dari itu, bertambahlah ketidak pastian mengena masa depan. Dapat dikatakan
bahwa secara global, dicukup banyak tempat di dunia sekarang, percepatan dan
ketidak pastian tadi merupakan karakteristik yang mempengaruhi organisme
sosial pada umumnya dan Gereja-Gereja pada khususnya.
g. Realisasi tujuan yang sistematis
Zwart bependapat bahwa perubahan organisme sosial terlaksana lewat
pengembangan realisasi tujuan yang sistematis. Realisasi tujuan yang sistematis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
itu tidak sama dengan planing. Planing merupakan fase awal saja dalam proses.
Bertindak sistematis lebih dari melaksanakan rencana (Hooijdonk, 1996: 160).
Proses penahapan berarti bekerja selangkah demi selangkah. Memperhitungkan
kemampuan manusiawi, maka langkah itu harus bisa terjangkau.
Penahapan sistematis berarti bahwa langkah harus dapat dibedakan
sebagai stadia; dan bahwa stadia itu mengikuti urutan waktu yang tidak bisa
dibalik, kecuali kalau proses macet. Namun kalau macet maka proses juga tidak
begitu saja dimulai dari permulaan. Memfasekan proses hanya lewat fase
planing dan pelaksanaan tampak terlalu simplistis. Realisasi tujuan baru menjadi
sistematis kalau manusia didinamisir dan penahapan distrukturkan. Hal ini tidak
sama dengan planing.
h. Keterbukaan akan hari depan
Keuntungan konsep Pembangunan Jemaat sebagai pengembangan ialah
bahwa hari depan jemaat lokal pada dasarnya terbuka. Pelayanan tindakan
agogis (memimpin/membimbing) terhadap relatio auctifica (meningkatkan
hubungan) dengan Allah menginplisitkan juga keterbukaan terhadap kedatangan
Roh Allah sebagai subjek Pembangunan Jemaat dan juga keterbukaan terhadap
kedatangan keadilan Allah dalam dunia sebagai tindakan eskatologis; tentu saja
di dalam dan oleh aktivitas jemaat lokal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
2. Pengembangan Organisme Gereja
a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi
Firet, menunjuk pada diskusi yang pernah diadakan diantara teologteolog protestan, mengenai pertanyaan apakah Gereja Perdana merupakan
kolektivitas (perihal/keadaan), yang dibangun dari bawah tanpa kaitan yang
sangat ketat; ataukah kenyataan sosial yang sudah terbentuk dahulu (Hooijdonk,
1996: 162). Diskusi itu mencapai konsensus bahwa sejak masa awal Gereja, para
orang beriman diterima dalam jemaat yang sudah terbentuk. Diskusi itu
memperkuat pengertian historis orang Katolik tentang kenyataan jemaatnya
sendiri.
Pembangunan Jemaat sebagai pengembangan agogis (memimpin/
membimbing) ditujukan kepada jemaat secara keseluruhan. Dari sudut
keseluruhan ini ditentukan arah proses dan siapa, orang dan kelompok, yang
menjadi sasaran. Tanggung jawab sendiri, penentuan diri, dan relasi tujuan
secara sistematis didekati dari totalitas jemaat lokal sebagai kenyataan sosial
yang sungguh-sungguh berbeda.
Yang ingin dihindari ialah bahwa organisme dipakai secara psikologis
yang menimbulkan kesan seakan-akan jemaat bertindak sebagai person
individual, dengan pandangan, sikap dan kelakuan perorangannya.
Jemaat orang beriman sebagai organisme adalah realitas sosial. Sebagai
organisme jemaat itu merupakan kenyataan manusiawi dan spiritual.
Oleh karena itu, perlu berbicara tentang identitasnya yang khas, norma
serta nilainya yang khas dan spiritualitasnya yang khas (Hooijdonk,
1996:163).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
D. Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan
1.
Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan
Hari Depan
Pada umumnya dalam proses perubahan dibedakan antara masa kini dan
masa depan. Demikian pula halnya dalam proses Pembangunan Jemaat. Kedua
waktu itu dibedakan, agar perubahan yang terjadi dapat diamati dengan jelas.
Dalam kutipan Jürgen Moltmann diungkapkan bahwa pengharapan menjadi
penghubung antara kedua waktu tersebut.
Hanya pengharapan dapat disebut realistis, karena pengharapan sajalah
secara serius memperhitungkan segala kemungkinan yang teresap dalam
realitas. Kejadian dalam situasi oleh pengharapan tidak dianggap sebagai
hal statis, melainkan sebagai hal yang bergerak dan berjalan dan yang
mempunyai kemungkinan untuk berubah. Itulah sebabnya pengharapan
serta antisipasi terhadap masa depan merupakan pengamatan yang
realistis tentang apa yang mungkin demi masa depan. Pengharapan itulah
yang menyebabkan semuanya bergerak dan bertahan dalam perubahan
(Hooijdonk, 1996: 164)
Mengingat sifat komunikatif dan agogis (memimpin/membimbing) yang
ada pada Pembangunan Jemaat perlu ditambahkan satu kata yaitu bersama.
Maka dibicarakan tentang pengamatan situasi konkret bersama dan tentang
pengamatan masa depan bersama.
2. Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam Pembangunan
Jemaat
Pembangunan Jemaat digerakkan oleh dinamika ganda:
a. Allah menugaskan jemaat untuk menggerakkan tindakan penyelamatan-Nya
dan memperlihatkan bahwa ia bermaksud baik dengan manusia; penugasan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
harus dijalankan dalam dunia masa kini, yaitu dalam konteks masyarakat yang
historis (waktu) dan pluriform (ruang).
b. Dari pihak lain, manusiaa sendiri harus mengungkapkan kebutuhan dan
kerinduan kita yang terdalam. Pembangunan Jemaat adalah tindakan
komunikatif. Di dalam persekutuan jemaat, mengkomunikasikan bagaimana
manusia sendiri mengalami tindak-tanduk Allah terhadap sesama dan
membandingkannya dengan kebutuhan hidup pribadi sendiri yang paling
fundamental.
Agar perantaraan penyelamatan serta relasi tujuan berhasil, perlu
memperhatikan kebutuhan dan keinginan warga jemaat serta kemampuan
mereka untuk menjalankannya. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat berada
dalam polaritas antara pengamatan situasi sekarang dan pengamatan masa
depan. Intersubjektivitas dan komunikasi merupakan karakteristik bagi usaha
berteologi. Berfikir secara teologis tidak merupakan privilise elite universiter
(hak istimewa kaum terpilih di perguruan tinggi). Pengamatan kebenaran
mengenai maksud Tuhan dalam situasi jemaat yang konkret adalah urusan
semua anggota jemaat dan bukanlah urusan pakar teologi belaka.
3. Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa Depan
Kontekstualisasi tidak terutama berarti bahwa kita memperhatikan
kebudayaan-kebudayaan dalam mana kristianitas dan Gereja memperoleh
bentuknya. Yang disebut konteks ialah situasi sekarang yang ditentukan oleh
banyak faktor: masa lalu, sekarang dan masa depan, termasuk faktor perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
nilai dan segala kekaburan yang menjadi akibatnya. Perlu menggaris bawahi
bahwa kontekstualisasi itu merupakan aspek penting dalam Pembangunan
Jemaat. Kontekstualisasi itu merupakan aspek penting dalam Pembangunan
Jemaat. Kontekstualisasi membuat Pembangunan Jemaat menjadi proses yang
relevan.
a. Apa yang dimaksudkan dengan kontekstualisasi?
Kontekstualisasi berarti bahwa lingkungan masyarakat, tempat jemaat
berada akan mengungkapkan diri dan ikut berbicara; bahwa terjadi hubungan
timbal balik antara pengertian tentang kenyataan manusia yang diberikan oleh
masyarakat dan pengartian yang diberikan oleh tradisi kristiani dan gerejawi.
Hubungan timbal balik itu tidak begitu saja terjadi oleh karena kedua pengartian
itu dapat berbeda secara fundamental.
Konteks jemaat lokal dapat berbeda-beda coraknya kalau dipandang dari
segi sosiologis. Yang spesifik bagi kebanyakan paroki dan jemaat ialah
organisasinya yang mensosial, maka konteks jemaat lokal pun terutama
berpengaruh pada nivo mesososial. Ada aspek konteks yang main peranan atau
yang seharusnya main peranan, misalnya:
1) Konteks katolik dan ekumenis; hal itu berarti bahwa paroki dan jemaat
mebagi-bagi katolisitasnya dengan paroki dan jemaat yang lain, serta dengan
kelompok kristiani yang punya (atau tidak punya) hubungan dengan salah satu
Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
2) Konteks politik; politik itu ialah politik lokal atau efek politik provinsi
terhadap situasi lokal, misalnya: politik transmigrasi, politik mengenai lokasi
industri.
3) Konteks ekonomi; yang dimaksud ialah kegiatan lokal. Hal pengangguran
dan kemungkinan untuk berhasil dalam „job hunting‟ (berburu pekerjaan) dinilai
berdasarkan situasi lokal. Sejauh manakah paroki bisa mengembangkan
wiraswasta kecil.
4) Konteks sosio agama; apakah pernah diselidiki sejauh manakah proses
industrialisasi mempengaruhi religiositas jemaat kita?
Masih banyak lagi aspek konteks mesososial, yaitu: Konteks keadilan;
makin banyak berita dalam surat-surat kabar mengenai orang kecil yang
diperlakukan secara tidak adil oleh orang kuat. Jemaat dan paroki bergerak pada
nivo mesososial. Maka memperhatikan hidup bermasyarakat dan hidup
menggereja pada nivo mesososial pula. Hal yang paling inti itu ialah sikap
terhadap orang yang tidak kuat, tidak berkuasa, yang lemah, kecil dan miskin.
Terhadap konteks lokal dengan banyak aspeknya, jemaat dipanggil untuk
membenarkan diri sebagai umat Allah atau memperlihatkan identitas di atas.
Maka jemaat diajak mendengarkan apa yang terjadi dalam konteks itu dan
mempertimbangkanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
b. Nivo makrososial
Dalam Gereja Katolik, paroki lokal tidak bisa dilihat lepas dari nivo
(tantaran/tingkatan)
makrososialnya
seperti
keuskupan,
kepengurusan
keuskupan, uskup sendiri. De facto pernyataan dan ungkapan uskup
mempengaruhi pernyataan di jemaat. Kata van Kessel:
Apa saja yang berlaku bagi Gereja sebagai Gereja (makrososial), berlaku
pula bagi semua perwujudan serta penampilannya yang lokal (meso dan
makro). Diferensisasi dalam perwujudan lokal ini tidak tergantung pada
keputusan kebijakan yang diambil pada nivo makro, melainkan pada
seluk-beluk situasi lokal itu sendiri – ruang dan waktunya – dimana
jemaat dipanggil untuk mewujudkan identitasnya (Hooijdonk, 1996:
169).
Kontekstualisasi ingin memperhitungkan unsur yang disebut van Kessel
itu: seluk-beluk situasi menurut waktu dan ruang, sejarah lokal, organisasi
politik, ekonomis, sosial dan gerejawi setempat. Dalam aspek inilah jemaat
diminta menampilkan diri sesuai dengan identitasnya. Gereja lokal tidak bisa
mengerti dan menjalankan tugasnya mengenai Kabar Penyelamatan dalam dunia
jika tidak berhubungan dengan konteksnya. Untuk itu perlu menciptakan ruang
organisatoris sehingga mereka yang menjadi subjek aktivitas pastoral dilibatkan
dalam kontekstualisasi itu. Liturgi, pewartaan, katekese, pastorat, koinonia
menentukan bersama identitas jemaat lokal.
4. Konteks dan Kebenaran
Dalam pengamatan situasi sekarang dan masa depan, konteks dan
kebenaran terkait satu sama lain, seperti subjek dan objek terkait satu sama lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Dalam kontektualitas Pembangunan Jemaat lokal itu masyarakatlah yang diberi
ruang untuk mengungkapkan diri. Nivo (tantaran/tingkatan) sosial (meso) dan
sektor-sektor masyarakat digambarkan secara ringkas. Dalam Pembangunan
Jemaat, nivo dan sektor itu perlu dipelajari lebih lanjut agar sumbangan
masyarakat sebagai konteks jemaat betul-betul terjamin.
Sektor-sektor masyarakat
yang termasuk konteks jemaat lokal,
ditemukan yang disebut subjek yang mengartikan realitas manusia dalam
masyarakat. Interpretasi dan pengartian hidup itu dalam masyarakat sendiri
sering berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan oleh kepentingan yang berbeda
pada orang atau kelompok tertentu.
5. Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa
Depan
Perubahan dalam hidup bermasyarakat dan beragama diinterpretasikan
secara berbeda-beda. Akibat perbedaan interpretasi itu diusulkan pemecahan
yang sangat berbeda pula. Yang kurang dalam jemaat ialah komunikasi tentang
latar belakang fundamen itu; sehingga untuk mencapai konsensus lebih sulit lagi.
Pembangunan Jemaat membutuhkan konsensus mengenai apa yang sedang
berlangsung dalam konteks, maka perlu dicari bersama pengartian hidup
manakah yang ditekankan dalam konteks dan kepentingan-kepentingan manakah
yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu. Usaha disebut pengamatan bersama
tentang kebenaran. Pentinglah bahwa semua warga boleh berbicara dan
menyumbangkan pemikirannya, tetapi tidak boleh terjadi bahwa satu pemikiran
menguasai yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
6.
Pengamatan Situasi dalam Terang Injil
a.
Pengamatan Situasi: Modernisasi
Modernisasi dimungkinkan oleh kemajuan teknologi yang pesat yang
berlangsung di dunia masa kini di mana-mana, namun tidak secara merata.
Seluruh proses ini di Indonesia dirangkum dengan istilah pembangunan.
Menurut sosiologi gejala industrialisasi biasanya disertai oleh proses urbanisasi,
artinya bahwa makin banyak orang pindah dari desa ke kota. Modernisasi
membawa perubahan dalam skala nilai. Nilai yang penting dalam kebudayaan
agraris lama-kelamaan tidak berlaku lagi dalam kebudayaan industri. Dalam
kebudayaan agraris, relasi manusia dengan alam merupakan nilai sentral.
Dalam rangka modernisasi dan sehubungan dengan perubahan dalam
skala nilai, Paus Yohanes Paulus II mendesak supaya menciptakan bahasa
pewartaan baru yang dapat dimengerti oleh orang beriman dan manusia jaman
ini. Suasana modernisasi memperkuat individualisme (paham yang menganggap
diri sendiri lebih penting dari orang lain). Salah satu gejala individualisme ialah
nepotisme (kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan orang terdekat
yaitu keluarganya) . Dalam rangka ini muncul juga yang disebut sekularisasi.
Sekularisasi adalah proses dimana manusia makin mengerti dunianya –
yang berdimensi ruang dan waktu – sebagai tempat yang dimaksud untuk
diciptakan kembali; sebagai „chaos‟ (kekalutan) yang oleh manusia harus
dijadikan „kosmos‟, yaitu tempat yang penuh makna dan layak didiami
(van Kessel, 1997: 16)
Sikap negatif Gereja terhadap sekularisasi sudah ada sejak jaman
Pencerahan. Sering Gereja secara berat sebelah menekankan dampak negatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
sekularisasi. Sebetulnya, proses sekularisasi merupakan proses emansipasi bagi
manusia kearah kebebasan dan tanggung jawab. Dengan melibatkan diri
kedalam dunia serta berusaha memperbaikinya maka manusia membebaskan diri
dan dunia. Yang mulai sebagai penugasan dalam “teologi penciptaan” menjadi
pembebasan dalam “teologi exodus”. Sekularisasi menolong untuk mengamati
kebenaran tentang manusia.
Dunia harus dibangun dengan kebebasan dan tanggung jawab sehingga
menjadi dunia di mana manusia Indonesia dapat mengembangkan diri sesuai
dengan kebutuhan dasar serta cita-citanya yang luhur. Jelaslah, bahwa arah
pembangunan atau perubahan, melalui penguasaan teknik serta kebebasan yang
lebih besar untuk bergerak dan berkembang tak dapat dielakkan lagi.
b. Dalam Terang Injil
Melalui proses sekularisasi manusia belajar mengenai kebenaran
disekitar keberadaan manusia, yaitu manusia dengan kebebasan serta tanggung
jawabnya dipanggil untuk mengolah dunia lebih lanjut secara baru sesuai dengan
perkembangannya yang tidak pernah berhenti. Pengamatan kenyataan manusia
dalam jemaat kristiani dilaksanakan dalam terang Injil. Van Kessel dalam
bukunya Enam Tempayan Air menulis bahwa Injil adalah berita kesukaan bagi
dan dari orang miskin. Injil adalah berita pembebasan. Penebusan berarti
pembebasan dari penindasan, keadaan tidak berdaya dan tidak kuat
Pembebasan berarti menjaadi merdeka dan berada pada taraf yang sama
dengan sesama manusia; menjadi bertanggung jawab sendiri terhadap hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
pribadi dan sosial. Dalam bukunya Enam Tempayan Air, van Kessel
menerangkan bahwa dewasa ini dalam jemaat ada krisis rohani yaitu krisis
dalam iman akan Allah. Kebenaran tentang Allah kadang-kadang kurang jelas
atau malahan kurang tepat.
Dalam pengamatan proses sekularisasi, tidak hanya bertemu dengan
Allah sebagai Pencipta melainkan juga dengan Allah sebagai Pembebas. Allah
yang menciptakan adalah Allah yang membebaskan kita dari sengsara yang tak
terelakkan. Manusia dapat mengambil bagian dalam pembebasan dengan
kebebasan serta tanggung jawabnya sendiri. Situasi politik, ekonomi dan sosial
dapat berubah. Orang yang miskin dan tertindas dapat menjadi bebas dan
sederajat dalam relasi-relasi kemasyarakatan. Asal mengimani Allah juga
sebagai Pembebas yang mengantar umat-Nya keluar dari Mesir. Namun de facto
selalu ada bahaya bahwa umat katolik kurang mengerti Injil orang miskin.
E. Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat Pembangunan
Jemaat
Dalam setiap bab sebelumnya membahas berbagai macam topik mengenai
Pembangunan Jemaat. Dari kenyataan yang ada, masih terkendala banyak faktor
SDM, kesadaran para katekis untuk melayani Gereja dan Pembangunan Jemaat
hanya cukup dimengerti artinya saja tanpa ada niat untuk tindak lanjutnya. oleh
karena itu pada bagian ini dibahas mengenai usulan rekoleksi yang dapat
diberikan pada katekis di paroki Santo Fidelis Sejiram. Rekoleksi ini dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
tujuan membantu katekis untuk lebih semangat lagi dalam berperan aktif
memberikan pelayanannya lewat Pemembangun jemaat.
Dalam bab ini diusulkanlah program rekoleksi yang nantinya akan
membantu membangkitkan dan menghidupkan semangat pelayanan dalam
Pembangunan Jemaat di Paroki Santo Fidelis Sejiram. Pada bagian ini akan
diuraikan mengenai rekoleksi dalam rangka meningkatkan semangat. Dengan
tema besar rekoleksi adalah “Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati”. Tema
utama dibagi lagi menjadi tiga sub tema yaitu: Meneladani Yesus dalam
Tanggung Jawab Sebagai
Katekis, Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas
Misioner dan Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan.
1.
Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan Semangat Katekis
Dalam Pembangunan Jemaat Di Paroki Santo Fidelis Sejiram,
Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat
a.
Pengertian Program Rekoleksi
Dalam bahasa Inggris terdapat istilah re-co-llect
yang berarti
mengumpulkan kembali. Dalam buku “Membimbing Rekoleksi”, dijelaskan
pengertian rekoleksi yaitu sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan
iman atau rohani (Mangunhardjana, 1984: 7).
Terdapat
berbagai
macam
rekoleksi
berdasarkan
waktu
penyelenggaraannya yang ditulis berdasarkan inspirasi dari buku Membimbing
Rekoleksi (Mangunhardjana, 1984: 17), yaitu: periodik selama sepanjang tahun,
seperti rekoleksi imam dan biarawan-biarawati yang dilakukan satu bulan satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
kali; periodik bukan selama sepanjang tahun, melainkan hanya dalam masa-masa
liturgis tertentu, seperti rekoleksi dikalangan umat selama masa Adven atau
Prapaskah yang diadakan setiap minggu, Aksidentil tidak tetap, karena
berhubungan dengan peristiwa penting tertentu, seperti pelantikan pengurus
Mudika, terpecahkannya masalah dalam sebuah keluarga, dan sebagainya;
Aksidentil tanpa ada hubungan dengan peristiwa atau peringatan tertentu,
melainkan karena sedang ada minat, biaya, waktu dan ada pendampingannya
seperti rekoleksi keluarga Katolik lingkungan.
b.
Latar Belakang Program Rekoleksi untuk Meningkatkan Semangat
Hidup dalam Pembangunan Jemaat
Pembangunan Jemaat terutama di lokasi dimana penulis berasal yaitu di
paroki Santo Fidelis Sejiram masih menemui berbagai macam hambatan baik
dari faktor SDM sampai faktor lokasi yang sulit dijangkau oleh transportasi.
Selain itu pula sering dijumpai bahwa SDM katekis cukup banyak tersebar di
desa-desa sekitar paroki namun tidak banyak yang bergerak sebagai tenaga
gereja untuk membantu pewartaan dan pelayaan di tengah jemaat. Bahkan
banyak katekis yang kenyataannya hanya menganggap dirinya guru agama
memiliki berbagai macam alasan untuk tidak ikut dalam setiap kegiatan
menggereja. Seperti halnya beralasan banyak kesibukan sehubungan dengan
tugasnya sebagai guru disebuah sekolah, kemudian beralasan masih banyak
pekerjan lain di ladang atau perkebunan yang harus diselesaikan. Sehingga
tenaga katekis yang seharusnya cukup banyak dan memadai untuk melanjutkan
Pembanggunan Jemaat terhalang oleh kurangnya kesadaran melayani Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Katekis memang sebagai pelayan Gereja, namun dalam hal ini sosok
seorang katekis yang dicerminkan oleh Yesus masih kurang tampak di dalam
diri katekis itu sendiri. Contohnya: hanya ingin menjadi seorang katekis dan
menuntut bayaran mahal sedangkan jika tidak dituruti niatnya maka katekis
tersebut akan menolak setiap tawaran dari gereja jika tidak mendapatkan
bayaran yang besar. Hal ini tidaklah mencerminkan seorang katekis yang penuh
pelayanan tetapi katekis yang penuh dengan hal duniawi berupa materi.
Kemudian dalam tugas pelayanan masih banyak katekis yang hanya
melayani jika dipanggil saja oleh pihak hierarki untuk melayani. Namun pada
kenyataannya tidak mau untuk melayani sesama yang ada disekitarnya.
Contohnya: Pembangunann Jemaat adalah tanggung jawab bersama, baik kaum
hierarki maupun awam, tetapi awam (katekis) biasanya cenderung ikut saja alur
membangun jemaat, tidak mau ikut ambil bagian melihat dan memecahkan
masalah, hanya dalam artian ikut tampil saja dalam rapat-rapat mengenai
Pembangunan Jemaat. Padahal katekis sangat dituntut untuk bisa secara
langsung melihat dan memecahkan masalah. Katekis adalah orang awam yang
tinggal bersamaan ditengah-tengah umat dan nantinya setiap permasalahan bisa
disampaikan ke pastor paroki dan dipecahkan bersama. Dengan permasalahan
ini tidak terlihat adanya jiwa misioner dari seorang katekis yang memiliki misi
untuk menjadi kaki-tangan kristus ditengah umat dalam pelayanannya.
Dengan adanya pengetahuan lebih tentang tugas misionernya sebagai
orang yang terlibat aktif ambil bagian dalam Pembangunan Jemaat, maka katekis
bisa semakin bersemangat dan lebih berilmu dalam mengemban tugasnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
sebagai awam pelayan Gereja. Keaktifan dan kemantapan dalam menjalani tugas
pelayanan akan semakin mendorong seorang katekis untuk semakin bangga dan
mencintai setiap tugas perutusan yang diembannya. Maka itu sangat penting
dibutuhkan semangat dan kemantapan dalam pelayanan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rekoleksi ini
akan menjadi usaha untuk meningkatkan semangat hidup Pembangunan Jemaat.
Dalam proses rekoleksi ini diusahakan komunikasi yang baik antara pemandu
dan peserta, sehingga peserta dapat terlibat aktif dalam rekoleksi. Untuk
melaksanakan rekoleksi dibutuhkan waktu yang cukup luang, karena
membutuhkan waktu selama tiga hari. Kiranya waktu khusus tersebut dapat
diambil bertepatan pada waktu libur lebaran. Sebab pada waktu tersebut, baik
para katekis yang juga berprofesi sebagai guru maupun katekis gereja dapat
meluangkan tiga hari waktu yang efektif untuk mengikuti rekoleksi. Penulis
berharap dengan adanya usulan rekoleksi ini diharapkan dapat meningkatkan
kembali dan menyadarkan para katekis betapa pentingnya peran awam dalam
ambil bagian untuk ikut serta membangun jemaat Gereja dalam pelayanannya.
c.
Tujuan dan Tema Rekoleksi
Menurut hasil pengamatan yang terjadi dilapangan, terlihat masih
kurangnya niat dan kesadaran katekis untuk mengabdikan diri kepada Gereja
dalam pelayanannya. Tujuan dari rekoleksi yang dibuat untuk para katekis
adalah untuk memberikan semangat kepada katekis supaya lebih terlibat dalam
menggabdikan diri kepada Gereja khususnya dalam Pembangunan Jemaat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Tema Umum
:
Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati
Tujuan Umum
:
Pendamping dan
peserta
semakin
mendalami
panggilan dan tugas perutusannya sebagai katekis
dalam Pembangunan Jemaat sehingga umat semakin
maju dan berkembang dalam mengimani Kristus
Tema bersama Yesus menjadi misionaris sejati ini berisi tentang materimateri dan kegiatan yang akan membantu katekis semakin menghayati panggilan
dan perutusannya serta semakin mantab mengikuti Kristus dalam tugas
Pembangunan Jemaat. Bersama Yesus menjadi misionaris sejati, mengajak
katekis meneladani pelayanan Yesus kepada jemaat lewat kerasulannya ditengah
hidup menggereja. Tema umum ini dibagi menjadi tiga tema beserta tujuannya
masing-masing, yaitu:
Tema 1
:
Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai
Katekis.
Tujuan
:
Pendamping
dan
peserta
diharapkan
mampu
meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai
seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab
membina iman umat.
Tema 2
:
Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas Misioner.
Tujuan
:
Pendamping dan peserta menjiwai panggilan katekis
yang membangun jemaat, membina iman umat agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
umat semakin berkembang dalam iman serta
mengimani Kristus sebagai tugas misioner.
Tema 3
:
Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan
Tujuan
:
Pendamping dan peserta semakin mantap untuk
aktif dan terlibat penuh dalam tugas perutusan
membangun jemaat.
d.
Gambaran Pelaksanaan Program
Kegiatan rekoleksi ini akan dilaksanakan selama tiga hari. Rekoleksi
akan dilaksanakan pada hari jum‟at, sabtu dan minggu. Rekoleksi dapat
dilaksanakan di paroki, rumah ret-ret atau di tempat lain yang sekiranya
mendukung. Susana rekoleksi dibuat semenari mungkin agar peserta tidak
merasa bosan. Dinamika kelompok diberikan dalam rekoleksi agar peserta dapat
berbagi pengalaman dengan sesama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
e. Matrik Program
Tema Umum
:
Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati
Tujuan Umum
:
Pendamping dan peserta semakin mendalami panggilan dan tugas perutusannya sebagai katekis
dalam Pembangunan Jemaat sehingga umat semakin maju dan berkembang dalam mengimani
Kristus
1) Rekoleksi Pertama
Tema
:
Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai Katekis
Tujuan
:
Pendamping dan peserta diharapkan mampu meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai
seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab membina iman umat.
No
(1)
1
Judul Pertemuan
(2)
Salam pembuka
dan pengantar
Tujuan Pertemuan
(3)
Membuka pertemuan
rekoleksi dengan
semangat dan saling
mengenal, sehingga
menjalin keakraban
antara peserta selama
Materi
(4)
 Doa pembuka
 Ucapan selamat
datang
 Lagu pembuka
Metode
(5)
Sarana
(6)
 Informasi
 Gerak dan
lagu
 Teks lagu
“Tingkatkan
karya serta
karsa”
 LCD
Sumber Bahan
(7)
 Madah
Bakti no.
533
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
(1)
2
(2)
Yesus teladan dan
penuntunku
3
Istirahat snack
dan minum
Tanggung jawab
sebagai katekis
4
5
Penutup
mengikuti rekoleksi
(3)
Pendamping dan
peserta mampu
meneladani Yesus
dalam pelayanan-Nya
sebagai seorang
katekis.
(4)
 Yesus Sang
Katekis
 Yesus teladanku



(5)
Informasi
Sharing
Diskusi
kelompok
-
 Laptop
(6)
 Laptop
 LCD
 Hand out
 Kitab Suci
 Lembar
diskusi
-
-
-
Pendamping dan
peserta menyadari
tanggung jawabnya
sebagai katekis untuk
membina iman umat
 Tanggung jawab
katekis dalam
membina iman
umat



Informasi
Sharing
Tanya
jawab
 Laptop
 LCD
 Hand out
Mengakhiri rekoleksi
I
 Doa penutup
 Lagu penutup
“Tuhanku
Gembalaku”


Informasi
Gerak dan
lagu
 Laptop
 LCD
(7)
 Sanjaya,
2011, Belajar
dari Yesus
“Sang
Katekis”: 21
 Yohanes
21:15-19
 KWI, 1996,
Iman Katolik
:448
 KWI,
Pedoman
Untuk
Katekis, 1993
 Madah Bakti
no. 301
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
2) Rekoleksi Kedua
Tema
:
Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas Misioner
Tujuan
:
Pendamping dan peserta menjiwai panggilan katekis yang membangun jemaat, membina iman
umat agar umat semakin berkembang dalam iman serta mengimani Kristus sebagai tugas misioner.
No
(1)
Judul Pertemuan
(2)
1
Salam pembuka
dan pengantar
2
Pembanguanan
Jemaat
3
Istirahat snack
dan minum
Tujuan Pertemuan
(3)
Membuka pertemuan
rekoleksi dengan
semangat, sehingga
terjalin keakraban
antara peserta selama
mengikuti rekoleksi
Pendamping dan
peserta mampu
menjiwai panggilan
katekis yang
membangun jemaat
dan membina iman
umat
-
Materi
(4)
 Doa pembuka
 Ucapan selamat
datang
 Lagu pembuka
 Pembangunan
Jemaat
-



Metode
(5)
Sarana
(6)
 Informasi
 Gerak dan
lagu
 LCD
 Laptop
 Teks lagu
“Srengenge
Nyunar”
 LCD
 Video
Informasi
Sharing
Diskusi
kelompok
-





Sumber Bahan
(7)
 Youtube
video
Laptop
LCD
Hand out
Kitab Suci
Lembar
diskusi
 Kessel, 1997,
6 Tempayan
Air: 74
 Kisah Para
rasul 2:41-47
-
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
(1)
4
5
(2)
Tugas misioner
katekis
Penutup
(3)
Pendamping dan
peserta menyadari dan
menjiwai tugas
misioner sebagai
katekis
Mengakhiri rekoleksi
II
(4)
 Tugas misioner
katekis
 Doa penutup
 Lagu penutup
“Hidup Dalam
Kristus”



(5)
Informasi
Sharing
Tanya
jawab
(6)
 Laptop
 LCD
 Hand out


Informasi
Menyanyi
 Laptop
 LCD
(7)
 Sanjaya,
2011, Belajar
dari Yesus
“Sang
Katekis”: 61
 Madah Bakti
no. 829
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
3) Rekoleksi Ketiga
Tema
:
Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan
Tujuan
:
Pendamping dan peserta semakin mantap untuk aktif dan terlibat penuh dalam tugas perutusan
membangun jemaat.
No
(1)
1
2
Judul
Pertemuan
(2)
Salam
pembuka dan
pengantar
Tujuan Pertemuan
Materi
Metode
Sarana
Sumber Bahan
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Membuka pertemuan
rekoleksi dengan
semangat, sehingga
terjalin keakraban
antara peserta selama
mengikuti rekoleksi
Katekis
Pendamping dan
pelayaan Allah peserta mampu
memaparkan diri
dengan mantap
sebagai pelayan Allah
 Doa pembuka
 Ucapan
selamat datang
 Lagu pembuka
 Kita Ini
Pelayan Allah
Yang
Memaparkan
Diri
 Informasi
 Gerak dan
lagu
 LCD
 Laptop



Informasi
Sharing
Diskusi
kelompok
 Teks lagu
“Srengenge
Nyunar”
 LCD
 Video
 Laptop
 LCD
 Hand out
 Youtube
video
 Drs. FX.
Kamari, 1985,
Pradnyawidya
13:
Kepribadian
Seorang
Katekis: 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
(1) (2)
3
4
5
6
7
8
Istirahat snack
dan minum
Keterlibatan
katekis dalam
hidup
menggereja
Makan siang
dan istirahat
Ice breaking
Katekis di era
globalisasi
Penutup
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
-
-
-
-
-
Pendamping dan
peserta dapat
menyadari dan
menjiwai panggilan
serta spiritualitas
sebagai katekis
-
 Identitas,
Panggilan dan
Spiritualitas
Katekis



Pendamping dan
peserta semakin
menyadari pentingnya
kemajuan era
globalisasi sebagai
pintu masuk
Pembangunan Jemaat
pendamping dan
peserta diteguhkan
untuk siap
mengemban tugas
membangun jemaat
 Eksistensi

Katekis Dalam 
Meningkatkan 
Pewartaan
Informasi
Sharing
Tanya jawab
 Laptop
 LCD
 Hand out
 Pengantar
 Doa penutup
 Lagu penutup
Informasi
 Teks lagu:
 Laptop
 LCD
-
Informasi
Sharing
Tanya jawab
-

 Laptop
 LCD
 Hand out
-
 Iman Katolik
 KWI,
Pedoman
Untuk Katekis,
1993
 KOMKAT
KWI, 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
f. JADWAL REKOLEKSI
No
Hari
Lama
kegiatan
08.00-08.30
08.30-09.00
09.00-10.30
10.30-11.00
11.30-13.00
13.00-13.15
13.15-13.30
Acara
Registrasi peserta
Salam pembuka dan pengantar
Materi I (Yesus Teladan dan Penuntunku)
Istirahat (minum dan snack)
Materi II (Tanggung Jawab Sebagai Katekis)
Ice breaking
Penutup (pulang)
1
Jum‟at
2
Sabtu
08.00-08.40
08.40-09.00
09.00-10.30
10.30-11.00
11.30-13.00
13.00-13.10
13.10-13.30
Salam pembuka dan pengantar
Ice breaking
Materi I (Pembangunan Jemaat)
Istirahat (minum dan snack)
Materi II (Tugas Misioner Katekis)
Ice breaking
Penutup
3
Minggu
08.00-08.30
08.30-09.00
09.00-10.30
10.30-11.00
11.30-13.00
Salam pembuka dan pengantar
Ice breaking
Materi I (Katekis Pelayan Allah)
Istirahat (minum dan snack)
Materi II (Keterlibatan Katekis Dalam
Menggereja)
Istirahat (makan siang)
Materi III (Katekis Era Globalisasi)
Ice breaking
Penutup dan sayonara
13.00-13.30
13.30-15.00
15.00-15.15
15.15-15.45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
g.
Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi
1) Identitas Kegiatan
a)
Tema
:
Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab
Sebagai Katekis.
b)
Tujuan
:
Pendamping dan peserta diharapkan mampu
meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya
sebagai seorang katekis dan melaksanakan
tanggung jawab membina iman umat.
c)
Peserta
:
Katekis
d)
Tempat
:
Aula paroki
e)
Waktu
:
08.00 – 13.30
f)
Metode
:
-
g)
Sarana
:
-
h)
Sumber bahan
:
-
Informasi
Diskusi
Sharing
Tanya jawab
Gerak dan lagu
Teks lagu
LCD
Laptop
Hand out
Lembar diskusi
Madah Bakti no. 533
Sanjaya, 2011, Belajar dari Yesus “Sang
Katekis”: 21
Yohanes 21:15-19
KWI, 1996, Iman Katolik :448
KWI, Pedoman Untuk Katekis, 1993
Madah Bakti no. 312
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
2) Pengembangan Langkah-langkah
a) Registrasi peserta (08.00-08.30)
Tujuan diberlakukannya registrasi peserta ini adalah untuk memasukkan
data-data berupa nama lengkap, pekerjaan, pendidikan serta nomor kontak
peserta yang dapat dihubungi kembali jika ada kegiatan sehubungan dengan
katekis. selain itu pula registrasi peserta ini juga dimaksudkan untuk melihat
seberapa banyak SDM (sumber daya manusia) katekis yang ada di paroki baik
yang aktif maupun baru terlibat.
b) Salam pembuka dan pengantar rekoleksi (08.30-08-40)
Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita
bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kita diberi kesempatan
untuk bertemu dan berkumpul bersama hari ini. Kita berkumpul bersama sebagai
satu keluarga besar yang mengimani Kristus sebagai Juru selamat. Bapak-ibu
yang terkasih, pada hari ini kita telah berkumpul bersama untuk mengikuti
kegiatan rekoleksi dengan tema umum: Bersama Yesus Menjadi Misonaris
Sejati. Melalui pertemuan ini, kita diajak untuk semakin mendalami panggilan
dan tugas perutusan sebagai katekis dalam Pembangunan Jemaat. Semoga
pertemuan ini kita semakin menghayati panggilan dan perutusan serta semakin
mantab mengikuti Kristus dalam tugas Pembangunan Jemaat. Bersama Yesus
menjadi misionaris sejati, mengajak kita meneladani pelayanan Yesus kepada
jemaat lewat kerasulannya ditengah hidup menggereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
c)
Doa (08.40-08.50)
Bapa yang Maha-baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat
yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami
juga mengucapkan banyak terima kasih karena pada kesempatan ini, kami juga
Kau kumpulkan dalam satu ikatan keluarga yang mengimani Kristus. Saat ini
kami akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh
menyadari akan pentingnya tugas misioner sebagai katekis dalam membangun
jemaat dibawah genggaman tangan Kristus. Bimbinglah dan hantarlah kami agar
semakin mampu untuk menjadi katekis yang mampu melayani umat dalam
perlindungan mu dan menjadi katekis sejati dalam setiap pelayaan dengan
rendah hati. Kami persembahkan segala pembicaraan kami saat ini kepada-Mu,
semoga Engkau berkenan memberkati dan menyemangati usaha pendalaman
iman kami ini. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.
d)
Lagu pembukaan (08.50-09.00)
Tingkatkan karya serta karsa membangun dunia.
Walaupun rintangan menghadang di jalan,
majulah terus kita 'kan menang,
jangan bimbang.
Walau penuh pengorbanan,
namun penuh pengharapan,
jangan kita putus asa. (Madah Bakti 533
e)
Sesi I: Yesus Teladan dan Penuntunku (09.00-10.30)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
(1) Pengantar (09.00-09.10)
Bapak-ibu yang yang terkasih dalam Kristus, memasuki sesi pertama ini,
bapak-ibu akan mendapatkan pengetahuan dan materi dengan tema: “Yesus
Teladan dan Penuntunku”. Dalam sesi ini nanti akan dibi lagi menjadi dua
bagian materi yaitu Yesus Sang Katekis dan Yesus Teladanku. Materi ini
berkaitan dengan tujuan yang akan kita capai untuk meneladani Yesus dalam
pelayanan-Nya sebagai seorang katekis. Dalam sesi pertama ini bapak-ibu
nantinya akan sharing berbagi pengalaman, diskusi dan tanya jawab.
(2) Materi (09.10-10.30)
(a) Yesus Sang Katekis (09.10-09.50)
Gereja merupakan Umat Allah yang saat ini sedang berziarah menuju
kebahagiaan abadi bersama Allah. Setiap anggota Gereja memiliki peranan
masing-masing dalam kehidupannya. Namun secara sederhana bahwa mereka
merupakan umat yang dipanggil oleh Allah. Panggilan mereka berdasar pada
sakramen permandian dan penguatan yang diterimanya. Dengan hal ini mereka
dipanggil dan diutus untuk memberitakan Kabar Keselamatan kepada semua
orang. Yesus merupakan teladan bagi kita semua. Selama kehidupanNya, Yesus
telah mewartakan Karya Keselamatan. Yesus juga memberi perutusan kepada
kita untuk mewartakan Injil kepada semua orang sebelum kenaikanNya ke surga.
Perutusan inilah yang kemudian terus dihidupi oleh Gereja sebagai penerus
karya keselamatan dari Yesus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Perintah yang diberikan oleh Yesus membuat Gereja semakin
menggiatkan dirinya untuk memberitakan Karya Keselamatan. Secara langsung
perutusan ini diterima oleh semua anggota Gereja, sehingga Gereja
mengeluarkan dekrit Apostolicam Actuositatem yang pada intinya mengajak
semua anggota Gereja untuk terlibat aktif dalam mewartakan Kerajaan Allah,
yang secara khusus diberikan kepada kaum awam.
Setiap orang yang dibaptis telah diangkat menjadi Umat Allah. Hal ini
menyebabkan orang tersebut secara pribadi dipanggil oleh Allah untuk
memberikan pewartaan bagi kedatangan Kerajaan Allah. Saat menjadi awam ada
berbagai macam panggilan atau kerasulan yang berbeda-beda. Secara khusus
bagi katekis yang memiliki sumber panggilan dari sakramen pembaptisan dan
penguatan yang diterimanya.
Katekis adalah semua umat beriman kristiani, baik klerus maupun
awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi pewarta SabdaNya. Profesi
kehidupan seorang katekis adalah mengajar dan mewartakan Sabda Allah
ditengah-tengah umat. Dari pengertian tentang katekis, kita dapat mengetahui
bahwa yang menjadi katekis tidak hanya kaum awam saja, para kleruspun adalah
katekis. Para pastor paroki merupakan katekis utama dalam parokinya yang
bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada umat yang dipercayakan
kepadanya. Panggilan menjadi katekis ialah panggilan yang luhur. Hal ini
disebabkan karena katekis mengambil bagian dalam tugas pengajaran Kristus di
dunia. Sehingga seorang katekis harus mempunyai sikap mengamalkan segala
hal yang telah diperolehnya kepada umat beriman. Dia menjadi batu penjuru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
bagi umat yang ingin mengetahui ajaran kristiani dan yang ingin mengenal
Yesus sebagai penyelamat.

Tugas Pokok Katekis
“Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam Nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20). Inilah
perintah perutusan dari Yesus kepada semua Umat Allah, yang khususnya
kepada katekis. Perutusan harus selalu dihayati secara mendalam agar katekis
benar-benar menjadi pewarta yang tangguh. Dari perutusan Yesus tersebut kita
dapat melihat bahwa tugas pokok katekis ialah:

Mewartakan Sabda Allah
Katekis mempunyai tugas untuk mewartakan Sabda Allah. Ini merupakan
tugas perutusan yang diberikan oleh Yesus. Hal ini berarti katekis dalam
kerasulannya bertugas untuk menghadirkan Sabda Allah kepada umat sesuai
dengan kebutuhan yang umat hadapi. Dengan maksud untuk menghantarkan
umat mencapai kepenuhan hidup Kristus.

Memberi Kesaksian
Kesaksian hidup katekis memiliki peranan penting bagi umat beriman.
Sehingga dibutuhkan keselarasan rohani dan tindakan hidup. Untuk itu, sikap
yang dituntut seorang katekis adalah mengamalkan segala sesuatu yang
diajarkan kepada umat beriman. Katekis harus memberi contoh baik yang selaras
dengan pengajarannya. Dengan demikian, kesaksian katekis dapat mendorong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
umat agar semakin menghayati kehidupannya agar selaras dengan ajaran
Kristus.
(b)
Kerasulan Awam
Kerasulan awam sudah muncul dalam Gereja sejak zaman Tuhan Yesus
di Yerusalem. Zaman Gereja perdana dimana Yesus sang utusan Bapa
mengelilingi daerah Palestina untuk menyampaikan kasih Allah pada manusia
yang berdosa. Hal ini dapat dilihat dari istilah “awam” yang dipergunakan pada
zaman Perjanjian Baru, yakni “apostolos” yang berarti “yang diutus”. Namun
pemikiran mengenai kerasulan awam ini baru muncul pada Konsili Vatikan II.
Saat itu Konsili Vatikan II berhasil merumuskan dan memutuskan mengenai
kerasulan awam dalam suatu Dekrit Konsili yang disebut dengan Dekrit
Apostolicam Actuositatem atau Dekrit tentang Kerasulan Awam. Gambaran
kerasulan awam dalam Konsili Vatikan II yakni “Gereja diciptakan untuk
menyebarkan kerajaan Kristus di seluruh dunia demi kemuliaan Allah Bapa.
Dengan demikian semua manusia mengambil bagian dalam penebusan yang
menyelamatkan dan lewat mereka seluruh dunia benar-benar diarahkan kepada
Kristus. Semua usaha Tubuh Mistik yang mempunyai tujuan ini dinamakan
kerasulan. Kerasulan dijalankan Gereja melalui anggotanya, walaupun dengan
cara berbeda-beda. Panggilan Kristen dari kodratnya adalah panggilan untuk
kerasulan. Seperti dalam kesatuan badan yang hidup, tidak satu anggota pun
bersikap melulu pasif, tetapi serentak mengambil bagian dalam kehidupan tubuh
dan berperan dalam kegiatannya, demikian pula dalam Tubuh Kristus yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Gereja, seluruh tubuh mengusahakan pengembangan tubuh menurut kegiatan
sesuai dengan takaran tiap anggotanya (Apostolicam Actuositatem 2).
Konsili Vatikan II memberi gambaran kerasulan awam secara luas dan
menyeluruh. Kerasulan mencakup setiap kegiatan Tubuh Mistik Kristus, baik
yang dilakukan di dalam Gereja maupun masyarakat atau dunia. Kata kerasulan
dapat dikatakan sebagai berikut: “Semua awam yang terhimpun dalam Umat
Allah dan berada dalam satu Tubuh Kristus dibawah satu kepala, tanpa
terkecuali, dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan
segenap tenaga yang mereka terima berkat kebaikan Sang Pencipta dan rahmat
Sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusan terus menerus. Oleh
karena itu, kerasulan awam disebut sebagai partisipasi dalam misi keselamatan
Gereja serta sebagai usaha menghadirkan dan mengaktifkan Gereja, khususnya
bilamana hanya melalui merekalah Gereja dapat hadir.
(c) Pendasaran Kerasulan Awam
Pendasaran kerasulan awam pada umumnya ialah dengan teologi
persekutuan (theologia communionis). Pendasaran ini menekankan pada posisi
dan status berbeda sambil bersamaan antara karisma imamat jabatan dan imamat
umum. Menurut Paus Joannes Paulus II dimensi-dimensi dalam pendasaran
teologi persekutuan ini ialah mencakup isi sentral misteri atau rencana ilahi
untuk keselamatan umat manusia (Joannes Paulus II, 1998d, 19). Hal-hal yang
terdapat dalam pendasaran ini yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137

Dimensi terdalam dari teologi persekutuan ialah mengenai kesatuan dan
perbedaan sehingga menjadi persekutuan antara manusia dengan Allah. Dalam
Yesus Kristus dan Roh Kudus, umat dijadikan satu dengan persekutuan Bapa,
Putera dan Roh Kudus.

Persekutuan dengan Allah Putera yakni Yesus Kristus, yang dilihat lewat
pendasaran kristologi pokok anggur: penggabungan orang-orang kristiani
kedalam kehidupan Krsitus. Dan juga persekutuan umat dengan Roh Kudus
dalam pelbagai rahmat, yang memperbarui kehidupan jemaat.

Persekutuan dengan orang kudus. Dalam Credo dan katekismus kita
percaya adanya persekutuan Orang Kudus dan kita bersekutu dengan mereka
dalam hal memohon bantuan kepada mereka untuk mendoakan kita.

Persekutuan dengan para anggota Gereja. Persekutuan ini memungkinkan
komunikasi kehidupan dan cinta antara para anggota di dalam Gereja, yakni
persekutuan dengan semua orang beriman.

Persekutuan antara umat awam dengan imam. Kesatuan ini sangat
mendalam dan bersifat hakiki yang diandaikan sebagai dasar asali: ada satu umat
Allah terpilih; satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan (Ef 4:5).

Persekutuan kolegialitas dan solidaritas. Kolegialitas (kerekanan)
menunjuk kepada kesetaraan status dan posisi. Sedangkan segi solidaritas
dikembangkan kerjasama pada tingkat-tingkat yang sama dan berbeda-beda
dalam Keuskupan serta semangat subsidiaritas yang tetap mengakui hak-hak dan
kewajiban bawahan sebanding dan bertanggung jawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
(d)
Panggilan Awam untuk Merasul
Kerasulan merupakan upaya Gereja menyebarluaskan Kerajaan Kristus
di dunia ini demi kemuliaan Allah Bapa. Setiap anggota Gereja dipanggil untuk
merasul dengan mewartakan Injil, supaya dapat menggarami semua orang agar
terarah pada Yesus Kristus untuk diselamatkan olehNya. Awam diserahi tugas
untuk menyucikan (imamat), mengajar (kenabian) dan memimpin (rajawi).
Awam memiliki ciri khas status hidup yaitu hidup di tengah masyarakat dengan
banyak urusan duniawi sehingga dijiwai semangat Kristiani untuk menunaikan
kerasulan mereka (Apostolicam Actuositatem 2).
Kaum awam memiliki hak untuk menerima perutusan merasul yang
didasarkan pada Kristus. Mereka dipanggil untuk merasul berkat baptisan,
Sakramen Krisma, dan Sakramen Ekaristi. Mereka menjalankan kerasulan dalam
iman, harapan dan kasih. Mereka menerima pencurahan Roh Kudus supaya jerih
payah dalam mewartakan Injil sungguh dapat diterima oleh semua orang
(Apostolicam Actuositatem 3). Meskipun demikian, karya kerasulan tidak bisa
dilepaskan dari Kristus sebagai sumber kehidupan Gereja. Awam perlu memiliki
spiritualitas yang baik sebagai bekal dalam kegiatan merasul. Spiritualitas ini
tampak dalam kehidupan rohani awam yang didorong oleh cinta kasih yang
berasal dari Allah. Dalam semangat cinta kasih, awam memiliki perutusan untuk
menyucikan sesamanya dengan mewartakan Kabar Keselamatan dan memanggil
sesama untuk masuk dalam kepenuhan hidup Kristus. Semuanya itu tidak bisa
dilepaskan dari teladan Bunda Maria, yang selalu memperhatikan semua umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
yang masih berziarah di dunia ini untuk menuju kebahagiaan kekal (Apostolicam
Actuositatem 4).
(e) Pelbagai Bidang Kerasulan Awam
Kerasulan awam memiliki bidang-bidang yang luas dalam lingkup
Gereja dan masyarakat umum. Aneka bidang kegiatan kerasulan seperti jemaatjemaat gerejawi, keluarga, kaum muda, lingkungan sosial, tata nasional dan
internasional (Apostolicam Actuositatem 9).
Dalam jemaat gerejawi, awam berperan serta dalam tugas sebagai imam,
nabi dan raja. Awam dapat membantu tugas hirarki dalam kegembalaan Gereja.
Sehingga awam perlu memiliki relasi yang dekat dengan hirarki. Selain itu,
relasi awam dengan Keuskupan dan Paroki menjadikan sebuah perutusan
pewartaan secara bersama-sama demi keselamatan semua manusia (Apostolicam
Actuositatem 10). Kegiatan kerasulan selanjutnya ialah di keluarga. Allah telah
menyatukan suami dan isteri menjadi satu keluarga dalam sakramen. Suamiisteri memiliki peranan dalam pendidikan kerasulan bagi anak-anaknya.
Keluarga menjadi sel penting dalam kedidupan bermasyarakat dan bersemangat
untuk membantu sesama yang berkekurangan (Apostolicam Actuositatem 11).
Selain itu, kaum muda memiliki peranan penting dalam masyarakat dan Gereja.
Kaum muda menjadi aset dan kekuatan penting serta penerus dalam kegiatan
kerasulan. Kaum muda juga perlu dialog dengan kaum dewasa untuk saling
berbagi dalam perutusan merasul (Apostolicam Actuositatem 12).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Awam terpanggil untuk menyampaikan nilai Kristiani, sehingga
meresapi masyarakat dalam segi-segi hidup bersamanya. Ini merupakan
kerasulan bidang lingkungan sosial. Kaum Awam membawa sesama kepada
Yesus Kristus dan Gereja-Nya, melalui hidup solidaritas dengan sesama warga
negara (Apostolicam Actuositatem 13). Perutusan kerasulan awam memiliki
peranan juga dalam kehidupan nasional dan internasional, dalam rangka menuju
kesejahteraan umum. Kaum Awam mengusahakan dirinya berbobot dan jangan
menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum. Kaum awam perlu
berkerjasama dengan semua orang dalam setiap bangsa yang disemangati oleh
nilai-nilai Injili demi terwujudnya kesejahteraan bersama (Apostolicam
Actuositatem 14).
(f)
Kesimpulan
Setiap orang dipanggil oleh Allah untuk karya pewartaan di dunia ini.
Hal ini merupakan sebuah anugerah bagi mereka yang dengan bahagia
menyadari dan menanggapi panggilan tersebut. Yesus memberi perintah kepada
kita untuk pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil (Mat 28:19-20). Perintah
ini berarti kita semua memiliki hak untuk mewartakan Injil. Salah satu sikap
menerimanya ialah dalam kerasulan awam. Kerasulan awam menjadi upaya
untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat.
Salah satu bidang kerasulan awam ialah katekis. Katekis yang dimaksud
disini ialah katekis dari kaum awam. Katekis ini memiliki peranan penting
dalam kegiatan kerasulan sebab berkat pembaptisan mereka dipersatukan dengan
Kristus. Mereka dipanggil untuk menjalankan tugas pewartaan Injil. Dekrit ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
memberi gambaran bahwa katekis merupakan sebuah kerasulan dalam Gereja
yang melaksanakan perutusan untuk mewartakan Injil dan menyucikan umat
manusia yang berkat pembaptisan yang menyatukannya menjadi anggota Gereja
dan berkat sakramen penguatan yang meneguhkannya dalam terang Roh Kudus
serta melalui Ekaristi yang memberi jiwa kerasulan untuk hidup dalam Yesus
Kristus. Hal ini berarti katekis sebenarnya ialah awam yang merasul. Mereka
menjalankan semangat kerasulan dalam terang Roh Kudus dan semuanya itu
merupakan anugerah dari Allah sendiri.
Dekrit Apostolicam Actuositatem mengatakan bahwa semangat kerasulan
sangat kuat zaman dulu, sedangkan saat ini mulai terpengaruhi oleh adanya
kemajuan teknologi dan bertambahnya manusia. Konsili menginginkan agar
semangat kerasulan tidak hilang melainkan terus dihidupi, sehinga konsili
mendorong supaya semua anggota Gereja (khususnya kaum awam) ikut terlibat
kegiatan kerasulan. Hal ini penting supaya semua manusia mengalami
keselamatan dalam Yesus Kristus. Kegiatan merasul pun memiliki pelbagai
bidang kehidupan dan semuanya mengarah pada karya pewartaan Injil di dunia
ini. Karena kerasulan memiliki bidang-bidangnnya maka cara untuk mewartakan
Karya Keselamatan pun beranekaragam sesuai dengan bidangnya masingmasing. Dalam hal ini, dibutuhkan pembinaan tertentu bagi mereka yang
ikutserta dalam kegiatan merasul sehingga semangat kerasulannya tidak hilang,
bahkan selalu dihidupi untuk senantiasa mewartakan Injil agar semua manusia
bisa mengalami keselamatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Secara khusus bagi calon katekis yang saat sedang mempersiapkan diri.
Kehidupanya saat ini memang banyak dipenuhi tantangan yang terkadang
membuat mereka sering mengeluh. Meskipun demikian, dengan adanya dekrit
ini bisa memberikan semangat bagi calon katekis untuk tetap semangat untuk
tugas perutusan yakni mewartakan Karya Keselamatan Allah kepada semua
orang. Bagi semua umat beriman kristiani, dekrit ini memberi gambaran bahwa
mereka juga menerima perutusan untuk mewartakan Sabda Allah. Hal ini berarti
mereka memiliki hak untuk karya perutusan ini.
(g) Yesus Teladanku (09.50-10.30)
21:15. Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab
Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."
Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
21:16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan,
Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya:
"Gembalakanlah domba-domba-Ku."
21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata
untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepadaNya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.
21:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau
mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki,
tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan
orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak
kaukehendaki."
21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati
dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus:
"Ikutlah Aku."
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Teks ini sudah amat terkenal. Ini adalah dialog antara Yesus dengan
Petrus yang terdapat pada akhir Injil Yohanes. Pada pertemuan antara Yesus dan
Petrus yang terjadi sesuadah kebangkitan, terjadilah dialog yang diwarnai oleh
angka tiga. Tiga kali Yesus yang bangkit bertanya kepada murid-Nya, “Apakah
engkau mengasihi Aku?” (ayat 15.16.17). Tiga kali Petrus menjawab secaara
positif, dan tiga kali juga Yesus memberikan penugasannya, “Peliharalah
domba-domba-Ku” (ayat 15.16.17).
Dalam dialog itu, dengan jelas dikaitkan kesediaan mengasihi Yesus
dengan tanggung jawab menggembalakan domba-domba-Nya. Boleh dikatakan
bahwa “menggembalakan domba” merupakan perwujudan dari “mengasihi
Yesus”. Gagasan ini menarik dan muncul beberapa kali dalam Injil Yohanes.
Dalam Yoh 15, 12, Yesus mengatakan, “inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu
saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Yesus tidak mengatakan
“Engkau mesti mengasihi Aku karena Aku telah mengasihi kamu” seperti pola
timbal balik yang biasanya dipraktikkan di antara kita. Yang diperintahkan
Yesus adalah “kalau kamu mengasihi Aku, maka kamu harus saling mengasihi
atau mengasihi sesama”. dalam konteks Yoh 21, perintah itu berarti demikian:
kalau
para
murid
menggembalakan
mengasihi
Yesus,
domba-domba-Nya.
maka
Ukuran
mereka
mengasihi
mesti
Yesus
bersedia
adalah
kesediaan memelihara kawanan domba-Nya.
Bahwa sampai tiga kali Yesus bertanya hal yang sama kepada Petrus
sehingga Petrus merasa sedih, menunjukkan bahwa masalahnya merupakan soal
yang serius. Ini bukan soal main-main! Tampaknya untuk soal yang satu ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Yesus sungguh-sungguh membutuhkan ketegasan dan komitmen yang jelas dari
pihak Petrus. Kalau ya, ya; kalau tidak, tidak!
Sering kali, teks perutusan seperti ini dianggap lebih tepat atau bahkan
hanya untuk perutusan para imam serta biarawan-biarawati. Di satu pihak
pandangan seperti itu tidak keliru. Di kalangan kita, kosa kata “gembala dan
domba” sering kali dikaitkan dengan para imam dan umat. Imam adalah sang
gembala, dan umat adalah posisi sebagai domba. Oleh karena itu, kita
mendengar ada yang disebut surat gembala, dan beberapa tahun yang lalu, ada
juga yang disebut surat domba. Akan tetapi dilain pihak, rasanya tidak perlu
membatasi penerapan teks seperti itu. Pada jaman Yesus, jelas belum ada
hierarki Gereja seperti yang di miliki sekarang. Paling-paling, yang ada hanyalah
dua belas rasul dengan Petrus sebagai “pemimpinnya”. Oleh karena itu, teks
perutsan seperti itu rasanya juga tepat jika diterapkan untuk para pemimpin
jemaat, termasuk di dalamnya para katekis. tambahan lagi, seperti yang sudah
disebutkan, para katekis ikut ambil bagian dalam tugas Gereja. Dengan
demikian, para katekis juga mendapatkan tugas perutsan dari Yesus yang
bangkit untuk “menggembalakan kawanan domba-Nya”
Lalu, apa artinya menggembalakan atau menjadi gembala? Pada zaman
Yesus-dan sebenarnya juga pada zaman jauh sebelumnya- setidak-tidaknya ada
2 (dua) tugas penting seorang gembala yang bertanggung jawab: yang pertama
adalah menjamin tersedianya makanan bagi kawanannya, yang kedua menjaga
kawanan dari ancaman yang ada. Justru karena seorang gembala bertanggung
jawab untuk menyediakan makanan bagi kawanannya, maka dia harus tahu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
diman tempat “padang yang berumput hijau dan air yang tenang” (bdk. Mazmur
23, 2). Kadang-kadang, dia harus pergi bersama kawanannya selama berharihari, dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk mencari padang rumput yang
hijau. Oleh karena itu, seorang gembala perlu mempunyai penguasaan medan
yang baik. Sejalan dengan itu, seorang gembala juga harus mempunyai
kemampuan dan keberanian untuk menjaga kawanannya. Seorang gembala
biasanya membawa “Gada atau Tongkat” gembala (bdk. Mazmur 23, 4). Untuk
mengarahkan kawanannya. Tetapi “Gada atau tongkat” juga bisa berfungsi
sebagai senjjata untuk menghadapi binatang buas atau pencuri yang mengancam
(bdk. Yohanes 10, 10).
Dari bacaan di atas, dua pokok rasanya perlu menjadi dasar hidup atau
boleh dikatakan spiritualitas seorang katekis. yang pertama ialah mengasihi
Yesus; dan yang kedua, kesediaan menggembalakan domba-domba-Nya sebagai
wujud dari kasih itu. Dua hal itu tidak bisa dipisahkan dan harus ada bersama.
Sebagai mana kasih perlu diwujudkan dalam tindakan kongkrit, maka rumusan
indah “mengasihi Yesus” juga perlu mendapatkan wujudnya. Yesus meminta
agar kasih kepada-Nya diarahkan kepada saudara-saudara-Nya.
Dalam hidup-Nya sendiri, Yesus sudah membuktikan hal tersebut dengan
memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (bdk. Yohanes 10, 16).
Dengan demikian, hal yang iya minta kepada murid-Nya adalah hal yang Ia
sendiri sudah lakukan. Ini adalah satu keistimewaan dalam diri Yesus yang harus
juga menjadi pegangan hidup kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
f) Istirahat minum dan snack (10.30-13.00)
Diisi dengan menikmati hidangan dan sejenak bersantai dari beberapa
materi yang diberikan sekaligus untuk saling bercengkrama antara peserta agar
suasana rekoleksi semakin hangat danlebih rileks.
g)
Sesi II: Tanggung Jawab Sebagai Katekis (13.00-15.30)
(1)
Pengantar (13.00-13.10)
Bapak-ibu sekalian, setelah kita beristirahat sejenak dengan snack dan
minuman yang telah kita santab. Maka selanjutnya kita akan masuk pada sesi
selanjutnya mengenai apa saja tanggung jawab dan tugas sebagai seorang
katekis yang harus diemban dalam membina iman umat. Dari pertemuan ini
diharapkan bapak-ibu bisa mengambil manfaat ketika dalam pelayanannya nanti.
(2)
Materi : Tanggung Jawab Katekis Dalam Membina Iman Umat (13.1015.00)
(a)
Katekis: Kaum Beriman Awam yang Membimbing Orang untuk Beriman
Sebagai kaum beriman awam, identitas dan spiritualitas katekis mesti
mengalir pula dari jatidirinya sebagai kaum beriman awam. Berkat Sakramen
Baptis dan Krisma, dia mengemban tritugas imamat Kristus sebagai imam, nabi,
dan raja (LG 31). Tugas kenabian berarti turut mewartakan Injil kepada segala
makhluk (Mrk 16:15) dan menjadikan semua bangsa murid Kristus (Mat 28:1920a). Sebagai kaum beriman awam, tugas kenabian diwujudkan dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
memberikan kesaksian hidup Injili (LG 35; bdk. Mat 5:16) dan mewartakan
dengan kata-kata (AA 6). Kerap poin kedua ini kurang mendapat perhatian,
padahal Konsili Vatikan II dengan tegas menyatakan, “Rasul yang sejati mencari
kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata, baik
kepada mereka yang tidak beriman untuk menghantar mereka kepada iman, baik
kepada kaum beriman untuk mengajar dan meneguhkan mereka, dan mengajak
mereka hidup dengan semangat lebih besar “ (AA 6).
Sementara katekis awam yang berkeluarga, kehidupan perkawinannya
merupakan bagian integral spiritualitasnya. Paus Yohanes Paulus II menulis,
“para katekis yang telah berkeluarga diharapkan menjadi saksi yang tetap bagi
nilai perkawinan Kristiani, yang menghidupi sakramen perkawinan dalam
kesetiaan penuh dan mendidik anak mereka dengan rasa tanggung jawab” .
Selanjutnya, para katekis awam ini mendapat panggilan tambahan.
“Kemudian Hierarki juga mempercayakan kepada kaum awam berbagai tugas,
yang lebih erat berhubungan dengan tugas-tugas gembala, misalnya di bidang
pengajaran Kristiani, dalam berbagai upacara liturgi, dalam reksa pastoral.
Berdasarkan perutusan itu dalam pelaksanaan tugas mereka para awam wajib
mematuhi sepenuhnya Pimpinan Gereja yang lebih tinggi” (AA 24). Secara
eksplisit juga dikatakan, “Secara intensif mereka menyumbangkan tenaga
dengan menyampaikan sabda Allah, terutama melalui katekese” (AA 10).
Keterlibatan kaum awam dalam pewartaan Injil ini bukanlah hal yang
baru. Dalam Perjanjian Baru juga dinyatakan banyak pria dan wanita yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
membantu Paulus dalam pewartaan Injil dengan berjerih lelah dalam Tuhan (lih.
Flp 4:3; Rom 16:3). Demikian pula pasutri Priskila-Akwila membimbing
Apolos, seorang yang fasih tentang Kitab Suci dari Aleksandria, untuk mengenal
Jalan Tuhan sehingga kemudian menjadi pewarta Injil yang handal (lih. Kis
18:24-28).
(b)
Membimbing dan Mengajar Katekumen
Tujuan katekese adalah persatuan dengan Kristus (GDC 80). Salah satu
kelompok yang dibimbing dan diajar oleh para katekis adalah para
katekumen/calon baptis. Para calon murid Tuhan ini harus diajar melakukan
semua perintah-Nya (Mat 28:20a). Mereka perlu dibimbing untuk menanggalkan
manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui
dalam kebenaran dan kekudusan (Ef 4:22). Mereka mesti dimotivasi
meninggalkan perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata
terang (Rom 13:12). Mereka mesti dibimbing pada kepenuhan pengetahuan akan
Allah (lih. 2 Tim 2:4; Ef 4:13). Hukum Gereja memberikan rambu-rambu
pengajaran bagi mereka sbb: “Para katekumen, melalui pengajaran dan masa
percobaan hidup kristiani, hendaknya diperkenalkan dengan tepat kepada misteri
keselamatan serta diantar masuk ke dalam kehidupan iman, liturgi, cinta kasih
umat Allah serta hidup kerasulan” (Kan 788§2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
(c)
Belajar dari St. Paulus:
Perlunya Kerjasama Rahmat Tuhan dan Upaya Kateketis perlu disadari
bahwa penggerak utama karya pewartaan Injil adalah Roh Kudus sendiri (EN
75). Hanya oleh rahmat Tuhan seseorang dipanggil menjadi murid Kristus.
“Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik
oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman, ”
demikian Sabda Yesus (Yoh 6:44.bdk. 6:65). Dan hanya oleh Roh Kudus
seseorang mampu berkata “Yesus adalah Tuhan” (1 Kor 12:3).
Maka dalam pewartaannya, Paulus tidak mengandalkan kata-katanya
sendiri, tetapi terlebih mengandalkan kekuatan Roh (1 Tes 1:5). Sebab dia
menyadari bahwa hanya Tuhan yang sanggup membuka pintu untuk
pewartaannya (lih. 2 Kor 2:12 dan Kol 4:3). Secara indah dalam Kis, dituturkan
bagaimana di tempat sembahyang Yahudi di kota Filipi, Tuhan membuka hati
Lidia (Kis 16:14; bdk. Kis 14:27) sehingga ia mendengarkan pewartaan Paulus
dan kemudian memberi diri dibaptis beserta keluarganya. Saat mengalami
tantangan pewartaan dan dalam perjuangan yang berat, Paulus tetap berani
mewartakan Injil semata-mata karena berkat pertolongan Tuhan (1 Tes 2:2).
Maka untuk keberhasilan karya misinya ini, tak segan-segan Paulus meminta
umat untuk turut mendoakannya. “Selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah
untuk kami, supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan, sama
seperti yang telah terjadi di antara kamu, dan supaya kami terlepas dari para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
pengacau dan orang-orang jahat, sebab bukan semua orang beroleh iman”
demikian pintanya(2 Tes 3:1-2; lih. Rom 15:30-32).
Kendati demikian, bukan berarti usaha dari pihak manusia tidak perlu.
Paulus yang dari kecil dididik dalam Taurat dan pernah menjadi murid Gamaliel
(Kis 22:3) memang dipersiapkan untuk menjadi alat pilihan di tangan Tuhan
untuk mewartakan nama-Nya (Lih. Kis 9:15). Maka penguasaan Paulus akan
Kitab Suci memberi andil dalam keberhasilan pewartaannya, sama seperti
Apolos (lih. Kis 18:27-28). Dalam mewartakan Injil di kota-kota Yunani, Paulus
pertama-tama akan mencari rumah ibadat Yahudi (sinagoga). Sebab di sana dia
bisa bertemu dengan orang-orang Yahudi maupun orang-orang yang takut akan
Tuhan (simpatisan Yahudi), terlebih di sana dia mendapat peluang untuk
memberikan kesaksian tentang Yesus seperti terjadi di Antiokhia Pisidia (Kis
13:14-16) maupun di Tesalonika (Kis 17:2-3). Ketika berada di Filipi dia tidak
menemukan rumah ibadat Yahudi, maka dia dan kawan-kawannya menyusuri
sungai, sebab tempat sembahyang Yahudi pasti tidak jauh dari sungai untuk
mengadakan ritual pembasuhan. Dugaannya tidak meleset (Kis 16:13).
Sementara ketika tiba di Areopagus kota Atena, dia mesti mencari pintu
masuk pewartaan. Saat menemukan adanya mezbah untuk “Allah yang tidak
dikenal” (Kis 17:23), dia pun menjadikannya sebagai pintu masuk pewartaan
Injil. Selanjutnya dengan lantang dia mewartakan bahwa Kristus yang tersalib
itu telah bangkit kembali. Suatu pewartaan yang tidak menarik bagi orang-orang
Yunani yang mengharapkan pembebasan jiwa dari penjara badan. Kendati tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
banyak membawa hasil (Kis 17:34), terobosan katekese kreatifnya ini patut
diapresiasi. Demikian pula aneka kesempatan dipakai oleh Paulus untuk
mewartakan Injil, termasuk saat dihadapkan ke sidang Mahkamah Agama
Yahudi (Kis 23:6), di hadapan Raja Herodes Agripa II (Kis 26:24-32), maupun
saat menjadi tahanan rumah di kota Roma (Kis 28:30-31).
Paulus melakukan apa yang kemudian dinasihatkannya sendiri kepada
Titus, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya” (Tit
4:2a). Hal yang sama dilakukan oleh jemaat perdana, saat terjadi penganiayaan
di Yerusalem, mereka pun menyebar ke seluruh negeri Palestina. “Mereka yang
tersebar itu menjelajah ke seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil” (Kis
8:2). Demikian pula Petrus dan Yohanes, dalam perjalanan pulang dari Samaria
ke Yerusalem mereka memberitakan Injil dalam banyak kampung di
Samaria(Kis 8:25).
Sebagai pewarta firman, Paulus berusaha menyesuaikan diri dengan
situasi pendengarnya agar dapat memenangkan mereka semua bagi Injil Tuhan
(lih. 1 Kor 9:19-22). Untuk mewartakan Injil ini, Paulus mesti bertekun dan siap
mengalami aneka rintangan dan penderitaan (lih. 2 Kor 11:23-28). Lebih dari
itu, Paulus berusaha menjadi saksi Injil melalui keteladanan hidupnya. “Dalam
hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami
jangan sampai dicela” (2 Kor 6:3).
Bagaimana pun juga, dalam pewartaan Injil diperlukan kerjasama rahmat
Tuhan dan kerja keras usaha kita. Menarik bahwa Gereja memiliki dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
pelindung karya misi, yakni St. Fransiskus Xaverius yang gigih mewartakan Injil
kemana-mana (3 Des) dan St. Theresia Lisieux, seorang biarawati kontemplatif
yang banyak berdoa untuk para misionaris (1 Okt). Sebagai katekis, upaya
memperdalam sumber-sumber iman dan aneka metodenya memang penting,
namun juga harus disertai dengan doa yang mendalam.
(d)
Tuntutan bagi Seorang Katekis
Mengingat tugas mewartakan Injil ini bukanlah perkara mudah, maka
dituntut dari seorang katekis hal-hal berikut ini. Pertama, yakin akan iman yang
hendak diwartakannya. Tulis Paulus, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang
kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan
setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang
Yunani” (Rom 1:16).
Kedua, tuntutan belajar terus-menerus baik materi iman yang akan
diajarkan supaya terhindar dari hal yang menyesatkan (Luk 17:1-2) dan makin
jelas bagi pendengarnya, maupun metode yang lebih sesuai dengan subjek yang
dihadapi (lih. Kan 779). Dalam kaitannya semangat belajar ini tetap berlaku
prinsip, “Yang mempunyai akan ditambahkan” (bdk. Mat 25:29).
Ketiga, tuntutan menjadi saksi Injil, atas apa yang telah kita wartakan.
Tidak cukup bila kita hanya bernubuat dan berkata-kata, sementara perbuatan
kita tidak selaras dengan kehendak Tuhan (bdk. Mat 7:22). Kepada Timotius
Paulus berpesan, “Awasilah dirimu sendiri dan ajaranmu” (1 Tim 4:16). Dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Paus Paulus VI menulis, “Dunia… membutuhkan pewarta yang berbicara
mengenai Tuhan yang mereka kenal dan yang akrab dengan mereka, seakan
mereka telah melihat yang Tak Kelihatan itu” (EN 75). Secara lugas
dokumenPedoman Katekis juga menyebut, “Sangat disayangkan kalau mereka
„tidak mempraktekkan apa yang mereka wartakan‟ dan berbicara tentang Tuhan
yang secara teoretis mereka tahu baik sekali, tetapi mereka sendiri tidak
mempunyai kontak dengan-Nya.”
Keempat,
tuntutan terbuka kepada
Gereja, dimana
keterbukaan
ini
diungkapkan dalam cinta, pengabdian terhadap pelayanannya, dan kesediaan
menderita. Gereja mengharapkan katekis-katekis yang memiliki rasa handarbeni
dan tanggung jawab mendalam sebagai anggota yang hidup dan aktif dari
Gereja. Secara konkret hal ini tampak dalam kesetiaan mengikuti Misa
Mingguan dan partisipasi di lingkungan setempat.
(e)
Tantangan Bagi Para Katekis
Selain mesti memenuhi harapan dan tuntutan di atas, seorang katekis
akan dihadapkan pada pelbagai tantangan.
Pertama, dari diri kita sendiri. Kita menyadari aneka kelemahan dan
kerapuhan kita, ibarat bejana tanah liat, namun syukur pada Allah bahwa kita
dipercaya untuk ambil bagian mewartakan Injil. Menyadari kelemahan dan
keterbatasan diri, kiranya kita patut bersyukur bila dipercaya mengemban tugas
luhur ini. Dan di sinilah kita boleh berharap akan kekuatan dan bantuan Allah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
“Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa
kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2
Kor 4:7).
Kedua, kita akan dihadapkan pada aneka kondisi tanah batin pendengar
yang berbeda-beda, tidak selalu tanah yang subur (lih. Mat 13:1-23). Dibutuhkan
kesabaran dan ketekunan. Di lain pihak kita mesti mengimani bahwa para
pendengar itu adalah kawanan domba milik Kristus sendiri yang mesti diberi
santapan firman dan digembalakan. Cinta akan Kristus memotivasi kita untuk
menunaikan tanggungjawab ini (bdk. Yoh 21:15-17).
Ketiga, medan pewartaan yang kita hadapi tidak selalu mudah, sebab
dalam pewartaan Injil ini kita tidak memilih sendiri “kawanan domba yang
gemuk”, tetapi bersama yang lain kita mau peduli pada kawanan yang
dipercayakan kepada kita. Terkadang kita sungguh dituntut berkorban,
dihadapkan pada aneka kesulitan dan penganiayaan, kendati mungkin tidak
seberat yang dialami oleh St. Paulus (lih. 2 Kor 11:23-28). Sebagai katekis kita
tidak ingin seperti benih yang jatuh di tanah berbatu, yang cepat layu karena
penindasan dan penganiayaan (Mat 13:20-21). Semoga penderitaan itu justru
mematangkan iman kita (bdk. 2 Tim 3:10-13).
Tugas mewartakan Injil berarti mewartakan Kristus, bukan mewartakan
diri kita sendiri. Maka semangat kerendahan hati St. Yohanes Pemandi perlu kita
resapkan, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil “ (Yoh 3:30).
Kepada jemaat di Tesalonika Paulus menegaskan bahwa dia mewartakan Injil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
bukan untuk mencari pujian manusia ataupun dengan maksud loba tersembunyi,
melainkan semata-mata ingin menyukakan hati Allah (1 Tes 2:4-6).
Paulus bisa menjadi pewarta Injil yang militan dan handal karena dia
telah berjumpa dan mengalami Kristus yang bangkit. Demikian pula orang
Gerasa yang kerasukan roh jahat, setelah disembuhkan oleh Yesus diutus
mewartakan pengalaman imannya kepada orang-orang sekampungnya (Mrk
5:19). Begitu pula wanita Kanaan (Yoh 4:28-30). Tugas pewartaan ini
mengandaikan adanya pengalaman kontak personal dengan Tuhan sendiri. Inilah
yang mesti senantiasa kita pupuk dan kembangkan. Bagaimana kita bisa
mewartakannya, kalau kita sendiri tidak duduk mendengarkan sabda-Nya? Kita
mesti tinggal bersama Yesus dalam doa. Dalam doa kita bisa mempersembahkan
suka-duka pewartaan kita. Hanya Tuhanlah yang sanggup membuka pintu hati
sehingga orang bertobat dan percaya. Dan di luar Dia, kita tidak akan bisa
berbuat apa-apa (Yoh 15:5).
Kita patut bersyukur mendapat kesempatan membimbing katekumen
menjadi murid Kristus. Dalam hal ini kita perlu belajar dari St. Andreas yang
termasuk di antara empat murid pertama Yesus. Bahkan dalam Injil Yohanes,
Andreas digambarkan sebagai pribadi “pengantar”. Dialah yang mengantar
Simon, kakaknya, kepada Yesus (Yoh 1:41-42). Dialah yang melaporkan anak
yang membawa lima roti jelai dan dua ikan sehingga Yesus mengadakan
mukjizat pergandaan (Yoh 6:8-9). Dan dia pula yang menyertai Filipus untuk
melaporkan kepada Yesus bahwa ada orang Yunani mau menemui-Nya (Yoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
12:22). Kendati demikian, dalam aneka kesempatan istimewa, seperti Yesus
membangkitkan anak Yairus, Yesus menyatakan kemuliaan-Nya di gunung
tinggi, ataupun saat Yesus berdoa di Getsemani, Andreas tidak pernah diajak
serta. Andreas adalah sosok pribadi yang rendah hati dan bersyukur bahwa boleh
menjadi “pengantar” orang bertemu dan mengalami Kristus.
Sebagai katekis, kita akan dihadapkan pada aneka kesulitan dan derita.
Bahkan barangkali juga tiada jaminan bahwa kita akan terbebas dari penyakit.
Kalaupun kita mesti menanggung penderitaan karena Injil, baiklah kita
mengingat Sabda Bahagia Tuhan Yesus (Mat 5:10-12) dan nasihat Paulus
berikut ini, “Kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada
Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Flp 1:29). Kepada
Timotius dia juga menasihatkan agar tabah dalam menanggung penderitaan
karena Injil (2 Tim 2:3.4.9).
Akhirnya, kita mesti menyadari bahwa kita bersama-sama ambil bagian
dalam pewartaan Kerajaan Allah, bukan “kerajaan-ku”, maka semangat
kerjasama,
“pergi
berdua-dua” ,
perlu
dikembangkan.
Maka
gaya
pewartaan single fighter, perlu diganti dengan sinergi aneka potensi. Pengurus
mesti memberdayakan aneka potensi yang ada dan mensinergikannya. Yesus
mengutus dan mendelegasikan tugas perutusan kepada para murid. Paulus pun
menasihati Timotius untuk menunjuk pengajar-pengajar yang lain (lih. 1 Tim
2:2). Dalam hal ini „jabatan‟ pengurus hendaknya pertama-tama dilihat sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
tanggung jawab pelayanan dan pemberdayaan, bukan sekedar status, apalagi
untuk menguasai (bdk. Mat 20:28).
(f)
Lantas, Apa Upahku?
Memang dalam pewartaan Injil, ada prinsip “Pekerja patut mendapatkan
upah” (Mat 10:10; bdk. 1 Kor 9:10). Namun, Paulus sengaja memilih tidak
menggunakan haknya. Dia bersyukur boleh mewartakan Injil tanpa upah (1 Kor
9:18). Dia bisa tetap hidup dari keringatnya sendiri karena bekerja sebagai
pembuat tenda (Kis 18:3). Maka selain membagikan Injil, Paulus juga
membagikan hidupnya sendiri (1 Tes 2:8). Hal yang sama terjadi di antara para
katekis. Maka pertanyaannya, lantas apa upahku?
Kepada para murid yang kembali dari tugas perutusannya, Yesus
berpesan, “Janganlah bersukacita karena roh-roh itu takhluk kepadamu, tetapi
bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga” (Luk 10:20). Inilah yang
membahagiakan. Daniel pun menuliskan penglihatannya, bahwa pada akhir
zaman “Orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan
yang telah menuntun kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk
selama-lamanya” (Dan 12:3). Inilah janji Tuhan bagi semua yang ambil bagian
dalam pewartaan Injil. Maka, kita boleh berseru bersama St. Paulus, “Celakalah
aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor 9:16b).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
h) Ice breaking (13.00-13.15)
Berisi gerak dan lagu untuk kembali menyegarkan suasana dan
menambah semangat para peserta yang hadir. Ice breaking diisi dengan lagu dan
video “chicken dance”. Ice breaking ini dipandu langsung oleh pemandu
rekoleksi. Diharapkan semua peserta bergoyang dan menari bersama dengan
mengikuti pembina dan alunan dari musik video “chicken dance”. Ice breaking
ini disesuaikan dengan waktu yang ada karena hanya sebatas pilihan untuk
mengisi kejenuhan setelah menerima banyak materi dari pendamping.
i) Penutup (13.15-13.30)
(1) Pengantar
Bapak ibu sekalian yang terkasih dalam Kristus, hari ini kita telah
melewati dan menyelesaikan rekoleksi pertama kita dengan dua sesi yang berisi
materi yang membantu bapak ibu untuk semakin mantap dalam pelayanannya
sebagai katekis. untuk pertuan hari ini kita cukupkan sampai disini. Dan semoga
bapak-ibu pada pertemuan selanjutnya dapat berkumpul kembali disini untuk
mengikuti kegiatan rekoleksi. Terimakasih atas perhatian bapak ibu semua. Jika
ada yang masih terarasa kurang untuk ditanyakan dapat ditanyakan dipertemuan
kedepan. Pertemuan hari ini kita tutup dengan doa dan lagu penutup.
(2) Doa penutup (13.15-13.20)
Allah yang maha baik kami berterima kasih kepada-Mu atas penyertaanMu dalam rekoleksi hari ini sehingga rekoleksi ini berjalan dengan lancar. Ya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Bapa semoga dengan apa yang kami dapat padai hari ini dapat berguna dalam
setiap pelayanan dan perutusan kami kedepan. Kami tahu sebagai manusia kami
memiliki banyak kekurangan. Tetapi kami akan berjanji dengan segenap hati
kami dapat menjadi pelayan-mu yang setia sehidup semati menjadi perantara
ditengah-tengah umat-Mu dalam membina iman mereka. Seluruh doa ini kami
haturkan lewat perantaraan Putera-Mu Yesus Kristus. Amin.
(3) Lagu penutup (13.20-13.30)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis mencoba melihat kembali
secara keseluruhan uraian dari Bab I sampai IV dengan membuat kesimpulan.
Pada bagian pertama akan disampaikan kesimpulan, pada bagian kedua akan
disampaikan refleksi dari penulis untuk Pembangunan Jemaat di daerah tempat
tinggal penulis berkarya sebagai katekis nantinya dan pada bagian akhir akan
disampaikan saran bagi Gereja dalam arti luas.
A. Kesimpulan
Konsep van Hooijdonk mengenai Pembangunan Jemaat sebenarnya
merupakan sintesis dari istilah “pembangunan” dan “jemaat.” Sebelum sampai
pada penyimpulan mengenai definisi Pembangunan Jemaat, ia mula-mula
menerangkan arti “jemaat” dan “pembangunan”. Baginya jemaat adalah
persekutuan orang beriman setempat. Orang beriman setempat itu menunjuk
pada persekutuan orang beriman dalam suatu paroki teritorial. Sementara dengan
“pembangunan” dimaksudkan sebagai campur tangan aktif atau intervensi dalam
tindak-tanduk
jemaat
setempat,
yaitu
paroki.
Hooijdonk
kemudian
menyimpulkan kosep Pembangunan Jemaat itu sebagai “Intervensi sistematis
(campur tangan yang teratur menurut sistem) dan metodis (sesuai metode) dalam
tindak-tanduk jemaat setempat”. Baginya Pembangunan Jemaat menolong
jemaat beriman lokal untuk dengan bertanggung jawab penuh berkembang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
menuju persekutuan (paguyuban) iman, yang mengantarai keadilan dan kasih
Allah dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini.
Konsep di atas mengarah pada satu tujuan, yaitu persekutuan atau
paguyuban iman yang lebih sesuai dengan kepengikutan Yesus, yaitu
mengantarai keadilan dan kasih Allah, serta keterbukaan terhadap pertanyaanpertanyaan zaman kini menyangkut masalah-masalah manusia. Upaya untuk
sampai ke arah paguyuban iman yang baru tersebut terjadi dalam proses. Karena
itu dalam definisi di atas terdapat istilah “berkembang” yang menunjuk pada
proses. Hal ini dipertegas pula oleh pernyataan awal: “Intervensi sistematis dan
metodis dalam tindak-tanduk jemaat setempat”. Pernyataan ini mengandaikan
bahwa proses perubahan jemaat menuju suatu persekutuan iman yang baru
memerlukan pula suatu campur-tangan teoritis yang sistematis dan metodis.
Konsep Pembangunan Jemaat itu menjelma paling konkrit dalam jemaat
lokal yang oleh Hooijdonk disebut paroki teritorial di mana gereja ada, hidup
dan berkembang. Jemaat lokal dalam hal ini menjadi subyek maupun obyek.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa Allah tetap menjadi subyek utama
Pembangunan Jemaat. Arti pertama Pembangunan Jemaat bukanlah bahwa
jemaat dibangun oleh manusia, melainkan oleh Roh Kudus. Bersamaan dengan
Roh Kudus juga, Kristus disebut sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh
seluruh bangunan, rapi tersusun menjadi bait Allah yang kudus di dalam Tuhan.
Di dalam Dia kamu juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah, di
dalam Roh. Allah-lah yang asal dari Pembangunan Jemaat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan
Jemaat harus diakui pula karya manusia dalam Pembangunan Jemaat. Tidak
mungkin mengakui berkaryanya Allah tanpa mengaitkannya dengan karya
manusia. Manusia dengan segala kesetaraannya, kesadaran, dan rasa tanggungjawab menjadi subyek Pembangunan Jemaat. Sesama subyek itu tersusun secara
hirarkis. Uskup dan imam harus menciptakan iklim positif di mana warga jemaat
biasa dipandang sebagai subyek, yakni sebagai manusia yang dipanggil untuk
memikul tanggung-jawab dengan bebas, dan mengusahakan kepemimpinan yang
inspiratif, kooperatif dan suportif terhadap umat.
Manusia sebagai subyek pembangun jemaat perlu mengerti juga bahwa
Allah-lah yang membangun Gereja, bahwa Roh Allah secara spiritual bekerja
bersama para anggota umat dan pejabat gereja. Jemaat dalam arti ini bukan saja
menjadi subyek melainkan obyek pembangunan. “Aku akan memulihkan
keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka seperti dulu.” (Yer
33:7). Bukan Yehuda dan Israel saja, melainkan semua orang. Semuanya
menjadi subyek maupun obyek pembangunan, sambil memperhatikan apa
sebenarnya yang menjadi tujuan Pembangunan Jemaat.
Tujuan Pembangunan Jemaat adalah kedatangan Kerajaan Allah.
Kedatangan Kerajaan Allah adalah kehadiran keselamatan. Pembangunan
Jemaat terarah ke situ. Itulah yang dimaksudkan dengan persekutuan
(paguyuban) iman, yang mengantarai keadilan dan kasih Allah yang
mengejawanta secara konkrit dalam jemaat lokal dalam bentuk paroki, dan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
memberi ruang bagi semua orang untuk pertumbuhan yang terarah pada
penyempurnaan.
Menyatukan umat dalam pengertian penulis selaras pula dengan
pernyataan Hooijdonk yaitu mengantarai kasih dan keadilan Allah. Umat akan
mengerti tentang kasih dan keadilan Allah jika mereka merasakan kasih dan
keadilan secara nyata. Kasih yang kongkrit itu bisa ditularkan oleh pemimpin
umat. Hal ini juga terinspirasi dari kata-kata Paulus: “Kenakanlah kasih sebagai
perekat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” Satu dalam kasih dan
terarah pada kesempurnaan. Kasih juga yang mengandaikan keadilan. Adanya
kasih pasti menciptakan situasi yang adil. Dalam arti itu umat beriman merasa
dirangkul, diperlakukan secara sama dan tidak ada yang terpinggirkan. Hadir,
tinggal dan merasakan kehidupan nyata umat sambil mempersatukan diri mereka
dalam keterikatan parochial dalam mana Allah terus berkarya dan umat beriman
juga tetap melaksanakan tanggung-jawab masing-masing sesuai keahlian dan
tugas yang dipercayakan.
Di atas disebut bahwa upaya menolong dan mengarahkan umat terjadi
dalam proses. Tujuannya adalah agar umat bertumbuh dalam persekutuan iman
yang baru. Proses ke arah persekutuan tersebut akan terlaksana dengan baik jika
ada dasar teoretis yang bisa dijadikan kerangka acuan untuk berproses. Berkaitan
dengan itu Hooijdonk memberikan aspek dasar Pembangunan Jemaat, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
1. Bertindak imani dan rasional
Dalam bertindak imani senantiasa terjadi kombinasi antara bertindak
imani dan bertindak rasional. Antara bertindak yang mengimani karya Roh
Kudus dalam Gereja dan yang merasa diteguhkan oleh tradisi yang diwariskan
kepada kita serta bertindak yang secara rasional mengatur sumbangan jemaat
serta mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan di samping itu
merancang dan menguji metode serta sarana untuk mencapai hasil yang sebaik
mungkin. Di sini diandaikan bahwa Pembangunan Jemaat itu tidak boleh berat
sebelah. Misalnya penekanan pada usaha beriman saja. Harus ada kombinasi
antara keduanya. Berhadapan dengan hal ini maka menjadi tugas seorang
pemimpin untuk memberikan pengarahan. Iman memang yang utama. Akan
tetapi penanaman iman sampai menuju persekutuan iman yang baru memerlukan
pula sarana teoretis yang perlu bagi pengembangan, seperti penyediaan sarana
pastoral dalam bentuk kebijakan dan kemampuan kritis seorang pemimpin.
Penekanan berlebihan pada iman tanpa pertimbangan rasional justru akan
mengakibatkan
kepicikan
dan
kebodohan.
Pemimpin
harus
bisa
mengembangkan daya nalar dan kritis terhadap apa yang diimani sambil juga
mengajak umat untuk mampu mempertanggung-jawabkan iman mereka.
2. Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil
Berpikir dengan kategori fungsional, tujuan dan hasil rupanya belum
biasa bagi mereka yang menjalankan pastoral. Namun ada juga pakar teologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
praktis yang berpendapat bahwa fungsionalitas merupakan kategori teologis
sejauh di dalamnya tersirat realisasi kerajaan Allah.
a. Fungsional
Adanya ilmu sosial memberikan sumbangan kepada gereja untuk berpikir
secara instrumental atau fungsional. Kualitas manusiawi dapat pula dituntut di
bidang kepemimpinan dan managemen. Intinya setiap tugas dan peran memang
harus efektif dan fungsional. Masing-masing pihak yang terkait perlu kesadaran
akan tugas dan fungsi kehadirannya dalam Pembangunan Jemaat.
b. Terarah pada tujuan dan hasil
Harus ada tujuan dan hasil yang hendak dicapai. Ada tujuan jangka
panjang dan ada tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang
dalam hal
Pembangunan Jemaat adalah paguyuban iman yang baru yang memberi tempat
utama pada kasih dan keadilan Allah. Dalam rangka pencapaian tujuan akhir
tersebut perlu pula ada tujuan-tujuan antara yang mengarah ke sana. Tujuan
jangka panjang menunjuk pada kepemimpinan yang memiliki visi, sementara
untuk sampai ke situ ada tapakan-tapakan kegiatan yang diatur secara
managerial untuk memperoleh hasil maksimal lewat kerja keras dan
pemberdayaan umat.
3. Bertindak menurut tata waktu atau secara proses
Proses Pembangunan Jemaat dapat dipandang dari dua proses, yaitu:
peninjauan kembali sejarah dan melihat Pembangunan Jemaat sebagai proses
historis yang berlangsung sampai hari ini dan melihat keadaan sekarang dan hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
depan serta memandang Pembangunan Jemaat sebagai tindakan intervensi untuk
mempersiapkan, melaksanakan dan menstabilkan. Secara sederhana proses
Pembangunan Jemaat ini berlangsung lewat tiga tahap, yaitu:
 Membuka orang akan perubahan/start (unfreezing)
 Orang mulai bekerja/pelaksanaan (moving)
 Menciptakan kondisi agar hasil yang tercapai dilestarikan, dimantapkan, atau
diselesaikan.
Tahap-tahap ini berproses secara spiral. Itu berarti bahwa ada hilir mudik.
Kesalahan dalam fase tertentu kadangkala baru menjadi jelas dalam fase
berikutnya, sehingga harus ada perbaikan untuk melanjutkan suatu kegiatan
gereja atau kebijakan bersama lewat program-program yang ada.
4. Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan organisasi
Dalam kaitan dengan Pembangunan Jemaat, istilah organisasi jemaat
dianggap sangat penting. Fungsi ini perlu ada. Perlawanan terhadap hal ini dapat
dibandingkan dengan perlawanan terhadap rasionalitas serta bertindak
fungsional dan terarah pada hasil. Yang penting sebenarnya adalah
memanfaatkan ilmu sosial untuk mencapai hasil. Bagi banyak orang, adanya
organisasi dianggap sebagai penciptaan struktur, seperti menciptakan dewan
paroki atau dewan pengurus. Organisasi sebetulnya bukan pertama-tama
penciptaan struktur, melainkan penciptaan relasi yang baik antarmanusia,
menciptakan komunikasi terbuka yang memberi kemungkinan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
pribadi-pribadi di dalamnya. Ini menjadi syarat agar organisasi gereja dapat
terarah kepada tujuan dan tugas.
5. Mengaktifkan partisipasi
Untuk mencapai suatu paguyuban iman yang baru, maka penting kiranya
agar semua elemen umat terlibat di dalamnya, baik pemimpin maupun semua
anggota. Pengaktifan umat bukanlah hal yang mudah. Namun penciptaan
vitalisasi umat beriman bukan juga hal yang mustahil. Pembangunan Jemaat
harus dan mau bekerjasama dengan semua manusia yang beriman tanpa paksaan
atau penekanan, melainkan mau mengadakan relasi kerja sama yang fungsional
untuk mencapai persekutuan yang didambakan. Perlu ada kerjasama sebagai
rekan, ada empati terhadap orang lain dan sekaligus perhatian terhadap perasaan
sendiri. Dalam arti itu harapan akan keaktifan umat dalam Pembangunan Jemaat
boleh terwujud.
Aspek-aspek dasar Pembangunan Jemaat sebagaimana diungkapkan oleh
Hooijdonk di atas menjadi kerangka acuan untuk pencapaian hasil. Ia berbicara
tentang definisi Pembangunan Jemaat, dan memberikan pula beberapa pemikiran
dasar yang membantu jemaat untuk sampai pada tujuan yang semestinya, yaitu
paguyuban iman yang baru yang lebih sesuai dengan kepengikutan Yesus dan
terbuka bagi semua manusia zaman sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
B. Refleksi Pribadi
setelah memahami sekian banyak pengetahuan tentang Pembangunan
Jemaat dan kaitannya dengan Gereja, maka penulis akan merefleksikan
Pembangunan Jemaat tersebut dalam kaitannya dengan jemaat di tempat tinggal
penulis berkarya nantinya sebagai seorang katekis. Membangun jemaat di
tempat penulis berada nantinya pasti tidaklah semudah yang dibayangkan,
karena harus berhadapan dengan kondisi medan jalan yang rusak, penduduk
yang tinggal berjauhan hingga kepedalaman yang sulit dijangkau kendaraan
darat, cuaca, dan umat yang rata-rata berpendidikan maksimal tingkat SMA
(Sekolah Menengah Atas) yang berprofesi sebagai petani. Tantangan terberatnya
adalah membahasakan Pembangunan Jemaat sesederhana mungkin sesuai
dengan pengalaman dan budaya yang dipegang umat setempat. Semua hal itu
harus bisa saling berhubungan agar lebih mudah masuk dan secara pasti
membangun jemaat tahap demi tahap demi tercapainya Pembangunan Jemaat
yang tetap berpegang pada budaya yang berbaur dengan Gereja.
Seperti yang penulis alami selama menjadi umat di tempat penulis
berasal yakni desa Sejiram, kecamatan Seberuang, kabupaten Kapuas Hulu,
provinsi Kalimantan Barat, umat di sana begitu erat memegang adat istiadat dan
budaya. Hal ini harus dipertahankan jika ingin membangun jemaat Kristus.
Lewat budaya yang begitu kental tersebut, Pembangunan Jemaat diharapkan bisa
semakin mempererat antara Gereja dan budaya supaya bisa saling berdampingan
dalam strategi menyatukan jemaat. Jika umat merasa di dalam Gereja budaya
tetap tidak dilupakan maka secara otomatis ada rasa sangat dihargai unsur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
identitas diri dalam beragama dan timbal baliknya, umat berbudaya tersebut
akan menerima setiap Pembangunan Jemaat yang diberikan oleh Gereja Katolik.
Diharapkan dengan adanya Pembangunan Jemaat di tempat asal penulis
memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan iman umat. Sebab di
dalam Pembangunan Jemaat mengandung banyak unsur pembaharuan contohnya
seperti paguyuban-paguyuban. Dengan adanya sebuah paguyuban, umat yang
biasanya hanya berkumpul untuk mengikuti sebuah perayaan Ekaristi atau ibadat
berupah menjadi pemberi sumbangsih besar dalam ide-ide untuk saling
memperkembangkan iman, berorganisasi, berbagi pendapat seputar kemajuan
Gereja dan lain sebagainya. Setidaknya dengan adanya Pembangunan Jemaat ini
diharapkan mampu membangkitkan semangat umat katolik berbudaya dayak
yang selama ini hanya sekedar mengikuti perayaan Ekaristi berubah menjadi
umat yang mampu mempelopori kegiatan-kegiatan gerejawi dalam sebuah
perkumpulan paguyuban dan terus melanjutkan Pembangunan Jemaat sampai ke
anak cucu nantinya.
Dan penulis sendiri yang kedepannya akan menjadi seorang katekis di
daerah asal memiliki cita-cita tidak hanya menjadikan setiap perkuliahan selama
ini hanya untuk mengejar ijasah sarjana (S1) yang bergerak dalam pendidikan
saja demi beberapa lembar uang, tetapi lebih kepada pelayanan dan tujuan utama
Pembangunan Jemaat dan pemberdayaan umat katolik menjadi umat yang maju
dalam segala bidang khususnya dalam pengetahuan hidup menggereja di
hadapan Allah. Dengan karya tulis mengenai Pembangunan Jemaat ini, penulis
mengerti arti pelayanan bukan sekedar menjadi katekis dalam arti pegawai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
sebuah instansi (guru) tetapi lebih kepada seluruh ilmu yang diperoleh harus bisa
dibagikan dan ditindak lanjuti di tengah masyarakat bukan hanya sekedar
menjadi seorang pengajar dan ketika di tengah umat tenggelam atau hilang tanpa
ada sumbangsih sebagai seseorang yang sedikit banyak memahami ilmu agama
dalam pelayanan di tengah umat.
C. Saran
Umat Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan
Barat sangat membutuhkan pendampingan agar mampu meningkatkan semangat
menggereja dalam misi Pembangunan Jemaat. Penulis sudah menyarankan
program rekoleksi pada bab sebelumnya yang bertujuan memberikan
pengetahuan dan semangat pelayanan bagi para katekis dalam menjalankan
tugasnya sebagai pelayan Kristus yang misioner. Melalui rekoleksi tersebut umat
diharapkan dapat semakin menemukan, mendalami, dan menghayati Kristus
sebagai pedoman hidup menggereja, sehingga iman semakin berkembang dan
terarah pada perkembangan zaman. Semoga dengan adanya pengetahuan lebih
tentang Pembangunan Jemaat, katekis tidak lagi mengira-ngira dan mencari-cari
apa saja tugas dan tanggug jawabnya karena dasarnya sudah terangkum dalam
Pembangunan Jemaat itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, Pr. (1990). Aneka Tema Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius.
van Hooijdonk, P.G. (1996). Batu-batu yang Hidup “Pengantar ke Dalam
Pembangunan Jemaat”. Yogyakarta: Kanisius.
Kamari, FX. (1985). Kepribadian Seorang Katekis (Pradnyawidya 13).
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik “Pradnyawidya”.
Katekese KOMKAT KWI. (1997). Pedoman Untuk Katekis. Yogyakarta:
Kanisius.
Rubiyatmoko, Editor. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Bogor: Grafika Mardi
Yuana.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius.
Kessel, Rob van. (1989). 6 Tempayan Air “Pokok-pokok Pembangunan Jemaat”,
Seri Pembangunan Jemaat. Yogyakarta: Kanisius.
Sanjaya, V. Indra. (2011). Belajar dari Yesus “Sang Katekis” . Yogyakarta:
Kanisius.
Download